Anda di halaman 1dari 197

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi

Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta


Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

BAB I
PENDAHULUAN

II.1. Dasar Teori


A. Sifat Optik Mineral
Pengenalan mineral yang terdapat pada batuan umumnya di lakukan dengan
pertolongan mikroskop polarisasi. Mikroskop demikian berbeda dengan mikroskop
yang di pakai dalam pengeledikan biologi.
Cahaya yang di pakai di polarisasi,yaituh cahaya yang bergetar dalam sebuah
bidang saja. Jenis cahaya yang demikian didapat dengan memakai dua prisma
polarisasi atau polarisator. Benda-benda ini berguna untuk mengdapat cahaya
polarisasi yang lurus. Preparat yang akan di selidiki itu diatur di antara polarisasi
(bawah) dan analisator (atas)
Batuan yang akan di selediki itu sebelom diasam menjadi tipis, di retakan dengan
Balsam Kanada pada sebuah kaca tipis. Batuan yang telah di retak pada kaca ini
kemudian di tipiskan hingga mencapai ketebalan kurang lebih 0.03 mm. untuk
mencegah agar batuan yang telah di tipiskan tidak rusak maka di tutup dengan kaca
penutup.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 1

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

B. Sifat-sifat fisik
Analisis sayatan tipis batuan dilakukan karena sifat-sifat fisik, seperti tekstur,
komposisi dan perilaku mineral-mineral penyusun batuan tersebut tidak dapat
dideskripsi secara megaskopis di lapangan.
Contoh batuan-batuan tersebut adalah:
1.

Batuan beku yang bertekstur afanitik atau batuan asal gunungapi

2.

Batuan sedimen klastika berukuran halus, seperti batugamping,


batupasir, napal, lanau, fragmen batuan dan lain-lain

3.

Batuan metamorf: sekis, filit, gneis dan lain-lain

Jadi mineralogi optis adalah suatu metode yang sangat mendasar yang berfungsi
untuk mendukung analisis data geologi. Untuk dapat melakukan pengamatan secara
optis atau petrografi diperlukan alat yang disebut mikroskop polarisasi.
Beberapa sifat yang pentig yalah warna,kilap,bentuk,kekerasan,belahan,berat
jenis dan sebagainya. Tidak semua sifat ini diperlukan untuk mengenal mieral
tersebut,tetapi dua atau tiga dari sifat tersebut yang dikombinasikan telah cukup,
disamping determinasi masih secara optikal.
C. Pengenalan mineral
Yang di maksud dengan mineral adalah sebagian besar zat hablur (Kristal) yang
ada dalam kerak bumi yang bersifta homogeny,berupa fisik maupun kimiawi.mineral

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 2

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

itu merupakan persenyawaan anorganik asli serta mempunyai susunan kimia yang
tetap. Yang di maksud dengan persenyawaan kimia (anorganik) asli yaituh bawah
mineral itu hanya terbentuk di alam, karena banyak zat yang mempunyai sifat yang
sama dengan mineral dapat dibuat di laboratorium. Jadi mineral inilah yang
merupakan bagian-bagian pada batuan, denga kata lain,batuan adalah kumpulan
mineral atau mineral adalah bahan yang membentuk batuan.
Pengenalan atau determinasi mineral dapat didasarkankan atas berbagai sifat dari
mineral tersebut,antara lain sifat-sifat fisik,bentuk Kristal dan sifat-sifat optic.
II.2. Pengenalan alat
a. Alat dan Bahan Lapangan
1. Palu sampel
Palu Batuan Beku
Palu Batuan Sedimen
2. Kompas Geologi
3. GPS
4. Peta geologi
5. Plastik Sampel, dll
b. Peralatan yang digunakan di laboratorium
Analisis sayatan tipis batuan dilakukan karena sifat-sifat fisik, seperti tekstur,
komposisi dan perilaku mineral-mineral penyusun batuan tersebut tidak dapat
dideskripsi secara megaskopis di lapangan.
Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 3

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Contoh batuan-batuan tersebut adalah:


Batuan beku yang bertekstur afanitik atau batuan asal gunungapi
Batuan sedimen klastika berukuran halus, seperti batugamping, batupasir,
napal, lanau, fragmen batuan dan lain-lain
Batuan metamorf: sekis, filit, gneis dan lain-lain
Jadi mineralogi optis adalah suatu metode yang sangat mendasar yang
berfungsi untuk mendukung analisis data geologi. Untuk dapat melakukan
pengamatan secara optis atau petrografi diperlukan alat yang disebut mikroskop
polarisasi. Hal itu berhubungan dengan teknik pembacaan data yang dilakukan
melalui lensa yang mempolarisasi obyek pengamatan. Hasil polarisasi obyek
selanjutnya dikirim melalui lensa obyektif dan lensa okuler ke mata (pengamat). Ada
beberapa jenis mikroskop polarisasi, yaitu mikroskop terpolarisasi binokuler (Gambar
I.1.a) dan trilokuler (Gambar I.1.b), baik non-digital maupun yang digital (Gambar
I.2-3).

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 4

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 1.1. Kiri: Bagian-bagian dari mikroskop polarisasi binokuler secara garis
besar (sumber ZEISS, 1961). Kanan: Bagian-bagian dari mikroskop polarisasi
trilokuler secara garis besar (sumber ZEISS, 1961).

Lampu terpisah dari mikroskup. Sinar lampu dipantulkan melalui cermin


(mirror) lalu dilanjutkan ke lensa polarizer. Sinar menembus obyek yang diletakkan
di atas meja obyektif. Sinar membawa data dari obyek (sayatan tipis) dikirimkan ke
lensa obyektif, ditangkap oleh okuler dan diterima mata.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 5

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 1.2. Mikroskup digital dengan layar video; data pengamatan sayatan tipis
dikirim ke layar LCD dan dapat disimpan di dalam hard disk.

Gambar 1.3. Mikroskup polarisasi binokuler digital dengan layar video yang lain
(kiri) dan mikroskup polarisasi standar yang kini tersimpan di laboratorium Geologi
ISTA (kanan).
1. Bagian-Bagian dari Mikroskup Polarisasi
Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 6

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

a) Lensa Ocular (eye piece; Gambar 1. 4)


Yaitu lensa dengan perbesaran yang biasanya mencapai 10x. Lensa ini
berhubungan langsung dengan mata saat mengamati sayatan tipis batuan di bawah
mikroskup. Dalam lansa ini terdapat benangsilang yang dapat membantu menentukan
posisi utara-selatan (U-S) dan timur-barat (T-B). Benang silang juga sering
digunakan untuk mengetahui sudut pemadaman suatu mineral, apakah miring atau
tegak lurus.
Perbesaran dari obyek sayatan tipis di atas meja obyektif (gambar samping)
dihasilkan dari perbesaran okuler dan lensa obyektif (gambar bawah). Contoh: jika
sayatan tipis dilihat dengan menggunakan lensa obyektif dengan perbesaran tertulis
4X, dan okuler 10X, maka memiliki perbesaran total 40X.

Gambar 1. 4. Lensa okuler dan lensa obyektif yang terdapat dalam mikroskop
polarisasi.
b) Prisma Nikol (Gambar 1. 5)

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 7

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Jika polarizer dipindahkan dari mikroskop dan sinar direfleksikan dari


permukaan ke bidang horizontal, maka bidang terpolarisasi menjadi gelap jika diputar
ke kanan. Biotit yang disayat memotong belahannya memiliki absorpsi terbaik jika
bidang belahan sejajar dengan bidang vibrasi terpolarisasi. Pada posisi ini mineral
menjadi gelap maksimum. Vibrasi gelapan juga dijumpai pada mineral Tourmaline
yang diputar ke kanan dari sumbu C. Kedudukan normal dari vibrasi sinar yang
melalui prisma (sinar ekstra-ordinary) dijumpai maksimum pada kanada balsam.
Prisma nikol digunakan untuk melakukan pengamatan pada posisi nikol silang
(Gambar 1.5)

Gambar 1. 5. Penggunaan Prisma Nikol untuk Pengamatan Nikol Silang

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 8

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 1. 6. Prisma nikol, lensa obyektif dan lensa okuler pada mikroskup
polarisasi.

c) Lensa lampu konvergen


Mikroskop dioperasikan pada sinar lampu yang searah dengan tube dan
obyek
Lensa konvergen menangkap sinar tersebut secara maksimal dan
melanjutkannya melalui tube ke lensa polarizer
Sinar tersebut membawa data dari obyek yang selanjutnya dikirimkan ke
lensa obyektif dan ditangkap oleh lensa okuler

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 9

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Yaitu dengan menaikkan nikol bagian bawah yang terletak di bawah meja
obyektif, sehingga:
Permukaan polarizer dapat menyentuh gelas preparat
d) Meja obyektif (meja putar)

Meja obyektif berbentuk melingkar atau kotak- kebanyakan bulat

Meja ini terletak di atas polarizer dan di bawah lensa obyektif

Merupakan tempat meletakkan sayatan tipis untuk diamati

Pada meja dilengkapi dengan sekala besaran (mikrometer) yang melintang


meja dan koordinat sumbu hingga 360O

Bagian pusat meja harus satu garis dengan pusat optis dari tube.

Centering dilakukan dengan memutar scroll (screws), centring 90o berada


di bawah tube.

Setelah posisinya centering, sayatan tipis diletakkan di atas meja obyektif,


agar tidak bergeser-geser maka dapat dijepit dengan kedua penjepit.

Meja obyektif dapat dinaik-turunkan sesuai dengan kebutuhan dan posisi


sentringnya

Kini, mikroskop modern telah dilengkapi monitor LCD

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 10

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

e) Benang Silang (Cross Hair)


Benang silang (Gambar I.7) berada pada lensa okular, satu benang
melintang ke kanan-kiri dan benang yang lain melintang ke atas dan ke
bawah.
Berfungsi untuk mengetahui kedudukan koordinat bidang sumbu mineral,
atau sudut interfacial kristall.
Meja obyektif harus berkedudukan centered dengan perpotongan benang
silang, jika tidak centered maka benang silang tidak akan terlihat.
Pembacaan akan dapat dilakukan jika salah satu sisi kristal sejajar dengan
benang silang kanan-kiri, selanjutnya meja obyektif diputar sampai benang silang
yang lain sejajar dengan arah lain dari meja obyektif tetapi berlawanan dengan
center-nya.

Benang
silang

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 11

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 1. 7. Benang silang yang terdapat pada lensa okuler dalam mikroskup
polarisasi.
f) Cermin Pantul (The Mirror)

Cermin pantul berfungsi untuk mengirimkan sinar dari lampu ke sumber


obyek

Berbentuk bidang datar pada sisi belakang dan cekung pada sisi depan

Pembentuk yang pertama digunakan untuk perbesaran rendah, sedangkan


yang terakhir untuk perbesaran yang lebih tinggi.

Cermin ini berfungsi mengumpulkan sinar lampu dengan aperture yang


menyudut pada sekitar 40o.

Untuk perbesaran yang lebih besar dan dengan menggunakan sinar


konvergen, maka menggunakan sinar konvergen

Penggunaan cermin terutama untuk efisinsi penggunaan mikroskop.

Ketika menggunakan sinar datang yang sejajar sebagai ordinary daylight,


maka sinar tersebut direfleksikan dari cermin dengan intensitas yang rendah,
yang datang bersamaan dengan focal point.

Jika sumber sinar dekat dengan instrument, focal-length-nya besar, dan


sebaliknya

g) Lensa Obyektif
Diklasifikaskan berdasarkan nilai perbesarannya.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 12

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Untuk obyektif yang memiliki power rendah, maka focal length-nya di atas 13
mm dan perbesarannya kurang dari 15 x; untuk power menengah focal length
antara 12- 5 mm dan perbesarannya 40 x; dan power tinggi focal length
kurang dari 4,5 mm dan perbesarannya mencapai 40 x.
Lensa obyektif yang sering digunakan adalah yang berukuran 3 dan 7 mm
Dalam satu sayatan tipis sering terdiri atas suatu seri bidang yang saling
menumpang, dan hanya salah satunya saja yang dapat diamati.
Dalam lens obyektif low-power, dapat dilihat obyek yang menumpang bidang
yang berbeda lainnya, tetapi dengan lensa high-power hal itu tidak mungkin
dilakukan.
Tingkat kecerahan (brightness) dari image akan meningkat jika hitungan
aperturenya dapat diketahui dalam luasan pesegi.
h) Resolving Power

Bagian dari mikroskop yang berfungsi untuk pengaturan ketelitian alat.

Dengan

meningkatkan

resolving

power

untuk

mempertajam

obyek

pengamatan maka dapat mengurangi masa pemakaian alat.

Dalam praktik petrografis, dibutuhkan ketelitian maksimal sehingga sifat


terkecil pun terdeteksi.

Mata hanya mampu membedakan 250 garis dalam 1 inci

Ketika dua titik berpindah dari posisi 6.876x dari mata, maka yang terlihat
hanya satu titik.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 13

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Dengan bantuan resolving power dan okuler, mata mampu membedakan


pleurosigma angulatum sebanyak 50.000 garis .

i) Lensa Bertrand (Keping Gipsum)

Berada pada center dari microscope di atas analyzer yang melintas


masuk / keluar tube

Digunakan sebagai mikroskop kecil bersama-sama dengan okuler untuk


memperbesar gambaran interference

Terutama digunakan untuk mengetahui warna birefringence, sehingga


dapat diketahui ketebalan sayatannya

Pada penggunaan alat ini, juga dilengkapi dengan tabel warna interference
(Gamba1. 1)

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 14

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Tabel 1. 1. warna interference yang digunakan bersama-sama dengan keping gips


untuk mengetahui warna birefringence.
j) Lensa Ocular

Disebut juga dengan lensa okuler Huygens

Terdiri dari dua lensa simple plane-convex

Terletak berhadapan langsung dengan mata.

Lensa bagian atas berupa lensa mata dan lensa bagian bawah berfungsi
untuk mengumpulkan data.

Focal length dari lensa mata adalah 1/3-nya dari lensa pengumpul (field
length).

Sinar sinar ini yang menyebabkan kelelahan pada mata saat pengamatan.

Pada okuler juga dijumpai benang silang, berbentuk jaring laba-laba dan
mengikatkan tali tersebut pada perutnya.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 15

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

k) Mikrometer
1. Berfungsi untuk mengukur jarak dalam sekala yang sempit, contoh:
diameter mineral.
2. Terletak di atas meja obyektif.
3. Pada pembacaan langsung dalam meja obyektif, sekala dalam ratusan mm.
4. Jadi, dalam suatu pengamatan sayatan tipis dapat diketahui seberapa ratus
mm dalam suatu divisi kristal.
5. Agar familier dalam penggunaannya, siswa dapat membuat sendiri
mikrometer tersebut

l) Adjustment Screws
Adjustment screw berfungsi untuk mengatur (bagian dalam 2) dan
menghaluskannya (bagian luar 1) kefokusan lensa okuler dan obyektif
Metodenya yaitu dengan memutar ke kanan untuk memperbesar dan
ke kiri untuk memperkecil.
Terletak pada gagang mikroskop (tube)
Akurasi kerja Adjustment screw mencapai 0,001 mm.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 16

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 1. 8. Adjustment screw, mikrometer dan prisma nikol

c. Penggunaan Mikroskup Polarisasi


Pencahayaan mikroskop sangat baik jika berasal dari arah utara; jika tidak mampu
dari timur. Jangan menggunakan sinar matahari langsung. Meja (bangku) harus kuat,
dan pengamat harus nyaman menggunakannya. Mikroskop harus terletak tepat di
depan pengamat, kedua tangan leluasa mengoperasikannya. Jangan menutup mata
sebelah, mata yang tidak dipakai untuk mengamati dibiarkan terbuka, agar tidak
jereng atau mudah lelah. Pencahayaan harus cukup mampu menerangi pengamatan
paralel nikol dan silang nikol.
Agar mata tidak sakit, praktikan disarankan memfokuskan pengamatan dengan
menaikkan power, dari pada menurunkannya --- agar dapat menghindari kalau-kalau
lensa menyentuh preparat dan memecahkannya. Tempatkan pandangan (mata)
setinggi dengan okuler, perlambatkan dalam memutar screw jika jarak obyektif dan

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 17

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

preparat sangat dekat. Lakukan pengamatan hanya jika obyek pengamatan benarbenar telah fokus.

Tip Menggunakan Mikroskop Polarisasi

Pada mineral tak-berwarna (ct. kuarsa), sebaiknya mengurangi pencahayaannya,


dan memperhatikan adanya rongga atau inklusi.

Rongga / inklusi memiliki kenampakan yang hampir sama

Sebaiknya menjaga betul-betul agar lensa dan nikol dapat awet dan
meningkat efisiensinya.

Jangan membiarkan lensa mikroskop terkena sinar matahari langsung


dan / uap radiator.

Lensa harus dijaga agar terbebas dari debu. Lensa obyektif jangan sampai
bersinggungan dengan cover glass, karena akan tergores.
BAB II
MINERAL OPTIK

II.1. Sifat Optis Mmineral Pada Pengamatan Nikol Sejajar


Setiap mineral memiliki sistem kristalnya masing-masing: isometrik (sumbu a
= sumbu b = sumbu c; < = < = <); rhombik (sumbu a sumbu b sumbu c; <
< <); triklin; monoklin; tetragonal, heksagonal dan lain-lain. Setiap sistem kristal
memiliki sumbu kristal, walaupun sudut yang dibentuk oleh masing-masing sumbu
Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 18

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

kristal antara sistem kristal yang satu terhadap yang lain berbeda. Untuk itulah setiap
mineral memiliki sifat optis tertentu, yang dapat diamati pada posisi sejajar atau
diagonal terhadap sumbu panjangnya (sumbu c). Pengamatan mikroskopis yang
dilakukan pada posisi sejajar sumbu panjang disebut pengamatan pada nikol sejajar.
a. Relief
Relief adalah sifat optis mineral atau batuan yang menunjukkan tingkat /
besarnya pantulan yang diterima oleh mata (pengamat). Semakin besar sinar yang
dipantulkan atau semakin kecil sinar yang dibiaskan oleh lensa polarisasi, maka
makin rendah reliefnya, begitu pula sebaliknya. Jadi, relief mineral berhubungan erat
dengan sifat indek biasnya; Ngelas < Nobyek. Relief kadang-kadang juga diimplikasikan
oleh tebal-tipisnya sayatan. Sayatan yang telah memenuhi standarisasi, tentunya
memiliki relief yang standar juga, sehingga besarnya tertentu.
Relief mineral dapat digunakan untuk memisahkan antara batas tepi mineral
yang satu dengan yang lain. Suatu batuan yang tersusun atas berbagai macam mineral
yang berbeda, masing-masing mineral tersebut tentunya memiliki sifat optis yang
berbeda pula. Jadi, kesemua itu akan membentuk relief; ada yang tinggi, sedang atau
rendah (Gambar 1. 9 ). Pada prinsipnya; kaca / air / udara memiliki indeks bias
sempurna, sehingga memantulkan seluruh sinar yang menembusnya. Namun, suatu
mineral memiliki indeks bias yang lebih rendah dibandingkan kaca / air / udara,
sehingga reliefnya lebih tinggi.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 19

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Bandingkan indeks bias yang dipantulkan oleh mineral dengan indeks bias
yang dipantulkan oleh kanada balsam. Kanada balsam memantulkan seluruh sinar
yang menembusnya. Mineral menyerap sebagian sinar dan memantulkannya
sebagian. Makin tidak berwarna sinar yang dipantulkan makin besar, sehingga
reliefnya makin rendah.

Gambar 1. 9. Sifat optis relief tinggi pada mineral olivin (atas) dan relief rendah
(bawah) yang diamati pada posisi nikol sejajar
b. Pleokroisme
Yaitu sifat penyusupan mineral anisotropic dalam menyerap sinar mengikuti
sistem kristalografinya. Ditunjukkan oleh beberapa kali perubahan warna kristal
setelah diputar hingga 360O. Dapat diamati pada posisi terpolarisasi maupun nikol
sejajar.
Mineral uniaxial disebut dichroic: dua warna yang berbeda dari vibrasi sinar yang
parallel terhadap sumbu vertikal dan sumbu dasar. Mineral biaksial: trichroic, 3

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 20

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

perubahan warna berhubungan dengan 3 sumbu elastisitas utama. Ct: horenblende


pleokrois kuat dan piroksen tak-pleokrois

Gambar 1. 10. a: warna interferensi biotit sejajar sumbu C; Pleokroisme biotit


berwarna coklat kekuningan Orde 1. b. pleokroismenya pada sudut putaran 90O ;
Pleokroisme biotit berwarna coklat gelap Orde I
c. Bentuk Kristal
Bentuk kristal adalah bentuk suatu kristal mineral mengikuti pertumbuhan / tata
aturan pertumbuhan kristal. Bentuk kristal yang ideal pasti mengikuti susunan atom
dan pertumbuhan atom-atom tersebut, atau dapat pula mengikuti arah belahannya.
Sebagian besar mineral yang terbentuk oleh proses pembekuan magma di luar,
menunjukkan bentuk kristal yang tidak sempurna, karena pembekuannya /
pengkristalisasiannya sangat cepat sehingga bentuknya kurang sempurna, begitu pula
sebaliknya. Jadi, bentuk kristal dapat digunakan sebagai parameter untuk mengetahui
tingkat kristalisasi mineral secara umum. Namun, mineral yang berukuran besar
bukan berarti tingkat kristalisasinya sempurna. Sebagai contoh adalah mineralmineral penyusun batuan gunung api yang terkristalisasi dengan cepat dapat tumbuh

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 21

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

membentuk mineral dalam diameter yang besar, tetapi bentuk kristalnya anhedral
membentuk fenokris dalam batuan bertekstur porfiritik.
Dalam pendeskripsiannya, bentuk kristal ditentukan dari orientasi tepian
mineralnya. Bentuk kristal yang tidak beraturan pada seluruh sisinya disebut
anhedral; jika sebagian sisi kristal yang tidak beraturan disebut subhedral; dan jika
seluruh sisi kristal beraturan disebut euhedral (Gambar 2.1)

Gambar 2.1. Gambar atas: bentuk kristal subhedral pada piroksen dan anhedral
pada horenblenda dan gambar bawah: bentuk kristal euhedral, subhedral dan
anhedral pada mineral piroksen (HBL: horenblenda dan Px: piroksen).
d. Bentuk mineral
Bentuk mineral tidak harus sama dengan bentuk kristal. Bentuk mineral adalah
bentuk secara fisik, seperti takteratur (irregular), memanjang, prismatik, fibrous,
membulat dan lain-lain (Gambar II.4). bentuk-bentuk mineral tersebut tidak
berhubungan dengan tingkat kristalisasinya. Bentuk mineral secara sempurna dapat
mengikuti bentuk pertumbuhan kristalnya, namun tidak dapat digunakan sebagai
parameter tingkat kristalisasi.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 22

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 2.2. bentuk-bentuk mineral blocky, irregular; gambar bawah: bentuk


mineral euhedral

e. Belahan
Belahan adalah sifat mineral yang berhubungan dengan sistem kristalnya juga.
Pada umumnya, suatu mineral memiliki bentuk kristal dari suatu sistem kristal
tertentu, sesuai dengan pertumbuhan kristalnya. Pertumbuhan kristal sendiri
dibentuk / dibangun oleh susunan atom di dalamnya. Dengan demikian, sisi-sisi
susunan atom-atom tersebut menjadi lebih lemah dibandingkan dengan ikatannya.
Hal itu berpengaruh pada tingkat kerapuhannya. Saat mineral mengalami benturan /
terdeformasi, maka pecahannya akan lebih mudah mengikuti arah belahannya.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 23

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Belahan lebih mudah diamati pada posisi nikol sejajar tetapi beberapa mineral
juga dapat diamati pada posisi nikol silang. Tidak semua belahan mineral dapat
diamati di bawah mikroskup, contoh: kuarsa dan olivin (Gambar II.5). Tetapi,
sebenarnya keduanya memiliki pecahan yang jelas. Kuarsa, secara megaskopis
memiliki pecahan konkoidal (seperti kaca) akibat bentuk kristalnya yang bipiramidal,
namun di bawah mikroskup belahan konkoidal-bipiramidal sulit dapat diamati. Olivin
kadang-kadang menunjukkan belahan dua arah miring, namun karena bentuknya
yang membotol, jadi sulit diamati juga di bawah mikroskup.

