Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan hak asasi manusia (HAM) dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia.
Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat,
diselenggarakan upaya kesehatan dalam bentuk upaya kesehatan perseorangan
dan masyarakat. Pembangunan sarana-sarana pelayanan kesehatan termasuk di
dalam upaya kesehatan. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat mendapatkan
pelayanan kesehatan dengan baik dan optimal sehingga meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat (Republik Indonesia, 2009).
Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan yang menunjang
upaya pelayanan kesehatan dan tempat dilakukannya praktek kefarmasian
(Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009). Praktek kefarmasian yang dimaksud
adalah pembuatan dan pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluranan obat, pengelolaan
obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Pekerjaan kefarmasian
tersebut harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu yaitu apoteker (Menkes RI., 2014).
Apoteker sebagai penanggung jawab apotek memiliki peranan besar dalam
menjalankan fungsi apotek. Apoteker dituntut untuk mampu melaksanakan peran
profesinya

sebagai

tenaga

kefarmasian

yang

mengabdikan

ilmu

dan

pengetahuannya dalam memberikan pelayanan kefarmasian bagi masyarakat.


1

Pada saat ini, orientasi paradigma pelayanan kefarmasian telah bergeser dari
pelayanan obat (drug oriented) menjadi pelayanan pasien (patient oriented).
Kegiatan pelayanan yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat berubah
menjadi pelayanan yang komprehensif dengan tujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien. Oleh karena itu, apoteker harus selalu meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan perilakunya agar mampu berkomunikasi dengan
tenaga kesehatan lain secara aktif dan berinteraksi langsung dengan pasien seperti
pemberian informasi obat, konseling kepada pasien yang membutuhkan dan
menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan obat yang rasional (Menkes RI.,
2014).
Dalam pengelolaan apotek, apoteker juga harus mampu menjalankan peran
manajerial di apotek. Apoteker harus terampil mengelola apoteknya secara efektif,
seperti dalam pengelolaan keuangan, perbekalan farmasi dan sumber daya
manusia (Menkes RI., 2014). Mengingat pentingnya peran apoteker dalam suatu
apotek, calon apoteker diharapkan telah memiliki pengetahuan dan pemahaman
tentang apotek yaitu dalam hal pelaksanaan pelayanan kefarmasian dan
pengelolaan apotek. Oleh karena itu, Program Profesi Apoteker Universitas
Sumatera Utara melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek
Kimia Farma No. 315 Padangsidimpuan untuk melihat secara langsung tugas dan
peran Apoteker Penanggung jawab Apotek (APA).
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dilakukan Praktek Kerja Profesi (PKP) bagi mahasiswa
Program Studi Profesi Apoteker di apotek adalah agar mahasiswa mampu

memahami permasalahan apotek dan mampu mengelola apotek secara profesional


sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kaidah profesi yang berlaku.
1.3 Pelaksanaan kegiatan
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Kimia Farma No. 315
Padangsidimpuan di jalan Merdeka No. 5 dilaksanakan pada tanggal 16
September sampai dengan 13 Oktober 2016. Pembagian tugas Praktik Kerja
Profesi di Apotek Kimia Farma No. 315 Padangsidimpuan dengan menggunakan
dua shift, pukul 08.00 - 15.00 WIB dan pukul 15.00 - 22.00 WIB.

BAB II
TINJAUAN UMUM
2.1 Pengertian Apotek
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 35
tahun 2014, Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan
praktek kefarmasian oleh Apoteker. Pengertian pelayanan kefarmasian itu sendiri
adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang
berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti
untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pekerjaan kefarmasian menurut
Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 adalah pembuatan termasuk
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusi atau penyaluranan obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep
dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisional.
2.2 Tugas dan Fungsi Apotek
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun
1980 tentang Apotek, tugas dan fungsi apotek adalah :
a. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan
sumpah jabatan.
b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran
dan penyerahan obat atau bahan obat.
c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus meyebarkan obat yang
diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.

2.3 Persyaratan Apotek


Berdasarkan

Keputusan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

No.1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin


Apotek, dinyatakan bahwa pendirian apotek harus memenuhi syarat, yaitu :
a. Untuk mendapatkan izin apotek, Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama
dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan
tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lainnya
yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.
b. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan
pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi.
c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar
sediaan farmasi.
Persyaratan lain yang harus diperhatikan untuk mendirikan suatu
apotek antara lain :
1. Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA)
Untuk memperoleh SIPA sesuai dengan PP RI No. 51 tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian, seorang Apoteker harus memiliki Surat Tanda
Registrasi Apoteker (STRA). STRA

ini

dapat

diperoleh

jika

seorang

Apoteker memenuhi persyaratan sebagai berikut :


a. Memiliki ijazah Apoteker.
b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi.
c. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker.
d. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter
yang mempunyai surat izin praktek, dan
e. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan

etika profesi (Menkes RI, 2011).


Setiap Tenaga Kefarmasian yang melakukan pekerjaan kefarmasian
wajib memiliki surat izin sesuai tempat Tenaga Kefarmasian bekerja. Surat izin
yang dimaksud berupa :
a. SIPA bagi Apoteker Penanggung Jawab yang melakukan pekerjaan
kefarmasian di fasilitas pelayanan kefarmasian,
b. SIPA bagi Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai
Apoteker pendamping di fasilitas pelayanan kefarmasian,
c. SIKA bagi Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian di fasilitas
produksi atau fasilitas distribusi/penyaluran, atau
d. SIKTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang melakukan pekerjaan
kefarmasian pada fasilitas kefarmasian (Menkes RI, 2011).
2. Sarana dan prasarana
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1027/Memkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek,
apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh masyarakat. Pada
halaman terdapat papan petunjuk dengan jelas tertulis kata apotek. Apotek harus
dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian
diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan
produk lainnya. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh
apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling. Lingkungan apotek harus
dijaga kebersihannya. Apotek harus bebas bahan pengerat, serangga. Apotek
memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 35

tahun 2014), sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang pelayanan
kefarmasian di apotek meliputi sarana yang memiliki fungsi:
a. Ruang penerimaan resep
Ruang penerimaan resep sekurang-kurangnya terdiri dari tempat penerimaan
resep, 1 set meja dan kursi, serta 1 set komputer. Ruang penerimaan resep
ditempatkan pada bagian paling depan dan mudah terlihat oleh pasien.
b. Ruang pelayanan resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas)
Ruang pelayanan resep dan peracikan atau produksi sediaan secara terbatas
meliputi rak obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di ruang peracikan
sekurang-kurangnya disediakan peralatan peracikan, timbangan obat, air
minum (air mineral) untuk pengencer, sendok obat, bahan pengemas obat,
lemari pendingin, termometer ruangan, blanko salinan resep, etiket dan label
obat. Ruang ini diatur agar mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang
cukup, dapat dilengkapi dengan pendingin ruangan (air conditioner).
c. Ruang penyerahan obat
Ruang penyerahan obat berupa konter penyerahan obat yang dapat
digabungkan dengan ruang penerimaan resep.
d. Ruang konseling
Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu set meja dan kursi
konseling, lemari buku, buku-buku referensi, leaflet, poster, alat bantu
e.

konseling, buku catatan konseling, dan formulir catatan pengobatan pasien.


Ruang penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai. Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur,
kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan
keamanan petugas serta harus dilengkapi dengan rak/lemari obat, pallet,
pendingin ruangan (AC), lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus
narkotika dan psikotropika, lemari penyimpanan obat khusus, pengukur suhu

dan kartu suhu.


f. Ruang arsip

Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan dengan


pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
serta pelayanan kefarmasian dalam jangka waktu tertentu.
2.4 Perizinan Apotek
Menurut

Keputusan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

No.1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin


Apotek, Surat Izin Apotek (SIA) adalah surat izin yang diberikan oleh Menteri
kepada Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana untuk
menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu.
Izin mendirikan apotek diberikan oleh Menteri Kesehatan Republik
Indonesia, kemudian Menteri melimpahkan wewenang pemberian izin apotek
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dimana Kepala Dinas
Kesehatan Kota/Kabupaten wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin,
pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek sekali setahun
kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi (Depkes RI., 2002).
Sesuai

dengan

Keputusan

Menteri

Kesehatan

RI

No.1332/MenKes/SK/X/2002 Pasal 7 dan 9 tentang Ketentuan dan Tata Cara


Pemberian Izin Apotek, yaitu:
a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Kantor Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
b. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 hari setelah
menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai
POM untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek untuk
melakukan kegiatan.

