Anda di halaman 1dari 34

ANALISIS PENERAPAN GREEN ACCOUNTING

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DAYA KOTA MAKASSAR

PROPOSAL PENELITIAN
(Diajukan sebagai prasyarat matakuliah Seminar Akuntansi)

Disusun Oleh:
NURUL QAMAR
A31113018
AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS HASANUDDIN
2016

KATA PENGANTAR

FEB Universitas
Hasanuddin

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas hidayah-Nya, yang telah
melimpahkan rahma, nikmat, dan inyah-Nya kepada penulis. Shalawat dan salam
semoga tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW. Karya tulis yang
berjudul Analisis Penerapan Green Accounting di Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Makassar diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Seminar Akuntansi
Adapuankarya tulis yang berjudul Analisis Penerapan Green Accounting
di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar ini telah penulis usahakan dapat
disusun sebaik mungkin dengan mendapat bantuan dari berbagai pihak, sehingga
penyusunan karya tulis ini dapat diselesaikan secara tepat waktu. Untuk itu
penulis tidak lupa untuk menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu penulis dalam penulisan karya tulis ini.
Terlepas dari upaya penulis untuk menyusun karya tulis ini dengan sebaikbaiknya, penulis menyadari bahwa tentunya selalua ada kekurangan, baik dari segi
penggunaan kosa kata, tata bahasa maupun kekurangan-kekurangan lainnya. Oleh
karena itu, dengan lapang dada penulis membuka selebar-lebarnya bagi pembaca
yang bermaksud untuk meberikan kritik dan saran kepada penulis demi perbaikan
karya tulis selanjutnya.
Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat bermanfaat dan pelajaranpelajaran yang tertuang dalam karya tulis ini dapat diambil hikmah dan
manfaatnya oleh para pembaca.
Makassar, November 2016
Nurul Qamar

DAFTAR ISI

HALAMAN

FEB Universitas
Hasanuddin

KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................. iii
BAB I...................................................................................................... 1
PENDAHULUAN....................................................................................... 1
1.1

Latar Belakang............................................................................... 1

1.2

Rumusan Masalah...........................................................................4

1.3

Tujuan Penelitian............................................................................4

1.4

Manfaat Penelitian..........................................................................5

1.5

Sistematika Penulisan.......................................................................6

BAB II..................................................................................................... 7
TINJAUAN PUSTAKA................................................................................7
2.1

Landasan Teori...............................................................................7

2.1.1

Teori Litigasi...........................................................................7

2.1.2

Green Accounting.....................................................................8

2.1.3

Limbah Rumah Sakit...............................................................15

2.1.4

Perlakuan Akuntansi Atas Pengelolaan Limbah...............................17

2.1.5

Standar dan Peraturan Tentang Akuntansi Lingkungan......................22

2.2

Penelitian terdahulu.......................................................................27

BAB III.................................................................................................. 29
METODE PENELITIAN............................................................................. 29
3.1

Objek Penelitian...........................................................................29

3.2

Metode Pengumpulan data..............................................................29

3.3

Jenis dan sumber data.....................................................................29

3.3.1

Jenis data.............................................................................. 29

3.3.2

Sumber data..........................................................................30

3.4

Metode Analisis............................................................................30

DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 31

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Perkembangan Perusahaan di Indonesia berkembang begitu pesat,
dikarenakan semakin banyaknya kebutuhan masyarakat. Perusahaan
sebagai suatu organisasi akan menciptakan suatu produk atau jasa sesuai
dengan kebutuhan masyarakat masa kini sehingga apa yang diciptakan
dapat laku dipasaran. Perusahaan didalam menjalankan usahanya akan
membutuhkan yang namanya sumberdaya baik itu sumber daya alam
maupun sumber daya manusia berupa bahan baku dan tenaga kerja untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu, yang mana tujuan utama perusahaan
adalah untuk memaksimalkan laba. Secara umum perusahaan dibagi
menjadi tiga kategori yaitu: perusahaan jasa, perusahaan manufaktur dan
perusahaan dagang
Keberadan perusahaan dapat memberikan manfaat bagi masyaraat
sekitar maupun masyarakat umum. Selain kebutuhan hidup, perusahan
juga berfungsi sebagai penyedia lapangan kerja bagi masyarakat yang
membutuhkan. Tidak hanya memiliki dampak terhadap masyarakat,
keberadaan perusahan juga memiliki dampak terhadap alam, dampak
perusahaan ini dapat bersifat negatif dapat pula bersifat positif. Dampak
negative perusahaan terhadap alam atau lingkungan berupa polusi udara,
polisi suara, limbah dari proses produksi. Limbah produksi ini khusunya
pada perusahaan manufaktur sangat berdampak besar terhadap ekosistem
alam. Misalnya saja limbah produksi apabila dibuang secara sembarangan
kelaut hal ini dapat menyebabkan kerusakan ekosistem hewan atau
binatang yang ada dilaut. Perusahan manufaktur dalam operasinya
mengubah barang baku menjadi bahan jadi sedangkan, perusahaan jasa
memberikan jasa keahlian dalam operasinya. limbah perusahaan jasa
seperti jasa cuci mobil, supir, bengkel, dan rumah sakit.

Rumah sakit merupakan salah satu badan layanan umum yang


memberikan jasa kesehatan kepada masyarakat. Untuk menjalankan
operasinya rumah sakit menggunakan berbagai peralatan medis dan obatobatan yang akan menghasilkan limbah .Limbah yang dihasilkan rumah
sakit dapat berupa limbah padat, cair pasta (gel) maupun gas yang dapat
mengandung mikroorganisme pathogen bersifat infeksius, bahan kimia
beracun, dan sebagian bersifat radioaktif. Limbah cair rumah sakit adalah
semua air buangan termasuk tinja yang bersal dari kegiatan rumah sakit,
yang mengandung mikroorganisme bahan beracun, dan radio aktif, serta
darah yang berbahaya bagi kesehatan. Limbah padat rumah sakit adalah
semua limbah rumah sakit yang berbetuk padat akibat kegiatan rumah
sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan non medis. Limbah non
medis yaitu limbah yang bersala dari aktivitas diluar kegiatan medis yang
dapat berasal dari limbah dapur, perkantoran , dan tanaman sedangkan
untuk limbah medis misalnya limmbah dari sisa obat, sisa jarum suntik,
piet dan peralatan medis lainnya, untuk limbah radioaktif yang bersal dari
penggunaan medis ataupun riset laboratorium.
Di Indonesia sendiri pemerintah telah mengatur Undang-Undang
No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup yang mewajibkan bagi setiap perusahaan untuk melakukan
pengelolaan lingkunga hidup sehubungan dengan ativitas usahanya.
Didalam Undang-undan No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
Lingkungan Hidup Limbah diartikan sebagai sisa suatu usaha dan atau
kegiatan produksi, sedangkan pencemaran diartikan sebagai suatu usaha
dan atau kegiatan produksi, sdangkan pencemaran diartikan sebagai suatu
proses masuknya makhluk hidup atau zat, dan energi maupun komponen
lain kedalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga
kualitasnya menurun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan
lingkungan itu tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya.

