Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN DISKUSI KASUS KE-2

BLOK BIOETHICS AND HEALTH LAW I


Aborsi terkait Prenatal Diagnostic untuk Thalassemia

KELOMPOK 2
TUTOR
dr. Wiwiek Fatchurohmah
ANGGOTA
Gilang Rara Amrullah

G1A011004

Irma Nuraeni Hidayat

G1A011005

Raditya Bagas Wicaksono

G1A011006

Ageng Bella Dinata

G1A011041

Fachrurozi Irsyad

G1A011042

Jatmiko Edy Nugroho

G1A011043

Brahma Putra J.

G1A011077

Dhea Danni Agisty

G1A011078

Setya Aji Priyatna

G1A011079

Mulia Sari

G1A011112

Tri Ujiana Sejati

G1A011113

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN UMUM
2012
0

A. Skenario Kasus

Ny. Melankolis usia 36 tahun dengan status G2P1A0 datang ke Rumah Sakit
untuk kontrol kehamilan dan ditemani oleh suaminya. Saat ini Diana, anak pertama
mereka berumur 3 tahun dan sejak umur 6 bulan didiagnosa mempunyai kelainan
darah, thalasemia mayor. Sejak setahun yang lalu, Diana sudah menjalani transfusi
darah bulanan dan mengkonsumsi obat untuk mengurangi efek negative
penyakitnya. Ny Melankolis sangat sedih pada awalnya, karena dia harus melihat
anaknya yang masih kecil mendapat transfusi darah setiap bulan. Beberapa waktu
sebelum mereka memutuskan mempunyai anak lagi, Ny Melancolis mendengar dari
sesama orang tua yang mempunyai anak dengan thalasemia, bahwa biasanya anak ke
dua tidak akan terkena thalasemia, sehingga ny. Melankolis dan suami memutuskan
untuk mempunyai anak

Karena ny. Melancolis memiliki anak dengan thalasemia,

maka mereka dianjurkan oleh dokter untuk melakukan pemeriksaan agar anak yang
dikandung diketahui mempunyai kelainan darah yang sama atau tidak.
menganjurkan untuk melakukan pemeriksaan genetika.

Dokter

Setelah berpikir beberapa

saat, mereka menyetujui untuk dilakukan pemeriksaan. Setelah dilakukan


pemeriksaan,

ternyata

janin

yang

dikandung

ny,

Melankolis

mempunyai

kemungkinan besar lahir dengan thalasemia. Ibu Melankolis sangat gundah dan
menangis terus menerus,

Pilihan yang saat ini dimiliki Ny. Melankolis adalah

mempertahankan janinnya dan melahirkan anak dengan thalasemia atau Ny.


Melankolis menggugurkan kandungannya.

B. Panduan Pertanyaan
1. Klarifikasikan istilah-istilah yang tidak anda pahami!
2. Menurut anda, dilemma etik apa yang terdapat pada artikel di atas!
3. Prinsip-prinsip dasar moral apakah yang mendasari setiap orang dalam
mengambil keputusan? Jelaskan!
4. Bagaimana dilemma etik dilihat dari dua sudut pandang (sebagai dokter dan
sebagai Ny. Melankolis)
5. Apa fungsi dan tujuan dari dilakukannya informed consent?
6. Dalam kondisi apa sajakah yang tidak memerlukan informed consent?

C. Jawaban Pertanyaan
1. Klarifikasikan istilah-istilah yang tidak anda pahami!
a. G2P1A0 (Gravida 2 Para 1 Abortus 0)
Pasien sedang menjalani kehamilan kedua, sudah pernah melahirkan
hidup satu kali, dan belum mengalami abortus (abortus nol).
G2P1A0

merupakan

suatu

pernyataan

kehamilan.

Untuk

keterangannya adalah :
1) G2 (Gravida), wanita hamil, G2 berarti selama kehamilan kedua atau
mengandung anak kedua.
2) P1 (Para) wanita yang pernah melahirkan satu keturunan atau lebih yang
mampu hidup tanpa memandang apakah seorang anak hidup saat lahir, P1
berarti sudah melahirkan satu anak.
3) A0 (Abortus) fetus yang mati atau non viable, A0 berarti tidak pernah
terjadi abortus (Dorland, 2011).
b. Thalassemia
Thalassemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan
kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel
darah normal (120 hari). Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami
gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar
tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang. Thalassemia terjadi akibat

ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk


memproduksi hemoglobin sebagaimana mestinya. Hemoglobin merupakan
protein kaya zat besi yang berada di dalam sel darah merah dan berfungsi
sangat penting untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh bagian
tubuh yang membutuhkannya sebagai energi. Apabila produksi hemoglobin
berkurang atau tidak ada, maka pasokan energi yang dibutuhkan untuk
menjalankan fungsi tubuh tidak dapat terpenuhi, sehingga fungsi tubuh pun
terganggu

dan

tidak

mampu

lagi

menjalankan

aktivitasnya

secara

normal.Thalasemia adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan


akibat dari ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam
amino yang membentuk hemoglobin (Anonymous, 2010).
Untuk jenisnya sendiri, thalassemia dibagi menjadi dua, yaitu :
1) Thalassemia Minor
Dimana gejalanya jauh lebih ringan dan sering hanya sebagai pembawa
sifat saja. Disini tidak muncul manifestasi klinis yang berat bagi penderita
thalassemia.
2) Thalassemia Mayor
Thalassemia mayor disebabkan mutasi titik (delesi) pada kedua gen
globin beta (ayah dan ibu), menyebabkan anemia symptomatic pada usia
6-12 bulan seiring dengan turunnya kadar Hb fetal. Anak-anak tanpa
terapi menunjukkan ciri fisik postur tubuh yang kurus, splenomegali,
ulkus kaki, anemia mikrositik berat. Transfusi darah dapat dilakukan
untuk mempertahankan kadar hemoglobin normal, menekan produksi
eritrosit abnormal, dan menghasilkan perkembangan fisik normal. Sering
terjadi kelebihan besi pada pasien karena hipertransfusi, sehingga dapat
dipertimbangkan juga untuk dilakukan transplantasi sumsum tulang
(Davey, 2005).

c. Abortus
Aborsi adalah peniadaan janin yang masih hidup dari rahim ibu
melalui campur tangan manusia sebelum lahir dengan cara membunuhnya
(Chang, 2009).
Aborsi adalah terminasi kehamilan yang tidak diinginkan melalui
metode obat-obatan maupun bedah. Risiko kematian akibat aborsi dalam 12
minggu pertama antara 1:100.000 s.d. 1:400.000 (Morgan, 2003).
Aborsi adalah pengakhiran hidup janin sebelum diberi kesempatan
untuk bertumbuh. Abortus ialah berhentinya kehamilan sebelum janin berusia
22 minggu berat 500 gr (Hanafiah, 2009).
Ada dua jenis aborsi yaitu:
1) Aborsi Spontan merupakan suatu mekanisme alamiah untuk mengeluarkan
hasil konsepsi yang abnormal. Aborsi spontan terdiri dari berbagai macam
tahap yakni:
a) Abortus Imminens. Dalam bahasa Inggris diistilahkan dengan threaten
Abortion, terancam keguguran ( bukan keguguran ). Di sini keguguran
belum terjadi, tetapi ada tanda-tanda yang menunjukan ancaman bakal
terjadi keguguran.
b) Abortus Incomplitus. Secara sederhana bisa disebut Aborsi tidak
lengkap, artinya sudah terjadi pengeluaran buah kehamilan tetapi
tidak komplit.
c) Abortus Complitus.

Disebut

sebagai

Aborsi

lengkap,

yakni

pengeluaran buah kehamilan sudah lengkap, sudah seluruhnya keluar.


d) Abortus Insipien. Buah kehamilan mati didalam kandungan-lepas dari
tempatnya tetapi belum dikeluarkan. Hampir serupa dengan itu, ada
yang dikenal missed abortion, yakni buah kehamilan mati didalam
kandungan tetapi belum ada tanda-tanda dikeluarkan.
2) Aborsi Buatan, terjadi akibat intervensi tertentu yang bertujuan untuk
mengakhiri proses kehamilan. Abortus buatan ditinjau dari aspek hukum
terbagi menjadi 2 golongan:
a) Abortus provocatus medicinalis yaitu pengguguran kandungan yang
dilakukan menurut syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh undangundang.

