Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Proses Keperawatan


2.1.1 Pengertian proses keperawatan
Proses keperawatan adalah suatu metode ilmiah yang sistematis dan
terorganisir dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang berfokus
pada respon individu terhadap gangguan kesehatan yang dialami baik aktual
maupun potensial. Proses keperawatan digunakan oleh perawat sebagai kerangka
berfikir untuk mengidentifikasi respon pasien terhadap masalah kesehatan dan
membantu pasien dalam mencapai tingkat kesehatan, kesejahteraan dan adaptasi
yang maksimal terhadap gaya hidup.
2.1.2 Tujuan dan manfaat proses keperawatan
Segala sesuatu tindakan atau kegiatan tidak terlepas dari tujuan yang
diharapkan, demikian pula halnya pada penerapan proses keperawatan
mempunyai beberapa tujuan sebagai berikut :
1. Mempraktikkan metode pemecahan masalah dalam praktik keperawatan
2. Menggunakan standar untuk praktik keperawatan
3. Memperoleh metode yang baku dan sesuai, rasional dan sistematis dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien
4. Memperoleh metode yang dapat digunakan dalam segala situasi
5. Memperoleh hasil asuhan keperawatan dengan kualitas tinggi

Disamping itu, manfaat atau keuntungan yang dapat diperoleh pasien dari
pemberian asuhan keperawatan dengan pendekatan proses keperawatan adalah :
1. Pasien akan memperoleh asuhan keperawatan yang berkualitas tinggi sesuai
standar
2. Pasien akan memperoleh asuhan keperawatan yang efektif dan efisien dengan
partisipasi aktif dari pasien
3. Pasien akan memperoleh asuhan keperawatan yang berkesinambungan
Sedangkan bagi profesi keperawatan, dengan menggunakan metode yang
baku, sesuai dan rasional, maka dapat menunjukkan pada masyarakat bahwa
keperawatan adalah suatu profesi.
2.1.3 Tahap-tahap proses keperawatan
Proses keperawatan terdiri dari lima tahap, yaitu : pengkajian, penetapan
diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan/implementasi, dan evaluasi.
Kelima tahap ini merupakan pusat tindakan keperawatan di lingkungan manapun
dan setiap tahap saling terkait satu sama lain, seperti pada skema berikut :
Pengkajian
Data
Subyektif
Data
Obyektif

Diagnosis
Aktual
Potensial/
Risiko

Perencanaan
Tindakan
Mandiri
Tindakan
Kolaborasi

Implementasi
Penerapan
Rencana
Keperawatan

Umpan Balik

Gambar 2.1 Skema Tahapan Proses Keperawatan

Evaluasi
SOAP

1. Pengkajian keperawatan
Pengkajian data adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data
dan menganalisanya. Secara garis besar dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu data
objektif dan data subjektif. Data objektif merupakan data yang sesungguhnya,
yang dapat diobservasi dan dilihat oleh perawat, sedangkan data subjektif
merupakan pernyataan yang disampaikan oleh pasien dan dicatat sebagai kutipan
langsung.
Pengkajian memberikan dasar penentuan diagnosa keperawatan yang
akurat, dan selanjutnya digunakan untuk perencanaan tindakan keperawatan,
implementasi dan evaluasi asuhan keperawatan yang telah diberikan.
Sebagai sumber data yang dapat dipakai adalah :
1) Pasien sendiri sebagai sumber data utama
2) Keluarga pasien atau orang lain yang mengenal pasien
3) Tenaga kesehatan seperti : dokter, pekerja sosial, fisioterapi, tenaga perawat,
dan lain-lain
4) Catatan-catatan yang dibuat oleh tenaga kesehatan yang tercatat dalam
dokumen medis pasien.
5) Hasil pemeriksaan penunjang, misalnya : Rontgen, hasil pemeriksaan
laboratorium, dan lain-lain
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat dan pasti
tentang masalah pasien serta penyebabnya yang dapat dipecahkan atau diubah
melalui tindakan keperawatan.

