BAB I
PENDAHULUAN
No. 1
B. Sifat-sifat fisik
Analisis sayatan tipis batuan dilakukan karena sifat-sifat fisik, seperti tekstur,
komposisi dan perilaku mineral-mineral penyusun batuan tersebut tidak dapat
dideskripsi secara megaskopis di lapangan.
Contoh batuan-batuan tersebut adalah:
1.
2.
3.
Jadi mineralogi optis adalah suatu metode yang sangat mendasar yang berfungsi
untuk mendukung analisis data geologi. Untuk dapat melakukan pengamatan secara
optis atau petrografi diperlukan alat yang disebut mikroskop polarisasi.
Beberapa sifat yang pentig yalah warna,kilap,bentuk,kekerasan,belahan,berat
jenis dan sebagainya. Tidak semua sifat ini diperlukan untuk mengenal mieral
tersebut,tetapi dua atau tiga dari sifat tersebut yang dikombinasikan telah cukup,
disamping determinasi masih secara optikal.
C. Pengenalan mineral
Yang di maksud dengan mineral adalah sebagian besar zat hablur (Kristal) yang
ada dalam kerak bumi yang bersifta homogeny,berupa fisik maupun kimiawi.mineral
No. 2
itu merupakan persenyawaan anorganik asli serta mempunyai susunan kimia yang
tetap. Yang di maksud dengan persenyawaan kimia (anorganik) asli yaituh bawah
mineral itu hanya terbentuk di alam, karena banyak zat yang mempunyai sifat yang
sama dengan mineral dapat dibuat di laboratorium. Jadi mineral inilah yang
merupakan bagian-bagian pada batuan, denga kata lain,batuan adalah kumpulan
mineral atau mineral adalah bahan yang membentuk batuan.
Pengenalan atau determinasi mineral dapat didasarkankan atas berbagai sifat dari
mineral tersebut,antara lain sifat-sifat fisik,bentuk Kristal dan sifat-sifat optic.
II.2. Pengenalan alat
a. Alat dan Bahan Lapangan
1. Palu sampel
Palu Batuan Beku
Palu Batuan Sedimen
2. Kompas Geologi
3. GPS
4. Peta geologi
5. Plastik Sampel, dll
b. Peralatan yang digunakan di laboratorium
Analisis sayatan tipis batuan dilakukan karena sifat-sifat fisik, seperti tekstur,
komposisi dan perilaku mineral-mineral penyusun batuan tersebut tidak dapat
dideskripsi secara megaskopis di lapangan.
Delio Manuel (08. 10. 0565)
No. 3
No. 4
Gambar 1.1. Kiri: Bagian-bagian dari mikroskop polarisasi binokuler secara garis
besar (sumber ZEISS, 1961). Kanan: Bagian-bagian dari mikroskop polarisasi
trilokuler secara garis besar (sumber ZEISS, 1961).
No. 5
Gambar 1.2. Mikroskup digital dengan layar video; data pengamatan sayatan tipis
dikirim ke layar LCD dan dapat disimpan di dalam hard disk.
Gambar 1.3. Mikroskup polarisasi binokuler digital dengan layar video yang lain
(kiri) dan mikroskup polarisasi standar yang kini tersimpan di laboratorium Geologi
ISTA (kanan).
1. Bagian-Bagian dari Mikroskup Polarisasi
Delio Manuel (08. 10. 0565)
No. 6
Gambar 1. 4. Lensa okuler dan lensa obyektif yang terdapat dalam mikroskop
polarisasi.
b) Prisma Nikol (Gambar 1. 5)
No. 7
No. 8
Gambar 1. 6. Prisma nikol, lensa obyektif dan lensa okuler pada mikroskup
polarisasi.
No. 9
Yaitu dengan menaikkan nikol bagian bawah yang terletak di bawah meja
obyektif, sehingga:
Permukaan polarizer dapat menyentuh gelas preparat
d) Meja obyektif (meja putar)
Bagian pusat meja harus satu garis dengan pusat optis dari tube.
No. 10
Benang
silang
No. 11
Gambar 1. 7. Benang silang yang terdapat pada lensa okuler dalam mikroskup
polarisasi.
f) Cermin Pantul (The Mirror)
Berbentuk bidang datar pada sisi belakang dan cekung pada sisi depan
g) Lensa Obyektif
Diklasifikaskan berdasarkan nilai perbesarannya.