Berdasarkan hal tersebut, maka manajemen perusahaan harus


melakukan pertanggung jawaban sosial terhadap lingkungan dengan
menerapkan konsep green accounting
Green accounting atau yang sering disebut dengan Akuntansi
lingkungan

(Environment

accounting)

merupakan

praktek

yang

menggabungkan prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan dan konservasi ke


dalam praktek pelaporan yang meliputi analisa biaya dan manfaat. Dengan
akuntansi lingkungan dimungkinkan untuk dapat melihat dampak dari
praktek-praktek berkelanjutan secara ekologis dalam segala hal, mulai dari
rantai pasokan, proses produksi, distribusi kepelanggan sampai dengan
proses daur ulang sampah atas produk yang sudah sampai kepelanggan.
Sedangkan mnurut Cohen dan Robbins (2011) akuntansi lingkungan
adalah kegiatan mengumpulkan, meganalisis dan mempersiapkan laporan
terkait lingkungan dan data keuangan dengan maksud untuk mengurangi
dampak dan biaya dari kerusakan lingkungan. Tujuannya adalah
meningkatkan

efisiensi

pengelolaan lingkungan dengan melakukan

penilaian kegiatan lingkungan dari sudut pandang biaya (environmental


costs) dan manfaat atau efek (economic benefit), serta menghasilkan efek
perlindungan lingkungan (environmental pro- tection) (Almilia dan
Wijayanto, 2007). Secara singkat, green accounting dapat memberikan
informasi mengenai sejauh mana organisasi atau perusahaan memberikan
kontribusi positif maupun negatif terhadap kualitas hidup manusia dan
lingkungannya
Dari semakin besarnya dampak yang ditimbulkan dari kegiatan
perusahaan

ini juga berpengaruh terhadap masalah lingkungan dan

pelestarian alam. Tidak jauh berbeda dengan akuntansi sosial, akuntansi


lingkungan juga mencoba menyoroti aspek sosial, dan pelestarian alam.
Untuk itu, penulis berkeinginan

untuk melakukan penelitian tentang

Analisis Penerapan Green Accounting sebagai Pertaggungjawaban


Sosial di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar.

1.2

Batasan Masalah
Agar tidak menyimpang dari tujuan penelitian maka peneliti
memberikan batasan- batasan sebagai ruang lingkup penelitian sebagai
berikut:
1. Subyek penelitian yang dimaksud adalah Rumah Sakit Umum Daerah
Daya

yaitu salah satu rumah

sakit yang berada dibawah naungan

Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.


2. Aspek sosial yang dimaksud adalah lingkungan dalam hal pengelolaan
limbah dan sampah serta urusan sanitasi lingkungan yang berpotensi
menimbulkan polutan dan gangguan lingkungan didalam wilayah
operasional kegiatan usaha Rumah Sakit Umum Daerah Daya.
3. Akuntansi lingkungan yang dimaksud adalah metode pencataan,
pengukuran,

perhitungan

pengalokasian

biaya

lingkungan

dalam

pengelolaan limbah dan serta penyajian dan pengungkapan dalam laporan


keuangan subyek penelitian.
1.3

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakangan yang telah dipaparkan diatas, maka
rumusan masalah yang telah disusun dalam penelitian adalah:
1. Aktivitas-aktivitas apa yang dilakukan di RSUD Daya kota Makasar
dalam mengelola lingkungan ?
2. Bagaimanan pengelompokan
International

Guidance

biaya

lingkungan

dengan

Document-Environmental

acuan

Management

Accounting dari IFAC yang disusun Rumah Sakit tersebut ?


3. Berapa besar proporsi biaya lingkungannya yang dikeluarkan oleh
Rumah Sakit?

1.4

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang akan dicapai adalah :

1. Untuk megetahui aktivitas yang dilakukan RSUD kota Makassar


dalam mengelola lingkungan
2. Untuk megetahui pengelompokan biaya lingkungan dengan acuan
International

Guidance

Document-Environmental

Accounting dari IFAC


3. Untuk mengetahui besarnya

Management

proporsi biaya lingkungannya yang

dikeluarkan oleh Rumah Sakit.


1.5

Manfaat Penelitian
Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Secara teoritis
1. Hasil penelitian diharapkan mampu menjadi pelengkap referensi
penerapan green accounting di Rumah Sakit
2. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memperluas pemahaman
pihak manajemen rumah sakit dalam mengelola lingkungan dan
menerapkan green accounting
2. Secara Praktis
1. Bagi Peneliti
Sebagai wahana untuk latihan dan studi banding antara teori yang
diperoleh dalam perkuliahan dengan praktek yang sebenarnya
diterapkan pada Rumah Sakit, sehingga dapat dijadikan bekal
untuk memasuki dunia kerja. Selain itu, penelitian ini dapat
menambah pengetahuan peneliti terutama mengenai penerapan
green accounting di Rumah Sakit
2. Bagi Pihak Rumah Sakit
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang
bermanfaat bagi pihak Rumah sakit bagaimana cara menerapkan
konsep green accounting sebagai pertanggung jawaban social.
3. Bagi Universitas
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
dunia pendidikan, khususnya Perguruan Tinggi. Selain itu,
penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan
menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya

1.6

Sistematika Penulisan
BAB I :

Bab ini menguraikan latar belakang penelitian, rumusan


masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian dan

sistematika penulisan.
BAB II :

Bab

ini

mengemukakan

teori

penelitian,

referensi,

penelitian terdahulu.
BAB III :

Bab ini berisi diantaranya lingkup penelitian, sumber data,


teknik analisis data dan jenis variable.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1

Teori Litigasi
Teori legitimasi mengatakan bahwa organisasi secara terus
menerus mencoba untuk meyakinkan bahwa mereka melakukan kegiatan
sesuai dengan batasan dan norma-norma masyarakat dimana mereka
berada. Menurut Suchman dalam Meutia (2008), legitimasi dapat dianggap
sebagai menyamakan persepsi atau asumsi bahwa tindakan yang dilakukan
oleh suatu entitas adalah merupakan tindakan yang diinginkan, pantas
ataupun sesuai dengan sistem norma, nilai, kepercayaan atau definisi yang
dikembangkan secara sosial. Menurut Dowling dan Pfeffer dalam Meutia
(2008), mencapai tujuan ini organisasi berusaha untuk mengembangkan
keselarasan antara nilai-nilai sosial yang dihubungkan atau diimplikasikan
dengan kegiatannya dan norma-norma dari perilaku yang diterima dalam
sistem sosial yang lebih besar dimana organisasi itu berada serta menjadi
bagiannya.
Implikasi
perusahaan

terkait

teori

legitimasi

permasalahan

terhadap
lingkungan

pertanggungjawaban
hidup

yaitu

bahwa

pengungkapan tanggung jawab social dilakukan perusahaan dalam


upayanya

untuk mendapatkan

legitimasi

dari komunitas

dimana

perusahaan itu berada. Legitimasi ini pada tahapan berikutnya akan


mengamankan perusahaan dari hal-hal yang tidak diinginkan. Lebih jauh
lagi legitimasi ini akan meningkatkan reputasi perusahaan yang pada
akhirnya akan berpengaruh pada nilai perusahaan tersebut.
.

2.1.2

Green Accounting
Akuntansi dalam dunia bisnis terlalu berpihak pada stockholders
daripada stakeholders, sehingga konsep akuntansi sekarang tidak mampu
memenuhi kebutuhan masyarakat akan situasi dan kehidupan yang aman
berkeadilan, serta alam yang lestari dan terpelihara. Karena hal itu

kemudian berkembang akuntansi lingkungan (environmental accounting).