Populer

therapeuticus,

juga

karena

disebut
alasan

dengan

yang

abortus

sangat

provocatus

mendasar

untuk
4

melakukannya adalah untuk menyelamatkan nyawa/menyembuhkan si


ibu.
b) Abortus provocatus criminalis yaitu pengguguran kandungan yang
tujuannya selain dari pada untuk menyelamatkan/ menyembuhkan si
ibu, dilakukan oleh tenaga yang tidak kompeten serta tidak memenuhi
syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang. Abortus
golongan ini sering juga disebut dengan abortus provocatus criminalis,
karena di dalamnya mengandung unsur kriminal atau kejahatan.
d. Genetika
Ilmu yang mempelajari prinsip prinsip dan mekanisme hereditas,
khususnya cara dimana sifat diwariskan dari orang tua kepada keturunannya
dan penyebab persamaan dan perbedaan antara organisme terkait.
e. Transfusi darah
Transfusi darah adalah suatu tindakan medis yang bertujuan mengganti
kehilangan darah pasien akibat kecelakaan, operasi pembedahan atau oleh
karena suatu penyakit. Darah yang tersimpan di dalam kantong darah
dimasukan ke dalam tubuh melalui selang infuse (Made, 2010).
Pengertian dari sumber lain, Transfusi Darah adalah proses
pemindahan darah dari seseorang yang sehat (donor) ke orang sakit
(respien). Darah yang dipindahkan dapat berupa darah lengkap dan
komponen darah.
Transfusi darah adalah proses menyalurkan darah atau produk berbasis
darah dari satu orang ke sistem peredaran orang lainnya. Transfusi darah
umumnya berhubungan dengan kehilangan darah dalam jumlah besar yang
disebabkan oleh trauma, operasi, syok dan tidak berfungsinya organ
pembentuk sel darah merah (Dewi, 2010).
Tujuan transfusi darah :
1. Memelihara dan mempertahankan kesehatan donor.
2. Memelihara

keadaan

biologis

darah

atau

komponen

komponennya agar tetap bermanfaat.

3. Memelihara dan mempertahankan volume darah yang normal pada


peredaran darah (stabilitas peredaran darah).
4. Mengganti kekurangan komponen seluler atau kimia darah.
5. Meningkatkan oksigenasi jaringan.
6. Memperbaiki fungsi Hemostatis.
7. Tindakan terapi kasus tertentu (PMI,2007).
f. Diagnosis
Diagnosis adalah penentuan jenis penyakit dengan cara meneliti
(memeriksa) gejala-gejalanya (KBBI, 2010).
2. Menurut anda, dilemma etik apa yang terdapat pada artikel di atas!
Dilema etik yang terjadi adalah ketika sebelum memutuskan untuk punya
anak kedua, Ny. Melankolis mendengar dari sesama orang tua yang mempunyai
anak dengan thalasemia, bahwa biasanya anak ke dua tidak akan terkena
thalasemia, sehingga ny. Melankolis dan suami memutuskan untuk mempunyai
anak. Setelah dilakukan pemeriksaan, ternyata janin yang dikandung Ny.
Melankolis mempunyai kemungkinan besar lahir dengan thalasemia.

Ny.

Melankolis sangat gundah dan menangis terus menerus. Pilihan yang saat ini
dimiliki Ny. Melankolis adalah mempertahankan janinnya dan melahirkan anak
dengan thalasemia atau Ny. Melankolis menggugurkan kandungannya.
Adanya kelainan genetika pada anak yang dikandung sementara proses
kehamilanya normal. Adanya kemungkinan abortus dengan alasan anak yang
dikandung memiliki kelainan genetika yang berat (Hak autonomi pasien vs
prinsip Benficence, Nonmaleficence & Justice dari dokter).
Adanya kemungkinan besar untuk memiliki anak kedua yang mengidap
thalassemia. Hal ini sesuai dengan Deklarasi Oslo (1970) dimana dapat
dilakukan abortus pada risiko kehamilan dengan cacat bawaan (baik fisik,
genetik, maupun mental). Tetapi, masih ada kemungkinan untuk tidak mengidap
thalassemia. Selain itu, dalam hal ini thalassemia belum terkategorisasi sebagai
mayor atau minor (dengan pertimbangan risiko yang dimilikinya).

3.