Gambar 2. 3. a. Contoh mineral dengan susunan acak (belahan tidak jelas) atau
tanpa belahan: olivin; b. Contoh mineral kuarsa tanpa belahan

Belahan jelas 1 arah: kelompok mika

Belahan jelas 2 arah: piroksen dan amfibol

Mineral dengan sudut belahan 2 arah membentuk perpotongan dengan sudut


60/120: amfibol / horenblende (Gambar 2. 3a) dan mineral dengan sudut
belahan dua arah membentuk sudut 90 piroksen (Gambar 2. 3b)

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 24

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 2.4. a. Belahan jelas pada dua arah miring; b. Belahan kurang jelas pada
dua arah dengan sudut 90O

II.2. Sifat Optis Mineral Pada Pada Pengamatan Nikol Silang


Pengamatan nikol silang dilakukan jika sayatan berada pada diagonal sumbu
C, yaitu dengan memasang prisma polarisasi bagian atas. Sifat-sifat optis mineral
yang diamati pada posisi nikol silang adalah birefringence (interference ganda),
twinning (kembaran): tipe kembaran dan arah orientasinya dan sudut gelapan:
sejajar / miring pada sudut berapa.
a. Sifat Birefringence (BF)
Standardisasi sayatan tipis memiliki ketebalan 0,03 mm. Dalam sayatan tipis,
interference mineral harus dapat diamati, yang hanya dapat dalam sayatan tipis 0,03
mm. Ct. warna interference kuarsa terrendah berada pada orde pertama putih (abuabu) atau mendekati warna kuning orde I. Warna interference dapat dilihat dari posisi
horizontal sayatan. Setelah warna interference diketahui, pengamatan dilanjutkan

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 25

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

melalui garis diagonalnya hingga didapatkan sifat birefringence (BF). Dari posisi
birefringence,

dengan

meluruskan

ke

bawah

melalui

garis

diagonal

ke

perpotongannya, akan diketahui ketebalan standarnya, apakah lebih tebal atau tidak
dari 0,03 mm. Orde warna interference dan birefringence menggunakan tabel warna
Michel-Levy (Gambar 2. 5).
Birefringence ditentukan dari refraksi ganda pada pantulan sinar maximum
(warna orde tertinggi). BF dapat dilihat jika posisi sayatan berada pada sudut
pemadaman 45O terhadap nikol. BF dapat digunakan (bertujuan) untuk menguji
ketebalan sayatan kristal. Sifat BF mineral dapat dilihat pada tabel sifat-sifat mineral
(Bloss, 1961; Kerr, 1959; Larsen and Berman, 1964; Rogers and Kerr, 1942) yang
disertai dengan perubahan antara indeks refraksi tertinggi dan terrendahnya.
Sifat difraksi maximum biasanya juga dapat diperikan dalam sifat ini. Jika obyek
memiliki belahan jelas atau bentuk kristalnya terorientasi pada keping gelas dasarnya,
beberapa partikel harus disusun ulang hingga berorientasi baru, yaitu dengan
membuka cover glass dan mineral didorong secara horizontal. Birefringence secara
relatif sama pada setiap kelompok (kelas) mineral yang sama, ct. piroksen, amfibol
dan plagioklas. Indeks refraksi dan warna mungkin berbeda di antara satu kelompok
mineral, namun warna BF-nya hampir sama.
BF dapat diamati di bawah mikroskup dengan memasang lensa Bertrand (keping
gipsum). Lensa Bertrand keberadaannya sering terpisah dari mikroskop. Lensa ini

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 26

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

dapat dilepaskan. Sifat BF dapat diamati pada posisi nikol silang, yaitu dengan
memasang lensa Bertrand pada posisinya (yaitu di atas analyzer). Perubahan warna
yang dihasilkan biasanya ditentukan oleh warna reliefnya dan ketebalan sayatannya.
Jika reliefnya rendah (tidak berwarna) maka memiliki sifat BF tinggi. Kanada
balsam memiliki sifat BF tertinggi hitam.

Gambar 2.5. Diagram Michel-Levy untuk mengetahui orde warna BF pada mineral;
yaitu warna interferene maksimum yang dapat dilihat setelah lensa Bertrand
(keping/prisma gips) dipasang

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 27

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 2. 6. Warna interferene maksimum yang dapat dilihat setelah lensa


Bertrand (keping/prisma gips) dipasang

Sifat BF juga bertujuan untuk mengetahui sifat anisotropi mineral.


Latihan: Posisikan kristal anisotropi pada:
D = 100 nm (abu-abu orde 1); sudut pemadaman 45o
Jika indek bias keping gipsum sejajar indek bias kristal, maka terjadi
PENJUMLAHAN
Sinar yang sejajar terhadap indek bias keping gipsum tertanam dalam
keping gipsum pada 100 nm dan lebih jauh tertanam oleh keping gipsum
550 nm ---- tebal gips digambarkan pada grafik horizontal (bawah) dalam
diagram Michel-Levy (Gambar III.1)
100 + 550 = 650 nm
Tentukan warna mineral (pada tabel warna interference)
Yaitu Original 1o abu-abu menjadi 2o biru (Gambar III.3)

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 28

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 2. 7. Contoh warna birefringence kuarsa pada sudut pemadaman diputar


45o setelah didapatkan warna BF 1, lalu putar meja obyektif dan kristal pada sudut
90o Ngyp || nxl (D masih = 100 nm)

Ngyp || nxl PENGURANGAN


Sinar kristal yang parallel terhadap Ngyp dimajukan oleh gips 100nm
dan dihambat oleh keping gypsum 550mm maka kristal berada pada
450nm di belakang
Warna BF menjadi 1o orange

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 29

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 2.8. Contoh warna birefringence kuarsa pada posisi sudut pemadaman
mineral 90o

Gambar 2. 9. Warna birefringence plagioklas pada berbagai kedudukan sudut


pemadalam dalam suatu sayatan tipis

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 30

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

b. Sifat Kembaran (Twinning)


Yaitu sifat yang ditunjukkan oleh mineral akibat pertumbuhan bersama kristal
saat pengkristalannya. Berbentuk kisi-kisi yang dibentuk oleh orientasi pertumbuhan
kristalografi. Sifat ini dapat diamati pada posisi pengamatan nikol silang.
Berhubungan dengan sifat pemadamannya.
Bentuk Kembaran berhubungan dengan bentuk simetri dari dua atau lebih
bagian-bagian (bayangan kembar, sumbu rotasi). Macam-macam kembaran:
1)

Refleksi (berbentuk bidang kembar); Ct: model kembaran gypsum fishtail, 102 dan 108

2)

Rotasi dengan memutar meja obyektif (biasanya 180o) memiliki bentuk


kembaran sumbu: normal parallel. Ct: kembaran carlsbad, model 103

3)

Inversi (kembaran ke pusat)


Kembaran Multiple (> 2 segmen memiliki kesamaan sifat optis yang
terulang)
Kembaran Cyclic - kembaran berulang yang bidang-bidang kembarannya
tidak parallel; ct: kembaran polisintetik Albite pada plagioklas (Gambar 2.
10 ).

Jenis-jenis kembaran lain yang umum dijumpai dalam beberapa mineral adalah:

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 31

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Kembaran Albit: terbentuk oleh pertumbuhan bersama feldspar plagioklas


dengan sistem kristal: Triclinic; merupakan kembaran yang umum dijumpai
pada plagioklas pada 010

Gambar 2.10. Kembaran Polisintetik Albit pada Plagioklas

Kembran polisintetis juga dapat diamati dalam pengamatan megaskopis pada


Chrysoberryl dan Aragonit membentuk kembaran cyclic (Gambar 3. 1.)

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 32

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 3.1. Kembaran polisintetik cyclic pada Chrysoberryl dan Aragonit

Kembaran sederhana, contoh pada piroksen posisi {100}

Gambar 3. 2. Kembaran sederhana pada Clinopiroksen (augite) posisi {100}

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 33

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Mineral-mineral prismatik panjang biasanya memiliki kembaran, sebagai contoh


adalah plagioklas dan klinopiroksen. Kembaran yang umum dijumpai pada
Plagioklas:
Sederhana Carlsbad pada (010)
Polysynthetic albite pada (010)

Pericline pada (101)

Ganbar 3.3. Kembarran sederhana Carlsbad, Polisintetik albit dan Pericline pada
Plagioklas

c. Sifat Gelapan (Extinction)


Adalah fungsi hubungan orientasi indikatrik dan orientasi kristalografik. Mineral
anisotropik menunjukkan gelapan pada posisi nikol silang dengan rotasi tiap 90 O.
Gelapan muncul ketika kedudukan salah satu vibrasi sejajar polarizer bawah.
Dampaknya adalah seluruh sinar datang ditahan oleh polarizer atas sehingga tidak

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 34

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

membentuk getaran. Seluruh sinar yang melalui mineral terserap pada polarizer atas,
dan mineral terlihat gelap. Pada putaran posisi 45, komponen maximum dari sinar
cepat dan sinar lambat mampu dirubah menjadi vibrasi pada polarizer atas. Hanya
perubahan warna interference saja yang menjadi lebih terang atau lebih gelap saja,
warna sebenarnya tidak berubah.
Banyak mineral secara umum membentuk butiran memanjang dan dengan mudah
dikenali kedudukan belahannya, ct. biotit, horenblenda, plagioklas. Sudut
pemadaman adalah sudut antara panjang atau belahan mineral dan kedudukan vibrasi
mineral. Nilai sudut pemadaman masing-masing mineral bervariasi mengikuti arah
orientasi butirannya.

Tipe Pemadaman
Pemadaman Parallel; Mineral menjadi gelap ketika belahannya atau
sumbu panjang searah terhadap salah satu benang silangnya. Sudut
pemadaman (EA) = 0; contoh:

Orthopiroksen dan Biotite

Pemadaman Miring; mineral gelap ketika belahan membentuk sudut


dengan benang silang, (EA) > 0 ; contoh:

Klinopiroksen dan Horenblenda

Pemadaman Simetri; mineral menunjukkan belahan 2 arah atau dua

perbedaan muka kristal---- memungkinkan untuk mengukur dua sudut

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 35

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

gelapan antara masing-masing belahan atau muka dan kedudukan vibrasi.


Jika 2 sudut sama maka akan dijumpai pemadaman simetri, (EA1 = EA2);
contoh:

Amfibol dan Kalsit

Tanpa belahan: mineral yang tidak memanjang atau tidak memperlihatkan


belahan yang mencolok, akan memberikan pemadaman setiap diputar 90,
tetapi tidak dapat diukur sudut pemadamannya; contoh:

Kuarsa dan olivin

a. Pemadaman Paralel
semua mineral uniaxial menunjukkan pemadaman parallel
mineral-mineral orthorhombik menunjukkan pemadaman parallel (hal itu
karena sumbu kristal dan sumbu indicatrik serupa)
b. Sudut Pemadaman Miring
Mineral-mineral Monoclinic dan Triclinic memiliki sumbu indikatrik yang
tidak serupa dengan subu kristalnya ---- memiliki pemadaman miring
sudut pemadaman dapat membantu memerikan nama mineralnya

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 36

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 3.4. Ilustrasi pemadaman paralel (kiri) dan pemadaman miring (kanan)

Gambar 3.5. Contoh mineral dengan pemadaman paralel pada ortopiroksen (atas)
dan pemadaman miring pada klinopiroksen (bawah)

II.3. pengambilan sampel batuan


a. Teknik Pengambilan Contoh Batuan

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 37

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Keberhasilan pembuatan sayatan tipis ditentukan oleh benar-tidaknya prosedur


pengambilan contoh di lapangan dan teknik preparasinya. Pembuatan sayatan tipis
juga harus mengikuti petunjuk si pengamat. Apa tujuan pengamatan sayatan tipis,
apakah ditujukan untuk mengetahui sifat optis mineral, komposisi batuan (eksplorasi
kandungan mineral tertentu), tingkat sifat deformasi batuan atau ada tujuan yang lain.
Untuk itu diperlukan koordinasi yang baik antara si pengambil, pemotong / penyayat
dan pengamat.
Jika tujuan pengamatan adalah untuk mengetahui sifat optis mineral, komposisi
dan sifat fisik batuannya, maka diperlukan contoh batuan yang segar. Ciri-ciri batuan
yang segar adalah:
Warnanya segar, tidak dijumpai warna alterasi (lapuk). Contoh: andesit dan
diorit berwarna abu-abu terang-agak gelap; warna lapuk keputih-putihan,
kemerah-merahan, kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan. Warna segar
dasit abu-abu agak keunguan; warna lapuk abu-abu terang bintik-bintik hijau,
putih dan merah. Batupasir kuarsa segar warna putih dengan butiran- butiran
transparan; warna lapuk putih terang agak kecoklatan hingga kekuningan.
Batugamping dolomit warna segar abu-abu kemerahan cerah dengan pecahan
tajam dan sangat keras; warna lapuk abu-abu kekuningan-kecoklatan (merah
bata) dengan pecahan tumpul dan mudah hancur.
Jika dipukul berbunyi cling; batuan yang lapuk jika dipukul berbunyi bug
atau blug; pada batuan beku luar (bersifat gelasan) batuan yang segar sangat
Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 38

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

keras tetapi lebih mudah pecah, pecahannya runcing-runcing tajam, tetapi


batuan yang lapuk tidak tajam feldsparnya (putih) mengembang sehingga
ukurannya menjadi lebih besar.
Tidak terdeformasi, massif (inti lava / intrusi); batuan yang segar tidak
dijumpai

rekahan-rekahan

baik

akibat

deformasi

saat

pembekuan,

pembebanan, tektonik maupun pelapukan; usahakan mengambil batuan yang


betul-betul masif (tak-terdeformasi).
Singkapan

batuan yang dapat direkomendasikan untuk lokasi pengambilan

contoh batuan yang ditujukan untuk pengamatan sayatan tipis tersebut adalah:
Pada singkapan tanpa deformasi; kalau sekiranya tidak dapat dihindari, maka
diusahakan pada singkapan yang paling bebas dari deformasi.
Pada singkapan yang telah diledakkan (quarry): akan banyak dijumpai batuan
yang sangat segar, karena bagian yang lapuk telah dibersihkan pada saat
penggalian (Gambar IV.1).
Mencari batuan yang segar juga dapat dilakukan pada tebing-tebing dan badan
sungai / jalan, terutama pada musim kemarau.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 39

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 3.5. Contoh singkapan yang direkomendasikan untuk pengambilan contoh


batuan; yaitu pada lokasi penambangan (quarry)

Singkapan batuan yang tidak direkomendasikan untuk pengambilan contoh


batuan adalah:
Singkapan dengan struktur geologi, seperti sesar, kekar dan lipatan
(Gambar IV.2.kanan); kecuali jika pengamatan ditujukan untuk
mikrotektonik. Jika pengamatan sayatan tipis batuan ditujukan untuk
mikrotektonik, maka contoh harus ditandai arah pengambilannya (N .
O

E) dan arah pemotongan yang diinginkan

Lapuk; saran: sebaiknya jika tidak ada singkapan lain dicari batuan yang
paling masif; kecuali jika tujuan pengamatan batuan adalah untuk
mengetahui tingkat pelapukan.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 40

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Tidak insitu : bongkah yang tidak jelas asalnya (Gambar IV.2 kiri);
kecuali jika telah jelas dketahui asalnya dari mana dan kondisinya segar.
Saran: lakukan pengambilan bongkah hanya di daerah quarry yang
sedang digali

Gambar 3.6. Contoh singkapan yang tidak direkomendasikan untuk pengambilan


contoh batuan

b. Pemilihan Contoh Batuan


Pengambilan contoh batuan juga dapat dilakukan pada inti bor:
1. Pilih batuan yang paling segar
2. Jangan mengambil bagian kontak (ditunjuk pena), karena ada kemungkinan
mengandung fragmen lain (batuan yang lebih tua atau lebih muda) dan
biasanya tidak segar

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 41

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 3. 7. Contoh batuan yang diambil dari inti bor; yaitu pada bagian yang
paling segar (dilingkari), bukan pada bagian yang ditunjuk pena

Sifat contoh batuan yang dapat disayat untuk analisis petrografi:


Contoh betul-betul segar
Besarnya setangan (segenggam)
Setelah contoh diambil, sesegera mungkin agar dikirim ke lab
praparasi sayatan tipis

Gambar 3. 8. Contoh diorit yang direkomendasikan untuk penyayatan (segar dan


masif)

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 42

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

c. Preparasi Batuan
Contoh batuan yang telah di dapatkan dari lapangan dilabeli, meliputi no lokasi
pengambilan, tahun pengambilan dan kode tujuan pengambilan. Untuk contoh yang
ditujukan untuk analisis petrografi dengan tujuan pengamatan tertentu, diberi tanda
khusus seperti arah penyayatan, posisi utara / timur dan kode-kode pendukung yang
lain.
Contoh selanjutnya dibawa ke bengkel untuk dilakukan pemotongan, penyayatan
dan preparasi selanjutnya seperti yang dapat dilihat pada Gambar IV.5 dan IV.6.

Gambar 3.9. Contoh diorit yang telah dipotong berukuran 10-15x10x2,5 cm,
pemotongan bertujuan untuk menghilangkan bagian yang lapuk.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 43

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 3. 10. Contoh diorit yang telah disayat berukuran 4x2,5x0,003 cm dan
dipoles selanjutnya ditempelkan di atas gelas obyek, dan ditutup dengan gelas
penutup (deg glass). Sayatan siap untuk dianalisis.

II. 4. Sifat Optis Mineral Plagioklas


a. Sitat Sifat Umum
Rumus kimia: (Na,Ca)(Si,Al)4O8
Berat molekul = 270,77 gram
Sodium

4,25 %

Na 5,72 % Na2O

Calcium

7,40 %

Ca 10,36 % CaO

Aluminum

9,96 %

Al 18,83 % Al2O3

Silicon

31,12 %

Si 66,57 % SiO2

Oxygen

47,27 %

O 00,00

100,00 %

101,48 % = total oksida

Rumus empiris: Na 0,5Ca 0,5Si 3AlO8

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 44

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Keterdapatannya: pada batuan beku dan metamorf. Masuk dalam


kelompok Na, Ca feldspar.
IMA Status: Not Approved IMA
Locality: Common world wide occurrences.
Asal Nama: dari bahasa Yunani plagios ~"oblique" dan klao ~ "I
cleave" berarti mudah membelah ~ memiliki sudut belahan yang baik.
b. Sifat-Sifat Fisik
Gambar 4.1 adalah sifat-sifat secara fisik mineral plagioklas, terdiri dari albit,
oligoklas, andesin, bitownit, labradorit dan anortit.
Belahan : [001] baik, [010] baik
Warna: putih, abu-abu, putih kebiruan, putih kemerahan dan putih
kehijauan.
Density: 2,61 2,76, rata-rata = 2,68
Diaphaniety: Transparent sampai translucent
Pecahan: Brittle umumnya mirip dengan gelas dan mineral-mineral nonmetallik.
Perlakuan: Massive - Granular banyak dijumpai dalam granit dan batuan
beku lainnya.
Kekerasan: 6-6,5 - Orthoclase-Pyrite

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 45

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Luminescence: Non-fluorescent.
Luster: Vitreous (Glassy)
Streak: putih

Gambar 4.1. Sifat-sifat fisik mineral plagioklas dari anorthit hingga albit
(www.webminerals.com/specimens)
c. Sifat-Sifat Optis
NCalc= 1,56 - dari Gladstone-Dale hubungannya (KC = 0,2101),
Ncalc=Dmeas*KC+1
Plagioclase (Na,Ca)(Si,Al)4O8 C1 1
Albite NaAlSi3O8 C1 1
Oligoclase (Na,Ca)(Si,Al)4O8 C1 1
Andesine (Na,Ca)(Si,Al)4O8 C1 1

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 46

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Labradorite (Ca,Na)(Si,Al)4O8 C1 1
Bytownite (Ca,Na)(Si,Al)4O8 C1 1
Anorthite CaAl2Si2O8 P1,I1 1

Gambar 5.2 adalah mineral plagioklas dalam sayatan tipis

Gambar 4.2. Kenampakan plagioklas dalam sayatan tipis nikol silang; identifikasi
mineral plagioklas lebih mudah dilakukan pada posisi nikol silang

1. Menentukan Nama Mineral Berdasarkan Sifat dan Komposisi Optisnya


Orientasi optis plagioklas bervariasi, tergantung pada komposisinya.
Konsekuensinya, sudut pemadaman terhadap sistem kristalografinya juga
bervariasi, sesuai dengan komposisi kimiawinya.
Ada dua metode dalam penamaan komposisi plagioklas berdasarkan sudut
pemadamannya, yaitu:
1. Metode Michel-Levy
2. Metode gabungan Carlsbad-Albite.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 47

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

1) Metode Michel-Levy
Ditentukan dengan berdasarkan besarnya sudut pemadaman yang dibentuk
oleh kembaran albit dalam plagioklas
Kembaran albit memiliki bidang (010) dalam kembaran polysynthetik
Prosedurnya adalah:
a. Pertama-tama tentukan kembaran polisintetik pada bidang (010), tegak lurus
terhadap meja obyektif mikroskup (pada sumbu vertikal).
Perilaku kristal dapat diidentifikasi dengan memfokuskan bidang
kembaran lamelae gelap maksimum, selanjutnya diputar perlahan untuk
mencari gelap maksimum / terang maksimum berikutnya.
Jika bidang kembaran pada kedudukan vertikal (sejajar sb C), maka akan
terlihat sama.
Jika bidang kembaran pada kedudukan miring (membentuk sudut dengan
sb. C), maka akan nampak bergerak dari sisi yang satu ke sisi yang lain,
seakan-akan pada bidang/bagian sayatan yang lain.
b. Selanjutnya putar kembali bidang kembaran ke arah utara-selatan.
c. Putar meja obyektif berlawanan arah jarum jam hingga garis-garis kembaran
albit pada kondisi gelap maksimum, dan catat sudut putarannya.
d. Teliti kembali sudut putaran tersebut, dengan mengukur sudut sinar cepat
(fast ray) dengan memutar meja obyektif 45 o searah jarum jam dari posisi
awalnya. Pada kondisi sinar cepat (fast ray), kristal berwarna kuning orde I.
Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 48

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

e. Putar kembali bidang kembaran pada arah orientasi utara-selatan.


f.