No. 12
Untuk obyektif yang memiliki power rendah, maka focal length-nya di atas 13
mm dan perbesarannya kurang dari 15 x; untuk power menengah focal length
antara 12- 5 mm dan perbesarannya 40 x; dan power tinggi focal length
kurang dari 4,5 mm dan perbesarannya mencapai 40 x.
Lensa obyektif yang sering digunakan adalah yang berukuran 3 dan 7 mm
Dalam satu sayatan tipis sering terdiri atas suatu seri bidang yang saling
menumpang, dan hanya salah satunya saja yang dapat diamati.
Dalam lens obyektif low-power, dapat dilihat obyek yang menumpang bidang
yang berbeda lainnya, tetapi dengan lensa high-power hal itu tidak mungkin
dilakukan.
Tingkat kecerahan (brightness) dari image akan meningkat jika hitungan
aperturenya dapat diketahui dalam luasan pesegi.
h) Resolving Power
Dengan
meningkatkan
resolving
power
untuk
mempertajam
obyek
Ketika dua titik berpindah dari posisi 6.876x dari mata, maka yang terlihat
hanya satu titik.
No. 13
Pada penggunaan alat ini, juga dilengkapi dengan tabel warna interference
(Gamba1. 1)
No. 14
Lensa bagian atas berupa lensa mata dan lensa bagian bawah berfungsi
untuk mengumpulkan data.
Focal length dari lensa mata adalah 1/3-nya dari lensa pengumpul (field
length).
Sinar sinar ini yang menyebabkan kelelahan pada mata saat pengamatan.
Pada okuler juga dijumpai benang silang, berbentuk jaring laba-laba dan
mengikatkan tali tersebut pada perutnya.
No. 15
k) Mikrometer
1. Berfungsi untuk mengukur jarak dalam sekala yang sempit, contoh:
diameter mineral.
2. Terletak di atas meja obyektif.
3. Pada pembacaan langsung dalam meja obyektif, sekala dalam ratusan mm.
4. Jadi, dalam suatu pengamatan sayatan tipis dapat diketahui seberapa ratus
mm dalam suatu divisi kristal.
5. Agar familier dalam penggunaannya, siswa dapat membuat sendiri
mikrometer tersebut
l) Adjustment Screws
Adjustment screw berfungsi untuk mengatur (bagian dalam 2) dan
menghaluskannya (bagian luar 1) kefokusan lensa okuler dan obyektif
Metodenya yaitu dengan memutar ke kanan untuk memperbesar dan
ke kiri untuk memperkecil.
Terletak pada gagang mikroskop (tube)
Akurasi kerja Adjustment screw mencapai 0,001 mm.
No. 16
No. 17
preparat sangat dekat. Lakukan pengamatan hanya jika obyek pengamatan benarbenar telah fokus.
Sebaiknya menjaga betul-betul agar lensa dan nikol dapat awet dan
meningkat efisiensinya.
Lensa harus dijaga agar terbebas dari debu. Lensa obyektif jangan sampai
bersinggungan dengan cover glass, karena akan tergores.
BAB II
MINERAL OPTIK
No. 18
kristal antara sistem kristal yang satu terhadap yang lain berbeda. Untuk itulah setiap
mineral memiliki sifat optis tertentu, yang dapat diamati pada posisi sejajar atau
diagonal terhadap sumbu panjangnya (sumbu c). Pengamatan mikroskopis yang
dilakukan pada posisi sejajar sumbu panjang disebut pengamatan pada nikol sejajar.
a. Relief
Relief adalah sifat optis mineral atau batuan yang menunjukkan tingkat /
besarnya pantulan yang diterima oleh mata (pengamat). Semakin besar sinar yang
dipantulkan atau semakin kecil sinar yang dibiaskan oleh lensa polarisasi, maka
makin rendah reliefnya, begitu pula sebaliknya. Jadi, relief mineral berhubungan erat
dengan sifat indek biasnya; Ngelas < Nobyek. Relief kadang-kadang juga diimplikasikan
oleh tebal-tipisnya sayatan. Sayatan yang telah memenuhi standarisasi, tentunya
memiliki relief yang standar juga, sehingga besarnya tertentu.
