Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Mata adalah suatu panca indera yang sangat penting dalam kehidupan manusia untuk
melihat. Dengan mata manusia dapat menikmati keindahan alam dan berinteraksi dengan
lingkungan sekitar dengan baik. Jika mata mengalami gangguan atau penyakit mata, maka
akan berakibat sangat fatal bagi kehidupan manusia. Jadi sudah semestinya mata merupakan
anggota tubuh yang perlu dijaga dalam kesehatan sehari-hari (Hamdani, 2010). Upaya
penyembuhan penyakit mata di tanah air terkendala minimnya jumlah dokter dan sistem
pengobatan yang dinilai tidak terorganisasi. Nila F. Moeloek, Ketua Persatuan Dokter
Spesialis Mata Indonesia (Perdami), menuturkan saat ini satu dokter mata harus merawat
sekitar 250.000 penderita penyakit mata. Angka kebutaan di Indonesia mencapai 1,5% dari
total penduduk dan menjadikannya sebagai negara dengan angka kebutaan yang tertinggi di
Asia Tenggara. Berdasarkan data nasional, jumlah penderita buta katarak di Indonesia
diperkirakan mencapai 1,8 juta penduduk. Jumlah tersebut akan terus bertambah sekitar
240.000 orang per tahun (kabar24.com, 13 Oktober 2012). Data pada Badan Pusat Statistik
(BPS) (2012), Kabupaten Sikka merupakan daerah kepulauan dengan total luas daratan
1.731,91 km2 . Terdapat 18 pulau, baik yang didiami ataupun tidak. Sebagian besar
penduduknya tinggal di daerah berbukit-bukit dan terpencil dengan kondisi lingkungan yang
tidak baik, sarana 2 transportasi yang sulit, akses pelayanan kesehatan kurang, tingkat
pendidikan dan sosial ekonomi masyarakat yang rendah, serta buruknya perilaku masyarakat
terhadap kebiasaan hidup sehat.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan menambah pengetahuan tentang anatomi dan fisiologi
dari kornea, lensa dan uvea.

1.2.2 Tujuan khusus


Untuk memahami dan mengetahui tentang anatomi dan fisiologi dari kornea,
lensa, dan uvea.
1.3 Manfaat Penulisan
1.3.1 Menambah wawasan khususnya pada ilmu kesehatan mata
1.3.2 Sebagai proses pembelajaran bagi dokter muda yang sedang mengikuti kepaniteraan
klinik senior di bagian Ilmu Mata di Rumah Sakit Umum Daerah Embung Ftimah kota
batam

BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI

2.1 Kornea
Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan kristal
sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lengkung melingkar
pada persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal
0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm dari anterior ke
posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang
bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran
Descement, dan lapisan endotel. Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea.
Kornea merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Kalau
kornea udem karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat
menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo.1

Gambar 1. Anatomi Kornea

Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:


1. Lapisan epitel

Tebalnya 50 m , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang
tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng.

Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong kedepan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel basal
berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel polygonal didepannya melalui
desmosom dan macula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan
glukosa yang merupakan barrier.

Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi
gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.

Epitel berasal dari ectoderm permukaan.

2. Membran Bowman

Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.

Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.

3. Jaringan Stroma

Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang sejajar satu dengan yang
lainnya, Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang dibagian perifer serat
kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama
yang kadang-kadang sampai 15 bulan.Keratosit merupakan sel stroma kornea yang
merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit
membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau
sesudah trauma.

4. Membran Descement

Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea


dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.
4

Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40
m.

