Anda di halaman 1dari 6

A.

PENDAHULUAN
Ilmu fiqh menurut istilah syarI yaitu ilmu dengan hukum-hukum syarI
amaliah yang dipraktekkan dan dikemukakan secara mendetail. Tujuan dan
maksud ilmu fiqh yaitu menerapkan hukum-hukum syarI terhadap
perbuatan-perbuatan manusia.
Ushul fiqh menurut istilah adalah ilmu, peraturan-peraturan dan
pembahasan-pembahasan yang mana dengan itulah orang sampai
mempergunakan hukum-hukum syarI amaliah (yang bersangkut dengan
amal perbuatan) yang menunjukkkan secara terperinci.
Ilmu ini merupakan salah satu bidang ilmu keislaman yang membahas
tentang pendalaman syariat Islam dari sumber aslinya yaitu al-Quran dan
as-Sunnah.
Untuk memahami syariat Islam yang dibawa Rasulullah SAW, para ulama
ushul fiqh mengemukakan dua bentuk pendekatan, yaitu pendekatan melalui
kaidah-kaidah kebahasaan dan melalui pendekatan al-maqashid asysyariah(tujuan syara dalam menentukaan hukum).
Pendekatan melalui kaidah-kaidah kebahasaan adalah untuk mengetahui
dalil-dalil yang am dan khas, mutlaq dan muqayyad dan lain sebagainya.
Sedangkan pendekatan al maqashid asy-syariah bertujuan untuk
menyingkap dan menjelaskan hukum dalam berbagai kasus yang tidak ada
nash (ayat atau hadisnya) secara khusus, dapat diketahui melalui beberapa
metode, yaitu ijma, qiyas, istihsan dan lain sebagainya.
Namun dalam makalah ini kami hanya akan membahas mengenai al
maqashid asy-syariahkhususnya pada metode ijma yang meliputi
pengertian ijma dan macam-macamnya, kehujjahan dan kemungkinan
terjadinya, juga contoh-contoh hukum yang didasari ijma.

PENGERTIAN IJMA

a. Ijma menurut bahasa


Pengertian ijma secara etimologi ada dua macam,yaitu:
Ijma berarti kesepakatan atau konsensus, pengertian ini dijumpai dalam
surat yusuf ayat 15,yaitu:


Artinya
Maka tatkala mereka membawanya dan sepakat memasukkannya ke dasar
sumur.
Pengertian etimologi kedua dari ijma adalah ( ketetapan hati
untuk melakukan sesuatu). Pengertian kedua ini ditemukan dalam surat
yunus ayat 71, yaitu:

Artinya :
makabulatkanlah keputusanmu dan kumpulkanlah sekutu-sekutumu
b. Ijma menurut istilah
Secara terminologi,ada beberapa rumusan ijma yang dikemukakan oleh
ulama ushul fiqh.Ibrahim Ibnu Siyar Al-Nazzam,seorang tokoh mutazilah,
merumuskan ijma dengan setiap pendapat yang didukung oleh hujjah,
sekalipun pendapat itu munculdari seseorang. Akan tetapi, rumusan alNazzam ini tidak sepaham dengan pengertian etimologi di atas.
Imam al-ghazali,merumuskan ijmadengan kesepakatan umat
Muhammad secara khusus tentang suatu masalah agama.umusan al-ghazali
ini memberikan batasan bahwa ijma harus dilakukan umat Muhammad.,
yaitu umat Islam. Tetapi harus dilakukan oleh seluruh umat awam. Al-Ghazali
pun tidak memasukkan dalam definisinya bahwa ijma harus dilakukan
setelah wafatnya Rasulullah.
Rumusan ini, menurut al-amidi,ijma harus dilakukan dan dihasilkanoleh
seluruh umat Islam, karena suatu pendapatyang dapat terhindar dari suatu
kesalahan hanyalah apabila disepkati oleh seluruh umat.
Jumhur ulama ushul fiqh, sebagaimana dikutip Wahbah al-Zuhaili,
Muhammad Abu Zahrah, dan Abdul Wahhab khallaf,merumuskan ijma
dengan kesepakatan para mujtahid dari umat Muhammad SAW.pada suatu
masa, setelah wafatnya rasulullahSAW. Terhadap suatu hukum
syara.Muhammad Abu Zahrah menambahkan diakhir definisi tersebut
dengan kalimat: yang bersifat amaliyah,hal tersebut mengandung
pengertian bahwa ijmahanya berkaitan dengan persoalan-persoalan furu
(amaliyah praktis).