10

Mitcheil mendefinisikan diagnosa keperawatan sebagai masalah nyata atau


potensial yang dialami oleh seseorang dalam memenuhi tuntutan atau kegiatan
hidup sehari-harinya yang berhubungan dengan masalah kesehatan-kesakitan
nyata atau potensial atau pengobatannya. Masalah nyata (actual) adalah masalah
yang sudah ada pada waktu pengkajian, sedangkan masalah yang bersifat risiko
tinggi/cenderung (potensial) merupakan masalah yang mungkin timbul dan
menjadi kesulitan dikemudian hari apabila tindakan pencegahan tidak
dilaksanakan. Disamping itu terdapat juga masalah yang bersifat kemungkinan
(posible).
Diagnosa keperawatan berbeda dengan diagnosa medis. Diagnosa medis
mengarah pada penyakit-penyakit, organ sistem tubuh yang abnormal, keadaan
patologis, gangguan fungsi fisiologis dan psikologis atau keadaan-keadaan yang
tercakup dalam diagnosa medis yang terdaftar dalam klasifikasi penyakit
internasional. Diagnosa keperawatan ditujukan pada pengaruh penyakit-penyakit
dan kondisi patologis pada kegiatan sehari-hari dan gaya hidup pasien atau reaksi
perilaku pasien pada kondisi penyakit. Tidak semua diagnosa keperawatan terkait
dengan diagnosa medis. Untuk menuliskan diagnosa keperawatan Gordon
menguraikan komponen yang harus ada sebagai berikut :
1) Diagnosa aktual : komponen terdiri dari tiga bagian, yaitu :
1. Problem/masalah

=P

2. Etiologi/penyebab

=E

3. Sign and symptom/tanda dan gejala


2) Diagnosa potensial/possible : P+E

=S

11

Dalam menuliskan diagnosa keperawatan. maka diantara problem/masalah


dengan etiologi/penyebab diberi kalimat penghubung, yaitu : berhubungan
dengan. Sedangkan antara etiologi dengan sign and symptom/tanda dan gejala
menggunakan kalimat penghubung, dimanifestasikan/ditandai dengan.
Tabel 2.1 Perbedaan antara Diagnosa Keperawatan dan Diagnosa Medis
Diagnosa Medis
1. Berorientasi pada penyakit
2. Tetap sama sepanjang masih ada
penyakit
3. Dapat ditangani dokter dalam praktek
medis
4. Selalu berhadapan dengan perubahan
patologis yang terjadi didalam tubuh
5. Penerapannya hanya
pasien/individu saja

pada

tubuh

Diagnosa Keperawatan
1. Berorientasi terhadap reaksi pasien
2. Mungkin berubah dari hari ke hari
sebagaimana perubahan reaksi pasien
3. Dapat ditangani perawat yang berada
pada
ruang
lingkup
praktek
keperawatan
4. Selalu berhadapan dengan persepsi
pasien
pada
setiap
keadaan
kesehatannya
5. Penerapannya pada berbagai gangguan
secara individu/kelompok

Sumber : Santa Manurung (2011)

3. Perencanaan
Perencanaan adalah proses kegiatan mental yang memberi pedoman atau
pengarahan secara tertulis kepada perawat atau anggota tim kesehatan lainnya
tentang intervensi/tindakan keperawatan yang akan dilakukan kepada pasien.
Rencana keperawatan merupakan rencana tindakan keperawatan tertulis yang
menggambarkan masalah kesehatan pasien, hasil yang akan diharapkan, tindakantindakan keperawatan dan kemajuan pasien secara spesifik.
Tujuan dilakukannya perencanaan tindakan keperawatan adalah untuk
mengembangkan komunikasi antara staf keperawatan, sebagai aspek legal dan
terdokumentasikannya asuhan keperawatan sebagai bukti untuk layanan asuransi.
Dalam perencanaan keperawatan terdapat 4 (empat) unsur kegiatan yang
harus dilakukan, yaitu meliputi : menyusun prioritas masalah, menetapkan tujuan

