Oleh:
PPDH Angkatan II 2014/2015
Anisa Hasby Fauzia, SKH
Dwida Rahmadani, SKH
Ika Septiana Anggun Puspita, SKH
B94144204
B94144212
B94144221
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh:
PPDH Angkatan II 2014/2015
Anisa Hasby Fauzia, SKH
B94144205
Dwida Rahmadani, SKH
B94144234
Ika Septiana Anggun Puspita, SKH B94144235
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Pembimbing Lapang
Mengetahui,
Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan FKH IPB
Tanggal pengesahan:
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga kegiatan dan penulisan laporan
Program Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH) tahap luar kampus bidang
magang profesi pilihan di Klinik Hewan dan Akupuntur Gustav Vet dapat
terselesaikan dengan baik. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 7 Desember
2015-2 Januari 2016.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada:
1. Pimpinan Rumah Sakit Hewan Jakarta (RSHJ).
2. Drh Husnul Hamdi selaku dokter pembimbing atas masukan, waktu, arahan,
ilmu, dan bimbingannya.
3. Drh R Harry Soehartono, MAppSc, PhD selaku dosen pembimbing atas
bimbingan, ilmu, serta saran dan kritik yang diberikan dalam menyelesaikan
laporan praktik kerumahsakitan ini.
4. Dokter hewan, paramedis, serta seluruh staf di Klinik Hewan dan Akupuntur
Gustav Vet atas masukan, bimbingan, dan kerjasama yang baik serta
bantuan selama kegiatan praktik kerumahsakitan.
Penulis menyadari bahwa kegiatan ini tidak akan terlaksana dengan baik
tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Dengan ini, kami
menyampaikan permohonan maaf bila masih terdapat kesalahan dan kekurangan.
Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak. Semoga
laporan ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi yang berguna bagi kita
semua.
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iv
DAFTAR TABEL..................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................v
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................vi
PENDAHULUAN.................................................................................................1
Latar Belakang.............................................................................................1
Tujuan Kegiatan...........................................................................................1
Manfaat Kegiatan.........................................................................................2
PELAKSANAAN KEGIATAN.............................................................................2
Waktu dan Tempat Pelaksanaan...................................................................2
Lokasi Pelaksanaan......................................................................................2
Fasilitas.........................................................................................................2
Metode Pelaksanaan.....................................................................................3
TINJAUAN KASUS..............................................................................................4
Canine distemper virus (CDV).....................................................................4
Canine Parvo Virus (CPV).........................................................................12
Feline Lower urinary Tract Disease (FLUTD)..........................................17
Feline Infectious Peritonitis (FIP)..............................................................23
Fraktur Os Radius dan Os Ulna pada Anjing............................................28
LAMPIRAN.........................................................................................................77
DAFTAR TABEL
1 Rekapitulasi kasus yang ditemukan selama kegiatan magang di Klinik
Hewan dan Akupuntur Gustav Vet....................................................................5
2 Rekapitulasi kegiatan pelayanan kesehatan lainnya ..........................................5
3 Hasil pemeriksaan fisik anjing Cici....................................................................6
4 Hasil pemeriksaan fisik anjing Max...................................................................6
5 Hasil pemeriksaan fisik kucing Meong............................................................20
6 Rekam medis pengobatan kucing Meong ........................................................24
7 Hasil pemeriksaan fisik kucing Audry..............................................................24
8 Hasil pemeriksaan fisik anjing Baby................................................................29
DAFTAR GAMBAR
1 Hasil test kit CDV positif (2 garis merah sejajar)...............................................4
2 Hasil test kit CPV positif (2 garis merah sejajar)................................................6
3 Kucing Meong Saat di Rawat Inap.....................................................................8
4 Kucing Audry....................................................................................................13
5 Hasil X-ray kucing Audry.................................................................................19
6 Hasil pemeriksaan X-ray dengan arah pandang mediolateral kaki kiri
depan anjing Baby...........................................................................................22
7 Pendekatan penyayatan dari arah medial (Piermattei 2006).............................35
8 Arah pemasangan intramedullary pin dari arah distal......................................37
DAFTAR LAMPIRAN
1 Rekam medis pasien di Klinik Hewan dan Akupuntur Gustav Vet
periode 7 Desember 2015-2 Januari 2016.........................................................4
2 Daftar obat yang digunakan di Klinik Hewan dan Akupuntur Gustav Vet.........6
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tingginya minat masyarakat terhadap hewan khususnya hewan kesayangan,
berdampak pada semakin kompleksnya permasalahan dan kasus penyakit yang
menyerang hewan tersebut dan semakin tinggi kemungkinan adanya zoonosis. Hal
ini membuat profesi dokter hewan, terutama dokter hewan praktisi, semakin
berperan penting baik dari segi medis maupun non medis terhadap kesehatan dan
kesejahteraan hewan kesayangan. Dokter hewan praktisi adalah salah satu bidang
pekerjaan yang membutuhkan pengetahuan dan keterampilan yang baik. Hal ini
disebabkan karena dokter hewan praktisi harus berhadapan langsung dengan
pemilik hewan dan harus mampu menangani kasus klinik yang diderita pasien.
Selain itu, seorang dokter hewan praktisi juga dituntut untuk komunikatif dan
edukatif dalam menjual jasanya demi kepuasan pemilik hewan. Dokter hewan
praktisi sangat penting melakukan komunikasi dengan pemilik hewan terkait
dengan kondisi pasien yang akan diperiksa. Kepercayaan pemilik terhadap dokter
hewan praktisi menjadi hal yang sangat diperhatikan dalam dunia praktisi.
Calon dokter hewan perlu memperluas wawasan dan pengalaman agar
dapat menjadi dokter hewan yang profesional dalam melayani masyarakat
nantinya. Oleh karena itu, perlu adanya sarana untuk mencapainya, misalnya
melalui magang dan praktik kerja. Salah satu program PPDH yang bertujuan
untuk meningkatkan profesionalisme calon dokter hewan adalah magang profesi
pilihan klinik hewan kecil. Magang profesi pilihan ini dilaksanakan di Klinik
Hewan dan Akupuntur Gustav Vet yang memiliki basis pengetahuan dan
keterampilan teknis klinik hewan kecil yang baik dalam rangka memenuhi
tantangan kemajuan ilmu dan teknologi serta meningkatnya apresiasi masyarakat
akan kesehatan hewan. Melalui mapropil klinik hewan kecil program PPDH ini
diharapkan dapat meningkatkan wawasan, keterampilan, dan kemampuan kami
sebagai calon dokter hewan dalam bidang medis veteriner (meliputi rangkaian
pemeriksaan, penentuan diagnosa, penanganan suatu penyakit serta komunikasi
dengan pemilik hewan).
Tujuan
Tujuan dari kegiatan PPDH di Klinik Hewan dan Akupuntur Gustav Vet
adalah:
1.
Meningkatkan kemampuan dan keterampilan kami sebagai calon dokter
hewan yang mempunyai wawasan, berpikir komprehensif dalam menangani
kasus pada hewan, dan menentukan peneguhan diagnosa suatu penyakit.
2.
Meningkatkan kemampuan untuk mengintegrasikan ilmu pengetahuan dan
kepribadian dalam menjalankan manajemen praktik di lapangan.
3.
Menjalin kerja sama kemitraan di antara perguruan tinggi dengan instansi
terkait untuk bersama mengembangkan dan menerapkan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan PPDH di Klinik Hewan dan
Akupuntur Gustav Vet adalah mahasiswa dapat meningkatkan wawasan dan
keterampilan pada kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan kesehatan,
diagnosa penyakit, dan pemberian terapi.
PELAKSANAAN KEGIATAN
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Kegiatan magang profesi pilihan ini telah dilaksanakan pada tanggal 7
Desember 2015 sampai 2 Januari 2016 di Klinik Hewan dan Akupuntur Gustav
Vet, Jakarta Selatan.
Lokasi Pelaksanaan
Klinik Hewan dan Akupuntur Gustav Vet merupakan salah satu klinik
hewan yang berlokasi di Jalan Raya Kebayoran Lama nomor 7 Jakarta Barat.
