Anda di halaman 1dari 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kakao dan Jenisnya


Kakao (Theobroma cacao L.) Biji kakao merupakan salah satu komoditi perdagangan
yang mempunyai peluang untuk dikembangkan dalam rangka usaha memperbesar /
meningkatkan devisa negara serta penghasilan petani kakao. Produksi biji kakao di Indonesia
secara signifikan terus meningkat, namun mutu yang dihasilkan sangat rendah dan beragam,
antara lain kurang terfermentasi, tidak cukup kering, ukuran biji tidak seragam, kadar kulit
tinggi, keasaman tinggi, cita rasa sangat beragam dan tidak konsisten. Hal tersebut tercermin
dari harga biji kakao Indonesia yang relatif rendah dan dikenakan potongan harga
dibandingkan harga produk sama dari negara produsen lain (Haryadi dan Supriyanto, 2001)
Tanaman kakao (Theobroma cacao, L) atau lebih dikenal dengan nama cokelat berasal
dari hutan di Amerika Serikat. Jenis tanaman kakao ada berbagai macam tetapi yang banyak
dikembangkan sebagai tanaman perkebunan ada tiga, yaitu: criollo, forastero, dan trinitario :
1. Criollo menghasilkan biji cokelat yang bermutu tinggi dan dikenal sebagai edel
cocoa atau cokelat mulia. Kulit buah berwarna merah atau hijau, berbintil-bintil kasar dan
lunak. Bijinya berbentuk bulat dan berukuran besar, kulit bijinya (kotiledon) berwarna
putih waktu masih basah, biasanya digunakan sebagai bahan pembuatan cokelat bermutu
tinggi.
2.

Forastero menghasilkan

cokelat

yang

bermutu

sedang,

dikenal

denganbulk

cocoa atau ordinary cocoa. Kulit buah berwarna hijau dan tebal. Bijinya tipis atau gepeng
dan kulit bijinya (kotiledon) berwarna ungu waktu masih basah.
3.

Trinitario merupakan campuran atau hibrida dari jenis criollo danforastero sehingga
cokelat jenis ini sangat heterogen baik warna kulit, bentuk biji, maupun mutunya.

2.2 Karakteristik biji kakao


- Kadar Air Biji
Kadar air biji berpengaruh terhadap randemen hasil (yield), kadar air berpengaruh
pada daya tahan biji

kakao terhadap kerusakan terutama saat penggudangan dan

pengangkutan. Biji kakao, yang mempunyai kadar air tinggi, sangat rentan terhadap
serangan jamur dan serangga, keduanya sangat tidak disukai oleh konsumen karena
cenderung menimbulkan kerusakan cita-rasa dan aroma dasar yang tidak dapat diperbaiki
pada proses berikutnya. Standar kadar air biji kakao mutu ekspor adalah 6 - 7 %. Jika

lebih tinggi dari nilai tersebut, biji kakao tidak aman disimpan dalam waktu lama, sedang
jika kadar air terlalu rendah biji kakao cenderung menjadi rapuh.

Ukuran Biji
Ukuran biji kakao merupakan karakteristik fisik penentuan randemen hasil lemak,
dimana semakin besar ukuran biji kakao, maka semakin tinggi randemen lemak dari dalam
biji. Ukuran biji kakao dinyatakan dalam jumlah biji (beans account) per 100 gram contoh uji
yang diambil secara acak pada kadar air 6 - 7 %. Ukuran biji rata-rata yang masuk kualitas
ekspor adalah antara 1,0 - 1,2 gram atau setara dengan 85 - 100 biji per 100 gram. Ukuran biji
kakao kering sangat dipengaruhi oleh jenis bahan tanaman, kondisi kebun (curah hujan)
selama perkembangan buah, perlakuan agronomis dan cara pengolahan.

- Kadar Kulit Biji


Biji kakao terdiri atas keping biji (nib) yang dilindungi oleh kulit (shell). Kadar kulit
dihitung atas dasar perbandingan berat kulit dan berat total biji kakao (kulit + keping) pada
kadar air 6 - 7 %. Standar kadar kulit biji kakao yang umum adalah antara 11 - 13 %. Namun,
nilai kadar kulit umumnya tergantung pada permintaan konsumen. Beberapa konsumen
bersedia membeli biji kakao dengan kadar kulit di atas nilai tersebut. Mereka akan
memperhitungkan koreksi harga jika kadar kulit lebih tinggi dari ketentuan karena seperti
halnya ukuran biji, kadar kulit berpengaruh pada randemen hasil lemak. Biji kakao dengan
kadar kulit yang tinggi cenderung lebih kuat atau tidak rapuh saat ditumpuk di dalam gudang
sehingga biji tersebut dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Sebaliknya, jika kadar
kulit terlalu rendah, maka penjual (eksportir) biji kakao akan mengalami kerugian dalam
bentuk kehilangan bobot. Kadar kulit biji kakao dipengaruhi oleh jenis bahan tanaman dan
cara pengolahan (fermentasi dan pencucian). Semakin singkat waktu fermentasi, kadar kulit
biji kakao semakin tinggi karena sebagian besar sisa lendir (pulp) masih menempel pada biji.
Namun demikian, kandungan kulit biji tersebut dapat dikurangi dengan proses pencucian.

2.3 Komponen Penentu Mutu Kakao


Biji kakao mengandung berbagai macam komponen kimia, zat gizi, dan senyawa
bioaktif di dalamnya. Komposisi kimia ini bervariasi setelah mengalami proses pengolahan
menjadi produk. Komposisi kimia bubuk kakao berbeda dengan mentega kakao dan pasta
coklat. Komposisi kimia bubuk kakao (natural) per 100 gram adalah mengandung kalori
228,49 Kkal, lemak 13,5 g, karbohidrat 53,35 g, serat 27,90 g, protein 19,59 g, air 2,58 g, dan
kadar abu 6,33, yang meliputi : kalium 1495,5 mg, natrium 8,99 mg, kalsium 169,45 mg, besi
13,86 mg, seng 7,93 mg, tembaga 4,61 mg, dan mangan 4,73 mg. Komponen senyawa
bioaktif dalam bubuk kakao adalah senyawa polifenol yang berfungsi sebagai antioksidan.

Kandungan polifenol total dalam bubuk kakao lebih tinggi dibandingkan dalam anggur
maupun teh. Kelompok senyawa polifenol yang banyak terdapat pada kakao adalah flavonoid
yaitu senyawa yang mengandung 15 atom karbon yang 8 terdiri dari dua cincin benzene yang
dihubungkan oleh rantai karbon (Wahyudi et al. 2008). Gambar 1. Produk turunan buah
coklat (Cacao) Sumber : Wahyudi et al. (2008) 2.1. Lemak Kakao Murni Lemak merupakan
komponen termahal dari biji kakao. Biji kakao yang berasal dari pembuatan musim hujan
umumnya mempunyai kadar lemak tinggi (Mulato, 2002 dalam Nur, 2012). Buah Coklat
(Cacao) Biji Coklat (Cacao Bean) Pod Coklat (Cacao Pod)
2.4 Syarat Mutu Biji Kakao

Anda mungkin juga menyukai