Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


KOLELITIASIS

Siti Rohmah
1006666500

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
2014

1. Pengertian
Kolelitiasis merupakan pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung
empedu adalah endapan satu atau lebih komponen empedu yaitu kolesterol, birilubin,
garam empedu, kalsium, protein, asam lemak dan lesitin atau fosfolipid (Price & Wilson,
2006). Secara normal, empedu dibentuk di hati dan disimpan dalam kandung empedu.
Makanan yang masuk ke intestinum akan menstimulasi kandung empedu untuk
berkontraksi dan melepaskan empedu melalui saluran empedu dan sfingter Oddi ke
dalam intestinum (Lemone & Burke, 2008). Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam
kandung empedu dan jarang terjadi pada saluran empedu lainnya, namun batu tersebut
dapat bermigrasi ke duktus sistikus atau duktus koledokus. Batu tersebut menimbulkan
rasa nyeri ketika melewati saluran empedu dan tertahan disana sehingga menimbulkan
obstruksi saluran empedu.

2. Etiologi
Etiologi batu empedu belum diketahui secara sempurna, namun gangguan metabolisme
merupakan faktor predisposisi yang paling penting (Price & Wilson, 2006). Gangguan
metabolisme tersebut dapat disebabkan oleh:
a) Perubahan komposisi empedu
Sebagian besar batu empedu mengandung kolesterol (80%) dan sisanya merupakan
campuran dari komponen empedu lainnya. Empedu yang mengalami supersaturasi
(sangat jenuh) oleh kolesterol akan memicu pembentukan batu (Lemone & Burke,
2008).
b) Stasis kandung empedu
Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan perubahan supersaturasi
progresif empedu oleh kolesterol, perubahan komposisi empedu dan pengendapan
unsur empedu (Price & Wilson, 2006). Gangguan kontraktilitas dan perlambatan
pengosongan kandung empedu serta spasme sfingter Oddi dapat menyebabkan stasis.
Perlambatan pengosongan kandung empedu dapat dikaitkan dengan faktor hormonal
khususnya selama kehamilan (Black & Hawks, 2005).

c) Infeksi kandung empedu


Infeksi kandung empedu akan menyebabkan reabsorpsi garam empedu yang
meningkatkan risiko pembentukan batu (Lemone & Burke, 2008).
3. Faktor risiko
a) Usia
Pembentukan batu empedu mengalami peningkatan bersamaan dengan pertambahan
umur. Hal tersebut terjadi akibat bertambahnya sekresi kolesterol oleh hati dan
menurunnya sintesis asam empedu (Smeltzer & Bare, 2001).
b) Jenis kelamin
Jumlah wanita yang mengalami batu empedu dua kali lebih banyak dibandingkan
laki-laki. Peningkatan hormon estrogen selama kehamilan, hormone replacement
therapy, dan pil kontrasepsi dapat meningkatkan level kolesterol empedu serta
mengurangi kontraktilitas kandung empedu yang akhirnya mendorong terjadinya batu
empedu (Smeltzer & Bare, 2001).
c) Penyakit atau kondisi lain
Penderita diabetes melitus umumnya memiliki level asam lemak trigliserida yang
tinggi. Asam lemak tersebut dapat meningkatkan risiko terbentuknya batu empedu.
Risiko terbentuknya batu empedu juga meningkat akibat malabsorpsi garam empedu
pada pasien dengan penyakit gastrointestinal atau reseksi ileum (Smeltzer & Bare,
2001).
d) Obesitas
Obesitas akan mengurangi jumlah garam empedu dan meningkatkan kolesterol dalam
empedu yang akan menyebabkan perlambatan pengosongan kandung empedu
(Lemone & Burke, 2008).
e) Riwayat keluarga
4. Patofisioligi
Batu empedu memiliki tiga tipe yaitu batu kolesterol, pigmen dan batu campuran (Black
& Hawks, 2005).
a) Batu kolesterol
Kolesterol merupakan unsur normal pembentuk empedu yang bersifat tidak larut
dalam air. Kelarutan kolesterol dipengaruhi oleh asam empedu dan lesitin
(fosfolipid). Individu yang mengalami penurunan sintesis asam empedu dan
peningkatan sintesis kolesterol dalam hati cenderung menderita batu empedu.
Kondisi tersebut akan mengakibatkan supersaturasi kolesterol dalam empedu dan

