BAB I
PENDAHULUAN
Kelompok
Hal 1
Di Indonesia, breksi gunungapi yang diangkut oleh air dikenal sebagai lahar
(Bammelen dalam Alzwar dkk, 1988), yang sama artinya dengan aliran rombakan bahan
gunungapi (volcanic debris flow), atau massa campuran rombakan bahan gunungapi dan air
yang mengalir. Lahar dapat diartikan sebagai aliran campuran bahan rombakan gunungapi
dan air dan endapan yang dihasilkan aliran campuran tersebut. Bates & Jackson (1987)
mendefinisikan lahar sebagai aliran lumpur terutama terjadi dari material vulkaniklastik pada
lereng gunungapi. Fragmen-fragmen yang terbawa meliputi piroklastik, tanah dan lava
tercampur dengan air hujan atau air danau kawah yang tercurah selama ledakan. Lahar terjadi
mengikuti turunnya hujan lebat dan alirannya melalui lembah-lembah dan daerah rendah.
Lahar dapat pula terjadi pada waktu letusan dengan tumpahnya danau kawah atau
mcncairnya salju di puncak gunungapi. Lahar mempunyai berat jenis antara 2 2,5 gr/cc dan
dapat menempuh kecepatan sekitar 40 60 km/jam sehingga jika mengalir sangat berbahaya,
mampu menyeret bermacam-macam ukuran batuan, mampu merusak segala sesuatu baik itu
batuan atau bangunan ataupun kawasan yang di lewatinya (Sumintaredja, 2000). Ilustrasi
terjadinya aliran lava dapat dilihat pada Gambar 1.1 berikut
Gambar
1.
sumber : http://volcan
oes.usgs.gov/hazards/index.php,
Setiap letusan gunungapi menghasilkan banyak abu dan material lepas lainnya yang
berakumulasi di lereng dan lembah-lembahnya yang cukup tebal. Bila hujan lebat turun di
daerah puncak pada saat ataupun sesudah letusan, maka air hujan bercampur dengan
material-material tersebut berubah menjadi lahar tersebut dapat mengangkut blok-blok lava
yang sangat besar dan seolah-seolah terapung dibagian atas aliran lahar tesebut.
Kelompok
Hal 2
Kecepatannya tergantung pada volume dan viskositas lumpur, kelerengan dan kekasaran
daerah yang dilaluinya (Hadisantono, dkk 1997).
Menurut Alzwar dkk (1988), perbedaan antara lahar dengan endapan sungai vulkanikklastik terdapat pada kandungan batuan, sifat fisik dan pemilahannya, di mana lahar
umumnya mempunyai kandungan lempung lebih banyak di samping bongkah batuan yang
melimpah. Lahar jarang sekali membentuk perlapisan dalam (internal layering). Endapan
akan melimpah keluar lembah, mempunyai ketebalan besar dan endapan lahar mempunyai
bentuk permukaan datar. Endapan lahar juga jarang sekali memperlihatkan sifat mengerosi
batuan dasarnya, yang merupakan sifat khas lainnya dari endapan lahar, sehingga dapat
digunakan sebagai dasar pembedaan dengan endapan berbutir kasar lainnya. Lahar yang
mempunyai batuan sejenis berasal dari letusan langsung gunungapi, sedangkan jika
batuannya tidak sejenis, dapat diduga bahwa lahar tersebut berasal dari runtuhan dinding
kawah atau longsoran bahan rombakan gunungapi pada lereng gunungapi yang curam yang
telah terkena air hujan dengan intensitas yang cukup tinggi. Secara genetik, lahar dibedakan
menjadi lahar letusan (lahar primer) dan lahar hujan (lahar sekunder). Lahar letusan
dihasilkan oleh letusan gunungapi yang mempunyai danau kawah, sedangkan lahar hujan
disebabkan oleh campuran piroklastik yang telah terendapkan dan air hujan.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan dahsyatnya banjir lahar di kawasan barat
Merapi, di antaranya adalah karakteristik endapan material vulkanik di sisi barat
Merapi yang lebih ringan dan tingginya intensitas curah hujan di kawasan Merapi. Kawasan
barat Merapi banyak menyimpan material Merapi yang lebih ringan. Dampak dari dominasi
aliran hujan abu ke arah barat ini menyebabkan di kawasan barat Merapi lebih banyak
menyimpan material piroklastik ringan hasil letusan yang berarah vertikal seperti material
abu, pasir dan kerikil. Berbeda dari kondisi endapan material di kawasan barat Merapi, maka
karakteristik material yang terendapkan di kawasan selatan Merapi relatif lebih berat. Ini
disebabkan karena endapan material erupsi kawasan selatan Merapi lebih banyak dikontrol
oleh tumpahan material piroklastik panas sehingga karakteristik materialnya berukuran lebih
besar seperti pasir, kerikil, kerakal, dan bongkahan batu besar (Daryono, 2011).
