Pre Operas I
Pre Operas I
KDM II
PREOPERASI
OLEH
KELOMPOK
V:
SANDI KARTA
PUTRA M (038)
MASDIANA (040)
ZAMRIANTI (041)
HASRUN RUHAMA (042)
WA ODE SALSIA (043)
AMINULLAH MIRSAD (044)
L.M. ALI ABDULLAH (045)
I KETUT SUANDANA. P (046)
MARDIANA ILA (047)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas hidayah dan kemampuan
yang telah tercurah dari-Nya, sehingga Alhamdulillah makalah yang berjudul
Preoperasi ini dapat terselesaikan.
Pada penulisan makalah ini, kami berusaha menggunakan bahasa yang sederhana
dan mudah di mengerti sehingga dapat dengan mudah dicerna dan diambil manfaatnya.
Makalah ini juga di harapkan dapat berguna bagi pengetahuan dan untuk menammbah
wawasan kita, Amin..
Kami menyadari walaupun sudah berusaha sekuat kemampuan yang maksimal,
mencurahkan segala pikiran dan kemampuan yang di miliki. Makalah ini masih banyak
kekurangan dan kelemahan baik dari segi bahasa,pengolahan, maupun dalam penyusunan,
untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik yang sifatnya membangun demi tercapainya
suatu kesempurnnan.
Akhir kata,tiada gading yang tak retak demikian pula dengan makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1
Latar Belakang.............................................................................
Rumusan Masalah.......................................................................
Tujuan.........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Preoperasi......................................................................
17
17
Kesimpulan...............................................................................
26
Saran.........................................................................................
27
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keperawatan lahir sebagai bentuk keinginan untuk menjaga seseorang tetap sehat
dan memberikan rasa nyaman dalam pelayanan dan keamanan bagi orang yang sakit.
Sesuai dengan kode etik keperawatan, perawat bertindak sebagai pelindung pasien dan
masyarakat ketika perawatan kesehatan dan keamanan dipengaruhi oleh praktik yang
tidak kompeten, tidak berdasarkan etik atau ilegal terhadap siapa pun. Perawat
berperan sebagai pelindung dan konsultan dalam pemberian informed consent untuk
membantu mengatasi kekhawatiran pasien.
Informed consent membantu pasien mengambil keputusan terbaik untuk diri
mereka sendiri. Tujuan penelitian ini adalah menggambarkan peran perawat dalam
pemberian
Pemangkat.
Secara psikologis, pasien yang dipersiapkan untuk menghadapi pembedahan akan
mengalami kecemasan dan ketakutan. Perasaan cemas ini hampir selalu didapatkan
pada pasien preoperasi yang sebagian besar disebabkan oleh kurangnya pengetahuan
atau informasi yang didapatkan terkait dengan operasi yang akan dilakukan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan preoperatif!
2. Apa-apa saja tipe pembedahan dan faktor resiko pembedahan!
3. Bagaimana gambaran pasien preoperatif!
4. Bagaimana tindakan keperawatan preoperatif!
5. Bagaimana persiapan alat dan ruangan!
6. Bagaimana persiapan operator staf!
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah:
1. Dapat mengetahui pengertian dari preoperasi
2. Dapat mengetahui tipe-tipe dan faktor resiko pembedahan
3. Dapat mengetahui bagaimana gambaran pasien preoperatif
4. Dapat mengetahui bagaimana tindakan keperawatan preoperatif
5. Dapat mengetahui bagaimana persiapan alat dan ruangan preoperatif
6. Dapat mengetahui bagaimana persiapan operator staf
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Preoperatif
Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh (Smeltzer and
Bare, 2002).
Preoperatif adalah fase dimulai ketika keputusan untuk menjalani operasi atau
pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi (Smeltzer
and Bare, 2002).
Perawatan preoperatif merupakan tahap pertama dari perawatan perioperatif yang
dimulai sejak pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan berakhir ketika pasien
dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan tindakan pembedahan.
Perawatan intra operatif dimulai sejak pasien ditransfer ke meja bedah dan berakhir
bila pasien di transfer ke wilayah ruang pemulihan.