C. MACAM-MACAM IJMA
a. Macam ijma berdasarkan caranya
Ditinjau dari cara menghasilkan hukumnya, ijma dibagi menjadi dua, yakni:

Ijmaqauli, yaitu ijma dimana para mujtahid menetapkan pendapat


baik secara lisan maupun tulisan yang menerangkan persetujuan atas
pendapat mujtahid lainnya. Ijma qauli disebut juga ijma qathi.

Ijma sukuti, yaitu suatu kesepakatan para ulama dalam menetapkan


hukum suatu masalah, kesepakatan yang mendapat tantangan (hambatan)
di antara mereka atau salah seorang di antara mereka tenang (diam) saja
dalam mengambil suatu keputusan.Ijma sukuti disebut juga ijma dzanni.
Tentang ijma sukuti, ulama berbeda pendapat bolehkah ijma sukuti menjadi
hujjah atau tidak.

c. Macam ijma berdasarkan tempat dan waktunya

Ijma salaby, yaitu kesepakatan semua ulama sahabat dalam suatu


masalah pada masa tertentu.

Ijma ulama Madinah, yaitu kesepakkatan para ulama Madinah pada


masa tertentu

Ijma ulama Kufah, yaitu kesepakatan ulama-ulama Kuffah tentang


suatu masalah

Ijma Khulafaur Rasyidin, yaitu kesepakan khalifah empat (Abu Bakar,


Umar, Utsman dan Ali) pada suatu masalah

Ijma Ahlu Bait, yaitu kesepakatann keluarga nabi dalam suatu


masalah.

D. KEHUJJAHAN IJMA
Jumhul ulama berpendapat bahwa ijma adalah hujjah yang QorhI
sebagai sumber hukumIslam yang ke-3 setelah al-Quran dan as-Sunnah,
dengan dasar kehujjahan sebagai berikut:
a. Firman Allah surat An-Nisa ayat 59:

Artinya:
Hai orang yang beriman! Taatilah Allah, taatilah Rasul dan Ulil Amri kamu.
Maka jika kamu berselisih tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada
Allah dan Rasul
Allah memerintahkan untuk mentaati Ulil Amri. yang dimaksud ulil amri
disini ada dua penafsiran yaitu ulil amri fiddunya adalah penguasa atau
pemerintah, dan ulil amri fiddin adalah mujtahid atau para ulama, sehingga
dari ayat ini berarti juga memerintahkan untuk taat kepada para ulama
mengenai suatu keputusan hukum yang disepakati mereka.
b. Hadis Rasulullah SAW.
Beberapa hadis yang menunjukkan terpeliharanya umat dari kesalahan
dan kesesatan, yaitu hadis yang saling memperkokoh dan diterima oleh
umat, serta mutawatir maknanya sehingga dijadikan hujjah.
Seperti hadis Nabi berikkut ini:
Artinya:
sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat atas kesesatan. (H.R. Ibn
Majjah: Kitab al-Fitan, No. 395)
E. KEMUNGKINAN TERJADINYA IJMA
Para ulama ushul fiqh klasik dan modern telah membahas persoalan
kemungkinan terjadinya ijma, bahkan secara aktual ijmaitu telah ada .
mereka mencontohkan hukum-hukum yang telah disepakati seperti
kesepaktan tentang pembagian waris bagi nenek sebesar seperenam dari
harta warisan dan larangan menjual makanan yang belum ada di tangan
penjual.
Akan tetapi, ulama klasik lainnya, mengatakan bahwa siapayang
mengatakan adanya ijma terhadap hukum suatu masalah, maka ia telah
berdusta, karena mungkin saja ada mujtahid yang tidak setuju.oleh sebab
itu, menurutnya, sangat sulit untuk mengetahui adanya ijma terhadap
hukum suatu masalah.
Sedangkan ijma menurut pandangan ulama ushul fiqh kontemporer,
bahwa ijma yang mungkin terjadi hanyalah di zaman sahabat, karena para
sahabat masih berada pada suatu daerah. Adapun pada masa sesudahnya,