Kelompok
Hal 3
BAB II
METODE PENELITIAN
Metode penelitian mengenai DAS sungai di sektar lereng merapi adalah dengan
menggunakan data sekunder dari jurnal serta data penelitian terdahulu dari beberapa peneliti.
II.1. Metode Penelitian
Studi Pustaka
Metode
studi
pustaka
dilakukan
dengan
pengambilan
sumber-sumber
laporandari berbagai buku, yang ada diperpustakaan kampus serta e-book dan artikel-artikel
yang ada di Internet.
Menguraikan
teori-teori
yang
digunakan
sebagai
dasar
pemecahan
Kelompok
Hal 4
BAB III
Kelompok
Hal 5
PEMBAHASAN
III.1 Pembahasan
Gunung merapi telah mengalami beberapa kali letusan. Dalam beberapa sumber
tercatat letusan gunung merapi terjadi pada tahun 1930, 1969, 1970, 1971, 1974, 1976, 1988,
dan 1993 yang mengakibatkan korban jiwa 29 orang dan kerugian 298 rumah rusak, 242.8
hektar persawahan rusak dan kematian hewan ternak yang diakibatkan oleh aliran lava, awan
panas, dan endapan piroklastik.
Kelompok
Hal 6
1. Kali Putih
Kali Putih merupakan 1 dari 5 kali yang menjadi tempat terkonsentrasinya aliran lahar
Merapi. Kali putih termasuk daerah berbahaya dengan tebing yang curam. Hal ini men
yebabkan kali putih memiliki tingkat erosi yang tinggi. Selain itu adanya penambangan
batupasir akan mempercepat proses penggerusan di kawasan kali Putih.
Tubuh sungai kali Putih berkelok-kelok dengan lembahnya yang berbentuk V dan U
bersusun dan tanggul alam dari endapan pasir. Berdasarkan permodelan DAS, Kali putih
berbentuk alluvial fan dengan endapan lahar, debu, piroklastik dan batuan induk pada dasar
sungai yang dangkal. Kali putih memiliki luas daerah bahaya sebesar 78.6 km 2 di dua
kecamatan yaitu Srumbung dan Salam.
Kali putih yang terletak di bagian barat lereng Merapi dibagi menjadi 3 area vertikal
yaitu Steep slope yang mencakup bagian puncak gunung merapi dengan kelerengan terjal,
yang masih mengeluarkan material lava, abu dan awan panas. Bgian Middle slope atau
lembah bagian bawah tempat terkonsentrasinya endapan erupsi gunung merapi. Bagian lower
slopeyang memiliki kelerengan landai.
Data Debris Flow Lahar Merapi Kali Putih
Tahun 1970 3.58 103 m3
Tahun 1976 1.457 x 103 m3
Tahun 1977 124 x 103 m3
Jumlah produksi sedimen di kali putih adalah 6060 x 103 m3 pada elevasi 600 m di
atas permukaan laut.
Kelompok
Hal 7
Daya tampung kali putih 6060 x 103 m3ditambah denghan sungia-sungai di sekitarnya
yaitu sungai Woro, Bebeng, Sungai Gendol, Sungai Kuning, Sungai Pabelan, Sungai senowo,
Sungai Trising, dan Sungai Boyong total daya tampungnya sebesar 56.802 x 10 3 m3. Dari
hasil tersebut, diketauhi bahwa kapasitas sungai yang ada di sekitar lereng merapi tuidak
dapat menampung muntahan material erupsi gunung api yang mencapai 200 juta m 3 pada
tahun 2010
2. Kali Gendol
Kondisi alam disekitar Gunung Merapi mempunyai periode musim hujan selama
kurang lebih enam bulan.