Perawatan post operasi merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre dan intra
operatif yang dimulai saat klien diterima di ruang pemulihan / pasca anaestesi dan
berakhir sampai evaluasi selanjutnya
2.2 Tipe Pembedahan
a. Menurut fungsinya (tujuannya), Potter & Perry (2005) membagi menjadi:
1. Diagnostik : biopsi, laparotomi eksplorasi
2. Kuratif (ablatif) : tumor, appendiktom
3. Reparatif : memperbaiki luka multiple
4. Rekonstruktif : mamoplasti, perbaikan wajah.
5. Paliatif : menghilangkan nyeri,
6. Transplantasi : penanaman organ tubuh untuk menggantikan organ atau
struktur tubuh yang malfungsi (cangkok ginjal, kornea).
b. Menurut tingkat urgensinya, Smeltzer and Bare (2001), membagi operasi menurut
tingkat urgensi dan luas atau tingkat resiko.
1. Kedaruratan
Klien membutuhkan perhatian dengan segera, gangguan yang diakibatkannya
diperkirakan dapat mengancam jiwa (kematian atau kecacatan fisik), tidak
dapat ditunda.
2. Urgen
Klien membutuhkan perhatian segera, dilaksanakan dalam 24 30 jam.
3. Diperlukan
Klien harus menjalani pembedahan, direncanakan dalam beberapa minggu atau
bulan.
4. Elektif
Klien harus dioperasi ketika diperlukan, tidak terlalu membahayakan jika tidak
dilakukan.
5. Pilihan
Keputusan operasi atau tidaknya tergantung kepada klien (pilihan pribadi
klien).
c. Menurut Luas atau Tingkat Resiko:
1. Mayor
Operasi yang melibatkan organ tubuh secara luas dan mempunyai tingkat resiko
yang tinggi terhadap kelangsungan hidup klien.
2. Minor
Operasi pada sebagian kecil dari tubuh yang mempunyai resiko komplikasi
lebih kecil dibandingkan dengan operasi mayor.
2.3 Faktor Resiko
Faktor resiko terhadap pembedahan menurut Potter & Perry (2005) antara lain:
a. Usia
Pasien dengan usia yang terlalu muda (bayi/anak-anak) dan usia lanjut
mempunyai resiko lebih besar. Hal ini diakibatkan cadangan fisiologis pada usia
tua sudah sangat menurun, sedangkan pada bayi dan anak-anak disebabkan oleh
karena belum matur-nya semua fungsi organ.
b. Nutrisi
Kondisi malnutrisi dan obesitas/kegemukan lebih beresiko terhadap
pembedahan dibandingakan dengan orang normal dengan gizi baik terutama pada
fase penyembuhan. Pada orang malnutrisi maka orang tersebut mengalami
defisiensi nutrisi yang sangat diperlukan untuk proses penyembuhan luka. Nutrisinutrisi tersebut antara lain adalah protein, kalori, air, vitamin C, vitamin B
kompleks, vitamin A, Vitamin K, zat besi dan seng (diperlukan untuk sintesis
protein).
Pada pasien yang mengalami obesitas. Selama pembedahan jaringan lemak,
terutama sekali sangat rentan terhadap infeksi. Selain itu, obesitas meningkatkan
permasalahan teknik dan mekanik. Oleh karenanya defisiensi dan infeksi luka,
umum terjadi. Pasien obesitas sering sulit dirawat karena tambahan berat badan;
pasien bernafas tidak optimal saat berbaring miring dan karenanya mudah
mengalami hipoventilasi dan komplikasi pulmonari pasca operatif. Selain itu,
distensi abdomen, flebitis dan kardiovaskuler, endokrin, hepatik dan penyakit
biliari terjadi lebih sering pada pasien obesitas.
c. Penyakit Kronis
Pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler, diabetes, PPOM
(Penyakit Paru Obstruksi Menahun), dan insufisiensi ginjal menjadi lebih sukar
terkait dengan pemakaian energi kalori untuk penyembuhan primer. Dan juga pada
terutama
terjadi
arterosklerosis
pembuluh
darah,
yang
akan
berupa
kecemasan.
Berbagai
alasan
yang
dapat
menyebabkan
tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah, menanyakan pertanyaan yang
sama berulang kali, sulit tidur, dan sering berkemih.
Persiapan yang baik selama periode operasi membantu menurunkan resiko operasi
dan meningkatkan pemulihan pasca bedah. Tujuan tindakan keperawatan preoperasi
menurut Luckman dan Sorensen (1993), dimaksudkan untuk kebaikan bagi pasien dan
keluarganya yang meliputi:
a. Menunjukkan rasa takut dan cemasnya hilang atau berkurang (baik ungkapan
secara verbal maupun ekspresi muka).
b. Dapat menjelaskan dan mendemonstrasikan mobilisasi yang dilakukan setelah
c.
d.
e.
f.
g.
tindakan operasi.