5. Endotel

Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 m. Endotel
melekat pada membran descement melalui hemidosom dan zonula okluden.4

Gambar 2 .Corneal Cross Section


Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam
stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya. Bulbus
Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di
daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.4
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour aquous, dan
air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari atmosfir. Transparansi
kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam, avaskularitasnya dan deturgensinya.
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui berkas cahaya
menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan oleh strukturnya yang uniform, avaskuler
5

dan deturgesensi. Deturgesensi atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan
oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Dalam
mekanisme dehidrasi ini, endotel jauh lebih penting daripada epitel. Kerusakan kimiawi atau
fisis pada endotel berdampak jauh lebih parah daripada kerusakan pada epitel. Kerusakan selsel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, kerusakan
pada epitel hanya menyebabkan edema stroma kornea lokal sesaat yang 6 akan meghilang bila
sel-sel epitel telah beregenerasi.
Penguapan air dari lapisan air mata prekorneal menghasilkan hipertonisitas ringan pada
lapisan air mata tersebut. Hal ini mungkin merupakan faktor lain dalam menarik air dari stroma
kornea superfisial dan membantu mempertahankan keadaan dehidrasi. Penetrasi kornea utuh
oleh obat bersifat bifasik. Substansi larut-lemak dapat melalui epitel utuh dan substansi larutair dapat melalui stroma yang utuh. Agar dapat melalui kornea, obat harus larut-lemak dan
larut-air sekaligus. Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme
kedalam kornea. Namun sekali kornea ini cedera, stroma yang avaskular dan membran
Bowman mudah terkena infeksi oleh berbagai macam organisme, seperti bakteri, virus, amuba,
dan jamur (Biswell, 2010).
Adapun faktor-faktor yang sering menyebabkan kelainan pada kornea adalah:
1. Dry eye Kelainan ini muncul ketika lapisan air mata mengalami defisiensi sehingga
tidak dapat memenuhi batas-batas kecukupan, baik secara kuantitatif maupun
kualitatif, yang kemudian diikuti dengan keluhan subjektif. Kekurangan cairan
lubrikasi fisiologis merupakan faktor yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi
mikroba pada mata (Bangun, 2009).
2. Defisiensi vitamin A Kelainan kornea oleh karena defisiensi vitamin A dapat
menyebabkan kekeringan yang menggambarkan bercak Bitot yang warnanya seperti
mutiara yang berbentuk segitiga dengan pangkal di daerah limbus. Bercak Bitot seperti
ada busa di atasnya. Bercak ini tidak dibasahi oleh air mata dan akan terbentuk
kembali bila dilakukan debridement. Terdapat dugaan bahwa bentuk busa ini
merupakan akibat kuman Corynebacterium xerosis. Hipovitamin A ini juga dapat

menyebabkan keratomalasia dan tukak kornea dimana akan terlihat kornea nekrosis
dengan vaskularisasi ke dalamnya.
3. Abnormalitas ukuran dan bentuk kornea Abnormalitas ukuran dan bentuk kornea yang
terjadi adalah mikrokornea dan megalokornea. Mikrokornea adalah suatu kondisi yang
tidak diketahui penyebabnya, bisa berhubungan dengan gangguan pertumbuhan kornea
fetal pada bulan ke-5. Selain itu bisa juga berhubungan dengan pertumbuhan yang
berlebihan dari puncak anterior optic cup yang meninggalkan sedikit ruang bagi
kornea untuk berkembang. Mikrokornea bisa berhubungan dengan autosomal dominan
atau resesif dengan prediksi seks yang sama, walaupun transmisi dominan lebih sering
ditemukan. Megalokornea adalah suatu pembesaran segmen anterior bola mata.
Penyebabnya bisa berhubungan dengan kegagalan optic cup untuk tumbuh dan
anterior tip menutup yang meninggalkan ruangan besar bagi kornea untuk untuk diisi
(Bangun, 2010).
4. Distrofi kornea Deposit abnormal yang disertai oleh perubahan arsitektur kornea,
bilateral simetrik dan herediter, tanpa sebab yang diketahui. Proses dimulai pada usia
bayi 1-2 tahun dapat menetap atau berkembang lambat dan bermanisfestasi pada usia
10-20 tahun. Pada kelainan ini tajam penglihatan biasanya terganggu dan dapat disertai
dengan erosi kornea
5. Trauma kornea Trauma kornea bisa disebabkan oleh trauma tumpul, luka penetrasi atau
perforasi benda asing. Kemungkinan kontaminasi jamur atau bakteri harus diingat
dengan kultur untuk bakteri dan jamur diambil pada saat pemeriksaan pertama jika
memungkinkan. Trauma tumpul kornea dapat menimbulkan aberasi, edema, robeknya
membran Descemet dan laserasi korneoskleral di limbus (Bangun, 2010) 8 Trauma
penetrasi merupakan keadaan yang gawat untuk bola mata karena pada keadaan ini
kuman akan mudah masuk ke dalam bola mata selain dapat mengakibatkan kerusakan
susunan anatomik dan fungsional jaringan intraokular (Ilyas, 2009). Perforasi benda
asing yang terdapat pada kornea dapat menimbulkan gejala berupa rasa pedas dan sakit
pada mata. Keluhan ini mungkin terjadi akibat sudah terdapatnya keratitis atau tukak
pada mata tersebut