Putar meja obyektif searah jarum jam, hingga lamelae gelap maksimum, catat
kembali sudut putarannya; jika kedua hasil pencatatan sudut putaran bidang
kembaran memiliki perbedaan ~ 4o, maka hitung rata-ratanya.

g. Ulangi prosedur nomor (6-10) untuk mendeterminasi sudut gelapan


maksimum.
h. Gunakan sudut gelapan maksimum untuk mengetahui jenis plagioklasnya
dengan menggunakan diagram Michel-Levy.

Contoh: Michel-Levy (Gambar 4. 3)

Gambar 4.3. Kembaran polisintetik albit pada plagioklas yang akan digunakan
sebagai dasar untuk mengetahui jenis plagioklasnya menggunakan metode MichelLevy

1. Pada Gambar 4.3. kiri; meja obyektif telah diputar berlawanan arah dengan jarum
jam, sehingga nampak kembaran polisintetik albit. Sudut kembaran didapatkan
24,9o.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 49

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

2. Pada gambar kanan nampak kristal yang sama setelah diputar searah jarum jam
hingga lamelae gelap maksimum, didapatkan sudut gelapan 26,2o.
3. Diketahui, bahwa selisih dari kedua data sudut gelapan adalah 2 o, sehingga dapat
menggunakan metode Michel-Levy untuk mengetahui jenis plagioklasnya. Sudut
pemadaman rata-rata 25,55o.
4. Plot besarnya sudut pemadaman tersebut pada sumbu vertikal diagram MichelLevy, dan ketahui nama mineralnya dengan menarik secara lateralnya hingga
memotong garis lengkung (Gambar 4. 4). Didapatkan nilai An-44, sehingga nama
mineralnya andesin.
Untuk plagioklas dari batuan beku plutonik, kurva suhu rendah (garis
tegas) didapatkan An-44: Andesin
Untuk batuan vulkanik, berlaku kurva suhu tinggi (garis putus-putus),
didapatkan angka An-38: Andesin

Michel-Levy Diagram

Gambar 4.4. Determinasi mineral plagioklas menggunakan metode Michel-Levy

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 50

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

2) Metode Kombinasi Carlsbad-Albite


Gambar 4.5 menunjukkan kristal plagioklas dengan kembaran sederhana Carlsbad
(kuning). Ada dua sisi yang berbeda dalam satu mineral, pada sisi kiri berlaku
kembaran Carlsbad, sisi kanan kembaran polisintetik albit.

Gambar 4.5. Kembaran Carlsbad pada mineral plagioklas; sisi kanan garis kuning
memiliki kembaran polisintetik dan sisi kiri kembaran sederhana Carlsbad.

1. Di sebelah kiri kembaran Carlsbad, ukur sudut gelapan maksimum pada bidang
(010) fast ray sebagaimana pada metode Michel-Levy. Rata-ratakan kedua sudut
gelapan.
2. Pada sisi kanan kembaran Carlsbad, ukur sudut gelapan (010) sebagaimana
metode di atas, rata-ratakan.
3. Kedua sudut gelapan yang telah dirata-rata tersebut akan tidak sama, salah satu
akan lebih besar dari yang lainnya. Gunakan diagram Carlsbad-Albite untuk
mendeterminasi nama mineralnya (lihat halaman 275 pada text book:

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 51

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Introduction to Optical Mineralogy, 2nd Ed. by W.D. Nesse): garis putus-putus


untuk batuan vulkanik dan garis tegas untuk batuan plutonik atau metamorfik.

Gambar 4.6. Kembaran albit pada plagioklas

d. Struktur Zoning dalam Plagioklas


Secara normal, suatu mineral yang terbentuk secara sempurna tanpa adanya
gangguan percepatan, akan membentuk sistem kristal dengan bentuk mineral yang
sempurna homogen. Struktur zoning adalah struktur mineral (biasanya plagioklas)
yang dari luar ke dalam (inti mineral) terjadi gradasional komposisi dari mineral
plagioklas kaya An ke mineral plagioklas kaya Ab. Ada tiga jenis struktur zoning,
yaitu Reverse Zoning, Oscillatory Zoning, Discontinuous Zoning, Sector Zoning dan
Patchy Zoning.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 52

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

1. Reverse zoning (zoning terbalik) tersusun atas mineral yang makin ke dalam
(inti) makin kaya An-.
2. Oscillatory Zoning; zoning yang terbentuk dari osilasi repetitif bersekala
halus, antara 1-2 sampai 20-25 mol % An.
3. Discontinuous Zoning; suatu runtunan zona-zona lembut yang konsentris
(secara tak-menerus) dengan komposisi mol % An berubah (10-30 mol % An)
dari inti ke luar rim.
4. Sector Zoning; zoning yang terletak pada tepian-tepian orientasi kristalografi
dengan komposisi yang berbeda pada masing-masing sektornya.
5. Patchy Zoning; zoning secara lokal dalam beberapa bagian mineral, tanpa
mengikuti sistem kristalografinya.

Gambar 4.7. Beberapa contoh struktur zoning pada mineral plagioklas

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 53

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

II.5. Sifat Optis Pada Uncontinous Form Biaxial


a. Mineral Biaksial dan Uniaksial
Secara umum, ada dua jenis mineral di alam, yaitu biaksial dan uniaksial.
Mineral-mineral biaksial adalah suatu mineral yang memiliki dua sumbu optis dan
tiga indeks bias utama; yaitu monoklin, triklin dan ortorhombik. Lawannya biaksial
adalah uniaksial, yaitu mineral yang memiliki satu sumbu optis, seperti tetragonal dan
heksagonal. Mineral-mineral yang termasuk ke dalam kelompok mineral biaksial
adalah Olivin; Piroksen (Orthopiroksen dan Klinopiroksen); Amphibole (Hornblenda
dan Actinolit); Mika (Biotit, muskovit, chlorit) dan Feldspar (Plagioklas, Microclin,
orthoclas dan sanidin). Mineral-mineral yang termasuk kelompok uniaksial adalah
Apatit, Kalsit, Nephelin, Kuarsa, Tourmalin, Zirkon
b. Mineral Olivin
1. Komposisi Kimia
Terdiri dari tiga mineral dengan komposisi kimia:

Forsterite = Mg2SiO4

Olivine (Chrysolite) = (Mg,Fe)2SiO4

Fayalite = Fe2SiO4

Olivin jarang / tidak pernah ditemukan dalam batuan beku intermediet.


Mineral Tephroite (Mn2SiO4), merupakan seri Forsterite.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 54

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Komposisi: Magnesium iron silicate, seri magnesium Forsterite, seri menengah


Chrysolite), dan seri fero Fayalite.

2. Sifat-Sifat Fisik
Warna: hijau-oliv, kuning-hijau, hijau terang, hijau, hijau-coklat, abu-abu
Pertumbuhan dan bentuk kristal: orthorombik, prismatik. Ditemukan
sebagai butiran, dalam agregat padatan dan massa yang terrekahkan.
Transparansi Transparan sampai translucent
Specific Gravity 3,2 4,2
Luster Vitreous
Belahan 2,1 ; 3,1- membentuk sudut 90 ; pecahan: Conchoidal
Pecahan Brittle
Macam batuan yang mengandung olivin:
Peridotit hijau-transparant
Chrysolite kuning-kuning kehijauan olivin disebut batu olivin.
Dunite masif, massa butiran Olivin, diklasifikasikan sebagai batuan.
Olivinoid terbentuk dari meteorit
Dalam kelompok mineral silikat dan nesosilikat
Larut dalam asam HCl

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 55

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Yang berhubungan dengan Olivin


Kerena secara fisik memiliki sifat dan kenampakan yang sama, kelompok olivin
sering hanya disebut "Olivin saja.
Olivin sangat melimpah di alam, tetapi hanya ditemukan sebagai mineral yang
hanya dapat diamati di bawah mikroskop.
Pembeda dengan mineral lain:

Tourmaline lingkungannya berbeda

Apatite lebih lunak (5)

Garnet ditemukan dalam kristal yang berbeda, belahan tidak ada

Willemite - fluoresce hijau

Biasanya ditemukan dengan: Feldspar, Serpentin, Horenblenda, Augite,


Spinel, Diopsid, Chromite, Fe-nikel

Tipe Lokasinya:

a. Peridotit Olivin dari St. Johns Island (Zebirget), Laut Merah (Mesir), Mogok
(Myanmar), Burma; Soppat, Kohistan, Pakistan; Pegunungan Ural (Russia);
Snarum, Norway; Mt. Vesuvius (Italy); dan daerah Eifel (Jerman).
b. San Carlos (San Carlos Indian Reservation), Gila dan Graham, Arizona.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 56

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

c. Butiran yang lebih besar dijumpai di Fort Defiance (Buell Park dan Garnet
Ridge).
3. Klasifikasi Olivin
Merupakan mineral jenis Orthosilikat SiO4
Rumus kimia umum (Mg,Fe)2SiO4
Terdiri dari 2 kelompok:

Forsterite Mg2SiO4

Fayalit Fe2SiO4

Pembentukannya di alam mengikuti diagram fasa Gambar VI.1.


Ditemukan dalam basalt dan gabbro, serta dalam batuan metamorf
ekuivalennya terutama batuan ultramafik dan marmer
Teralterasi menjadi serpentin
Karena komposisi olivin bervariasi, maka sifat fisik dan optisnya pun
juga berbeda

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 57

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 4.8. Diagram fasa pembentukan olivine


4. Sifat Optik Olivin secara Umum
Relief tinggi
Warna interference-nya menengah-kuat
Pecahan irregular
Tidak ada belahan
Pada batuan plutonik dijumpai sebagai butiran anhedral
Dalam batuan vulkanik dijumpai berbentuk euhedral
Belahan sangat buruk, tidak terlihat pada sayatan tipis sehingga tidak
dapat menghubungkannya dengan sumbu indikatrik kristalografinya
Indeks refraksi:

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 58

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Forsterit

Fayalit

1.636

1.827

1.651

1.869

1.669

1.872

Birefringence antara 0,033 to 0,053


Sudut 2VX bervariasi 46 sampai 98, kadang-kadang biaksial positif
(2VX>90) atau negatif (2VX<90)

Gambar 4.9. Olivin dalam sayatan tipis pada posisi nikol silang dan warna BF-nya

5. Sifat Optis Fayalit (Gambar V.3)


Tidak berwarna
Pleokroisme
Berbutir membantal
Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 59

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Merupakan olivin kaya Fe


X = Z = kuning
Y = orange, kuning dan kuning kemerahan

Gambar 4.10. Fayalit dalam sayatan tipis pada posisi nikol silang dan warna BFnya
6. Sifat-Sifat Optis Piroksen
a. Sifat umum
Merupakan mineral inosilikat (single chain) Si2O6
Memiliki dua kelompok besar, yaitu Orthopiroksen (Orthorhombik;
Piroksen miskin Ca) dan Klinopiroksen (Monoklinik; Piroksen kaya Ca)
Keduanya memiliki sifat fisik, optis, kimia dan lingkungan pembentukan
yang berbeda
Klasifikasi Piroksen didasarkan pada kandungan Ca, Mg dan Fe-nya

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 60

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Secara tektonik:
Piroksen kaya Ca melimpah pada batuan-batuan Ca-alkalin
Piroksen kaya Ca dan Mg melimpah pada batuan-batuan alkalin
Piroksen kaya Fe melimpah pada batuan-batuan toleeitik

Gambar 5.1. Diagram klasifikasi mineral piroksen berdasarkan kandungan Ca, Fe


dan Mg

a) Orthopiroksen OPX
Formula umum (Mg,Fe)2Si2O6
Terdiri dari dua anggota besar:

Enstatit MgSiO3

Orthoferrosilit FeSiO3

Di alam, opx adalah campuran dari dua variabel komposisi sifat optis:
Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 61

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Birefringence bervariasi 0,007 sampai 0,020

Indeks bias:
En

OFs

1,649 1,768

1,653 1,770

1,657 1,788

Sudut 2VZ bervariasi dari 50 - 132, tergantung pada komposisinya,

jadi sifat optisnnya menjadi negatif (2VZ>90) atau positif (2VZ<90),


namun secara umum negatif

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 62

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 5.2. Klasifikasi Ortopiroksen berdasarkan derajad kristalisasinya

Bentuk Kristal
Euhedral biasanya prismatik gemuk
Jika disayat memotong sumbu c memiliki 4 atau 8 sisi dengan belahan
dua arah membentuk sudut 90
Jika disayat memanjang sejajar sumbu c memiliki belahan searah
Sayatan memotong sumbu c memperlihatkan: dua belahan 90 dan

pemadaman simetri

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 63

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 5.3. Bentuk kristal dan belahan mineral Ortopiroksen

Warna dan Pleochroisme

Kadang lemah warna pink salmon sampai hijau


Miskin En tak berwarna, tetapi dengan penambahan Fe, warnanya menjadi
bervariasi
OPX kaya Fe pleochroisme

X = pink, coklat dan kuning pucat

Y = krem-coklat muda, kuning, kuning pinky

Z = hijau muda dan hijau keabu-abuan

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 64

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 5.4. Birefringen mineral Ortopiroksen kaya Fe (pinky)

Belahan dan Pecahan


Sayatan yang dipotong parallel terhadap sumbu C akan menunjukkan
belahan searah:

Jika belahan parallel terhadap polar bawah maka warnanya hijau

Jika belahan memotong polar bawah warnanya pink

Sayatan yang dipotong memotong sumbu C --- belahan dua arah


membentuk sudut 90

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 65

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 5.5. Belahan dan pecahan mineral Ortopiroksen

Sifat Optis Orthopiroksen


Warna interference lemah
Pemadaman parallel
Pleochroisme lemah hijau pucat
BF tinggi 2V sudut >75
Menunjukkan sifat optis negative

b) Klino-Piroksen
Komposisi kimia: ABSi2O6
Mineral

Diopside

Ca2+

Mg2+

Hedenbergite

Ca2+

Fe2+

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 66

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Jadeite

Na+

Al3+

Acmite

Na+

Fe3+

Spodumene

Li+

Al3+

Melimpah pada batuan beku ultra basa dan batuan metamorf tingkat
menengah-tinggi

Gambar 5.6. Warna interference, pleokroisme dan birefringence Pigeonit


(klinopiroksen miskin Ca)
1. Sifat-Sifat Optis Amfibol
a) Sifat Optis
Warna pleokrosime: sangat jelas, hijau sejuk, kuning-hijau, biru-hijau,
coklat
X = kuning cerah, hijau cerah kekuningan, biru cerah kehijauan
Y

hijau,

hijau

Delio Manuel (08. 10. 0565)

kekuningan,

hijau

keabu-abuan,

coklat

No. 67

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Z = hijau gelap, hijau gelap kebiruan, hjau gelap keabu-abuan, coklat


gelap
Bentuk: prismatik panjang sampai menjarum, dengan 4 atau 6 sisi dan
sudut belahan 56 dan 124, berbentuk butiran anhedral irregular
Relief RI: Menengah sampai tinggi
n

= 1,60-1,70

= 1,61-1,71

= 1,62-1,73

Dijumpai dalam bentuk fenokris Euhedral


Belahan pada {110} dengan sudut 56-124
Birefringence 0.014-0.034
Interference biasanya orde 1 atas atau orde 2 bawah
Kembaran: sederhana dan lamellar pada {100} tetapi tidak umum
Sifat optis 2VX biaxial positif atau negatif 35 - 130
Orientasi optis X^a = +3 sampai -19, Y = b, Z^c = +12 sampai +34,
bidang optis = (010)
Sayatan sejajar sumbu c memiliki pemadaman simetris: slow ray
parallel

terhadap

panjang

diagonal

antara

belahan,

sayatan

longitudinal: length slow

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 68

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Alterasi: dapat teralterasi menjadi biotit, chlorite atau mineral silikat


Fe-Mg yang lain
Kelimpahan: dalam batuan beku, metamof dan sedimen
Bentuk pembeda: belahan dan bentuk mineral membutir, pemadaman
miring dan pleochroisme
b) Klasifikasi Amfibol
Terdiri dari dua kelompok, yaitu:

Orthoamfibol

Klinoamfibol

Sama dengan piroksen, keduanya memiliki susunan rantai silica tetrahedra,


bedanya:

Piroksen memliki susunan rantai tunggal

Amfibol bersusunan ganda memanjang sumbu c

Memperlihatkan susunan komposisi berangsur yang mempengaruhi sifat optisnya


Fe-Mg Amfibol

Anthophyllite (O) (Mg,Fe)7Si8O22(O H)2

Gedrite (O) (Mg,Fe)5Al2 (Al2Si6)O22(O H)2

Cummingtonite-grunerite (M) (Fe, Mg)7Si8O22(O H)2

Ca-Amfibol (M)

Tremolite-actinolite Ca2(Mg,Fe2+)5Si8O22(OH)2

Hornblende (Na,K)0-1Ca2(Mg,Fe2+,Fe3+,Al)5(Si,Al)8O22(OH)2

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 69

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Oxyhornblende

(Na,K)0-1Ca2(Mg,Fe2+,Fe3+,Al)5(Si,Al)8O22(O,OH)2

Kaersutite NaCa2(Mg,Fe2+)4TiSi6Al2O22(OH)2

Na-Ca-Amfibol (M)

Katophorite Na(Na,Ca)(Mg,Fe2+,Fe3+,Al)5(Si7AlO22(OH)2

Richertite Na(Na,Ca)(Mg,Fe2+)5Si8O22(OH)2

Na-Amfibol (M)

Glaucophane Na2(Mg,Fe2+)3Al2Si8O22(OH)2

Riebeckite Na2(Mg,Fe2+)3Fe3+2Si8O22(OH)2

Arfedsonite-eckermanite NaNa2(Mg,Fe2+)4(Fe3+,Al)Si8O22(OH)2

c) Sifat Optis Kristal Amfibol secara Umum


Orthorombik

Anthophyllite (Mg,Fe)7Si8O22(O H)2

Dijumpai dalam batuan metamorf ekuivalen dengan basaltik

Karena orthorombik maka pemadamannya pada sayatan


memanjang (sejajar sumbu c)

Jenis amfibol yang lain bersistem monoklinik dengan pemadaman


miring pada sayatan sejajar sumbu c

Amfibol Monoklinik

Paling banyak dijumpai di alam

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 70

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Umumnya memiliki sifat optis negatif

Terdiri dari dua kelompok:

Tremolite - Actinolite

Ca2Mg5Si8O22(OH)2 - Ca2Fe5Si8O22(OH)2

Horenblenda (paling banyak dijumpai)

Ca2(Mg,Fe,Al)5Si8O22(OH)2

Keanekaragaman

komposisi

menyebabkan

sifat

optisnya

bervariasi.

d) Sifat Fisik Horenblende

Indeks Refrasi :

n = 1.60 - 1.70

n = 1.61 - 1.71

n = 1.62 - 1.73

Relief, Birefringence, Interference (Perlambatan):

Relief sedang sampai tinggi

Birefringence 0.014-0.034

Warna Interference orange orde 1 sampai orange orde 2 dan orde 3


bawah

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 71

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Warna Interference rata-rata biru kehijauan orde 2

Sifat Optis lain:

Biaksial positif atau negatif

Sudut 2VX bervariasi 35-130, tergantung pada komposisinya

Umumnya 2VX = 52 - 85 secara optis negatif

Warna

Horenblenda dibedakan dari mineral lainnya oleh perbedaan warna


dan sifat pleokroisme dalam sayatan tipis. Memiliki garis tepi hijau,
kuning-hijau, biru-hijau, biru-kuning dan coklat.

Pleokroisme: Kuat pada

kuning-hijau

olive-hijau

Coklat pucat

Coklat kemerahan

Coklat-kehijauan

Coklat kemerahan

z
hijau tua
Merah-coklat
Merah-coklat

Ditemukan sebagai:

Kristal berbentuk prismatik ramping hingga membilah

Memiliki 4 atau 6 sisi melintang, sudut belahan 56 dan 124

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 72

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Sering ditemukan sebagai butian anhedral irregular

Sistem Kristal

Monoklinik

Orientasi optis:

X^a = +3 sampai -19

Y=b

Z^c = +12 sampai +39

OAP pada 010

Bentuk Kristal

Pada arah sayatan memotong sumbu c memiliki pemadaman simetri,


rambat cahaya lambat pada terhadap panjang diagonal antar
belahannya

Sayatan memanjang length slow, sudut pemadaman Z^c biasanya


digunakan untuk memerikan hornblende

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 73

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 5.7. Bentuk kristal dan sudut belahan mineral horenblenda, disayat sejajar
sumbu b, sumbu a dan sumbu c

e) Sifat optis Horenblende


Dipotong sumbu c:

Memiliki 4-6 sisi

Memiliki 2 belahan pada 56-124

Pemadaman simetri

Gambar 5.8. Sifat optis mineral horenblenda, disayat tegak lurus sumbu c

Dipotong normal // sb.c

Memiliki 1 belahan

Pemadaman miring

Warna interference maksimum

Sifat Optis: Normal Z^c = +12-34

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 74

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 5.9. Sifat optis mineral horenblenda, disayatsejajar sumbu c

Dipotong sb. a

Pemadaman parallel

Bxa

Gambar 5.10. Sifat optis mineral horenblenda, disayat tegak lurus sumbu a

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 75

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Sifat Lain

Alterasi

Limpahan

Dapat teralterasi menjadi biotit, chlorite or silikat Fe-Mg yang lain

Melimpah pada:

Batuan beku (granit, gabbro, syenit ultramafik)

Batuan metamorfik

Hadir sebagai mineral asal primer maupun sekunder

Ciri khusus / pembeda mineral lain:


Mirip dengan klinopiroksen memiliki 2 belahan miring
Bentuknya butiran
Pemadaman miring
Pleokroisme

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 76

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 6.1.Warna interference, pleokroisme dan birefringence Horenblenda


(Amfibol Monoklinik)

II.6. Sifat-Sifat Optik Mineral-Mineral Biaksial Mika Dan Feldspar


A. Kelompok Mineral Mika
Terdiri dari:

Biotite,

muscovite,

chlorite

Merupakan mineral jenis filosilikat

Silikat berlembar Si:O = 2:5

Berbentuk tetrahedra dengan mengikat 3 oxygen

Menghasilkan lembaran 2D:

Biotite: K2(Mg,Fe)2AlSi3O10(OH,O,F)2

Muscovite: KAl2(AlSi3O10)(O,H)2

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 77

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Chlorite: (Mg,Fe,Al)3(Si,Al)4O10(OH)2*(Mg,Fe,Al)3(OH)

Gambar 6. 2. Ikatan kimia pada mika dan feldspar

1. Sifat Optis Biotit


Susunan kimia: K2(Mg,Fe)2AlSi3O10(OH,O,F)2

Komposisi yang bervariasi = sifat optis dan fisik yang bervariasi pula

Indeks refraksi:

n = 1.522 - 1.625

n = 1.548 - 1.672

n = 1.549 - 1.696

Relief

Rendah pada sayatan tipis dan, jika kaya Mg

Warna Birefringence dan Interference

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 78

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

0.03-0.07

Hingga orde 3 atau 4, warna kuat mineral dapat menutupi warna


interference-nya

Warna dan pleokroisme

Bervariasi dari coklat, coklat kemerahan, merah dan hijau

Pleokroisme kuat pada Z = Y > X.