c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambatlambatnya 6 hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan.
d. Dalam hal pemerikasaan dalam ayat (b) dan (c) tidak dilaksanakan, apoteker
pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada
Kepala Kantor Dinas Kesehatan setempat dengan tembusan kepada Kepala
Dinas Propinsi.
e. Dalam jangka 12 hari kerja setelah diterima laporan pemeriksaan sebagaimana
ayat (c) atau persyaratan ayat (d), Kepala Dinas Kesehatan setempat
mengeluarkan surat izin apotek.
f. Dalam hasil pemerikasaan tim Dinas Kesehatan setempat atau Kepala Balai
POM dimaksud (c) masih belum memenuhi syarat Kepala Dinas Kesehatan
setempat dalam waktu 12 hari kerja mengeluarkan surat penundaan.
g. Terhadap surat penundaan sesuai dengan ayat (f), apoteker diberikan
kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambatlambatnya dalam waktu satu bulan sejak tanggal surat penundaan.
h. Terhadap permohonan izin apotek bila tidak memenuhi persyaratan sesuai
pasal (e) dan atau pasal (f), atau lokasi apotek tidak sesuai dengan
permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Dinas setempat dalam jangka
waktu selambat-lambatnya 12 hari kerja wajib mengeluarkan surat penolakan
disertai dengan alasan-alasannya.
2.5 Tenaga Kefarmasian di Apotek
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun
2009, tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian,

yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Tenaga Teknis
Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani
pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya
Farmasi,

Analis

Farmasi,

dan Tenaga Menengah Farmasi atau Asisten

Apoteker yang memiliki Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian


(STRTTK). Dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian di apotek, Apoteker dapat
dibantu oleh Apoteker pendamping dan/ atau Tenaga Teknis Kefarmasian.
2.6 Peranan Apoteker Penanggung Jawab Apotek
Berdasarkan Permenkes No. 35 tahun 2014, Apoteker adalah sarjana
farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan
apoteker. Peran apoteker dalam melakukan pelayanan kefarmasian yaitu:
a. Pemberi layanan
Apoteker sebagai pemberi pelayanan harus berinteraksi dengan pasien.
apoteker harus mengintegrasikan pelayanannya pada sistem pelayanan kesehatan
secara berkesinambungan.
b. Pengambil keputusan
Apoteker harus mempunyai kemampuan dalam mengambil keputusan
dengan menggunakan seluruh sumber daya yang ada secara efektif dan efisien.
c. Komunikator
Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan pasien maupun profesi
kesehatan lainnya sehubungan dengan terapi pasien, oleh karena itu harus
mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik.
d. Pemimpin
Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin.

10

Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil keputusan yang


empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan dan mengelola hasil
keputusan.
e. Pengelola
Apoteker harus mampu mengelola sumber daya manusia, fisik, anggaran
dan informasi secara efektif.Apoteker harus mengikuti kemajuan teknologi
informasi dan bersedia berbagi informasi tentang Obat dan hal-hal lain yang
berhubungan dengan Obat.
f. Pembelajar seumur hidup
Apoteker harus terus meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan
profesi

melalui

pendidikan

berkelanjutan

(Continuing

Professional

Development/CPD).
g. Peneliti
Apoteker

harus

selalu

menerapkan

prinsip/kaidah

ilmiah

dalam

mengumpulkan informasi sediaan farmasi dan pelayanan kefarmasian dan


memanfaatkannya dalam pengembangan dan pelaksanaan pelayanan kefarmasian
(Menkes RI., 2014).
2.7 Pengelolaan Apotek
2.7.1 Sumber daya manusia (SDM)
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 35
tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, bahwa Pelayanan
Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker, dapat dibantu oleh
Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang memiliki Surat
Tanda Registrasi, Surat Izin Praktik atau Surat Izin Kerja.

11

Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian Apoteker harus memenuhi


kriteria:
1. Persyaratan administrasi
a. Memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang terakreditasi
b. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
c. Memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku
d. Memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)
2. Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik, tanda pengenal.
3. Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan dan mampu meberikan pelatihan
yang berkesinambungan.
4. Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan pengembangan diri,
melalui pelatihan, seminar, workshop, pendidikan berkelanjutan atau mandiri.
5. Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan perundang
undangan, sumpah Apoteker, standar profesi (standar pendidikan, pelayanan,
kompetensi dan kode etik) yang berlaku (Menkes RI, 2014).
2.7.2 Sarana dan prasarana
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 35
tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, bahwa Apotek
harus mudah diakses oleh masyarakat. Sarana dan prasarana Apotek dapat
menjamin mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
serta kelancaran praktik Pelayanan Kefarmasian.
Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang Pelayanan
Kefarmasian di Apotek meliputi sarana yang memiliki fungsi ruang penerimaan
resep, ruang pelayanan resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas),
ruang penyerahan obat, ruang konseling, ruang penyimpanan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai, ruang arsip.
2.7.3 Pengelolaan sediaan farmasi, alat Kesehatan, dan bahan medis habis
pakai
a. Perencanaan

12

Perlu diperhatikan pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan


masyarakat.
b. Pengadaan
Harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis spesifikasi,
jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam surat pesanan
dengan kondisi fisik yang diterima.
d. Penyimpanan
Semua Obat/bahan Obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga
terjamin keamanan dan stabilitasnya. Sistem penyimpanan dilakukan dengan
memperhatikan bentuk sediaan dan kelas terapi Obat serta disusun secara
alfabetis. Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan
FIFO (First In First Out). Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli
dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada
wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis
informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat
nama obat, nomor batch dan tanggal kadaluarsa.
e. Pemusnahan
Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan
bentuk sediaan. Pemusnahan obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung
narkotika atau psikotropika dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh Dinas
Kabupaten/Kota. Pemusnahan obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan
oleh apoteker dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat
ijin praktik atau surat ijin kerja.
Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat
dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh
sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara

13

pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep dan
selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
f. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah persediaan
sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan atau
pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk
menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan,
kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan
dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau elektronik.
Kartu stok sekurang-kurangnya memuat nama Obat, tanggal kadaluwarsa,
jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.
g. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat pesanan,
faktur), penyimpanan (kartu stock), penyerahan (nota atau struk penjualan) dan
pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan internal
merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen Apotek,
meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya. Pelaporan eksternal merupakan
pelaporan yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan peraturan
perundang-undangan meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan pelaporan
lainnya.
2.8 Pelayanan Farmasi Klinik
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 35
tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, yang termasuk
dalam pelayanan farmasi klini di apotek antara lain:
a. Pengkajian resep

14

Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan


pertimbangan klinis.
Kajian administratif meliputi:
o Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan.
o Nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan
paraf.
o Tanggal penulisan Resep.
Kajian kesesuain farmasetik meliputi:
o Bentuk dan kekuatan sediaan
o Stabilitas
o Kompatibilitas (ketercampuran Obat)
Pertimbangan klinis meliputi:
o Ketepatan indikasi dan dosis Obat
o Aturan, cara dan lama penggunaan Obat
o Duplikasi dan/atau polifarmasi
o Reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat,
manifestasi klinis lain)
o Kontra indikasi dan interaksi
Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka
apoteker harus menghubungi dokter penulis resep.
b. Dispensing
Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi Obat.
c. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

15

Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker


dalam pemberian informasi mengenai Obat yang tidak memihak, dievaluasi
dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan obat
kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai
obat termasuk Obat Resep, obat bebas dan herbal.
d. Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga
untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan
sehingga

terjadi

perubahan

perilaku

dalam

penggunaan

obat

dan

menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling,


Apoteker menggunakan three prime questions. Apoteker harus melakukan
verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah memahami Obat yang
digunakan. Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:
- Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gsnggusn fungsi hati dan/atau
-

ginjal, ibu hamil dan menyusui.


Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya TB, DM,

AIDS, epilepsi).
Pasien yang menggunakn obat dengan instruksi khusus.
Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (Teofilin,

digoksin, fenitoin).
Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa obat untuk indikasi
penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih
dari satu obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan

satu jenis obat.


- Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah.
e. Homecare

16

Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan


pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk
kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya.
f. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi
obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan
meminimalkan efek samping. Kriteria pasien:
- Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui
- Menerima obat dari lima jenis dan Adanya multidiagnosis
- Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati
- Menerima obat dengan indeks terapi sempit
- Menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat yang
merugikan.
g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan
atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada
manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi.
2.9 Aspek Bisnis
2.9.1

Studi kelayakan
Sebelum suatu apotek didirikan terlebih dahulu dilakukan studi kelayakan

(Feasibility study-FS). Studi kelayakan adalah suatu kajian yang dilakukan secara
menyeluruh mengenai suatu usaha, dalam proses pengambilan keputusan investasi
yang mengandung resiko yang belum jelas. Menurut Umar (2011), proses
pelaksanaan studi kelayakan pendirian apotek terdiri dari lima tahapan, yaitu:
a.

