Hemostasis merupakan suatu mekanisme local tubuh yang terjadi secara spontan
berfungsi untuk mencegah kehilangan darah yang berlebihan ketika terjadi trauma atau
luka.Sistem hemostasis pada dasarnya terbentuk dari tiga kompartemen hemostasis yang
sangat penting dan sangat berkaitan yaitu trombosit, protein darah danj aring-jaring fibrin
pembuluh darah (Rahajuningsih, 2007).
Secara umum menurut Hoffbrand (2005), hemostasis terdiri dari 3 macam yaitu:
1. Hemostasis primer yaitu akan terjadi jika terdapat deskuamasi dan
luka kecil pada pembuluh darah. Hemostasis primer ini melibatkan
tunika intima pembuluh darah dan trombosit. Luka akan
menginduksi terjadinya vasokonstriksi dan sumbat trombosit.
Hemostasis primer ini bersifat cepat dan tidak tahan lama. Karena
itu, jika hemostasis primer belum cukup untuk mengkompensasi
luka,
maka
akan
berlanjut
menuju
hemostasis
sekunder.
agar
aktivitas
koagulasi
tidak
berlebihan.
Karena sifat trombosit yang lengket maka akan menyebabkan melekatnya trombosit
tambahan pada trombositsemula yang sudah aktif.
Dengan demikian, pada setiap luka, dinding pembuluh darah yang rusak atau
jaringan di luar pembuluh disekitar luka menimbulkan siklusakti vasitrombosit yang
jumlahnya teru smeningkat yang menyebabkannya menarik lebih banyak lagitrombosit
tambahan sehingga membentuksumbat (Hoffbrand, 2005; Guyton and Hall 2006)
Gambar
2.1:
tahapanhemostatik
a)
skemailustrasipembuluhdarahketikarusak,
b)
adhesitrombositdenganmatrikskolagenpada sub endothelial,c)
aktivasidanagregasitrombositmembentuksumbattrombosit,
d)
jaring-jaring fibrin (koagulasi) menstabilkanplatelet
plug
(Monroe and Hoffman,2006).
Fasekoagulasimerupakantahapanketigadalampembekuandar
ah.Suatuzatataukomplekszat-zatdisebutactivator
prothrombineyang
timbulsebagaireaksiterhadappecahnyapembuluhdarahkemudianme
ngkatalisaperubahanprothrombinemenjadithrombine.Thrombinebe
kerjasebagaienzimuntukmengubahfibrinogen
menjadibenang-
ditegakkanmelaluiriwayatpenyakitpenderita
penderitasertamelaluipemeriksaanfisik.
(ataukeluarga)
Beliau
juga
akanmenganalisahasilpemeriksaanlaboratoriumterhadapsampeldarahpenderita.
Gejalaterombositopeniabisatimbulsecaratiba-tiba (akut) ataumunculsecaraperlahan (kronik).
Gambaranklinis
yang
biasanyaditemuiberupaadanyatandaperdarahan
yang
tiba-
perdarahangusidanmimisan,
darahdalamtinja,
sampai
yang
paling
subarachnoid,
yang
luas.
seringmultipeldanukurannyabervariasidaripetekiesampaiekstravasasidarah
Hal
inimerupakanpenyebabkkematianpada
2,2%
padausialebihdari
40
PTI
akutdankronik,
sertatidakterdapatnyagejalasistemikdapatmembantudokteruntukmenyingkirkanbentuksekunde
rdan
diagnosis
lain.
Pentinguntuk
anamnesis
pemakaianobat-obatan
yang
dapatmenyebabkantrombositopeniadanpemeriksaanfisikhanyadidapatkanpendarahan Karena
trombosit yang rendah (peteki,purpura,pendarahankonjungtivadanpendarahanselaputlendir
yang lain). Purpura Thrombocytopenic Immunedewasaterjadiumumnyapadausia 18-40
tahundan 2-3 kali lebihseringmengenaiwanitadaripadapria(Setiati, 2015).