Pada bentuk butiran membentuk warna yang lebih gelap pada belahan
polar bawah

Warna dapat mengacaukan warna interference-nya

Gamabar 6.3. Sifat optis biotit (warna interference) tegak lurus sumbu C (atas) dan
sejajar sumbu C (bawah) pada sayatan tipis.

Orientasi Optis:

Pemadaman parallel atau mendekati parallel, dengan sudut pemadaman


maksimum beberapa derajad

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 79

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Belahan searah length slow

Bentuk kristal dan belahan

Kristal euhedral crystals sampai butiran anhedral

Belahan tabular parallel pada 001, memanjang sejajar 001

Pada sayatan yang dipotong memotong sumbu c berbentuk hexagonal

Gambar 6. 4. Bentuk kristal dan belahan mineral biotit.

2. Sifat Optis Muskovit


Susunan kimia : KAl2(AlSi3O10)(O,H)2; untuk K dapat diganti dengan Na,
Rb; untuk Al dapat disubstitutsi dengan Mg, Fe, Mn ----- variasi komposisi
variasi sifat optis
Indeks refraksi:

n = 1.552 - 1.580

n = 1.582 - 1.620

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 80

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

n = 1.587 - 1.623

Relief: positif sedang


Birefringence: 0.036-0.049
Colour: tidak berwarna dan Pleokroisme: tidak pleokroisme
Warna Interference: biru dan hijau hidup orde 2
Gambaran Interference biaksial, tanda optis 2V negatif 30-47
Bentuk : serpih mika atau tablet dengan tepian irregular
Belahan: sempurna pada {001}
Orientasi Optis: pemadaman parallel, belahan searah length slow

Gambar 6.5. Bentuk kristal dan belahan mineral muskovit.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 81

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 6.6. Sifat optis muskovit pada nikol silang

Limpahan

Segala jenis batuan metamorf, batuan beku felsik dan sebagai butiran
detritus pada batuan sedimen

Alterasi: tidak teralterasi

B. Kelompok Feldspar
Alkali Feldspars
Terbagi atas 3 jenis mineral

Microcline -Triclinic

Orthoclase -Monoclinic

Sanidine -Monoclinic

Semuanya memiliki komposisi kimia yang sama KAlSi3O8

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 82

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Beberapa mengalami substitusi dengan Na dan Ca hingga 5 mole %


Kini, terdapat mineral baru yaitu Anorthoclase, gabungan antara albite dan
orthoclase (K,Na)AlSi3O8

Gambar 6.7. Klasifikasi mineral feldspar didasarkan pada kandungan unsur kalium
dan posisi K-feldspar dari mineral-mineral feldspar lainnya.

1. Sifat Optis Feldspar


Indeks Refraksi; Semuanya memiliki indek refraksi sama:

n = 1.514 - 1.526

n = 1.518 - 1.530

n = 1.521 - 1.533

Relief rendah negatif


Sifat-sifat optis

Semuanya tak-berwarna dan non-pleochroic

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 83

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Birefringence rendah, warna interference maksimal putih orde 1

Semuanya biaxial negatif, variabel 2V

Limpahan:

Microcline melimpah pada batuan plutonik: granitik, granodiorit,


syenit; tidak dijumpai dalam batuan vulkanik

Orthoclase melimpah pada batuan beku plutonik granitik, biasanya


pada batuan intrusi dangkal

Sanidin banyak dijumpai dalam batuan vulkanik riolitik dan


trakitik

Belahan: semuanya memiliki dua belahan

1 sempurna bidang 001

1 bagus bidang 010

Microcline: 001^010 = 90 41'

Orthoclase, sanidine: 001^010 = 90

Sering dijumpai tekstur:

Perthite - eksolusi lamellae Albit dalam K-Feldspar.

Anti-perthite - exsolusi lamellae K-spar dalam albit.

Perbedaan mencolok masing-masing Alkali feldspar adalah pada susunan Si


dan Al dalam bidang tetrahedral
1) Microcline

Triklinik

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 84

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Dicirikan oleh sifat pola kembaran menetak / melintang (tartan plaid)

Bidang optis hampir bidang 010

Sifat optis negatif 2VX = 65-88,

Gambar 6.8. Sifat optis mineral mikroklin dalam sayatan tipis

2) Ortoklas

monoclinic

Sifat optis negatif dengan 2VX = 40-~70;

Bidang optis pada 010.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 85

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 6.9. Bentuk kristal dan belahan mineral ortoklas.

Gambar 6.10. Ortoklas pada nikol silang


3) Sanidin

Monoklinik

Sifat optis negatif, 2VX - 0 - 40

Bidang optispada 010

Sanidine sudut tinggi: monoklin optis negatif 2VX 0 - 47 dan bidang


optis pada 010

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 86

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambra 7.1. Bentuk kristal dan belahan mineral sanidin.

Gambar 7.1. Sanidin pada nikol silang

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 87

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

BAB III
PETROGRAFI

III.1. Dasar Teori Petrografi


a. Defenisi Petrografi
Petrografi adalah ilmu yang mempelajari tentang batuan dengan mengunakan
mikroskop polarisasi.
Batuan adalah material alam yang tersusun atas kumpulan (agregat) mineral baik
yang terkonsolidasi maupun yang tidak terkonsolidasi yang merupakan penyusun
utama kerak bumi serta terbentuk sebagai hasil proses alam. Batuan bisa mengandung
satu atau beberapa mineral. Sebagai contoh ada yang disebut sebagai monomineral
rocks (batuan yang hanya mengandung satu jenis mineral), misalnya marmer, yang
hanya mengandung kalsit dalam bentuk granular, kuarsit, yang hanya mengandung
mineral kuarsa. Di samping itu di alam ini paling banyak dijumpai batuan yang
disebut polymineral rocks (batuan yang mengandung lebih dari satu jenis mineral),
seperti granit atau monzonit kuarsa yang mengandung mineral kuarsa, feldspar, dan
biotit.Atas dasar cara terbentuknya, batuan dapat dibedakan menjadi 3 kelompok,
yaitu:

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 88

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

1. batuan beku : sebagai hasil proses pembekuan atau kristalisasi magma


2.

batuan sedimen : sebagai hasil proses sedimentasi

3. batuan metamorf : sebagai hasil proses metamorfisme


4. Batuan piroklastik

Gambar 7.2. Contoh batuan kristalin. (a) marmer yang monomineral, dan (b)
monzonit kuarsa yang polimineral

Untuk membedakan ketiga jenis batuan di atas tidak lah sulit. Secara
sederhana dapat dilakukan algoritma pengamatan sebagai berikut:
Bedakan apakah batuan itu terdiri atas klastika/detritus atau kristal
Jika batuan terdiri atas klastika/detritus, dapat dipastikan sebagai batuan
sedimen. Arahkan pikiran anda ke deskripsi batuan sedimen klastik.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 89

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Jika batuan terdiri atas kristal, amati apakah terdiri atas satu macam mineral
(mono-mineralic) atau bermacam-macam kristal (poly-mineralic).
Jika batuan merupakan batuan kristalin yang monomineralik, amati lebih
detail bagaimana kontak antar kristal. Apakah merupakan kontak belahan atau
kontak suture. Jika batuan yang monomineralik ini mempunyai kontak
belahan maka dapat dipastikan sebagai batuan sedimen non-klastik. Kontak
suture disebabkan oleh tekanan dan reaksi antar kristal ketika terkena proses
metamorfisme.
Jika batuan merupakan batuan kristalin yang polimineralik, amati apakah
kontaknya interlocking (saling mengunci) ataukah suture.
Batugamping yang tersusun oleh material karbonat dimasukkan ke dalam
kelompok batuan sedimen. Setelah diketahui dengan pasti jenis batuan yang
diamati, sesuaikan kerangka deskripsi berdasarkan jenis batuannya. Kesalahan
dalam deskripsi dapat menyebabkan perlakuan lebih lanjut terhadap batuan
yang diamati menjadi tidak tepat.
Berbagai definisi dari batuan sebagai objek dari mekanika batuan telah diberikan
oleh para ahli dari berbagai disiplin ilmu yang saling berhubungan antara lain :

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 90

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

a. Menurut Para Geologiwan


Batuan adalah susunan mineral dan bahan organis yang bersatu membentuk kulit
bumi.
Batuan adalah semua material yang membentuk kulit bumi yang dibagi atas :
batuan yang terkonsolidasi (consolidated rock),
batuan yang tidak terkonsolidasi (unconsolidated rock).

b. Menurut Para Ahli Teknik Sipil Khususnya Ahli Geoteknik


Istilah batuan hanya untuk formasi yang keras dan padat dari kulit bumi.
Batuan adalah suatu bahan yang keras dan koheren atau yang telah terkonsolidasi dan
tidak dapat digali dengan cara biasa, misalnya dengan cangkul dan belincong.
c.

Menurut Talobre

Menurut Talobre, orang yang pertama kali memperkenalkan Mekanika Batuan di


Perancis pada tahun 1948, batuan adalah material yang membentuk kulit bumi
termasuk fluida yang berada didalamnya (seperti air, minyak dan lain-lain).
d. Menurut Astm
Batuan adalah suatu bahan yang terdiri dari mineral padat (solid) berupa massa
yang berukuran besar ataupun berupa fragmen-fragmen.
Secara umum, batuan adalah campuran dari satu atau lebih mineral yang berbeda,
tidak mempunyai komposisi kimia tetap.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 91

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa batuan tidak sama dengan tanah.
Tanah dikenal sebagai material yang mobile, rapuh dan letaknya dekat dengan
permukaan bumi.
1.

Komposisi Batuan

Kulit bumi, 99 % dari beratnya terdiri dari 8 unsur : O, Si, Al, Fe, Ca, Na, Mg,
dan H.
Komposisi dominan dari kulit bumi tersebut adalah :
SiO2 = 59,8 % FeO = 3,39
A12O = 14,9 % Na2O = 3,25 %
CaO = 4,9 % K2O = 2,98 %
MgO = 3,7 % Fe2O3 = 2,69 %
H2O = 2,02 %
Batuan terdiri dari bagian yang padat baik berupa kristal maupun yang tidak
mempunyai bentuk tertentu dan bagian kosong seperti pori-pori, fissure, crack, joint,
dll.
2.

Definisi Mekanika Batuan

Definisi Mekanika Batuan telah diberikan oleh beberapa ahli atau komisi-komisi
yang bergerak di bidang ilmu-ilmu tersebut.
e.

Menurut Talobre

Mekanika batuan adalah sebuah teknik dan juga sains yang tujuannya adalah
mempelajari perilaku (behaviour) batuan di tempat asalnya untuk dapat
Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 92

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

mengendalikan pekerjaan-pekerjaan yang dibuat pada batuan tersebut (seperti


penggalian dibawah tanah dan lain-lainnya).
Untuk mencapai tujuan tersebut, Mekanika Batuan merupakan gabungan dari :
Teori + pengalaman + pekerjaan/pengujian di laboratorium + pengujian in-situ.
Sehingga mekanika batuan tidak sama dengan ilmu geologi yang didefinisikan oleh
Talobre sebagai sains deskriptif yang mengidentifikasi batuan dan mempelajari
sejarah dari batuan.
Demikian juga mekanika batuan tidak sama dengan ilmu geologi terapan. Ilmu
geologi terapan banyak mengemukakan problem-problem yang paling sering
dihadapi oleh para geologiwan di proyek-proyek seperti proyek bendungan,
terowongan. Dengan mencari analogi-analogi, terutama dari proyek-proyek yang
sudah dikerjakan dapat menyelesaikan kesulitan-kesulitan yang dihadapi pada proyek
yang sedang dikerjakan. Meskipun penyelesaian ini masih secara empiris dan
kualitatif.
f.

Menurut Coates

Menurut Coates, seorang ahli mekanika batuan dari Kanada : Mekanika adalah
ilmu yang mempelajari efek dari gaya atau tekanan pada sebuah benda.
Efek ini bermacam-macam, misalnya percepatan, kecepatan, perpindahan.
Mekanika batuan adalah ilmu yang mempelajari efek dari pada gaya terhadap batuan.
Efek utama yang menarik bagi para geologiwan adalah perubahan bentuk.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 93

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Para ahli geofisika tertarik pada aspek dinamis dari pada perubahan volume dan
bentuk yaitu gelombang seismik.
Bagi para insinyur, mekanika batuan adalah :
analisis dari pada beban atau gaya yang dikenakan pada batuan.
analisis dari dampak dalam yang dinyatakan dalam tegangan (stress),
regangan (strain) atau enersi yang disimpan,
analisis akibat dari dampak dalam tersebut, yaitu rekahan (fracture),
aliran atau deformasi dari batuan.
g. Menurut Us National Committee On Rock Mechanics (1984)
Mekanika batuan adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang perilaku
(behavior) batuan baik secara teoritis maupun terapan, merupakan cabang dari ilmu
mekanika yang berkenaan dengan sikap batuan terhadap medan medan gaya pada
lingkungannya.
h. Menurut Budavari
Mekanika batuan adalah ilmu yang mempelajari mekanika perpindahan padatan
untuk menentukan distribusi gaya-gaya dalam dan deformasi akibat gaya luar pada
suatu benda padat. Hampir semua mekanika perpindahan benda padat didasarkan atas
teori kontinum. Konsep kontinum adalaf fiksi matematik yang tergantung pada
struktur molekul material yang digantikan oleh suatu bidang kontinum yang perilaku
matematiknya identik dengan media aslinya.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 94

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Material ekivalennya dianggap homogen, mempunyai sifat-sifat mekanik yang


sama pada semua titik. Penyederhanaannya adalah bahwa semua sifat mekaniknya
sama ke semua arah pada suatu titik di dalam suatu batuan.
i. Menurut Hudson Dan Harrison
Mekanika batuan adalah ilmu yang mempelajari reaksi batuan yang apabila
padanya dikenai suatu gangguan. Dalam hal material alam, ilmu ini berlaku untuk
masalah deformasi suatu struktur geologi, seperti bagaimana lipatan, patahan, dan
rekahan berkembang begitu tegangan terjadi pada batuan selama proses geologi.
Beberapa tipe rekayasa yang melibatkan mekanika batuan adalah pekerjaan sipil,
tambang, dan perminyakan.
Topik utama mekanika batuan adalah batuan utuh, struktur batuan, tegangan,
aliran air, dan rekayasa, yang ditulis secara diagonal dari kiri atas ke kanan bawah.
Garis ini sering disebut sebagai diagonal utama. Semua kotak lainnya
menunjukkan interaksi antara satu dengan lainnya.
Secara umum, mekanika batuan adalah ilmu yang mempelajari sifat dan perilaku
batuan bila terhadapnya dikenakan gaya atau tekanan.

3. Sifat Batuan
Sifat batuan yang sebenarnya di alam adalah :
a. Heterogen
Jenis mineral pembentuk batuan yang berbeda adalah :

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 95

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Ukuran dan bentuk partikel/butir berbeda di dalam batuan.


Ukuran, bentuk, dan penyebaran void berbeda di dalam batuan.

b. Diskontinu
Massa batuan di alam tidak kontinu (diskontinu) karena adanya bidang-bidang
lemah (crack, joint, fault, fissure) di mana kekerapan, perluasan dan orientasi dari
bidang-bidang lemah tersebut tidak kontinu.

c.

Anisotrop

Karena sifat batuan yang heterogen, diskontinu, anisotrope maka untuk dapat
menghitung secara matematis misalnya sebuah lubang bukaan yang disekitarnya
terdiri dari batuan B1, B2, B3, diasumsikan batuan ekivalen B sebagai pengganti
batuan B1, B2, B3 yang mempunyai sifat homogen, kontinu dan isotrop

4. Beberapa Ciri Dari Mekanika Batuan


Dalam ukuran besar, solid dan massa batuan yang kuat/keras, maka batuan
dapat dianggap kontinu.
Bagaimanapun juga karena keadaan alamiah dan lingkungan geologi, maka
batuan tidak kontinu (diskontinu) karena adanya kekar, fissure, schistosity, crack,
cavities dan diskontinuitas lainnya. Untuk kondisi tertentu, dapat dikatakan bahwa

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 96

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

mekanika batuan adalah mekanika diskontinu atau mekanika dari struktur batuan.
Secara mekanika, batuan adalah sistem multiple body.
Analisis mekanika tanah dilakukan pada bidang, sedang analisis mekanika
batuan dilakukan pada bidang dan ruang.
Mekanika batuan dikembangkan secara terpisah dari mekanika tanah, tetapi
ada beberapa yang tumpang tindih.
Mekanika batuan banyak menggunakan :
Teori elastisitas,
Teori plastisitas, dan
Mempelajari batuan, sistem struktur batuan secara eksperimen.

III. 2. Batuan beku


III. 2.1. Dasar teori batuan beku
Batuan beku adalah batuan yang terbentuk langsung dari pembekuan atau
kristalisasi magma. Proses ini merupakan proses perubahan fase dari fase cair
(lelehan, melt) menjadi fase padat, yang akan menghasilkan kristalkristal mineral
primer atau gelas. Proses pembekuan magma (temperatur dan tekanan) akan sangat
berpengaruh terhadap tekstur dan struktur primer batuan, sedangkan komposisi
batuan sangat dipengaruhi oleh sifat magma asal.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 97

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Karakteristik tekstur dan struktur pada batuan beku sangat dipengaruhi oleh
waktu dan energi kristalisasi. Apabila terdapat cukup energi dan waktu pembentukan
kristal maka akan terbentuk kristal berukuran besar, sedangkan bila energi
pembentukan rendah akan terbentuk kristal yang berukuran halus.
Bila pendinginan berlangsung sangat cepat, maka kristal tidak sempat terbentuk
dan cairan magma akan membeku menjadi gelas. Proses ini sangat identik dengan
pembuatan gula pasir, di mana untuk membuat gula yang berukuran kasar diperlukan
waktu pendinginan relatif lebih lama dibandingkan gula yang berukuran
halus.
Berdasarkan kecepatan pendinginan ini, maka batuan beku dapat dibagi menjadi 3
macam, yaitu batuan beku plutonik, hipabisal dan batuan beku volkanik yang
berturut-turut mempunyai ukuran kristal dari yang paling kasar ke halus.

Gambar 7.3: Seri Reaksi Bowen

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 98

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Urutan mineral yang terbentuk dari kristalisasi magma seiring dengan


penurunan suhu dapat dilihat pada Bowen's reaction series (lihat gambar 7.3). Pada
seri reaksi Bowen terdapat 2 kelompok, yaitu:
Seri terputus (discontinuous series), dimana mineral yang terbentuk
mempunyai struktur kristal dan komposisi yang berbeda-beda
Seri berkesinambungan (continuous series), dimana mineral yang terbentuk
mempunyai struktur kristal yang sama, namun komposisi kimia penyusunnya
yang berbeda.
Akhirnya pada cairan magma akan tersisa silika, potasium dan sodium yang akan
kemudian akan membentuk mineral-mineral K-feldspar, muskovit dan kuarsa.
Batuan beku berdasarkan atas genesa dapat dibedakan menjadi batuan beku
intrusif, yang terbentuk di bawah permukaan bumi, dan batuan beku ekstrusif, yang
membeku di atas permukaan bumi. Batuan beku ekstrusif masih dapat dibagi menjadi
dua macam, yaitu batuan aliran (efusif) dan ledakan (eksplosif).
b. Karakteristik
a) Sifat fisik
Pengamatan fisik yang perlu diamati adalah warnanya saja. Warna dapat
mencerminkan proporsi kehadiran mineral terang (felsik) terhadap mineral berwarna
gelap (mafik). Dari pengamatan warna ini, dapat memberikan penafsiran kepada tipe
Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 99

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

batuan asam, menengah, basa dan ultrabasa. Batuan beku asam memiliki warna relatif
lebih terang dibandingkan dengan batuan beku menengah atau basa.
b) Tekstur
Pengamatan tekstur meliputi, tingkat kristalisasi, keseragaman kristal dan ukuran
kristal yang masing-masing dapat dibedakan menjadi beberapa macam.
1) Tingkat kristalisasi
Holokristalin, seluruhnya terdiri atas kristalin
Holohyalin, seluruhnya terdiri atas gelas
Hypohyalin, sebagian kristal dan sebagian gelas.
2) Keseragaman kristal
Equigranular, mempunyai ukuran kristal yang relatif seragam. Sering
dipisahkan menjadi idiomorfik granular (kristal berbentuk euhedral),
hypidiomorfik

granular

(kristal

berbentuk

subhedral)

dan

allotriomorfik granular (kristal berbentuk anhedral).