Penemuan suatu gagasan


Gagasan adalah sebuah pemikiran terhadap sesuatu yang ingin sekali

untuk dilaksanakan. Gagasan ini biasanya muncul dari sebuah pemikiran


seseorang dalam suatu organisasi yang mempunyai keinginan untuk melakukan

17

sesuatu. Gagasan yang baik adalah gagasan yang memenuhi kriteria, diantaranya
sesuai dengan visi organisasi, dapat menguntungkan organisasi, sesuai dengan
kemampuan sumber daya yang dimiliki organisasi, tidak bertentangan dengan
peraturan yang berlaku dan aman untuk jangka panjang.
b.

Penelitian
Setelah gagasan didiskusikan dan dianalisis dapat memberikan gambaran

perspektif yang baik bagi perusahaan dimasa yang akan datang, maka gagasan
tersebut disetujui untuk ditindak lanjuti dengan penelitian dilapangan. Dalam
melakukan penelitian dilapangan, data-data yang dibutuhkan antara lain yaitu data
ilmiah berupa kondisi lokasi dan data non ilmiah berupa intuisi setelah melihat
lokasi dan lingkungan sekitarnya.
c.

Evaluasi
Dalam melakukan evaluasi terdapat data hasil penelitian dilapangan, dapat

dilakukan dengan cara yaitu:


i.

Memperhatikan beberapa faktor yang berpengaruh, terdiri


dari data lingkungan disekitar lokasi (faktor eksternal) dan data kemampuan
sumber daya yang dimiliki (faktor internal).

ii.

Membuat usulan proyek seperti pendahuluan, analisis


teknis, analisis pasar, analisis manajemen dan analisis keuangan.

d.

Rencana pelaksanaan
Setelah usulan proyek disetujui, kemudian menetapkan waktu untuk

memulai pekerjaan sesuai dengan skala prioritas seperti menyediakan dana biaya
investasi dan modal kerja, mengurus izin, membangun, merehabilitasi gedung,

18

merekrut karyawan, menyiapkan barang dagangan, sarana pendukung dan


memulai operasional.
e.

Pelaksanaan
Dalam melaksanakan setiap jenis pekerjaan, dibuatkan suatu format yang

berisi mengenai jadwal pelaksanaan setiap jenis pekerjaan, mencatat setiap


penyimpangan yang terjadi dan membuat evaluasi dan solusi penyelesaiannya
(Umar, 2011).
2.9.2

Survei dan pemilihan lokasi


Menurut Umar (2011), banyak faktor yang menjadi bahan pertimbangan

untuk menentukan lokasi suatu usaha. Dasar pertimbangan yang paling utama
ialah pasar. Pasar merupakan masalah yang tidak boleh diabaikan dan harus
diperhitungkan terlebih dahulu. Oleh karena itu, dalam pemilihan lokasi suatu
apotek harus diperhitungkan:
a. Jumlah Penduduk
b. Ada tidaknya apotek lain
c. Letak apotek yang didirikan, mudah tidaknya pasien untuk parkir kendaraan
d. Jumlah praktek dokter, klinik, rumah sakit dan sebagainya
e. Keadaan sosial ekonomi masyarakat setempat
2.9.3

Penyusunan rencana anggaran belanja


Jika seseorang akan mendirikan suatu usaha apotek, maka diperlukan dana

atau modal untuk membiayai semua pengadaan sarana. Modal merupakan unsur
utama yang menjamin berdiri dan hidupnya sebuah apotek. Pada dasarnya dalam
suatu usaha dikenal dua bentuk modal yaitu modal aktif dan modal pasif:

19

a.

Modal aktif (modal tetap) adalah dana yang digunakan membiayai


pengadaan semua kebutuhan fisik dan non fisik sebagai aset apotek, baik yang
mengalami penyusutan atau tidak, contoh: tanah, bangunan, inventaris apotek.

b.

Modal pasif (modal kerja) adalah dana yang diperlukan untuk


menjalankan operasional apotek, seperti pengadaan obat-obatan dan sediaan
farmasi lainnya, upah pegawai, listrik, air dan lain-lainnya (Anief, 2008).

2.9.4

Analisis titik impas (Break even point)


Break even point adalah suatu titik yang menggambarkan bahwa keadaan

kinerja apotek berada pada posisi yang tidak memperoleh keuntungan dan juga
tidak memperoleh kerugian. Analisis Break Even Point adalah suatu analisis yang
digunakan untuk mengetahui hubungan antara variable pendapatan, biaya, dan
keuntungan yang dihasilkan perusahaan pada suatu periode tertentu. Analisis
Break Even Point berfungsi untuk merencanakan jumlah penjualan dan laba
(Umar, 2011).
Berikut adalah rumus untuk mencari nilai BEP (Rangkuti, 2006):

Keterangan:

HPP = Harga Pokok Penjualan (nilai pembelian dari barang yang terjual) yaitu
persediaan awal + pembelian persediaan akhir

2.9.5

Omset = Nilai penjualan dari barang yang terjual


Kewajiban apotek
Apotek mempunyai kewajiban terhadap negara berupa pajak, pelaporan

pemakaian narkotika dan psikotropika, dan kewajiban terhadap tenaga kerjanya.

20

Pajak yang dipungut daerah antara lain: izin mendirikan apotek, pajak
reklame, dan retribusi sampah. Pajak yang dipungut oleh Negara (Pemerintah
Pusat) antara lain: Pajak penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
(Umar, 2011).
2.10 Pengelolaan Obat Narkotika dan Psikotropika
2.10.1 Pengelolaan obat narkotika
Menurut Undang-undang Republik Indonesia nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika, dalam Bab I Pasal 1, yang dimaksud dengan narkotika adalah
zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun
semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan I, II dan III.
Narkotika golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan.
Apotek hanya dapat memesan narkotika melalui pedagang besar farmasi (PBF)
tertentu yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
Segala zat atau bahan yang termasuk narkotika di apotek wajib disimpan
sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 3 tahun
2015, yaitu narkotika disimpan dalam lemari khusus yang terbuat seluruhnya dari
kayu atau bahan lain yang kuat serta tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2
kunci yang berbeda. Lemari khusus diletakkan di tempat yang aman dan tidak
terlihat oleh umum dan kunci lemari khusus dikuasai oleh apoteker penanggung
jawab atau pegawai lain yang dikuasakan.
2.10.2 Pengelolaan psikotropika

21

Pengertian psikotropika dalam Undang-Undang nomor 5 Tahun 1997


adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.
Penyimpanan psikotropika diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia nomor 3 tahun 2015, yaitu psikotropika disimpan dalam
lemari khusus yang terbuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat serta
tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 kunci yang berbeda. Lemari khusus
diletakkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umun dan kunci lemari
khusus dikuasai oleh apoteker penanggung jawab atau pegawai lain yang
dikuasakan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 3
tahun 2015, narkotika dan psikotropika hanya dapat disalurkan berdasarkan surat
pesanan apoteker penangung jawab apotek. Surat pesanan hanya berlaku untuk
masing-masing narkotika dan psikotropika. Surat pesanan narkotika hanya dapat
digunakan untuk satu jenis narkotika. Surat pesanan psikotropika hanya dapat
digunakan untuk satu atau beberapa jenis psikotropika. Surat pesanan narkotika
dan psikotropika harus terpisah dari pesanan barang lain.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 3
tahun 2015, apotek wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan
pemasukan dan penyerahan/penggunaan Narkotika dan Psikotropika, setiap bulan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan Kepala Balai
setempat. Pelaporan tersebut paling sedikit terdiri atas:
-

nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika


jumlah persediaan awal dan akhir bulan;

22

jumlah yang diterima dan jumlah yang diserahkan.


Laporan narkotika dan psikotropika tersebut dibuat setiap bulannya dan

harus dikirim selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya.


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun
2015 BAB IV Pasal 37 disebutkan bahwa pemusnahan narkotika dilakukan dalam
hal:
-

Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan atau
tidak dapat digunakan dalam proses produksi

Kadaluarsa.

Tidak memenuhi syarat lagi untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan


dan atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Berkaitan dengan tindak pidana


Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dilakukan

dengan tahapan sebagai berikut:


a.

Apoteker
pemberitahuan

penanggung
dan

jawab

permohonan

apotek

saksi

menyampaikan

kepada

Dinas

surat

Kesehatan

Kabupaten/Kota dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan


setempat.
b.

Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat, dan


Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menetapkan petugas di lingkungannya
menjadi saksi pemusnahan sesuai dengan surat permohonan sebagai saksi.

c. Pemusnahan disaksikan oleh petugas yang telah ditetapkan.


d. Narkotika dan psikotropika dalam bentuk obat jadi harus dilakukan
pemastian kebenaran secara organoleptis oleh saksi sebelum dilakukan
pemusnahan.

23

e. Apoteker penanggung jawab apotek


f.
-

yang melaksanakan pemusnahan

narkotika dan psikotropika harus membuat berita acara pemusnahan.


Berita Acara Pemusnahan yang dimaksud paling sedikit memuat:
hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan;
tempat pemusnahan;
nama penanggung jawab fasilitas apotek
nama petugas kesehatan yang menjadi saksi dan saksi lain badan/sarana

tersebut;
- nama dan jumlah narkotika dan psikotropika yang dimusnahkan;
- cara pemusnahan; dan tanda tangan apoteker penanggung jawab fasilitas
apotek dan saksi.

BAB III
TINJAUAN KHUSUS APOTEK KIMIA FARMA
3.1 Sejarah PT. Kimia Farma Apotek
Kimia Farma adalah perusahaan Industri Farmasi pertama di Indonesia
24

yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun 1817. Nama perusahaan
ini pada awalnya adalah NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co. Berdasarkan
kebijaksanaan nasionalisasi atas eks perusahaan Belanda di masa awal
kemerdekaan, pada tahun 1958, Pemerintah Republik Indonesia melakukan
peleburan sejumlah perusahaan farmasi menjadi PNF (Perusahaan Negara
Farmasi) Bhinneka Kimia Farma. Kemudian pada tanggal 16 Agustus
1971, bentuk badan hukum PNF diubah menjadi Perseroan Terbatas, sehingga
nama perusahaan berubah menjadi PT. Kimia Farma (Persero) (Kimia Farma,
2013).
Pada tanggal 4 Juli 2001,
mengubah

statusnya

PT.

Kimia

Farma

(Persero)

kembali

menjadi perusahaan publik, PT. Kimia Farma (Persero)

Tbk, dan telah dicatatkan pada Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya
(sekarang kedua bursa telah merger menjadi Bursa Efek Indonesia) (Kimia
Farma, 2013).
PT. Kimia Farma Tbk. adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
yang dipimpin oleh Direktur Utama yang membawahi empat direktur, yaitu
Direktur Umum dan Personalia, Direktur Pemasaran, Direktur Keuangan,
dan Direktur Produksi. Pada tanggal 4 Januari 2003, PT. Kimia Farma Tbk.
melepas divisi Apotek dan PBF menjadi dua anak perusahaan, yaitu Apotek
Kimia Farma menjadi PT. Kimia Farma Apotek dan PBF Kimia Farma
menjadi PT. Kimia Farma Trading and Distribution (Kimia Farma, 2013).
Selain itu, PT. Sinkona Indonesia Lestari juga merupakan anak perusahaan PT.
Kimia Farma yang memproduksi kina garam dan turunannya bagi banyak industri
, terutama obat-obatan, minuman, dan industri kimia. PT. Sinkona Indonesia

25

Lestari didirikan pada 25 Oktober 1986 dan sebagai satu-satunya Perusahaan


Indonesia yang memproduksi kina.
3.2 Visi dan Misi PT. Kimia Farma Apotek
3.2.1

Visi
Visi PT. Kimia Farma Apotek adalah menjadi perusahaan jaringan layanan

kesehatan yang terkemuka dan mampu memberikan solusi kesehatan masyarakat


di Indonesia (Kimia Farma, 2015).
3.2.2

Misi
Misi PT. Kimia Farma Apotek menghasilkan pertumbuhan nilai

perusahaan melalui (Kimia Farma, 2015):


a. Jaringan layanan kesehatan yang terintegrasi, meliputi jaringan apotek,
klinik, laboratorium klinik dan layanan kesehatan lainnya.
b. Saluran distribusi utama bagi produk sendiri dan produk prinsipal.
c. Pengembangan bisnis waralaba dan peningkatan pendapatan lainnya (Fee
Based Income)
3.3 Moto PT. Kimia Farma Apotek
Moto PT. Kimia Farma Apotek adalah I Care:
I : Innovative, C : Customer First, A : Accountability, R : Responsibility, E : Eco
Friendly.
a. innovative
Memiliki budaya berpikir out of the box, smart dan kreatif untuk membangun
produk unggulan
b. costumer first

26

Mengutamakan pelanggan sebagai rekan kerja.


c. accountability
Bertanggung jawab atas amanah yang dipercayakan oleh perusahaan dengan
memegang teguh profesionalisme, integritas dan kerja sama.
d. responsibility
Memiliki tanggung jawab pribadi untuk bekerja tepat waktu, tepat sasaran dan
dapat diandalkan, serta senantiasa berusaha untuk tegar dan bijaksana dalam
menghadapi setiap masalah
e. eco-friendly
Menciptakan dan menyediakan baik produk maupun jasa layanan yang ramah
lingkungan (Kimia Farma, 2013).
3.4 Logo PT. Kimia Farma Apotek
Logo Kimia Farma tertera pada Gambar di bawah ini:

Gambar 3.1 Logo Kimia Farma


Keterangan:
a. Simbol Matahari
i. paradigma baru matahari terbit adalah tanda memasuki babak baru
kehidupan yang lebih baik.
ii. optimis matahari memiliki cahaya sebagai sumber energi, cahaya tersebut
adalah penggambaran optimisme Kimia Farma dalam menjalankan
bisnisnya.

27

iii. komitmen matahari selalu terbit dari timur dan tenggelam dari arah barat
secara teratur dan terus menerus memiliki makna adanya komitmen dan
konsistensi dalam manjalankan segala tugas yang diemban oleh Kimia
Farma dalam bidang farmasi dan kesehatan.
iv. sumber energi matahari sumber energi bagi kehidupan dan Kimia Farma
baru memposisikan dirinya sebagai sumber energi bagi kesehatan
masyarakat.
v. semangat yang abadi warna orange berarti semangat, warna biru berarti
keabadian. Harmonisasi antara kedua warna tersebut menjadi satu makna
yaitu semangat yang abadi.
b. jenis huruf dirancang khusus untuk kebutuhan Kimia Farma disesuaikan
dengan nilai dan image yang telah menjadi energi bagi Kimia Farma, karena
prinsip sebuah identitas harus berbeda dengan identitas yang telah ada.
c. sifat huruf
i. kokoh memperlihatkan Kimia Farma sebagai perusahaan terbesar dalam
bidang farmasi yang memiliki bisnis hulu hilir dan merupakan perusahaan
farmasi pertama yang dimiliki Indonesia.
ii. dinamis dengan jenis huruf italic, memperlihatkan kedinamisan.
iii. Bersahabat dengan jenis huruf kecil dan lengkung, memperlihatkan
keramahan Kimia Farma

3.5 Aspek Bisnis PT. Kimia Farma Tbk

28

Sebagai perusahaan publik sekaligus Badan Usaha Milik Negara (BUMN),


PT. Kimia Farma Tbk berkomitmen penuh untuk melaksanakan tata kelola
perusahaan yang baik sebagai suatu kebutuhan sekaligus kewajiban sebagaimana
diamanatkan Undang-Undang No. 19/2003 tentang BUMN (Kimia Farma, 2014).
PT. Kimia Farma Tbk, merupakan sebuah perusahaan pelayanan kesehatan
yang terintegrasi, bergerak dari hulu ke hilir yaitu: pabrik, trading and
distribution, apotek, laboratorium klinik dan klinik kesehatan. Dengan dukungan
kuat riset dan pengembangan, segmen usaha yang dikelola oleh perusahaan induk
ini memproduksi obat jadi dan obat tradisional, yodium, kina, dan produk-produk
turunannya, serta minyak nabati. Lima fasilitas produksi yang tersebar di kotakota besar di Indonesia merupakan tulang punggung dari segmen industri, dimana
kelimanya telah mendapat Sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
(Kimia Farma, 2014).
Hasil produksi yang dibuat oleh pabrik Farmasi perusahaan baik produk
obat-obat kimia dan herbal, dibagi dalam 6 lini produksi yaitu etikal, obat bebas,
generik, narkotika, lisensi dan bahan baku. Hampir semua kelas terapi
diakomodasi oleh produk perusahaan dan dipasarkan ke seluruh Indonesia serta
diekspor ke beberapa negara melalui jaringan distribusi perseroan atau yang
memiliki perjanjian dengan perseroan (Kimia Farma, 2014).
Anak perusahaan PT. Kimia Farma adalah:
a. PT. Kimia Farma Trading and Distribution.
PT. Kimia Farma Trading and Distribution, dibentuk tanggal 4 Januari 2003,
memiliki 43 cabang yang mendistribusikan obat-obatan dan alat-alat
kesehatan yang diproduksi sendiri maupun yang diproduksi oleh pihak ketiga