Prinsip-prinsip dasar moral apakah yang mendasari setiap orang dalam


mengambil keputusan? Jelaskan!
a. Autonomy = hak hidup bayi, hak ibu mempertahankan/menggugurkan
janinnya, hak orangtua untuk mempertahankan/menggugurkan janinnya,
dengan kemungkinan besar bayi yang dilahirkan mengalami kelainan genetik
atau thalasemia.
b. Beneficence = Dalam kasus ini jika dilhat dari segi ekonomi Ny. Melankolis
memilih untuk menggugurkan kandungannya dan

Ny. Melankolis bisa

melanjutkan kelangsungan hidupnya tanpa terbebani masalah ekonomi


kedepannya. Sedangkan untuk janin tidak mengalami kesakitan saat bayi
lahir atau kebaikan bagi calon bayi saat dia lahir nanti.
c. Non-maleficence = mencegah penderitaan akan thalassemia bagi anak kedua
jika lahir nanti. Tetapi hal ini dilakukan dengan cara abortus (membunuh
janin).
d. Justice = Dalam kasus ini jika Ny. Melankonis menggugurkan kandungan
maka tidak adil bagi sang janin karena setiap manusia mempunyai hak untuk
hidup. Setiap orang memiliki hak yang sama untuk hidup, menentukan
pilihan, mendapatkan terapi dan pengobatan, serta tindakan medis. Walaupun
anak dari Ny. Melankolis lahir, hal ini dapat diatasi dengan terjangkaunya
seluruh terapi dan pengobatan, sehingga pemerintah memiliki andil besar
dalam hal ini.

Prinsip-prinsip moral atau nilai-nilai tambahan lain, yaitu :


a. Kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh
pemberi pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap
klien

dan

untuk

meyakinkan

Prinsip veracity berhubungan


mengatakan

kebenaran.

dengan

Informasi

bahwa

klien

kemampuan
harus

ada

agar

sangat

mengerti.

seseorang

untuk

menjadi

akurat,

komprensensif, dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan


materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada klien tentang
7

segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya selama menjalani


perawatan (Geoffry Hunt, 1994).
b. Menepati janji (Fidelity)
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya
terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta
menyimpan rahasia klien. Ketaatan, kesetiaan, adalah kewajiban seseorang
perawat untuk mempertahankan komitmen yang dibuatnya kepada pasien
(Geoffry Hunt, 1994).
c. Kerahasiaan (Confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga
privasinya. Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan
klien hanya boleh dibaca dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada
seorangpun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijinkan oleh
klien dengan bukti persetujuan (Geoffry Hunt, 1994).
d. Akuntabilitas (accountability)
Prinsip ini berhubungan erat dengan fidelity yang berarti bahwa tanggung
jawab pasti pada setiap tindakan dan dapat digunakan untuk menilai orang
lain. Akuntabilitas merupakan standar yang pasti yang mana tindakan
seorang professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa
terkecuali (Geoffry, 1994).
Selain itu dapat juga dilihat dari aspek agama terkait perilaku moral, yaitu
antara lain:
a. Islam
Menurut fatwa dari Majelis Ulama Indonesia ada beberapa pernyataan terkait
aborsi seperti berikut ini:
1)
Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada
2)

dinding rahim ibu (nidasi).


Aborsi dibolehkan karena adanya uzur, baik yang bersifat darurat
ataupun hajat.
a) Keadaan darurat yang berkaitan dengan kehamilah yang membolehkan
aborsi adalah: Perempuan hamil menderita sakit fisik berat seperti
kanker stadium lanjut, TBC dengan caverna dan penyakit-penyakit
fisik berat lainnya yang harus ditetapkan oleh Tim Dokter. Dan dalam
keadaan di mana kehamilan mengancam nyawa si ibu.
8

b) Keadaan hajat yang berkaitan dengan kehamilan yang dapat


membolehkan aborsi adalah: Janin yang dikandung dideteksi
menderita cacat genetic yang kalau lahir kelak sulit disembuhkan. Dan
kehamilan akibat perkosaan yang ditetapkan oleh Tim yang berwenang
yang didalamnya terdapat antara lain keluarga korban, dokter, dan
ulama. Kebolehan aborsi sebagaimana dimaksud harus dilakukan
3)

sebelum janin berusia 40 hari.


Aborsi haram hukumnya dilakukan pada kehamilan yang terjadi

akibat zina.
b. Nasrani = Kehidupan dimulai sejak sperma bertemu dengan sel telur
sehingga aborsi dikatakan sebagai pembunuhan dan dilarang.
c. Budha = Kehidupan dimulai sejak 49 hari, sehingga sebelum itu aborsi dapat
dilakukan.
d. Hindu = Dalam Hindu terdapat ajaran Ahimsa, yaitu ajaran dimana tidak
diperbolehkan untuk membunuh (A = tidak, Himsa = Membunuh).
4.