Tingginya curah hujan di wilayah Merapi berpotensi terbentuknya banjir limpasan,
sehingga air yang melimpas pada tepi sungai akan berdampak sebuah bencana banjir yang
dapat memakan korban jiwa.
Banjir yang diakibatkan intensitas hujan tinggi pada DAS Kali Gendol mengakibatkan
akses jalan utama sering terganggu. Semakin kecilnya kapasitas tampang sungai dan
terdapatnya bangunanbangunan liar di sepanjang sungai Kali Gendol merupakan salah satu
faktor terjadinya banjir yang berdampak pada aktifitas penduduk menjadi terhambat.
Daerah aliran sungai (DAS) Kali Gendol, tepatnya pada penampang tersempit terdapat
jalur alternatif penghubung antar kota yaitu di Desa Sindumartani, Kecamatan Ngemplak,
Kabupaten Sleman, D.I.Yogyakarta. daerah yang diteliti meliputi daerah Plumbon, Pajangan,
dan Kejambon. Kali Gendol mengalir ke arah tenggara dengan panjang sungai 14,3 km
memiliki luas DAS 9,34 km2 yang berpotensi mengalami banjir lahar dingin akibat letusan
gunung Merapi.
Kelompok
Hal 8
Pada data sekunder yang di ambil dari jurnal Analisis Debit Banjir Rancangan Dan
Kapasitas Tampung Sungai Kali Gendol Antara Plumbon sampai Kejambon. Di dapatkan
hasil curah hujan rancangan berdasarkan data curah hujan harian yang mempengaruhi DAS
Kali Gendonl.
Tabel III.1 Data Daerah Aliran Sungai
No
Nama
1
2
3
4
5
6
Luas DAS
Panjang Sungai
Elevasi Hulu
Elevasi Hilir
Beda tinggi sungai
Kemiringan
Simbol
DAS
Gendol
A (km)
9.3400
L (km)
14.2910
El.Hu (km) 1.1669
El.Hi (km) 0.2656
H (km)
0.9013
S
0.0631
Hilir
Hilir
Hilir
Plumbon
6.8301
12.2910
1.1669
0.3806
0.7863
0.0640
Pajangan
7.6544
13.0120
1.1669
0.3359
0.8310
0.0639
Kejambon
8.5562
14.1910
1.1669
0.2934
0.8735
0.0616
Sungai
Setelah mendapatkan nilai curah hujan rancangan perlu adanya penentuan Banjir
rancangan, guna mendapatkan hasil yang menunjukan cara mengetahui penyebab terjadinya
banjir di sekitar wilayah Kali Gendol. Di lakukan perhitungan dengan menggunakan 2
Kelompok
Hal 9
metode yaitu Hasper dan Metode Rasional. Metode Hasper digunakan pada luas DAS < 300
km2
Metode Rasional dapat menggambarkan hubungan antara debit dengan besarnya
curah hujan untuk DAS dengan luas sampai 300 km2. Pada penelitian ini koefisien limpasan
(C) diperlukan olah data jenis penggunaan lahan tanah untuk setiap desa di daerah DAS Kali
Gendol yaitu Desa Glagaharjo, Kepuharjo, Wukirsari, Umbulharjo dan Sindumartani. Dan di
daptkan hasil perhitungan koefisien limpasan DAS Kali Gendol didapatkan nilai C
6,2473/9,34 = 0,6689.
Setelah di dapatkan hasil Banjir rancangan menggunakan 2 metode di masukanlah
data-data tersebut kedalam perhitungan tampang. Perhitungan kapasitas tampang sungai
dilakukan guna mendapatkan hasil seberapa besar air mengisi kedalaman serta sebrapa cepat
debit yang mengalir.
