Anda di halaman 1dari 4

Model Evaluasi

Sudah banyak ahli-ahli evaluasi yang mengembangkan berbagai model evaluasi program yang dapat
Anda manfaatkan untuk mengevaluasi program pembelajaran.
1. Model evaluasi yang berorientasi pada tujuan (Objective-oriented evaluation approach. Contoh: model
Tyler, model diskrepansi Provus, model evaluasi kubus, model logic dan sebagainya.
2. Model evaluasi yang berorientasi pada manajemen (Management-oriented evaluation approach).
Contoh: model CIPP Stufflebeam dan model evaluasi UCLA dari Alkin.
3. Model evaluasi yang berorientasi pada konsumer (Consumer-oriented evaluation approach). Contoh:
Model evaluasi formative-sumative dari Scriven.
4. Model evaluasi yang berorientasi pada partisipan (Participant-oriented evaluation approach). Contoh:
model evaluasi Stake
Pemilihan model evaluasi sangat tergantung pada permasalahan evaluasi yang ingin Anda pecahkan,
karakteristik, dan tujuan program yang Anda evaluasi.

Kajian Pustaka, Kerangka Pikir, Pertanyaan Evaluasi, dan Kriteria Evaluasi


Untuk menyelesaikan permasalahan yang telah dirumuskan dalam evaluasi program diperlukan kajian
pustaka baik berupa teori yang mendukung maupun hasil evaluasi yang telah dilakukan oleh evaluator
sebelumnya terkait dengan evaluasi yang dilakukan. Kajian pustaka bertujuan untuk:
1. Membantu konseptualisaasi masalah
2. Menentukan variable yang terkait dengan
permasalahan yang dievaluasi
3. Membantu memahami hubungan antar variable yang
dievaluasi
4. Menemukan hasil-hasil evaluasi sejenis yang
telah dilakukan oleh evaluator terdahulu.
5. Menghubungkan masalah yang dievaluasi dengan
teori, alasan-alasan dan penjelasan-penjelasan
yang ada.
6. Memperoleh informasi tentang bagaimana suatu
evaluasi harus dilakukan.
7. Menemukan metode yang lebih efisien untuk
melakukan suatu evaluasi
8. Meletakkan konseptualisasi masalah dalam dalam
studi sebelumnya serta menunjukkan bagaimana
masalah berkaitan dengan kecenderungan yang
terjadi di masa yang akan datang.
9. Menentukan criteria keberhasilan evaluasi.
Setelah menyusun kajian pustaka dan mencermati hasil evaluasi yang telah dilakukan oleh evaluator
terdahulu, hal tersebut dapat diambil intisarinya untuk membuat kerangka berpikir. Kerangka pikir
merupakan intisari dari teori yang telah dikembangkan yang dapat mendasari perumusan hipotesis.
Dalam evaluasi program suatu hipotesisi boleh ada dan juga boleh tidak ada. Kerangka pikir yang
disusun secara logis dapat digunakan untuk memecahkan masalah atau menjawab sementara
pertanyaan evaluasi.
Pada dasarnya suatu evaluasi dialkasanakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan evaluasi yang
dimunculkan. Menurut Cronbach ada 2 fase untuk menyusun pertanyaan evaluasi yaitu fase divergen
dan fase konvergen. Fase divergen merupakan fase penyusunan pertanyaan yang komprehensif. Fase
konvergen merupakan fase pemilihan pertanyaan evaluasi yang paling penting dan paling diperlukan.
Dengan adanya pertanyaan evaluasi maka evaluator akan dapat dengan mudah menyusun criteria
evaluasi. Kriteria evaluasi merupakan batas bawah atau batas minimal yang harus dicapai oleh suatu
program. Kriteria keberhasilan evaluasi dapat ditentukan berdasar kebijakan, buku pedoman
pelaksanaan, teori-teori yang terkait dengan hal yang dievaluasi, penelitian atau evaluasi yang telah
dilakukan oleh peneliti atau evaluator terdahulu, atau berdaarkan kesepakatan ahli.

INSTRUMEN
Pada inisiasi 5 ini Anda akan kami ajak untuk mendiskusikan hal-hal yang berhubungan dengan
instrumen evaluasi. Instrumen merupakan alat ukur yang akan digunakan untuk mengumpulkan
informasi. Agar informasi yang diperoleh adalah informasi yang tepat maka instrumen harus ditulis
dengan baik sesuai dengan aturan penulisan instrumen. Ada dua syarat yang harus dipenuhi oleh suatu
alat ukur agar dapat menghasilkan informasi yang tepat. Kedua syarat tersebut adalah valid dan reliabel.
Masih ingatkan Anda apa yang dimaksud dengan instrumen yang valid dan reliabel ? Validitas dan
reliabilitas menjadi issue sentral dalam pengembangan instrumen. Untuk instrumen tes hasil belajar maka
validitas isi menjadi issue utama. Tinggi rendahnya validitas isi suatu instrumen tes tidak ditentukan
berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan analisis statistika tetapi ditentukan berdasarkan
pertimbangan para ahli (expert judgement). Validitas isi suatu tes dikatakan tinggi jika isi tes dapat
menggambarkan kerepresentativan keseluruhan materi tes yang telah diajarkan. Kerepresentativan
materi dapat dengan mudah dilihat dari kisi-kisi. Yang tidak kalah penting adalah tes yang dikembangkan
harus sesuai dengan kisi-kisi dan dikonstruksi dengan baik sesuai dengan tata tulis tes yang baik. Jika
instrumen dimaksudkan untuk mengukur suatu konstruk teori misalnya pola kepemimpinan kepala
sekolah, sikap siswa terhadap aturan tata tertip sekolah, kepuasan siswa terhadap layanan sekolah maka
instrumen tersebut harus memiliki validitas konstruk yang tinggi. Validitas konstruk suatu instrumen dapat
diperoleh dengan analisis statistik berdasar konstruk teori yang digunakan sebagai dasar dalam
pengembagan instrumen.
Reliabilitas instrumen dapat diperoleh melalui tiga cara. Pertama, dengan teknik test-retest yang
dioeroleh dengan cara menguji 1 set instrumen dua kali pada sampel yang sama dan hasilnya
dikorelasikan. Kedua, dikembangkan dua set instrumen yang paralel, diujikan pada dua sampel yang
mempunyai karakteristik sama, dan hasilnya dikorelasikan. Ketiga, 1 set instrumen diujikan pada satu
kelompok sampel, respon butir ganjil dikorelasikan dengan respon butir genap. Jika korelasinya tinggi
maka reliabilitas instrumen tersebut adalah tinggi. Instrumen yang digunakan untuk memperoleh
informasi dapat berupa tes, angket (kuesioner), pedoman wawancara, atau pedoman pengamatan.

Anda mungkin juga menyukai