Inequigranular (porfiritik), mempunyai ukuran kristal yang tidak
seragam. Kristal yang relatif lebih besar disebut sebagai fenokris
(kristal sulung), yang terbentuk lebih awal. Sedangkan kristal yang
lebih halus disebut sebagai massa dasar.
Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 100

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Afanitik, jika batuan kristalin mempunyai ukuran kristal yang sangat


halus dan jenis mineralnya tidak dapat dibedakan dengan kaca
pembesar.
3) Ukuran kristal
< 1mm (halus)
1 . 5mm (sedang)
5mm (kasar)
c) Komposisi
Mineral pada batuan beku dapat dikelompokkan menjadi mineral utama dan
mineral asesori. Mineral utama merupakan mineral yang dipakai untuk menentukan
nama batuan berdasarkan komposisi mineralogi, karena kehadirannya pada batuan
melimpah. Contoh: ortoklas, plagioklas, kuarsa, piroksen dan olivin.
Mineral asesori adalah mineral yang keberadaannya pada batuan tidak melimpah,
namun sangat penting dalam penamaan batuan, misalnya biotit atau hornblende pada
granit biotit atau granit hornblende.
Mineral yang sangat halus, misalnya pada batuan yang bertekstur afanitik, cukup
disebutkan kelompok mineralnya saja, misalnya mineral felsik, intermediat atau
mineral mafik. Contoh: Riolit tersusun oleh mineral felsik.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 101

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

III. 2.2. Struktur dan tekstur batuan beku


a. Struktur batuan beku
Struktur pada batuan beku adalah kenampakan hubungan antara bagianbagian
batuan yang berbeda. Struktur ini sangat penting di dalam menduga karakteristik
keteknikan, misalnya pada batuan beku yang berstruktur kekar tiang (columnar joint)
akan mempunyai karakteristik keteknikan yang berbeda dengan batuan beku yang
berstruktur kekar lembaran (sheeting joint). Kedua struktur ini hanya dapat diamati di
lapangan.
Masif : padat dan ketat; tidak menunjukkan adanya lubang-lubang keluarnya gas;
dijumpai pada batuan intrusi dalam, inti intrusi dangkal dan inti lava; Ct: granit,
diorit, gabro dan inti andesit
Skoria : dijumpai lubang-lubang keluarnya gas dengan susunan yang tidak teratur;
dijumpai pada bagian luar batuan ekstrusi dan intrusi dangkal, terutama batuan
vulkanik andesitik-basaltik; Ct: andesit dan basalt
Vesikuler : dijumpai lubang-lubang keluarnya gas dengan susunan teratur;
dijumpai pada batuan ekstrusi riolitik atau batuan beku berafinitas intermedietasam.
Amigdaloidal : dijumpai lubang-lubang keluarnya gas, tetapi telah terisi oleh
mineral lain seperti kuarsa dan kalsit; dijumpai pada batuan vulkanik trakitik; Ct:
trakiandesit dan andesit

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 102

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

gambar 7.6. Struktur batuan beku masif; terbentuk karena daya ikat masing-masing
mineral sangat kuat, contoh pada granodiorit dengan komposisi mineral plagioklas
berdiameter >1 mm (gambar atas) dan granit (gambar bawah) dengan komposisi
kuarsa dan ortoklas anhedral dengan diameter >1 mm

Gambar 7.7. Struktur batuan beku skoria; dijumpai rongga-rongga bekas keluarnya
gas saat pembekuan yang sangat cepat. Contoh pada andesit basaltik porfirik pada
posisi nikol sejajar (atas) dan nikol silang (bawah). Batuan tersusun atas fenokris
plagioklas berdiameter >1 mm dan piroksen klino berdiameter 0,5-1,5 mm, dan
tertanam dalam massa dasar gelas, kristal mineral (plagioklas dan piroksen) dan
rongga tak beraturan berdiameter <1 mm

a. Tekstur Batuan Beku


Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 103

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Tektur batuan menggambarkan bentuk, ukuran dan susunan mineral di dalam


batuan. Tektur khusus dalam batuan beku menggambarkan genesis proses
kristalisasinya, seperti intersertal, intergrowth atau zoning. Batuan beku intrusi dalam
(plutonik) memiliki tekstur yang sangat berbeda dengan batuan beku ekstrusi atau
intrusi dangkal. Sebagai contoh adalah bentuk kristal batuan beku dalam cenderung
euhedral, sedangkan batuan beku luar anhedral hingga subhedral (Tabel 1.4.)
Tabel 1.4. Tekstur batuan beku pada batuan beku intrusi dalam, intrusi dangkal dan
ekstrusi dan pada batuan vulkanik
Jenis batuan
Intrusi

dalam Intrusi

dangkal
Batuan Vulkanik

(plutonik)

dan Ekstrusi

Fabrik

Equigranular

Inequigranular

Bentuk kristal

Euhedral-anhedral

Tekstur
Inequigranular

SubhedralSubhedral-anhedral
anhedral
Ukuran kristal

Kasar (> 4 mm)

Halus-sedang
Porfiritik-poikilitik

Tekstur khusus

Halus-kasar
Porfiritik: intermedietbasa

Ofitik-subofitik
Vitroverik-Porfiritik:
Pilotaksitik

Derajad

Asam-intermediet

Hipokristalin

Hipokristalin

Holokristalin

Holokristalin

Holokristalin
Kristalisasi

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 104

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Zoning

pada

plagioklas,

tumbuh

bersama
Tekstur khusus

antara

Perthit-perlitik
mineral

mafik

dan

plagioklas

dan

intersertal

1. Tekstur trakitik
Dicirikan oleh susunan tekstur batuan beku dengan kenampakan adanya orientasi
mineral ---- arah orientasi adalah arah aliran
Berkembang pada batuan ekstrusi / lava, intrusi dangkal seperti dike dan sill
Gambar VIII.7 adalah tekstur trakitik batuan beku dari intrusi dike trakit di G.
Muria; gambar kiri: posisi nikol sejajar dan gambar kanan: posisi nikol silang

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 105

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 7.8. Tekstur trakitik pada traki-andesit (intrusi dike di Gunung Muria). Arah
orientasi dibentuk oleh mineral-mineral plagioklas. Di samping tekstur trakitik juga
masih menunjukkan tekstur porfiritik dengan fenokris plagioklas dan piroksen orto

2. Tekstur Intersertal
Yaitu tekstur batuan beku yang ditunjukkan oleh susunan intersertal antar kristal
plagioklas; mikrolit plagiklas yang berada di antara / dalam massa dasar gelas
interstitial.

Gambar 7.9. Tekstur intersertal pada diabas; gambar kiri posisi nikol sejajar dan
gambar kanan posisi nikol silang. Butiran hitam adalah magnetit
3. Tekstur Porfiritik
Yaitu tekstur batuan yang dicirikan oleh adanya kristal besar (fenokris) yang
dikelilingi oleh massa dasar kristal yang lebih halus dan gelas
Jika massa dasar seluruhnya gelas disebut tekstur vitrophyric .
Jika fenokris yang berkelompok dan tumbuh bersama, maka membentuk
tekstur glomeroporphyritic.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 106

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 7.10. Gambar kiri: Tektur porfiritik pada basalt olivin porfirik dengan
fenokris olivin dan glomerocryst olivin (ungu) dan plagioklas yang tertanam dalam
massa dasar plagioklas dan granular piroksen berdiameter 6 mm (Maui, Hawaii).
Gambar kanan: basalt olivin porfirik yang tersusun atas fenokris olivin dan
glomerocryst olivin (ungu) dan plagioklas dalam massa dasar plagioklas
intergranular dan piroksen granular berdiameter 6 mm (Maui, Hawaii)

4. Tekstur Ofitik
Yaitu tekstur batuan beku yang dibentuk oleh mineral plagioklas yang tersusun
secara acak dikelilingi oleh mineral piroksen atau olivin (Gambar 7.10). Jika
plagioklasnya lebih besar dan dililingi oleh mineral ferromagnesian, maka
membentuk tekstur subofitic (Gambar 8. 1). Dalam suatu batuan yang sama kadangkadang dijumpai kedua tekstur tersebut secara bersamaan.
Secara gradasi, kadang-kadang terjadi perubahan tektur batuan dari intergranular
menjadi subofitik dan ofitik. Perubahan tektur tersebut banyak dijumpai dalam batuan
beku basa-ultra basa, contoh basalt. Perubahan tekstur dari intergranular ke subofitic
dalam basalt dihasilkan oleh pendinginan yang sangat cepat, dengan proses nukleasi

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 107

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

kristal yang lebih lambat. Perubahan terstur tersebut banyak dijumpai pada inti batuan
diabasik atau doleritik (dike basaltik). Jika pendinginannya lebih cepat lagi, maka
akan terjadi tekstur interstitial latit antara plagioclase menjadi gelas membentuk
tekstur intersertal.

Gambar 8.1. Tekstur ofitik pada doleritik (basal); mineral plagioklas dikelilingi oleh
mineral olivin dan piroksen klino

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 108

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 8.2. Tekstur subofitik pada basal; mineral plagioklas dikelilingi oleh
mineral feromagnesian yang juga menunjukkan tekstur poikilitik

III.2.3. Komposisi Mineral pada Batuan Beku


Komposisi mineral pada batuan beku ditentukan dari komposisi kimiawinya.
Didasarkan atas komposisi mineral mafik dan felsik yang terkandung di dalamnya,
batuan beku dapat dikelompokkan dalam tiga kelas, yaitu asam, intermediet dan basa.
Batuan beku asam tersusun atas mineral felsik lebih dari 2/3 bagian; batuan beku
intermediet tersusun atas mineral mafik dan felsik secara berimbang yaitu felsik dan
mafik 1/3 hingga 2/3 secara proporsional; dan batuan beku basa tersusun atas mineral
mafik lebih dari 2/3 bagian (Tabel 1.5).

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 109

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Tabel 1.5. Nama-nama batuan beku baik intrusi, ekstrusi dan batuan gunung api
yang didasarkan atas kandungan mineral mafik dan felsiknya; mineral-mineral
mafik: piroksen (olivin, klino- dan ortho-piroksen, amfibol dan biotit) dan mineralmineral felsik: K-Feldspar, kuarsa
Afinitas

Nama batuan
Mafik

Felsik

<1/3

>2/3

batuan
Asam

Intermediet

Basa

1/3-2/3

>2/3

1/3-2/3

<1/3

Intrusif

Ekstrusif

Gabro, diabas Basalt

Vulkanik
Basalt

Andesit,

Andesit,

trakit

trakit

Diorit

Granit, syenit Riolit, trakit

Riolit, trakit

Komposisi mineral juga dapat menunjukkan seri magma asalnya, yaitu toleeit,
kalk-alkalin atau alkalin. Batuan-batuan dengan seri magma toleeit biasanya banyak
mengandung mineral rendah Ca, batuan-batuan seri kalk-alkalin biasanya
mengandung mineral tinggi Ca (seperti augit, amfibol dan titanit), sedangkan batuan
seri alkalin banyak mengandung mineral-mineral tinggi K (seperti mineral piroksen
klino). Tabel 1.6 menunjukkan sifat-sifat mineral penyusun dalam seri batuan toleeit,
kalk-alkalin dan alkalin. Ketiga seri batuan tersebut hanya dapat terbentuk pada
tatanan tektonik yang berbeda; seri toleeit berkembang pada zona punggungan tengah
samudra (MOR); seri kalk-alkalin berkembang dengan baik pada busur magmatik;
dan seri alkalin berkembang pada tipe gunung api rifting.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 110

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Tabel 1.6. Tiga tipe seri magmatik batuan beku dengan limpahan mineral
penunjuknya
NORMS

Piroksen

SERI MAGMATIK
Tipe Toleeitik

Tipe Kalk-alkalin

Tipe Alkalin

Ortopiroksen

Ortopiroksen

Tanpa Ortopiroksen

Sebagai fenokris

Jarang

Terbentuk di awal

Bervariasi

Sebagai

fenokris

rendah Ca

dan massa dasar

Magnetit

Terbentuk di akhir

Oksida Fe-Ti

Biasanya ilmenit

Magnetit

dan
Bervariasi

ilmenit
Hanya berasal dari Melimpah, kecuali Dijumpai di semua
Amfibol
diferensiasi silika

dari magma primitif jenis


Ca+Na

>

Mg

Ca > Mg (Ca pada


Mg > Ca (Mg untuk
Sifat kimia

(Ca+Na pd CPX,
augit,

Ol, OPX dan CPX)

amfibol,
amfibol,

aegirin,

titanit)
dll)
MOR

Ya

Tidak

Tidak

Ya

Tidak

Tidak

Ya

Ya

Busur
kepulauan/
busur
magmatik
Gunung api di Ya
belakang
busur

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 111

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

magmatik

Tabel 1.7. Beberapa tipe magma dari batuan gunung api berdasarkan kandungan
silika dan keterdapatannya dari tatanan tektoniknya
SiO2

Tipe magma

(%)

Nama batuan seri Tatanan tektoniknya


gunung api

< 50

Basa / mafik

Basal

50-65

Intermediet

/ Andesit

65-70

>70

Mid oceanic ridge basalt


Busur

kepulauan

dan

busur

menengah

magmatik dangkal

Asam / felsik Dasit

Busur magmatik: lempeng benua

rendah Si

dengan dapur magma tengah (B)

Asam / felsik Riolit

Busur magmatik: segregasi pada

kaya Si

lempeng benua dengan dapur


magma dalam (A)

III.2.4. Klasifikasi Batuan Beku


Batuan beku adalah batuan yang terbentuk dari hasil pembekuan magma. Karena
hasil pembekuan, maka ada unsur kristalisasi material penyusunnya. Komposisi
mineral yang menyusunnya merupakan kristalisasi dari unsur-unsur secara kimiawi,
sehingga bentuk kristalnya mencirikan intensitas kristalisasinya.
Didasarkan atas lokasi terjadinya pembekuan, batuan beku dikelompokkan
menjadi dua yaitu betuan beku intrusif dan batuan beku ekstrusif (lava). Pembekuan
Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 112

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

batuan beku intrusif terjadi di dalam bumi sebagai batuan plutonik; sedangkan batuan
beku ekstrusif membeku di permukaan bumi berupa aliran lava, sebagai bagian dari
kegiatan gunung api. Batuan beku intrusif, antara lain berupa batholith, stock (korok),
sill, dike (gang) dan lakolith dan lapolith (Gambar 7.2). Karena pembekuannya di
dalam, batuan beku intrusif memiliki kecenderungan tersusun atas mineral-mineral
yang tingkat kristalisasinya lebih sempurna dibandingkan dengan batuan beku
ekstrusi. Dengan demikian, kebanyakan batuan beku intrusi dalam (plutonik), seperti
intrusi batolith, bertekstur fanerik, sehingga tidak membutuhkan pengamatan
mikroskopis lagi. Batuan beku hasil intrusi dangkal seperti korok gunung api (stock),
gang (dike), sill, lakolith dan lapolith umumnya memiliki tekstur halus karena sangat
dekat dengan permukaan.

Gambar 7.3. Macam-macam morfometri intrusi batuan beku, yaitu batholith, stock,
sill dan dike

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 113

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Jenis dan sifat batuan beku ditentukan dari tipe magmanya. Tipe magma
tergantung dari komposisi kimia magma. Komposisi kimia magma dikontrol dari
limpahan unsur-unsur dalam bumi, yaitu Si, Al, Fe, Ca, Mg, K, Na, H, dan O yang
mencapai hingga 99,9%. Semua unsur yang berhubungan dengan oksigen (O) disebut
sebagai oksida, SiO2 adalah salah satunya. Sifat dan jenis batuan beku dapat
ditentukan dengan didasarkan pada kandungan SiO2 (Tabel 1.2 ).

Tabel 1.2 Tipe batuan beku dan sifat-sifatnya (Nelson, 2003)


Tipe

Batuan

Batuan

Magma

Vulkanik Plutonik

Kandungan
Komposisi Kimia

Suhu

Kekentalan
Gas

SiO2 45-55 %: Fe,


Basaltic

Basalt

1000

Gabbro Mg, Ca tinggi,

Rendah

Rendah

1200 oC
K dan Na rendah
SiO2 55-65 %, Fe,
800
Andesitic Andesit

Diorit

Mg,

Ca,

Na,

Intermediat Intermediat
1000 oC

sedang
SiO2 65-75 %, Fe,
650
Rhyolitic Rhyolit

Granit

Mg, Ca rendah, K

Tinggi

Tinggi

800 oC
dan Na tinggi

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 114

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Menurut

keterdapatannya,

berdasarkan

tatanan

tektonik

dan

posisi

pembekuannya (Tabel 1.3), batuan beku diklasifikasikan sebagai batuan intrusi


plutonik (dalam) berupa granit, syenit, diorit dan gabro. Intrusi dangkal yaitu dasit,
andesit, basaltik andesitik, riolit, dan batuan gunung api (ekstrusi: riolit, lava andesit,
lava basal.
Tabel 1.3. Klasifikasi batuan beku berdasarkan letak / keterdapatannya.
Keterdapatannya

Asam

Intermediet

Basa

Plutonik (intrusi)

Granit, Syenit

Diorit

Gabro

intrusi dangkal

Dasit - Riodasit

Andesit

Basaltikandesitik
Vulkanik:

Busur magmatik

Riolitik

Andesitik

Basaltik

Dengan

Belakang busur

Trakitik

Trakitik

Basalt trakitik

Tatanan

Mid

oceanic

Lava basalt
ridges
Berdasarkan komposisi mineralnya, batuan beku dapat dikelompokkan

tektonik

menjadi tiga, tergantung dari persentase mineral mafik dan felsiknya. Secara umum,
limpahan mineral di dalam batuan, akan mengikuti aturan reaksi Bowen. Hanya
mineral-mineral dengan derajad kristalisasi tertentu dan suhu kristalisasi yang relatif
sama yang dapat hadir bersama-sama (sebagai mineral asosiasi; Tabel 1.3).

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 115

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Tabel 1.3. Bowen reaction series yang berhubungan dengan kristalisasi mineral
penyusun dalam batuan beku

b. Klasifikasi Batuan Beku Berdasarkan Komposisi Mineralnya


1. Kelompok batuan beku intrusi plutonik
(a) Batuan beku basa dan ultra-basa: dunit, peridotit
Kelompok batuan ini terbentuk pada suhu 1000-1200 o C, dan melimpah pada
wilayah dengan tatanan tektonik lempeng samudra, antara lain pada zona pemekaran
Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 116

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

lantai samudra dan busur-busur kepulauan tua. Dicirikan oleh warnanya gelap hingga
sangat gelap, mengandung mineral mafik (olivin dan piroksen klino) lebih dari 2/3
bagian; batuan faneritik (plutonik) berupa gabro dan batuan afanitik (intrusi dangkal
atau ekstrusi) berupa basalt dan basanit. Didasarkan atas tatanan tektoniknya,
kelompok batuan ini ada yang berseri toleeit, Kalk-alkalin maupun alkalin, namun
yang paling umum dijumpai adalah seri batuan toleeit.
Kelompok batuan basa diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar dengan
didasarkan pada kandungan mineral piroksen, olivin dan plagioklasnya; yaitu basa
dan ultra basa (Gambar 7.3). Batuan beku basa mengandung mineral plagioklas lebih
dari 10% sedangkan batuan beku ultra basa kurang dari 10%. Makin tinggi
kandungan piroksen dan olivin, makin rendah kandungan plagioklasnya dan makin
ultra basa (Gambar 7.3 bawah). batuan beku basa terdiri atas anorthosit, gabro, olivin
gabro, troktolit (Gambar 7.3 atas). Batuan ultra basa terdiri atas dunit, peridotit,
piroksenit, lherzorit, websterit dan lain-lain (Gambar 7.3 bawah).

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 117

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 7.3. Klasifikasi batuan beku basa (mafik) dan ultra basa (ultra mafik;
sumber IUGS classification)
(b) Batuan beku asam intermediet
Kelompok batuan ini melimpah pada wilayah-wilayah dengan tatanan
tektonik kratonik (benua), seperti di Asia (daratan China), Eropa dan Amerika.
Kelompok batuan ini membeku pada suhu 650-800oC. Dapat dikelompokkan dalam

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 118

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

tiga kelompok, yaitu batuan beku kaya kuarsa, batuan beku kaya feldspathoid (foid)
dan batuan beku miskin kuarsa maupun foid. Batuan beku kaya kuarsa berupa
kuarzolit, granitoid, granit dan tonalit; sedangkan yang miskin kuarsa berupa syenit,
monzonit, monzodiorit, diorit, gabro dan anorthosit (Gambar VIII.3). Jika dalam
batuan beku tersebut telah mengandung kuarsa, maka tidak akan mengandung
mineral foid, begitu pula sebaliknya.

Gambar 7.4. Klasifikasi batuan beku bertekstur kasar yang memiliki persentasi
kuarsa, alkali feldspar, plagioklas dan feldspathoid lebih dari 10% (sumber IUGS
classification)

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 119

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

2. Kelompok batuan beku luar


Kelompok batuan ini menempati lebih dari 70% batuan beku yang tersingkap di
Indonesia, bahkan di dunia. Limpahan batuannya dapat dijumpai di sepanjang busur
vulkanisme, baik pada busur kepulauan masa kini, jaman Tersier maupun busur
gunung api yang lebih tua. Kelompok batuan ini juga dapat dikelompokkan sebagai
batuan asal gunung api. Batuan ini secara megaskopis dicirikan oleh tekstur halus
(afanitik) dan banyak mengandung gelas gunung api. Didasarkan atas kandungan
mineralnya, kelompok batuan ini dapat dikelompokkan lagi menjadi tiga tipe, yaitu
kelompok dasit-riolit-riodasit, kelompok andesit-trakiandesit dan kelompok fonolit
(Gambar 7.5).

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 120

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar 7.5. Klasifikasi batuan beku intrusi dangkal dan ekstrusi didasarkan atas
kandungan kuarsa, feldspar, plagioklas dan feldspatoid (sumber IUGS classification)
Tata nama tersebut bukan berarti ke empat unsur mineral harus menyusun
suatu batuan, dapat salah satunya saja atau dua mineral yang dapat hadir bersamasama. Di samping itu, ada jenis mineral asesori lain yang dapat hadir di dalamnya,
seperti horenblende (amfibol), piroksen ortho (enstatit, diopsid) dan biotit yang dapat
hadir sebagai mineral asesori dengan plagioklas dan feldspathoid.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 121

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Pada prinsipnya, feldspatoid adalah mineral feldspar yang terbentuk karena


komposisi magma kekurangan silika, sehingga tidak cukup untuk mengkristalkan
kuarsa. Jadi, limpahan feldspathoid berada di dalam batuan beku berafinitas
intermediet hingga basa, berasosiasi dengan biotit dan amfibol, atau biotit dan
piroksen, dan membentuk batuan basanit dan trakit-trakiandesit. Batuan yang
mengandung plagioklas dalam jumlah yang besar, jarang atau sulit hadir bersamasama dengan mineral feldspar, seperti dalam batuan beku riolit.
III.2.5. Deskripsi batuan beku
1. Jenis batuan beku basa
a. basalt

Jenis batuan

: Beku basa

Struktur

: Masif

Tekstur

Granularitas

Delio Manuel (08. 10. 0565)

: fanerik

No. 122

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Derajat kristalisasi

: hipokristalin

Bentuk kristal

: subhedral anhedral

Hubungan kristalisasi

: inquigranular.

Komposisi

: plagioklas, piroksin, horblende dan mineral opak

Petrogenesa

: terbentuk dari hasil kristalisasi magma dan biasanya terdapat


diatas permukaan lantai samudra

Tekstur khusus

: hialofilitik

Nama batuan : basalt


b. Basalt

Jenis batuan

: Batuan beku basalt

Struktur

: masif

Tekstur

Granularitas : fanerik

Derajat kristalisasi : hipokristalin

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 123

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Bentuk kristal : euhedral-subhedral

Hubungan kristal : inquigranular

Komposisi

: plagioklas,piroksen,horoblende

Petrogenesa

: terbentuk dari hasil kristalisasi magma dan biasanya terdapat


diatas permukaan lantai samudra

Tekstur khusus

: porfirotik

Nama batuan

: basalt

2. Jenis batuan beku intermediet


a. Trakit Andesit

Deskripsi batuan
Jenis batuan : beku intermediet
Struktur batuan : Skoria
Tekstur :

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 124

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Derajat kristalisasi : holokristalin

Bentuk Kristal : subhedral anhedral

Granularitas : fanerik sedang

Hubungan Kristal : inquigranular

Komposisi : plagiklas, piroksin orto


Petrogenesa : hasil dari kristalisasi magma yang terbentuk didalam permukaan
bumi dangkal (hypabisal).
Tekstur khusus :
Trakit (Juga masih menunjukkan tekstur porfiritik dengan
fenokris plagioklas dan piroksen orto)
Nama batuan : trakit-andesit
b. Diabase

Deskripsi batuan
Jenis batuan : beku intermediet
Struktur batuan : Skoria
Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 125

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Tekstur :
-

Derajat kristalisasi : hopokristalin

Bentuk Kristal : euhedral - subhedral

Granularitas : fanerik sedang

Hubungan Kristal : Equigranular

Komposisi : Kristal plagiklas, mikrokit plagioklas, piroksin


Petrogenesa : hasil dari kristalisasi magma yang terbentuk didalam permukaan
bumi dangkal (hypabisal).
Tekstur khusus : intersentral
Nama batuan : Diabase

III.3. Batuan sedimen


a. Defenisi batuan sedimen
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk dari akumulasi material hasil
perombakan batuan yang sudah ada sebelumnya atau hasil aktivitas kimia maupun
organisme, yang di endapkan lapis demi lapis pada permukaan bumi yang kemudian
mengalami pembatuan. ( Pettjohn, 1975 )
Batuan sedimen banyak sekali jenisnya dan tersebar sangat luas dengan ketebalan
antara beberapa centimetersampai beberapa kilometer. Juga ukuran butirnya dari
sangat halus sampai sangat kasar dan beberapa proses yang penting lagi yang

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 126

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

termasuk kedalam batuan sedimen. Disbanding dengan batuan beku, batuan sedimen
hanya merupakan tutupan kecil dari kerak bumi. Batuan sedimen hanya 5% dari
seluruh batuan batuan yang terdapat dikerak bumi. Dari jumlah 5% ini,batu
lempung adalah 80%, batupasir 5% dan batu gamping kira - kira 80%.
Berdasarka ada tidaknya proses transportasi dari batuan sedimen dapat dibedakan
menjadi 2 macam :
1. Batuan Sedimen Klastik
Yaitu batuan sedimen yang terbentuk berasal dari hancuran batuan lain.
Kemudian tertransportasi dan terdeposisi yang selanjutnya mengalami diagenesa.
2. Batuan Sedimen Non Klastik
Yaitu

batuan

sedimen

yang

tidak

mengalami

proses

transportasi.