Bagaimana dilemma etik dilihat dari dua sudut pandang (sebagai dokter dan
sebagai Ny. Melankolis)
a. Sebagai dokter
Dilema dokter terjadi pada saat dokter menawarkan kepada Ny.
Melankolis untuk melakukan pemeriksaan genetik, karena pemeriksaan
genetik memiliki 2 kemungkinan yaitu potisif atau negatif thalasemia.
Pada saat mengutarakan kepada Nyonya Melankolis bahwa kehamilan
beliau normal akan tetapi hasil pemeriksaan genetika menunjukan bahwa
anak beliau kemungkinan besar lahir dengan thalasemia.
Selain itu, dokter tersebut juga akan memiliki kecenderungan untuk
menyalahi sumpah dokter, dimana harus menghargai kehidupan sejak
pembuahan hingga meninggal (kecuali dilakukan atas dasar indikasi medis
dan terapeutik bagi ibu). Lalu pertanyaan yang mungkin timbul adalah,
apakah adanya kemungkinan bagi anak kedua Ny. Melankolis menderita
thalassemia dapat dianggap sebagai sebuah indikasi medis untuk melakukan
abortus?
Dokter yang akan melakukan abortus disini sebenarnya telah aman
dari jerat hukum karena sudah memenuhi indikasi medik untuk
9

melakukannya (dari hasil prenatal diagnostic test). Namun ia akan terganjal


dari hati nurani seorang dokter akan sumpah-sumpah yang telah ia ambil
pada awal profesi, antara lain:
a. KODEKI Bab II butir 7d,
seorang dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi
hidup makhluk insani.
b. Sumpah hiprocates
saya tidak akan memberikan obat yang mematikan kepada siapa pun
meskipun diminta, atau menganjurkan kepada mereka untuk tujuan itu.
Atas dasar yang sama, saya tidak akan memberikan obat untuk
menggugurkan kandungan.
c. Lafal sumpah kedokteran
saya akan menghormati setiap hidup insani mulai saat pembuahan.
Sesuai Deklarasi Oslo, abortus buatan dapat dilakukan hanya jika
syarat berikut terpenuhi (Hanafiah, 2009) :
1) Abortus sebagai suatu tindakan terapeutik
2) Keputusan abortus harus disetujui secara tertulis oleh dua orang
dokter (terpilih atas kompetensi profesional)
3) Prosedur dilakukan dokter yang kompeten dalam institusi yang
diakui sah
4) Jika dokter merasa hati nuraninya menolak, ia berhak mengundurkan
diri dari prosedur tersebut
5) Indikasi medis yang dimaksud adalah kondisi yang benar-benar
mengharuskan diambil tindakan tersebut karena jika tidak diambil
akan membahayakan jiwa ibu, ancaman gangguan fisik, mental,
psikososial, serta jika ada resiko yang sangat jelas bahwa anak yang
dilahirkan akan mengalami cacat mental maupun fisik yang berat.
Selain itu UU No. 36 Tahun 2009 Pasal 75-77 mengatakan bahwa:
a. abortus dapat dilaksanakan jika terdapat indikasi kedaruratan medis yang
dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu
dan/ atau janin, yang menderita penyakit berat dan/ atau cacat bawaan,
maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut
hidup diluar kandungan (Pasal 75)

10

b. tindakan aborsi hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau


penasehat pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan
yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang (Pasal 75)

11

c. Aborsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 hanya dapat dilakukan:


1) Sebelum kehamilan berumur 6 minggu dihitung dari hari pertama
haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis
2) Oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan
yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri
3) Dengan persetujuan ibu hamil
4) Dengan persetujuan suami, kecuali korban perkosaan, dan
5) Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan
oleh menteri (Pasal 76)
b.

Sebagai Ny. Melankolis


Ny. Melankolis memiliki kehamilan kedua dimana janinnya memiliki
kemungkinan cukup besar untuk menderita thalassemia dianggap sebagai
sebuah dilema, dimana beliau harus memilih antara naluri keibuan untuk
mempertahankan bayinya dan juga menyelamatkan anak keduanya dari
thalassemia jika ia dilahirkan kelak.
Dilema etik yang terjadi pada kasus yaitu dimana ada seorang ibu yang
sedang mengandung janin yang beresiko besar terjangkit thalassemia.
Seorang ibu ini dihadapkan pada dua pilihan yaitu untuk tetap
mempertahankan kandungannya atau mengaborsi kandungan itu. Jika
kandungan tersebut dipertahankan, maka pihak keluarga akan mengalami
tekanan psikologis dan materiil. Namun jika di aborsi, bisa juga terjadi
tekanan psikologis karena keluarga tersebut kemungkinan besar akan
menjadi sorotan warga setempat karena telah mengaborsi janinnya.
Seandainya dokter melakukan abortus tanpa adanya indikasi medis
yang jelas maka, dokter dan Nyonya Melankolis dapat terjerat hukum pidana
sesuai :