12

dan mengidentifikasi hasil yang diharapkan, menentukan intervensi keperawatan


yang akan dilakukan, dan penulisan/pendokumentasian rencana keperawatan.
4. Pelaksanaan/Implementasi
Pada tahap pelaksanaan ini kita benar-benar siap untuk melaksanakan
intervensi keperawatan dan aktivitas-aktivitas keperawatan yang telah dituliskan
dalam rencana keperawatan pasien. Dalam kata lain dapat disebut bahwa
pelaksanaan adalah peletakan suatu rencana menjadi tindakan yang mencakup :
1) Penulisan dan pengumpulan data lanjutan
2) Pelaksanaan intervensi keperawatan
3) Pendokumentasian tindakan keperawatan
4) Pemberian laporan/mengkomunikasikan status kesehatan pasien dan respon
pasien terhadap intervensi keperawatan
Pada kegiatan implementasi diperlukan kemampuan perawat terhadap
penguasaan teknis keperawatan, kemampuan hubungan interpersonal, dan
kemampuan intelektual untuk menerapkan teori-teori keperawatan kedalam
praktek.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, dimana perawat
akan mengevaluasi respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai. Evaluasi
adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk menentukan apakah rencana
keperawatan efektif dan bagaimana rencana keperawatan dilanjutkan, merevisi
rencana atau menghentikan rencana keperawatan.

13

Dalam evaluasi pencapaian tujuan ini terdapat 3 (tiga) alternatif yang dapat
digunakan perawat untuk memutuskan/menilai sejauh mana tujuan yang telah
ditetapkan dalam rencana keperawatan tercapai, yaitu :
1) Tujuan tercapai
2) Tujuan sebagian tercapai
3) Tujuan tidak tercapai
Ketiga unsur tersebut dapat dilihat/dinilai melalui Perilaku Pasien.
Dikatakan tujuan tercapai apabila pasien mampu menunjukkan perilaku sesuai
dengan kondisi yang ditetapkan pada tujuan, sebagian tercapai apabila perilaku
pasien tidak seluruhnya tercapai sesuai dengan tujuan. Sedangkan tidak tercapai
apabila pasien tidak mampu menunjukkan perilaku yang diharapkan sesuai
dengan tujuan. Jika tujuan telah dicapai, maka perawat akan menghentikan
rencana dan apabila belum tercapai perawat akan melakukan modifikasi rencana
untuk melanjutkan rencana keperawatan pasien.
Pengkajian ulang diperlukan untuk mengubah atau menghilangkan
diagnosis keperawatan, tujuan dan tindakan yang terdahulu, atas dasar data-data
yang baru diperoleh dari pasien. Dari pengkajian ulang kita akan memperoleh
hasil sebagai berikut :
1) Data yang baru dari pasien dapat merupakan masalah baru sehingga perawat
akan merumuskan diagnosa, tujuan dan rencana tindakan keperawatan yang
baru

14

2) Data baru dapat menunjukkan bahwa tujuan telah tercapai sehingga perawat
dapat mencantumkan dalam kolom evaluasi, dan rencana keperawatan untuk
masalah tersebut sudah selesai
3) Data baru menunjukkan bahwa tujuan sebagian atau tidak tercapai, sehingga
dengan demikian kita dapat melakukan identifikasi masalah dengan harapan
dapat memperbaiki rencana yang tidak berhasil :
1. Kemungkinan tujuan tidak sesuai dengan diagnosa keperawatan, sehingga
perlu diadakan perubahan
2. Kemungkinan diagnosa keperawatan tidak sesuai dengan masalah yang ada,
maka perlu diperbaiki
3. Bila tujuan dan diagnosa keperawatan sesuai, kemungkinan tindakan
keperawatan belum merupakan cara terbaik untuk mencapai tujuan, maka
pengkajian ulang akan meliputi pencatatan tindakan keperawatan yang lebih
efektif dan perubahan rencana tersebut
4. Pengkajian ulang dilakukan untuk menyesuaikan rencana keperawatan
terhadap perubahan kondisi dari pasien
Evaluasi pencapaian tujuan memberikan umpan balik yang penting bagi
perawat dalam menentukan apakah rencana keperawatan sudah efektif dalam
mengurangi,

menghilangkan

mendokumentasikan

ataupun

kemajuan

mencegah

pencapaian

masalah

tujuan

atau

pasien.