Relief mineral dapat digunakan untuk memisahkan antara batas tepi mineral
yang satu dengan yang lain. Suatu batuan yang tersusun atas berbagai macam mineral
yang berbeda, masing-masing mineral tersebut tentunya memiliki sifat optis yang
berbeda pula. Jadi, kesemua itu akan membentuk relief; ada yang tinggi, sedang atau
rendah (Gambar 1. 9 ). Pada prinsipnya; kaca / air / udara memiliki indeks bias
sempurna, sehingga memantulkan seluruh sinar yang menembusnya. Namun, suatu
mineral memiliki indeks bias yang lebih rendah dibandingkan kaca / air / udara,
sehingga reliefnya lebih tinggi.
No. 19
Bandingkan indeks bias yang dipantulkan oleh mineral dengan indeks bias
yang dipantulkan oleh kanada balsam. Kanada balsam memantulkan seluruh sinar
yang menembusnya. Mineral menyerap sebagian sinar dan memantulkannya
sebagian. Makin tidak berwarna sinar yang dipantulkan makin besar, sehingga
reliefnya makin rendah.
Gambar 1. 9. Sifat optis relief tinggi pada mineral olivin (atas) dan relief rendah
(bawah) yang diamati pada posisi nikol sejajar
b. Pleokroisme
Yaitu sifat penyusupan mineral anisotropic dalam menyerap sinar mengikuti
sistem kristalografinya. Ditunjukkan oleh beberapa kali perubahan warna kristal
setelah diputar hingga 360O. Dapat diamati pada posisi terpolarisasi maupun nikol
sejajar.
Mineral uniaxial disebut dichroic: dua warna yang berbeda dari vibrasi sinar yang
parallel terhadap sumbu vertikal dan sumbu dasar. Mineral biaksial: trichroic, 3
No. 20
No. 21
membentuk mineral dalam diameter yang besar, tetapi bentuk kristalnya anhedral
membentuk fenokris dalam batuan bertekstur porfiritik.
Dalam pendeskripsiannya, bentuk kristal ditentukan dari orientasi tepian
mineralnya. Bentuk kristal yang tidak beraturan pada seluruh sisinya disebut
anhedral; jika sebagian sisi kristal yang tidak beraturan disebut subhedral; dan jika
seluruh sisi kristal beraturan disebut euhedral (Gambar 2.1)
Gambar 2.1. Gambar atas: bentuk kristal subhedral pada piroksen dan anhedral
pada horenblenda dan gambar bawah: bentuk kristal euhedral, subhedral dan
anhedral pada mineral piroksen (HBL: horenblenda dan Px: piroksen).
d. Bentuk mineral
Bentuk mineral tidak harus sama dengan bentuk kristal. Bentuk mineral adalah
bentuk secara fisik, seperti takteratur (irregular), memanjang, prismatik, fibrous,
membulat dan lain-lain (Gambar II.4). bentuk-bentuk mineral tersebut tidak
berhubungan dengan tingkat kristalisasinya. Bentuk mineral secara sempurna dapat
mengikuti bentuk pertumbuhan kristalnya, namun tidak dapat digunakan sebagai
parameter tingkat kristalisasi.
No. 22
e. Belahan
Belahan adalah sifat mineral yang berhubungan dengan sistem kristalnya juga.
Pada umumnya, suatu mineral memiliki bentuk kristal dari suatu sistem kristal
tertentu, sesuai dengan pertumbuhan kristalnya. Pertumbuhan kristal sendiri
dibentuk / dibangun oleh susunan atom di dalamnya. Dengan demikian, sisi-sisi
susunan atom-atom tersebut menjadi lebih lemah dibandingkan dengan ikatannya.
Hal itu berpengaruh pada tingkat kerapuhannya. Saat mineral mengalami benturan /
terdeformasi, maka pecahannya akan lebih mudah mengikuti arah belahannya.
No. 23
Belahan lebih mudah diamati pada posisi nikol sejajar tetapi beberapa mineral
juga dapat diamati pada posisi nikol silang. Tidak semua belahan mineral dapat
diamati di bawah mikroskup, contoh: kuarsa dan olivin (Gambar II.5). Tetapi,
sebenarnya keduanya memiliki pecahan yang jelas. Kuarsa, secara megaskopis
memiliki pecahan konkoidal (seperti kaca) akibat bentuk kristalnya yang bipiramidal,
namun di bawah mikroskup belahan konkoidal-bipiramidal sulit dapat diamati. Olivin
kadang-kadang menunjukkan belahan dua arah miring, namun karena bentuknya
yang membotol, jadi sulit diamati juga di bawah mikroskup.