29

dengan perpegang pada prinsip untuk memenuhi kepuasan dan kebutuhan


pelanggannya. Dalam operasionalnya didukung dengan fasilitas pergudangan
yang besar dan peralatan yang efisien serta armada transportasi yang
terintegrasi

dengan

sistem

informasi

untuk

mendukung

kelancaran

pengiriman barang ke seluruh Indonesia.


b. PT. Kimia Farma Apotek.
PT. Kimia Farma Apotek sampai dengan akhir tahun 2015 mengelola 725
Apotek yang tersebar diseluruh tanah air dimana tiap-tiap unit bisnis
(Bussiness Manager) membawahi sejumlah Apotek pelayanan yang berada di
wilayah usahanya. Apotek Kimia Farma melayani penjualan langsung dan
melayani resep dokter dan menyediakan pelayanan lain, misalnya praktek
dokter, optik, dan pelayanan OTC (swalayan) serta pusat pelayanan informasi
obat. Penambahan jumlah apotek merupakan bagian dari strategi perusahaan
dalam memanfaatkan momentum pasar bebas AFTA, dimana pihak yang
memiliki jaringan luas seperti Kimia Farma akan diuntungkan.
c. PT. Sinkona Indonesia Lestari adalah perusahaan yang memproduksi kina
garam dan turunannya bagi banyak industri, terutama obat-obatan, minuman,
dan industri kimia yang didirikan pada 25 Oktober 1986 dan sebagai satusatunya perusahaan indonesia yang memproduksi kina.
3.6 PT. Kimia Farma Apotek Bisnis Manajer Medan
PT. Kimia Farma Apotek Unit Bisnis Medan dipimpin oleh Drs. Alfian,
Apt. Kantor Bisnis Manajer (BM) Medan beralamat di Jalan Palang Merah No. 32
Medan. Apotek Kimia Farma Medan memiliki 26 store yang tersebar di seluruh
Provinsi Sumatera Utara, yaitu:

30

apotek Kimia Farma 14 (Apotek Pelengkap Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
Pirngadi Medan) Medan.

apotek Kimia Farma 41 (Apotek Pelengkap Rumah Sakit Umum Tebing


Tinggi) Tebing Tinggi.

apotek Kimia Farma 54 (Apotek Pelengkap Rumah Sakit Umum Rantau


Prapat) Rantau Prapat.

apotek Kimia Farma 27 Palang Merah Medan.

apotek Kimia Farma 39 Gatot Subroto Medan.

apotek Kimia Farma 107 Gatot Subroto Medan.

apotek Kimia Farma 160 Setia Budi Medan.

apotek Kimia Farma 428 J.City Medan.

apotek Kimia Farma Denai Medan

apotek Kimia Farma 557 Marelan Medan

apotek Kimia Farma 545 Cemara Asri Medan

apotek Kimia Farma H.M. Yamin Medan

apotek Kimia Farma 542 Tembung Medan

apotek Kimia Farma 586 Setiabudi Square

apotek Kimia Farma Ringroad

apotek Kimia Titi kuning Medan

apotek Kimia Farma 28 Belawan.

apotek Kimia Farma 29 Pematang Siantar.

apotek Kimia Farma 85 Pematang Siantar.

apotek Kimia Farma 162 Pematang Siantar.

Apotek Kimia Farma Ahmad Yani Pematang Siantar.

31

apotek Kimia Farma 30 Tebing Tinggi.

apotek Kimia Farma 41 Kabanjahe.

apotek Kimia Farma 312 Rantau Prapat.

apotek Kimia Farma 84 Tanjung Balai.

apotek Kimia Farma 315 Padang Sidempuan.

3.7 Apotek Kimia Farma No. 315 Padangsidimpuan


Apotek Kimia Farma No. 315 Padangsidimpuan dipimpin oleh seorang
apoteker

Penanggung

jawab

apotek,

dalam

melaksanakan

pekerjaan

kefarmasiannya dibantu oleh 4 orang tenaga teknis kefarmasian.


Apotek Kimia Farma No. 315 melayani pasien selama 14 jam, sedangkan
dokter umum siaga mulai dari pukul 17.00-22.00 WIB untuk melayani pasien.
Apotek Kimia Farma No. 315 juga melayani resep tunai dan resep kredit.
3.7.1

Lokasi
Apotek Kimia Farma No. 315

berada di jalan Merdeka No. 5A

Padangsidimpuan. Letak apotek ini cukup strategis dimana terletak di pinggir jalan
raya dengan arus lalu lintas dua arah yang ramai, mudah dijangkau oleh kendaraan
umum, terletak di pusat kota dan pemukiman penduduk yang cukup padat, serta dekat
dengan tempat perbelanjaan. Apotek Kimia Farma No. 315 dilengkapi dengan praktik
dokter umum, dokter spesialis dan swalayan farmasi.
3.7.2

Sarana dan prasarana


Gedung Apotek Kimia Farma No. 315 Padangsidimpuan merupakan

bangunan permanen yang terdiri dari ruang tunggu, swalayan, kasir, ruang
peracikan, lemari untuk menyimpan catatan medis pelanggan, ruang APA, ruang
praktek dokter, dan toilet.

32

Apotek

Kimia

Farma

No.

315

Padangsidimpuan

mempunyai

perlengkapan alat peracikan, diantaranya alat-alat gelas, kertas perkamen, stamfer


dan mortir. Perlengkapan dan alat penyimpanan perbekalan kesehatan dibidang
farmasi diantaranya botol, pot, cangkang kapsul dengan berbagai ukuran. Alat
pendingin sebagai tempat menyimpan obat yang memerlukan temperatur khusus.
3.7.3 Kegiatan Apotek Kimia Farma No. 315 Padangsidimpuan
Apotek Kimia Farma No. 315 Padangsidimpuan memberikan pelayanan
setiap hari selama 14 jam. Pelayanan terbagi dalam 2 shift yaitu shift pagi pukul
08.00-15.00 dan shift siang pukul 15.00-22.00. Kegiatan pelayanan di apotek
Kimia Farma No. 315 Padangsidimpuan dapat berupa pelayanan resep tunai,
pelayanan resep kredit, pelayanan obat bebas dan swamedikasi.
3.7.3.1 Pelayanan resep tunai
Standar operasional prosedur tata cara pelayanan resep tunai yang
dilakukan di apotek Kimia Farma adalah sebagai berikut:
a. mengucapkan salam pembuka.
b. pemeriksaan keabsahan dan kelengkapan resep.
i. nama, alamat, tanggal, nomor surat izin praktik dan paraf dokter.
ii. nama, umur, alamat dan nomor telepon pasien.
iii. nama obat, dosis, kekuatan, jumlah dan aturan pakai.
c. penetapan harga.
d. pemeriksaan ketersediaan obat.
i. bila ada, entri nama dan jumlah obat.