Untuk

evaluasi

dapat

menggunakan kartu/format bagan SOAP (Subyektif, Obyektif, Analisis dan


Perencanaan).

15

6. Tanda tangan dan nama terang perawat


Tanda tangan dan nama terang perawat harus tertuang dalam kolom yang
tersedia pada formulir asuhan keperawatan secara jelas, sebagai bukti legal dan
tanggung jawab atas pelaksanaan asuhan keperawatan yang diberikan pada klien.
7. Catatan keperawatan
Catatan keperawatan diisi secara lengkap dan jelas setiap memberikan
asuhan keperawatan maupun tindakan-tindakan yang diinstruksikan oleh dokter.
8. Resume keperawatan
Resume keperawatan diisi setelah klien dinyatakan boleh pulang atau
meninggal dunia maupun pada klien yang pulang atas permintaaan sendiri, yang
berisi rangkaian secara singkat dan jelas atas asuhan keperawatan yang telah
diberikan.
9. Catatan pasien pulang atau meninggal dunia
Formulir tersebut diisi sesuai keadaan klien saat itu. Jika klien diijinkan
pulang untuk obat jalan, maka harus diisi secara rinci yang meliputi : keadaan
klien pada saat akan pulang termasuk masalah perawatannya, jika ada luka
bagaimana perawatan lukanya, diet yang dianjurkan, aktivitas, waktu kontrol,
pengobatan dan dosisnya, serta pesan-pesan lain yang diperlukan untuk klien.
2.2 Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)
2.2.1 Pengertian MPKP
Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP) adalah suatu model
pemberian asuhan keperawatan yang memberi kesempatan kepada perawat
profesional untuk menerapkan otonominya dalam merencanakan, melaksanakan

16

dan mengevaluasi asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien. MPKP


merupakan suatu sistem (struktur, proses dan nilai-nilai profesional) yang
memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan
termasuk lingkungan yang mendukung pemberian asuhan keperawatan tersebut
(Sitorus, 2002).
2.2.2 Jenis-jenis MPKP
Dalam prakteknya terdapat berbagai jenis MPKP, yaitu :
1. MPKP III
Pada MPKP III ini dapat diberikan asuhan keperawatan profesional tingkat
III. Pada ketenagaan terdapat tenaga keperawatan dengan kemampuan doktor
dalam keperawatan klinik yang berfungsi untuk melakukan riset keperawatan dan
membimbing para perawat melakukan riset serta memanfaatkan hasil riset dalam
memberikan asuhan keperawatan.
2. MPKP II
Model II ini mampu memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat II.
Pada ketenagaan terdapat tenaga perawat dengan kemampuan spesialis
keperawatan yang spesifik untuk cabang ilmu tertentu. Perawat spesialis berfungsi
untuk memberikan konsultasi tentang asuhan keperawatan kepada perawat primer
pada area spesialisnya. Disamping itu melakukan riset, membimbing para perawat
melakukan riset dan memanfaatkan hasil-hasilnya dalam asuhan keperawatan.
3. MPKP I
Dalam model ini perawat mampu memberikan asuhan keperawatan
profesional I. Untuk itu diperlukan penataan 3 komponen utama yaitu :