Terpelihara keseimbangan cairan, elektrolit dan nutrisi.
Tidak terjadi vomitus karena aspirasi selama pasien dalam pengaruh anestesi.
Tidak ada atau berkurangnya kemungkinan terjadi infeksi setelah tindakan operasi.
Mendapatkan istirahat yang cukup.
Menjelaskan tentang prosedur operasi, jadwal operasi serta menanda tangani
inform consent.
h. Kondisi fisiknya dapat dideteksi selama operasi berlangsung.
Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan
psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi.
1. Persiapan Klien di Unit Perawatan
a. Persiapan Fisik
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan,
yaitu persiapan di unit perawatan dan persiapan di ruang operasi. Berbagai
persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi menurut
Brunner & Suddarth ( 2002 ), antara lain:
1) Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan
status kesehatan secara umum meliputi:
Identitas klien
Riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan
keluarga
Pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status hemodinamika, status
kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi
endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain.
Selain itu pasien harus istirahat yang cukup, karena dengan istirahat
dan tidur yang cukup pasien tidak akan mengalami stres fisik, tubuh
lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi,
tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien wanita tidak akan
memicu terjadinya haid lebih awal.
2) Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan
berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah
(albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk
defisiensi nutrisi harus dikoreksi sebelum pembedahan untuk memberikan
protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat
mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan
mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit.
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi,
dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu), demam
dan penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat
mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.
3) Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan
output cairan. Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam
rentang normal. Kadar elektrolit yang biasanya dilakukan pemeriksaan di
fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan
ekskresi metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka
operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal mengalami
gangguan seperti oliguri/anuria, insufisiensi renal akut, dan nefritis akut,
maka operasi harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal, kecuali
pada kasus-kasus yang mengancam jiwa.
4) Kebersihan lambung dan kolon
Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu. Intervensi
keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan
dilakukan tindakan pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan
enema/lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya
puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB).
Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah untuk
menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan
menghindari
kontaminasi
feses
ke
area
pembedahan
sehingga
batuk.
Kemudian pasien nafas dalam seperti cara nafas dalam (3-5 kali)
Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan terbuka
dan tidak hanya
batuk
dengan
mengadalkan
kekuatan
atau takut luka operasinya lama sembuh. Pandangan seperti ini jelas
keliru karena justru jika pasien selesai operasi dan segera bergerak
maka pasien akan lebih cepat merangsang usus (peristaltik
usus)
menjalani operasi. Untuk itu dokter anestesi juga memerlukan berbagai macam
pemeriksaan laboratorium terutama pemeriksaan masa perdarahan (bledding
time) dan masa pembekuan (clotting time) darah pasien, elektrolit serum,
anestesi demi
d. Informed Consent
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap
pasien, hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung
jawab dan tanggung gugat, yaitu Informed Consent. Baik pasien maupun
keluarganya harus menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun
mempunyai resiko.
Oleh karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib
menuliskan
surat
pernyataan
persetujuan
dilakukan
tindakan
medis
Tentunya hal ini terkait dengan berbagai faktor seperti: kondisi nutrisi
pasien yang baik, cukup istirahat, kepatuhan terhadap pengobatan, kerjasama
yang baik dengan perawat dan tim selama dalam perawatan.
Informed Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi
aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang bertanggung jawab terhadap
pasien wajib untuk menandatangani surat pernyataan persetujuan operasi.
Artinya apapun tindakan yang dilakukan pada pasien terkait dengan
pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan tujuan serta segala resiko dan
konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya sebelum menandatangani surat
pernyataan tersebut akan mendapatkan informasi yang detail terkait dengan
segala macam prosedur pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan
dijalani.
Jika petugas
belum
menjelaskan
secara
detail,
maka
pihak
mengurangi/mengatasi
kecemasan
pasien,
perawat
dapat
maupun penunjang.
Pengetahuan pasien dan keluarga tentang situasi/kondisi kamar operasi dan
petugas kamar operasi.
operasi).
Pengetahuan tentang latihan-latihan yang harus dilakukan sebelum operasi
dan harus dijalankan setalah operasi, seperti: latihan nafas dalam, batuk
efektif, ROM, dll.