keluarnya kolesterol dari empedu yang akan mengendap dan membentuk batu
(Smeltzer & Bare, 2001). Batu kolesterol murni biasanya besar, soliter, bulat atau
oval, berwarna kuning pucat dan seringkali mengandung kalsium atau pigmen (Price
& Wilson, 2006).
b) Batu pigmen
Batu pigmen terjadi karena terbentuknya bilirubin tak terkonjugasi akibat hidrolisis
bilirubin oleh enzim -glucuronidase dalam empedu sehingga mengalami
pengendapan sebagai calcium bilirubinate. Enzim -glucuronidase dapat berasal dari
bakteri E. coli dan kuman lainnya di saluran empedu (Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I , 2006). Batu ini berukuran kecil, multipel, dan berwarna hitam (Price
& Wilson, 2006).
c) Batu campuran
Batu campuran merupakan kombinasi dari batu pigmen dan kolesterol atau salah
satunya dengan elemen empedu lain (Black & Hawks, 2005). Batu ini berwarna
coklat tua dan majemuk.

5. Manifestasi klinis
Manifestasi awal batu empedu tidak jelas, gangguan epigastrium seperti rasa penuh,
distensi abdomen, dan nyeri samar pada kuadran kanan atas abdomen dapat terjadi
setelah mengkonsumsi makanan yang berlemak atau digoreng (Lemone & Burke, 2008).
a) Nyeri kolik atau kolik bilier merupakan manifestasi yang paling spesifik dan
merupakan karakteristik penyakit batu empedu. Pasien mengalami nyeri hebat pada
abdomen kuadran kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan, rasa
nyeri tersebut biasanya disertai mual dan muntah yang bertambah hebat dalam
waktu beberapa jam setelah makan makanan dalam porsi besar. Pasien dapat gelisah
berganti-ganti posisi tubuh untuk mengurangi intensitas nyeri (Smeltzer & Bare,
2001).

b) Ikterus dapat terjadi bila terjadi obstruksi duktus koledokus. Obstruksi pengaliran
empedu ke dalam duodenum akan menyebabkan reabsorpsi kembali empedu oleh
darah yang membuat kulit dan membran mukosa berwarna kuning. Keadaan ini juga
sering disertai gatal-gatal yang mencolok di kulit (Smeltzer & Bare, 2001).
c) Perubahan warna urin dan feses. Urin berwarna sangat gelap dan feses tampak
kelabu.
d) Defisiensi vitamin. Obstruksi aliran empedu juga mengganggu absorpsi vitamin larut
lemak (A, D, E, dan K). Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah
normal (Smeltzer & Bare, 2001).
6. Komplikasi
Komplikasi kolelitiasis meliputi kolesistitis (inflamasi kandung empedu), kolangitis
(inflamasi pada saluran empedu), kerusakan hati, dan pankreatitis bila terjadi obstruksi
pada duktus koledokus (Lemone & Burke, 2008).
7. Pengkajian (Doenges, Moorhouse, & Geissler, 2000)
Aktivitas/Istirahat

Gejala : kelemahan

Sirkulasi
Eliminasi

Tanda : gelisah
Tanda : takikardia, berkeringat
Gejala : perubahan warna pada urine dan feses
Tanda : distensi abdomen, teraba massa pada kuadran kanan
atas, urine gelap, pekat, feses warna tanah liat,

Makanan/Cairan

steatorea
Gejala : anoreksia, mual/muntah, tidak toleran terhadap
lemak dan makanan pembentuk gas , regurgitasi
berulang, nyeri epigastrium, tidak dapat makan,
flatus, dispepsia, sendawa

Nyeri/Kenyamanan

Tanda : kegemukan, adanya penurunan berat badan


Gejala : nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke
punggung atau bahu kanan, kolik epigastrium tengah
sehubungan dengan makanan, nyeri mulai tiba-tiba
dan biasanya memuncak dalam 30 menit
Tanda : nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadran

Pernapasan

Tanda

kanan atas ditekan


: peningkatan frekuensi pernapasan, pernapasan
tertekan ditandai oleh napas pendek, dangkal

Keamanan

Tanda

: demam, menggigil, ikterik, dengan kulit


berkeringat dan gatal (pruritus), kecenderungan
perdarahan (kekurangan vitamin K)

8. Pemeriksaan Diagnostik (Doenges, Moorhouse, & Geissler, 2000)


a) Darah periksa lengkap: leukositosis sedang (akut)
b) Bilirubin serum: peningkatan bilirubin serum mengindikasikan adanya obstruksi
aliran empedu di sistem saluran empedu.
c) Amilase dan lipase serum: meningkat
d) Enzim hati serum-AST (SGOT), ALT (SGPT), LDH, dan alkaline fosfat: agak
meningkat
e) Kadar protrombin: menurun bila obstruksi aliran empedu dalam usus menurunkan
absorpsi vitamin K.
f) Ultrasonografi kandung empedu: secara akurat mendiagnosa batu empedu juga dapat
mengkaji pengosongan kandung empedu.
g) Kolangiopankreatografi rertograd endoskopik (ERCP): memungkinkan visualisasi
dan evaluasi percabangan bilier.
h) Kolesistogram: menyatakan batu pada sistem empedu, digunakan jika alat USG
tidak tersedia atau hasilnya meragukan.
i) CT scan: menyatakan kista kandung empedu, dilatasi duktus empedu
j) Foto abdomen: menyatakan gambaran radiologi (kalsifikasi)batu empedu, kalsifikasi
dinding atau pembesaran kandung empedu.
9. Diagnosa Keperawatan dan Rencana Asuhan Keperawatan (Terlampir)
10. Penatalaksanaan Nonbedah
a)Penatalaksanaan pendukung dan diet. Penatalaksanaan diet merupakan bentuk terapi
utama pada pasien yang hanya mengalami intoleransi terhadap makanan berlemak dan
mengeluhkan gejala GI ringan. Diet yang diberikan setelah suatu serangan nyeri
biasanya dibatasi pada makanan cair rendah lemak. Makanan yang banyak atau
mengandung lemak sebaiknya dihindari dan ingatkan kepada pasien bahwa jenis
makanan tersebut dapat menimbulkan serangan baru (Smeltzer & Bare, 2001).
b) Farmoterapi. Asam ursodeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksikolat (chenodial,
chenofalk) digunakan untuk melarutkan batu empedu radiolusen yang berukuran kecil
yang terutama tersusun dari kolesterol. Terapi ini umumnya dilakukan pada pasien
yang menolak pembedahan atau dianggap berisiko untuk menjalani pembedahan
(Smeltzer & Bare, 2001).

c)Pelarutan batu empedu. Methyl tertiary terbutyl ether (MTBE) merupakan agen pelarut
kolesterol, menghancurkan batu kolesterol dalam hitungan jam, diinfuskan ke dalam
kandung empedu melalui kateter perkutaneus.
d) Endoschopic sphincterotomy (papillotomy). Efektif mengangkat batu yang terdapat
pada saluran empedu. Endoskop dimasukkan ke dalam duodenum, melalui endoskop
tersebut alat pemotong (papilotom) dimasukkan untuk memotong serabut mukosa atau
papila sfingter Oddi agar dapat diperlebar. Setelah itu jaring dimasukkan untuk
mengeluarkan batu empedu. Metode ini terutama berguna untuk menegakkan
diagnosa dan menangani pasien dengan gejala yang muncul setelah pembedahan,
pasien dengan kandung empedu utuh dan pasien yang berisiko menjalani pembedahan
(Smeltzer & Bare, 2001).
e)Extracorporeal shock-wave lithotripsy (ESWL). Merupakan prosedur noninvasif
menggunakan

gelombang

kejut

berulang

(repeated

shock

wave)

untuk

menghancurkan batu empedu.


