Anda di halaman 1dari 5

BAB IV

PEMBAHASAN
Psoriasis merupakan sebuah penyakit autoimun kronik residif yang muncul
pada kulit. Penyakit ini menimbulkan warna kemerahan, plak bersisik muncul di
kulit, disertai oleh fenomena tetesan lilin, tanda Auspitz, dan Koebner. Umumnya
lesi psoriasis berdistribusi secara simetris dengan predileksi terutama di daerah
siku dan lutut, kulit kepala, lumbosakral, bokong dan genitalia.1 Penegakan
diagnosis psoriasis vulgaris didasarkan atas anamnesis, pemeriksaan fisik kulit,
dan pemeriksaan histopatologi.
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien adalah seorang laki-laki berusia
38 tahun. Keluhan utama pada pasien ini mengeluh timbul bercak-bercak
kemerahan di badan dan ekstremitas (tangan dan kaki) sejak 5 tahun yang lalu
disertai rasa gatal, namun keluhan yang dirasakan ini awalnya sudah dirasakan
sejak di bangku SMA, dan sudah berobat serta dikatakan berkurang. Saat ini
pasien mengaku rasa gatal yang dirasakan minimal. Bercak kemerahan yang
dialami pasien terjadi secara tiba-tiba dan semakin lama semakin meluas.
Berdasarkan kepustakaan, psoriasis vulgaris merupakan bentuk yang paling
umum dari psoriasis dan sering ditemukan (80%). Psoriasis merupakan penyakit
autoimun kronik residif yang tampak berupa plak yang berbentuk sirkumskrip,
dapat disertai dengan rasa gatal. Jumlah lesi pada psoriasis vulgaris dapat
bervariasi dari satu hingga beberapa. Lokasi psoriasis vulgaris yang paling sering
dijumpai adalah ekstensor siku, lutut, sakrum dan scalp. Namun dapat juga terjadi
di tempat lainnya. Hal ini menandakan sebaran lesi pada pasien sesuai predileksi
dan penyakit berjalan dalam kurun waktu yang tergolong kronis. Keluhan ini
dirasakan sejak SMA namun tidak sembuh sempurna,hal ini menandakan keluhan
bersifat residif.
Penyebab penyakit psoriasis belum diketahui meskipun telah dilakukan
penelitian dasar dan klinis secara intensif. Diduga merupakan interaksi antara
faktor genetik, sistem imunitas, dan lingkungan. 8 Berdasarkan anamnesis pasien
mengatakan tidak ada riwayat keluarga dengan keluhan serupa dan penyakit yang
sama. Berdasarkan kepustakaan, bila orang tua tidak menderita psoriasis maka
risiko mendapat psoriasis sebesar 12%, sedangkan bila salah satu orang tua
menderita psoriasis maka risiko terkena psoriasis meningkat menjadi 34-39%.
1

Pada kembar monozigot resiko menderita psoriasis adalah sebesar 70% bila salah
seorang menderita psoriasis.

9,10

Beberapa faktor pencetus yang berhubungan

dengan psoriasis antara lain kelainan autoimun, trauma mekanik, infeksi


staphylococcus, stress psikologis, radiasi sinar ultraviolet, infeksi HIV, peran
obat, alkohol, perubahan hormonal dan profil lipid dalam darah.1 Berdasarkan
anamnesis pasien bekerja sebagai nelayan dan petani mengatakan keluhannya
muncul dan memberat apabila kelelahan dan stress sehingga diduga faktor
pencetus pada pasien ini adalah stress dan kelelahan. Hubungan antara stres dan
eksaserbasi psoriasis belum terlalu jelas namun diduga karena mekanisme
neuroimunologis. Psoriasis dilaporkan akan bertambah buruk dengan timbulnya
stres yaitu pada 30- 40% kasus.
Seperti telah diketahui bahwa penyebab dan patogenesis psoriasis belum
diketahui dengan pasti, banyak sistem dalam tubuh berperan dalam patogenesis
psoriasis, banyak komponen, elemen mediator yang terlibat terhadap terjadinya
atau kekambuhan psoriasis. Namun ada tiga hal yang perlu diperhatikan oleh para
peneliti, diantaranya gangguan diferensiasi keratinosit, hiperproliferasi keratinosit
dan imunologis. Hal tersebut menjadi dasar patologis terjadinya psoriasis yang
multifaktor tersebut, namun ketiganya tidak bekerja sendiri-sendiri melainkan
saling berkaitan.6
Pada pemeriksaan fisik umum ditemukan status present dan status general
dalam batas normal. Sedangkan pada pemeriksaan fisik khusus yaitu status
dermatologis ditemukan lesi yang berlokasi di tungkai atas dan bawah kanan dan
kiri, lutut kanan dan kiri, lengan atas dan bawah kanan kiri, siku kanan dan kiri
dengan effloresensi plak eritema multipel dengan batas tegas bentuk geografika,
ukuran bervariasi 0,7 cm x 1 cm 6 cm x 10 cm beberapa berkonfluen dengan
distribusi simetris, ditutupi skuama minimal berwarna putih keperakan dan kasar.
Temuan ini sesuai dengan gambaran klinis psoriasis vulgaris yang
dijelaskan pada kepustakaan yaitu pada psoriasis vulgaris terdapat plak
eritematosa sirkumskrip dengan skuama putih keperakan diatasnya dan tanda
Auspitz. Warna plak dapat bervariasi dari kemerahan dengan skuama minimal,
plak putih dengan skuama tebal hingga putih keabuan tergantung pada ketebalan
skuama. Pada umumnya lesi psoriasis adalah simetris.1