Klinik Hewan dan Akupuntur Gustav Vet didirikan pada tahun 1999 di Cidodol,
kemudian pindah ke alamat saat ini pada tahun 2013. Tim medis Gustav Vet
terdiri dari 4 dokter hewan dan 5 paramedis. Fokus utama dari Klinik Hewan dan
Akupuntur Gustav Vet ini adalah memberikan pelayanan kesehatan yang sangat
baik dan perawatan hewan profesional untuk hewan kesayangan baik dengan
menggunakan Eastern Medicine atau Western Medicine.
Fasilitas Klinik
Fasilitas yang dimiliki Klinik Hewan dan Akupuntur Gustav Vet berupa
bangunan klinik dengan empat lantai yang terdiri atas front office, ruang tunggu
beserta pet shop, dua ruang poliklinik, dan ruang grooming di lantai satu. Lantai
dua terdiri satu ruang poliklinik, ruang meeting, ruang akupuntur, ruang X-ray,
dan ruang operasi. Lantai tiga terdiri dari ruang isolasi, kantor, serta ruang
perawatan anjing dan kucing. Lantai empat terdiri dari ruang perawatan kucing
dan anjing serta tiga kamar untuk paramedis.
Pelayanan pasien dimulai dengan kegiatan pendaftaran pasien di front office.
Petugas front office bertugas melayani fungsi administrasi yang bertujuan untuk
melayani pemilik hewan dalam sistem administrasi untuk pelayanan kesehatan
hewan. Ruang poliklinik dilengkapi dengan meja dokter, meja pemeriksaan,
Metode Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan magang di Klinik Hewan dan Akupuntur Gustav Vet
dilakukan dengan mengikuti semua kegiatan. Kegiatan dimulai pukul 09.00 WIB
hingga pukul 20.00 WIB setiap hari Senin-Jumat, pukul 09.00 WIB hingga 17.00
WIB pada hari Sabtu, dan pukul 09.00 WIB hingga 14.00 WIB pada hari Minggu.
Kegiatan magang yang dilakukan meliputi pengecekan pasien rawat inap dan
pemberian obat serta pakan yang dilakukan bersama dengan dokter hewan dan
staf paramedis, kegiatan poliklinik serta kegiatan operasi. Rekapitulasi kasus dan
pelayanan kesehatan yang diikuti selama kegiatan magang tersedia pada Tabel 1
dan 2.
Tabel 1 Rekapitulasi kasus yang ditemukan selama kegiatan magang di Klinik
Hewan dan Akupuntur Gustav Vet Jakarta Selatan periode 7 Desember
2015 2 Januari 2016
No
Kasus
Sistem Respirasi
12
Sistem Digesti
21
Sistem Urogenital
Sistem Integumen
11
Sistem Muskuloskeletal
Sistem Indera
Kegiatan
Jumlah kegiatan
Vaksinasi
17
Check up grooming
14
TINJAUAN KASUS
CANINE DISTEMPER VIRUS (CDV)
Anamnesis
Pemilik membawa anjing dengan keluhan kedua mata berair, mulut
bergetar, dan sudah dua hari tidak mau makan. Berdasarkan info pemilik, anjing
belum divaksinasi.
Signalement
Nama hewan
Jenis hewan
Ras/Breed
Warna rambut dan kulit
Jenis kelamin
Bobot badan
Umur
Tanda khusus
: Cici
: Anjing
: Pomeranian
: Coklat
: Betina
: 3.45 kg
: 3 tahun.
: Tidak ada
Status present
Keadaan Umum
Gizi/Perawatan
Habitus/tingkah laku
Pertumbuhan badan
Sikap berdiri
Suhu
Frekuensi nafas
Frekuensi jantung
: Baik/baik
: Tulang punggung rata/Jinak
: Baik
: Tegak pada empat kaki
: 38.8 oC
: 36 kali/menit
:128 kali/menit
Kiri
Membuka dan menutup
sempurna
Keluar sempurna
Pucat dan berair
Terlihat
Kanan
Membuka dan menutup
sempurna
Keluar sempurna
Pucat dan berair
Terlihat
1.1.2
Bola mata
Sclera
Cornea
Iris
Limbus
Reflex pupil
Vasa injeksio
1.1.3 Hidung
Discharge
Cermin hidung
Kiri
Putih
Bening dan jernih
Coklat, tidak ada
perlekatan
Rata
Ada
Tidak Ada
Kanan
Putih
Bening dan jernih
Coklat, tidak ada
perlekatan
Rata
Ada
Tidak ada
: ada
: basah
: Tidak ada
: Pucat dan lembap
: Pucat, tidak ada perlukaan
: ada
1.1.5 Telinga
Posisi
Bau
Krepitasi
Refleks panggilan
Permukaan daun telinga
: Tegak keduanya
: Khas serumen
: Tidak ada
: Ada
: Licin dan tidak ada kelainan
1.1.6 Leher
Perototan
Trachea
Eshophagus
Turgor kulit
: Simetris
: Teraba, tidak ada refleks batuk
: Teraba, kosong
: >3 detik
1.2 Thorax
1.2.1 Inspeksi
Bentuk rongga thorax
Tipe pernapasan
Ritme
Intensitas
Frekuensi napas
1.2.2 Palpasi
Penekanan rongga thorax
Palpasi intercostal
: Simetris
: Costalis
: Teratur
: Dangkal
: 36 x/menit
: Tidak ada rasa sakit
: Tidak ada rasa sakit
1.2.3 Perkusi
Gema perkusi
1.2.4 Auskultasi
Suara pernapasan
Suara ikutan antara
inspirasi dan ekspirasi
: Nyaring
: Vesikular melemah
: Tidak ada
: Tidak terlihat
Frekuensi
Intensitas
Ritme
Suara sistolik-diastolik
Ekstrasistolik
Sinkronisasi
pulsus dan jantung
: 128 x/menit
: Kuat
: Teratur
: Terdengar jelas
: Tidak ada
: Sinkron
: Simetris
: Simetris
Epigastricus
Mesogastricus
Hipogastricus
1.4.3 Auskultasi
Peristaltik usus
1.4.4 Anus
: Terdengar
: Simetris
: Simetris
: Tidak ada
: Tidak ada
: Tidak ada perubahan
: Koordinatif
: Koordinatif
: Tegas, kompak
: Tegas, kompak
: Tegas, kompak
: Tegas, kompak
: Keras
: Tidak ada
:: Sama panjang
: Sama panjang
Prognosa
Dubius - infausta
Terapi
Intramox-150 LA
Kandungan
Dosis
: Antibiotik
: Tiap mL mengandung 150 mg amoxicillin
: Anjing 10-20 mg/kg BB/IM atau SC
Inmunair
Dosis
: Imunomodulator
: 5 tetes/hari/PO
Biodin
Kandungan
Dosis
Pemilik membawa anjing Cici ke Klinik Hewan dan Akupuntur Gustav Vet
dengan keluhan kedua mata berair dan mulut bergetar (tremor). Berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, anjing Cici diduga
terinfeksi CDV. Kemudian untuk meneguhkan dugaan tersebut dilakukan
pemeriksaan lanjutan berupa test kit canine distemper virus (CDV). Test kit CDV
menggunakan sampel swab konjungtiva mata untuk mendeteksi adanya virus
distemper. Pemeriksaan terhadap anjing Cici tersebut menunjukan hasil positif
yang ditunjukkan pada Gambar 1.
Distemper merupakan salah satu penyakit penting pada anjing yang
disebabkan oleh canine distemper virus, genus Morbillivirus, dan famili
Paramyxoviridae. Distemper merupakan penyakit yang memiliki tingkat kematian
tinggi pada anjing. Gejala klinis yang timbul akibat infeksi virus distemper dapat
beragam tergantung organ yang diserang. Organ yang biasa diserang oleh virus
distemper adalah sistem pernapasan, pencernaan, saraf, dan kulit. Pada kasus
anjing Cici, anjing tersebut terserang distemper tipe saraf dimana gejala klinis
yang paling terlihat yaitu mulut bergetar (tremor). Garde et al. (2013) menyatakan
gejala distemper tipe saraf berupa tremor, kepala dimiringkan, hingga konvulsi.