11. Penatalaksanaan Bedah
a) Kolesistektomi merupakan salah satu prosedur bedah yang sering dilakukan. Kandung
empedu diangkat setelah arteri dan duktus sistikus diligasi (Smeltzer & Bare, 2001).
b) Kolesistektomi laparoskopik merupakan teknik pembedahan invasif minimal lewat
luka insisi kecil melalui dinding abdomen pada umbilikus dengan menggunakan
pneumoperitonium (rongga abdomen ditiup dengan gas karbondioksida), sistim
endokamera dan instrumen khusus melalui layar monitor tanpa melihat dan
menyentuh langsung kandung empedu. Kelebihan prosedur ini adalah luka operasi
yang kecil (2-10 mm) sehingga nyeri pasca bedah minimal, masa pulih yang cepat,
masa rawat yang pendek, serta luka parut yang sangat minimal (Suyono, dkk 2006).
c) Koledokostomi, pada prosedur ini insisi dilakukan pada duktus koledokus untuk
mengeluarkan batu. Umumnya koledokostomi dilakukan bersama-sama dengan
kolesistektomi (Smeltzer & Bare, 2001).
Referensi
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., Geissler, A. C. (2000). Nursing care plans, guidelinesfor
planning and documenting patient care, 3rd edition (Terj. oleh Kariasa, I. M. &
Sumarwati, N. M.). Philadelphia: F.A. Davis.
Lemone, P. & Burke, K. M.(2008). Medical-surgical nursing: critical thinking in client care,
4th edition. New Jersey: Pearson Prentice Hall.

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Pathophisiology. Clinical concepts of disease process,
6th edition, volume 1 (Terj. oleh Brahm U.Pendit, dkk). Missouri: Mosby Elseiver.
Smeltzer, S. C. & Bare, B. G. (2005). Brunner & suddarths textbook of medical-surgical
nursing, 8th edition (Terj. oleh Kuncara, dkk). Philadelphia: Lippincott-Raven Publishers.
Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., K, M. S., & Soetiati, S. (2006). Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid 1, Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI.

Rencana Asuhan Keperawatan Klien dengan Kolelitiasis


Tujuan / Kriteria
No
Diagnosa
Rencana Keperawatan
Rasionalisasi
hasil
1
Nyeri akut b/d
Pasien melaporkan a) Observasi dan catat lokasi, berat
a) Membantu membedakan penyebab nyeri dan
agen cedera
(skala 0-10), dan karakter nyeri
memberikan informasi tentang kemajuan
nyeri hilang/
biologis:
(menetap, hilang timbul, kolik)
penyakit, terjadinya komplikasi dan
terkontrol
obstruksi/ spasme Pasien
keefektifan intervensi
b)
Catat
respon
terhadap
obat
dan
b)
Nyeri berat yang tidak hilang dengan tindakan
duktus, proses
menunjukkan
laporkan pada dokter bila nyeri
rutin dapat menunjukkan terjadinya
inflamasi, iskemia
penggunaan
hilang
komplikasi/ kebutuhan terhadap intervensi
jaringan/ nekrosis
ketrampilan
lebih lanjut
relaksasi dan
c) Tingkatkan tirah baring, biarkan
c) Tirah baring pada posisi fowler rendah
aktivitas hiburan
pasien melakukan posisi yang
menurunkan tekanan intraabdomen, namun
sesuai indikasi
nyaman
pasien akan melakukan posisi yang
untuk situasi
menghilangkan nyeri secara alamiah
individu
d) Gunakan seprei halus/ katun, minyak
d) Menurunkan iritasi/ kulit kering dan sensasi
mandi, kompres dingin sesuai
gatal
indikasi
e) Kontrol suhu lingkungan
e) Dingin sekitar ruangan membantu
meminimalkan ketidaknyamanan kulit
f) Dorong menggunakan teknik
f) Meningkatkan istirahat, memusatkan kembali
relaksasi contoh bimbingan
perhatian dan meningkatkan koping
imajinasi, visualisasi, latihan napas
dalam, berikan akivitas senggang
g) Sediakan waktu untuk mendengar
g) Membantu menghilangkan cemas dan
dan mempertahankan kontak dengan
memusatkan kembali perhatian yang dapat
pasien sering
menghilangkan nyeri
Kolaborasi
h) Pertahankan status puasa/ masukan/

h) Membuang sekret gaster yang merangsang

pertahankan penghisapan NGT


sesuai indikasi
i) Berikan obat sesuai indikasi:
Antikolinergik

pengeluaran kolesistokinin dan kontraksi


kandung empedu

Sedatif

Narkotik

Monoktanoin

Relaksan otot halus


Asam Senodeoksikolik

Antibiotik

h) Siapkan prosedur, contoh:


