Anda di halaman 1dari 29

PENDAHULUAN

Gangguan mood adalah suatu kelompok kondisi klinis yang ditandai oleh
hilangnya perasaan kendali dan pengalaman subjektif adanya penderitaan berat.
Pasien dengan mood yang meninggi (elevated), yaitu mania menunjukkan sikap
meluap-luap, gagasan yang meloncat-loncat (flight of ideas), penurunan
kebutuhan tidur, peninggian harga diri, dan gagasan kebesaran. Pasien dengan
mood terdepresi, yaitu-depresi merasakan hilangnya energi-energi dan minat,
perasaan bersalah, kesulitan berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, dan pikiran
tentang kematian atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain dari gangguan mood
adalah perubahan tingkat aktivitas, kemampuan kognitif, pembicaraan, dan fungsi
vegetative (seperti tidur, nafsu makan, aktivitas seksual, dan irama biologis
lainnya). Perubahan tersebut hampir selalu menyebabkan gangguan fungsi
interpersonal, sosial, dan pekerjaan.
Mood mungkin normal, meninggi, atau terdepresi. Orang normal
mengalami berbagai macam mood dan memiliki ekspresi afektif yang sama
luasnya; mereka merasa mengendalikan, kurang lebih, mood dan afeknya.

Latar Belakang
Gangguan depresif adalah salah satu jenis gangguan jiwa yang paling
sering terjadi. Prevalensi gangguan depresif pada populasi dunia adalah 3-8 %
dengan 50% kasus terjadi pada usia produktif yaitu 20-50 tahun. World Health
Organization menyatakan bahwa gangguan depresif berada pada urutan keempat
penyakit di dunia. Gangguan depresif mengenai sekitar 20% wanita dan 12% lakilaki pada suatu waktu dalam kehidupan. Pada tahun 2020 diperkirakan jumlah
penderita gangguan depresif semakin meningkat dan akan menempati urutan
kedua penyakit di dunia.
Gambaran mengenai besarnya masalah kesehatan jiwa, baik anak-anak
maupun dewasa, dapat dilihat dari Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
tahun 1995 yang dilakukan oleh Badan Litbangkes Depkes RI dengan
menggunakan rancangan sampel dari Susenas BPS (Badan Pusat Statistik)

terhadap 65.664 rumah tangga. Temuannya menunjukkan bahwa prevalensi


Gangguan Jiwa (kode diagnosis F00-F99) per 1000 anggota rumah tangga adalah
sebagai berikut :
Gangguan mental emosional (lebih dari 15 tahun) : 140/1000
Gangguan mental emosional (5 -14 tahun) : 104/1000
Prevalensi di atas 100 per 1000 anggota rumah tangga dianggap sebagai masalah
kesehatan masyarakat yang penting (priority public health problem). Untuk
gangguan mental emosional dewasa (lebih dari 15 tahun) didapatkan angka
prevalensi sebagai berikut :
Psikosis : 3/1000
Demensia : 4/1000
Retardasi Mental : 5/1000
Gangguan jiwa lain : 5/1000
Seseorang dapat terpicu menderita gangguan depresif karena adanya interaksi
antara tekanan, daya tahan mental diri dari lingkungan. Pada dasarnya inti dari
gangguan depresif adalah kehilangan obyek cinta misalnya kematian anggota
keluarga atau orang yang sangat dicintai, kehilangan pekerjaan, kesulitan
keuangan, terkucil dari pergaulan sosial, kondisi fisik yang tidak sempurna,
penyakit, kehamilan dan bertambahnya usia. Selain itu, gangguan depresif juga
dipengaruhi faktor genetik dan faktor biologis berupa gangguan neurotransmitter
di otak.
Gangguan depresif ditandai dengan berbagai keluhan seperti kelelahan
atau merasa menjadi lamban, masalah tidur, perasaan sedih, murung, nafsu makan
terganggu dapat berkurang atau berlebih, kehilangan berat badan dan iritabilitas.
Penderita mengalami distorsi kognitif seperti mengkritik diri sendiri, timbul rasa
bersalah, perasaan tidak berharga dan putus asa.
Gangguan depresif merupakan gangguan yang dapat menganggu
kehidupan dan dapat diderita tanpa memandang usia, status sosial, latar belakang
maupun jenis kelamin. Gangguan depresif dapat terjadi tanpa disadari sehingga
penderita terkadang terlambat ditangani sehingga dapat menimbulkan penderitaan
yang berat seperti bunuh diri.

Gangguan depresif dapat diobati dan dipulihkan melalui


konseling/psikoterapi dan beberapa diantaranya memerlukan tambahan terapi fisik
maupun kombinasi keduanya. Karena ada beberapa faktor yang saling berinteraksi
untuk timbulnya gangguan depresif, penatalaksanaan yang komprehensif sangat
diperlukan. Jenis terapi bergantung dari diagnosis, berat penyakit, umur penderita
dan respon terhadap terapi sebelumnya.
Terapi gangguan depresif memerlukan peran serta individu yang
bersangkutan, keluarga maupun praktisi medis dan paramedis yang profesional.
Dilihat dari tingginya angka penderita dan akibat dari gangguan depresif maka
gangguan ini perlu mendapat perhatian dari semua pihak. Apoteker dengan
pelayanan kefarmasiannya dapat berperan serta untuk mengindentifikasi gejala
gangguan depresif, memberikan konseling tentang terapi yang dipakai, obat yang
dikonsumsi, monitoring efek samping obat yang dikonsumsi penderita.
Dengan mengetahui dan memahami etiologi, proses interaksi biologik,
psikologik, dan sosial, serta terapi gangguan depresif diharapkan apoteker dapat
berperan aktif dalam proses penyembuhan penderita.

Etiologi
Dasar umum untuk gangguan depresif berat tidak diketahui. Banyak usaha
untuk mengenali suatu penyebab biologis atau psikososial untuk gangguan mood
telah dihalangi heterogenitas populasi pasien yang ditentukan oleh sistem
diagnostik yang didasarkan secara klinis yang ada, termasuk DSM-IV. Faktor
penyebab dapat secara buatan dibagi menjadi faktor biologis, faktor genetika, dan
faktor psikososial.
1. Faktor Biologis
Sejumlah besar penelitian telah melaporkan berbagai kelainan di dalam
metabolit

amin

biogenik-seperti

5-hydroxyindoleacetic

acid

(5-HIAA),

homovanillic acid (HVA), dan 3-methoxy-4-hydroxyphenylglycol (MHPG)- di


dalam darah, urine, dan cairan serebrospinalis pada pasien dengan gangguan

mood. Data yang dilaporkan paling konsisten dengan hipotesis bahwa gangguan
mood adalah berhubungan dengan disregulasi heterogen pada amin biogenik.