Pembentukannya adalah kimiawi dan organis.


c. Sifat sifat utama batuan sedimen :
Adanya bidang perlapisan yaitu struktur sedimen yang menandakan adanya
proses sedimentasi.
Sifat klastik yang menandakan bahwa butir butir pernah lepas, terutama pada
golongan detritus.
Sifat jejak adanya bekas bekas tanda kehidupan (fosil).

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 127

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Jika bersifat hablur, selalu monomineralik, misalnya : gypsum, kalsit, dolomite


dan rijing.
Terbentuk dari proses sedimentasi. Di dalam proses sedimentasi berlangsung
proses erosi, transportasi, sedimentasi dan litifikasi. Batuan vulkanik tidak termasuk
di dalam kelompok batuan sedimen, karena dihasilkan langsung dari aktivitas
gunungapi, tidak ada proses erosi. Terdiri dari:
Batuan sedimen klastik; didiskripsi berdasarkan komposisi dan fraksi
butirannya
Batuan sedimen non-klastik --- menyesuaikan dengan kondisi batuannya

III.4.2. Batuan Sedimen Karbonat


a. Definisi Batuan Karbonat
Semua batuan terdiri dari garam karbonat, dalam praktiknya gamping (limestone)
dan dolomit lebih utama. Kata karbonat dewasa ini lebih sering dipakai dalam
industri minyak bumi.
Karbonat mempunyai keistimewaan dalam cara pembentukannya, yaitu hanya
dari larutan, praktis tidak ada sebagai detritus daratan. Pembentukan secara kimiawi,
tetapi yang penting adalah turut sertanya organisme.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 128

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Hal yang lain adalah terbentuknya klastik sebagai fragmentasi atau pembentukan
sekunder

sebagai

contoh

colitik,

dan

pengendapan

menyarupai

detritus.

Komposisi kimia dan mineral


Tidak memperlihatkan lingkunganpengendapan, tetapi penting sebagai derajat
diagenesa rekristalisasi dan penggantian kalsium karbonat.
1) Aragonit : CaCO3 (Ortorombik)
Bentuk yang paling tidak stabil, sering dalam bentuk serabut. Jarum jarum
aragonit biasanya diendapkan secara kimiawi, dari prespitasi langsung dari air laut.
Diagenesanya berubah menjadi kalsit, juga organisme membuat rumah (test) dari
aragonit seperti moluska.
2) Kalsit : CaCO3 (Heksagonal)
Mineral ini lebih stabil, dan biasanya merupakan hablur yang baik. Terdapat
sebagai rekristalisasi dari aragonit, sering merupakan cavity filling atau semen, dalam
bentuk kristal kristal yang jelas. Kebanyakan gamping terdiri dari kalsit.
3) Dolomit : CaMg (CO3)2
Juga merupakan mineral penting, terutama sebagai batuan reservoir, kristal sama
dengan kalsit berbedanya pada bidang refraksi dari kalsit. Terjadi secara primer
(precipitasi langsung dari air laut), tetapi kebanyakan hasil dolomotisasi dari kalsit.
4) High Magnesium Kalsit
Larutan padat dari MgCO3 dalam kalsit. Tidak begitu banyak terdapat, sering
merupakan batuan dolomit Ls.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 129

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

5) Magnesit : MgCO3
Biasanya berasosiasi denga evapori.
a. Tekstur Batuan Sedimen Non Klastik
Tekstur dapat dibedakan menjadi dua macam :
Kristalin
Tekstur ini terdiri dari kristal kristal yang interlocking yaitu kristal kristal
yang saling mengunci satu denga yang lain. Pemerian dapat memakai skala
Wenworth denga modifikasi sebagai berikut :
Nama Butir Besar Butir (mm)
Berbutir

Kasar

Berbutir

Sedang

1/16

Berbutir

Halus

1/256

Berbutir

Sangat

Halus

Amorf
Tekstur ini terdiri dari mineral yang tidak membentuk kristal kristal atau amorf
(non klastik), umumnya berukuran lempung atau koloid, contoh : rijang masif
3. Struktur Batuan Sedimen Non Klastik
Struktur batuan sedimen non klastik terbentuk dari proses reaksi kimia ataupun
kegiatan organik.
Macamnya antara lain yang penting :
Fosilliforous

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 130

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Struktur yang ditunjukan oleh adanya fosil atau komposisi terdiri dari fosil (sedimen
organik).
Oolitik
Struktur dimana suatu fragmen klastik diselubungi oleh mineral non klastik, bersifat
konsentris dengan diameter berukuran lebih kecil 2 mm (0,25 2 mm) kristal
kristal berbentuk bulat atau elipsoid, seperti telur ikan. Contoh : batugamping oolit.
Pisolitik
Sama dengan oolitik tetapi ukuran diameternya lebih besar dari 2 mm. contoh :
batugamping pisolitik.
Konkresi
Kenampakan struktur ini sama dengan struktur oolitik tetapi tidak menunjukan
adanya sifat konsentris.
Cone in cone
Struktur pada batugamping kristalin yang menunjukan pertumbuhan kerucut
perkerucut.
Bioherm
Tersusun oleh organisme murni dan bersifat insitu
Blostrome
Seperti bioherm tetapi bersifat klastik. Bioherm dan biostrome merupakan struktur
luar yang hanya tampak dilapangan.
Septaria

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 131

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Sejenis konkresi tetapi mempunyai komposisi lempung . ciri khasnya adanya


rekahan rekahan yang tidak teratur akibat penyusutan bahan bahan lempungan
tersebut karena proses dehidrasi yang kemudian celah celah yang terbentuk terisi
oleh kristal kristal karbonat yang kasar.
Geode
Banyak dijumpai pada batuan gamping, berupa rongga-rongga yang terisi oleh
kristal-kristal yang tumbuh ke arah pusat rongga tersebut. Kristal bisa kalsit ataupun
kuarsa.
Styolit
Styolit ini merupakan hubungan antar butir yang bergengsi.
Komposisi mineral batuan sedimen non klastik cukup penting dalam menentukan
penamaan batuan. Pada batuan sedimen jenis non klastik biasanya komposisi
mineralnya sederhana yaitu bila terdiri dari satu atau dua macam mineral. Sebagai
berikut :
Batugamping : Kalsit dolomit
Chert : Kalsedon
Gypsum : Mineral gypsum
Anhidrit : Mineral anhidrit
Batuan Karbonat

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 132

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Batuan karbonat adalah batuan sedimen dengan komposisi yang dominan (>
50 %) terdiri dari mineral mineral atau garam garam karbonat, yang dalam
prakteknya secara umum meliputi batugamping dan dolomit.
Batuan karbonat adalah batuan sedimen dengan tekstur yang beraneka ragam,
struktur serta fosil. Hal tersebut dapat memberikan informasi yang penting mengenai
lingkungan laut purba, kondisi paleoekologi serta evolusi bentuk dari organisme laut.
Proses pembentukannya dapat terjadi secara insitu berasal dari larutan yang
mengalami proses kimia maupun biokimia dimana organisme turut berperan, dapat
terjadi dari butiran rombakan yang mengalami transportasi secara mekanik dan
diendapkan di tempat lain.
Seluruh proses tersebut berlangsung pada lingkungan air laut, jadi praktis
bebas dan detritus asal darat.
Batugamping klastik adalah batugamping yang terbentuk dari pengendapan
kembali detritus batugamping asal.
Contoh :
Kalsirudit : butiran berukuran rudit (granule)
Kalkarenit : butiran berukuran arenit (sand)
Kalsilutit : butiran berukuran lutit (clay)
Batugamping non klastik adalah batugamping yang terbentuk dari prosesproses kimiawi maupun organis. Umumnya bersifat monomineral.
Dapat dibedakan :

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 133

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Hasil biokimia : bioherm, biostrom

Hasil larutan kimia : travertin, tufa

Hasil replacement : batugamping fosfat, batugamping dolomit, batugamping


silikat dan lain-lain.

a. Tekstur Batuan Karbonat


Dewasa ini tekstur batuan karbonat lebih dipentingkan pada susunan mineralogi.
Tekstur ini berhubungan dengan sifat reservoir dalam bentuk minyak dan juga dari
segi sedimentasi.
1) Besar Butir
Sering ukuran tersendiri, tetapi hal ini tidak dianjurkan. Lebih baik dipergunakan
skala Wentworth seperti dianjurkan oleh Leighton dan Pendexter (1962).
Mulai 0,0625 mm ke bawah maka tipe butir dan juga penelitian di bawah mikroskop
menjadi mikrit (micrite) atau berupa lumpur (mud) atau berbutir halus (aphanitik).
Secara makroskopis kurang dari 1 mm, tipe butir sudah sukar ditentukan sehingga
istilh grain atau klas dapat dipakai.
2) Bentuk Butir
Bentuk butir juga penting dalam mempelajari gamping terutama dalam
memperlihatkan energi di lingkungan pengendapan.
Dalam bioklast, derajat dari abrasi dan peristilahan seperti pada detritus
dipergunakan untuk fragmen-fragmen pada umumnya. Bioklast dapat dibedakan
menjadi cangkang cangkang yang utuh atau fragmen kerangkan yang utuh atau

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 134

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

bekas pecahan jelas dan yang kedua yang telah terabrasi atau bundar. Non fragmen,
istilah kebundaran seperti diartikan oleh abrasi atau transport yang jauh. Dan bentukbentuk yang lebih cocok ialah spherudal dan ovoid. Di antara kerangka atau butir
sering diisi oleh matriks atau semen.
3) Semen
Biasanya terdiri dari hablur-hablur kalsit yang jelas atau disebut juga spari kalsit
(spray calcite) atau spar. Semen dapat di amati di bawah mikroskop dan semen ini
terjadi pada waktu diagenesa pengisian rongga-rongga oleh larutan yang
mengendapkan kalsit sebagai hablur yang jelas. Kadang-kadang sukar untuk
membedakannya denga kalsit sebagai hasil rekristalisasi yang biasanya lebih halus da
disebut mikrospar.
4) Matrik
Matrik adalah butir-butir karbonat yang mengisi rongga-rongga dan terbentuk pada
waktu sedimentasi. Biasanya halus sekali dari bentuk-bentuk kristal tidak dapat di
identifikasi, hampir opak di bawah mikroskop.
Hasil dari matrik ini dapat berupa :
a) Pengendapan langsung sebagai jarum (aragonit) secara kimiawi / biokimiawi,
yang kemudian berubah menjadi kalsit.
b) Merupakan hasil abrasi, gampimg yang telah dibentuk misalnya koral, alga
dan sebagainya dierosi dan abrasi kembali oleh pukulan-pukulan gelombang

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 135

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

dan merupakan tepung kalsit. Tepung kalsit ini membentuk lumpur apu, dan
diendapkan terutama di daerah-daerah yang tenang.
b. Struktur Batuan Karbonat
Pemeriannya hampir sama denga pemerian batuan sedimen klastik.
c. Komposisi Batuan Karbonat
Pada komponen batuan karbonat juga terdapat pemerian fragmen, matrik, semen,
hanya berbeda istilahnya saja, komposisi meliputi allochem.
Allochem merupakan fragmen yang tersusun oleh kerangka atau butir-butir
klastik dari hasil abrasi batugamping yang sebelumnya ada.
Macam-macam Allochem :

Kerangka Organisme (skeletal) : merupakan fragmen yang terdiri atas


cangkang cangkang binatang atau kerangka hasil pertumbuhan.

Interclast : merupakan fragmen yang terdiri atas butiran-butiran dari hasil


abrasi batugamping yang sebelumnya telah ada.

Pisolit : merupakan butiran butiran colit denga ukuran lebih besar dari 2
mm.

Pellet : merupakan fragmen yang mempunyai colit tetapi tidak menunjukkan


adanya struktur konsentris.

Mikrit

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 136

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Mikrit merupakan agregat halus berukuran 1 4 mikron, merupakan kristalkristal karbonat yang terbentuk secara biokimia atau kimiawi dari prespitasi air laut
dengan mengisi rongga antar butir.

Sparit

Sparit merupakan semen yang mengisi ruang antar butir dan rekahan, berukuran butir
halus (0,02 0,1 mm) dapat terbentuk langsung dari semen secara insitu atau
rekristalisasi mikrit.
d. Tipe tipe gamping utama
Tipe gamping ini berdasarkan kenampakan di lapangan, dapat dibagi menjadi :
1) Tipe gamping kristalin
Gamping kristalin kasar tidak dibentuk secara langsung dari pengendapan, tetapi
biasanya dari hasil rekristalisasi dari gamping yang lain, dari gamping klastik ataupun
gamping terumbu ataupun afanitik. Proses ini terjadi pada diagenesa dapat disebut
neomorphisme. Gamping kristalin kasar mungkin juga diendapkan secara langsung
dalam asosiasi dengan pengendapan evaporit.
Dolomit terbentuknya batuan ini terbagi menjadi tiga, yaitu pertama pengendapan
langsung dalam supratidal atau evaporit. Kedua dalam pengendapan pori-pori
gamping klastik di daerah supratidal sabkha, sebagai hablur kemudian partikel kalsit
terlarut. Ketiga proses ubahan (replacement) suatu terumbu yang terangkat ke daerah
supratidal denga proses seepage reflux.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 137

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Pada pembentukan dolomit harus memenuhi syarat dimana konsentrasi Mg / Ca


ratio = 5 : 1, sehingga diperlukan penguapan yang luar biasa. Hal ini dapat terjadi di
daerah gurun atau daerah tropis yang kering.
2) Tipe gamping afanitik
Terdiri dari butir-butir lebih kecil dari 0,005 mm. Tipe ini tidak dapat diketahui
apakah terdiri dari fragmen-fragmen halus (pecahan gamping) atau kristal-kristal
halus. Beberapa nama untuk istilah batuan ini adalah micrite, mudstone, calcilutite,
lithographic, dan sublithographic.
Batuan ini memiliki beberapa cara terbentuknya, seperti yang pertama
penggerusan gamping yang telah ada, misalnya penghancuran terumbu oleh
gelombang. Kedua dari pengendapan langsung secara kimiawi dari air laut yang telah
kelewat jenuh akan CaCO3, sebagai jarum-jarum aragonit. Dan ketiga dari
pengendapan dengan bantuan ganggang hijau (chlorophycae) sebagai jarum-jarum
aragonit.
Lingkungan pembentukan batugamping ini yaitu diendapkan di daerah dangkal
yang terlindung lagoon di belakang terumbu, penguapan yang kuat dan dengan
bantuan ganggang. Biasanya kaya akan zat organis dan diacak acak oleh binatang,
sehingga tidak memperlihatkan perlapisan.
3) Tipe gamping klastik
Batuan ini masih dapat dibagi lagi menjadi, bioklastik, interclast ? fragmenter dan
klastik non fragmenter. Berdasarkan besar butirnya batuan ini terbagi menjadi :

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 138

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Lebih besar dari 2 mm, jika terdiri dari cangkang cangkang / kerangka,
disebut Cocquina, jika terdiri dari moluska dan fragmen koral.
Jika lebih kecil dari 0,25 mm, sukar untuk membedakan partikel pertikel
pembentuk, maka sering dipergunakan istilah seperti, micrograned atau
microgranular.
Jika sudah tidak dapat di identifikasi, maka istilah istilah yang biasa
dipergunakan adalah kalkarenit terutama jika tekstur jelas menyerupai
pasir, granular limestone, clastic limestone, dan fragmental limestone.
4) Tipe gamping kerangka
Tipe gamping ini terdapat paling banyak dalam Tersier di Indonesia. Tipe ini
sering membentuk terjal pada singkapan, masif tidak berlapis atau perlapisan buruk
yang hanya kelihatan dari jauh.
Komponen utama dari batuan ini adalah suatu kerangka yang utuh seperti dalam
keadaan aslinya. Bentuk serta jaringan kerangka bergantung pada jenis organisme
yang membentuknya. Endapan gamping kerangka diklasifikasi menurut unsur-unsur
fauna atau flora yang bertanggung jawab atas pembentukannya. Terumbu (reef)
misalnya didasarkan atas tipe organisme yang membentuk kerangka. Jika unsur-unsur
flora atau fauna tak dapat diidentifikasikan secara positif pada tingkatan spesies,
maka istilah-istilah umum seperti gamping alga koral (koral-ganggang) atau gamping
kerangka moluska dapat digunakan. Pada umumnya ganggang merupakan penyekat
pengikat atau mengisi dari kerangka organisme, sehingga merupakan suatu bangunan

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 139

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

yang kukuh, yang tahan gelombang. Sering berupa kerak dan mempunyai struktur
berlaminasi halus yang bergelombang.
Komponen lainnya yang biasa terdapat ialah bioclast, ataupun fragmen-fragmen
lainnya dapat ikut terikorporasi di dalamnya. Komponen yang penting seperti
foraminifera terutama foram besar, moluska sering terdapat kadang-kadang
merupakan kerangka tersendiri.
e. Proses Pembentukan Batuan Karbonat
Terdapat tiga jenis proses pengubahan yang menyebabkan sedimen karbonat
berubah menjadi batuan karbonat.
Ketiga proses itu adalah :
1) Litifikasi sedimen karbonat
Kebanyakan batuan karbonat terbentuk karena proses litifikasi sedimen karbonat.
Litifikasi tersebut akan melibatkan pelarutan mineral-mineral karbonat yang tidak
stabil, pengendapan mineral-mineral karbonat yang stabil dan rekristalisasi. Semua
proses tersebut termasuk di dalam suatu proses yang luas yaitu diagenesa. Dalam
pengertian yang luas, diagenesa meliputi perubahan mineralogi, tekstur, kemas dan
geokimia sedimen dan temperatur dan tekanan yang rendah.
Litifikasi sedimen karbonat dapat terjadi pada sedimen yang tersingkap, maupun
yang masih berada di dalam laut. Pada sedimen karbonat yang tersingkap terjadi
perubahan mineralogi dan tekstur endapan asli, yang disebabkan kerja air tawar, atau
air meteorit. Perubahan mineralogi yang terjadi adalah terbentuknya mineral-mineral

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 140

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

stabil dari mineral-mineral yang tidak stabil, dan tekstur endapan asli berubah
menjadi tidak jelas atau kabur, tetapi dapat pula tidak mengalami apa-apa.
Proses perubahan sedimen karbonat menjadi batuan karbonat berlangsung perlahanlahan dan bertingkat-tingkat, dimana batas antara masing-masing tingkat tidak jelas,
bahkan dapat saling melingkup. Tingkat tersebut ialah :
Penyemenan,
Pelarutan pengendapan, dan
Perubahan mineralogi butir-butir dan rekristalisasi
2) Pengkristalan Kalsium Karbonat yang semua dalam Keadaan Membatu
Batuan karbonat ini berasal dari rekristalisasi kalsium karbonat yang menyerupai
bahan batu / keras (stony material) di mana kalsium karbonatnya dapat berasal dari
kimiafisik (anorganik) maupun biokimia (organik), atau kombinasi keduanya.
Contoh batuan karbonat yang terbentuk dari rekristalisasi endapan karbonat berasal
dari kimiafisik ialah calcrete, caliche, dan nari. Ketiganya adalah endapan yang
dihasilkan dari rekristalisasi karena penguapan.
Adapun batua karbonat yang terbentuk dari rekristalisasi endapan karbonat
berasal dari biokimia adalah terumbu karang, dan biogenik pembentuk kerak keras.
Endapan jenis ini memang sudah dalam keadaan padat dan melekat, hal ini
disebabkan oleh penyemenan

kalsium karbonat

biokimia

atau kimiafisik.