Padapemeriksaandarah, hanyaditemuitrombositopenia, yang jumlahnyabisamencapai
20.000/mm-kubikdanbahkanbisalebihrendah.
minggudanberangsur-angsur
naik,
Kenaikanjumlahtrombosit,
seiringhilangnyaantibodi
tentunya,
dandalamwaktumaksimal
Namunjumlahinibiasanyahanyabertahan
1-2
anti-trombosittersebut.
diiringidenganhilangnyatanda-tandaperdarahan,
bulan,
ITP
akutakansembuhsempurna.
Secaraumumhubunganantarajumlahtrombositdangejalaperdarahansalingberkorelasiantara lain
bilapasiendengan AT > 50.000 /uLmakabiasanyaasimptomatik, AT 30.000 50.000
/uLterdapatlukamemar/hematom, AT 10.000 30.000 /uLterdapatperdarahanspontan,
menoragiadanperdarahanmemanjangbilaadaluka, AT < 10.000 /uLterjadiperdarahanmukosa
(epistaksis,
perdarahan
gastrointestinal
dangenitourinaria)
danrisikoperdarahan
intracranial(Stevens, 2006).
Pengukurantrombositdihubungkandenganantibodi,
secaralangsungujiuntukmengukurtrombosit
yang
78-92%
Ujinegatiftidakmenyingkirkan
dandiperkirakanbernilaipositif
diagnosis
deteksi
yang
80-83%.
tanpaikatanantibodi
plasma
(hanyaruangtraube
isolated,
hitungdarah
yang
terisi),
yang
lain
danataunitropeniamenunjukkankearahpenyakit
tidakadalimfadenopati.
normal,
adanya
yang
Pemeriksaanmorfologidarahtepimenunjukkaneritrositdanleukosit
anemia
lain.
normal,
Trombositmudaini
bias
dideteksiolehflow
sitometriberdasarkan
messenger
RNA
yang
menerangkanbahwapendarahanpada
PTI
diagnosis
pentingadalahfungsisumsumtulang.
Padasumsumtulangdijumpaibanyakmegakariositdanagranuleratautidakmengandungtrombosit(
Setiati, 2015).
Secarapraktispemeriksaansumsumtulangdilakukanpadapasienlebihdari
pasiendengangambarantidakkhas
(misalnyadengangambaransitopenia)
tidakberesponbaikdenganterapi.
40
ataupasien
tahun,
yang
Meskipuntidakdianjurkan,
banyakahlipediatrihematologimerekomendasikandilakukanpemeriksaansumsumtulangsebelu
mmulaiterapikortikosteroiduntukmenyingkirkankasus leukemia akut(Setiati, 2015).
ITP
akutlebihseringterjadipadaanak-anak,
jarangpadaumurdewasa,
awitanpenyakitbiasanyamendadak,
riwayatinfeksiseringmengawaliterjadinyaperdarahanberulang,
seringdijumpaieksantemadaanak-anak (rubeoladan rubella) danpenyakitsalurannapas yang
disebabkanoleh virus merupakan 90% darikasustrombositopeniaimunologik. Virus yang
paling
banyakdiidentifikasiadalahvarisella
zoster
danEbsteinbarr.
ITP
Untukmenentukan
diagnosis
banding
PTI
II,
Beberapapemeriksaanlaboratoriumditambahkanantara
lain
pemeriksaanbiopsidan
Pemeriksaan
2015.
BMP.
BMP
TrombositopeniaImun
ditandaidengantrombositopenia
yang
(PTI)
menetap
adalahsuatuganguanautoimun
yang
(angkatrombositdarahperiferkurangdari
150.000/)
akibatautoantibodi
yang
mengikat
antigen
trombositmenyebabkandestruksiprematurtrombositdalamsistemretikuloendotelterutama
di
limpa(Setiati, 2015).