Gejala klinis tipe saraf yang lain dapat terlihat tremor pada mulut dan salah satu
atau keempat kaki. Gejala klinis distemper tipe pencernaan dan pernapasan
biasanya akan muncul 2-3 minggu setelah gejala klinis neurological.
Berdasarkan anamnesis, anjing Cici merupakan anjing temuan yang
kesehariannya dilepas bebas dan belum pernah divaksin. Anjing Cici sering
berkontak langsung dengan anjing lain. Virus distemper masuk dalam tubuh
melalui aerosol berupa droplet yang masuk kedalam saluran pernafasan. Canine
distemper virus terutama akan bereplikasi dalam makrofag dan monosit kemudian
menyebar ke sel-sel limfatik lokal yaitu tonsil dan limfonodus peribronkhial
(Beineke et al. 2009). Jumlah virus akan meningkat secara signifikan karena
adanya replikasi virus. Virus kemudian disebarkan keseluruh tubuh melalui
peredaran darah (viremia). Virus bermultipikasi di dalam folikel limfoid limpa,
lamina propria lambung, usus halus, limfonodus mesenterika, dan sel kuppfer hati.
Akibatnya secara klinis terjadi peningkatan suhu tubuh dan leukopenia.
Leukopenia disebabkan oleh adanya infeksi virus pada organ-organ limforetikular,
sehingga menyebabkan adanya kerusakan pada sel T dan sel B. Penyebaran virus
dalam darah biasanya terjadi pada hari ke 89 setelah terinfeksi (Deem et al.
2000). Pada umumnya, anjing yang memiliki kekebalan yang tinggi akan
melakukan proses penyembuhan dengan sendirinya melalui proses sitotoksik.
Keadaan anjing Cici yang belum pernah divaksin menyebabkan virus tidak dapat
dieliminasi sehingga virus berkembang dan menginfeksi organ dan menyebabkan
keadaan fisiologis anjing Cici terganggu.
Terapi yang diberikan pada anjing Cici meliputi pemberian Amoxicillin 1020 mg/kg berat badan secara subcutan (SC) kemudian dilanjutkan dengan
pemberian obat resep Clavamox 13.75 mg/kg berat badan secara peroral (PO)
(1/2 tablet dua kali sehari), supporting therapy Inmunair 5 tetes sehari diberikan,
dan Biodin 2 mL secara IM. Obat antivirus tertentu canine distemper virus belum
tersedia dan pengobatan tidak spesifik. Terapi antibiotik diindikasikan untuk
infeksi sekunder bakteri pada organ pernapasan dan saluran pencernaan.
Penggunaan antibiotik golongan penicillin seperti amoxicilin dapat dilakukan
karena memiliki spektrum yang cukup luas. Selain pemberian antibiotik, terapi
lainya yang biasa dilakukan pada anjing yang terkena distemper ialah terapi cairan
dan elektrolit. Umumnya anjing yang terinfeksi distemper mengalami gejala diare
dan dehidrasi, sehingga penting melakukan terapi cairan dan elektrolit.
Pengobatan anjing dengan tanda-tanda neurologis tidak bermanfaat. Sedatif dan
antikonvulsan dapat memperbaiki tanda-tanda klinis, tetapi tidak memiliki efek
kuratif (Creevy 2013).
SIMPULAN
Anjing Cici terinfeksi penyakit distemper berdasarkan hasil dari test kit
CDV. Gejala klinis yang ditunjukkan mengarah pada distemper tipe saraf.
Prognosa anjing Cici dubius-infausta dan telah diberikan terapi antibiotik dan
supportif theraphy.
DAFTAR PUSTAKA
Beineke A, Puff C, Seehusen F, Baumgrtner W. 2009. Pathogenesis and
immunopathology of systemic and nervous canine Distemper. Veterinary
Immunology and Immunopathology 127: 118.
Deem SL, Spelman LH, Yates RA, Montali RJ. 2000. Canine distemper in
teresterial Carnivores: A Review. Journal of Zoo and Wildlife Medicine
31(4):441451.
Garde E, Perez G, Jamett GA, Bronsvoort BM. 2013. Characteristics of a canine
distemper virus outbreak in Dichato, Chile following the February 2010
Earhquake. Animals. 3: 843-854.
Creevy KE. 2013. Overview of canine distemper [internet]. [diunduh pada 2016
02 1]. Tersedia pada:
http//wwwmerckvetmanual.com/mvm/generalized_conditions/can
ine/distemper/overview_of_canine_distemper.htm.
: Max
: Anjing
: German Shepherd
: Coklat-hitam
: Jantan
: 4.4 kg
: 3 Bulan
: Tidak ada
Status present
Keadaan Umum
Gizi/Perawatan
Habitus/tingkah laku
Pertumbuhan badan
Sikap berdiri
Suhu
Frekuensi nafas
Frekuensi jantung
: Baik/baik
: Tulang punggung rata/jinak
: Baik
: Tegak pada empat kaki
: 40.5 oC
: 42 kali/menit
:125 kali/menit
Kanan
Membuka dan menutup
sempurna
Keluar sempurna
Pucat dan lembap
Membrana nictitans
Terlihat
Terlihat
Kiri
Putih
Bening dan jernih
Coklat, tidak ada
perlekatan
Rata
Ada
Tidak Ada
Kanan
Putih
Bening dan jernih
Coklat, tidak ada
perlekatan
Rata
Ada
Tidak ada
: Tidak ada
: Kering
: Tidak ada
: Pucat dan lembap
: Pucat, tidak ada perlukaan
1.1.5 Telinga
Posisi
Bau
Krepitasi
Refleks panggilan
Permukaan daun telinga
: Tegak keduanya
: Khas serumen
: Tidak ada
: Ada
: Licin dan tidak ada kelainan
1.1.6 Leher
Perototan
Trachea
Eshophagus
Turgor kelainan
: Simetris
: Teraba, tidak ada refleks batuk
: Teraba, kosong
: >3 detik
1.2 Thorax
1.2.1 Inspeksi
Bentuk rongga thorax
Tipe pernapasan
Ritme
Intensitas
Frekuensi napas
1.2.2 Palpasi
Penekanan rongga thorax
Palpasi intercostal
1.2.3 Perkusi
: Simetris
: Costalis
: Teratur
: Dangkal
: 42 x/menit
: Tidak ada rasa sakit
: Tidak ada rasa sakit
Gema perkusi
1.2.4 Auskultasi
Suara pernapasan
Suara ikutan antara
inspirasi dan ekspirasi
: Nyaring
: Inspirasi lebih terdengar dari ekspirasi
: Tidak ada
: Tidak terlihat
Frekuensi
Intensitas
Ritme
Suara sistolik-diastolik
Ekstrasistolik
Sinkronisasi
pulsus dan jantung
: 125 x/menit
: Kuat
: Teratur
: Terdengar jelas
: Tidak ada
: Sinkron
: Simetris
: Proporsional
Epigastricus
Mesogastricus
Hipogastricus
1.4.3 Auskultasi
Peristaltik usus
1.4.4 Anus
: Terdengar
: Simetris
: Simetris
: Tidak ada
: Tidak ada
: Tidak ada perubahan
: Koordinatif
:-
: Tegas, kompak
: Tegas, kompak
: Tegas, kompak
: Tegas, kompak
: Keras
: Tidak ada
:: Sama panjang
: Sama panjang
Pemeriksaan lanjutan dilakukan dengan pemeriksaan natif feses dan test kit
canine parvo virus (CPV). Hasil pemeriksaan natif feses negatif sedangkan test
kit CPV menunjukkan positif yang ditandai munculnya dua garis merah sejajar
(Gambar 2).
Gambar 2 Hasil test kit CPV positif (dua garis merah sejajar).