2. Faktor Genetika
Data genetik dengan kuat menyatakan bahwa suatu faktor penting di
dalam perkembangan gangguan mood adalah genetika. Tetapi, pola penurunan
genetika adalah jelas melalui mekanisme yang kompleks; bukan saja tidak
mungkin

menyingkirkan

efek

psikososial,

tetapi

faktor

non

genetik

memungkinkan memainkan peranan kausatif dalam perkembangan gangguan


mood sekurangnya pada beberapa orang.
3. Faktor Psikososial
Satu pengamatan klinis lama yang telah direplikasi adalah bahwa peristiwa
kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului episode pertama
gangguan mood daripada episode selanjutnya. Satu teori yang diajukan untuk
menjelaskan pengamatan tersebut adalah bahwa stres yang menyertai episode
pertama menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan lama. Perubahan
bertahan lama tersebut dapat menyebabkan perubahan keadaan fungsional
berbagai neurotransmiter dan sistem pemberi signal intraneuronal. Hasil akhirnya
dari perubahan tersebut adalah menyebabkan seseorang berada pada resiko yang
lebih tinggi untuk menderita episode gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa
adanya stresor eksternal.
Tidak ada sifat atau tipe kepribadian tunggal yang secara unik
mempredisposisikan seseorang kepada depresi. Semua manusia apapun pola
kepribadiannya, dapat dan memang menjadi depresi dalam keadaan yang tepat;
tetapi, tipe kepribadian tertentu -dependen-oral, obsesif-kompulsif, histerismungkin berada dalam resiko yang lebih besar untuk mengalami depresi daripada
tipe kepribadian antisosial, paranoid, dan lainnya yang menggunakan proyeksi
dan mekanisme pertahanan mengeksternalisasikan lainnya.

Definisi Dan Klasifikasi Gangguan Mood


Gangguan mood terdiri dari Gangguan Depresi (depresi unipolar),
Gangguan Bipolar, dan dua kelainan berdasarkan etiologi; Gangguan Mood akibat
Kondisi Medis umum dan Gangguan Mood akibat Penyalahgunaan zat. Gangguan
depresi (seperti; gangguan depresif berat, gangguan distimik, dan gangguan mood
yang tak tergolongkan) dibedakan dengan gangguan bipolar dengan melihat tidak
adanya episdode manik, episode campuran, atau episode hipomanik. Gangguan
bipolar (seperti; gangguan bipolar I, bipolar II, gangguan siklotimik, dan
gangguan bipolar yang tak tergolongkan) memiliki riwayat episode manik,
episode campuran, atau episode hipomanik, yang biasanya disertai dengan riwayat
episode depresif berat.
Pada DSM-IV, gangguan mood diklasifikasikan sebagai berikut :

Episode mood
Episode depresif mayor
Episode manik
Episode campuran
Episode hipomanik

Gangguan depresif
Gangguan depresif mayor
Gangguan distimik
Gangguan depresif yang tak tergolongkan

Gangguan bipolar
Gangguan bipolar I
Gangguan bipolar II

Gangguan siklotimik
Gangguan bipolar yang tak tergolongkan

Gangguan mood lainnya


Gangguan mood akibat kondisi medis umum
Gangguan mood akibat zat
Gangguan mood yang tak tergolongkan

Pengertian Gangguan Depresi


Depresi adalah gangguan mental umum yang menyajikan dengan mood
depresi, kehilangan minat atau kesenangan, perasaan bersalah atau rendah diri,
tidur terganggu atau nafsu makan, energi rendah, dan hilang konsentrasi. Masalah
ini dapat menjadi kronis atau berulang dan menyebabkan gangguan besar dalam
kemampuan individu untuk mengurus tanggung jawab sehari-harinya (WHO,
2011). Episode depresi biasanya berlangsung selama 6 hingga 9 bulan, tetapi pada
15-20% penderita bisa berlangsung selama 2 tahun atau lebih.
Penyebab Depresi
Dasar penyebab depresi yang pasti tidak diketahui, banyak usaha untuk
mengetahui penyebab dari gangguan ini. Menurut Kaplan, faktor-faktor yang
dihubungkan dengan penyebab depresi dapat dibagi atas: faktor biologi, faktor
genetik dan faktor psikososial. Dimana ketiga faktor tersebut juga dapat saling
mempengaruhi satu dengan yang lainnya (Sadock & Sadock, 2010).
a. Faktor Biologi
Faktor neurotransmiter: Dari biogenik amin, norepinefrin dan serotonin
merupakan dua neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologi

gangguan mood. Norepinefrin hubungan yang dinyatakan oleh penelitian ilmiah


dasar antara turunnya regulasi reseptor B-adrenergik dan respon antidepresan
secara klinis memungkinkan indikasi peran sistem noradrenergik dalam depresi.
Bukti-bukti lainnya yang juga melibatkan presinaptik reseptor adrenergik dalam
depresi, sejak reseptor reseptor tersebut diaktifkan mengakibatkan penurunan
jumlah norepinefrin yang dilepaskan. Presipnatik reseptor adrenergik juga
berlokasi di neuron serotonergik dan mengatur jumlah serotonin yang dilepaskan.
Dopamin juga sering berhubungan dengan patofisiologi depresi. Faktor
neurokimia lainnya seperti gamma aminobutyric acid (GABA) dan neuroaktif
peptida (vasopressin dan opiate endogen) telah dilibatkan dalam patofisiologi
gangguan mood (Rush et al., 1998).
b. Faktor Genetik
Data genetik menyatakan bahwa faktor

yang signifikan dalam

perkembangan gangguan mood adalah genetik. Pada penelitian anak kembar


terhadap gangguan depresi berat pada anak, pada anak kembar monozigot adalah
50%, sedangkan dizigot 10-25% (Sadock & Sadock, 2010). Menurut penelitian
Hickie et al., menunjukkan penderita late onset depresi terjadi karena mutasi pada
gene methylene tetrahydrofolate reductase yang merupakan kofaktor yang
terpenting dalam biosintesis monoamin. Mutasi ini tidak bisa diketemukan pada
penderita early onset depresi (Hickie et al, 2001).
c. Faktor Psikososial
Peristiwa kehidupan dan stres lingkungan dimana suatu pengamatan klinik
menyatakan bahwa peristiwa atau kejadian dalam kehidupan yang penuh
ketegangan sering mendahului episode gangguan mood. Suatu teori menjelaskan
bahwa stres yang menyertai episode pertama akan menyebabkan perubahan
fungsional neurotransmitter dan sistem pemberi tanda intra neuronal yang
akhirnya perubahan tersebut menyebabkan seseorang mempunyai resiko yang
tinggi untuk menderita gangguan mood selanjutnya .
Faktor Psikoanalitik dan Psikodinamik : Freud (1917) menyatakan suatu
hubungan antara kehilangan objek dan melankoli. Ia menyatakan bahwa

kemarahan

pasien

depresi

diarahkan

kepada

diri

sendiri

karena

mengidentifikasikan terhadap objek yang hilang. Freud percaya bahwa introjeksi


merupakan suatu cara ego untuk melepaskan diri terhadap objek yang hilang.
Pada teori kognitif, Beck menunjukkan perhatian gangguan kognitif pada
depresi. Dia mengidentifikasikan 3 pola kognitif utama pada depresi yang disebut
sebagai triad kognitif, yaitu pandangan negatif terhadap masa depan, pandangan
negatif terhadap diri sendiri, individu menganggap dirinya tak mampu, bodoh,
pemalas, tidak berharga, dan pandangan negatif terhadap pengalaman hidup
(Sadock & Sadock, 2010).