Akuntansi lingkungan dipertimbangkan karena menjadi perhatian bagi
pemegang saham dengan cara mengurangi biaya yang berhubungan
dengan lingkungan (contohnya : polusi) dan diharapkan dengan
pengurangan biaya lingkungan akan tercipta kualitas lingkungan yang
baik. Yang juga menjadi pendorong munculnya akuntansi lingkungan ialah
kecenderungan terhadap kesadaran lingkungan.
Manakala gerakan peduli lingkungan (green movement) melanda
dunia, akuntansi berbenah diri agar siap menginternalisasi berbagai
eksternalitas yang muncul sebagai konsekuensi proses industri, sehingga
lahir istilahgreen accounting atau akuntansi lingkungan (environmental
accounting). Demikian pula waktu sebagian industri mulai menunjukkan
wajah sosialnya (capitalism withhuman face), yang ditunjukkan dengan
perhatian padaemployeesdan aktivitasaktivitascommunity development,
serta perhatian pada stakeholders lain, akuntansi mengakomodasi
perubahan tersebut dengan memunculkan wacana akuntansi sosial (social
responsibilty accounting).Sejak memahami akuntansi sebagai bagian dari
fungsi service baik sosial, budaya, ekonomi bahkan politik, maka banyak
faktor mempengaruhi akuntansi itu sendiri. Belkoui dan Ronald
(1991)dalam Susilo (2008) menjelaskan bahwa budaya merupakan faktor
utama yang mempengaruhi perkembangan struktur bisnis dan lingkungan
social, yang pada akhirnya akan mempengaruhi akuntansi.
Konsekuensi dari wacana akuntansi sosial dan lingkungan ini pada
akhirnya

memunculkan

konsep

Socio

Economic

Environmental

Accounting(SEEC) yang sebenarnya merupakan penjelasan singkat


pengertianTriple Bottom Line (Wiedmann dan Manfred, 2006) dimana
pelaporan akuntansi ke publik tidak saja mencakup kinerja ekonomi tetapi
juga

kinerja

lingkungan

dansosialnya.

Triple-Bottom-Line

(TBL)

accounting is awide-spread concept for firms wishing to realise broader


societal and environmental objectives in addition to increasing
shareholder value. TBL accounts routinely cover social, economicand

environmental indicators and enabledecision-makers to quantify tradeoffsbetween different facets of sustainability (Wiedmann dan Manfred,
2006, page 2).
SEEC

ini

merupakan

perluasan

wacanadari

Corporate

SocialResponsibility. Jadi tidak sekedar mengelola permasalahanpermasalahansosial seperti sumber daya manusia baik internal maupun
eksternal seperti masyarakat, masalah sosial lain seperti beasiswa
pendidikan,

kepedulian

sosial

lainnya

tetapi

juga

mengelola

permasalahanlingkungan dan penyebab kerusakannya.Itulah sebabnya,


dalam SEEC dikenal istilah TBL, karena tidak saja melaporkan
kinerjaekonomi dan sosial tetapi juga konservasilingkungan oleh
perusahaan harusdiungkapkan.
Akuntansi lingkungan adalah identifikasi, pengukuran dan alokasi
biaya-biaya lingkungan hidup dan pengintegrasian biaya-biaya ke dalam
pengambilan keputusan usaha serta mengkomunikasikan hasilnya kepada
para stockholders perusahaan (Astuti,2002dalam wahyudi, 2012).
Sedangkan

menurut

Djogo

(2002)

Akuntasi

Lingkungan

Environmental Accounting atau EA adalah istilah yang berkaitan dengan


dimasukkannya biaya lingkungan (environmental costs) ke dalam praktek
akuntansi perusahaan atau lembaga pemerintah. Biaya lingkungan adalah
dampak (impact) baik moneter maupun non-moneter yang harus dipikul
sebagai akibat dari kegiatan yang mempengaruhi kualitas lingkungan.
Sedangkan Lemanthe (2001)dalam Rossje (2006)memberikan pendekatan
akuntansi biaya lingkungan secara sistematis dan tidak hanya berfokus
pada

akuntansi

untuk

biaya

proteksi

lingkungan,

tetapi

juga

mempertimbangkan biaya lingkungan terhadap material dan energi.


Akuntansi biaya lingkungan menunjukkan biaya riil atas input dan proses
bisnis serta memastikan adanya efisiensi biaya dan diaplikasikan untuk
mengukur biaya kualitas dan jasa.

Akuntansi lingkungan mengidentifikasi, menilai dan mengukur


aspek penting dari kegiatan sosial ekonomi perusahaan dalam rangka
memelihara kualitas lingkungan hidup sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan (Haniffa, 2002 dalam Wahyudi 2012).Sehingga perusahaan
tidak bisa seenaknya untuk mengolah sumber daya tanpa memperhatikan
dampaknya terhadap masyarakat. Pemahaman sifat dan relevansi
akuntansi lingkungan sangat beragam tergantung perspektif para
professional dan orientasi fungsional para praktisi.
Aspek-aspek yang menjadi bidang garap akuntansi lingkungan
adalah sebagai berikut (Cahyono, 2002) :
a. Pengakuan dan identifikasi pengaruh negatif aktifitas bisnis
perusahaan

terhadap

lingkungan

dalam

praktek

akuntansi

konvensional
b. Identifikasi, mencari dan memeriksa persoalan bidang garap
akuntansi

konvensional

yang

bertentangan

dengan

kriteria

lingkungan serta memberikan alternatif solusinya.


c. Melaksanakan langkah-langkah proaktif dalam menyusun inisiatif
untuk

memperbaiki

lingkungan

pada

praktik

akuntansi

konvensional.
d. Pengembangan format baru sistem akuntansi keuangan dan
nonkeuangan,

system

pengendalian

pendukung

keputusan

manajemen ramah lingkungan.


e. Identifikasi biaya-biaya (cost) dan manfaat berupa pendapatan
(revenue) apabila perusahaan lebih peduli terhadap lingkungan dari
berbagai program perbaikan lingkungan.
f. Pengembangan format kerja, penilaian dan pelaporan internal
maupun eksternal perusahaan.
g. Upaya perusahaan yang berkesinambungan, akuntansi kewajiban,
resiko, investasi biaya terhadap energi, limbah dan perlindungan
lingkungan.
h. Pengembangan teknik-teknik akuntansi pada aktiva, kewajiban dan
biaya dalam konteks non keuangan khususnya ekologi.

10

Akuntansi lingkungan kerapkali dikelompokkan dalam wacana


akuntansi sosial. Hal ini terjadi karena kedua diskursus tersebut memiliki
tujuan yang sama, yaitu menginternalisasi eksternalitas (lingkungan sosial
dan lingkungan ekologis),baik positif maupun negatif, ke dalam laporan
keuangan

perusahaan.