Profil
Luas
Kel. Basah
[A]
[P]
[A]/[P]
769.070
124.3600
6.1842
0.04
378.390
604.410
236.310
631.970
566.540
603.220
765.169
115.8100
168.1900
129.2900
127.3900
124.6300
114.6400
5.2190
1.4050
4.8880
4.4473
4.8401
6.6745
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
342.460
122.900
2.7865
505.540
531.460
540.160
947.010
926.880
774.030
714.700
611.790
203.010
637.820
600.950
744.020
735.930
765.070
111.320
107.980
122.830
123.850
125.890
120.240
116.440
110.000
126.410
106.030
98.620
112.000
122.650
118.870
4.5413
4.9218
4.3976
7.6464
7.3626
6.4374
6.1379
5.5617
1.6060
6.0155
6.0936
6.6430
6.0002
6.4362
P.111
1758.700
271.500
P.110
1804.650
264.620
P.307
P.306
PB.DAM
P.304
Plumbon
P.303
P.302
P.301
P.215
P.214
P.213
P.212
P.211
P.210
P.209
P.208
Pajangan
P.207
PJ.DAM
P.205
P.204
P.203
P.202
P.201
Kelompok
Elv.dasar
Jarak
Kemiringan
(m)
(m)
377.880
380.560
371.738
368.624
367.669
367.297
30
20
20
30
50
50
0.04
348.210
200
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
343.330
341.370
339.690
336.560
335.740
334.950
333.240
332.350
335.940
331.070
325.720
324.810
322.380
320.810
50
25
25
50
50
50
50
50
25
25
50
50
50
50
6.4777
0.04
304.260
450
6.8198
0.04
302.500
25
Hal 10
Q profil
[S]
Kec.
Aliran
[V]
0.0170
0.1340
0.4411
0.1038
0.0191
0.0074
9.8074
11.4801
47.8222
21.7822
9.8861
7.6444
5927.704
2712.871
30222.196
12340.500
5963.499
5849.224
0.0976
0.0784
0.0672
0.0626
0.0164
0.0158
0.0342
0.0178
0.1436
0.1948
0.1070
0.0182
0.0486
0.0314
21.4184
20.2543
17.3955
24.2773
12.1167
10.8745
15.4989
10.4702
12.9920
36.4962
27.2823
11.9185
18.1986
15.3282
10827.844
10764.325
9396.347
22990.801
11230.704
8417.160
11077.062
6405.586
2637.497
23277.993
16395.291
8867.572
13392.879
11727.136
0.0704
23.8547
43049.311
[A].[V]
P.109
P.108
Kejambon
P.107
P.106
P.105
P.104
P.103
P.102
JB.DAM
P.100
1540.320
1143.540
936.190
851.110
860.790
860.790
883.910
580.630
94.620
617.670
249.260
256.160
263.340
242.060
228.660
228.660
234.060
231.010
156.020
227.680
6.1796
4.4642
3.5551
3.5161
3.7645
3.7645
3.7764
2.5134
0.6065
2.7129
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
0.04
300.960
301.390
299.820
298.080
295.820
295.040
294.240
294.770
293.420
289.924
50
50
50
50
50
50
50
50
25
50
0.0308
0.0086
0.0314
0.0348
0.0452
0.0156
0.0160
0.0106
0.0540
0.0699
14.7748
6.2856
10.3190
10.7838
12.8622
7.5563
7.6687
4.7582
4.1624
12.8588
22757.885
7187.877
9660.515
9178.191
11071.619
6504.354
6778.422
2762.728
393.842
7942.512
Hasil menunjukan bahwa penampang tersepit berada di daerah Kejambon yaitu JB.DAM
dengan nilai debit tampang sebesar 393,842 m3/dt.
Dari perhitungan didapatkan hasil bahwa di DAS Kali Gendol terjadi perubahan
tampang akibat endapan sedimen letusan Gunung Merapi tahun 2006-2013. Perubahan
bentuk tampang berdampak pada kapasitas tampang sungai yang tidak maksimal dalam
menampung debit banjir, terutama pada penampang di daerah Kejambon.
Salah satu yang mengakibatkan terjadinya banjir adalah tidak cukupnya kapasitas
tampang sungai dalam menampung debit banjir. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa
kapasitas tampang terkecil pada daerah Kejambon. Dengan hasil perhitungan kapasitas
tampang sungai Kali Gendol dari daerah Plumbon sampai Kejambon masih dapat mencukupi
debit banjir rancangan sampai kala ulang 200 tahun. Kemungkinan terjadinya limpasan
dikarenakan debit banjir rancangan melebihi kala ulang 200 tahun.