2.2 Anatomi dan Fisiologi Lensa


Lensa merupakan suatu struktur yang transparan, bikonveks, avaskular, dan
terletak di antara iris dan korpus vitreus. Lensa memiliki diameter antara 9-10 mm dan
ketebalannya bervariasi sesuai dengan usia dari 3,5 mm sampai 5 mm. Lensa memiliki dua
permukaan yaitu permukaan anterior yang memiliki radius kelengkungan sekitar 10 mm dan
permukaan posterior yang memiliki radius kelengkungan sekitar 6 mm. Kedua permukaan ini
bertemu pada garis ekuator. Struktur lensa terdiri dari:

Gambar 1. Struktur Lensa

1. Kapsula lensa
Merupakan
dan

lebih

tebal

suatu
pada

membran hialin tipis dan transparan yang melapisi lensa


permukaan anterior (14m) dibandingkan permukaan

posterior
lensa (3m).
2 .Epitel lensa
Terletak di bagian anterior lensa dan ekuator antara kapsul dan serat lensa. Lapisan
epitel lensa terbentuk dari selapis sel kuboid. Pada bagian ekuator sel ini menjadi sel
kolumnar yang secara aktif membelah untuk membentuk serat lensa yang baru.
Lensa merupakan struktur yang memiliki fungsi sangat besar dalam mekanisme
refraksi cahaya. Beberapa aspek fisiologis penting pada lensa adalah transparasi lensa,
8

aktivitas metabolime pada lensa, dan proses akomodasi. Lensa harus dijaga tetap jernih
dan transparan. Beberapa faktor yang menjaga transparansi lensa adalah: avaskular,
struktur sel dalam lensa, pengaturan protein lensa, karakter kapsul lensa yang
semipermeabel dan mekanisme pompa yang mengatur keseimbangan elektrolit dan air
dalam lensa.3,4,5

Gambar
Elektrolit

2.

Mekanisme

Dan

Pompa

Air

Keseimbangan

Lensa

Akomodasi

merupakan suatu mekanisme perubahan

fokus pada lensa

mata sehingga gelombang cahaya dari objek

yang dekat dapat difokuskan dengan

baik dan dapat dilihat dengan jelas. Mekanisme

ini menghasilkan perubahan bentuk lensa oleh aksi dari muskulus siliaris pada serat-serat zonula.

Gambar 3. Akomodasi Mata Normal


Lensa memerlukan suplai energi ATP
secara
asam amino, sintesis protein

kontinyu untuk transpor aktif dari ion dan


dan GSH. Sebagian besar energi yang diproduksi

digunakan di epitel yang merupakan situs utama dari proses transpor aktif. Sebagai struktur yang
avaskular, lensa sangat bergantung pada pertukaran kimia dengan aqueous humor untuk
metabolismenya. Komposisi kimia dari lensa dan pertukarannya dengan aqueous humor dapat
dilihat pada gambar di bawah ini.
9

Gambar
untuk

Komposisi Kimia Dalam Lensa


Glukosa merupakan sumber energi yang esensial

lensa.

Pada lensa 80% glukosa dimetabolisme secara

anaerobik
HMP

melalui jalur glikolitik dan 15% melalui jalur

shunt

serta sebagian kecil melalui

siklus Krebs.