33

ii. bila tidak ada, hubungi dokter yang menulis resep, usulkan penggantian
obat dengan obat lain yang sama kandungannya dan informasikan ke
pasien.
e. entry data.
i. pasien (nama, alamat, nomor telepon, umur).
ii. dokter/RS (nama, alamat, nomor telepon).
f. penyerahan nomor resep (mohon bapak/ibu menunggu, obat akan segera
kami siapkan).
g. pencetakan blanko (ditempelkan pada resep dan nomor resep).
h. pemberian resep pada bagian peracikan.
i. penyiapan obat.
i.

pembuatan etiket, racikan, kwitansi dan salinan resep.

ii.

penandaaan obat.

iii. pemeriksaan ulang.


j. penyerahan obat dan pelayanan imformasi obat.
i. nama, bentuk dan jenis sediaan, dosis, jumlah dan aturan pakai obat serta
tujuan pengobatan.
ii. cara penyimpanan.
iii. efek samping yang mungkin timbul.
3.7.3.2 Pelayanan resep kredit
Standar operasional prosedur tata cara pelayanan resep kredit yang
dilakukan di apotek Kimia Farma adalah sebagai berikut:
a. mengucapkan salam pembuka.
b. pemeriksaan keabsahan dan kelengkapan resep

34

i. nama, alamat, tanggal, nomor surat izin praktik dan paraf dokter.
ii. nama, umur, alamat dan nomor telepon pasien.
iii. nama obat, dosis, kekuatan, jumlah dan aturan pakai.
c. pemeriksaan data penunjang (surat rujukan, fotocopy kartu pegawai dll, serta
persetujuan bagian instansi yang berwenang).
d. pemeriksaan ketersediaan obat.
i. bila ada, entri nama dan jumlah obat.
ii. bila tidak ada, hubungi dokter yang menulis resep, usulkan penggantian
obat dengan obat lain yang sama kandungannya dan informasikan ke
pasien.
e. entry data.
i. pasien (nama, alamat, nomor telepon, umur).
ii. dokter/RS (nama, alamat, nomor telepon).
f. penyerahan nomor resep (mohon bapak/ibu menunggu, obat akan segera
kami siapkan).
g. pencetakan blanko (ditempelkan pada resep dan nomor resep).
h. pemberian resep pada bagian peracikan.
i. penyiapan obat.
i. pembuatan etiket, racikan, kuitansi dan salinan resep.
ii. penandaaan obat.
iii. pemeriksaan ulang.
j. penyerahan obat dan pelayanan imformasi obat.
i. nama, bentuk dan jenis sediaan, dosis, jumlah dan aturan pakai obat serta
tujuan pengobatan.

35

ii. cara penyimpanan.


iii. efek samping yang mungkin timbul.
3.7.3.4 Pelayanan obat bebas
Standar operasional prosedur tata cara pelayanan obat bebas yang
dilakukan di apotek Kimia Farma adalah sebagai berikut:
a. mengucapkan salam pembuka.
b. penetapan harga.
c. pemeriksaan ketersediaan obat.
d. pemberian obat dan informasi yang dibutuhkan.
3.7.3.5 Pelayanan swamedikasi
Standar operasional prosedur tata cara pelayanan swamedikasi yang
dilakukan di apotek Kimia Farma adalah sebagai berikut:
a. mengucapkan salam pembuka.
b. keluhan pasien dengan apoteker.
c. pertanyaan dasar.
i. sudah berapa lama sakit?
ii. langkah pengobatan apa saja yang telah dilakukan sebelumnya?
iii. apakah ada obat lain yang digunakan saat ini?
d. pemilihan obat sesuai keluhan.
e. penetapan harga.
f. pemberian obat dan informasi yang dibutuhkan.

36

BAB IV
PEMBAHASAN
Praktek Kerja Profesi Apoteker, dilakukakn di Apotek Kimia Farma 315
Padangsidimpuan selama 25 hari mulai dari tanggal 16 September sampai tanggal
14 Oktober 2016. Apotek Kimia Farma 315 Padangsidimpuan merupakan apotek
pembantu pelayanan (APP) yang beralamat di Jalan Merdeka No. 5A
Padangsidimpuan dan berada di bawah Business Manager Medan.
4.1 Lokasi apotek
Letak apotek ini cukup strategis dimana terletak di pinggir jalan raya
dengan arus lalu lintas dua arah yang ramai, mudah dijangkau oleh kendaraan
umum, terletak di pusat kota dan pemukiman penduduk yang cukup padat, serta dekat
dengan tempat perbelanjaan. Apotek Kimia Farma 315 Padangsidimpuan memiliki
area parkir yang cukup luas dan dikhususkan untuk pelanggan apotek.
Keberadaan apotek bisa dikenali dengan adanya papan nama yang terpasang di
apotek dan neon box di depan halaman apotek dengan warna biru tua dan logo
jingga dengan tulisan Kimia Farma. Hal ini akan memudahkan masyarakat
menemukan apotek Kimia Farma.
Apotek Kimia Farma 315 Padangsidimpuan menyediakan tempat praktek
beberapa dokter (dokter umum, dokter spesialis kandungan dan dokter spesialis
penyakit THT) di ruang tersendiri di dalam apotek. Pelanggan/pasien yang datang
ke apotek Kimia Farma 315 Padangsidimpuan tidak hanya berasal dari sekitar
kawasan tesebut, melainkan juga dari luar kota atau perusahaan/instansi yang
memiliki ikatan kerja sama dengan apotek Kimia Farma. Hal ini menjadi dasar

37

pemikiran bahwa lokasi yang demikian sangatlah layak untuk didirikan sebuah
apotek.
4.2 Sumber daya manusia
Apotek Kimia Farma 315 Padangsidimpuan dipimpin oleh seorang
Apoteker Pengelola Apotek (APA) yang bertugas mengelola seluruh kegiatan di
apotek dan dibantu oleh 4 tenaga teknis kefarmasian. Hal ini sesuai dengan
Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian bahwa
semua kegiatan apotek dikelola oleh apoteker.
4.3 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis
Pakai
4.3.1 Perencanaan
Perencanaan pembelian dilakukan oleh masing-masing penanggung jawab
rak sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Pemesanan barang dilakukan sekali
dalam seminggu, yaitu pada hari senin, kecuali barang-barang yang dibeli secara
mendesak karena adanya permintaan pasien dapat dilakukan pemesanan setiap
hari. Apotek Kimia Farma 315 Padangsidimpuan melakukan perencanaan
pengadaan barang/obat berdasarkan prinsip pareto, data saat ini (buku defekta)
dan data penolakan resep.
Sistem pareto adalah perencanan pengadaan obat berdasarkan nilai jualnya
atau sistem yang memprioritaskan penyediaan barang-barang yang laku. Jadi
barang dipesan berdasarkan kebutuhan dan seringnya barang tersebut dicari
konsumen. Sistem ini dilakukan agar tidak terjadi penumpukan barang, perputaran
modal menjadi cepat, menghindari kerusakan barang, dan memperkecil
kemungkinan barang hilang. Obat, alat kesehatan, dan barang-barang OTC (Over

38

The Counter) yang tinggal sedikit atau sudah habis dicatat pada buku defekta
yang mencakup antara lain: nama sediaan obat, dosis obat dan jumlah satuan obat
yang hendak ditambah. Kemudian pemesanan dan pembelian barang didasarkan
pada buku defekta. Perencanaan pengadaan obat berdasarkan data penolakan
resep adalah pengadaan yang datanya diperoleh saat ini, dimana berasal dari buku
catatan penolakan resep, buku ini berisi daftar obat-obatan yang tidak tersedia di
apotek.
Perencanaan yang dilakukan di apotek Kimia Farma 315 Padangsidimpuan
telah sesuai dengan Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 35
Tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek.
4.3.2 Pengadaan
Sistem pengadaan perbekalan farmasi Apotek Kimia Farma 315
Padangsidimpuan terbagi menjadi dua bagian yaitu pengadaan obat narkotika dan
psikotropika dan pengadaan obat non narkotika. Pengadaan barang (Obat Non
Narkotika) dibagi menjadi dua yaitu
a.

Pengadaan rutin
Pengadaan barang di Apotek Kimia Farma No. 315 Padangsidimpuan

dilakukan melalui Bisnis Manager (BM) Medan dengan alur:


Petugas

mengisi

Bon

Permintaan

Barang

Apotek

(BPBA)

secara

komputerisasi di sistem informasi Kimia Farma/Kimia Farma Information


System (KIS), berdasarkan informasi dalam buku defekta.
Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA) kemudian divalidasi, dan setelah itu
secara online akan dikirim ke Bisnis Manager (BM) Medan.
Jika barang yang dipesan ada di gudang BM Medan, maka barang akan
dikirimkan ke apotek pelayanan beserta faktur barang. Jika barang yang

39

dipesan tidak ada maka, petugas gudang akan menghubungi bagian


pengadaan BM Medan untuk memesan barang tersebut.
Petugas dari bagian pengadaan BM Medan kemudian membuat surat
pemesanan (SP) berdasarkan Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA) yang
diterima dari setiap Apotek Pembantu Pelayanan (APP) dan mengirimkannya
ke Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang bersangkutan.
Faktur yang terkumpul di Apotek Pembantu Pelayanan (APP) lalu
disampaikan kembali ke bagian tata usaha dan keuangan Bisnis Manajer
(BM) Medan untuk dilakukannya pencatatan administratif dan pembayaran
berdasarkan jangka waktu yang telah disetujui sebelumnya dengan PBF yang
bersangkutan.
b.
Pengadaan Cito
Pengadaan cito mirip dengan pengadaan rutin, yaitu permintaan barang
yang dilakukan apotek dengan cara mengirimkan BPBA kepada BM melalui
program KIS, kemudian BM akan membuat SP yang dikirim ke PBF dan
memberikan keterangan bahwa permintaan barang bersifat cito dan harus
segera dikirim ke Apotek pelayanan sesuai SP. Pengadaan cito juga dapat
dilakukan dengan membeli langsung baik dari Pedagang Besar Farmasi (PBF)
atau sesama Apotek Jaringan Kimia Farma (sesama Apotek Pembantu
Pelayanan/APP) (disebut dengan dropping).
Pemesanan obat narkotika ditujukan kepada PT. Kimia Farma sebagai
satu-satunya distributor resmi obat narkotika yang ditunjuk oleh pemerintah.
Pemesanan dilakukan dengan menggunakan SP narkotika (model N-9) yang
ditandatangani oleh Apoteker Penanggung Jawab dengan prosedur sebagai
berikut:
Apoteker Penanggung Jawab membuat pesanan melalui SP model N-9