untuk melakukan ijma tidak mungkin,karena luasnya wilayah Islam dan


tidak mungkin mengumpulkan seluruh ulama pada suatu tempat.
Adapun sebab-sebab terjadinya ijma antara lain:
a. Adanya berbagai persoalan yang dicaarikan status hukumnya,
sementara didalam al-Quran dan as-Sunnag tidak ditemukkan hukumnya
b. Karena al-Quran atau as-Sunnah sudah tidak akan diturunkan lagi
c. Pada masa itu lebih mudah mengkkoordinasikan kmujtahid, karena
jumlahnya tidak terlalu banyak dan wilayahnya belum begitu luas
d. Perpecahan dan perselisihan antar mujtahid sangat kecil, sehingga
masikh mudah mencapai kesepakatan.

F. CONTOH-CONTOH KASUS HUKUM YANG DIDASARI IJMA


Diantara kasus hukum yang kenjadikkan ijma sebagai dasar hukumnya
adalah:
a. Upaya pembukuan al-Quran yang dilakukan pada masa Kholifah
Abu Bakar As Shidiq r.a.
b. Pengangkatan Abu Bakar As-Shidiq sebagai kholifah menggantikan
Rasulullah SAW.
c. Menjadikan as Sunnah sebagai sumber hukum yang kedua setelahal
Quran. Para mujtahid bahkan umat Islam seluruh dunia sepakkat
menjadikan as Sunnah sebagai sumber hukum Islam

`G. KESIMPULAN
Dari pemaparan diatas, dapat ditarik beberapa kesimpulan,
diantaranya adalah:

Pengertian ijma menurut bahasa adalah kesepakatan atau konsensus.


Sedangkan pengertian ijma menurut istilah adalah kesepakatan para
mujtahid pada suatu masa tertentu setelah wafatnya Rasul terhadap suatu
hukum syara untuk suatu peristiwa (kejadian).


Macam-macam ijma menurut suber hukumnya ada dua, yakni ijma
qauli dan ijma sukuti. Macam-macam ijma berdasarkan waktu dan
tempatnya antara lain, ijma sahaby, ijma ulama Madina. Ijma ulama Kufah,
ijma Khulafaur Rasyidin dan ijma Ahlul Bait.

Kehujjahan ijma berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah

DAFTAR PUSTAKA

Khallaf, Abdul Wahab, 1992, Ilmu Ushul Fikih, Jakarta: Rineka Cipta
Al-Ghazali, Abu Hamid, 1983, Al Mustashfa Si Ilm Al Ushul, Beirut: Dar Al
Kutub Al Ilmiyah
Al-Zuhaili, Wahab, 1986, Shul Al Fiqh Al Islami, Beirut: Dar Al Fikr
Al-Amidi, Saif Aldin, 1983, Al Ihkam Fi Ushul Al Ahkam, Beirut: Dar Al Fikr
Nasrun Haroen, 2001, ushul fiqh 1, Ciputat: logos wacana ilmu
Suratno,dkk., t.th., Siap Ujian Nasional Fiqih, Semarang: KEMENAG PROV.
JATENG
Umam, Chaerul, 2000, Ushul Fiqih 1, Bandung: PUSTAKA SETIA
Jumantoro, Totok, Samsul Munir Amin, 2009, Kamus Ilmu Ushul Fikih, Jakarta:
Amzah
Abdullah, Sulaiman, 2007, Sumber Hukum Islam Permasalahan dan
fleksibilitasnya, Jakarta: Sinar Grafika

Anda mungkin juga menyukai