Gambar 4 .Siklus Krebs


4 . Akomodasi
Fungsi
memfokuskan
dari

jauh,

memperkecil

berkas
otot-otot

utama

lensa

adalah

cahaya ke retina. untuk memfokuskan cahaya yang datang


siliaris relaksasi, menegangkan serat zonula dan
diameter

anteroposterior

lensa

sampai ukurannya yang terkecil; dalam posisi ini, daya refraksi lensa diperkecil sehingga
berkas cahaya parallel akan terfokus ke retina. untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat,
otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastic
kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya.
Kerjasama fisiologik antara korpus siliaris, zonula dan lensa untuk memfokuskan benda
10

dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi. Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan
refraksi lensa perlahan-lahan berkurang.
Gangguan pada lensa adalah kekeruhan (katarak perkembangan/pertumbuhan
misalnya congenital atau juvenile, degenerative misalnya katarak senile, komplikata,
trauma), distorsi, dislokasi, dan anomaly geometric. Pasien yang mengalami gangguangangguan tersebut mengalami kekaburan penglihatan tanpa nyeri. Pemeriksaan yang
dilakukan adalah pemeriksaan ketajaman penglihatan dan dengan melihat lensa melalui
slitlamp, oftalmologi, senter tangan atau kaca pembesar, sebaiknya dengan pupil dilatasi

2.3 Anatomi dan Fisiologi Uvea

11

Traktus uvea disebut juga dengan lapisan pigmen vaskuler , tunika vaskulosa atau
uvea. Nama uvea sendiri diambil dari bahasa latin uve ( anggur ), oleh karena memiliki
pigmen yang gelap dan bentuknya menyerupai anggur.(1,2)
Traktus uvea adalah lapisan dinding bola mata yang vaskuler, berada dilapisan
tengah mata, dilindungi oleh kornea dan sklera yang merupakan lapisan dinding luar bola
mata. Bagian ini ikut memasok darah ke retina dan terdiri dari tiga bagian yaitu iris, korpus
siliaris dan koroid. Traktus uvea melekat erat pada sklera di scleral spur , saraf optik , dan
tempat keluarnya vena vena vortex. (2,3,4,5)
Pada iris terdapat pupil yang mengatur intensitas cahaya yang masuk dan sampai
ke retina, melalui kerja muskulus dilator pupilae dan muskulus sfingter pupilae. Muskulus
dilator dipersarafi oleh saraf simpatis yang berfungsi untuk midrisasis, sedangkan muskulus
sfingter pupilae dipersarafi oleh saraf parasimpatise yang berfungsi untuk miosis. Pada
korpus siliaris terdapat muskulus siliaris yang berfungsi mengatur bentuk lensa untuk
akomodasi, disamping fungsi yang lain yaitu memproduksi humor akuos yang diperankan
oleh epitel siliaris tak berpigmen.(6)
Karena sifat vaskuler dari traktus uvea, maka bagian ini berfungsi sebagai
sumber nutrisi dan pertukaran gas melalui perfusi langsung pembuluh darah uvea pada dua
pertiga lapisan luar retina dan juga meningkatkan absorpsi cahaya yang dapat meningkatkan
daya kontras bayangan pada retina.

(3,4)

Dalam sari pustaka ini akan dibahas lebih lanjut mengenai embriologi ,anatomi,
histologi dan fisiologi dari traktus uvea.

12

Gambar 1. Anatomi Traktus Uvea (6)

2.3.1.Anatomi Traktus Uvea


1. Iris
Iris merupakan bagian paling anterior dari traktus uvea yang memberikan
warna pada mata, karena adanya melanosit dari sel-sel pigmen yang memberi warna
pada iris. Struktur iris tersusun atas pembuluh darah dan jaringan penyambung. Iris
memiliki permukaan pipih dengan pinggir membentuk suatu apertura bulat yang
terletak di tengah dan disebut pupil. Iris tergantung di dalam humor akuos antara
kornea dan lensa. Iris berfungsi membagi segmen anterior bola mata menjadi bilik
mata depan dan bilik mata belakang.(3,4)
Diameter iris sekitar 12 mm dengan keliling antara 37 38 mm dan
ketebalan 0,5 mm. Bagian paling tebal terletak pada daerah sentral yang merupakan
struktur yang berbentuk garis zig zag yang disebut collarette dan bagian tertipis
terdapat pada akar iris yang melekat pada permukaan anterior korpus siliaris dan
disebut juga margo siliaris.