Epidemiologi
Insidensi PTI padaanakantara 4,0-5,3 per 100.00, PTI akutumumnyaterjadipadaanakanakusiaantara 2-6 tahun. 7-28% anak-anakdengan PTI akutberkembangmenjadikronik 1520%.
Purpura
TrombositopeniaImun
kronikpadabeberapakasusmenyerupai
(PTI)
PTI
padaanakberkembangmenjadibentuk
dewasa
yang
khas.
PTI
Insiden
PTI
yang
ITP
seringdijumpaipadaanakusia
2-4
tahun,
dapatdibagimenjadiakutdankronik.
ITP
ITP
refrakter
yang
gagalditerapidengankortikosteroiddosis
didefinisikansebagaisuatu
standard
an
ITP
splenektomi
yang
yang
ITP
refrakterditemukankira-kira
Kelompokinimempunyairespon
yang
25-30%
darijumlahpasien
ITP.
jelekterhadappemberianterapidenganmorbiditas
LEARNING OBJECTIVE
Etiopatogenesis ITP
Disregulasi imun pada ITP
Mekanisme patogen ITP primer belum diidentifikasi. Sekitar 80% pasien dengan
ITP primer dan 20% bisa diidentifikasi sebagai ITP sekunder. Kategori pasien yang memiliki
ITP primer atau sekunder, meskipun berbeda di beberapa tahap, karena keberhasilan
identifikasi dari etiologi terbaru atau kondisi terkait dari hasil ITP di klasifikasi ulang pada
pasien ITP sekunder. Tanpa memperhatikan nomenclatur, masih ada satu set terbatas yang
memicu mekanisme umum untuk subset dari pasien yang ditunjuk sebagai ITP primer,
sedangkan pasien yang didiagnosis dengan ITP sekunder dapat berbagi mekanisme patogen
ketika proses penyakit yang mendasari ITP-terkait adalah sama.
Identifikasi faktor yang mempercepat ITP sangat berbeda karena sifat sementara
cenderung dari peristiwa yang memicu, kesulitan dalam mendiagnosis ITP awal dalam
perjalanannya, dan jangka waktu yang lama di mana monitoring perlu terjadi untuk
mengetahui timbulnya ITP. Bahkan diketahui berisiko tinggi untuk ITP karena riwayat
penyakit dahulu ITP, riwayat keluarga yang kuat dari ITP (jarang), atau komorbiditas dengan
kondisi predisposisi ITP sekunder. Karena itu, study mengenai disregulasi imun pada ITP
tentu terbatas pada karakteristik dari kelainan setelah proses autoimun berjalan dengan baik
dan toleransi untuk trombosit sudah rusak.
Meskipun keterbatasan ini, data dari berbagai studi dalam beberapa tahun terakhir
mulai datang bersama-sama untuk membentuk gambar dari respon imun yang tidak
seimbang. Disamping ini, bukti mendukung berbagai macam perubahan kekebalan tubuh
yang melibatkan semua komponen dari sistem kekebalan tubuh, termasuk pertahanan
trombosit memendek dan penghambatan produksi trombosit.
Th2, makin rendah jumlah trombosit. Pasien ITP juga menunjukkan penurunan jumlah
CD4+CD25+ sel T regulator (Tregs), yang berfungsi untuk menurunkan respons regulasi
sel T. Tidak mengherankan, tingkat penurunan jumlah Tregs dikaitkan dengan penyakit
yang lebih parah di ITP. Selain jenis perubahan 1/2 spesifik, total rasio CD4:CD8 juga
diketahui dapat berkurang di ITP dan membaik dengan remisi penyakit.