Obat-obat yang menginduksi gangguan depresif

Obat
kardiovaskul
ar
-Blocker
Klonidin
Metildopa
Prokainam
id
Reserpin

Obat sistem
saraf pusat

Obat
hormonal

Barbiturat
Benzodiaz
epin
Kloral
Hidrat
Etanol
Fenitoin

Steroid
anabolik
Korticoster
oid
Estrogen
Progestin
Tamoxifen

Lain-lain
Indometac
in
Interferon
Narkotika

Gambaran Klinis
Mood, afek, dan perasaan
Depresi merupakan gejala penentu, walaupun kira-kira setengah pasien
menyangkal perasaan depresif dan tidak tampak terdepresi secara khusus. Pasien
tersebut sering kali dibawa keluarganya atau teman kerjanya karena penarikan
sosial dan penurunan aktivitas yang menyeluruh.
Bicara
Banyak pasien terdepresi menunjukkan suatu kecepatan dan volume bicara
yang menurun, berespon terhadap pertanyaan dengan kata tunggal, dan
menunjukkan respon yang melambat terhadap pertanyaan. Secara sederhana

mungkin pemeriksa harus menunggu dua atau tiga menit untuk mendapatkan
suatu respon terhadap suatu pertanyaan.
Gangguan persepsi
Pasien terdepresi dengan waham atau halusinasi dikatakan menderita
episode depresi dengan ciri psikotik. Beberapa klinisi juga mengatakan istilah
depresi psikotik untuk pasien terdepresi yang jelas teregresi membisu, tidak
mandi, berpakaian kotor- bahkan tanpa adanya waham atau halusinasi. Pasien
tersebut kemungkinan lebih baik digambarkan sebagai memiliki ciri katatonik.
Waham dan halusinasi yang sesuai dengan mood terdepresi dikatakan sesuai
mood (mood congruent). Waham sesuai mood pada seorang pasien terdepresi
adalah waham bersalah, memalukan, tidak berguna, kemiskinan, kegagalan, kejar,
dan penyakit somatik terminal (sebagai contoh, kanker dan otak yang
membusuk). Isi waham atau halusinasi tidak sesuai mood (mood incongruent)
adalah tidak sesuai dengan mood terdepresi. Waham tidak sesuai pada pasien
terdepresi adalah tema kebesaran berupa tenaga, pengetahuan, dan harga diri yang
melambung. Halusinasi juga terjadi pada episode depresif berat dengan ciri
psikotik tetapi relatif jarang.
Pikiran
Pasien terdepresi biasanya memiliki pandangan negatif tentang dunia dan
dirinya sendiri. Isi pikiran mereka sering kali melibatkan perenungan tentang
kehilangan, bersalah, bunuh diri, dan kematian. Kira-kira 10 persen dari semua
pasien depresi memiliki gejala jelas gangguan berpikir, biasanya penghambatan
pikiran (thought blocking) dan kemiskinan isi pikiran yang melanda(1,3).
Pasien yang paling terdepresi berorientasi terhadap orang, tempat, dan
waktu, walaupun beberapa pasien mungkin tidak memiliki cukup energi atau
minat untuk menjawab pertanyaan tentang hal tersebut selama suatu wawancara.
Kira-kira 50 sampai 70 persen dari semua pasien terdepresi memiliki suatu
gangguan kognitif yang sering kali dinamakan pseudodemensia depresif. Pasien
tersebut sering kali mengeluh gangguan konsentrasi dan mudah lupa. (1,3)

Pasien terdepresi dengan ciri psikotik kadang-kadang berpikiran


membunuh orang lain yang terlibat di dalam sistem wahamnya. Tetapi, pasien
terdepresi yang paling parah sering kali tidak memiliki motivasi atau energi untuk
bertindak di dalam cara yang impulsif atau menyerang. Pasien dengan gangguan
depresif berada pada resiko yang meninggi untuk melakukan bunuh diri saat
mereka mulai membaik dan mendapatkan kembali energi yang diperlukan untuk
merencanakan dan melakukan suatu bunuh diri (bunuh diri paradoksikal;
paradoxical suicide). Biasanya tidak bijaksana secara klinis untuk memberikan
sejumlah besar peresepan antidepresan pada pasien terdepresi, khususnya obat
trisiklik, pada saat dipulangkan dari rumah sakit(1,3).
Pertimbangan dan tilikan
Tilikan pasien terdepresi terhadap gangguannya sering kali berlebihan;
mereka terlalu menekankan gejalanya, gangguannya dan masalah hidupnya.
Adalah sukar untuk meyakinkan pasien tersebut bahwa perbaikan adalah
dimungkinkan. Kekeliruan yang sering adalah mempercayai tanpa ditawar-tawar
lagi seorang pasien terdepresi yang menyatakan bahwa percobaan medikasi
antidepresan yang sebelumnya tidak berhasil. Dokter psikiatrik tidak boleh
memandang kekeliruan informasi pasien sebagai yang disengaja, karena
pemberian informasi yang memberikan harapan tidak dimungkinkan bagi
seseorang yang berada dalam keadaan pikiran terdepresi.
Pada penderita depresi dapat ditemukan berapa tanda dan gejala umum
menurut Diagnostic Manual Statistic IV (DSM-IV): (American Psychiatric
Association, 2000):
a) Perubahan fisik
Penurunan nafsu makan
Gangguan tidur
Kelelahan atau kurang energi
Agitasi
Nyeri, sakit kepala, otot kram dan nyeri tanpa penyebab fisik

b) Perubahan Pikiran
Merasa bingung, lambat berpikir
Sulit membuat keputusan
Kurang percaya diri
Merasa bersalah dan tidak mau dikritik
Adanya pikiran untuk membunuh diri
c) Perubahan Perasaan
Penurunan ketertarikan dengan lawan jenis dan melakukan hubungan
suami istri.
Merasa sedih
Sering menangis tanpa alasan yang jelas.
Irritabilitas, mudah marah dan terkadang agresif.
d) Perubahan pada Kebiasaan Sehari-hari
Menjauhkan diri dari lingkungan sosial
Penurunan aktivitas fisik dan latihan.
Menunda pekerjaan rumah.
Klasifikasi
Tipe gangguan depresif Bentuk gangguan ini ada dua (diluar gangguan
bipolar atau gangguan maniadepresif) yakni :
- bentuk akut dan biasanya berulang, dikenal sebagai gangguan episode depresif
- bentuk kronik dan biasanya lebih ringan gejalanya, dikenal sebagai distimia.
Gangguan bipolar juga dikenal sebagai gangguan mania-depresif, suatu
bentuk gangguan depresif dengan suasana hati yang berayun dari murung (saat
depresi) ke sangat gembira (saat mania) yang seringkali membawa perilaku risiko
tinggi dan merusak diri. Kebanyakan individu dengan gangguan bipolar
mempunyai masa episode gangguan depresif dan episode hipomania.
Pada episode depresif setidaknya ada dua gejala utama dari hal berikut :
suasana perasaan murung atau sedih, hilangnya minat atau anhedonia, hilangnya
energi yang secara umum tampak sebagai kelelahan. Gejala ini seringkali disertai