Endoskopi papilotomi
Syok gelombang ekstrakorporeal

Endoskopi sfingterotomi

Menghilangkan refleks spasme/ kontraksi otot


halus dan membantu manajemen nyeri
Meningkatkan istirahat dan merilekskan otot
halus, menghilangkan nyeri
Memberikan penurunan nyeri hebat. Morfin
digunakan dengan waspada karena dapat
meningkatkan spasme odi, walaupun
nitrogliserin dapat menurunkan spasme karena
morfin
Obat ini dapat dicoba setelah kolesistektomi
untuk menahan batu, atau untuk membentuk
batu baru yang lebih besar dalam duktus
empedu. Merupakan pengobatan jangka
panjang(1-3 minggu) dan diberikan melalui
selang nasal-bilier
Menghilangkan spasme duktus
Menurunkan sintesa kolesterol,
menghancurkan batu empedu
Mengobati proses infeksi menurunkan
inflamasi

Pengangkatan batu duktus

Diindikasikan bila pasien mengalami gejala


ringan atau sedang, batu kolesterol pada
kandung empedu 0,5 mm atau lebih besar, dan

Intervensi bedah

2
Risiko tinggi
kekurangan
volume cairan b/d
kehilangan
melalui
penghisapan
gaster berlebihan,
muntah, distensi
hipermotilitas
gaster,
pembatasan
masukan secara
medik, gangguan
proses pembekuan

Pasien
menunjukkan
keseimbangan
cairan adekuat,
dibuktikan dengan:
Tanda vital
stabil
Membran
mukosa lembab
Turgor kulit
baik
Pengisian
kapiler <2detik
Urin cukup
Muntah tidak
ada

a) Perahankan masukan dan haluaran


akurat, perhatikan haluaran kurang
dari masukan, peningkatan berat
jenis urin. Kaji membran mukosa/
kulit, nadi perifer dan pengisian
kapiler
b) Awasi gejala peningkatan/
berlanjutnya muntah/ mual, kram
abdomen, kelemahan, kejang,
kecepatan jantung tidak teratur,
parestesia, hipoaktif dan tak adanya
bising usus, depresi pernapasan.
c) Hindarkan dari lingkungan yang
berbau
d) Lakukan kebersihan oral dengan
pencuci mulu
e) Gunakan jarum kecil untuk injeksi
dan melakukan tekanan pada bekas
suntikan lebih lama dari biasanya
f) Kaji perdarahan yang tak biasanya,
contoh: perdarahan terus menerus
pada sisi injeksi, mimisan,
perdarahan gusi, ekimosis, petekie,

tidak ada obstruksi traktus bilier


Memperlebar mulut duktus koledukus dimana
bagian ini untuk mengosongkan duodenum
Kolesistektomi apat diindikasikan sehubungan
dengan ukuran batu dan derajat kerusakan
jaringan/ nekrosis

a) Memberikan informasi tentang status cairan/


volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian

b) Muntah berkepanjangan, aspirasi gaster dan


pembatasan masukan oral dapat menimbulkan
defisit natrium, kalium dan klorida

c) Menurunkan rangsangan pada pusat muntah


d) Menurunkan kekeringan membran mukosa,
menurunkan risiko perdarahan oral
e) Menurunkan trauma, risiko perdarahan/
pembentukan hematoma
f) Protrombin darah menurun dan waktu
koagulasi memanjang bila aliran empedu
terhambat, meningkatkan risiko perdarahan

hematemesis/ melena
g)
h)

i)
j)
3
Risiko tinggi
perubahan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
b/d memaksa diri

atau pembatasan
berat badan sesuai
aturan, mual/
muntah, dispepsia,
nyeri, kehilangan
nutrien, gangguan
pencernaan lemak
sehubungan
dengan obstruksi
aliran empedu

k)
Pasien
melaporkan
mual/ muntah
hilang
Pasien
menunjukkan
kemajuan
mencapai berat
badan atau
mempertahanka
n berat badan
individu yang
tepat