Baru-baru ini, substrat lain dari sel T berbeda dari tipe 1 dan tipe 2 yang juga
telah di terlibat dalam penyakit autoimun, termasuk ITP. Mirip dengan tipe 1 dan tipe 2,
himpunan sel T ini didefinisikan oleh profil sekresi sitokin. Sel T, yang mengeluarkan IL17, yang pro-inflamasi dan di ITP menarik sebagian besar bukti yang melibatkan IL-17 di
autoimun. Dalam IL-17 yang mensekresi himpunan sel T, sel Th17 (CD4+) meningkat
pada ITP, seperti sel Tc17 (CD8+). Selain itu, peningkatan sel Tc17 berkorelasi dengan
skewing dari rasio CD4:CD8 di ITP. Tambahan diskrit himpunan sel T, Th22 (CD4+IFN
IL17IL22+), barubaru ini telah diidentifikasi dan ditemukan peningkatan regulasi
dalam beberapa penyakit autoimun. Sel Th22 juga meningkat secara signifikan pada
pasien ITP, dan peningkatan ini berkorelasi dengan peningkatan jumlah sel Th1 dan Th17.
Sitokin lain, IL21, diproduksi oleh beberapa CD4+ sel T dan pembunuh alami sel T dan
mampu meningkatkan regulasi kedua sel Th17 dan sel B. Pada ITP, ekspresi IL21 pada
sel T meningkat pada pasien ITP yang baru didiagnosis yang tidak diobati, meskipun
beredar IL21 tidak berubah.
Singkatnya, bukti mendukung respon sel T tipe 1 dengan respon peningkatan
regulasi Th17 dalam ITP. Menariknya, pola seperti disregulasi imun juga dapat dilihat
pada gangguan autoimun lainnya. Jenis respon, stereotip proinflamasi, mediasi sel,
komplemen perbaikan fenotipe, akan diharapkan untuk menyebarkan dan meningkatkan
proses kekebalan autoantibody mediasi platelet yang sedang berlangsung.
Purpura senilis, karena atrofi jaringan penyangga pembuluh darah kulit terlihat terutama
Purpura steroid, karena terpai steroid yang mengakibatkan atrofi jaringan ikat
Scurvy, yaitu terjadi pada defisiensi vitamin C, zat intersel yang tidak sempurna dapat
perdarahan otak (meskipun otaknya sendiri tidak mengalami cedera) yang bisa berakibat
fatal. (Arief mansoer, dkk.2001).
Tombositopenia bisa disebabkan karena penurunan produksi platelet dibawah normal
atau karena peningkatan destruksi dari platelet. (V. Roy, Sekhon SS, 2006).
GambaranklinisPTI
PTI Akut
PTI AkutlebihSeringdijumpaipadaanak, jarangpadaUmurdewasa, onset
penyakitbiasanyamendadak,
riwayatInfeksimengawaliterjadinyaperdarahanberulang,
seringdijumpaieksantempadaanak-anak
danpenyakitsalurannapasyang
(rubeoladan
disebabkanoleh
darikasuspediatriktrombositopeniaimunologik.
virus
rubella)
merupakan
Virus
90%
yang
palingbanyakdiidentifikasiadalahvarisellazoosterdanebsteinbarr.Manifestasiper
darahan
PTI
perdarahanintrakranialterjadikurangdari
akutpadaanakbiasanyaringan,
1%
pasien.Pada
PTI
dewasa,
bentukakutjarangterjadi,
namundapatmengalamiperdarahandanperjalananpenyakitlebihfulminan.
PTI
PTI Kronik
PTI
kronikbiasanyaterdapatpadaumurdewasa,
kronikbiasanyatidakmenentu,
onset
PTI
banyakterjadipadawanita
di
umurpertengahanriwayatperdarahanseringdariringansampaisedang,
infeksidanpembesaran lien jarangterjadi, danmemilikiperjalananklinisyang
fluktuatif.
Episode
perdarahandapatberlangsungbeberapaharisampaibeberapaminggu,
mungkinintermittenataubahkanterusmenerus.Remisispontanjarangterjadidanta
mpaknyaremisitidaklengkap.