dengan gejala psikologik seperti perasaan bersalah, ide bunuh diri, upaya bunuh
diri dan gejala fisik seperti perlambatan gerak motorik atau sebaliknya agitasi
(mengamuk) dan gangguan makan serta tidur.
Pada gangguan depresif kronik, distimia, terdapat perasaan murung
selama sekurangnya dua tahun dengan masa remisi (perbaikan) tidak lebih lama
dari dua bulan. Suasana perasaan murung ini diikuti dengan gejala psikologik
seperti putus asa, tak berdaya, dan gejala fisik seperti gangguan tidur. Bentuk
gangguan depresif berkepanjangan seperti ini sulit untuk diterapi karena penderita
menganggap gejala mereka sebagai bentuk dari ciri sifat mereka.
Depresi ringan
Depresi ringan ini di identikkan dengan depresi minor yang merupakan perasaan
melankolis yang berlangsung sebentar dan disebabkan oleh sebuah kejadian yang
tragis atau mengandung ancaman, atau kehilangan sesuatu yang penting dalam
kehidupan si penderita (Meier, 2000: 20-21). Orang dengan depresi ringan ini
setidaknya memiliki 2 dari gejala lainnya dan 2-3 dari gejala utama. (Maslim,
2003, 64).
Depresi sedang
Depresi sedang ini di alami oleh penderita selama kurang 2 minggu, dan orang
dengan depresi sedang ini mengalami kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan
social, pekerjaan dan urusan rumah tangga. Orang dengan depresi sedang ini
setidaknya memiliki 2-3 dari gejala utama dan 3-4 dari gejala lainnya
(Maslim, 2003: 64)
Depresi mayor
Depresi mayor merupakan salah satu gangguan yang prevalensinya paling tinggi
di antara berbagai gangguan (Davidson, 2006: 374). Depresi mayor adalah
kemurungan yang dalam dan menyebar luas. Perasaan murung ini mampu
menyedot semangat dan energy serta menyelubungi kehidupan si penderita seperti
asap yang tebak dan menyesakkan dada. Depresi mayor ini dapat berlangsung
cukup lama mulai dari empat belas hari sampai beberapa tahun. Hal ini
menyebabkan penderita akan sangat sulit utnuk berfungsi dengan baik di
lingkungannya. Orang dengan depresi mayor ini juga terkadang disertai dengan

keinginan untuk bunuh diri atau bahkan keinginan untuk mati. Orang yang sangat
tertekan, mereka akan mengalami dampak hal-hal yang mengganggu kejiwaan
mereka seperti gila, paranoia atau halusinasi pendengaran (Meier, 2000: 25-26).
DAMPAK GANGGUAN DEPRESIF
Gangguan ini bukan hanya mengimbas orang yang mengalaminya tetapi
juga membuat dampak pada anggota keluarga dan lingkungan. Karena gangguan
depresif, seseorang menjadi kehilangan minat, termasuk minat pada pemeliharaan
diri sampai aktivitas pekerjaan. Dengan demikian akan membuat kerugian
ekonomi di tempat kerja karena seseorang tak lagi dapat bekerja, sementara itu
keluarga yang perlu merawatnya juga kehilangan waktu dan tenaga, serta
terganggu aktivitas kesehariannya. Gangguan depresif yang serius akan merusak
hubungan antar orang termasuk dalam keluarga.
Dampaknya

adalah

Mengganggu

kehidupan

sosial

ekonomi,

meningkatkan angka ketidak hadiran di sekolah dan tempat kerja sehingga


produktivitas menurun. Menurut penelitian National Institute of Mental Health
(NIMH), di Amerika kehilangan 44 juta dollar setahun karena gangguan depresif.
Selain itu gangguan depresif juga mengganggu kehidupan berkeluarga serta dapat
menimbulkan gangguan emosional yang hebat sehingga dapat mengancam
keselamatan diri, orang lain, dan lingkungannya.
Gangguan depresif merupakan kondisi psikologik yang berasal dari
gangguan otak, mengubah cara pikir dan perasaan, mengubah perilaku sosial,
mengganggu rasa sehat pada fisik seseorang, seperti:
Letih tanpa bekerja apapun atau hanya sedikit beraktivitas
Malas bekerja ketika mengalami masalah serius
Kehilangan minat apapun yang mendalam dan berlangsung lama
Bermanifestasi sebagai gangguan fisik yang diwujudkan dalam bentuk
kunjungan ke dokter yang selalu berganti-ganti (shopping doctor)
Banyak penderita gangguan depresif tidak mendapatkan pengobatan tepat karena :
Gejalanya tak dikenali sebagai gangguan depresif dan lebih banyak dianggap
sebagai gangguan fisik sehingga diobati tanpa mempedulikan apa yang
mendasarinya

Penderita yang mengalami gangguan depresif karena hanya dianggap orang


malas, lemah, dan manja sehingga tidak dibawa ke pelayanan kesehatan
Adanya stigma dimasyarakat bahwa gangguan depresif adalah gangguan jiwa.
Penderita yang mengalami gangguan depresif tidak berdaya untuk mencapai
layanan kesehatan
Dengan diagnosis tepat, hampir 80% yang diobati menunjukkan perbaikan
suasana hati dan penyesuaian diri dengan situasi kehidupan.
DIAGNOSIS
Dalam klasifikasi Pedoman Diagnosis Gangguan Jiwa-III terbitan
Departemen Kesehatan, yang menganut klasifikasi WHO : ICD-X, digunakan
istilah gangguan jiwa dan tidak ada istilah penyakit jiwa. Pendekatan gangguan
jiwa adalah pendekatan sindrom atau kumpulan gejala, dalam hal ini sindroma
atau pola perilaku, atau psikologik seseorang yang secara klinik cukup bermakna
dan yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan atau hendaya di
dalam satu atau lebih fungsi penting dari manusia.
Berikut ini klasifikasi gangguan depresif menurut Pedoman Penggolongan
Diagnosis Gangguan Jiwa-III (PPDGJ-III, Departemen Kesehatan) :
Pedoman Diagnostik
F.32.0 Episode depresi ringan

Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama gangguan depresif


seperti tersebut diatas

Ditambah sekurang-kurangnya 2 dari 3 gejala lainnya (a) sampai (g)

Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya

Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2


minggu

Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial yang


dilakukannya

F 32.1 Episode depresi sedang

Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala utama gangguan depresif


seperti tersebut diatas

Ditambah sekurang-kurangnya 3 gejala lainnya (a) sampai (g)

Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya

Lamanya seluruh episode berlangsung sekurang-kurangnya sekitar 2


minggu

Menghadapi kesulitan nyata dalam meneruskan kegiatan dan kegiatan


sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga

F32.2 EPISODE DEPRESI BERAT TANPA GEJALA PSIKOTIK


Semua 3 gejala utama gangguan depresif harus ada
Ditambah sekurang-kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa diantaranya
harus berintensitas berat
Bila ada gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi psikometer) yang
mencolok, maka penderita mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk
melaporkan banyak gejalanya secara rinci.
Dalam hal demikian, penilaian secara menyeluruh terhadap episode gangguan
depresif berat masih dapat dibenarkan
Episode depresi biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan
tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka masih dibenarkan
untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu kurang dari 2 minggu
Sangat tidak mungkin penderita akan mampu meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan atau rumah tangga kecuali pada tarif yang sangat terbatas.