40

rangkap lima, di mana satu SP hanya berlaku untuk satu jenis obat narkotika.
Pedagang Besar Farmasi akan mengirimkan obat narkotika yang dipesan
ke apotek beserta fakturnya.
Sebanyak empat rangkap SP narkotika diberikan kepada PBF dan
satu rangkap disimpan di apotek sebagai arsip.
Pembelian obat psikotropika dan precursor menggunakan SP khusus
rangkap 2, satu SP dapat berisi beberapa jenis obat psikotropika dan pemesanan
dapat dilakukan ke PBF mana saja yang menyediakan obat psikotropika.
Contoh surat pemesanan narkotika, psikotropika, dan prekursor dapat dilihat
pada Lampiran 1, 2, dan 3.
Permasalahan dari pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai yang masih terjadi di Apotek Kimia Farma 315
Padangsidimpuan adalah mengenai stok barang yang sering kosong dikarenakan
sering terjadi pemesanan saat barang tersebut sudah sedikit atau habis. Oleh
karena itu, masalah ini sebaiknya diatasi dengan cara:
Petugas sebaiknya melakukan pemeriksaan obat/barang setiap hari pada
etalase dan rak-rak obat sehingga tidak akan terjadi kekosongan barang.
Sebaiknya ditentukan buffer stock terutama untuk barang-barang yang fast
moving. Hal ini dapat berguna sebagai alarm bagi pegawai untuk
menuliskannya ke buku defekta.
4.3.3 Penerimaan barang
Penerimaan barang dilakukan oleh pegawai menurut prosedur sebagai
berikut:
Pegawai menerima barang dari pemasok disertai dengan Surat Pengantar
Barang/ Faktur (SPB/F).

41

Pegawai memeriksa kualitas dan kuantitas barang sesuai dengan SPB/F.


Tanggal kadaluarsa perlu diperhatikan agar batas kadaluarsanya masih cukup
lama, nomor batch dan bila barang yang diterima tidak sesuai dengan
pesanan,

maka

harus

segera

dikonfirmasi

dengan

pemasok

yang

bersangkutan.
Pegawai membubuhkan tanda tangan, stempel Apotek Kimia Farma No. 315
Padangsidimpuan pada faktur asli. Faktur asli diserahkan kepada pemasok
sedangkan copy faktur sebagai pertinggal. Satu untuk pihak Apotek Pembantu
Pelayanan (APP) dan satunya lagi akan diantar ke Bisnis Manajer (BM)
Medan.
Petugas kemudian mencatat bukti penerimaan barang ke dalam sistem
informasi secara komputerisasi
Penerimaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai
di apotek Kimia farma 315 Padangsidimpuan telah sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 35 Tahun 2014 tentang standar
pelayanan kefarmasian di apotek.
4.3.4 Penyimpanan
Penyusunan obat di apotek Kimia Farma 315 Padangsidimpuan dilakukan
berdasarkan jenis obat (OTC atau ethical), bentuk sediaan, efek farmakologi. Obat
seperti salep, krim dan obat tetes mata diletakkan di etalase khusus agar
mempermudah karyawan dalam melayani konsumen. Beberapa obat yang
memiliki efek farmakologi sama diletakkan berdekatan. Sementara itu, bentuk dan
jenis sediaan tertentu yang memiliki kondisi penyimpanan khusus, disimpan

42

menurut persyaratan baku masing-masing, seperti bentuk sediaan suppositoria


disimpan di dalam lemari pendingin.
Setelah dikelompokkan berdasarkan bentuk sediaan, golongan dan kondisi
penyimpanan, semua sediaan farmasi tersebut disusun secara alfabetis. Perbekalan
kesehatan juga disimpan di etalase atau lemari pajangan apotek tetapi disusun
terpisah dari penyimpanan sediaan farmasi.
Obat-obat golongan narkotika dan psikotropika diletakkan di lemari yang
hanya dilengkapi satu kunci dan diletakkan ditempat yang aman dan tidak terlihat
oleh umum. Hal ini sebenarnya tidak sesuai dengan yang ditetapkan oleh
Permenkes No 3 tahun 2015 tentang peredaran, penyimpanan, pemusnahan dan
pelaporan narkotika, psikotropika dan prekursor farmasi. Menurut permenkes
tersebut lemari khusus tersebut harus terbuat dari bahan yang kuat, tidak mudah
dipindahkan dan mempunyai 2 (dua) buah kunci yang berbeda, kunci lemari
khusus dikuasai oleh Apoteker penanggung jawab/Apoteker yang ditunjuk dan
pegawai lain yang dikuasakan serta tempat penyimpanan narkotika dan
psikotropika dilarang digunakan untuk menyimpan barang selain narkotika dan
selain psikotropika.
Penyimpanan dalam satu kotak obat tetapi berbeda dosis dan merek yang
sama masih terdapat di Apotek Kimia Farma 315 Padangsidimpuan. Hal ini dapat
memungkinkan terjadinya kesalahan dalam pengambilan obat.
4.3.5 Pemusnahan
a

Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnaahkan sesuai dengan jenis dan
bentuk sediaan. Pemusnahan obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung
narkotika atau psikotropika dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh

43

Dinas Kesehatan Kabupaten/kota. Pemusnahan obat selain narkotika dan


b

psikotropika dilakukan oleh apoteker dan disaksikan tenaga kefarmasian lain.


Resep yang telah disimpan melebihi jangka 5 tahun dapat dimusnahkan oleh
apoteker disaksikan sekurang-kurangnya petugas lain di apotek dengan cara
dibakar dan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan yang selanjutnya
dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.

4.3.5 Pengendalian
Pengendalian perbekalan farmasi bertujuan untuk mempertahankan jenis
dan jumlah persediaan sesuai kebutuhan pelayanan. Menurut Permenkes No. 35
tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek, pengedalian
persediaan dilakukan menggunakan kartu stok dengan cara manual atau
elektronik.
Pengendalian

yang

dilakukan

di

apotek

Kimia

Farma

315

Padangsidimpuan menggunakan sistem komputerisasi, dimana setiap barang yang


masuk di-entry ke komputer dan setiap barang yang keluar (terjual) juga tercatat
di komputer, sehingga dapat diketahui status persediaan setiap barang. Masingmasing karyawan diberi tanggung jawab untuk memeriksa atau mengawasi rakrak barang yang ditentukan tersebut. Bila stok sudah kosong atau tinggal sedikit,
petugas mencatatnya ke dalam buku defekta yang antara lain mencakup nama
sediaan, potensi, satuan, dan jumlah yang hendak ditambah.
Selain itu, apotek Kimia Farma 315 Padangsidimpuan juga melakukakan
stock opname setiap sebulan sekali. Hal ini bertujuan untuk mencocokkan barang
yang ada dengan catatan yang ada di komputer, memantau tanggal kedaluarsa
obat, untuk mengetahui adanya barang yang rusak dan hilang.
4.3.6

Pencatatan dan pelaporan

44

Pada Apotek Kimia Farma 315 Padangsidimpuan, resep yang masuk


diarsipkan berdasarkan tanggal, bulan, dan tahun. Khusus untuk resep-resep yang
mengandung narkotika atau psikotropika diarsipkan tersendiri secara terpisah.
Obat yang hampir habis atau persediaannya sudah tidak ada dicatat di buku
defekta. Untuk pencatatan di kartu stok obat masih kurang dilakukan oleh staf
apotek.
Pelaporan di Apotek Kimia Farma 315 Padangsidimpuan dibagi dua, yaitu:
a. laporan harian, yaitu mencakup pendapatan harian apotek (pendapatan waktu
siang dan malam dibedakan) serta pengeluaran apotek yang setiap harinya
Apotek Kimia Farma No. 315 Padangsidimpuan melakukan setor hasil
penjualan ke BM Medan.
b. laporan bulanan, yaitu mencakup laporan hasil penjualan, pembeliaan, stok
opname serta laporan narkotika dan psikotropika. Adapun tentang pelaporan
narkotika dan psikotropika akan diuraikan sebagai berikut.
Pelaporan obat narkotika
Apotek Kimia Farma 315 Padngsidimpuan wajib membuat dan
mengirimkan laporan mutasi narkotika berdasarkan penerimaan dan
pengeluarannya sebelum tanggal 10 setiap bulan. Laporan narkotika
ditandatangani oleh APA, dibuat 5 rangkap, diantaranya ditujukan kepada
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Balai
Besar POM, Dinas Kesehatan Provinsi, dan 1 salinan untuk arsip
selambat-lambatnya

tanggal

10

bulan

menghindari penyalahgunaan narkotika.