17

ketenagaan

keperawatan,

metode

pemberian

asuhan

keperawatan

dan

dokumentasi keperawatan. Pada MPKP ini metode yang digunakan adalah


kombinasi metode keperawatan primer dan metode tim yang disebut Tim Primer
(Primary-Team).
4. MPKP Pemula
Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula (MPKPP) merupakan
tahap awal untuk menuju Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP).
Dalam model ini perawat mampu memberikan asuhan keperawatan profesional
tingkat pemula. Pada model ini terdapat 3 komponen utama yaitu : ketenagaan,
metode pemberian asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan.
2.2.3 Metode pemberian asuhan keperawatan
1. Metode kasus
Model kasus merupakan model pemberian asuhan yang pertama digunakan.
Pada model ini satu perawat akan memberikan asuhan keperawatan kepada
seorang pasien secara total dalam satu periode dinas. Jumlah klien yang dirawat
oleh satu perawat tergantung pada kemampuan perawat dan kompleksnya
masalah. Dengan model ini menuntut seluruh tenaga perawat mempunyai fasilitas
profesional dan membutuhkan tenaga perawat yang banyak. Model ini sangat
sesuai digunakan di ruang perawatan intensif misalnya ICU (Intensive Care unit),
ICCU (Intensive Cardiac Care Unit), HD (Hemodialisa), dsb.
2. Metode fungsional
Metode fungsional merupakan metode penugasan dalam memberikan
asuhan keperawatan didasarkan atas tugas-tugas spesifik kepada perawat. Prioritas

18

pertama yang dikerjakan adalah pemenuhan kebutuhan fisik kurang menekankan


kebutuhan secara holistik. Metode ini digunakan akibat kurangnya perawat
profesional, setiap perawat melakukan kegiatan yang sama dengan berulang.
Metode ini efisien dalam menyelesaikan tugas-tugas bila jumlah staf sedikit,
namun pasien tidak mendapat kepuasan dari asuhan keperawatan yang diberikan.
3. Metode tim
Pada tahun 1950 mulai dikembangkan metode tim, model tim merupakan
model asuhan keperawatan dimana perawat profesional memimpin sekelompok
tenaga keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada sekelompok
klien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif. Dalam metode tim asuhan
keperawatan dilakukan oleh sekelompok staf perawatan yang terdiri perawat
profesional bertanggung jawab mengkaji, merencanakan dan mendelegasikan
sebagian pekerjaannya kepada anggota, mengevaluasi dan merevisi asuhan
keperawatan.
Pada dasarnya didalam model ini mengandung dua konsep utama yaitu
kepemimpinan yang harus dimiliki ketua tim dan komunikasi efektif melalui
laporan, pre dan post conference atau pembahasan sebelum dan sesudah
penugasan. Tugas kepala ruangan, ketua tim dan anggota tim sebagai berikut :
1. Kepala ruangan
1) Menetapkan kinerja staf
2) Membantu staf dalam menetapkan sasaran asuhan keperawatan
3) Memberikan kesempatan kepada ketua tim untuk mengembangkan
kepemimpinan

19

4) Mengorientasikan tenaga keperawatan tentang fungsi model tim


5) Menjadi narasumber bagi ketua tim
6) Mendorong staf untuk meningkatkan kemampuan melalui riset keperawatan
7) Menciptakan iklim terbuka dengan semua staf
8) Mengevaluasi kinerja staff
2. Ketua tim
1) Mengkaji dan menetapkan rencana keperawatan
2) Mengkoordinasikan renpra dengan tindakan medik
3) Membagi tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota tim dan
memberikan bimbingan melalui pre dan post conference
4) Mengevaluasi asuhan keperawatan baik proses maupun hasil
3. Anggota tim
1) Melaksanakan tugas berdasarkan rencana asuhan keperawatan yang telah
disusun
2) Mencatat dengan jelas dan tepat asuhan keperawatan yang telah diberikan
berdasarkan respon pasien
3) Berpartisipasi dalam setiap memberikan masukan untuk meningkatkan
asuhan keperawatan
4) Menghargai bantuan dan bimbingan ketua tim
4. Metode primer
Keperawatan primer adalah suatu metode pemberian asuhan keperawatan
dimana perawat profesional bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap
asuhan keperawatan pasien selama 24 jam/hari. Tanggung jawab meliputi