(3,8)

Iris dibagi menjadi dua bagian yaitu permukaan

anterior dan permukaan posterior:


Permukaan Anterior

13

Permukaan anterior iris dapat dibagi atas dua zona yaitu zona pupilaris
pada bagian sentral dan zona siliaris pada bagian perifer. Kedua zona ini dipisahkan oleh
collarette yang terletak dua pertiga dari akar iris ke pinggir pupil ( sekitar 2 mm dari
pinggir pupil), merupakan bagian paling tebal dari iris dan disini dapat ditemukan
sirkulus arterial minor.(3,8)
Zona pupilaris terletak diantara pinggir pupil dan collarette. Pinggir pupil
pada zona ini lebih dikenal dengan pupillary ruff (pupillary frill) yang mempunyai bentuk
seperti cincin dengan pigmen gelap. Pada zona pupilaris ini dapat ditemukan muskulus
sfingter pupilae.(8)

Gambar 3. Anatomi Iris Anterior (7)


Zona siliaris pada permukaan anterior dibagi lagi menjadi tiga bagian yaitu inner
smooth area, a middle furrowed area , dan marginal cribriform area. Zona siliaris mempunyai
struktur dengan pola radier yang tersusun dari anyaman jaringan penyambung dan terletak di
bawah pembuluh darah stroma. Pada zona ini dapat ditemukan kripte-kripte dengan ukuran
14

yang bervariasi yang disebut crypts of Fuchs . Crypts of Fuchs ini dapat ditemukan dekat
collarette. Disamping itu, pada zona siliaris ini dapat ditemukan muskulus dilator pupilae. (3,4,8)
Permukaan Posterior
Struktur pada permukaan

posterior lebih halus dan lebih teratur dibandingkan

permukaan anterior . Pada permukaan posterior iris ini terdapat dua tipe lipatan radier yaitu
lipatan kontraksi yang terletak 1 mm dari pupil dan lipatan struktural yang terletak 1,5 mm dari
pinggir pupil.(8)

Gambar 4. Anatomi iris potongan sagital (7)

2.Anatomi Korpus Siliaris

15

Gambar 4. Korpus siliaris (16


Korpus siliaris berbentuk segitiga pada potongan sagital, menghubungkan segmen
anterior dan posterior. Dengan lebar sekitar 6 mm ( 6,5 mm pada sisi temporal dan 5,5 mm
pada nasal ). Apeksnya berada di posterior dan berbatasan langsung dengan ora serata.
Bagian basalnya berbatasan dengan akar iris dan mengalami perlekatan pada sklera melalui
serabut otot longitudinal, yang masuk ke scleral spur.3,4,10)
Permukaan anterior dari basis korpus siliaris berlipat lipat sehingga disebut pars
plikata sedangkan permukaan posteriornya halus dan datar disebut pars plana. Pars plikata
merupakan struktur yang kaya pembuluh darah dan memiliki 70 lipatan radier yang
membentuk prosessus siliaris dan memperluas permukaan korpus siliaris. Serat zonular lensa
yang membentuk zonula zinnii ( ligamentum suspensorium) terutama melekat pada lembahlembah pars plikata dan juga sepanjang pars plana. Ekuator lensa terletak sekitar 0,5 mm dari
prosesus siliaris. Pars plana relative avaskuler dan dikelilingi oleh ora serata dengan bentuk
menyerupai gigi (teeth-like) sehinga disebut prosesus dentate dengan jumlah sekitar 20
sampai 30, bagian pars plana yang dikelilingi prosesus dentate disebut dentate bay. Pars
plana ini memiliki lebar 4 mm dan terletak dari ora serata sampai prosesus siliaris dan
16

terletak 3,5 mm dari limbus. Pars plana merupakan pilihan surgical acces ke vitreus dan
retina.(2,,3,5,9,10,15)