Diagnosa
Canine Parvo Virus
Prognosa
Dubius - infausta
Terapi
Infus Normal Saline : Pengganti cairan tubuh/SC
Intramox-150 LA
Kandungan
Dosis
: Antibiotik
: Tiap mL mengandung 150 mg amoxicillin
: Anjing 10-20 mg/kg BB/IM atau SC
Interferon
Dosis
: Imunomodulator
: 2.5 juta unit/kg BB
PEMBAHASAN
Pemilik membawa anjing Max ke Klinik Hewan dan Akupuntur Gustav Vet
dengan gejala lemas, diare berdarah, dan tidak mau makan selama tiga hari. Dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan diduga anjing Max
megalami helmintiasis. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan natif feses namun
hasil menunjukkan negatif. Dari pemeriksaan natif feses yang negatif, anjing Max
diduga terinfeksi CPV sehingga dilakukan pemeriksaan penunjang menggunakan
test kit Canine Parvovirus (CPV). Test kit CPV menggunakan sampel feses dari
anjing Max menunjukkan hasil positif (Gambar 2).
Parvovirus pada anjing disebabkan oleh canine parvo virus (CPV), genus
Parvovirus dari famili Parvoviridae. Virus parvo tersusun oleh materi genetik
DNA beruntai tunggal dengan bentuk virus ikosahedral simetri, memiliki
kapsomer, dan berukuran 18 sampai 26 nm (Buonavoglia et al. 2001). Virus ini
tahan selama 3 hari pada suhu 100 oC, tahan terhadap asam, desinfektan (detergen
dan alkohol), stabil pada pH 3-9, dan suhu 56 oC. Virus dapat bertahan bersama
kotoran anjing selama 1-2 minggu setelah infeksi. Anjing yang sering terinfeksi
virus ini adalah anjing yang berusia muda, yaitu dibawah 6 bulan. Penyakit ini
memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada anjing muda.
Patogenesis dari virus ini melalui kontak langsung antara anjing tertular
dengan yang sehat melalui makanan dan minuman yang tercemar virus. Penularan
melalui feses dan bahan muntahan yang paling banyak terjadi. Penularan virus
secara pasif dapat terjadi melalui orang-orang yang pernah berhubungan langsung
dengan anjing sakit, peralatan kandang, dan lingkungan yang terpapar virus ini.
Selain itu, virus dapat masuk melalui oronasal yang kemudian menuju ke
limfoglandula regional, orofaring, dan tonsil. Setelah itu, virus akan mengikuti
: Meong
: Kucing
: Persian
: Abu-abu
: Jantan
: 5 Tahun
: 3.25 Kg
: Tidak ada
: Buruk/buruk
: Kiposis/jinak
: Buruk
: Tegak pada empat kaki
: 39.5 oC
: 48 kali/menit
:160 kali/menit
Kiri
Membuka dan menutup
sempurna,
Keluar sempurna
Pucat dan lembap
Terlihat
Kanan
Membuka dan menutup
sempurna
Keluar sempurna
Pucat dan lembap
Terlihat
Kiri
Putih
Bening dan jernih
Coklat, tidak ada
perlekatan
Rata
Ada
Tidak Ada
Kanan
Putih
Bening dan jernih
Coklat, tidak ada
perlekatan
Rata
Ada
Tidak ada
1.1.3 Hidung
Discharge
Cermin hidung
: Tidak ada
: Kering
: Tidak ada
: Pucat dan lembap
: Pucat, tidak ada perlukaan
1.1.5 Telinga
Posisi
Bau
Krepitasi
Refleks panggilan
Permukaan daun telinga
: Tegak keduanya
: Khas serumen
: Tidak ada
: Ada
: Licin dan tidak ada kelainan
1.1.6 Leher
Perototan
Trachea
Eshophagus
Turgor kelainan
: Simetris
: Teraba, tidak ada refleks batuk
: Teraba, kosong
: >3 detik
1.2 Thorax
1.2.1 Inspeksi
Bentuk rongga thorax
Tipe pernapasan
Ritme
Intensitas
Frekuensi napas
1.2.2 Palpasi
Penekanan rongga thorax
Palpasi intercostal
1.2.3 Perkusi
Gema perkusi
1.2.4 Auskultasi
Suara pernapasan
Suara ikutan antara
inspirasi dan ekspirasi
: Simetris
: Costalis
: Teratur
: Dangkal
: 48 x/menit
: Tidak ada rasa sakit
: Tidak ada rasa sakit
: Nyaring
: Inspirasi lebih terdengar dari ekspirasi
: Tidak ada
: Tidak terlihat
Frekuensi
: 160 x/menit
Intensitas
Ritme
Suara sistolik-diastolik
Ekstrasistolik
Sinkronisasi
pulsus dan jantung
: Kuat
: Teratur
: Terdengar jelas
: Tidak ada
: Sinkron
: Simetris
: Tidak proporsional
Epigastricus
Mesogastricus
Hipogastricus
1.4.3 Auskultasi
Peristaltik usus
1.4.4 Anus
: Terdengar
: Membesar
: Sensitif
: Tidak proporsional
: Merah
: Bersih
: Simetris
: Simetris
: Tidak ada
: Tidak ada
: Abductio kaki depan
: Enggan berjalan dan berlari
:: Tegas, kompak
: Tegas, kompak
: Tegas, kompak
: Tegas, kompak
: Keras
: Tidak ada
:: Sama panjang
: Sama panjang
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus ini adalah dilakukan
pemeriksaan ultrasonografi (USG). Pemeriksaan USG menunjukkan banyak
massa yang lebih hiperechoic di dalam vesica urinaria. Seharusnya, pada
pemeriksaan USG daerah vesica urinaria terlihat anechoic. Masa yang
hiperechoic diduga merupakan endapan/batu yang terdapat pada vesica urinaria.
Diagnosa
FLUTD
Diferensial Diagnosa
Cystitis
Urolithiasis
Prostatitis
Prognosa
Dubius
Terapi
Infus Ringer laktat 100 ml (SC)
Catheterisasi
Intramox-150 LA 0.35 mL (IM)
o Bahan aktif : Amoxicillin base 150 mg/ mL
o Dosis
: Anjing/kucing 0.1mL/kg BB
Biodin 0.5 mL (IM)
o Dosis
: Kucing 0.5-1 mL/ekor
Parameter
Pagi
Siang
Sore
Terapi
Ket
09 12 15
Berat badan
(kg)
Suhu (OC)
Makan
Minum
Feses
Urin
Berat badan
Suhu (OC)
Makan
Minum
Feses
Urin
Berat badan
Suhu (OC)
Makan
Minum
Feses
Urin
3.25
39.5
Disuap
Dicekok
hematuria
3.15
38.2
Disuap
Dicekok
hematuria
3.15
40.2
Disuap
Dicekok
hematuria
39.0
hematuria
38.5
Keruh
40.4
hematuria
39.3
Disuap
Dicekok
hematuria
39.2
Disuap
Dicekok
+
keruh
40.4
Disuap
Dicekok
hematuria
12 12 15
Berat badan
Suhu (OC)
Makan
Minum
Feses
Urin
3.10
40
Disuap
Dicekok
keruh
39.4
keruh
39.3
Disuap
Dicekok
+
keruh
-baytril
-infus RL SC
-glucortin
13 12 15
Berat badan
Suhu (OC)
Makan
Minum
Feses
Urin
3.10
39.2
Disuap
Dicekok
keruh
39.4
keruh
39.2
Disuap
Dicekok
+
keruh
-Baytril
-imfus NS SC
-Biodin
10 12 15
11 12 15
14 12 15
-Cateter
-Intramox LA
-Biodin
-Infus RL SC
-Biodin
-infus NS SC
-Vitamin K
-Infus NS SC
-baytril
Penis
bengkak
PULANG PAKSA
PEMBAHASAN
Seekor kucing persia bernama Meong, berusia 5 tahun dengan warna
rambut abu-abu dibawa ke Klinik Hewan dan Akupuntur Gustav Vet setelah
kucing tidak mau makan, lemas, dan susah buang air kecil. Menurut pemilik pada
urin kucing Meong terdapat darah. Temuan klinis yang ditemukan saat
pemeriksaan adalah kucing mengalami demam dengan suhu 39.5 OC, dan terjadi
peningkatan frekuensi napas serta jantung. Palpasi pada area hipogastrium
menegang karena distensi urin pada vesika urinaria. Saat dilakukan squeezing
pada vesica urinaria, urin tidak dapat keluar. Pemeriksaan penunjang yang
dilakukan untuk peneguhan diagnosa adalah dengan melakukan pemeriksaan
ultrasonografi (USG) dan pengamatan mikroskopis urin. Pemeriksaan USG
menunjukkan adanya massa hiperechoic yang melayang dan mengendap pada
vesica urinaria, sedangkan pemeriksaan mikroskopik urin terlihat adanya
bentukan kristal struvit.