F32.3 EPISODE DEPRESI BERAT DENGAN GEJALA PSIKOTIK

Episode depresi berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 tersebut


diatas
Disertai waham, halusinasi atau stupor. Waham biasanya melibatkan ide
tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan penderita
merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfatorik
biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran
atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju
pada stupor

Jika diperlukan, waham atau halusisnasi dapat ditentukan sebagai serasi


atau tidak serasi dengan afek (mood congruent)

F.33 GANGGUAN DEPRESIF BERULANG

Gangguan ini bersifat dengan episode berulang dari :


o Episode depresif ringan (F32.0)
o Episode depresif sedang (F32.1
o Episode depresif berat(F32.2 dan F32.3)
Episode masing-masing rata-rata lamanya sekitar 6 bulan akan tetapi
frekuensinya lebih jarang dibandingkan dengan gangguan bipolar
Tanpa riwayat adanya episode tersendiri dari peninggian afek dan
hiperaktivitas yang memenuhi kriteria mania (F30.1 dan F30.2)
Namun kategori ini tetap harus digunakan jika ternyata ada episode
singkat dari peninggian afek dan hiperaktivitas ringan yang memenuhi
kriteria hipomania (F30.0) segera sesudah suatu episode depresi (kadangkadang tampaknya dicetuskan oleh tindakan pengobatan depresi)

Pemulihan keadaan biasanya sempurna di antara episode, namun sebagian


kecil penderita mungkin mendapat depresi yang akhirnya menetap,
terutama pada lanjut usia (untuk keadaan ini, kategori ini harus tetap
digunakan)

Episode masing-masing, dalam berbagai tingkat keparahan, seringkali


dicetuskan oleh peristiwa kehidupan yang penuh stres atau trauma mental
lain (adanya stres tidak esensial untuk penegakkan diagnosisi

F33.0 GANGGUAN GANGGUAN DEPRESIF BERULANG, EPISODE


KINI RINGAN

Untuk Diagnosis pasti :

Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33) harus dipenuhi dan


episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresi ringan
(F32.0), dan sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masingmasing selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa
gangguan afektif yang bermakna.

F33.1 GANGGUAN DEPRESIF BERULANG, EPISODE KINI SEDANG


Untuk Diagnosis pasti :

Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33) harus dipenuhi dan


episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresi sedang
(F32.0) , dan

Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing


selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa
gangguan afektif yang bermakna

F33.2 GANGGUAN DEPRESIF BERULANG, EPISODE KINI BERAT


TANPA GEJALA PSIKOTIK
Untuk Diagnosis pasti :

Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33,-) harus dipenuhi dan


episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresi berat
tanpa gejala psikotik (F32.2 ) dan

Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing


selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa
gangguan afektif yang bermakna.

F33.3 GANGGUAN DEPRESIF BERULANG, EPISODE KINI BERAT


DENGAN GEJALA PSIKOTIK
Untuk Diagnosis pasti :

Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33,-) harus dipenuhi dan


episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif berat
dengan gejala psikotik (F32.3) dan

Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing


selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa
gangguan afektif yang bermakna.

F33.4 GANGGUAN DEPRESIF BERULANG, KINI DALAM REMISI

Untuk Diagnosis pasti :

Kriteria untuk gangguan depresif berulang (F33,-) harus dipenuhi dan


episode sekarang seharusnya tidak memenuhi kriteria untuk episode
depresi dengan derajat keparahan apapun atau gangguan lain apapun
dalam F30 F39. dan

Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing


selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa
gangguan afektif yang bermakna.

Kriteria untuk gangguan depresi berulang (F33,-) harus dipenuhi dan


episode sekarang seharusnya tidak memenuhi kriteria untuk episode
depresi dengan derajat keparahan apapun atau gangguan lain apapun
dalam F30 F39 dan

Sekurang-kurangnya dua episode telah berlangsung masing-masing


selama minimal 2 minggu dengan sela waktu beberapa bulan tanpa
gangguan afektif yang bermakna.

TERAPI
1. Perawatan di rumah Sakit
Indikasi jelas untuk perawatan di rumah sakit adalah perlunya prosedur
diagnostik, resiko bunuh diri atau membunuh, dan penurunan jelas kemampuan
pasien dalam mendapatkan makanan atau tempat berlindung. Riwayat gejala yang
berkembang dengan cepat dan hancurnya sistem pendukung pasien juga
merupakan indikasi untuk perawatan di rumah sakit.
Depresi ringan atau hipomanik dapat secara aman diobati di tempat
praktik jika dokter memeriksa pasien secara sering. Tanda klinis gangguan
pertimbangan, penurunan berat badan, atau insomnia harus minimal. Sistem
pendukung pasien harus kuat, tidak terlibat terlalu banyak maupun tidak menjauhi
pasien. Pasien dengan gangguan mood sering kali tidak bisa ke rumah sakit secara
sukarela, sedangkan pasien depresif berat sering kali tidak mampu mengambil
keputusan karena pikiran mereka yang melambat, pandangan kata yang negatif,
dan putus asa. Pasien manik sering kali tidak memiliki sama sekali tilikan secara
lengkap tentang gangguan mereka sehingga perawatan di rumah sakit tampaknya
sangat menggelikan bagi mereka.
2. Terapi psikososial
Secara spesifik, beberapa data menyatakan bahwa farmakoterapi maupun
psikoterapi saja tidak efektif, sekurangnya pada pasien dengan episode depresif
berat yang ringan, dan bahwa penggunaan teratur terapi kombinasi menambah
biaya terapi dan memaparkan pasien dengan efek samping yang tidak diperlukan.
Tiga jenis terapi psikososial jangka pendek terapi kognitif, terapi interpersonal,
dan terapi perilaku- telah diteliti tentang manfaatnya di dalam pengobatan
gangguan depresif berat. Terapi kognitif bertujuan menghilangkan episode
depresif dan mencegah rekurennya dengan membantu pasien mengidentifikasi dan
uji kognitif negatif; mengembangkan cara berpikir alternatif, flekibel, dan positif;
melatih kembali respon kognitif dan perilaku yang baru.