Gambar 8. Korpus siliaris (14)

Gambar 5. Prosesus siliaris(9


3. Anatomi Koroid
Koroid merupakan bagian traktus uvea paling posterior yang menutrisi retina
bagian luar. Ketebalannya sekitar 0,25mm dan terdiri atas tiga lapisan yaitu koriokapiler
yang paling dalam, pembuluh kecil bagian tengah dan pembuluh besar bagian luar.
Koroid terbentang dari discus optic sampai ora serrata(4,5,7)
Struktur koroid tipis halus, berupa lapisan berwarna coklat melapisi sklera
bagian dalam dan memiliki banyak vaskularisasi. Permukaan dalam koroid halus,
melekat erat pada pigmen retina, sedangkan permukaan luarnya kasar dan melekat erat
pada saraf optik dan tempat dimana arteri siliaris posterior dan nervus siliaris memasuki
bola mata, juga melekat pada tempat keluar keempat vena vortex.

(3,4

Secara mikroskopik

koroid dapat dibagi dalam tiga lapisan yitu:


17

Lamina suprakoroid
Bagian ini merupakan suatu membran tipis dengan serat kolagen yang padat,
melanosit dan fibroblast. Bagian ini bersambungan dibagian anterior dengan lamina
suprasiliaris. Antara membran ini dan sklera terdapat suatu ruang potensial yang disebut
suprachoroidal space. Di dalam ruangan suprachoroidal space ini dapat ditemukan arteri
dan nervus siliaris posterior longus dan brevis. (7)
Stroma koroid

Bagian ini mengandung jaringan kolagen dengan beberapa jaringan elastik dan
serat retikulum. Bagian ini juga mengandung sel-sel pigmen dan sel-sel plasma. Pada
lapisan ini, penyusun utamanya juga terdiri dari tiga lapis yaitu : (i) lapisan pembuluh
darah besar (Hallers layer), (ii) lapisan pembuluh darah sedang (Sattlers layer) dan (iii)
lapisan koriokapilaris.

(7)

Ketiga lapisan pembuluh darah tersebut diatas disuplai oleh

arteri dan vena. Arterinya berasal dari cabang arteri posterior brevis yang berjalan ke
anterior. Venanya lebih besar dan bergabung dengan vena vorticose yang kemudian
menembus sklera dan bergabung dengan vena-vena ophthalmikus. Lapisan koriokapiler
memiliki dinding pembuluh darah tipis dan mengandung fenestra multiple, terutama pada
permukaan yang menghadap retina. Perisit terdapat pada dinding luar kapiler. Kapiler
juga mengandung jaringan ikat yang mengandung melanosit dan densitas kapiler
terbanyak dan terbesar terdapat di daerah makula.(2,3,4,5

18

Gambar 6. Khoroid
Membrane Bruchs
Lapisan terdalam khoroid adalah membrane bruchs, berasal dari fusi antara membran
basalis RPE dan koriokapiler. Membran ini dimulai dari diskus optic sampai oraserata.Pada
pemeriksaan ultrastruktural terdiri atas lima lapisan dari luar ke dalam yaitu:
1. membran basalis koriokapiler
2. lapisan serat kolagen luar
3. jaringan serat elastik
4. lapisan serat kolagen dalam
5. lamina basalis RPE.(3,4,7)

19

Gambar 16. Lapisan Membrane Bruchs 3


FISIOLOGI TRAKTUS UVEA
1. Fisiologi iris
Fungsi dari iris yaitu mengontrol jumlah cahaya yang masuk ke mata dan sampai
ke retina melalui kontraksi otot sfingter pupil dan otot dilator pupil. jika kedua mata disinari
dengan cahaya, diameter pupil akan mengecil dengan diameter yang sama atau beda dengan
selisih yang sangat kecil. Perbedaan ukuran kedua pupil disebut anisokoria. Anisokoria masih
normal (anisokoria fisiologis ) apabila perbedaannya kurang dari 0,4 mm. Pupil bergerak
secara bersamaan saat berdilatasi didalam ruang gelap atau miosis pada saat cahaya terang
yang merupakan suatu reaksi reflex.