Feline lower urinary tract disease (FLUTD) merupakan bermacammacam gangguan pada traktus urinari kucing dengan gejala klinis yang serupa.
(Kruger et al. 1991 dan Osborne et al. 1996). Penyakit predisposisi pada kucing
jantan dan menyebabkan gangguan urinasi seperti hematuria, dysuria, polakiuria,
dan obstruksi uretra sebagian atau seluruhnya. Kucing yang mengalami gangguan
FLUTD menunjukkan gejala kesusahan dan kesakitan saat urinasi, meningkatnya
frekuensi urinasi, dan darah di urin. FLUTD dapat diderita pada kucing semua
usia namun lebih sering pada usia pertengahan, obesitas dan kurang gerak, dan
memakan diet yang tidak seimbang (Tilley dan Smith 2004).
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya FLUTD antara lain virus,
bakteri, trauma, kristal di urin, batu di vesika urinaria, tumor di traktus urinarius,
dan abnormalitas kongenital. Faktor-faktor yang berkontribusi menyebabkan
terjadinya FLUTD adalah tidak cukup minum, makanan khusus kucing yang
kering dengan kandungan magnesium dan mineral lain dengan kadar tinggi, susu
yang mengandung kalsium yang terlalu tinggi,serta kucing yang malas bergerak
dan stres (Nash 2008).
Kasus FLUTD yang paling sering dijumpai adalah feline idiophatic
cystitis (FIC) baik pada hewan jantan maupun betina (Gerber et al. 2005).
Diagnosa FIC diambil jika semua penunjang diagnosa tidak dapat mendeteksi
adanya kelainan lain seperti adanya batu. Oleh karena itu, FIC sebenarnya adalah
penyakit dengan penyebab yang tidak diketahui. Beberapa kemungkinan
penyebab timbulnya FIC antara lain adalah cacat pada permukaan vesica urinaria.
Permukaan VU terbentuk dari glycosaminoglycan (GAGs) yang berfungsi
melapisi sel-sel VU dari bahan-bahan iritan yang terkandung dalam urin. Pada
kondisi cacat, GAGs tidak melapisi seluruh bagian VU sehingga sel-sel
dibawahnya akan rusak karena iritasi. Selain itu, stimulasi sistem saraf oleh iritasi
lokal atau respon stress akan menyebabkan dikeluarkannya neurotransmitter yang
menginduksi rasa sakit dan respon inflamasi. Mekanisme stress dapat menjadi
penyebab dari FIC karena pada saat stress, terjadi peningkatan glucocorticoid
yang akan menyebabkan konstriksi spincter (Vet Cornell 2014).
Urolithiasis merupakan kasus kedua penyebab FLUTD. Urolith bisa
terbentuk dimana saja, namun paling sering dijumpai pada vesika urinaria
(Cannon et al. 2007). Urolith yang terbentuk pada vesika urinaria kebanyakan
terbentuk dari magnesium ammonium phospate (struvite) atau calcium oxalate
sedangkan nephrolith kebanyakan terbentuk dari calcium oxalate (Lulich et al.
1994). Hasil pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kucing Meong
mengarahkan diagnosa pada terbentuknya kristal struvit di vesica urinaria. Pada
pemeriksaan fisik sebelumnya, dilakukan squeezing VU namun urin tidak dapat
keluar. Hal ini dimungkinkan karena kristal struvit yang terbentuk menyumbat
urethra sehingga urin tidak dapat keluar.
Struvit merupakan kristal yang terbentuk pada saluran urinasi dan
biasanya disertai dengan infeksi bakteri Staphylococcus proteus spp yang
memproduksi urease. Kristal struvit terbentuk ketika terkandung spesifik mineral
pembentuk urolith pada urin telah jenuh. Pertumbuhan kristal tergantung pada
kemampuan endapan bertahan di saluran urinari, lama waktu urin dalam keadaan
jenuh, struktur fisik kristal yang tebentuk, komposisi mineral, dan faktor resiko
infeksi (Osborne et al. 2000). Struvite yang terbentuk selain karena faktor
predisposisi yaitu kucing persia, usia menengah, jantan, dan merupakan kucing
rumahan, juga disebabkan karena diet tinggi magnesium, fosfor, kalsium, serat
dan chloride, protein sedang, dan rendah lemak. Selain itu, urin yang jenuh
dengan pH diatas 6.3 menjadi penyebab terbentuknya struvit (Cannon et al. 2007).
Manajemen kesehatan yang perlu dilakukan untuk mengeliminasi batu dan
mencegah terbentuknya kembali kristal struvit adalah dengan menurunkan
konsentrasi magnesium, fosfat dan amonia dalam urin. Saturasi urin harus dijaga
agar tidak jenuh dan penambahan urin accidification untuk menjaga pH urine
dibawah 6. Biasanya, pada diet khusus pasien penderita kristal struvit, telah
dimodifikasi dengan protein, fosfat, dan magnesium yang rendah dan sodium
yang tinggi. Hal ini akan menghasilkan osmotic diuresis untuk mnegurangi
pengeluaran urea dan meningkatkan volume urin. Selain itu, bakteri penghasil
urease harus dieliminasi dengan pemberian antibiotik (Scott AB 2013)
Terapi yang diberikan pada kasus FLUTD kucing Meong adalah
pemasangan catheter, terapi cairan untuk rehidrasi dan agar urin tidak jenuh.
Antibiotik diberikan untuk mencegah infeksi sekunder dari bakteri. Baytril yang
mengandung enrofloxacin diberikan sebagai terapi pada kasus-kasus infeksi
saluran urinasi. Biodin diberikan sebagai multivitamin dan menambah energi.
Diet yang diberikan adalah khusus urinari. Tambahan terapi yang bisa diberikan
selain yang telah diberikan pada kasus batu di vesica urinari biasanya adalah
pemberian obat-obatan seperti rowatinex. Rowatinex berfungsi untuk memecah
batu menjadi ukuran yang lebih kecil sehingga dapat dikeluarkan melalui saluran
urinasi. Sebelum terapi menunjukkan hasil nyata, pemilik membawa pulang paksa
hewan dari Klinik Hewan dan Akupuntur Gustav Vet.
SIMPULAN
Berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang, kucing
Meong didiagnosa menderita feline lower urinary tract disease (FLUTD) yang
disebabkan penyumbatan saluran urinasi karena terbentuknya batu struvit di
vesika urinaria.
DAFTAR PUSTAKA
Cannon Ab, Westropp JL, Ruby AL. 2004. A study of environmental and
behavioural factors that may be asscociated with feline idhipaic cystitis. J
Small Pract. 45 :144-147.
Gerber B, Borreti FS, Kley S. 2005. Evaluation of clinical signs and causes of
feline urinary tract disease in European cats. J Small Anim Pract. 46: 571577
Kruger JM, Osborne CA, Goyal SM. 1991. Clinical evaluation of cats with lower
urinary tract disease. J Am Vet Med Assoc. 199: 211-216.
Lulich JP, Osborne CA. Felice L. Calcium oxalate urolithiasis: cause, detection
and control. Dalam: August JR (ed). Consultations in Feline Internal
Medicine. Philadelphia (US): WB Saunders. Hal 343-349.