Terapi interpersonal adalah efektif di dalam pengobatan gangguan depresif


berat dan mungkin, tidak mengejutkan, secara spesifik membantu menjawab
masalah interpersonal. Pada terapi perilaku, dengan memusatkan pada perilaku
maladaptif di dalam terapi, pasien belajar untuk berfungsi di dunia dengan cara
tertentu dimana mereka mendapatkan dorongan positif. Sementara itu, terapi
keluarga dapat dilakukan dengan indikasi jika gangguan membahayakan
perkawinan atau fungsi keluarga pasien atau jika gangguan mood adalah
dikembangkan atau dipertahankan oleh situasi keluarga.
3. Farmakoterapi
Pengobatan yang efektif dan spesifik (sebagai contoh, obat trisiklik) telah
tersedia untuk pengobatan gangguan depresif berat selama 40 tahun.penggunaan
farmakoterapi spesifik kira-kira menggandakan kemungkinan bahwa seorang
pasien yang terdepresi akan pulih dalam satu bulan. Beberapa masalah ada di
dalam pengobatan gangguan depresif berat; beberapa pasien tidak berespon
terhadap pengobatan pertama; semua antidepresan yang tersedia sekarang ini
memerlukan waktu tiga sampai empat minggu untuk menunjukkan efek terapeutik
yang bermakna, walaupun mungkin dapat mulai menunjukkan efeknya lebih
awal; dan, sampai belum lama ini, semua antidepresan yang tersedia adalah toksik
pada overdosis dan memiliki efek merugikan.
Tetapi sekarang, diperkenalkannya bupropion dan serotonin-specific
reuptake inhibitors (SSRIs) sebagai contoh, fluoxetine, paroxetine (paxil), dan
setraline (Zoloft)- memberikan klinisi obat yang jauh lebih baik ditoleransi
daripada obat yang sebelumnya tetapi sama efektifnya.
Indikasi utama untuk antidepresan adalah episode depresif berat. Gejala
pertama yang membaik adalah pola tidur dan makan yang terganggu, walaupun
mungkin hal tersebut mungkin kurang benar jika SSRIs digunakan dibandingkan
digunakan obat trisiklik. Agitasi, kecemasan, episode depresif, dan keputusasaan
adalah gejala selanjutnya yang membaik. Gejala sasaran lainnya adalah energi
yang rendah, konsentrasi yang buruk, ketidakberdayaan, dan penurunan libido.
Penggolongan Antidepresan

1. Antidepresan Klasik (Trisiklik & Tetrasiklik)

Mekanisme kerja : Obatobat ini menghambat resorpsi dari serotonin dan

noradrenalin dari sela sinaps di ujung-ujung saraf.


Efek samping :
Efek jantung ; dapat menimbulkan gangguan penerusan impuls jantung

dengan perubahan ECG, pada overdosis dapat terjadi aritmia berbahaya.


Efek anti kolinergik ; akibat blokade reseptor muskarin dengan
menimbulkan antara lain mulut kering, obstipasi, retensi urin, tachycardia,

serta gangguan potensi dan akomodasi, keringat berlebihan.


Sedasi
Hipotensi ortostatis dan pusing serta mudah jatuh merupakan akibat efek
antinoradrenalin,

hal

ini

sering

terjadi

pada

penderita

lansia,

mengakibatkan gangguan fungsi seksual.


Efek antiserotonin; akibat blokade reseptor 5HT postsinaptis dengan

bertambahnya nafsu makan dan berat badan.


Kelainan darah; seperti agranulactose dan leucopenia, gangguan kulit
Gejala penarikan; pada penghentian terapi dengan mendadak dapat timbul
antara lain gangguan lambung-usus, agitasi, sukar tidur, serta nyeri kepala
dan otot.

Obat-obat yang termasuk antidepresan klasik :


Imipramin

Dosis lazim : 25-50 mg 3x sehari bila perlu dinaikkan sampai maksimum

250-300 mg sehari.
Kontra Indikasi : Infark miokard akut
Interaksi Obat : anti hipertensi, obat simpatomimetik, alkohol, obat

penekan SSP
Perhatian : kombinasi dengan MAO, gangguan kardiovaskular, hipotensi,
gangguan untuk mengemudi, ibu hamil dan menyusui.

Klomipramin
Dosis lazim : 10 mg dapat ditingkatkan sampai dengan maksimum dosis
250 mg sehari.

Kontra Indikasi : Infark miokard, pemberian bersamaan dengan MAO,

gagal jantung, kerusakan hati yang berat, glaukoma sudut sempit.


Interaksi Obat : dapat menurunkan efek antihipertensi penghambat neuro
adrenergik, dapat meningkatkan efek kardiovaskular dari noradrenalin atau

adrenalin, meningkatkan aktivitas dari obat penekan SSP, alkohol.


Perhatian : terapi bersama dengan preparat tiroid, konstipasi kronik,
kombinasi dengan beberapa obat antihipertensi, simpatomimetik, penekan
SSP, anti kolinergik, penghambat reseptor serotonin selektif, antikoagulan,
simetidin. Monitoring hitung darah dan fungsi hati, gangguan untuk
mengemudi.

Amitriptilin

Dosis lazim : 25 mg dapat dinaikan secara bertahap sampai dosis

maksimum 150-300 mg sehari.


Kontra Indikasi : penderita koma, diskrasia darah, gangguan depresif

sumsum tulang, kerusakan hati, penggunaan bersama dengan MAO.


Interaksi Obat : bersama guanetidin meniadakan efek antihipertensi,
bersama depresan SSP seperti alkohol, barbiturate, hipnotik atau analgetik
opiate mempotensiasi efek gangguan depresif SSP termasuk gangguan

depresif saluran napas, bersama reserpin meniadakan efek antihipertensi.


Perhatian : ganguan kardiovaskular, kanker payudara, fungsi ginjal
menurun, glakuoma, kecenderungan untuk bunuh diri, kehamilan,
menyusui, epilepsi.

Lithium karbonat

Dosis lazim : 400-1200 mg dosis tunggal pada pagi hari atau sebelum tidur

malam.
Kontra Indikasi : kehamilan, laktasi, gagal ginjal, hati dan jantung.
Interaksi Obat : diuretik, steroid, psikotropik, AINS, diazepam, metildopa,

tetrasiklin, fenitoin, carbamazepin, indometasin.


Perhatian : Monitor asupan diet dan cairan, penyakit infeksi, demam,
influenza, gastroentritis.

2. Antidepresan Generasi ke-2

Mekanisme kerja :
o SSRI ( Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor ) : Obat-obat ini
menghambat resorpsi dari serotonin.
o NaSA ( Noradrenalin and Serotonin Antidepressants ): Obat-obat
ini tidak berkhasiat selektif, menghambat re-uptake dari serotonin
dan noradrenalin. Terdapat beberapa indikasi bahwa obat-obat ini
lebih efektif daripada SSRI.
Efek samping :
o Efek seretogenik; berupa mual ,muntah, malaise umum, nyeri
kepala, gangguan tidur dan nervositas, agitasi atau kegelisahan yang
sementara, disfungsi seksual dengan ejakulasi dan orgasme
terlambat.
o Sindroma serotonin; berupa antara lain kegelisahan, demam, dan
menggigil, konvulsi, dan kekakuan hebat, tremor, diare, gangguan
koordinasi. Kebanyakan terjadi pada penggunaan kombinasi obatobat generasi ke-2 bersama obat-obat klasik, MAO, litium atau
triptofan, lazimnya dalam waktu beberapa jam sampai 2-3 minggu.
Gejala ini dilawan dengan antagonis serotonin (metisergida,
propanolol).
o Efek antikolinergik, antiadrenergik, dan efek jantung sangat kurang
atau sama sekali tidak ada.
Obat-obat yang termasuk antidepresan generasi ke-2 :
Fluoxetin

Dosis lazim : 20 mg sehari pada pagi hari, maksimum 80 mg/hari dalam

dosis tunggal atau terbagi.


Kontra Indikasi : hipersensitif terhadap fluoxetin, gagal ginjal yang berat,
penggunaan bersama MAO.

Interaksi Obat : MAO, Lithium, obat yang merangsang aktivitas SSP, anti
depresan, triptofan, karbamazepin, obat yang terkait dengan protein

plasma.
Perhatian : penderita epilepsi yang terkendali, penderita kerusakan hati
dan ginjal, gagal jantung, jangan mengemudi / menjalankan mesin.