(3,7,11)

Gerakan pada pupil terdiri dari gerakan miosis ( konstriksi ) dan gerakan
midriasis ( dilatasi ). Miosis terjadi apabila otot sfingter pupil yang tersusun sirkuler
berkontraksi memendek dan menegang sehingga lingkaran pupil akan mengecil. Otot ini
memperoleh inervasi primer dari saraf parasimpatis yang berasal dari nucleus EdingerWestphal yang berjalan sepanjang nervus III.

20

Midriasis terjadi apabila muskulus dilator pupil berkontraksi sehingga serabut


otot dilator tertarik keluar. Midriasis juga dapat terjadi melalui relaksasi muskulus sphingter
pupil. Stimulasi simpatis dari reseptor adrenergic 1 menyebabkan kontraksi dan
menyebabkan dilatasi dari iris.(3,7,11)
Refleks cahaya pupil adalah konstraksi pupil yang terjadi saat cahaya
menyinari mata. Refleks cahaya langsung yaitu konstriksi pupil pada saat cahaya disinari
secara langsung pada pupil, sedangkan konstriksi yang terjadi pada mata yang tidak disinari
disebut refleks konsensual. Jalur aferen refleks pupil bersatu dengan visual pathway termasuk
persilangan serabut saraf daerah nasal pada khiasma optikum. Daerah posterior dan traktus
optikus, serabut-serabut saraf pupil meninggalkan serabut visual dan melewati sisi lateral
otak tengah ke nukleus pretektal pada kolikulus superior. Di daerah ini, serabut eferen
muncul dan melewati nukleus Edinger-Westphal, menyilang secara partial. Bagian aferen
dari arkus refleks melibatkan nervus optik, kemudian membentuk suatu bagian dari sel-sel
ganglion retina yang berfungsi untuk mengatur jumlah cahaya yang masuk ke retina. Akson
akson ini akan meninggalkan nervus optik optik dan menuju ke nukleus pretektal olivary,
dimana akson akson ini bersinaps dengan sel pretektal. Sel-sel nukleus pretektal olivary
diperkirakan mengirim sinyal kepada kedua nukleus Edinger Westphal sehingga terjadi
refleks cahaya langsung dan cahaya tidak langsung ( konsensual).(3,4,1

2.Fisiologi korpus siliaris

21

Korpus siliaris memiliki tiga fungsi yaitu pembentukan humor akuos, pengaliran
humor akuos, dan akomodasi lensa. Humor akuos diproduksi oleh epitel korpus siliaris nonpigmen, volumenya sekitar 250 L, dengan kecepatan produksi rata-rata 2-3L. Hasil
produksinya akan dikeluarkan ke bilik mata belakang dan mengalir ke bilik mata depan. Ini
merupakan campuran kompleks dari elektrolit, organic solutes, growth factor dan protein lain
yang mensuplai nutrisi ke jaringan non vaskularisasi dari bilik mata depan (trabecular
Meshwork, lensa dan corneal endothelium). Humor akuos diproduksi oleh epitel tidak
berpigmen siliaris yang terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu proses difusi dan
ultrafiltrasi yang merupakan proses pasif, sedangkan proses aktif melalui sekresi. Difusi
terjadi karena terdapat ruang dengan potensial negatif yang akan terisi oleh molekul sampai
tercapai keseimbangan tekanan antara kedua membrane. Proses ini melibatkan ion ion
sodium. Ultrafiltrasi merupakan komponen nonenzim pada pembentukan humor akuos yang
tergantung pada perbedaan tekanan intraokuler, tekanan darah dan tekanan osmotik darah
pada korpus siliaris.(3,19,20)
Humor akuos disekresikan dari mata melalui conventional pathway dan
unconvensional pathway. Pada conventional pathway, humor akuos disekresikan dari mata
melalui trabekular meshwork pada sudut iridokorneal di bilik mata depan yang kemudian
diteruskan ke kanalis Schlemms , kanalis kolektor intraskleral, vena-vena akuos dan pleksus
vena episkleral. Pada unconvensional pathway atau aliran uveoskeral, humor akuos di bilik
mata depan masuk melalui muskulus siliaris dan selanjutnya memasuki ruang suprasiliaris dan
menyilang di anterior dan posterior sclera, sampai di kanalis emissaria yang terletak
disekeliling vena vortex atau di pembuluh darah koroid. Presentase humor akuos yang melalui