Serupa

dengan

akuntansi

sosial,akuntansi

lingkungan juga menemui kesulitan dalam pengukuran nilai cost and


benefit eksternalitas yang muncul dari proses industri. Bukan hal yang
mudah untuk mengukurkerugianyang diterima masyarakat sekitar dan
lingkungan ekologis yang ditimbulkan polusi udara, limbah cair,
kebocoran tabung amoniak, kebocoran tabung nuklir atau eksternalitas
lain.
Di tahun 1990, sebuah pollingpendapat di Amerika Serikat
(Bragdon

dan

Donovan,

1990)

dan

beberapa

negara

(Choi,

1999)melaporkan bahwa kebanyakan orang merasa bahwa wacana


lingkungan merupakan hal yang penting, sehingga persyaratan dan standar
untuk itu janganlah dipersulit, serta pengembangan lingkungan yang
berkelanjutan

haruslah

terus

ditingkatkan

dengan

tentu

saja

mempertimbangkan kos-nya (Bragdon dan Donovan, 1990). Hasil dari


polling pendapat ini menyarankan bahwa stakeholders fokus dalam hal
perusahaan

bertanggungjawab

terhadap

permasalahan

lingkungan

hidup.Banyak cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk


mengkomunikasikan perhatian mereka terhadap permasalahan lingkungan
hidup ini, meliputi surat kabar, publikasi bisnis, televisi dan atau radio,
serta laporan keuangan tahunan (Gamble, dkk., 1995).
Saat ini tidak ada standar yang baku mengenai item-item
pengungkapan lingkungan. Namun, beberapa institusi telah mengeluarkan
rekomendasi pengungkapan lingkungan, antara lain Dewan Ekonomi dan
Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (ECOSOC-PBB),Ernst and Ernst,
Institute of Chartered Accountant in England and Wales (ICAEW) dan
Global Reporting Initiative (GRI). Motivasi yang melatar belakangi
perusahaan untuk melaporkan permasalahan lingkungan lebih didominasi

11

oleh faktor kesukarelaan (Ball, 2005; Choi, 1999), kapitalisasi atau


pembiayaan dari permasalahan lingkungan serta adanya kewajiban
bersyarat yang diatur dalam standard akuntansi seperti FASB (Gamble,
dkk., 1995), adanya teori keagenan (Watts dan Zimmermans. 1978), teori
legitimasi dan teori ekonomi politik (Gray, dkk., 1995).
2.1.2.1

Peran dan Fungsi Akuntansi Lingkungan


Pentingnya penggunaan akuntansi lingkungan bagi perusahaan atau
organisasi lainnya dijelaskan dalam fungsi dan peran akuntansi
lingkungan. Fungsi dan peran akuntansi lingkungan dibagi ke dalam
dua bentuk. Fungsi pertama disebut fungsi internal dan fungsi kedua
disebut dengan fungsi eksternal.
Fungsi internal merupakan fungsi yang berkaitan dengan pihak
internal perusahaan sendiri. Pihak internal adalah pihak yang
menyelenggarakan usaha, seperti rumah tangga konsumen dan rumah
tangga produksi maupun jasa lainnya. Adapun yang menjadi aktor dan
faktor dominan pada fungsi internal ini adalah pimpinan perusahaan.
Sebab pimpinan perusahaan merupakan orang yang bertanggungjawab
dalam setiap pengambilan keputusan maupun penentuan setiap
kebijakan internal perusahaan.
Sebagaimana

halnya

dengan

sistem

informasi

lingkungan

perusahaan, fungsi internal memungkinkan untuk mengukur biaya


konservasi lingkungan dan menganalisis biaya dari kegiatan-kegiatan
konservasi lingkungan yang efektif dan efisien serta sesuai dengan
pengambilan keputusan. Dalam fungsi internal ini diharapkan
akuntansi lingkungan berfungsi sebagai alat manajemen bisnis yang
dapat digunakan oleh manajer ketika berhubungan dengan unit-unit
bisnis.
Pada fungsi ini faktor penting yang perlu diperhatikan perusahaan
adalah pengungkapan hasil dari kegiatan konservasi lingkungan dalam
bentuk data akuntansi. Informasi yang diungkapkan mereka hasil yang

12

diukur secara kuantitatif dari kegiatan konservasi lingkungan.


Termasuk di dalamnya adalah informasi tentang sumber-sumber
ekonomi suatu perusahaan, klaim terhadap sumber-sumber tersebut
(kewajiban suatu perusahaan untuk menyerahkan sumber-sumber pada
entitas lain atau pemilik modal), dan pengaruh transaksi, peristiwa, dan
kondisi yang mengubah sumber-sumber ekonomi dan klaim terhadap
sumber tersebut.
Fungsi eksternal memberi kewenangan bagi perusahaan untuk
mempengaruhi

pengambilan

keputusan

stakeholders,

seperti

pelanggan, rekan bisnis, investor, penduduk lokal maupun bagian


administrasi. Oleh karena itu, perusahaan harus memberikan informasi
tentang

bagaimana

manajemen

mempertanggungjawabkan
pemakaian

sumber

perusahaan

pengelolaan

ekonomi

yang

kepada pemilik atas

dipercayakan

kepadanya.

Diharapkan dengan publikasi hasil akuntansi lingkungan akan


berfungsi dan berarti bagi perusahaan-perusahaan dalam memenuhi
pertanggungjawaban serta transparansi mereka bagi para stakeholders
yang secara semultan sangat berarti untuk kepastian evaluasi dari
kegiatan konservasi lingkungan. (Ikshan,2009:32)

2.1.2.2

Biaya Lingkungan
Biaya lingkungan pada dasarnya berhubungan dengan biaya
produk, proses system atau fasilitas penting untuk pengambilan
keputusan manajemen yang lebih baik. Tujuan perolehan biaya adalah
bagaimana cara menurangi biaya-biaya lingkungan, meningkatkan
pendapatan dan memperbaiki kinerja lingkungan dengan memberi
perhatian pada situasi sekarang, masa yang akan datang dan biayabiaya manajemen yang potensial.(ikhsan, 2009:103)

13

Alokasi biaya lingkungan terhadap produk atas proses produksi


dapat memberikan manfaat motivasi bagi manajer atau bawahannya
untuk menekan polusi sebagai akibat dari proses produksi tersebut.
Didalam akuntansi konvensional, biaya ini dialokasikan pada
kumpulan-kumpulan biaya yang menjadi biaya tertentu sehingga tidak
dialokasikan keproiduk seccara spesifik.(Haryanto, 2003).
Biaya lingkungan adalah biaya yang timbul dari sisi keuangan
maupun nonkeuangan yang harus dipikul sebagai akibat dari kegiatan
yang mempengaruhi kualitas lingkungan. Biaya-biaya tersebut terdiri
dari biaya pencegahan, biaya deteksi, kegagalan internal dan kegagalan
eksternal, dimana biaya-biaya tersebut timbul arena adanya kualitas
lingkungan yang buruk atau karena kualitas lingkungan yang buruk
mungkin terjadi. (Hansen dan Mowen, 2013).
2.1.2.3

Klasifikasi Biaya Lingkungan


Menurut Hansen and Mowen (2004:73) dalam Anggawari
(2007:33) mengemukakan biaya lingkungan dapat diklasifikasikan
menjadi empat kategori, antara lain :
1. Biaya pencegahan lingkungan (environmental prevention costs)
Biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan untuk mencegah
diproduksinya limbah atau sampah yang dapat menyebabkan
kerusakan lingkungan, contohnya evaluasi dan pemilihan alat
untuk mengendalikan polusi, desain proses dan produk untuk
mengurangi dan menghapus limbah.
2. Biaya deteksi lingkungan (environmental detection costs)
Biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan untuk menentukan
apakah produk, proses, dan aktivitas lainnya di perusahaan telah
memenuhi standar lingkungan yang berlaku atau tidak. Standar
lingkungan

dan

prosedur

yang

diikuti

oleh

perusahaan

didefinisikan dalam tiga cara:


peraturan pemerintah.
standar sukarela (ISO).
kebijakan lingkungan yang dikembangkan oleh manajemen.