Sertralin

Dosis lazim : 50 mg/hari bila perlu dinaikkan maksimum 200 mg/hr.


Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap sertralin.
Interaksi Obat : MAO, Alkohol, Lithium, obat seretogenik.
Perhatian : pada gangguan hati, terapi elektrokonvulsi, hamil, menyusui,
mengurangi kemampuan mengemudi dan mengoperasikan mesin.

Citalopram
Dosis lazim : 20 mg/hari, maksimum 60 mg /hari.
Kontra indikasi : hipersensitif terhadap obat ini.
Interaksi Obat : MAO, sumatripan, simetidin.
Perhatian : kehamilan, menyusui, gangguan mania, kecenderungan bunuh
diri.
Fluvoxamine

Dosis lazim : 50mg dapat diberikan 1x/hari sebaiknya pada malam hari,

maksimum dosis 300 mg.


Interaksi Obat : warfarin, fenitoin, teofilin, propanolol, litium.
Perhatian : Tidak untuk digunakan dalam 2 minggu penghentian terapi
MAO, insufiensi hati, tidak direkomendasikan untuk anak dan epilepsi,
hamil dan laktasi.

Mianserin

Dosis lazim : 30-40 mg malam hari, dosis maksimum 90 mg/ hari


Kontra Indikasi : mania, gangguan fungsi hati.
Interaksi Obat : mempotensiasi aksi depresan SSP, tidak boleh diberikan

dengan atau dalam 2 minggu penghentian terapi.


Perhatian : dapat menganggu psikomotor selama hari pertama terapi,
diabetes, insufiensi hati, ginjal, jantung.

Mirtazapin

Dosis lazim : 15-45 mg / hari menjelang tidur.


Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap mitrazapin.
o Interaksi Obat : dapat memperkuat aksi pengurangan SSP dari
alkohol, memperkuat efek sedatif dari benzodiazepine, MAO.
Perhatian : pada epilepsi sindroma otak organic, insufiensi hati, ginjal,
jantung, tekanan darah rendah, penderita skizofrenia atau gangguan
psikotik lain, penghentian terapi secara mendadak, lansia, hamil, laktasi,
mengganggu kemampuan mengemudi atau menjalankan mesin.

Venlafaxine

Dosis lazim : 75 mg/hari bila perlu dapat ditingkatkan menjadi 150-250 mg

1x/hari.
Kontra Indikasi : penggunaan bersama MAO, hamil dan laktasi, anak <

18 tahun.
Interaksi Obat : MAO, obat yang mengaktivasi SSP lain.
Perhatian : riwayat kejang dan penyalahgunaan obat, gangguan ginjal atau
sirosis hati, penyakit jantung tidak stabil, monitor tekanan darah jika
penderita mendapat dosis harian > 200 mg.

4.Terapi Fisik dan Terapi Perubahan Perilaku


ELECTRO CONVULSIVE THERAPY ( ECT )
ECT adalah terapi dengan melewatkan arus listrik ke otak.
Metode terapi semacam ini sering digunakan pada kasus depresif berat
atau mempunyai risiko bunuh diri yang besar dan respon terapi dengan
obat antidepresan kurang baik.
Pada penderita dengan risiko bunuh diri, ECT menjadi sangat penting
karena ECT akan menurunkan risiko bunuh diri dan dengan ECT lama
rawat di rumah sakit menjadi lebih pendek.
Pada keadaan tertentu tidak dianjurkan ECT, bahkan pada
beberapa kondisi tindakan ECT merupakan kontra indikasi. ECT tidak
dianjurkan pada keadaan :

Usia yang masih terlalu muda ( kurang dari 15 tahun )


Masih sekolah atau kuliah
Mempunyai riwayat kejang
Psikosis kronik
Kondisi fisik kurang baik
Wanita hamil dan menyusui
Selain itu, ECT dikontraindikasikan pada : penderita yang
menderita epilepsi, TBC milier, tekanan tinggi intra kracial dan
kelainan infark jantung.
Depresif berisiko kambuh manakala penderita tidak patuh,
ketidaktahuan, pengaruh tradisi yang tidak percaya dokter, dan tidak
nyaman dengan efek samping obat. Terapi ECT dapat menjadi pilihan
yang paling efektif dan efek samping kecil.
Terapi perubahan perilaku meliputi penghapusan perilaku yang
mendorong terjadinya depresi dan pembiasaan perilaku baru yang
lebih sehat. Berbagai metode dapat dilakukan seperti CBT (Cognitive
Behaviour Therapy) yang biasanya dilakukan oleh konselor, psikolog
dan psikiater.

PROGNOSIS
Gangguan depresif berat bukan merupakan gangguan yang ringan.
Keadaan ini cenderung merupakan gangguan kronis, dan pasien cenderung
mengalami relaps. Pasien yang dirawat di rumah sakit untuk episode pertama
gangguan depresif berat memiliki kemungkinan 50 persen untuk pulih di dalam
tahun pertama. Persentasi pasien yang sembuh setelah perawatan di rumah sakit
menurun dengan berjalannya waktu, dan pada waktu lima tahun pasca perawatan
di rumah sakit, 10 sampai 15 persen pasien tidak pulih. Banyak pasien yang tidak
sembuh tetap menderita gangguan distimik. Rekurensi episode depresif berat juga
sering. Kira-kira 25 persen pasien mengalami suatu rekurensi dalam enam bulan
pertama setelah pulang dari rumah sakit, kira-kira 30 sampai 50 persen dalam dua

tahun pertama, dan kira-kira 50 sampai 75 persen dalam lima tahun. Insidensi
relaps adalah jauh lebih rendah daripada angka tersebut pada pasien yang
meneruskan terapi psikofarmakologis profilaksis dan pada pasien yang hanya
mengalami satu atau dua episode depresif. Pada umumnya, saat pasien mengalami
lebih banyak episode depresif, waktu antara episode memendek, dan keparahan
masing-masing episode meningkat.
Episode ringan, tidak adanya gejala psikotik, dan tinggal di rumah sakit
dalam waktu yang singkat adalah indikator prognostik baik. Indikator psikososial
perjalanan penyakit yang baik adalah riwayat persahabatan yang erat selama
remaja, fungsi keluarga yang stabil, dan fungsi sosial yang biasanya kokoh selama
lima tahun sebelum penyakit. Tanda prognostik baik tambahan adalah tidak
adanya gangguan psikiatrik komorbid, tidak adanya gangguan kepribadian, tidak
lebih dari satu kali perawatan di rumah sakit sebelumnya untuk gangguan depresif
berat, dan usia onset yang lanjut. Kemungkinana prognosis buruk meningkat oleh
adanya penyerta gangguan distimik, penyalahgunaan alkohol dan zat lain, gejala
gangguan kecemasan, dan riwayat lebih dari satu episode depresif sebelumnya.
Laki-laki lebih mungkin mengalami perjalanan penyakit yang secara kronis
mengganggu dibandingkan wanita.
Episode depresif yang tidak diobati berlangsung 6 sampai 13 bulan;
sebagian besar episode yang diobati berlangsung kira-kira 3 bulan. Menghentikan
antidepresan sebelum 3 bulan hampir selalu menyebabkan kembalinya gejala.
Saat perjalanan penyakit berkembang, pasien cenderung menderita episode
depresif yang lebih sering dan berlangsung lama.
Kira-kira 5 sampai 10 persen pasien dengan diagnosis awal gangguan
depresif berat menderita suatu episode manik 6 sampai 10 tahun setelah episode
depresif awal. Usia rata-rata untuk pergantian tersebut adalah 32 tahun, dan
keadaan ini sering terjadi setelah dua sampai empat episode depresif.