Nash Holly. 2008. Feline lower urinary tract disease. [internet] [diunduh 2016
Februari 22]. Tersedia pada: http://www.peteducation.com/article.cfm?
cls=1&articleid=214.
Osborne CA, Kruger JM, Lulich JP. 1996. Feline lower urinary tract disorders.
Definition of term and concepts. Vet Clin North Am Small Anim Pract. 10:
217-232.
Osborne CA, Kruger JM, Lulich JP. 2000. Feline lower urinary tract disorders.
Dalam: Ettinger SJ, Feldman EC (editor). Textbook of Veterinary Internat
Medicine Ed. ke-5. Philadelphia (US): WB Saunders Co. 1710-1747.
Scott AB. 2013. Urolithiasis in small animals. The Mercks Veterinary Manual.
[internet] [diunduh pada 2016 Oktober 5]. Tersedia pada :
http://www.merckvetmanual.com/mvm/urinary_system/noninfectious_dise
ases_of_the_urinary_system_in_small_animals/urolithiasis_in_small_anim
als.html
Tilley LP, Smith Jr FWK. 2004. The 5 Minute Veterinary Consult. New York
(US): William and Wilkins.
VetCornell. 2014. Feline lower urinary tract disease. New York (US): Cornell
University College of Veterinary Medicine. [internet] [diunduh pada 2016
oktober
5].
Tersedia
pada
:
http://www.vet.cornell.edu/FHC/health_information/UrinaryConcerns.cfm
: Audry
: Kucing
: Persian
: Tricolor
: Betina
Umur
Berat badan
Tanda Khusus
: 3.5 Tahun
: 2.1 Kg
: Tidak ada
: Buruk/buruk
: Tulang punggung lurus/jinak
: Buruk
: Tegak pada empat kaki
: 40 oC
: 48 kali/menit
:144 kali/menit
Bola mata
Kiri
Membuka dan menutup
sempurna,
Keluar sempurna
Pucat dan lembap
Tersembunyi
Kanan
Membuka dan menutup
sempurna
Keluar sempurna
Pucat dan lembap
Tersembunyi
Sclera
Cornea
Iris
Limbus
Reflex pupil
Vasa injeksio
1.7.3 Hidung
Discharge
Cermin hidung
Kiri
Putih
Bening dan jernih
Coklat, tidak ada
perlekatan
Rata
Ada
Tidak Ada
Kanan
Putih
Bening dan jernih
Coklat, tidak ada
perlekatan
Rata
Ada
Tidak ada
: Tidak ada
: Kering
: Tidak ada
: Pucat dan lembap
: Pucat, tidak ada perlukaan
1.7.5 Telinga
Posisi
Bau
Krepitasi
Refleks panggilan
Permukaan daun telinga
: Tegak keduanya
: Khas serumen
: Tidak ada
: Ada
: Licin dan tidak ada kelainan
1.7.6 Leher
Perototan
Trachea
Eshophagus
Turgor kulit
: Simetris
: Teraba, tidak ada refleks batuk
: Teraba, kosong
: >3 detik
1.8 Thorax
1.2.1 Inspeksi
Bentuk rongga thorax
Tipe pernapasan
Ritme
Intensitas
Frekuensi napas
Sesak napas
1.2.2 Palpasi
Penekanan rongga thorax
Palpasi intercostal
1.2.3 Perkusi
Gema perkusi
1.2.4 Auskultasi
Suara pernapasan
: Simetris
: Abdominalis
: Tidak teratur
: Dalam
: 48 x/menit
: Ada
: Ada respon sakit
: Ada respon sakit
: Redup
: Bronchial > vesikular
: Tidak ada
: Tidak terlihat
Frekuensi
Intensitas
Ritme
Suara sistolik-diastolik
Ekstrasistolik
Sinkronisasi
Pulsus dan jantung
: 144 x/menit
: Lemah
: Teratur
: Terdengar teredam
: Tidak ada
: Sinkron
: Simetris
: Simetris
Epigastricus
Mesogastricus
Hipogastricus
1.10.3 Auskultasi
Peristaltik usus
1.10.4 Anus
: Terdengar
1.12Alat gerak
1.12.1 Inspeksi
Perototan kaki depan
Perototan kaki belakang
: Simetris
: Simetris
Spasmus otot
Tremor
Sudut persendian
Cara bergerak-berjalan
Cara bergerak-berlari
1.12.2 Palpasi
: Tidak ada
: Tidak ada
: abductio kaki depan
: Enggan berjalan dan berlari
:-
Struktur pertulangan
Kaki kiri depan
Kaki kanan depan
Kaki kiri belakang
Kaki kanan belakang
Konsistensi pertulangan
Reaksi rasa sakit
Letak rasa sakit
Panjang kaki depan ka/ki
Panjang kaki belakang ka/ki
: Tegas, kompak
: Tegas, kompak
: Tegas, kompak
: Tegas, kompak
: Keras
: Tidak ada
:: Sama panjang
: Sama panjang
1.13Limfonodus poplitea
Ukuran
Konsistensi
Lobulasi
Perlekatan/pertautan
Panas
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kucing ini adalah
pemeriksaan radiografi regio thoraks dan abdomen. Berikut adalah hasil X-ray
kucing Audry (Gambar 5). Hasil X-ray menunjukkan adanya akumulasi cairan
pada thorax yang ditandai dengan hasil gambaran radiografi yang lebih
radiopaque.
Diagnosa
Feline infectious peritonitis (FIP)
Diferensial Diagnosa
Hidrothorax, pyothorax
Prognosa
Dubius-Infausta
Terapi
Powercillin 0.2 mL (IM)
o Bahan aktif : benzathine penicillin G 100 000 IU, procaine
penicilline 150 000 IU, dihidrostreptomycine sulfate 200 mg
o Dosis
: Anjing/kucing 1 ml/10 kg bb q48-72h
Terapi cairan Ringer Laktat 100 mL (SC)
Glucortin 0.2 mg (IM)
o Bahan aktif : Dexamethasone 2mg/ml
o Dosis
: Kucing 0.1 mg/kg BB
Lasix 5 mg (IM)
o Bahan aktif : furosemide 10 mg/mL
o Dosis
: 1-4 mg/kg BB (IM SC IV PO)
PEMBAHASAN
Seekor kucing persia bernama Audry, berusia 3.5 tahun dengan warna
rambut tricolor dibawa ke Klinik Hewan dan Akupuntur Gustav Vet karena
kondisinya yang tidak mau makan, lemas, tidak aktif bergerak, dan sesak napas.
Selain itu, kucing lain di rumah pemilik mati mendadak dengan gejala serupa.
Temuan klinis yang ditemukan saat melakukan pemeriksaan adalah suhu tubuh
kucing Audry 40 OC, sesak napas, sikap berdiri abduksio pada kaki depan, dan
suara jantung lemah. Saat dilakukan penekanan pada thoraks, hewan menjadi
lebih sesak napas.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk peneguhan diagnosa adalah
dengan melakukan radiografi untuk bagian abdomen dan thorax seperti yang
terlihat pada Gambar 5. Hasil X-ray menunjukkan adanya akumulasi cairan pada
thorax yang ditandai dengan hasil gambaran radiografi yang lebih radiopaque.
Feline Infectious Peritonitis (FIP) adalah penyakit viral yang disebabkan
oleh Feline Coronavirus (FCoV). Terdapat berbagai kemungkinan akibat infeksi
dari FCoV antara lain : resiten terhadap FCoV (5-10%), mengalami infeksi
transient (70%), mengalami infeksi persistent/carrier (13%), berkembang menjadi
infeksi FIP (1-3%). Infeksi FIP terjadi akibat adanya mutasi gen FCoV dengan
proses yang belum diketahui (Greene CE 2012). Gejala klinis yang ditimbulkan
jika terinfeksi FcoV mulai dari asimptomatis, diare hingga ascites. Gejala non
spesifik yang timbul dapat berupa demam, anorexia, tidak mau beraktifitas, berat
badan turun, muntah, diare, dehidrasi, dan anemia ( Birchad dan Sherding 2000).