20

pengkajian pasien, perencanaan, implementasi, dan evaluasi asuhan keperawatan


dari sejak pasien masuk rumah sakit hingga pasien dinyatakan pulang, ini
merupakan tugas utama perawat primer yang dibantu perawat asosiet.
Keperawatan primer akan menciptakan kesepakatan untuk memberikan
asuhan keperawatan yang komprehensif, dimana asuhan keperawatan berorientasi
kepada pasien. Pengkajian dan menyusun rencana asuhan keperawatan pasien di
bawah tanggung jawab perawat primer, dan perawat asosiet yang akan
mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan dalam tindakan keperawatan.
5. Metode tim primer (primary-team)
Pada model praktek keperawatan profesional metode yang digunakan adalah
kombinasi metode primer dengan metode tim yang disebut primary-team.
Penetapan metode ini didasarkan pada berbagai alasan sebagai berikut :
1) Metode keperawatan primer tidak digunakan secara murni karena sebagai
perawat primer harus mempunyai latar belakang pendidikan pada tingkat S1
keperawatan atau setara. Apabila menggunakan metode ini secara murni
dibutuhkan jumlah perawat S1/setara dalam jumlah yang lebih banyak.
2) Metode tim tidak digunakan secara murni karena pada metode ini tanggung
jawab tentang asuhan keperawatan klien terfragmentasi pada berbagai tim.
3) Melalui kombinasi kedua metode ini diharapkan kontinuitas dan akuntabilitas
asuhan keperawatan terdapat pada perawat primer.

21

2.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penerapan Asuhan Keperawatan


Menurut Hariyati (2002), faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan
Asuhan Keperawatan antara lain pengetahuan, motivasi kerja perawat, dan beban
kerja.
2.3.1 Pengetahuan
Pengetahuan adalah apa yang telah diketahui dan mampu diingat setiap
orang setelah mengalami, menyaksikan, mengamati atau sejak ia lahir hingga
dewasa. Aspek dasar pengetahuan dokumentasi proses keperawatan yang
kemudian pada saat melakukan implementasi, pengetahuan tentang prosedur
bimbingan, teori berubah dan hak-hak pasien serta tingkat perkembangan sejak
dini perlu diketahui mengingat aspek pelaksanaan merupakan aplikasi dari proses
keperawatan (Terry dalam Sukarna, 2001).
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 (enam)
tingkatan, yaitu : tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
1. Tahu
Tahu berarti mengingat suatu materi yang telah dipelajari atau rangsangan
yang telah diterima sebelumnya. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa seseorang itu tahu adalah ia
dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan.
2. Memahami
Memahami berarti kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang
objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

22

Orang

yang

paham

harus

dapat

menjelaskan,

menyebutkan

contoh,

menyimpulkan, dan meramalkan.


3. Aplikasi
Aplikasi berarti kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari pada
situasi atau kondisi rill (sebenarnya), aplikasi disini dapat diartikan sebagai
penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, dan prinsip dalam konteks atau
situasi nyata.
4. Analisis
Analisis adalah kemampuan menjabarkan materi atau objek kedalam
bagian-bagian yang lebih kecil, tetapi masih dalam satu struktur organisasi dan
ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat menggambarkan,
membuat bagan, membedakan, memisahkan dan mengelompokkan.
5. Sintesis
Sintesis merupakan kemampuan meletakkan atau menghubungkan bagianbagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan meyusun
formulasi baru dari formulasi yang sudah ada. Sebagai contoh, dapat menyusun,
merencanakan, dapat meringkas, dan dapat menyesuaikan terhadap suatu teori
atau rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau objek. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan
kriteria sendiri atau kriteria yang telah ada.