Dua puluh lima sampai lima puluh persen penderita psoriasis yang lama
juga dapat menyebabkan kelainan pada kuku, dimana perubahan yang dijumpai
berupa pitting nail atau nail pit pada lempeng kuku berupa lekukan-lekukan
miliar.3,4 Disamping menimbulkan kelainan pada kulit dan kuku, penyakit ini
dapat pula menyebabkan kelainan pada sendi, tetapi jarang terjadi.3,5 Antara 10-30
% pasien psoriasis berhubungan dengan atritis disebut Psoriasis Artritis yang
menyebabkan radang pada sendi. Umumnya bersifat poliartikular, tempat
predileksinya pada sendi interfalangs distal, terbanyak terdapat pada usia 30-50
tahun.3,5 Pada pasien ini tidak didapatkan kelainan pada kuku seperti pitting nail
dan kelainan pada sendi.
Gambaran klasik psoriasis biasanya mudah dibedakan dengan penyakit kulit
lainnya. Namun lesi yang atipikal atau bentuk lesi selain plak yang klasik dapat
menimbulkan tantangan bagi diagnosis psoriasis. Diagnosis banding pada pasien
ini meliputi tinea korporis dan dermatitis kontak.
Pada stadium penyembuhan psoriasis telah dijelaskan bahwa eritema dapat
terjadi hanya di pinggir, hingga menyerupai dermatofitosis. Pada dermatofitosis
skuama umumnya pada perifer lesi dan pada sediaan langsung ditemukan jamur.3
Disingkirkan karena dari anamnesis, pasien mengeluh gatal yang tidak terlalu
jelas namun akan bertambah jika pasien berkeringat. Pada pemeriksaan,tidak
didapatkan adanya central healing dan pinggiran meninggi yang merupakan
gambaran khas dari tinea. Tinea korporis adalah dermatofitosis pada kulit yang
tidak berambut (glabrous skin) kecuali telapak tangan, telapak kaki, dan lipat
paha. Dermatofitosis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh jamur
dermatofita yaitu Epidermophyton, Mycrosporum dan Trycophyton. Terdapat
lebih dari 40 spesies dermatofita yang berbeda, yang menginfeksi kulit dan salah
satu penyakit yang disebabkan jamur golongan dermatofita adalah tinea korporis.
Gambaran klinis dimulai dengan lesi bulat atau lonjong dengan tepi yang aktif
dengan perkembangan kearah luar, bercak-bercak bisa melebar dan akhirnya
memberi gambaran yang polisiklik. Pada bagian pinggir ditemukan lesi yang aktif
yang ditandai dengan eritema, adanya papul atau vesikel, sedangkan pada bagian
tengah lesi relatif lebih tenang. Tinea korporis yang menahun, tanda-tanda aktif
menjadi hilang dan selanjutnya hanya meninggalkan daerah hiperpigmentasi saja.
3

Gejala subyektif yaitu gatal, dan terutama jika berkeringat dan kadang-kadang
terlihat erosi dan krusta akibat garukan.1
Plak psoriasis yang kronis seringkali menyerupai dermatitis kronis dengan
likenifikasi pada daerah ekstremitas. Tetapi biasanya pada dermatitis kronis
lesinya tidak berbatas tegas serta skuama yang terdapat pada permukaan lesi tidak
setebal pada psoriasis. Pada dermatitis kontak, biasanya terdapat paparan terhadap
bahan iritan maupun alergen sebelumnya munculnya lesi.1
Pada pasien ini tidak diusulkan untuk melakukan pemeriksaan penunjang
karena gambaran klinis telah cukup jelas mengarah psoriasis vulgaris. Predileksi
lesi pada pasien ini adalah di lengan atas dan bawah serta siku kanan dan kiri,
tungkai atas dan bawah