Manifestasiperdarahan
PTI
berupaekimosis,
peteki,
purpura.Padaumumnyaberatdanfrekwensiperdarahanberkorelasidenganjumlahtr
ombosit.Secaraumumhubunganantarajumlahtrombositdangejalaantara
lain
PTI
palingsering,
menoragidapatmerupakangejalasatu-
danmungkintampakpertamakali
jugamerupakangejalayang
padapubertas.Hematuria
sering.Perdarahan
gastrointestinal
inimengenaihampir
penderitadengantrombositopeniaberat.Perdarahanbiasanya
1%
di
subarachnoid,
seringmultipeldanukuranbervariasidaripetekisampaiekstravasasidarah
luas. (Purwanto, 2014)
yang
Komplikasi ITP
Akibat dari ITP yang paling sering terjadi adalah pendarahan, apabila pendarahan terjadi di
otak atau pendarahan intracranial, efeknya bisa mematikan. Sedangkan komplikasi dari ITP
kronis akan muncul sebagai akibat dari pengobatan yang dilakukan. Kortikosteroid yang
cukup efektif mengobati ITP berpotensi menyebabkan efek samping yang berbahaya jika
dikonsumsi dalam jangka panjang misalnya, osteoporosis, katarak, kadar gula tinggi yang
bisa menyebabkan diabetes tipe 2.
Sedangkan prosedur splenektomi yang membantu mencegah hilangnya trombosit akan
membuat pasien lebih rentan terkena infeksi. Limpa bertanggung jawab melawan infeksi, jadi
apabila limpa diangkat, pasien akan kehilangan salah satu fungsi alami tubuh dalam melawan
infeksi.
Penderita ITP yang sedang hamil umumnya bisa menjalani proses kehamilan dan persalinan
yang normal. Namun jika jumlah trombosit yang sangat rendah pendarahan berlebih pada
saat melahirkan lebih berisiko untuk terjadi. Selain itu, wanita penderita ITP juga berpotensi
bahwa bayinya memiliki jumlah trombosit yang rendah pula. Jika ini terjadi, dokter bayi
tersebut akan mengawasi bayi selama beberapa hari. Jumlah trombosit bayi akan mengalami
penurunan sebelum akhirnya naik kembali. Tetapi jika jumlah trombosit bayi sangat rendah,
penanganan akan dilakukan untuk mempercepat pengembalian jumlah trombosit pada bayi
(Spring, 2010).
Prognosis
Respon terapi dapat mencapai 50-70% dengan kortikosteroid. Pasien ITP dewasa hanya
sebagian kecil dapat mengalami remisi spontan, penyebab kematian ITP biasanya
disebabkan oleh perdarahan intra kranial yang berakibat fatal berkisar 2,2% untuk usia
lebih dari 40 tahun dan sampai 47,8% untuk usia lebih dari 60 tahun (Purwanto, 2014).
LO Terapi / Penatalaksanaan ITP
Sebagian besar kasus ITP pada anak tidak perlu dirawat di rumah sakit, oleh karena
dapat sembuh sempurna secara spontan dalam waktu kurang dari 6 bulan. Beberapa faktor
memainkan peran dalam penatalaksanaan ITP diantaranya pendarahan yang banyak,
predisposisi komorbiditas perdarahan, komplikasi dari pengobatan khusus, aktivitas dan gaya
hidup, dan toleransi terhadap efek yang merugikan (Provan, 2010). Pengobatan jarang
ditujukan pada pasien dengan jumlah trombosit di atas 50.000/mm3, tanpa pendarahan yang
berkaitan dengan disfungsi platelet atau cacat hemostatik lainnya, seperti trauma, dan operasi
(Provan, 2010., Yang, 2000). Penatalaksanaan ITP tergantung pada jumlah trombosit dan
tingkat peradarahan. Pengobatan ditujukan untuk mengganggu antibodi yang mampu
melakukan penghancuran platelet, dengan menghambat fungsi reseptor makrofag dan
penurunan produksi antibodi antiplatelet (Cheng, 2003). Lini pertama pengobatan meliputi
observasi, kortikosteroid, IVIg, atau anti-D (ASH, 2011). Penatalaksanaan ITP dapat dibagi
menjadi terapi farmakologi dan terapi bedah. Terapi farmakologi dibagi lagi menjadi lini
pertama dan lini kedua (Neunert, 2011).