Dalam terumbu-terumbum, koral, ganggang dan foraminifera adalah organisme


utama yang mengendapkan batugamping padat.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 141

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

3) Penggantian Materi-materi lain oleh Kalsium Karbonat


Beberapa batuan karbonat dapat terbentuk dari penggantian materi-materi lain,
terutama kalsium sulfat dan butir-butir kuarsa oleh kalsium karbonat. Batuan
karbonat jenis ini tidak umum, tetapi cukup penting karena genesisnya yang sangat
berbeda dengan batuan karbonat jenis lain. Terdapat dua proses penggantian yang
umum, yaitu pertama perubahan kalsium sulfat menjadi kalsit oleh kegiatan bakteri,
kedua penggantian butir-butir kuarsa oleh karbonat karena proses korosi.
4. Penamaan Klasifikasi
Penamaan batuan sedimen klastik ditentukan terutama oleh ukuran butir dan
bentuk butir serta tekstur. Selain itu juga dibantu dengan komposisi kimia dan
struktur. Ukuran butir dalam batuan sedimen klastik bisa seragam bisa tidak seragam.
Penamaa batuan sedimen non klastik lebih ditentukan oleh komposisi mineralnya
atau kimianya.

a. Batuan Sedimen Klastik


Penamaan batuan sedimen klastik lebih ditekankan pada ukuran dan bentuk butir,
denga perincian sebagai berikut :
1) Untuk butiran yang sama atau lebih kecil dari pasir
Batupasir : butiran yang berukuran pasir
Batulempung : butiran yang berukuran lebih halus dari pasir
Serpih : batulempung yang menunjukkan struktur fasility (sifat belah)

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 142

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

2) Untuk butiran yang lebih besar dari pasir dan melibatkan bentuk butir
Konglomerat : jika butirannya berbentuk membulat
Breksi : jika butirannya berbentuk runcing
3) Untuk butiran dan komposisi
Batupasir Kuarsa : batupasir yang banyak mengandung kuarsa.
Batulempung Gampingan : batulempung yang mengandung mineral-mineral
karbonat.
4) Ukuran butir dan struktur Shale (serpih) : batulempung, berlaminasi
Batugamping klastik
5) Kalsirudit : bila berukuran butir > pasir
Kalkaresit : bila butiran berukuran pasir
Kalsilutit : bila butiran berukuran lempung
b. Batuan Sedimen Non Klastik
Penamaan batuan sedimen non klastik sangat tergantung oleh jenis mineral
penyusunnya, dan karena pembentukannya disebabkan oleh larutan kimia maupun
organis maka sedimen non klastik ini bersifat monomineral.
1) Batuan Sedimen Non Klastik Kimiawi
Batugips : jika tersusun oleh mineral gypsum
Rijang : jika tersusun oleh mineral kalsedon
Batubara : jika tersusun oleh mineral karbon
2) Batuan Sedimen Non Klastik Biologis / Organis

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 143

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Contoh penamaan berdasarkan komposisi :


Batugamping Kristalin : bila tersusun oleh kristal-kristal kalsit
Batugamping koral : bila tersusun oleh koral
c. Langkah-langkah penentuan nama batuan sedimen
1) Amati contoh batuan baik-baik
2) Tentukan teksturnya : klastik atau non klastik. Bila klastik tentukan ukuran
butirnya (bila tidak seragam tentukan ukuran fragmen dan matrik), bila non
klastik tentukan macam teksturnya.
3) Tentukan strukturnya
4) Tentukan komposisinya, untuk mengetahui kandungan karbonat, batuan
ditetesi HCl, bila bereaksi berarti mengandung karbonat.
5) Tentukan nama batuan berdasarkan kenampakan yang dominan. Misal, bila
yang tampak dominan adalah ukuran butirnya maka penamaan berdasarkan
ukuran butirnya.( Danang Endarto, 2005 )

5. Klasifikasi
5.1.

Klasifikasi Grabau (1904)

Menurut Grabau, batugamping dapat dibagi menjadi lima berdasarkan ukuran


dan teksturnya, yaitu :
-

Kalsidurit, yaitu batugamping yang berukuran butirnya > 2 mm atau lebih


besar dari ukuran pasir.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 144

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Kalkarenit, yaitu batugamping dengan ukuran butir sama dengan ukuran pasir
(1/16 2 mm).

Kalsilutit, yaitu batugamping yang ukurannya (ukuran butir) lebih kecil dari
ukuran pasir.

Kalsipuluerit, yaitu batugamping hasilpresipitasi kimiawi, sifatnya kristalin.

Batugamping organic, yaitu hasil pertumbuhan organisme secara insitu,


misalnya terumbu dan stromabolity.

5.2.

Klasifikasi Folk (1959)

Folk mengklasifikasikan batuan karbonat berdasarkan tekstur, pengendapan


dan perbandingan fraksi komponen penyusunnya, yaitu butiran/allochem, mikrit, dan
sparit (ortochem).
Berdasarkan perbandingan relief antara allochem, mikrit, dan sparit serta jenis
allochem yang dominant, maka Folk membagi batugamping menjadi 4 Famili
Batugamping tipe I analog dengan batupasir/konglomerat yang tersortasi baik dan
terbentuk pada high energy zone, batugamping tipe II analog dengan batupasir
lempungan atau konglomerat lempungan dan terbentuk pada low energy zone dan
batu gamping tipe III analog dengan batulempung dan terbentuk pada kondisi yang
tenag (lagoon).
-

Intaclast; suatu endapan yang berupa gel Lumpur karbonat , belum memadat,
semi plastis, lalu ada erosi yang membentuk tubuh (discret body)

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 145

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Pellet; suatu butiran yang strukturnya microcritalinne (warnanya gelap), kalau


mengandung kotoran binatang maka disebut (facialpellet). Sedangkan
jikamempunyaiukuran yang agak besar disebut lump.

Oolit; suatu butiran yang intinya dilapisi oleh unsur karbonat, intinya berfosil
dan apabila disayat maka mempunyai bentukkonsentris.

Fossil; termasuk kedalamallochemical, karena mengalami transportasi


ditempat tersebut, misalnya Globigerina yang hidup secara plankton.

Penggambaran skematik komponen penyusun batuan karbonat yang menjadi


dasar klasifikasi batuan karbonat menurut Folk (1959).

5.3.

Klasifikasi Dunham (1962)

Dunham membuat klasifikasi batuan karbonat berdasarkan tekstur pengendapan,


meliputi ukuran butir dan pemilahan/sortasi. Hal ini yang perlu diperhatikan dalam
klasifikasiin antara lain:
-

Derajat perubahan tekstur pengendapan

Komponen asli terikat dan tidak terikat selama proses deposisi

Tingkat kelimpahan antara butiran (grain) dengan Lumpur karbonat.

Berdasarkan ketiga hal tersebut di atas, maka Dunham membuat klasifisikasi :


-

Boundstone : hubungan antar komponen tertutup yang berhubungan dengan


rapat (oolite).

Grainstone : hubungan antara komponen-komponen tanpa Lumpur.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 146

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Packstone : ada lumpur, tetapi yang banyak adalah komponen betolit.

Mudstone : Lumpur wackestone.

6. Lingkungan Pembentukan Batuan Karbonat dan Fasies


Terumbu lingkungan pembentukan karbonat dapat terjadi mulai zona supratidal
sampai dengan cekungan yang lebih dalam, paparan cekungan dangkal, yang meliputi
middle shelt outer shelf. Cekungan pembentukan karbonat ini disebut sebagai
subtidal carbonate factory.
Endapan-endapan ini akan terakumulasikan pada shelf, sebagian mengalami
transportasi ke daratn (tidal flat) oleh gelembung dan pasang surut. Sebagian lagi
mengalami transportasi kea rah laut (cekungan yang lebih dalam)
Fasies Terumbu
Meskipun lingkungan pengendapan karbinat dapat terjadi mulai dari zona
supratidal sampai cekungan yang lebih dalam di luar shelf, paparan cekungan dangkal
(shallow basin plattorm) yang meliputi middle shelf dan outer shelf adalah tempat
produksi endapan karbonat yang utama dan kemudian tempat ini disebut sebagai
subtidal carbonate factory. (N.P.James,1983 dalam Boggs : 1987)
Endapan-endapan karbonat yang dihasilkan akan terakumulasi pada shelf,
sebagian mengalami transportasi kea rah daratan, yaitu ke tidalflat, pantai, atau
logoon, sedangkan sebagian lagi mengalami transportasi kearah laut yaitu ke
cekungan yang lebih dalam. Pada lingkungan laut yang dalam jarang terbentuk

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 147

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

endapan

karbonat,

kecuali

merupakan

hasil

dari

jatuhan

plankton

yang

mengsekresikan kalsium karbonat dan hidup di air permukaan.


Terumbu adalah suatu timbulan karbonat yang dibentuk oleh pertumbuhan
organisme koloni yang insitu, mempunyai potensi untuk berdiri tegar membentuk
struktur topografi yang tahan gelombang James (1979) membagi fasies terumbu masa
kini secara fisiografi menjadi 3 macam, yaitu sebagai berikut:

Fasies inti terumbu (reef core facies)

Fasies ini tersusun oleh batugamping yang massif dan tidak berlapis. Berdasrkan
litologi dan biota penyusunnya, fasies ini dapat dibagi menjadi 4 susfasies, yaitu :
-Subfasies puncak terumbu (reff-crest)
Litologi berupa framestone dan bindstone, sebagi hasil hasil pertumbuhan biota
jenis kubah dan mengerak serta merupakan key high energy zone.

Subfasies datarn terumbu (reef-flat)

Litologi berupa lidstone, grainstone, dan rosule dari ganggang karbonatan dan
merupakan daerah berenergi sedang dan tempat akumulasi rombakan terumbu.

Subfasies terumbu depan (reef-front)

Litologi berupa bafflestone, bidstone dan framestone dan merupakan daerah


berenergi lemah-sedang.

Subfasies terumbu belakang (back-reef)

Litologi berupa bafflestone dan flocetstone dan merupakan daerah berenergi


lemah dan relative tenag.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 148

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Fasies deoan terumbu (fore reef facies)

litologi berupa grainstone dan sudstone serta merupakan lingkungan yang


mempunyai kedalaman >30 m dengan lereng 45-60 m, semakin jauh dari inti terumbu
(kearah laut), litologi berubah menjadi packstone, wackstone,dan mudstone.

Fasies belakang terumbu (back reef facies)

Fasies ini sering disebut juga fasies logoon dan meliputi zona laut dangkal (<30
m) dan tidak berhubungan dengan laut terbuka. Kondisi airnya tenang, sirkulasi air
terbatas, dan banyak biota penggali yang hidup di dasar. Litologi berupa wackstone
dan mudstone serta banyak dijumpai struktur jejak dan bioturbasi, baik horizontal
maupun vertikal.

b. Batuan batuan Sedimen Evaporit


Nama batuan adalah nama mineral penyusunnya yang bersifat monomineral, yaitu
dikenal sebagai mineral garam. Sebetulnya telah dikenal 30 mineral garam di
endapan evaporit di Strassfurt, Jerman, tetapi hanya 3 mineral (batuan) yang terdapat
paling banyak dan yang lainnya sangat sedikit. Ketiga mineral tersebut adalah, gip
(CaSO4 2H2O), anhidrit (CaSO4), dan halit (NaCl).
Batuan evaporit biasanya terdapat dalam keadaan murni dan berlapis lapis.
Anhidrit sering memperlihatkan perlapisan yang rumit, karena batuan ini bersifat
kristalin tetapi air dalam pori porinya memperlihatkan struktur aliran.
Evaporit terdapat berinterklasi dengan sedimen biasa, terutama serpih merah dan

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 149

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

dolomit umumnya dengan sedimen merah. Banyak pula terdapat diatas atau interklasi
dengan karbonat terutama dolomit, juga sering berasosiasi dengan bitumina.
Evaporit belum pernah didapatkan secara meyakinkan di Indonesia. Paling banyak
terdapat di Amerika Serikat, Eropa, dan Timur Tengah (Iran).
Pada umunya anhidrit dan gip ini mendominir endapan evaporit, malah
kebanyakan evaporit tidak memperlihatkan adanya halit. Ketebalan keseluruhannya
dapat berkisar 8 sampai 1.500 meter (di New Mexico, Perm), 300 500 meter terdiri
anhidrit, berlaminasi yang diinterpretasikan sebgai varva.
Walaupun diduga keras evaporit berasal dari penguapan air laut, namun ada
beberapa persoalan seperti :
Bagaimana terjadi pengendapan dari air laut itu yang memberikan lebih
banyak anhidrit daripada halit.
Apakah yang diendapkan itu gip atau anhidrit.
Bagaimana mekanisme pengkonsentrasian serta penguapan air asin itu
menjadi evaporit.
Beberapa batuan sedimen non klastik kimiawi jenis evaporit yang utama :
1) Batuan Gip
Batuan ini terdapat secara kristalin kasar sampai halus granular. Batu gip dapat
pula masif, dan sering terdapat sebagai kristal kristal yang kasar tetapi yang
demikian biasanya terdapat sebagai urat atau kristal nodul dalam lumpur atau pasir.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 150

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Batuan ini memperlihatkan struktur pseudo porphyritic dengan kristal selenit sebagai
fenokrisnya.
2) Batuan Anhidrit
Batuan ini lebih banyak terdapat daripada gip, juga berlapis tetapi kadang
kadang masif, tebal dan meluas. Struktur sedimennya memperlihatkan laminasi yang
keriput, pada umumnya granular halus, tetapi di bawah mikroskop kristal kasar, tetapi
juga serabut dengan massa kristalin kasar. Kenampakan porfiritik disebabkan
penyabaran kristal gip diantaranya.
3) Halit (batugaram)
Batuan ini terdapat secara masif dan secara kristalin kasar, kadang kadang
berlaminasi. Sering berinterlaminasi (beberapa cm) denga sisipam tipis (seperti
kertas) oleh anhidrit atau dolomit. Juga garam hitam sering berinterklasi denga garam
putih berbentuk kristal kubus. Halit sering menjadi terobosan terobosan yang
membentuk saltdome (kubah garam). Hal ini disebabkan berat jenis yang lebih
rendah dibandingkan batuan sekeliling dan sifat mudah mengalir pada temperatur dan
tekanan rendah.
c. Batuan batuan Sedimen Silika
Batuan yang termasuk kedalam golongan ini adalah batuan yang bersifat
monomineral, dan banyak serta langka terdapat sebagai batuan, seperti :
Rijang (Chert)

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 151

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Komposisi dari rijang adalah opal, kalsedon, kuarsa, kristobalit, dan sedikit
mengandung kalsit dan dolomit. Tekstur batuan ini seperti mikrokristalin kuarsa dan
kalsedon euhedral sampai poli-hedral.
Rijang yang berlapis biasanya berasosiasi dengan endapan geosinklin
(subdunction zone), denga ketebalan ratusan meter dengan sisipan serpih hitam juga
berasosiasi denga arus turbidit dan lumpur silika, mengandung diatomea atau
radiolaria, kedalaman laut adalah 120 - 200 meter.
Rijang yang berlapis dapat berasal dari organik dengan pertolongan radiolaria dan
diatomea, atau berasal dari kimia.
Rijang yang berupa nodul, pada umumnya sebagai replacement dari gamping, ada
yang menyatakan silika diendapkan bersama dengan gamping.mungkin secara
biokimiawi silika diambil dari air laut. Kadang kadang membentuk jaringan dan
dapat menyerupai rijang berlapis. Batuan Sedimen Non Klastik Biologis (Organik)

III. 4.2.1. Struktur dan tekstur batuan sedimen


a. Struktur sedimen:
Masif: tidak dijumpai struktur yang lain dalam >40 cm
Gradasi: diameter butir fining up (menghalus ke atas atau gradasi normal)
dan gradasi terbalik jika diameter butir coarsing up (mengasar ke atas)
Berlapis: memiliki struktur perlapisan >2 cm
Laminasi: perlapisan dengan tebal lapisan < 2 cm
Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 152

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Silangsiur: struktur lapisan saling memotong dengan lapisan yang lain,


jika tebal silangsiur < 2 mm disebut crosslammination

Antidune: berlawanan arah dengan arah sedimentasi

Dune: searah dengan sedimentasi

b. Tekstur sedimen
a. Hubungan antar butir (kemas): terbuka / tertutup
b. Pemilahan/keseragaman ukuran butir (Sortasi): baik, buruk atau
sedang
c. Diameter butir (dengan menggunakan parameter Wentworth grain size
analizer)

III.

4.3.2. Komposisi batuan sedimen

Fragmen

: Litik / kristal mineral

Matriks

: Lempung / lanau / pasir

Semen

: Silika / karbonat / oksida besi

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 153

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar Klasifikasi batuansedimen (Dott, 1964 dan Raymond, 1995)

CONTOH SAYATAN TIPIS BATUAN SEDIMEN (Gambar IX.8-11)

Gambar Foto sayatan tipis batugamping kalkarenit pada nikol silang

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 154

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar Foto sayatan tipis batugamping Ooid pada nikol silang

Gambar Foto sayatan tipis batugamping pada nikol silang

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 155

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

gambar Foto sayatan tipis batupasir kuarsa pada nikol sejajar (atas) dan nikol silang
(bawah)

Gambar Foto sayatan tipis Ooid (kiri) dan ilustrasinya (kanan)

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 156

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

III. 4.3.3. Deskripsi Batuan Sedimen


a. Batupasir kuarsa

Deskripsi batuan
Jenis batuan : sedimen klastik
Struktur batuan : Masif
Tekstur :
-

Ukuran butir : pasir lempung

Sortasi : baik

Kemas : tertutup

Kebundaran : membulat tangun

Semen : -

Komposisi :

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 157

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Matrik : lempung

Fragmen : -

Petrogenesa : proses terbentuknya akibat oleh transportasi


Tekstur khusus : Nama batuan : batupasir kuarsa

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 158

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

BAB IV
PIROKLASTIK

IV.1. Batuan Vulkanik


Lebih dari 80% permukaan bumi, baik di dasar laut hingga daratan tersusun
atas batuan gunung api. Di Indonesia saja, terdapat 128 gunung api aktif yang
tersebar dari Sabang sampai Merauke, dan sebanyak 84 di antaranya menunjukkan
aktivitas eksplosifnya sejak 100 tahun terakhir. Di samping itu, batuan gunung api
berumur Tersier atau yang lebih tua juga samgat melimpah di permukaan, bahkan
jauh lebih banyak dari pada batuan sedimen dan metamorf.
Didasarkan atas komposisi materialnya, endapan piroklastika terdiri dari tefra
(pumis dan abu gunung api, skoria, Pele's tears dan Pele's hair, bom dan blok
gunung api, accretionary lapilli, breksi vulkanik dan fragmen litik), endapan jatuhan
piroklastika, endapan aliran piroklastika, tuf terelaskan dan endapan seruakan
piroklastika.
Aliran piroklastika merupakan debris terdispersi dengan komponen utama gas
dan material padat berkonsentrasi partikel tinggi. Mekanisme transportasi dan
pengendapannya dikontrol oleh gaya gravitasi bumi, suhu dan kecepatan
fluidisasinya. Material piroklastika dapat berasal dari guguran kubah lava, kolom

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 159

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

letusan, dan guguran onggokan material dalam kubah (Fisher, 1979). Material yang
berasal dari tubuh kolom letusan terbentuk dari proses fragmentasi magma dan
batuan dinding saat letusan. Dalam endapan piroklastika, baik jatuhan, aliran maupun
seruakan; material yang menyusunnya dapat berasal dari batuan dinding, magmanya
sendiri, batuan kubah lava dan material yang ikut terbawa saat tertransportasi.
Pada dasarnya batuan gunung api (vulkanik) dihasilkan dari aktivitas
vulkanisme. Aktivitas vulkanisme tersebut berupa keluarnya magma ke permukaan
bumi, baik secara efusif (ekstrusi) maupun eksplosif (letusan). Batuan gunung api
yang keluar dengan jalan efusif mengahasilkan aliran lava, sedangkan yang keluar
dengan jalan eksplosif menghasilkan batuan fragmental (rempah gunung api). Sifatsifat batuan gunung api yang dihasilkan secara efusif telah dijelaskan pada Bab V
sebelumnya, jadi pada Bab ini membahas batuan gunung api fragmental yang
dihasilkan dari aktivitas gunung api secara eksplosif.
Menurut Pettijohn (1975), endapan gunung api fragmental bertekstur halus
dapat dikelompokkan dalam tiga kelas yaitu vitric tuff, lithic tuff dan chrystal tuff.
Menurut

Fisher

(1966),

endapan

gunung

api

fragmental

tersebut

dapat

dikelompokkan ke dalam lima kelas didasarkan atas ukuran dan bentuk butir batuan
penyusunnya. Gambar VI.1 adalah klasifikasi batuan vulkanik menurut keduanya.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 160

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Klasifikasi batuan gunung api fragmental menurut Pettijohn (1975; kiri) dan Fisher
(1966; kanan)

Contoh batuan gunungapi


1) Tuf: merupakan material gunung api yang dihasilkan dari letusan eksplosif,
selanjutnya terkonsolidasi dan mengalami pembatuan. Tuf dapat tersusun atas
fragmen litik, gelas shards, dan atau hancuran mineral sehingga membentuk
tekstur piroklastika

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 161

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

plagioklas

plagioklas
Litik
teralterasi

Litik
teralterasi

Batuan tuf gunung api dalam sayatan tipis (kiri: nikol silang dan kanan: nikol sejajar).
Dalam sayatan menunjukkan adanya fragmen litik dan kristal dengan sifat kembaran
pada hancuran plagioklas, dan klastik litik teralterasi berukuran halus.

2) Lapili: adalah batuan gunung api (vulkanik) yang memiliki ukuran butir antara 264 mm; biasanya dihasilkan dari letusan eksplosif (letusan kaldera) berasosiasi
dengan tuf gunung api. Lapili tersebut kalau telah mengalami konsolidasi dan
pembatuan disebut dengan batu lapili. Komposisi batu lapili terdiri atas fragmen
pumis dan (kadang-kadang) litik yang tertanam dalam massa dasar gelas atau tuf
gunung api atau kristal mineral. Gambar VI.3 adalah batu lapili yang tersusun atas
fragmen pumis dan kuarsa yang tertanam dalam massa dasar tuf.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 162

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar Breksi pumis (batu lapili) yang hadir bersama dengan kristal kuarsa dan
tertanam dalam massa dasar tuf halus..

3) Batuan gunung api tak-terelaskan (non-welded ignimbrite): Glass shards,


dihasilkan dari fragmentasi dinding gelembung gelas (vitric bubble) dalam
rongga-rongga pumis. Material ini nampak seperti cabang-cabang slender yang
berbentuk platy hingga cuspate, kebanyakan dari gelas ini menunjukkan tekstur
simpang tiga (triple junctions) yang menandai sebagai dinding-dinding
gelembung gas. Dalam beberapa kasus, walaupun gelembung gas tersebut tidak
terelaskan, namun dapat tersimpan dengan baik di dalam batuan (Gambar VI.4).

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 163

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Tuf tak-terelaskan dari letusan Gunung Krakatau tahun 1883 dengan glass shards
yang sedikit terkompaksi.

Tuf Rattlesnake, berasal dari Oregon pusat, menampakkan shards yang sedikit
memipih dan gelembung gelas yang telah hancur membentuk garis-garis oval.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 164

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

4) Batuan gunung api yang terelaskan (welded ignimbrite): yaitu gelas shards dan
pumis yang mengalami kompaksi dan pengelasan saat lontaran balistik hingga
pengendapannya. Biasanya pumis dan gelas tersebut mengalami deformasi akibat
jatuh bebas, yang secara petrografi dapat terlihat dengan: (1) bentuk Y pada
shards dan rongga-rongga bekas gelembung-gelembung gas / gelas, arah jatuhnya
pada bagian bawah Y, (2) arah sumbu memanjang kristal dan fragmen litik, (3)
lipatan shards di sekitar fragmen litik dan kristal, dan (4) jatuhnya fragmen pumis
yang memipih ke dalam massa gelasan lenticular yang disebut fiamme (Gambar
VI.6.c). Derajad pengelasan dalam batuan gunung api dapat diketahui dari
warnanya yang kemerahan akibat proses oksidasi Fe. Pada kondisi pengelasan
tingkat lanjut, massa yang terelaskan hampir mirip dengan obsidian. Batuan ini
sering berasosiasi dengan shards memipih yang mengelilingi fragmen litik dan
kristal.

a.

b.

c.

a. Tuf terelaskan dari Idaho, b. Tuf terelaskan dari Valles, Mexiko utara, c. tuf terelaskan dengan
cetakan-cetakan fragmen kristal

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 165

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

BAB V
BATUAN METAMORF

V.1. Sifat Umum Batuan Metamorf


Batuan metamorf terbentuk dari proses metamorfisme. Kata "Metamorfisme"
berasal dari bahasa Yunani yaitu: Meta = berubah, Morph = bentuk, jadi
metamorfisme berarti berubah bentuk. Dalam geologi, hal itu mengacu pada
perubahan susunan / kumpulan dan tekstur mineral, yang dihasilkan dari perbedaan
tekanan dan suhu pada suatu tubuh batuan.