Pelaporan obat psikotropika

45

berikutnya.

Dibuat

untuk

Laporan ini dibuat untuk menghindari penyalahgunaan psikotropika


laporan ini dibuat rangkap 4 (empat) ditujukan kepada Dinas kesehatan
Kota Medan dengan tembusan kepada Dinas Kesehatan provinsi Medan,
Kepala Badan POM Medan dan untuk Arsip Apotek.
Laporan pemusnahan obat golongan narkotika dan psikotropika
Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dihadiri oleh
petugas Dinas Kesehatan DT II, APA dan salah satu karyawan Apotek.
Setelah dilakukan pemusnahan, dibuat berita acara pemusnahan narkotika
yang ditujukan kepada Badan POM, Dinas Kesehatan Tingkat I Provinsi
Sumatera Utara dan kantor Pusat PT Kimia Farma. Berita acara
pemusnahan narkotika mencakup hari, tanggal, waktu pemusnahan, nama
APA, nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi dari Apotek,
nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan, cara pemusnahan dan
tanda tangan penanggung jawab Apotek.
4.4 Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kimia Farma 315 Padangsidimpuan
Apotek Kimia Farma 315 Padangsidimpuan melayani penjualan sediaan
farmasi maupun perbekalan kesehatan lainnya serta pelayanan pemeriksaan gula
darah, kolesterol dan asam urat. Berdasarkan kategori pelayanan dibagi menjadi 2
kategori, yaitu pelayanan penjualan tunai dan pelayanan penjualan kredit.
a. Pelayanan penjualan tunai
- resep
Penjualan obat dengan resep tunai dilakukan terhadap pelanggan yang
langsung datang ke apotek atau pasien praktek dokter yang terdapat di
apotek Kimia Farma 315 Padangsidimpuan untuk menebus obat yang
-

tercantum dalam resep dan dibayar secara tunai.


UPDS (Upaya Pengobatan Diri Sendiri)

46

Pelayanan diawali dengan lima pertanyaan dasar kepada pasien, yakni:


untuk siapa obat dibeli, apa gejala atau tanda yang timbul, sudah berapa
lama sakit, langkah pengobatan apa saja yang telah dilakukan sebelumnya
-

dan apakah ada obat lain yang digunakan saat ini.


OTC (Over The Counter)
Penjualan obat bebas dilakukan untuk produk OTC yang terletak di
swalayan farmasi yaitu produk-produk yang dapat dibeli tanpa resep dari
dokter seperti obat bebas, bebas terbatas, alat kesehatan, kosmetik,
perlengkapan dan makanan bayi, vitamin, susu dan minuman nutrisi.

Enggrow
Enggrow adalah penjualan sediaan farmasi kepada dokter, toko obat dalam
jumlah besar.

b. Pelayanan penjualan obat kredit


Pelayanan

penjualan

obat

kredit

di

apotek

Kimia

Farma

315

Padangsidimpuan meliputi pelayanan resep PLN, resep BPJS dan resep in


health (asuransi dari PT. Bank Mandiri).
Pada pelayanan resep, pemeriksaan klinis yang dilakukan hanya terbatas
administratif dan farmasetik sedangkan skrining kesesuaian klinik sulit dilakukan
karena keterbatasan waktu. Pada pelayanan resep yang mengandung narkotika dan
psikotropika, apoteker atau tenaga teknis kefarmasian meminta alamat dan nomor
telepon pasien. Pada penyerahan obat, pasien diberikan informasi mengenai
indikasi, cara penggunaan obat, jangka waktu pemakaian, makanan minuman
yang dianjurkan atau dihindari ataupun saran terapi nonfarmakologis lainnya oleh
apoteker atau tenaga teknis kefarmasian.

47

Pelayanan tambahan di apotek yakni pemeriksaan tekanan darah,


pemeriksaan asam urat, pemeriksaan gula darah dan pemeriksaan kolesterol.
Pemeriksaan darah dilakukan oleh perawat dokter yang terdapat di apotek dengan
menggunakan kit khusus sehingga hasilnya dapat diketahui segera.
Pelayanan kefarmasian yang belum dilaksanakan oleh apotek kimia farma
315 Padangsidimpuan adalah konseling, home care, pemantauan terapi obat dan
monitoring efek samping obat sehingga apotek kimia farma 315 Padangsidimpuan
belum melakukan sebagian besar standar pelayanan kefarmasian sesuai
Permenkes No. 35 tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktek kerja profesi apoteker yang dilaksanakan di Apotek
Kimia Farma No. 315 Padangsidimpuan, dapat disimpulkan bahwa:
a. apoteker sebagai pengelola apotek memiliki peran, tugas, fungsi dan
tanggung jawab yang sangat penting dalam pengelolaan segala aspek di
apotek.

48

b. Kegiatan pelayanan yang ada di apotek Kimia Farma 315 Padangsidimpuan


adalah pelayanan penjualan obat tunai yang meliputi pelayanan resep,
pelayanan UPDS, pelayanan obat OTC dan alat kesehatan sedangkan
pelayanan penjualan obat kredit meliputi pelayanan resep PLN, resep BPJS
dan resep in health (asuransi dari PT. Bank Mandiri). Selain itu, terdapat
pelayanan pemeriksaan gula darah, kolesterol dan asam urat.
c. Kegiatan

manajerial

yang

terdapat

di

apotek

Kimia

Farma

315

padangsidimpuan meliputi perencanaan dan pengadaan sediaan farmasi,


penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian serta pencatatan dan
pelaporan.
5.2 Saran
a. Sebaiknya perlu dilakukan peningkatan kedisiplinan terhadap petugas apotek
dalam hal mencatat pemasukan dan pengeluaran obat. Hal ini dilakukan
untuk mencegah terjadinya ketidaksesuaian antara jumlah fisik obat yang
tercantum dalam kartu stok dengan stok di komputer.
b. Sebaiknya perlu dilakukan perbaikan terhadap sarana dan prasarana yang ada
di apotek Kimia Farma 315 Padangsidimpuan seperti lemari narkotika dan
psikotropika yang belum memenuhi persyaratan, menyediakan ruang
konseling.
c. Sebaiknya ditentukan buffer stock terutama untuk barang-barang yang fast
moving sehingga tidak terjadi kekosongan barang.

49

DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. (2008). Manjemen Farmasi. Edisi kelima. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Kimia Farma. (2013). Operational Excellence: Laporan Tahunan. Jakarta: PT.
Kimia Farma Tbk. Hal. 7-8.
Kimia Farma. (2014). Holding. [Diakses tanggal: 18 Oktober 2015]. Diambil dari:
http://www.kimiafarma.co.id/?page=general&id=0_4_0
Kimia Farma. (2015). Visi dan Misi. [Diakses tanggal: 18 Oktober 2015]. Diambil
dari: http://www.kimiafarma.co.id/profil/visi-misi.html
Menkes RI. (2002). Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek (Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/MenKes/SK/X/2002.
Perubahan
Atas
Peraturan
Menteri
Kesehatan
No.
922/MenKes/Per/X/1993). Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.

50

Menkes RI. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.


889/MENKES/PER/V/2011, tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin
Kerja Tenaga Kefarmasian
Menkes RI. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 35
Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Menkes RI. (2015). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan,Pemusnahan, dan
pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Rangkuti, F. (2006). Business Plan: Teknik Membuat Perencanaan Bisnis &
Analisis Kasus. Cetakan VII. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum.
Halaman 181.
Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah No 51 tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.
Republik Indonesia. (2009). Undang-undang Republik Indonesia No. 36 Tahun
2009 Tentang Kesehatan. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.
Umar, M. (2011). Manajemen Apotek Praktis. Cetakan IV. Solo: Penerbit CV ArRahman. Hal.1, 117-119, 179, 182, 229.

51

Anda mungkin juga menyukai