1. Terapi Farmakologi
A. Lini Pertama
Terapi kortikosteroid pada pasien ITP bertujuan untuk meningkatkan jumlah
trombosit melalui beberapa mekanisme, yaitu dengan mengurangi penghancuran platelet
yang dilakukan oleh makrofag, mengurangi produksi autoantibody, menghambat pengikatan
platelet-autoantibodi, dan meningkatkan trombopeietin untuk menstimulasi pembentukan
megakaryosit. Pengobatan dengan kortikosteroid, seperti prednisone dengan dosis 1-2
mg/kg/hari dapat meningkatkan hitung jumlah platelet sekitar 75%. Prednisone sebagai
standar terapi lini pertama untuk pasien ITP biasanya diberikan dengan dosis 0,5-2
mg/kg/hari, sampai jumlah hitung platelet meningkat menjadi >30.000-50.000/mm3, yang
membutuhkan waktu beberapa hari samapai beberapa minggu. Untuk mencegah komplikasi
dari penggunaan kortikosteroid, prednisone mungkin diberikan dengan melakukan tapering
off dan sesudah itu berhenti, jika tidak ada respon setelah 4 minggu terapi (Provan, 2010).
Terapi parenteral dengan dosis tinggi methylprednison ditujukan untuk mengobati pasien
yang gagal merespon pengobatan lini pertama (Provan, 2010). Ada beberapa penelitian
tentang terapi kortikosteroid di pasien dewasa dengan ITP. Penelitian-penelitian tersebut
menemukan bahwa 51,9% - 80% pasien mempunyai respon yang baik terhadap
dexamethasone, dengan jumlah hitung platelet meningkat setelah terapi (George, 2002).
Imunoglobulin Anti-D adalah salah satu taerapi untuk ITP, setelah Food and Drug
Administration (FDA) melisensi penggunaan intravena dari Rh (D) immunoglobulin (anti-D
imunoglobulin) pada Maret, 1995. Anti-D immunoglobulin hanya efektif untuk pasien nonsplenentomized Rh (D) positif, dimana antibodi terikat pada D antigen dalam sel darah
merah. Anti-D immunoglobulin bertindak dalam pemberi izin anti-D coated red blood cells
melalui reseptor makrofag Fc di sistem retikuloendotelial, yang akhirnya dapat menghasilkan
peningkatan jumlah hitung platlet (Gaines, 2005., Vesely, 2004).
Dosis standar untuk anti-D immunoglobulin intravena adalah 50mg/kg/hari dan
membutuhkan waktu 72 jam untuk memproduksi peningkatan jumlah platelet yang
signifikan. Terapi
dengan
anti-D
immunoglobulin
merupakan
terapi
yang
tidak
direkomendasikan sebagai terapi lini pertama untuk menigkatkan jumlah platelet dalam
pasien dengan trombositopenia berat (Stasi, 2004).
B. Lini Kedua
Dalam pengobatan lini kedua, cyclosporine A dapat diberikan dengan dosis 2,5-3
mg/kg/hari. Obat ini efektif sebagai agen tunggal pada pasien ITP, tetapi efek sampingnya
dapat membuat beberapa pasien tidak nayaman, terutama pasien usia lanjut (Provan, 2010).
Imunosupresi dengan cyclophosphamide per oral atau intravena bermanfaat untuk
pasien yang sulit di terapi dengan kortikosteroid dan/atau splenektomi (Provan, 2010).