Kolaborasi
Pertahankan pasien puasa sesuai
keperluan
Masukan selang NGT, hubungkan ke
penghisap dan pertahankan patensi
sesuai indikasi
Berikan antiemetik
Kaji ulang pemeriksaan
laboratorium, contoh: Ht/ Hb,
elektrolit, GDA (PH), waktu
pembekuan
Berikan cairan IV, elektolit dan vit K

a) Kaji distensi abdomen, sering


bertahak, berhati-hati, menolak
bergerak
b) Perkirakan/ hitung pemasukan
kalori, jaga komentar tentang nafsu
makan sampai minimal
c) Timbang sesuai indikasi
d) Konsul tentang kesukaan/
ketidaksukaan pasien , makanan
yang menyebabkan distres dan
jadwal makan yang disukai
e) Berikan suasana menyenangkan
pada saat makan, hilangkan

g) Menurunkan sekresi dan motilitas gaster


h) Memberikan istirahat pada traktus GI
i) Mencegah mual dan muntah
j) Membantu evaluasi volume sirkulasi,
mengidentifikasikan defisit dan mempengaruhi
pilihan intervensi atau penggantian/ koreksi
k) Mempertahankan volume sirkulasi dan
memperbaiki ketidakseimbangan.

a) Tanda non verbal ketidaknyamanan


berhubunagn dengan gangguan pencernaan,
nyeri gas
b) Mengidentifikasi kekurangan/ kebutuhan
nutrisi. Berfokus pada masalah membuat
suasanan negatif dan mempengaruhi masukan
c) Mengawasi keefektifan rencana diet
d) Melibatkan pasien dalam perencanaan,
memampukan pasien memiliki rasa kontrol dan
mendorong untuk makan
e) Untuk meningkatkan nafsu makan/

f)
g)
h)

i)
j)

rangsangan berbau
Berikan kebersihan oral sebelum
makan
Tawarkan minuman seduhan saat
makan, bila toleran
Ambulasi dan tingkatkan aktivitas
sesuai toleransi
Kolaborasi
Konsul dengan ahli diet sesuai
indikasi
Mulai diet cair rendah lemak setelah
selang NGT dilepas

k) Tambahkan diet sesuai toleransi,


biasanya rendah lemak, tinggi serat,
batasi makanan penghasil gas dan
makanan/ minuman tinggi lemak
l) Berikan garam empedu
m) Awasi pemeriksaan laboratorium
contoh: BUN, albumin, protein
serum, kadar transverin
n) Berikan dukungan nutrisi total
sesuai kebutuhan

menurunkan mual
f) Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan
g) Dapat mengurangi mual dan menghilangkan
gas.
h) Membantu mengeluarkan flatus, penurunan
distensi abdomen.
i) Berguna dalam membuat kebutuhan nutrisi
individual melalui rute yang paling tepat
j) Pembatasan lemak menurunkan rangsangan
pada kandung empedu dan nyeri sehubungan
denagn tidak semua lemak dicerna dan berguna
dalam mencegah kekambuhan
k) Memenuhi kebutuhan nutrisi dan
meminimalkan rangsangan pada kandung
empedu
l) Meningkatkan pencernaan dan absorbsi lemak,
vitamin larut dalam lemak, kolesterol. Berguna
dalam kolesistitis kronik
m) Memberikan informasi tentang kekurangan
nutrisi/ keefektifan terapi
n) Makanan pilihan diperlukan tergantung pada
derajat ketidakmampan/ kerusakan kandung
empedu dan kebutuhan istirahat gaster yang
lama

Anda mungkin juga menyukai