Feline Coronavirus akan masuk ke dalam tubuh melalui ingesti dari feses,
saliva, air mata dan urin hewan terinfeksi. Infeksi transplasental juga dilaporkan
dapat terjadi. Oleh sebab itu, hewan-hewan yang dikandangkan dan dipelihara
dalam populasi besar akan memiliki resiko lebih tinggi untuk terpapar agen
infeksi. Kucing ras dilaporkan memiliki ketahanan tubuh yang lebih lemah terkait
dengan keragaman genetik. Faktor-faktor pemicu stress juga menjadi predisposisi
munculnya infeksi. Virus bisa ditemukan pada feses dua hari post infeksi karena
umumnya replikasi virus terjadi pada sel epitel usus halus. Pada infeksi yang telah
berjalan lama, virus akan menetap di ileocecocolic junction. Sheding virus akan
terjadi 2-3 bulan post infeksi namun pada sebagian kucing sheding bisa terjadi
seumur hidup (infeksi persistent/carrier) (Greene CE 2012).
Viremia akan terjadi diawali ingesti virus kemudian virus akan menempel
dan bereplikasi di epitel sel usus halus. Kemudian, virus akan di fagosit oleh
makrofag . Virus dalam makrofag akan menempel pada pembuluh darah dan
melakukan extravasasi. Makrofag yang diinfeksi virus akan mengeluarkan
interleukin-6 (IL-6), IL-1 metalloproteinase (MMP)-9 dan tumor necrosis factor
(TNF)-. Pada infeksi tahap awal, IL-6 akan menstimulasi hepatosit untuk
mengeluarkan protein fase akut seperti alpha 1 glycoprotein (AGP) dan Limfosit
B yang akan berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel plasma. Kucing yang
terinfeksi biasanya akan mempunyai kadar IL-6 yang tinggi sehingga
menyebabkan hipergammaglobulinemia ( Birchad dan Sherding 2000; Grene CE
2012).
Tumor necrosis factor merupakan penyebab terjadinya limpophenia pada
kasus FIP. Pada percobaan in vitro, apoptosis dari limfosit diinduksi oleh cairan
ascites, plasma dan kultur supernatan dari eksudat kucing penderita FIP
disebabkan oleh TNF. TNF- akan meningkatkan regulasi fAPN (reseptor FCoV
tipe II). Bersama dengan granulocyte-macrophages colony stimulating factor dan
granulocyte-monocyte colony stimulating factor yang diproduksi oleh sel
monosit/makrofag yang terinfeksi virus akan memproduksi neutrophil survival
factors. Produksi TNF secara kronis akan menyebabkan kaheksia. Interleukin-1
akan mengaktivasi sel B dan sel T yang akan merangsang timbulnya pertahanan
spesifik terhadap FCoV. Metalloproterinase (MMP) merupakan zinc-dependent
endopeptidase yang dapat memecah protein matrix extraseluler. Oleh karena itu,
dimungkinkan MMP-9 adalah penyebab bocornya pembuluh darah pada kasus
effusive FIP ( Birchad dan Sherding 2000; Grene CE 2012).
Penurunan imunitas kucing akibat infeksi FCoV akan menyebabkan
timbulnya infeksi sistemik. Tipe dan kekuatan respon sistem imun akan
menentukan jenis FIP yang terjadi. Cell mediated immune (CMI) yang kuat akan
mencegah terjadinya FIP, CMI yang lemah atau tidak ada dan humoral responnya
kuat akan menyebabkan terjadinya FIP tipe basah/ effusive FIP. Sedangkan CMI
sedang akan menyebabkan timbulnya FIP tipe kering / noneffusive FIP. Penamaan
FIP sebenarnya kurang tepat karena tidak semua kucing yang didiagnosa FIP
mengalami peritonitis. Gejala klinis yang timbul dari FIP merupakan manifestasi
dari pyogranulomatous vasculitis. Jadi lebih tepat jika FIP dikatakan penyakit
yang progresif dan fatal karena pada dasarnya baik effusive maupun noneffusive
FIP terbentuk dengan mekanisme yang sama (Greene CE 2012).
Kasus FIP tipe basah ditandai dengan adanya akumulasi cairan pada
abdomen atau thoraks, atau keduanya. Kucing yang terinfeksi FIP tipe basah 85 %
nya mengalami peradangan dan penimbunan cairan di abdomen dan 15 %
: Baby
: Anjing
: Pomeranian
Warna rambut
Jenis kelamin
Umur
Berat badan
Tanda Khusus
: Putih
: Betina
: 1.5 tahun
: 2 kg
: Tidak ada
Status Present
Keadaan Umum:
Perawatan
Habitus/tingkah laku
Gizi
Pertumbuhan badan
Sikap berdiri
Suhu tubuh
Frekuensi nadi
Frekuensi nafas
: Baik/baik
: Tulang punggung rata/jinak
: Baik
: Baik
: Menumpu dengan tiga kaki (kaki kiri depan diangkat)
: 38.5C
: 120 kali/menit
: 30 kali/menit
Kiri
Membuka dan menutup
sempurna
Keluar sempurna
Rose, licin, mengkilat
Tersembunyi
Kanan
Membuka dan menutup
sempurna
Keluar sempurna
Rose, licin, mengkilat
Tersembunyi
Kiri
Putih
Bening dan jernih
Coklat, tidak ada
perlekatan
Rata
Ada
Tidak Ada
Kanan
Putih
Bening dan jernih
Coklat, tidak ada
perlekatan
Rata
Ada
Tidak ada
: Tidak ada
: Rose, basah, dan mengkilat
: Rose, tidak ada perlukaan
1.13.5 Telinga
Posisi
Bau
Krepitasi
Refleks panggilan
Permukaan daun telinga
: Tegak keduanya
: Khas serumen
: Tidak ada
: Ada
: Licin dan tidak ada kelainan
1.13.6 Leher
Perototan
Trachea
Eshophagus
Turgor kulit
: Simetris
: Teraba, tidak ada refleks batuk
: Teraba, kosong
: <3 detik
1.14Thorax
1.2.1 Inspeksi
Bentuk rongga thorax
Tipe pernapasan
Ritme
Intensitas
Frekuensi napas
Sesak napas
1.2.2 Palpasi
Penekanan rongga thorax
Palpasi intercostal
1.2.3 Perkusi
Gema perkusi
1.2.4 Auskultasi
Suara ikutan antara
inspirasi dan ekspirasi
: Simetris
: Costalis
: Tidak teratur
: Dalam
: 30 x/menit
: Ada
: Tidak ada respon sakit
: Tidak ada respon sakit
: Nyaring
: Tidak ada
1.15Peredaran darah
1.15.1 Inspeksi
Ictus cordis
1.15.2 Auskultasi
: Tidak terlihat
Frekuensi
Intensitas
Ritme
Suara sistolik-diastolik
Ekstrasistolik
Sinkronisasi
Pulsus dan jantung
: 120 x/menit
: Kuat
: Teratur
: Terdengar jelas
: Tidak ada
: Sinkron
: Simetris
Bentuk
1.16.2 Palpasi
: Proporsional
Epigastricus
Mesogastricus
Hipogastricus
1.16.3 Auskultasi
Peristaltik usus
1.16.4 Anus
: Terdengar
1.18Alat gerak
1.18.1 Inspeksi
Perototan kaki depan
Perototan kaki belakang
Spasmus otot
Tremor
Cara bergerak-berjalan
Cara bergerak-berlari
1.18.2 Palpasi
Struktur pertulangan
Kaki kiri depan
Kaki kanan depan
Kaki kiri belakang
Kaki kanan belakang
Konsistensi pertulangan
Reaksi rasa sakit
Letak rasa sakit
Panjang kaki depan ka/ki
Panjang kaki belakang ka/ki
: Simetris
: Simetris
: Tidak ada
: Tidak ada
: Bergerak dengan tiga kaki, kaki kiri depan diangkat
:-
1.19Limfonodus poplitea
Ukuran
Konsistensi
Lobulasi
Perlekatan/pertautan
Panas
: Kenyal
: Jelas
: Tidak ada
: Sama dengan kulit sekitar
Diagnosa Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan X-ray.