Persiapan mental yang kurang memadai dapat mempengaruhi pengambilan
keputusan pasien dan keluarganya. Sehingga tidak jarang pasien menolak
operasi yang sebelumnya telah disetujui dan biasanya pasien pulang tanpa
operasi dan beberapa hari kemudian datang lagi ke rumah sakit setalah merasa
sudah siap dan hal ini berarti telah menunda operasi yang mestinya sudah
dilakukan beberapa hari/minggu yang lalu. Oleh karena itu persiapan mental
pasien menjadi hal
pasien
Ruang operasi di rumah sakit umumnya dibuat dengan design yang simpel,
dinding dan furniture dari bahan yang mudah dibersihkan dan peralatan yang biasa
digunakan sudah tersusun rapi. Ruangan dengan ventilasi dan suhu ruangan dijaga
tetap 18-21C, tetapi ruangan jangan lembab. Ruang operasi di rumah sakit harus
menggunakan AC untuk mencegah kontaminasi dari luar. Di sebelah ruang operasi
seharusnya terdapat ruang perawatan dengan staf perawat yang berpengalaman
dimana pasien diletakkan pada tempat tidur yang bisa didorong sehingga jika
terjadi sesuatu langsung bisa dibawa ke ruang operasi. Sinar yang digunakan
menghasilkan penerangan yang adekuat tanpa menghasilkan panas dan sinarnya
mudah diarahkan.
2.7 Persiapan Operator Staf
Pada persiapan pra bedah, perlu adanya pengontrolan infeksi oleh operator dan staf.
Tindakan kontrol infeksi yang rutin dilakukan untuk membatasi atau mengurangi
kontaminasi silang. Sebelum memasuki ruang bedah, ahli bedah melepas pakaian luar
dan memakai pakaian bedah yang steril, termasuk penutup sepatu dan penutup kepala.
Ruang steril atau substeril terletak berdekatan dengan ruang bedah. Ruangan tersebut
dilengkapi dengan masker, sikat dan bak penyikat dengan wadah sabun dan air yang
dikontrol menggunakan kaki atau lutut. Persiapan yang harus dilakukan oleh operator
dan staf, yaitu:
1. Pakaian Klinik
Operator sebaiknya menggunakan pakaian klinik dengan lengan yang
tidak melebihi siku, sehingga tangan dapat dicuci sampai ke siku. Jika
pembedahan yang akan dilakukan memungkinkan adanya darah atau saliva yang
mengotori pakaian,dapat operator dapat menggunakan gaun bedah berlengan
panjang. Lebih ideal jika menggunakan gaun bedah satu kali pakai. Jika yang
digunakan gaun bedah yang dapat dipakai ulang, maka gaun setelah dipakai harus
dicuci dengan air panas dan deterjen.
g. Selama cuci tangan jaga agar letak tangan lebih tinggi dari siku agar
air mengalir dari arah tangan ke wastafel.
j. Gosok dengan alkohol 70% dan klorheksidin 0,5% selama 5 menit dan
keringkan kembali
k. Kenakan gaun pelindung dan sarung tangan sterilsetelah tangan betul-betul
kering.
Setelah tangan dalam kondisi steril, akan mendekati tempat aktifitas
pembedahan pakaian harus dilapisi lagi dengan gaun atau jas steril disertai sarung
tangan (glove) sesuai ukuran pengguna. Memakai jas dan sarung tangan ini juga
memiliki aturan tersendiri. Awalnya jas diambil pada posisi bagian badan lainnya
harus ada jarak dengan peralatan steril, disentuh pada bagian dalam, saat gaun
digunakan lengan mesti direntangkan ke depan dan ikatan jas bagian belakang
bias dikerjakan oleh penolong lainnya yang tidak perlu steril.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PREOPERATIF
I.
Pengkajian
a. Rumah/Klinik:
1. Melakukan pengkajian perioperatif awal
2. Merencanakan metode penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan pasien
3. Melibatkan keluarga dalam wawancara.
4. Memastikan kelengkapan pemeriksaan preoperatif
5. Mengkaji kebutuhan klien terhadap transportasi dan perawatan pasca
operatif
b. Unit Bedah :
1. Melengkapi pengkajian praoperatif
2. Koordianasi penyuluhan terhadap pasien dengan staf keperawatan lain.
3. Menjelaskan fase-fase dalam periode perioperatif dan hal-hal yang
diperkirakan terjadi.