14

Contohnya audit aktivitas lingkungan, pemeriksaan produk dan


proses. Biaya kegagalan internal lingkungan (environmental
internal costs). Biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan karena
produksinya limbah dan sampah, tetapi tidak dibuang ke
lingkungan eksternal. Contohnya pengelolahan limbah beracun,
pemeliharaan peralatan polusi.
3. Biaya kegagalan eksternal lingkungan (environmental external
failure cost)
Biaya-biaya untuk aktivitas yang dilakukan setelah melepas limbah
atau sampah kedalam lingkungan. Contohnya biaya pembersihan
danau yang tercemar, pembersihan tanah yang tercemar.
2.1.3

Limbah Rumah Sakit


Limbah

layanan

kesehatan

menurut

Permenkes

No

1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Pesyaratan Kesehatan Lingkungan


Rumah Sakit jenis limbah yang dihasilkan. Berikut ini adalah pengertian
dari berbagai jenis limbah yaitu:
1. Limbah medis padat
Adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah
patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitoktosis,
limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan
limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi.
2. Limbah non medis padat
Yaitu limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di rumah sakit di
luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dan halaman
yang dapat dimanfaatkan kembali apabila ada teknologinya.
3. Limbah Cair
Adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan
rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme, bahan
kimia dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan.
4. Limbah Gas
Adalah limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan
pembakaran di rumah sakit sepeti hasil dari incinerator, dapur masak,
perlengkapan generator, anastesi dan pembuatan obat citotoksik.
5. Limbah infeksius

15

Adalah limbah yang terkontaminasi organism pathogen yang tidak


secara rutin ada dilingkungan dan organism tersebut dalam jumlah dan
virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia yang
rentan.
6. Limbah sangat infeksius
Yakni limbah berasal dari pembiakan dan stok bahan yang sangat
infeksius, otopsi, organ binatang percobaan dan bahan lain yang telah
diinokulasi, terinfeksi atau kontak dengan bahan yang sangat infeksius.
7. Limbah sitotoksis
Adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan
pemberian obat sitotoksik untuk kemoterapi kanker yang mempunyai
kemampuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan sel
hidup.

2.1.4

Perlakuan Akuntansi Atas Pengelolaan Limbah


Dasar perlakuan akuntansi adalah bagaimana cost hasil transaksi
yang telah dilakukan akan diperlakukan dalam akuntansi. Dasar perlakuan
akuntansi meliputi definisi elemen, pengukuran atau penilaian, pos
pelaporan keuangan, pengakuan, dan pengungkapan atau penyajian
(Suwardjono,2014)
Pencatatan pembiayaan untuk mengelola sampah-sampah yang
dikeluarkan dari hasil sisa produksi ataupun kegiatan operasional suatu
usaha dialokasikan dalam tahap-tahap tertentu yang masing-masing tahap
memerlukan biaya yang dapat di pertanggungjawabkan, dan tahap-tahap
pencatatan itu dapat dilakukan sebelum periode akuntansi berjalan sesuai
dengan proses produksi yang dilakukan perusahaan tersebut (Munn dalam
Haryanto,2003).

2.1.4.1

Pengukuran
Pengukuran (measurement) adalah penentuan jumlah rupiah yang
harus dilekatkan pada suatu objek yang terlibat dalam suatu transaksi

16

keuangan. Jumlah rupiah ini akan dicatat untuk dijadikan data dasar
dalam penyusunan statemen keuangan. (Suwardjono, 2014).
Perusahaan pada umumnya mengukur jumlah dan nilai atas biaya
biaya yang dikeluarkan untuk pengelolaan lingkungan tersebut dalam
satuan moneter yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengukuran nilai
dan jumlah biaya yang akan dikeluarkan ini dapat dilakukan dengan
mengacu pada realisasi biaya yang telah dikeluarkan pada periode
sebelumnya, sehingga akan diperoleh jumlah dan nilai yang tepat
sesuai kebutuhan riil setiap periode.
Pengukuran aset atas prasarana pengolahan limbah diperlakukan
biasa dalam praktek akuntansi yang berlaku saat ini. Prasarana
pengolah air limbah yang mempunyai umur tidak terbatas yaitu tanah
tempat IPAL berdiri harus dilaporkan di neraca berdasarkan harga
perolehannya. Hal ini sudah diatur dalam PSAK No.16 (2015) yaitu:
(paragraph 58) Tanah dan bangunan merupakan aset yang dapat
dipisahkan dan harus dicatat terpisah walaupun keduanya diperoleh
sekaligus. Pada umumnya tanah memiliki umur manfaat tidak
terbatas, oleh karena itu tidak disusutkan, kecuali entitas meyakini
umur manfaat tanah terbatas misalnya tanah yang ditambang dan
tanah digunakan untuk tempat pembuangan akhir. Bangunan
memiliki umur manfaat terbatas, dan oleh karena itu merupakan
aset tersusutkan. Peningkatan nilai tanah dengan bangunan
diatasnya tidak memengaruhi penentuan jumlah tersusutkan dari
bangunan tersebut.
Sedangkan aset tetap pada umumnya terbatas meliputi bangunan
berserta prasarana peralatan mekanikal dan elektrikal pengolahan
limbah harus dilaporkan di neraa sebesar harga perolehannya dikurangi
dengan jumlah akumulasi penyusutannya. Rossy,2005)
Biaya perolehan aset tetap meliputi semua pengeluaran
diperlukan

untuk

memperoleh/mendapatkan

17

aset

tetap

yang
yang

bersangkutan sampai aset tetap tersebut berfungsi dalam perusahaan.


Hal ini sesuai dengan PSAK No.16:
(paragraph 15) Suatu aset tetap yang memenuhi kualifikasi
pengakuan sebagai aset diukur pada biaya perolehan.
Selanjutnya jika ada pengeluaran lain yang dilakukan oleh
perusahaan sehubungan dengan penggunaan aset tetap tersebut maka
atas pengeluaran modal (capital expenditure) harus dikapitalisasi dan
dicatat ke dalam perkiraan asset tetap tertentu sesuai dengan jenisnya.
Sedangkan pengeluaran pendapatan/penghasilan (revenue expenditure)
dapat dicatat ke dalam perkiraan beban.
Dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan
Keuangan, pengukuran adalah proses penetapan jumlah uang untuk
mengakui dan memasukkan setiap unsur laporan keuangan dalam
neraca dan laporan laba rugi.proses ini menyangkut pemilihan dasar
pengukuran tertentu. Dasar pengukuran yang lazimnya digunakan
perusahaan dalam penyusunan laporan keungan adalah biaya historis.
Ini biasanya digabungkan dengan dasar pengukuran lain.
2.1.4.2

Pengakuan
Pengakuan adalah pencatatan suatu jumlah rupiah (kos) ke dalam
sistem akuntansi sehingga jumlah tersebut akan mempengaruhi suatu
pos dan terefleksi dalam laporan keuangan. Jadi pengakuan
berhubungan dengan masalah apakah suatu transaksi dicatat (dijurnal)
atau tidak, (Suwardjono,2014)
Suatu jumlah rupiah atau kos diakui sebagai aset apabila jumlah
rupiah tersebut timbul akibat transaksi, kejadian, atau keadaan yang
mempengaruhi aset. Pada umumnya pengakuan aset dilakukan
bersamaan dengan adanya transaksi, kejadian, atau keadaan tersebut.
(Suwardjono, 2014:287)

18

Pengakuan biaya tidak dibedakan dengan pengakuan rugi.