23

2.3.2 Motivasi kerja


Motivasi

kerja

adalah

suatu

kondisi

yang

mempengaruhi

untuk

membangkitkan, mengarahkan, dan memelihara perilaku yang berhubungan


dengan lingkungan kerja.
Fokus dari motivasi itu sendiri adalah manusia dengan segala kelebihan,
kekurangan, dan keterbatasannya. Manusia dengan kemampuannya melakukan
kegiatan dengan rasio dan emosional serta memiliki perilaku untuk berbuat yang
sesuai atau tidak sesuai dengan keinginannya. Oleh karena itu, motivasi sendiri
bersifat kompleks karena :
1. Kebutuhan individu berbeda satu sama lain dan berubah-ubah sesuai waktu
2. Penerjemahan kebutuhan kedalam tindakan individu juga berbeda
3. Manusia tidak selalu bertindak atas dasar pemenuhan kebutuhan terus-menerus
4. Pemenuhan kebutuhan setiap orang berbeda-beda
Landy dan Becker yang mengelompokkan teori-teori motivasi kedalam
beberapa teori-teori kebutuhan, teori keadilan, teori harapan, dan teori penguatan.
1. Teori kebutuhan
1) Teori kebutuhan menurut Maslow
Teori ini memandang manusia sebagai hierarki lima macam kebutuhan,
mulai dari fisiologis yang paling besar sampai kebutuhan tertinggi yaitu
aktualisasi diri. Teori ini memperjelas bahwa seorang akan termotivasi untuk
memenuhi kebutuhan yang paling menonjol atau paling kuat bagi mereka pada
waktu tertentu.

24

2) Teori ERG (existence, Relatedness, Growth) menurut Aldefer


Teori ini merupakan motivasi yang menyatakan bahwa orang bekerja
keras untuk memenuhi kebutuhan tentang eksistensi (Existence, kebutuhan
dasar dari Maslow), kebutuhan keterkaitan (Relatedness, kebutuhan hubungan
antar pribadi) dan kebutuhan pertumbuhan (Growth), kebutuhan akan
kreatifitas pribadi, atau pengaruh produktif. Teori ini menyatakan bahwa jika
kebutuhan yang lebih tinggi mengalami kekecewaan, kebutuhan yang lebih
rendah akan kembali, walaupun sudah terpuaskan.
3) Teori tiga macam kebutuhan
John W. Atkinson, mengusulkan ada tiga macam dorongan mendasar
dalam diri orang yang termotivasi, kebutuhan untuk mencapai prestasi (need
for achivement), kebutuhan kekuatan (need of power), dan kebutuhan untuk
berafiliasi atau hubungan dekat dengan orang lain (need for affiliation).
4) Teori motivasi dua faktor
Dikemukakan oleh Herzberg dalam Nursalam (2003), yaitu karyawan
dapat dimotivasi oleh pekerjaannya sendiri didalamnya terdapat kepentingan
yang disesuaikan dengan tujuan organisasi. Herzberg menyimpulkan bahwa
ketidakpuasan dan kepuasan kerja dalam bekerja muncul dari dua faktor yang
berbeda yaitu faktor lingkungan dan pekerjaan itu sendiri.
Faktor lingkungan tidak memberikan motivasi tetapi dapat menimbulkan
ketidakpuasan kerja. Faktor ini tidak meningkatkan prestasi kerja, tetapi dapat
menurunkan prestasi kerja. Faktor-faktor penyebab kepuasan (faktor yang

25

memotivasi) termasuk prestasi, pengakuan, tanggung jawab, dan kemajuan,


semuanya berkaitan dengan isi pekerjaan dan imbalan prestasi kerja.
2. Teori keadilan
Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa faktor utama dalam motivasi
pekerjaan adalah evaluasi individu atau keadilan dari penghargaan yang diterima
dari upaya dalam proporsi dan usaha yang mereka kerjakan.
3. Teori harapan
Teori ini menyatakan cara memilih dan bertindak dari berbagai alternatif
tingkah laku, berdasarkan harapannya apakah ada keuntungan yang diperoleh dari
tiap tingkah laku, harapan hasil prestasi individu mengharapakan konsekuensi
tertentu dari tingkah laku mereka. Harapan ini nantinya akan mempengaruhi
keputusan tentang bagaimana cara mereka bertingkah laku, harapan valensi
tingkah laku tertentu mempunyai valensi atau kekuatan untuk memotivasi.
Valensi ini bervariasi dari satu individu ke individu yang lain, harapan prestasi
usaha, tingkat keberhasilan mereka dalam melaksanakan tugas yang sulit akan
berpengaruh pada tingkah laku. Hasil yang dirasakan seseorang berfungsi sebagai
imbalan intrinsik. Imbalan yang dirasakan langsung oleh yang bersangkutan
seperti bonus, pujian atau promosi diberikan oleh pihak luar, seperti atasan
langsung, supervisor atau kelompok kerja.
4. Teori penguatan
Teori ini menyangkut bagaimana ingatan seseorang mengenai pengalaman
rangsangan respon konsekuensi. Hal ini sangat terkait dengan penguatan yang