Mycophenolate mofetil (MMF) adalah immunosupresan antiproliferatif yang bermanfaat
dalam pasien tertentu dengan ITP. Terapi ini diberikan dengan dosis meningkat (250 mg
sampai dengan dosis optimal 1000 mg/2 kali sehari), dan meningkatkan produksi trombosit
dalam 39% pasien dengan ITP refrakter (Provan, 2010).
2. Terapi Bedah
Splenektomi bukanlah pilihan yang direkomendasikan untuk terapi ITP pada anakanak, seperti yang terdapat dalam berbagai Guidelines (Neunert, 2011) yang lebih memilih
perawatan medis dibanding terapi bedah. Tujuan terapi bedah, seperti splenektomi pada
pasien ITP adalah untuk mencapai pengingkatan jumlah trombosit. Splenektomi
diindikasikan pada pasien yang gagal merespon terapi kortikosteroid atau yang terus-menerus
membutuhkna terapi trombosit. Splenektomi mengurangi interaksi antara sel B dan sel T
yang terlibat dalam sintesis antibodi. Indikasi dari splenektomi setelah terapi kortikosteroid
adalah sebagai berikut: a). jumlah trombosit <50.000/mm3 setelah 4 minggu terapi; b). jumlah
hitung platelet tetap di bawah normal setelah 6-8 minggu; dan c). jumlah trombosit normal,
tetapi menurun seiring dengan penuruan dosis kortikosteroid (Purwanto, 2006).
Sekitar 80% pasien dengan ITP merespon splenektomi, dengan respon yang terusmenerus selama 5 tahun ditemukan dalam 66% pasien yang tanpa membutuhkan terapi
tambahan. Sekitar 14% pasien tidak responsif pada terapi dan sekitar 20% pasien kambuh
dalam beberapa minggu, bulan atau tahun kemudian. Splenektomi juga menimbulkan
komplikasi, seperti perdarahan, infeksi, dan thrombosis. Karena ITP dan splenektomi
keduanya terkait dengan resiko tromboemboli, pasien dengan ITP harus menerima
thromboprophylaxis tepat setelah operasi, dan tambahan antibiotik profilaksis jangka
panjang, seperti phenoxymethypenicillin 250-500 mg atau eritromisin 500 mg dua kali sehari
(Provan, 2010., ASH, 2011).
Keadaan darurat
Dalam kasus-kasus darurat, seperti pasien yang membutuhkan operasi segera, atau pasien
dengan perdarahan gastrointestinal atau traktus urinarius, dimana peningkatan jumlah
trombosit sangat penting, terapi kombinasi lini peryama dapat diberikan, seperti
prednisone dan IVIg. Dosis tinggi methylprednisone juga bermanfaat untuk keadaan
darurat, dan transfuse trombosit dengan atau tanpa IVIg akan meningkatkan jumlah
trombosit sampai lebih dari 20.000/L dalam 42% pasien ITP dengan perdarahan dan
mungkin dapat melemahkan perdarahan. Pemberian antifibrinolitik, seperti tranexamic
dan epsilon aminocaproic acid oral atau iv, dapat bermanfaat untuk mencegah perdarahan
berulang pada pasien dengan trombositopenia berat, meskipun efektivitas obat-obat
tersebut belum dievaluasi pada pasien ITP (Provan, 2010).
DAFTAR PUSTAKA
Guyton, A.C and Hall J.E. 2006. Textbook of Medical Physiology
th
11 Ed.
4.Jakarta:
EGC. hal:178
Monroe, M.D and Hoffman, M. 2006. What Does It Take to Make the Perfect Clot?
Arterioscler Thromb Vasc Biol. American Heart Association Journal. Vol. 26. No.
81, pp. 41-48.
Rahajuningsih. 2007. Hemostasis dan Trombosis. Edisi 3. FKUI. Jakarta.hal:21
Sherwood, L. 2001. FisiologiManusiadariSelkeSistemEdisi 2.Terjemahan BU Pendit.