Pengakuan menyangkut masalah kriteria pengakuan (recognition
criteria) yaitu apa yang harus dipenuhi agar penurunan nilai asset yang
mempengaruhi definisi biaya atau rugi dapat diakui dan masalah saat
pengakuan (recognition rules atau timing) yaitu peristiwa atau
kejadian apa yang menandai bahwa kriteria pengakuan telah dipenuhi.
Tidak seperti pendapatan atau untung. Oleh karena itu, kriteria
pengakuan tidak dibedakan dengan kaidah pengakuan sehingga
masalah pengakuan biaya (rugi) adalah kapan penurunan nilai aset
dapat dikatakan telah terjadi atau kapan biaya (rugi) telah timbul
sehingga jumlah rupiah (rugi) dapat diakui. (Suwardjono, 2014:407)
FASB juga

memberikan

kriteria pengakuan

sebagai

berikut (Suwardjono,2010:195):
8. Definisi (definitions) adalah suatu pos harus memenuhi definisi elemen
statemen keuangan.
9. Keterukuran (measurability)adalah suatu pos harus mempunyai atribut
yang berpaut dengan keputusan dan dapat diukur dengan tingkat
keterandalan yang cukup.
10. Relevansi (relevance) adalah informasi yang dikandung suatu pos
mempunyai daya untuk membuat perbedaan dalam keputusan
pemakai.
11. Keterandalan (reliability) adalah informasi yang dikandung suatu pos
secara tepat menyimpulkan fenomena, teruji (terverifikasi) dan netral.
Dari definisi dan kriteria diatas maka biaya prasarana IPAL yang
meliputi tanah bangunan, peralatan mekanikal dan elektrikal akan
diakui sebagai aset sejak biaya tersebut timbul atau terjadi. Sedangkan
biaya operasional IPAL meliputi biaya perawatan mesin, biaya
perbaikan mesin, biaya pergantian suku cadang, penyediaan bahan
kimia, penyediaan nutrisi bakteri, penyediaan peralatan dan bahan
pemantauan

parameter

proses

pengolahan

air

limbah,

biaya

pemantauan parameter di titik pentaatan oleh laboratorium yang


terakriditasi,

penyediaan perlengkapan pelindung diri (APD)

19

operator, biaya jaminan kesehatan bagi petugas di IPAL baik berupa


medical check up secara berkala dan gaji/insentif untuk petugas.
2.1.4.3

Penyajian dan pengungkapan


Penyajian (presentation) menetapkan tentang cara-cara melaporkan
elemen atau pos dalam seperangkat statemen keuangan agar elemen
atau pos tersebut cukup informatif. Pengungkapan (disclosure)
berkaitan dengan cara pembeberan atau penjelasan hal-hal informatif
yang dianggap penting dan bermanfaat bagi pemakai selain apa yang
dapat dinyatakan melalui statemen keuangan utama. (Suwardjono,
2014:134)
Menurut PSAK No.1 paragraf 14 revisi 2015 tentang penyajian
laporan keuangan diungkapkan bahwa:
entitas dapat pula menyajikan, terpisah dari laporan nilai tambah
(value added statement), khususnya bagi industry dimana faktor
lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industry
menganggap karyawan sebagai klelompok pengguna laporan yang
memegang peranan penting. Laporan tambahan tersebut diluar ruang
lingkup standar akuntansi keuangan.
Penyajian berkaitan dengan masalah bagaimana suatu informasi
keuangan akan disajikan dalam laporan keuangan. Bagian biaya atas
investasi tanah, bangunan, prasarana mekanikal dan elektrikal IPAL
disajikan di neraca sebagai asset tetap, sedangkan biaya operasional
IPAL disajikan dalam laporan operasional.
Pengungkapan berkaitan dengan masalah bagaimana suatu
informasi keuangan atau kebijakan akuntansi perusahaan tersebut
diungkapkan. Hal-hal yang wajib diungkapkan dalam catatan atas
laporan keuangan atas IPAL adalah:
1. Kebijakan akuntansi sehubungan dengan:
a. Perlakuan akuntansi pembebanan biaya IPAL.

20

b. Metode Penyusutan prasaranan IPAL


2. Kegiatan PLH yang telah dilaksanakan dan sedang berjalan.
3. Adanya kewajiban bersyarat sehubungan dengan

PLH dan

kewajiban lainnya sebagaimana diatur dalam SAK.


Dalam beberapa kasus pengelolaan biaya atas pengolahan limbah
ini tidaklah selalu sama dalam perusahaan, hal ini dikarenakan dalam
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan belum diatur secara baku
mengenai bagaimana proses perlakuan biaya yang telah dikeluarkan
untuk pengelolaan efek negatif dari sisa hasil operasional perusahaan.

2.1.5
2.1.5.1

Standar dan Peraturan Tentang Akuntansi Lingkungan


PSAK No.33
Dalam PSAK nomor 33 per juni 2012 paragraph 3, dijelaskan
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan dan makhluk hidup, termasuk didalamnya manusia dan
perilakunya, yang memengaruhi kelangsungan perikehidupan dan
kesjateraan manusia, serta makhluk hidup lain. Biaya pengolahan
lingkungan hidup adalah biaya yang timbul dari usaha mengurangi dan
mengendalikan dampak negative kegiatan pertambangan, dan biaya
rutin laian.
Dalam paragraph 4 dijelaskan juga dengan adanya kegiatan
penambangan pada suatu daerah tertentu, maka akan menimbulkan
dampak terhadap lingkungan hidup di sekitar lokasi penambangan,
meliputi tetapi tidak terbatas pada :
1. Pencemaran lingkungan yaitu masuknya atau dimasukannya
makhluk hidup, zat, energi, dan komponen lain ke dalam

21

lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh


kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas
lingkungan sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan
lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi
sesuai dengan peruntukannya.
2. Perusakan lingkungan yaitu

adanya

tindakan

yang

menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap


perubahan sifat atau hayati lingkungan yang mengakibatkan
lingkungan itu kurang berfungsi lagi dalam menunjang
pembangunan berkesinambungan.
Pada paragraf 5 dijelaskan sebagai usaha untuk mengurangi dan
mengendalikan dampak negatif kegiatan usaha penambangan, maka
perlu dilakukan pengelolahan lingkungan hidup yang meliputi upaya
terpadu dalam pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan,
pengendalian, dan pengembangan lingkungan hidup.

2.1.5.2

Standar ISO 14001


Penerapan ISO 14001 adalah pendekatan sistem, jadi dengan
menerapkan standard tersebut berarti kita memperbaiki sistem.
Secara umum kalau suatu perusahaan mempunyai sistem manajemen
lingkungan yang baik, maka otomatis kinerja perusahaannya juga
akan bertambah baik. Untuk menerapkan Sistem Manajemen
Lingkungan sebetulnya kita tidak perlu memulainya dari awal, tetapi
dapat dimulai dengan memperbaiki dan mengintegrasikan programprogram lingkungan yang sudah ada. Organisasi atau perusahaan
yang akan menerapkan sistem manajemen lingkungan perlu
mempersiapkan hal-hal sebagai berikut :
1. Identifikasi dan evaluasi seluruh aspek dan dampak lingkungan
dari kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan.
ISO 14001 tidak mengatur standar mengenai cara melakukan
idenfikasi dan penilaian aspek dan dampak lingkungan, untuk
melakukan penilaian aspek dan dampak lingkungan ini diserahkan

22

kepada pemrakarsa sendiri.