26

diterima seseorang yang akan memberi motivasi dengan memberikan respon


dalam pola tingkah laku yang konsisten sepanjang waktu.
2.3.3 Beban kerja
Bewe dalam Sunaryo (2004), beban kerja dapat diartikan dimana perawat
merawat banyak pasien dan banyak mengalami kesulitan dalam mempertahankan
standar yang tinggi. Situasi lingkungan kerja yang sibuk akibat tingkat
ketergantungan klien yang cukup tinggi sementara jumlah tenaga perawat tidak
sebanding dengan jumlah tingkat ketergantungan klien menyebabkan sebagian
besar waktu dan tenaga perawat lebih banyak tercurah untuk klien sehingga waktu
untuk melakukan pendokumentasian sangat terbatas. Menurut Douglas tingkat
ketergantungan pasien dibagi dalam tiga kategori (Sitorus, 2002).
1. Perawat minimal memerlukan waktu 1-2 jam/24 jam, dengan perawatan yang
minimal ini pasien hanya diberikan pendidikan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan klien itu sendiri. Sedangkan observasi tanda-tanda vital dilakukan
setiap jaga (shift), serta ambulasi dengan pengawasan dilakukan oleh perawat.
Dari hasil yang diharapkan dengan perawatan ini adalah klien mampu
melakukan secara mandiri.
2. Perawatan parsial memerlukan waktu 3-4 jam/24 jam, dengan kriteria
keberhasilan diri dibantu, makan dan minum dibantu. Observasi tanda-tanda
vital setiap 4 jam, klien dengan infus, persiapan pengobatan yang memerlukan
prosedur. Dengan kategori ini maka ketergantungan klien lebih banyak
dibanding dengan perawatan minimal.

27

3. Perawatan total memerlukan waktu 5-6 jam/24 jam. Perawatan ini lebih tinggi
tingkat ketergantungannya, dari tingkat ketergantungan ini semua keperluan
klien dibantu.

2.4 Kerangka Berpikir


2.4.1 Kerangka teori
Model Praktek
Keperawatan Profesional
1. Jenis-jenis MPKP :
1) MPKP III
2) MPKP II
3) MPKP I
4) MPKP Pemula
2. Metode MPK :
1) Metode kasus
2) Metode fungsional
3) Metode tim
4) Metode primer
5) Metode primary-team
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi

F Penerapan Asuhan Keperawatan

1. Pengetahuan, terdiri dari 6 domain :


1) Tahu
2) Memahami
3) Aplikasi
4) Analisis
5) Sintesis
6) Evaluasi
2. Motivasi kerja, terdiri dari 4 teori :
1) Teori kebutuhan
2) Teori keadilan
3) Teori harapan
4) Teori penguatan
3. Beban kerja
1) Kebutuhan tenaga perawat
2) Ketergantungan pasien

Penerapan Asuhan Keperawatan


Terdiri dari :
1. Pengkajian Keperawatan
2. Diagnosa Keperawatan
3. Rencana Tindakan Keperawatan
4. Implementasi Keperawatan
5. Evaluasi Keperawatan

Gambar 2.2 Kerangka Teori

28

2.4.2 Kerangka konsep


VARIABEL BEBAS

VARIABEL TERIKAT

Pengetahuan Perawat

Motivasi Kerja

PENERAPAN ASUHAN
KEPERAWATAN

Beban Kerja
Gambar 2.3 Kerangka Konsep
2.5 Hipotesis Penelitian
2.5.1 Terdapat pengaruh pengetahuan perawat terhadap penerapan asuhan
keperawatan
2.5.2 Terdapat pengaruh motivasi kerja terhadap penerapan asuhan keperawatan
2.5.3 Terdapat pengaruh beban kerja terhadap penerapan asuhan keperawatan

Anda mungkin juga menyukai