Pemeriksaan X-ray dilakukan pada lapang pandang mediolateral kaki depan untuk
melihat kelainan. Hasil pemeriksaan radiografi dari arah pandang mediolateral
menunjukkan pada os radius dan os ulnaris (garis merah) mengalami perubahan
marginasi
Os ulna
Os radius
Gambar 6 Hasil pemeriksaan X-ray dengan arah pandang mediolateral kaki kiri
depan
Diagnosa
Fraktura os radius-ulna
Diferensial Diagnosa
Fraktura os humerus
Prognosa
Fausta
Terapi
Terapi yang diberikan pada kasus fraktura ini adalah pemasangan bone
pin. Obat yang digunakan sebelum, selama dan post operasi adalah:
Atropin
o Dosis
Ketamin
o Dosis
: Anastesia
: Mengandung 100 mg/mL Ketamin HCl
Anjing 5.5-22 mg/kg BB IM/IV
Glukortin-20
: Antiinflamasi
o Dosis
: Mengandung 2 mg Dexamethasone/mL
Anjing 0.125-0.5 mg/kg BB IM/IV
Intramox-150 LA
: Antibiotik
o Dosis
: Mengandung 150 mg Amoxicillin/mL
Anjing 10-20 mg/kg BB IM/IV
Wireless Micro Current Stimulation (WMCS): selama 10 menit.
Tabel 4 Rekam medis pengobatan anjing Baby
Tanggal
21 12 15
Pagi
2.1
Siang
-
Sore
-
Berat badan
Suhu (OC)
Makan
Minum
Feses
Urin
Berat badan
Suhu (OC)
Makan
Minum
Feses
Urin
38.6
2.1
38.2
Puasa
Puasa
+
2.1
39.5
Disuap
+
+
+
38.2
38.5
Puasa
Puasa
38.9
+
+
38.2
38.2
Puasa
Puasa
38.9
Disuap
+
+
24 12 15
Berat badan
Suhu (OC)
Makan
Minum
Feses
Urin
2.2
38.8
+
+
+
+
38.4
+
-
25 12 15
Berat badan
Suhu (OC)
Makan
Minum
Feses
Urin
2.2
38.0
+
+
+
26 12 15
Berat badan
Suhu (OC)
Makan
Minum
Feses
Urin
Berat badan
2.2
38.4
+
+
+
2.2
22 12 15
23 12 15
27 12 15
Parameter
Berat badan (kg)
Suhu (OC)
Makan
Minum
Feses
Urin
Terapi
X-ray
Ket
Operasi
tulang
X-ray
WMCS
WMCS
Intramox-150
LA
Glukosrtin20
Jahitan
kering,
bengkak
38.5
+
+
+
WMCS
Intramox-150
LA
Jahitan
kering,
bengkak
38.0
-
38.1
+
+
+
+
WMCS
Jahitan
kering,
bengkak
berkurang
38.4
+
-
38.3
+
+
+
+
-
WMCS
Intramox-150
LA
Jahitan
kering
WMCS
Jahitan
Tanggal
Parameter
Suhu (OC)
Makan
Minum
Feses
Urin
Pagi
38.3
+
+
+
Siang
38.3
-
Sore
38.5
+
+
+
+
Terapi
Ket
kering
28 12 15
Berat badan
Suhu (OC)
Makan
Minum
Feses
Urin
2.2
38.0
+
+
+
38.0
-
38.1
+
+
+
+
WMCS
Lepas
jahitan
29 12 15
Berat badan
Suhu (OC)
Makan
Minum
Feses
Urin
2.2
38.4
+
+
+
38.6
-
38.1
+
+
+
+
WMCS
kaki kiri
depan mulai
menumpu
30 12 15
Berat badan
Suhu (OC)
Makan
Minum
Feses
Urin
2.2
38.3
+
+
+
38.0
-
38.1
+
+
+
+
WMCS
Kaki kiri
depan
menumpu
PEMBAHASAN
Seekor anjing pomenarian bernama Baby berumur 1.5 tahun berjenis
kelamin betina dan memiliki rambut berwarna putih datang ke Klinik Hewan dan
Akupuntur Gustav Vet. Temuan klinis yang terlihat dari Baby saat dilakukan
palpasi pada regio radius ulna kaki kiri depan terdapat reaksi rasa sakit dan
deformitas tulang. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk penegakan
diagnosa adalah pemeriksaan radiografi (X-ray). Hasil pemeriksaan radiografi dari
arah pandang mediolateral menunjukkan pada os radius dan os ulnaris (garis
merah) mengalami perubahan marginasi. Pada gambar X-ray diketahui anjing
mengalami patah tulang radius-ulna tipe transversal. Terapi yang digunakan pada
kasus ini adalah reposisi dan pemasangan bone pin.
Alat dan bahan yang digunakan untuk operasi adalah alat bedah mayor,
alat bedah tulang, bone pin, alkohol 70%, iodine, antibiotik Penicillin, dan benang
absorbable. Persiapan hewan sebelum operasi dilakukan pranastesi menggunakan
atropin dan anastesi pada hewan menggunakan ketamin dengan dosis 0.2 mL
secara IM. Setelah hewan teranastesi, hewan diposisikan right recumbency lalu
dilakukan pencukuran rambut pada area penyayatan dan sekitarnya. Area operasi
disuci hamakan menggunakan sabun, alcohol, dan iodine. Pada area operasi dan
bagian tubuh hewan lainnya yang terbuka diberi duk. Pendekatan area
pemasangan bone pin dilakukan dari arah medial dengan pertimbangan tidak
banyak otot yang harus disayat dan dikuakkan. Penyayatan dilakukan dari arah
cranio lateral dan caudo lateral dari distal os radius ulna. Penyayatan dilakukan
dengan membuka kulit dan subkutan lalu akan ditemukan beberapa musculus
secara berurutan dari medial yaitu m. carpi radialis external, m. pronator teres, m.
flex.digitalis superficial, m. flexor carpi radialis, dan m. flexor digitalis
profundus. Pendekatan area pemasangan bone pin harus memperhatikan pula
adanya pembuluh darah yang berjalan di medial radius ulna yaitu vena cephalica
dan arteri radiale. Terdapat pula nervus radialis diantara m. brachialis dan m.
pectoralis superficialis (Piermattei et al. 2006).
m.pronator teres
m.ext, carpi radialis
Vena cephalica
m.flex.carpi radialis
m.flex.digitalis superficialis
m.flex.digitalis profundus
Arteri radiale
Gambar 7 Pendekatan penyayatan dari arah medial (Piermattei 2006)
Setelah dilakukan penyatatan dan penguakan otot-otot tersebut, akan
ditemukan os radius dan os ulna kemudian dilakukan reposisi tulang dengan
menyatukan patahan os radius di bagian cranial dengan bagian caudalnya.
Selanjutnya, dilakukan pemasangan intramedullary pin. Intramedullary pin
dipasang dari arah caudal (processus styloideus) dan dilanjutkan ke arah cranial.
Pemasangan intramedullary pin dengan fraktur di sepertiga distal os radial pada
ras kecil, pemasangan intramedullary pin bertujuan untuk menfiksasi tulang yang
patah. Pemasangan intramedullary pin pada ras kecil merupakan penyebab dari
penyatuan tulang yang tertunda atau bahkan tidak dapat terjadi penyatuan tulang
(Primattei 2006). Pada kasus ini, dilakukan pemasangan bone pin dengan tujuan
untuk menjaga posisi os radius tetap pada tempatnya sehingga tidak terjadi
deformitas permanen selama menunggu masa persembuhan dari os ulna. Pada saat
os ulna sudah menyatu, bone pin dapat dilepas dan persembuhan pada os radius
lebih cepat.