2. Kebijakan Lingkungan
Kebijakan lingkungan suatu perusahaan dibuat berdasarkan
aspek lingkungan yang didentifikasi.
3. Tujuan dan Sasaran Lingkungan
Suatu perusahaan yang menetapkan ISO 14000 harus
menentukan tujuan dan sasaran lingkungan. Tujuan dan sasaran
lingkungan yang dibuat juga harus sesuai dengan kebijakan
lingkungannya. Dalam membuat tujuan dan sasaran lingkungan.
Suatu perusahaan harus menetukan batasan waktunya.
4. Program-program lingkungan.
Program lingkungan dibuat untuk mencapai tujuan dan sasaran
yang telah ditetapkan oleh perusahaan sendiri, program lingkungan
sebaiknya dibuat secara realistis dan logis dan sebaiknya membuat
program

yang

mungkin

untuk

dijalankan

sesuai

dengan

kemampuan perusahaan. Perusahaan yang membuat program


lingkungan melebihi kemampuannya, maka akan merugikan
perusahaan itu sendiri, karena program-program ini akan diperiksa
secara berkala dalam suatu audit.
5. Audit dan evaluasi program.
Program-program lingkungan yang sudah dibuat tersebut di
atas akan dilakukan pengecekan secara berkala malalui program
audit lingkungan. Dalam audit lingkungan semua program yang
sudah dituliskan diperiksa dan dilihat di lapangan apakah program
yang dibuat dilaksanakan atau tidak. Program-program yang belum
dilaksanakan akan dipertanyakan alasan-alasannya mengapa
program yang telah dibuat tidak dapat dilaksanakan. Disamping itu
dalam audit lingkungan akan diketahui terjadinya penyimpanganpenyimpangan dalam melaksanakan kegiatan.
6. Perbaikan manajemen secara berkesinambungan
Tindakan perbaikan secara berkesinambungan

sangat

diperlukan dalam suatu perusahaan, apabila dalam suatu audit


diketahui adanya penyimpangan. Karena penyimpangan yang
terjadi dapat membahayakan bagi perusahaan itu sendiri. Jadi
tindakan perbaikan yang secara berkesinambungan ini adalah
23

merupakan jiwa dari ISO 14000 itu yaitu dalam ISO 14001 ada
suatu pernyataan continual improvement.
ISO 14000 bukanlah dominasi dari perusahaan-perusahaan
besar saja, standar ISO14000 bersifat sangat fleksibel, dapat
diterapkan di berbagai junis dan skala kegiatan. Sebagian besar
masyarakat

industri

masih

menganggap

bahwa

mengelola

lingkungan hanyalah pemborosan dan penambahan modal saja. Hal


ini mungkin yang bersangkutan belum memahami sepenuhnya
sistem ISO tersebut. Mungkin dalam hal ini yang bersangkutan
hanya mendapatkan informasi bahwa untuk sertifikasi ISO
memerlukan biaya yang besar, karena harus membayar konsultan
danlembaga sertifikasinya.
Padahal penerapan sistem dapat dimulai dan dilakukan oleh
sumberdaya yang ada dengan memberikan pelatihan-pelatihan.
Seperti telah disinggung di atas bahwa penerapan sistem bukanlah
semata-mata untuk mendapatkan sertifikat, tujuan utamanya adalah
untuk dapat memperbaiki sistem dan mendapatkan keuntungan
baik secara finansial maupun bagi lingkungan itu sendiri. Manfaat
yang didapatkan suatu perusahaan atau instansi

dengan

diterapkannya ISO 14001 adalah:


a. Perlindungan Lingkungan
SML 14001memungkinkan manusia dan lingkungan hidup
tetap eksis dengan kondisi yang baik
b. Manajemen Lingkungan yang lebih baik Standar SML 14001
memberikan

perusahaan

kerangka

menuju

manajemen

lingkungan yang lebih konsisten dan diandalkan.


c. Mempertinggi daya saing mempertinggi peluang untuk
berusaha dan bersaing dalam pasar bebas dalam era globalisasi.
d. Menjamin ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan
SML ISO 14001 menjamin perusahaan yang memilikinya
memenuhi perundang- undangan yang berlaku karena ada
dokumen yang tertulis.
e. Penerapan sistem menajemen yang efektif Standar ISO 14001
menanggung berbagai teknik manajemen yang baik, yang
meliputi manajemen personel, akuntasi, pengendalian pemasok,

24

pengendalian dokumen, dan lain-lain yang diperlukan


f. Pengurangan biaya selain mempermudah jalan
memenuhi

persyaratan

konsumen

tanpa

harus

untuk
repot

memenuhinya kembali, juga dapat mengurangi pemakaian


bahan kimia maupun limbah dan B3 yang harus diproses
kembali. Seperti juga pada prinsip penerapan sistem mutu
ISO 9000. yaitu lakukanlah secara benar dan baik pada
kesempatan pertama.
g. Hubungan Masyarakat yang lebih baik sebagian terbesar
prosedur yang ada pada ISO 14001 mensyaratkan tindakan
yang proaktif. Setiap tindakan proaktif terhadap lingkungan ini
akan meningkatkan citra perusahaan dalam hal lingkungan
terhadap masyarakat.
h. Kepercayaan dan kepuasan langganan yang lebih baik terkait
dengan

hubungan

mayarakat

yang

lebih

baik

adalah

kepercayaan dan kepuasan langganan. Bila perusahaan telah


memperoleh sertifikat ISO 14001, pelanggan akan lebih merasa
aman karena adanya perlindungan lingkungan.

25

2.2

Penelitian terdahulu
Abul Hadi Hidayatullah pada tahun 2014 melakukan penelitian
dengan judul perlakuan akuntaansi atas pengolahan limbah industry pada
RSUD Dr. H. Koesnadi. Hasil penelitian menyatakan bahwa aktivitas RSU
Dr. H. Koesnadi melalui unit sanitasi lingkungan telah mengidentifikasi
limbah apa saja yang dihasilkan rumah sakit. Limbah rumah sakit
dibedakan

menjadi dua yaitu, limbah medis dan limbah non medis.

Limbah non medis dibuang ke PA Kabupaten, sedangkan limbah medis


dipisah lagi menjadi dua berupa limbah cair dan limbah padat, yang
kemudian limbah cair diolah dimesin Instansi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) dan limbah padat dibakar dalam mesin incinerator. Dalam
pembakaran limbah padat juga meghasilkan limbah udara berupa polusi.
Pengidentifikasian dilkukan pada saat evaluasi kerja tahunan, jadi kegiatan
atau biaya yang dikeluarkan tahun ini belum tentu akan terjadi tahun
depan. Pengukuran yang digunakan dalam biaya kegiatan menggunakan
historical cost dan terhadap pendapatan yang diterima menggunakan locus,
sedangkan untuk mesin yang digunakan baik mesin IPAL dan alat
incinerator baik pihan snaitas dan bagian kauntansi belum melakukan
pengukuran.
Hal tersebut berdampak pada penilaian mesin tersebut dalam
akumulasi penyustan tidak ada kuantitasnya. Karena mesin dan alat tidak
dapat dinilai masa manfaatnya otomatis nilai yang terpakai tiap tahunnya
juga tidak dapat ditelusuri. Biaya ynag timbul secara terpisah dalam
laporan laba rugi, artinya biaya tidak disajikan dalam bentuk missal biaya
pengolahan limbah atau disatukan dalam satu unit biaya tertentu, namun
disajikan per elemn yang ada sesuai denan kode rekening masing-masing.