22

jalur uveasklera sekitar 10-15% pada orang dewasa, sedang pada anak-anak sekitar 40-50%.
Aliran uveoskeral ini juga dianggap sebagai aliran pasif dan rute minor dari humor akuos. (20,21)
Proses akomodasi dihasilkan karena terjadi kontraksi muskulus siliaris yang
menggerakkan zonula yang melekat pada anterior lensa ke depan dan dalam sehingga lensa
menjadi lebih cembung. Pada keadaan mormal posisi lensa dalam keadaan relaksasi tanpa
regangan pada kapsulnya dan berbentuk sferis yang disebabkan elastisitas kapsul. Pada saat
akomodasi muskulus siliaris berkontraksi khususnya otot longitudinal dan sirkuler sehingga
diameter otot berkurang yang mengakibatkan turunnya tekanan serat-serat zonular yang
kemudian memungkinkan lensa menjadi lebih sferis dan kekuatan dioptri lensa bertambah.
(21)

3. Fisiologi koroid
Koroid memiliki fungsi terutama untuk suplai darah ke epitel pigmen retina
(RPE) sampai ke dua pertiga lapisan nuclear dalam dari neurosensori retina. Koriokapiler
yang memerankan fungsi ini membawa darah melalui pembuluh-pembuluhnya ke bagian
anterior bola mata. Koroid juga diperkirakan berperan dalam proses pertukaran panas di retina
karena tingginya aliran darah di pembuluh darah koroid. Sel-sel pigmen koroid menyerap
cahaya yang berlebihan yang berpenetrasi ke retina tapi tidak diserap sel-sel fotoreseptor.
Disamping itu koroid juga memberikan peranan yang besar pada pemeriksaan fundus karena
respon dari pigmen dan warna koroid.(3,10)

DAFTAR PUSTAKA
23

Park, S.S., Siegelman J., Gragoudas E.S.: The Anatomy and Cell Biology of the
Retina on Duanes Clinical Ophthalmology., On CD ROM.,Lippincott and

William Wilkins.
Fletcher, E. C., Chong V. : Retina, in Vaughan and Asburys General

Ophthalmology 17th ed.,McGraw-Hill co., New York, 2007


Chibis,W.G, Hillary A.B, James, J.T., John, S.B., Karla J., Shalesh K .
Fundamentals and Principles of Ophthalmology, Basic and Clinical Science

Course, Sec. 2, AAO, San Fransisco, 2011-2012. Hal76-87


Regillo, C., Holekamp, N., Johnson, M.W., Kaiser, P.K., Schubert, H.D., Spaide,
R., Retina and Vitreous; Basic and Clinical Science Course Sec. 12, AAO, San

Fransisco, 2011- 2012, Hal 7- 17


Kaufman, P. L.,MD, Albert, MD, , Adlers Physiology of the Eye Clinical

6
7

Application, 10th ed. St. Louis, Missouri, Mosby, 2002. Hal 3-7
Retina, available from www.wikipedia.org, accessed on March 18th 2009.
Lang, G.E., Lang, G.K., Retina, in :Ophthalmology a Pocket textbook Atlas, 2nd

ed. Stuttgart- New York, Thieme, 2007. Hal :299


Simple Anatomy of Retina,available from www.webvision.com, accessed on

March 24th, 2009


J. Sebag; The vitreus, in Adlers physiology of the Eye, 10 th ed. Mosby,
Missouri.2002;293-313.

10 Chibis,W.G, Beaver, H.A., Jhons K., Kaushal, S.,Tsai, J.C., Beretska,J.S. Fundamentals
and Principles of Opthalmology, Basic and Clinical Science Course, Section 2, AAO,
San Fransisco, 2008-2009;89-92.

24

Anda mungkin juga menyukai