Kondisi di daerah aliran sungai Kali Gendol terdapat banyaknya sedimen dan
bangunan bangunan liar. Mengendapnya sedimen yang dihasilkan erupsi Merapi tahun 2006
- 2013 mengakibatkan perubahan bentuk penampang disepanjang sungai Kali Gendol,makap
erlu dilakukan normalisasi sungai sesegera mungkin agar profil penampang sungai dapat
menampung debit banjir secara maksimal sesuai dengan perencanaan.
Gunung berapi atau gunung api adalah bentuk timbunan (kerucut dan lainnya)
dipermukaan bumi yang dibangun oleh tibunan rempah letusanatau tempat munculnya batuan
lelehan atau magma/rempah lepas/gas yang berasal dari dalam bumi (Nur Isnainiati dkk,
2012). Dalam buku Manajemen Bencana disebutkan upaya-upaya mitigasi bencana gunung
berapi, yaitu:
a. Pemantauan, aktivitas gunung api dipantau selama 24 jam menggunakan alat
pencatat gempa (seismograf).
b. Tanggap Darurat, yaitu mengevaluasi laporan dan data, membentuk tim Tanggap
Darurat, mengirimkan tim ke lokasi, melakukan pemeriksaan secara terpadu.
Kelompok
Hal 11
c. Pemetaan, Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung berapi dapat menjelaskan jenis
dan sifat bahaya gunung berapi, daerah rawan bencana, arah penyelamatan diri,
lokasi pengungsian, dan pos penanggulangan bencana.
d. Penyelidikan gunung berapi menggunakan metoda Geologi, Geofisika, dan
Geokimia atau ilmu-ilmu terapan yang dapat diaplikasikan pada bencana terkait.
e. Sosialisasi, petugas melakukan sosialisasi kepada Pemerintah Daerah serta
masyarakat terutama yang tinggal di sekitar gunung berapi.
Dengan meneliti data-data sekunder yang di dapat, bahwa penyebab terjadinya banjir
yang ada di sekitas sunagi Kali putih dan Kali Gendol adalah material yang banyak dengan
kapasitas tampang yang kecil serta kecepatan debit aliran sungai yang besar. Dengan
mengetahui hal tersebut, perlu adanya kajian ulang untuk mengatisipasi atau mitigasi lanjut
yang dapat mengurangi dampak yang di timbulkan.
BAB IV
PENUTUP
IV.1 Kesimpulan
Beradasarkan analisa data sekunder di dapatkan data daerah aliran Sungai di sektitar
lereng gunung Merapi sebagai berikut:
1. Kali putih memiliki luas daerah bahaya sebesar 78.6 km2 di dua kecamatan yaitu
Srumbung dan Salam.
2. Kali putih memiliki debit aliran sungai dengan daya tampung sedimen 6.060 x 10 3
m3. Total daya tamping dari beberapa sungai yaitu sebesar 56.802 x 103 m3. Yang
menunjukan tidak dapat menampung muintahan lahar merapi.
3. DAS Kali Gendol didapatkan nilai C 6,2473/9,34 = 0,6689.
4. Penampang tersempit di Kali Gendol berada di daerah Kejambon yaitu JB.DAM
dengan nilai debit tampang sebesar 393,842 m3/dt.
5. Dengan hasil perhitungan kapasitas tampang sungai Kali Gendol dari daerah
Plumbon sampai Kejambon masih dapat mencukupi debit banjir rancangan
sampai kala ulang 200 tahun.
IV.2 Saran
Kelompok
Hal 12
Dengan adanya perubahan bentuk penampang disepanjang sungai Kali Gendol serta
Kali putih karena mengendapnya sedi,em dari merapi, maka perlu dilakukan normalisasi
sungai sesegera mungkin agar profil penampang sungai dapat menampung debit banjir secara
maksimal sesuai dengan perencanaan.
.Dengan mengetahui hal tersebut, perlu adanya kajian ulang untuk mengatisipasi atau
mitigasi lanjut yang dapat mengurangi dampak yang di timbulkan.
Kelompok
Hal 13