Daftar Pustaka
Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disordes. 4th edition. Washington
D.C; American Pschiatric Associated, 1994 : 662 665.
Davidson, Gerald C., 2006, Psikoloogi Abnormal, Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada
Durand, V. Mark, 2006, Psikologi Abnormal, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Kaplan H.I, Sadock B.J. Comprehensive Textbook of Psychiatry, Eight edition..
USA. 2005, 1559-1717.
Kaplan H.I, Sadock B.J, Greb J.A. Sinopsis Psikiatri. Ilmu Pengetahuan
Perilaku Psikiatri Klinis, Edisi ke-7. Hal : 777-849. Bina rupa Aksara, Jakarta.
1997.
Maslim, Rusdi, 2003, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Jakarta: Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya

Anda mungkin juga menyukai

  • Surat Lamaran Kerja
    Surat Lamaran Kerja
    Dokumen1 halaman
    Surat Lamaran Kerja
    Muhammad Arie Wibisono Rangkuti
    Belum ada peringkat
  • Kuliah Ulcer (KBK)
    Kuliah Ulcer (KBK)
    Dokumen27 halaman
    Kuliah Ulcer (KBK)
    Muhammad Arie Wibisono Rangkuti
    Belum ada peringkat
  • Skenario 2
    Skenario 2
    Dokumen14 halaman
    Skenario 2
    Muhammad Arie Wibisono Rangkuti
    Belum ada peringkat
  • Tatalaksana Syok Anafilktik
    Tatalaksana Syok Anafilktik
    Dokumen6 halaman
    Tatalaksana Syok Anafilktik
    Muhammad Arie Wibisono Rangkuti
    Belum ada peringkat
  • Geno Gram
    Geno Gram
    Dokumen3 halaman
    Geno Gram
    Muhammad Arie Wibisono Rangkuti
    Belum ada peringkat
  • EKSKRESI Dan Sekresi
    EKSKRESI Dan Sekresi
    Dokumen9 halaman
    EKSKRESI Dan Sekresi
    Muhammad Arie Wibisono Rangkuti
    Belum ada peringkat
  • Plant Survey
    Plant Survey
    Dokumen9 halaman
    Plant Survey
    Muhammad Arie Wibisono Rangkuti
    Belum ada peringkat
  • Plant Survey
    Plant Survey
    Dokumen9 halaman
    Plant Survey
    Muhammad Arie Wibisono Rangkuti
    Belum ada peringkat
  • Kirim Ke Bang Bayu
    Kirim Ke Bang Bayu
    Dokumen45 halaman
    Kirim Ke Bang Bayu
    Muhammad Arie Wibisono Rangkuti
    Belum ada peringkat
  • RumahSehat
    RumahSehat
    Dokumen1 halaman
    RumahSehat
    Muhammad Arie Wibisono Rangkuti
    Belum ada peringkat
  • MINI PROJECT
    MINI PROJECT
    Dokumen22 halaman
    MINI PROJECT
    Muhammad Arie Wibisono Rangkuti
    Belum ada peringkat
  • Penyuluhan TB Paru
    Penyuluhan TB Paru
    Dokumen13 halaman
    Penyuluhan TB Paru
    Muhammad Arie Wibisono Rangkuti
    Belum ada peringkat
  • Surat Kepolisian PHI
    Surat Kepolisian PHI
    Dokumen3 halaman
    Surat Kepolisian PHI
    Muhammad Arie Wibisono Rangkuti
    Belum ada peringkat
  • SM - Wrap Up
    SM - Wrap Up
    Dokumen20 halaman
    SM - Wrap Up
    Muhammad Arie Wibisono Rangkuti
    Belum ada peringkat
  • Gga GGK
    Gga GGK
    Dokumen22 halaman
    Gga GGK
    Muhammad Arie Wibisono Rangkuti
    Belum ada peringkat
  • Refrat Konjungtivitis
    Refrat Konjungtivitis
    Dokumen20 halaman
    Refrat Konjungtivitis
    Muhammad Arie Wibisono Rangkuti
    Belum ada peringkat
  • Referat DM
    Referat DM
    Dokumen15 halaman
    Referat DM
    Muhammad Arie Wibisono Rangkuti
    Belum ada peringkat
  • Estimasi Pengeluaran
    Estimasi Pengeluaran
    Dokumen1 halaman
    Estimasi Pengeluaran
    Muhammad Arie Wibisono Rangkuti
    Belum ada peringkat
  • Journal Reading
    Journal Reading
    Dokumen16 halaman
    Journal Reading
    Muhammad Arie Wibisono Rangkuti
    Belum ada peringkat
  • Jurnal
    Jurnal
    Dokumen13 halaman
    Jurnal
    Muhammad Arie Wibisono Rangkuti
    Belum ada peringkat
  • Refrat Gangguan Mood
    Refrat Gangguan Mood
    Dokumen26 halaman
    Refrat Gangguan Mood
    Muhammad Arie Wibisono Rangkuti
    Belum ada peringkat
  • Airway Management in ICU Manajemen Saluran Napas
    Airway Management in ICU Manajemen Saluran Napas
    Dokumen56 halaman
    Airway Management in ICU Manajemen Saluran Napas
    Muhammad Arie Wibisono Rangkuti
    Belum ada peringkat
  • TOR Ta'lim
    TOR Ta'lim
    Dokumen1 halaman
    TOR Ta'lim
    Muhammad Arie Wibisono Rangkuti
    Belum ada peringkat
  • Patient Monitor & Post Anesthesia Care Reza
    Patient Monitor & Post Anesthesia Care Reza
    Dokumen26 halaman
    Patient Monitor & Post Anesthesia Care Reza
    Muhammad Arie Wibisono Rangkuti
    Belum ada peringkat
  • Manajemen Jalan Nafas
    Manajemen Jalan Nafas
    Dokumen55 halaman
    Manajemen Jalan Nafas
    rmurtia
    83% (6)
  • Komplikasi DM
    Komplikasi DM
    Dokumen9 halaman
    Komplikasi DM
    Tania Azhari
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Muhammad Arie Wibisono Rangkuti
    Belum ada peringkat
  • Pemuki Man
    Pemuki Man
    Dokumen23 halaman
    Pemuki Man
    Bannun Tahtoh
    Belum ada peringkat
  • Mengubah Pertanyaan Berikut Menjadi Pertanyaan Terbuka
    Mengubah Pertanyaan Berikut Menjadi Pertanyaan Terbuka
    Dokumen1 halaman
    Mengubah Pertanyaan Berikut Menjadi Pertanyaan Terbuka
    Muhammad Arie Wibisono Rangkuti
    Belum ada peringkat