26

Sehingga beberapa kuantitas biaya pengolahan limbah dalam satu


tahunnya tidak dapat ditelusuri nilainya.
Jika

melihat

hasil

yang

didapat

dari

pengidentifikasian,

pengukuran, penilaian, dan penyajian dapat diketahui bahwa kebijakan


yang dipakai rumah sakit dalam laporan keuangan dengan menggunakan
historical cost, selama ini biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang
didapat dalam pengolahan limbah dipisah sendiri-sendiri. Karena menurut
rumah sakit penerimaan maupun pengeluaran pengolahan limbah hasilnya
tidak terlalu signifikan dan bukan tujuan utama dari rumah sakit.
Sebenarnya rumah sakit dalam mengidentifiksasi, mengukur, menilai,
menyajikan dan mengungkap mengenai kegiatan pengolahan limbahnya
dalam akuntansi menggunakan kebijakan yang telah ditetapkan oleh
rumah sakit. Namun secara tidak langsung pihak rumah sakit sudah
mengikuti teori dan standar akuntansi keuangan yang ada karena memang
dalm hal ini belum ada standar yang pasti dalam pengolahan limbah.
Kedua, penelitian dilakukan oleh Muhammda Naufal Ridlo dari
Universitas Jember pada tahun 2016 dengan judul skripsi Perlakuan
Akuntansi Atas Pengelolaan Limbah Pada Rumah Sakit Umum Daerah
Blambang Banyuwangi. Hasil penelitian tersebut adalah komponen biaya
yang ada paa pengelolaan limbah RSUD Blambangan anatara lain: tanah,
gedung dan bangunan, peralatan penunjang dan mesin dan biaya
operasional. Perlakuan akuntansi yang diterapkan RSUD atas biaya
pengolahan lingkungan hidup dalam hal biaya IPAL sudah mengacu pada
standar akuntansi yang berlaku sesuai relevansi, meliputi: Biaya IPAL
yang terdiri dari tanha, bangunan, peralatan penunjang dan mesin diakui
sebagai asset tetap dan diukur berdasarkan harga perolehan, dan biaya
operasional IPAL diperlukan sebagai elemen beban pada periode berjalan
diukur berdasarkan kebutuhan yang dikeluarkan. Namun, informasi
mengenai biaya pengelolaan limbah tidak dilaporkan secara langsung
namun dijadikan satu dengan sub-sub yang mirip pada laporan keuangan

27

rumah sakit. Sehingga RSUD Blambangan perlu membuat laporan biaya


lingkungan terpisah dari laporan keuangan rumah sakit.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1

Objek Penelitian
Penelitian ini berolakasi di RSUD Daya, yang beralamatkan di
Jalan Perintis Kmerdekaan No. 14 Makassar. Sebagai lokasi penelitian
dengan objek penelitian adalah masalah pengelolaan limbah dan
pengalokasian biaya lingkungan tersebut.

3.2

Metode Pengumpulan data


Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penulisan, penulis
menggunakan metode sebagai berikut:
1. Penelitian lapangan (Field Research)
Penelitian dilakukan dengan cara mengadakan observasi langsung dan
wawancara dengan staf dan karyawan guna memeperoleh data yang
akan digunakan dalam penulisan ini
2. Penelitian pustaka (library research)
Penelitian dengan menggunakan literature dan tulisan-tlisan yang
berhubungan

dengan

penulisan

ini

yng

dimaksudkan

untuk

memeproleh landasan teori yang akan digunakan dalam membahas


masalah yang diteliti.

28

3.3

Jenis dan sumber data

3.3.1

Jenis data
Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1. Data kuantitatif yaitu data yang dapat dihitung atau data yang berupa
angka-angka dalam hal ini laporan keuangan rumah sakit yang
mendukung penelitian
2. Data kualitatif yaitu data yang tidak dapat dihitung atau data yang
bersifat kualitatif, berupa perkembangan rumah sakit, struktur
organisasi, dan data-data lain yang berhuungan dengan penulisan

3.3.2

Sumber data
Sumber data dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua
yaitu:
1. Data primer
Data yang berumber dari observasi dan wawancara langsung yang
masih utuh dan belum dikelola, baik dalam bentuk informasi maupun
dalam bentuk angka-angka.
2. Data sekunder
Data yang bersumber dari dokumen-dokumen rumah sakit, literature,
serta artikel yang relevan dengan objek penelitian.

3.4

Metode Analisis Data


Penelitian ini menggunkan metode analisis kualitatif sebagai
berikut:
1. Mengidentifikasi aktivitas-aktivitas

pengelolaan lingkungan yang

dilakukan oleh rumah sakit .


2. Mengidentifikasi aktivitas-aktivitas pengelolaan lingkungan yang ada
di rumah sakit ke dalam komponene biaya lingkungan berdasarkan
International Guidance Document Environmrntal Management
Accounting

yang

disusun

oleh

International

Federation

of

Accountants (IFAC).
3. Mengidentifikasi dn menghitung sumber daya yang dibutuhkan oleh
setiap akitivitas dan pengukuran biayanya.

29

4. Menyusun laporan biaya lingkungan dari International Guidance


Document Environmental Management Accounting yang disusun
oleh international Federation of Accountants (IFAC).

DAFTAR PUSTAKA

Ardianto, Febry .2014. Penerapan Akuntansi Lingkungan di RSUD Dr.


Muhammad Saleh Probolingg. Skripsi. Universitas Islam Negeri
Maulanan Malik Ibrahim Malang.
Estianto, Genzha Barcelona.,dkk.2014. Analisis Biaya Lingkungan Pada
RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Jurnal Akuntansi Universitas
Atmajaya Yogyakarta.
Keputusan

Menkes

R.I

No.1204/MENKES/SK/X/2004

tentang

Persyaratan Keseshatan Rumah Sakit.


Musyarofah, Siti.2013. Analisis Penerapan Green Accounting di Kota
Semarang. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.
Noviani, Aminah.2014. Penerapan Akuntansi Lingkungan Di Rumah Sakit
Mardi Waluyo Metro. Jurnal akuntansi dan keuangan Vol.5, No.2,
September 2014, hlm. 1-16.
Ridlo, Muhammda Naufal.2016. Perlakuan Akutansi atas Pengelolaan
Limbah

pada

Rumah

Sakit

Umum

Daerah

Blambangan

Banyuwangi. Skripsi. Universitas Jember.


Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
Undang-Undag No.44 Tahun 2009 tetang Rumah Sakit.
Utama, Anak Agung Gde Satia. 2016. Akuntansi Lingkungan Sebagai
Suatu Sistem Informmasi:Studi Paa Perusahaan Gas Negara

30

(PGN). Jurnal Bisnis dan Manajemen Volume 6 (1), April 2016,


hlm 89-100.

31

Anda mungkin juga menyukai