serta lutut kanan dan kiri, dimana sesuai dengan

predileksi psoriasis vulgaris. Berdasarkan anamnesis tersebut diatas, didapatkan


bahwa perjalanan penyakit yang diderita oleh pasien bersifat kronik dan sifatnya
sering kambuh (residif). Hal ini sesuai dengan sifat dari psoriasis vulgaris yang
kronik residif. Selain itu gambaran klinis yang ditemukan pada pasien cukup khas
yakni plak eritema dengan skuama putih dan kasar. Berdasarkan kepustakaan
pemeriksaan penunjang dilakukan apabila klinis kurang jelas dengan melakukan
pemeriksaan histopatologi.1 Pada pemeriksaan histopatologi akan ditemukan
hiperkeratosis, parakeratosis, akanthosis, granulosit neutrofilik bermigrasi
melewati epidermis membentuk mikro abses munro di bawah stratum korneum,
peningkatan mitosis pada stratum basalis, edema pada dermis disertai infiltrasi
sel-sel polimorfonuklear, limfosit, monosit dan neutrofil, serta pemanjangan dan
pembesaran papila dermis. Pemeriksaan laboratorium pada psoriasis tidak
ditemukan kelainan yang spesifik. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk
menganalisis penyebab proriasis terutama pada kasus psoriasis pustular general
serta eritroderma psoriasis dan pada plak serta psoriasis gutata.
Pada pasien psoriasis dapat diberikan pengobatan topikal antara lain:
anthralin, vitamin D3 (Calcipotriol), preparat tar, kortikosteroid topikal;
pengobatan sistemik antara lain: kortikosteroid, methotrexate, siklosporin,
retinoid, DDS (diaminodifenilsulfon); dan fototerapi.2,3,4 Pada pasien ini diberikan
terapi Fototerapi, salep campuran (Inerson 30 gr, Asam Salisilat 3%, LCD 3%)
dan Interhistin 50 mg yang dikonsumsi tiap 12 jam jika merasa gatal. Berdasarkan
kepustakaan, narrowband UVB untuk saat ini merupakan pilihan untuk psoriasis.
4

Sinar ultraviolet masih menjadi pilihan di beberapa klinik. Sinar ultraviolet B


(UVB) mempunyai efek menghambat mitosis, sehingga dapat digunakan untuk
pengobatan psoriasis. Sedangkan kerja steroid topikal pada psoriasis diketahui
melalui beberapa cara, yaitu vasokonstriksi untuk mengurangi eritema, sebagai
antimitotik sehingga dapat memperlambat proliferasi seluler, efek anti inflamasi,
diketahui bahwa pada psoriasis terjadi peradangan kronis akibat aktivasi sel T.
Mekanisme kerja preparat tar adalah mensupresi sintesis DNA dan menurunkan
aktivitas mitotik pada basal epidermis dan memiliki aktivitas anti inflamasi.
Preparat tar berguna untuk keadaan psoriasis yang telah resisten terhadap steroid
topikal sejak awal atau pemakaian pada lesi luas. Pada kasus ini preparat tar yang
digunakan adalah likuor karbonis detergens yang ditambahkan dengan asam
salisilat 3% dan Inerson 30 gr, untuk memudahkan absorpsi coal tar dan
menambah efek anti inflamasi yang dimiliki glukokortikoid. Salep ini diberikan
pada malam hari karena pengaruh dari ter adalah photosensitif. Sebagai
pengobatan sistemik diberikan Interhistine 50 mg sebagai antihistamin untuk
mengurangi gatal-gatal yang dirasakan pasien.
Pada pasien ini prognosis Quo ad vitam adalah dubia ad bonam karena
secara keselurahan pasien ini tidak memiliki penyakit lain yang menyertai
psoriasis vulgaris. Penyakit psoriasis vulgaris sendiri tidak mengancam jiwa.
Prognosis Quo ad functionam adalah dubia ad bonam. Namun jika tidak
dilakukan terapi pada beberapa jenis Psoriasis, komplikasi yang diakibatkan dapat
menjadi serius, seperti pada Psoriasis artropi yaitu Psoriasis yang menyerang
sendi, Psoriasis bernanah (Psoriasis Postulosa). Prognosis Quo ad sanationam
adalah dubia ad malam karena pasien ini telah mengalami keluhan ini untuk kedua
kali dan lesinya luas pada hampir seluruh tubuh. Prognosis Quo ad cosmeticam
adalah dubia ad malam karena sisik putih tranparan pada lesi menimbulkan bekas
dan tidak dapat hilang seutuhnya.1
.

Anda mungkin juga menyukai