4. Membuat rencana asuhan keperawatan
c. Ruang operasi :
1. Mengkaji tingkat kesadaran klien.
2. Melihat ulang lembar observasi pasien (rekam medis)
3. Mengidentifikasi pasien
4. Memastikan daerah pembedahan
d. Dukungan Psikologis :
1. Memberitahukan pada klien apa yang terjadi
2. Menentukan status psikologis
3. Memberikan isyarat sebelumnya tentang rangsangan yang merugikan,
seperti : nyeri.
4. Mengkomunikasikan status emosional pasien pada anggota tim kesehatan
yang lain yang berkaitan.
e. Riwayat medis.
Pengkajian ulang riwayat kesehatan klien meliputi riwayat penyakit yang
pernah diderita dan alasan utama klien mencari pengobatan.
f. Pemeriksaan fisik
Berfokus pada data yang berhubungan dengan riwayat kesehatan klien dan
sistem tubuh yang akan dipengaruhi oleh pembedahan.
g. Kesehatan emosional
Perawat mengkaji perasaan klien tentang pembedahan, konsep diri, citra
diri, dan sumber koping klien untuk memahami dampak pembedahan pada
kesehatan emosional klien.
h. Riwayat pembedahan
Pengalaman bedah sebelumnya mempengaruhi respon fisik dan psikologis
klien terhadap prosedur pembedahan.
i. Riwayat obat-obatan
Obat tertentu mempunyai implikasi khusus bagi klien bedah. Obat yang
diminum sebelum pembedahan akan dihentikan saat klien selesai menjalani
operasi kecuali dokter meminta klien untuk menggunakannya kembali.
j. Alergi
Perawat harus mewaspadai adanya alergi terhadap obat yang mungkin
diberikan selama fase pembedahan.
k. Kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol
Pada klien perokok setelah pembedahan akan mengalami kesulitan dalam
membersihkan jalan nafas dari sekresi lender dan bagi klien pengguna alcohol
dapat menyebabkan klien memerlukan dosis anastesi lebih tinggi.
l. Budaya
Klien yang berasal dari budaya yang berbeda akan menunjukkan reaksi
II.
III.
IV.
memahami,
dan
memberikan
informasi
penyuluhan
yang
membantu
preoperatif
dan
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Preoperatif adalah fase dimulai ketika keputusan untuk menjalani operasi atau
pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi (Smeltzer
and Bare, 2002).
Perawatan preoperatif merupakan tahap pertama dari perawatan perioperatif yang
dimulai sejak pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan berakhir ketika pasien
dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan tindakan pembedahan.
Faktor resiko terhadap pembedahan menurut Potter & Perry ( 2005 ) antara lain:
Usia, Nutrisi, Penyakit Kronis, Merokok, Alkohol dan obat-obatan.
Berbagai alasan yang dapat menyebabkan ketakutan/kecemasan pasien dalam
menghadapi pembedahan antara lain:
a. Takut nyeri setelah pembedahan
b. Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal
(body image)
c. Takut keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti)
d. Takut/cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lain yang mempunyai
penyakit yang sama.
e. Takut/ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas.
f. Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi.
g. Takut operasi gagal.
Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan
psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi.
a. Persiapan Klien di Unit Perawatan
1. Status kesehatan fisik secara umum
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Status nutrisi
Keseimbangan cairan dan elektrolit
Kebersihan lambung dan kolon
Pencukuran daerah operasi
Personal hygine
Pengosongan kandung kemih
Latihan praoperasi
Latihan nafas dalam
Latihan batuk efektif
Latihan gerak sendi
b. Persiapan penunjang
c. Pemeriksaan status anestesi
d. Informed consent
e. Persiapan mental/psikis
f. Obat-obatan dan premedikasi.
3.2 Saran
Semoga makalah dari kelompok kami dapat berguna bagi rekan-rekan dan semoga
makalah kami dapat menjadi suatu acuan untuk kedepanya, untuk kritik dan saran akan
kami terima untuk membentuk makalah yang lebih baik untuk kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Jane C Rothrock. Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. Alih bahasa: Maria
A.Wijayarini. Edisi bahasa Indonesia : Monica Ester. Jakarta. EGC, 1999
Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 25. 1998. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Miloro, Michael. 2004. Petersons Principles of Oral and Maxillofacial Surgery -2 nd ed.- .
London : BC Decker.
Patricia A. Potter. Buku ajar Fundamental Keperawatan: konsep, proses, dan praktik,
alih bahasa : Yasmin Asih volume 1, edisi 4. Jakarta : EGC. 2005.
Pedersen, Gordon W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner & Suddarth Edisi 8, Volume 1. Jakarta: EGC