Walaupun diagenesis juga merupakan perubahan bentuk dalam batuan


sedimen, namun proses ubahan tersebut berlangsung pada suhu di bawah
200oC dan tekanan di bawah 300 MPa (MPa: Mega Pascals) atau sekitar 3000
atm.

Jadi, metamorfisme berlangsung pada suhu 200oC dan tekanan 300 Mpa atau
lebih tinggi. Batuan dapat terkenai suhu dan tekanan tersebut jika berada
pada kedalaman yang sangat tinggi. Sebagaimana kedalamannya pusat
subduksi atau kolisi.

Pertanyaannya adalah: mungkinkah batas atas metamorfisme tersebut terjadi pada


tekanan dan suhu yang sama dengan proses lelehan batuan (wet partial melting). Saat
pelelehan terjadi, justru proses ubahan yang terjadi adalah pembentukan batuan beku
ketimbang metamorfik.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 166

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

a. Batuan dalam Derajad Metamorfisme


1. Serpih terbentuk pada derajad metamorfik rendah, ditandai dengan
pembentukan mineral klorit dan lempung. Orientasi lembaran silikat
menyebabkan batuan mudah hancur di sepanjang bidang parallel yang disebut
belahan menyerpih (slatey cleavage), slatey cleavage berkembang pada sudut
perlapisan asal (Gambar VI.13).

Foliasi menyerpih pada tingkat metamorfisme rendah (Nelson, 2003)


2. Sekis makin tinggi derajad metamorfisme makin besar mineral yang
terbentuk. Pada tahap ini terbentuk foliasi planar dari orientasi lembaran
silikat (biasanya biotit dan muskovit). Butiran-butiran kuarsa dan feldspar
tidak menunjukkan penjajaran; ketidak-teraturan foliasi planar ini disebut
schistosity (Gambar VI.14).

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 167

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Bentuk ketidak-teraturan foliasi planar (schistosity) (Nelson, 2003)


3. Gneiss tingkat metamorfisme yang lebih tinggi, lembaran silikat menjadi
tak-stabil, mineral-mineral horenblende dan piroksen mulai tumbuh. Mineralmineral tersebut membentuk kumpulan gneissic banding dengan penjajaran
tegaklurus arah gaya maksimum dari differential stress (Gambar VI.15).

Gambar Mineral-mineral dengan tekstur gneissic banding, orientasi mineral tegak


lurus dengan arah gaya maksimum (Nelson, 2003)
4. Granulite adalah metamorfisme tingkat tertinggi, semua mineral hydrous
dan lembaran silikat menjadi tidak stabil sehingga muncul penjajaran

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 168

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

beberapa mineral. Batuan yang terbentuk menghasilkan tekstur granulitik


yang sama dengan tekstur faneritik pada batuan beku.
e. Metamorfisme Basal dan Gabbro
(a) Greenschist - Olivin, piroksen, dan plagioklas dalam basal berubah menjadi
amfibol dan klorit (hijau).
(b) Amphibolite pada metamorfisme tingkat menengah, hanya mineral gelap
(amfibol dan plagioklas saja yang bertahan), batuannya disebut amfibolit.
(c) Granulite pada tingkat metamorfisme tinggi, amfibol digantikan oleh
piroksen dan garnet, tekstur foliasi berubah menjadi tekstur granulitik.
f. Metamorfisme Batugamping dan Batupasir
(a) Marmer tidak menunjukkan foliasi
(b) Quartzite - metamorfisme batupasir yang asalnya mengandung kuarsa,
rekristalisasi dan pertumbuhan kuarsa menghasilkan batuan non-foliasi yang
disebut kuarsit.
V.2. Teknik Pemerian Batuan Metamorf secara Petrografi
a) Struktur Batuan
1. Foliasi: struktur pemipihan akibat pembebanan
2. Non foliasi: tanpa adanya pemipihan

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 169

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

b) Tekstur Batuan
1. Tekstur Poikiloblastik: sama seperti porfiroblastik, namun dicirikan oleh
adanya inklusi mineral asing berukuran halus. Gambar VI.16 adalah tektur
poikiloblastik; warna orange tourmalin dan abu-abu K-feldspar, mineral
berukuran halus adalah butiran-butiran kuarsa dan muscovit. Biasanya berada
pada sekis mika-tourmalin.

Gambar Tekstur poikiloblastik pada batuan metamorf

2. Tekstur Porfiroblastik: tekstur batuan metamorf yang dicirikan oleh adanya


mineral berukuran besar dalam matriks / massa dasar berukuran lebih halus.
Sering berada pada sekis mika-garnet.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 170

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Tekstur porfiroblastik pada batuan metamorf

3. Tekstur Porphyroklas: tekstur batuan metamorf yang dicirikan oleh adanya


kristal besar (umumnya K-feldspar) dalam massa dasar mineral yang lebih
halus. Bedanya dengan porphyroblastik adalah, porphyroklastik tidak
tumbuh secara in-situ, tetapi sebagai fragment sebelum mineral-mineral
tersebut hancur / terubah saat prosesn metamorfisme, contoh: blastomylonit
dalam gniss granitik.

Tekstur porfiroklastik pada batuan metamorf


4. Retrogradasi eklogit:

tekstur batuan metamorf yang dibentuk oleh adanya

mineral amfibol (biasanya horenblende) yang berreaksi dengan mineral lain.


Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 171

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Dalam Gambar VI.19 adalah retrogradasi klinopirosen amfibole pada sisi


kanan atas.

Gambar Tekstur retrogradasi eklogit pada batuan metamorf

5. Tekstur Schistose: foliasi sangat kuat, atau terdapat penjajaran butiran,


terutama mika, dalam batuan metamorf berbutir kasar.

Tekstur schistose pada batuan metamorf


6. Tekstur Phyllitik: foliasi kuat dalam batuan metamorf berbutir halus.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 172

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Gambar Tekstur phylitik pada batuan metamorf


7. Tekstur Granoblastik: massive, tak-terfoliasi, tekstur equigranular dalam
batuan metamorf.

Gambar Tekstur granoblastik pada batuan metamorf


Tabel VI.1. adalah beberapa batuan metamorf dan sifat-sifatnya.

Tabel VI.1 Sifat-sifat batuan metamorf

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 173

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 174

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 175

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

BAB VI
BATUAN ALTERASI

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 176

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

IV.1. Alterasi Epitermal


Fluida-fluida hidrotermal menyebabkan alterasi atau ubahan-ubahan pada
batuan-batuan penerima (host rock) dan terjadinya mineralisasi unsur-unsur yang
terbawa oleh fluida-fluida dalam bentuk antara lain: vein, veinlet, lode, stringer,
stockwork, dan breksi eksplosi. Alterasi dan mineralisasi ini membentuk zone-zone
yang dibedakan sebagai berikut ini: Phyllic, Quartz+Illite, Quartz+Sericite, Adularia,
dan Sulfidasi Rendah atau Sulfidasi Khlorida Netral.
Kebanyakan emas epitermal terdapat dalam vein-vein yang berasosiasi
dengan Alterasi Quartz-Illite yang menunjukkan pengendapan dari fluida-fluida
dengan pH mendekati netral (Fluida-fluida Khlorida Netral). Dalam alterasi dan
mineralisasi dengan jenis fluida ini, emas dijumpai dalam vein, veinlet, breksi ekplosi
atau breksi hidrotermal, dan stockwork atau stringer Pyrite+Quartz yang berbentuk
seperti rambut (hairline).
Emas epitermal juga terdapat dalam Alterasi Advanced-Argillic dan alterasialterasi sehubungan yang terbentuk dari Fluida-fluida Asam Sulfat. Dalam alterasi
dan mineralisasi dengan jenis fluida ini, emas dijumpai dalam veinlet, batuan-batuan
silika masif, atau dalam rekahan-rekahan atau breksi-breksi dalam batuan yang
tersilisifikasikan, serta dapat hadir bijih tembaga seperti enargite, luzonite, dan
covelite.
I.V. Jenis Alterasi Epitermal
Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 177

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Mineralisasi

epitermal

dicirikan

oleh

berbagai

jenis

alterasi,

yang

perbedaannya ditentukan oleh: pH dan kedalaman yang berbeda dalam sistem


epitermal, serta beberapa variasi komposisi yang luas dari sekitarnya (host rocks).
Identifikasi jenis-jenis alterasi penting dilakukan untuk memahami level erosi sistem
tersebut, penentuan keberadaan titik lokasi di permukaan dalam daerah alterasi
tersebut, dan jenis bijih yang diperkirakan.
Jenis alterasi endapan epitermal di daerah volkanik andesitik-dasitik adalah:
1. Alterasi Fluida Khlorida Netral (Neutral Chloride Fluid Alteration)
2. Alterasi Fluida Asam Sulfat (Acid Sulphate Fluid Alteration)

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 178

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

VI.3. Model Mineralisasi Epitermal


Dalam bagian ini, dijelaskan suatu variasi model-model yang berlaku saat ini
yang telah dikenal dan merupakan suatu keragaman sistem epitermal Pada
pembahasan ini secara kritis dinilai ciri-ciri dan kekurangan-kekurangannya. Hal
terpenting dalam pembahasan ini adalah pemahaman genetik sistem-sistem epitermal.
Meskipun berguna untuk generalisasi, dan untuk mengembangkan model-model yang
mengarah

untuk

eksplorasi,

dianjurkan

prospeknya

model-model

tersebut

dipertimbangkan untuk manfaatnya itu sendiri. Dalam model-model yang disajikan


disini terdapat banyak ciri-ciri yang telah dihilangkan, karena ciri-ciri tersebut sudah
tidak sesuai lagi berdasarkan perkembangan hasil studi-studi saat ini dalam "model
yang banyak disukai", hingga akhirnya nanti ditemukan sebagai suatu endapan bijih
(misalnya, Model Jerrit Canyon). Beberapa banyak endapan yang menunggu adanya
penemuan model yang sesuai, karena endapan-endapannya "tidak sesuai" dengan
kerangka model yang ada saat ini. Kemudian, "pendekatan genetik" yang telah
disajikan cukup fleksibel untuk menggabungkan endapan-endapan yang tidak sesuai
dengan suatu model yang ada. Dalam keadaan ini, suatu pemahaman mengenai
aspek-aspek umum tentang sistem-sistem epitermal pada akhirnya akan mengarahkan
pada endapan bijih.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 179

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Dalam Gambar 3.1 dan 3.2 berikut ini, disajikan beberapa model-model
mineralisasi epitermal yang saat ini telah diperkenalkan, antara lain oleh Buchanan
(1981); Berger dan Eimon (1982); Giles dan Nelson (1982). Model-model tersebut
memiliki suatu gambaran yang umum, yaitu di dalam semua model tersebut secara
empiris menyimpulkan bahwa alterasi, mineralisasi, dan distribusi rekahan, dan
sebagainya pada kejadian-kejadian fosil epitermal untuk menerangkan sistem-sistem
epitermal. Karena itu, model-model tersebut sering mengandung kesamaan dari
pembuat yang berbeda, dan jika dipandang dari suatu ringkasan observasi-observasi
yang dilakukan, ternyata model-model tersebut umumnya benar. Meskipun demikian,
dalam tahap awal pengkajian model-model tersebut, kita cenderung mendekati
permasalahan dengan pertanyaan: "Apa yang aku ketahui mengenai aliran fluida dan
proses-proses dalam lingkungan epitermal, baik sistem epitermal aktif maupun pasif?
Bagaimana hubungannya dengan geologi, struktur geologi/tektonik, anomali
geokimia, anomali geofisika, alterasi, dan mineralisasi?" Kemudian kita segera
mengambil penggalan-penggalan bukti di tempatnya (dan sering kali dengan banyak
sekali variasinya) untuk merekonstruksikan sistem epitermal. Hal ini akan dibahas
kemudian, juga akan ditampilkan model-model yang disuslkan oleh Henley dan Ellis
(1983), yang didasarkan pada analoginya dengan sistem aktif, serta pemahaman
tentang aliran fluida dan proses-prosesnya.
VI.4. Alterasi Fluida Asam Sulfat

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 180

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Alterasi fluida asam sulfat sering menunjukkan level yang lebih tinggi dalam
sistem epitermal. Alterasi ini dapat termineralisasikan, tetapi alterasi ini lebih umum
terjadi di atas atau disamping vein atau stockworks pada Sistem Alterasi Illite-Quartz.
Fluida-fluida asam sulfat membentuk alterasi-alterasi Batuan Silika (Siliceous
Rocks) pada pH yang sangat rendah (sangat asam), Advanced Argillic pada pH
rendah (asam), Diaspore-Pyrophyllite pada pH asam yang agak tinggi, secara
berurutan ke arah luar sistem ini.

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 181

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

a. Alterasi Diaspore - Pyrophyllite


Alterasi ini hanya dapat diidentifikasikan dengan sistem XRD. Alterasi ini
umumnya terjadi dalam lempung pyritic yang mengelilingi alterasi advanced argillic
dan alterasi batuan silika, kemungkinan menunjukkan kenaikan pH sebagai akibat
fluida asam sulfat yang ternetralkan oleh reaksi batuan dinding (wall rock). Secara
teoritis, kumpulan mineral Diaspore+Pyrophyllite+Quartz menunjukkan suhu di atas
270C, tetapi ini masih dipertanyakan.
b. Alterasi Advaced Argillic
Identifikasi alterasi ini sangat penting. Alterasi ini seharusnya tidak
dikelirukan dengan alterasi illitic. Alterasi ini seharusnya tidak dikelirukan dengan
Alterasi Illitic. Alterasi ini bukan merupakan kelanjutan dari alterasi argillic ataupun
alterasi illitic, tetapi suatu kumpulan mineral yang berbeda.
Alterasi Advanced Argillic ditentukan dengan adanya mineral Alunite (Na
atau K Sulfat), dan/atau adanya mineral Kaolinite (Lempung bebas K). Mineralmineral ini menunjukkan jenis fluida asam sulfat, mineral alunite menunjukkan pH
kurang dari 4. Mineral Jarosite menunjukkan fluida asam sulfat dalam suatu
lingkungan ter-oksidasi (hypogene atau supergene).
Di lapangan, Alterasi Advanced Argillic akan teramati sebagai batuan lempung
dengan kandungan pyrite yang tinggi, berwarna hitam dan sulphidic jika segar,

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 182

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

berwarna putih atau jingga atau berwarna terang karena noda-noda ion jika melapuk.
Batuan lempung ini biasanya menggantikan andesit dan dasit.
Dalam batuan lempung ini terdapat tubuh-tubuh batuan silika rijangan
berwarna putih hingga kelabu (terkadang disebut chalcedonic) yang mengandung
sedimen-sedimen atau andesit, tetapi ini tidak umum; batuan lempung ini sering
terbreksikan dengan keratan-keratan kecil (patches), fragmen-fragmen atau vein-vein
glassy oppaline silica yang berwarna biru-kelabu.
c. Alterasi Batuan Silika
Alterasi batuan silika umumnya berbentuk tubuh-tubuh dalam Alterasi
Advanced Argillic. Batuan-batuan ini terdiri dari mineral Quartz rijangan berwarna
putih hingga kelabu dengan sedikit pyrit dan sering terdapat rongga-ronga pengisian
(cavities) dimana mineral-mineral yang mengisi (cavitiy fillings) berupa felspar yang
tidak tersilisifikasikan telah terpindahkan akibat pelapukan.
Tubuh-tubuh batuan silika ini panjangnya dapat mencapai satu kilometer atau
lebih. Tubuh batuan ini umumnya membentuk bongkah yang sangat besar di sungai
dan menarik perhatian disebabkan adanya noda-noda besi yang berwarna. Tubuh
batuan silika ini terkadang terdiri dari 99,9% batuan silika. Mineral Rutile biasanya
ada dalam batuan ini, jika diamati dengan XRD, menunjukkan TiO 2 residual yang

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 183

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

berasal dari batuan beku asalnya. Batuan beku asalnya, misalnya, Quartz Diorite dan
Rhyolite.
Batuan silika yang rapuh dapat dihancurkan dengan palu dan membentuk
pasir silika. Beberapa silika tidak berkembang dalam dan tidak berkembang menjadi
lempung illitic, karenanya pyrite terlalu sedikit dijumpai.
VI.5. Implikasi Dalam Eksplorasi Mineral
Agar kita berhasil mengeksplorasi lingkungan epitermal, rekonstruksi sistem
epitermal fosil, jika datanya yang dimiliki, sebaiknya dilakukan, misalnya, pada
Round Mountain Frontpiece.
a. Pemetaan Terperinci
Pemetaan kenampakan berikut ini akan menolong untuk membuat rekonstruksi
lingkungan dekat permukaan pada suatu sistem hidrotermal tua (paleosystem), yaitu:

Pemetaan terperinci yang terpusatkan ke sumber (provenance) dan kerangka


(setting), seperti breksi ekplosi (explosion breccias), telaga lumpur fosil
(fossil mudpool), fosil sinter (fossil sinter sheets), breksi runtuhan (collapse
breccias), dan acid-leach zones (yang dapat menampilkan daerah aktivitas
fumarolik dalam sistem tua), dan Pengzonean mineral alterasi (khususnya
lempung).

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 184

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

VI.6. Rekonstruksi Epitermal


Perlu ditekankan bahwa, jika pernah ada, maka banyak kenampakan dekat
permukaan ini yang akan terpindahkan atau bermigrasi dengan cepat oleh erosi
permukaan. Tentunya prediksi level erosi (erosion level) atau level kedalaman sistem
epitermal pada permukaan saat ini sangat penting. Misalnya, dari deskripsi sinter
silika yang berasosiasi dengan bukti lainnya akan menunjukkan suhu 200C, yang
berarti bahwa permukaan saat ini kedalaman purbanya sekitar 150 meter.
Suatu rekontruksi ini akan menolong bagi pengujian langsung untuk waktu
atau tahap berikutnya ke arah mana letak mineralisasi sistem epitermal fosil, baik
dalam penerapan model selama eksplorasi maupun dalam pengujian model untuk
pengembangan model eksplorasi. Pendekatan ini paling berguna, bilamana hanya
sebagian sistem fosil yang tersingkapkan, sedangkan selebihnya berada di bawah
penutup yang ada setelah mineralisasi terbentuk (post-mineralization), misalnya,
tertutupi oleh debu volkanik atau sedimen lakustrin, atau dimana sistem sebagian
telah tererosikan.
Misalnya, karena dasar Zone Advanced Argillic dapat menampilkan kembali
fosil zone percampuran (mixing zones), semuanya dipelajari secara terinci,
sebagaimana endapan emas dapat terbentuk pada antar-muka (interface) jenis-jenis
alterasi. Inklusi-inklusi fluida dapat membantu untuk mendeduksikan gradien suhu
dan penemuan fosil zone pendidihan (boiling zones).

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 185

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

VI.7. Mineral Mineral Alterasi


a. Alterasi = Metasomatisme

Merupakan perubahan komposisi mineralogy batuan (dalam keadaan padat)


karena pengaruh Suhu dan Tekanan yang tinggi dan tidak dalam kondisi isokimia
menghasilkan mineral lempung, kuarsa, oksida atau sulfida logam.
Proses alterasi merupakan peristiwa sekunder, tidak selayaknya metamorfisme
yang merupakan peristiwa primer. Alterasi terjadi pada intrusi batuan beku yang
mengalami pemanasan dan pada struktur tertentu yang memungkinkan masuknya air
meteoric untuk dapat mengubah komposisi mineralogy batuan.

Beberapa contoh mineral alterasi antara lain:


Kalkopirit
Pirit
Limonit
Garnierit

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 186

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Epidote
Malakit
Khlorit
Orphiment
Realgar
Galena

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 187

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

BAB VII
LAPORAN FEILD TRIP MINERAL OPTIK DAN PETROGRAFI

V.1. Hasil pengamatan lapangan


Keberangkatan pada lokasi pengamatan hari minggu 29 November 2009
Dari kampus Lab pada jam 08:05 WIB, keberangkatan dengan mengunakan sepeda
motor.
1. Lokasi pengamatan

LP 1.
Lokasi : didaerah bayat
Waktu ; 09:15, WIB
Cuaca : cerah
Vegetasi : sedang
Morfologi : batuan beku intrusi

DESKRIPSI BATUAN BEKU

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 188

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Deskripsi batuan beku


Warna segar : abu abu
Warna lapuk : coklat
Stuktur

: masif

Tekstur

: derajat kristalin : hipokristalin

Komposisi

Grnularitas

: afanetik

Bentuk kristal

: equigranular

kemas

: euhedral

: plageoklas, hornblend, feldpar dan andesit

Petrogenesa : batuan yang terbentuk oleh proses penbentukan didalam bumi


Nama batuan : intrusi diori

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 189

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

2. Lokasi pengamatn ke III

LP 2 .
Lokasi :
Waktu :10:13, WIB
Vgetasi :
Morfologi
Litologi : batuan metmorf(marmer dan sekis mika)

DESKRIPSI BATUAN METAMORF

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 190

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Deskripsi batuan metamorf


Warna segar : hijau
Wrna lapuk

: kuning kecoklatan

Struktur

: foliasi

Tekstur

: lapidoblstik

Komposisi

: kuarsa,mika(ubahan dari mineral olivin

Petrogenesa

: batuan yang terbentuk karen suhu dn tekana yang tinggi dan

tekena oleh mineral olivin sehinggah warnany hijau


DESKRIPSI BATUAN METAMORF

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 191

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Diskripsi batuan metamorf


Warna segar : putih susu
Warna lapuk : putih kekuningan
Struktur

: non foliasi

Tekstur

: hornfelsik

Komposisi

: kuarsa, kalsit

Petrogenesa : batuan yang terbentuk karena suh dan tekana yang tinggi
Nama batun : marmer
3. lokasi pengamatan ke III

LP. 3
Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 192

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Lokasi : watu getek


Waktu : 13:40, WIB
Cuaca: cerah
Vegetasi: jarang
Morfologi : lereng
Litologi : batuan gunung api (piroklastik)

DESKRIPSI BATUAN PIROKLASTIK

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 193

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Deskripsi batuan piroklastik


Warna segar : putih kecoklatan
Warna lapuk : kuning kecoklatan

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 194

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Sturktur

: masif

Tekstur

: ukuran butir : pasir halus


Bentuk butir : rounded
Sortasi

: baik

Kemas

: tertutup

Komposisi : fragmen: Matriks ; silika


Semen :lanau
Petrogenesa : batuan yang terbentuk dari hasil eropsi gunung api
Nma batuan : tuff
DESKRIPSI BATUAN PIROKLASTIK

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 195

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Deskripsi batuan piroklastik


Warna segar : abu abu
Warna lapuk : abu kecoklatan
Struktur

: masif

Tekstur

: ukuran butir : pasir halus


Bentuk butir : angular
Sortasi

: buruk

Kemas

: terbuka

Komposisi : fragmen: pumice


Matriks: Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 196

Laporan Praktikum Mineral Optik Dan Petrografi


Institut Sains Dan Teknologi Akprind Yogyakarta
Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral

Semen : silika
Petrogenes : batuan yang terbentuk dari hasil eropsi gunung api
Nama batuan: breksi pumice

Delio Manuel (08. 10. 0565)

No. 197

Anda mungkin juga menyukai