Pasal 346

12

Seorang

wanita

yang

sengaja

menggugurkan

atau

mematikan

kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan


pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal 347
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan
pidana penjara paling lama dua belas tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut diancam
dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun
Pasal 348
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, diancam
dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun (Arimaswati, 2011).
Pasal-pasal diatas menunjukan bahwa tindakan abortus yang dilakukan
oleh dokter dengan pasien sangat rentan untuk terjerat oleh hukum sehingga
diperlukanlah informed consent untuk melindungi dokter dari tuntutan hukum
selain juga ditujukan guna melindungi hak pasien untuk menentukan pilihannya
sendiri setelah mendapatkan informasi dari dokter.

13

5.

Apa fungsi dan tujuan dari dilakukannya informed consent?


a. Fungsi :
1 Penghormatan terhadap harkat dan martabat pasien selaku manusia
2 Promosi terhadap hak untuk menentukan nasibnya sendiri
3
Untuk mendorong dokter melakukan kehati-hatian dalam mengobati
pasien
4 Menghindari penipuan dan miss leading oleh dokter
5 Mendorong untuk mengambil keputusan rasional
6 Mendorong keterlibatan publik dalam masalah kedokteran dan kesehatan
b. Tujuan :
1. Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang
sebenarnya tidak diperlukan dan secara medik tidak ada dasar
pembenarannya yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya
2. Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan
dan bersifat negatif, karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko,
dan pada setiap tindakan medik ada melekat suatu resiko ( Permenkes No.
290/Menkes/PER/III/2008 pasal 3 )

6.

Dalam kondisi apa sajakah yang tidak memerlukan informed consent?


a. Kondisi darurat dan emergensi dimana diperlukan tindakan segera (sesuai
dengan Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008, juga sesuai pasal 11 dari
Permenkes No. 589 tahun 1989)
b. Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak dapat menghadapi
situasi

di

dalam

dirinya

(sesuai

dengan

Permenkes

No.

290/Menkes/Per/III/2008)
Selain itu, informed consent tidak dilakukan atau tidak menjadi perioritas
utama jika pasien berada pada keadaan tertentu. Keadaan tertentu menurut
Sofwan Dahlan adalah keadaan dimana pasien belum dewasa, belum 21 tahun,
belum pernah nikah, atau tidak sehat akal. Dalam bahasa hukum, keadaan seperti
itu dianggap belum dapat melakukan tindakan hukum karena dinilai belum atau
tidak cakap.
Jika tidak dalam kondisi diatas, tindakan medis yang dilakukan tanpa
informed consent, dapat digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan
berdasarkan KUHP Pasal 351 ( trespass, battery, bodily assault )
14

Namun menurut Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008, persetujuan


tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang memberi
persetujuan, sebelum dimulainya tindakan (Ayat 1). Pembatalan persetujuan
tindakan kedokteran harus dilakukan secara tertulis oleh yang memberi
persetujuan (Ayat 2).

DAFTAR REFERENSI

Achadiat CM. 2007. Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran Dalam Tantangan
Zaman. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

15

Arimaswati, Indria Hafizah, dan Syamsul Rizal.2011.Modul Dilema Etik. Kendari :


Universitas Haluoleo
Chang, William. 2009. Bioetika. Jakarta: Kanisius.
Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.
Departemen

Kesehatan

Republik

290/Menkes/Per/III/2008.

Indonesia.

Jakarta:

2008.

Departemen

Permenkes
Kesehatan

No.

Republik

Indonesia.
Departemen Pendidikan Nasional. 2010. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Dewi, Ratna Sari. 2010. Sistem Manajemen Transfusi Berbasis Kompetensi. Jakarta :
Fakultas Keperawatan Universitas Indonesia.
Dorland. 2011. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 28. Jakarta : EGC.
Hanafiah, M Jusuf dan Amri Amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan
Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hunt, Geoffry. 1994. Ethical issues in nursing. New York: Padstow, Press Ltd.
Guwandi J. 2008, Informed Consent. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Morgan, Geri dan Carole Hamilton. 2009. Obstetri dan Ginekologi : Panduan
Praktik. Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

16

Anda mungkin juga menyukai