Gambar 2. 3. a. Contoh mineral dengan susunan acak (belahan tidak jelas) atau
tanpa belahan: olivin; b. Contoh mineral kuarsa tanpa belahan
No. 24
Gambar 2.4. a. Belahan jelas pada dua arah miring; b. Belahan kurang jelas pada
dua arah dengan sudut 90O
No. 25
melalui garis diagonalnya hingga didapatkan sifat birefringence (BF). Dari posisi
birefringence,
dengan
meluruskan
ke
bawah
melalui
garis
diagonal
ke
perpotongannya, akan diketahui ketebalan standarnya, apakah lebih tebal atau tidak
dari 0,03 mm. Orde warna interference dan birefringence menggunakan tabel warna
Michel-Levy (Gambar 2. 5).
Birefringence ditentukan dari refraksi ganda pada pantulan sinar maximum
(warna orde tertinggi). BF dapat dilihat jika posisi sayatan berada pada sudut
pemadaman 45O terhadap nikol. BF dapat digunakan (bertujuan) untuk menguji
ketebalan sayatan kristal. Sifat BF mineral dapat dilihat pada tabel sifat-sifat mineral
(Bloss, 1961; Kerr, 1959; Larsen and Berman, 1964; Rogers and Kerr, 1942) yang
disertai dengan perubahan antara indeks refraksi tertinggi dan terrendahnya.
Sifat difraksi maximum biasanya juga dapat diperikan dalam sifat ini. Jika obyek
memiliki belahan jelas atau bentuk kristalnya terorientasi pada keping gelas dasarnya,
beberapa partikel harus disusun ulang hingga berorientasi baru, yaitu dengan
membuka cover glass dan mineral didorong secara horizontal. Birefringence secara
relatif sama pada setiap kelompok (kelas) mineral yang sama, ct. piroksen, amfibol
dan plagioklas. Indeks refraksi dan warna mungkin berbeda di antara satu kelompok
mineral, namun warna BF-nya hampir sama.
BF dapat diamati di bawah mikroskup dengan memasang lensa Bertrand (keping
gipsum). Lensa Bertrand keberadaannya sering terpisah dari mikroskop. Lensa ini
No. 26
dapat dilepaskan. Sifat BF dapat diamati pada posisi nikol silang, yaitu dengan
memasang lensa Bertrand pada posisinya (yaitu di atas analyzer). Perubahan warna
yang dihasilkan biasanya ditentukan oleh warna reliefnya dan ketebalan sayatannya.
Jika reliefnya rendah (tidak berwarna) maka memiliki sifat BF tinggi. Kanada
balsam memiliki sifat BF tertinggi hitam.
Gambar 2.5. Diagram Michel-Levy untuk mengetahui orde warna BF pada mineral;
yaitu warna interferene maksimum yang dapat dilihat setelah lensa Bertrand
(keping/prisma gips) dipasang
No. 27
No. 28
No. 29
Gambar 2.8. Contoh warna birefringence kuarsa pada posisi sudut pemadaman
mineral 90o
No. 30
Refleksi (berbentuk bidang kembar); Ct: model kembaran gypsum fishtail, 102 dan 108
2)
3)
Jenis-jenis kembaran lain yang umum dijumpai dalam beberapa mineral adalah:
No. 31
No. 32
No. 33
Ganbar 3.3. Kembarran sederhana Carlsbad, Polisintetik albit dan Pericline pada
Plagioklas
No. 34
membentuk getaran. Seluruh sinar yang melalui mineral terserap pada polarizer atas,
dan mineral terlihat gelap. Pada putaran posisi 45, komponen maximum dari sinar
cepat dan sinar lambat mampu dirubah menjadi vibrasi pada polarizer atas. Hanya
perubahan warna interference saja yang menjadi lebih terang atau lebih gelap saja,
warna sebenarnya tidak berubah.
Banyak mineral secara umum membentuk butiran memanjang dan dengan mudah
dikenali kedudukan belahannya, ct. biotit, horenblenda, plagioklas. Sudut
pemadaman adalah sudut antara panjang atau belahan mineral dan kedudukan vibrasi
mineral. Nilai sudut pemadaman masing-masing mineral bervariasi mengikuti arah
orientasi butirannya.
Tipe Pemadaman
Pemadaman Parallel; Mineral menjadi gelap ketika belahannya atau
sumbu panjang searah terhadap salah satu benang silangnya. Sudut
pemadaman (EA) = 0; contoh:
No. 35
a. Pemadaman Paralel
semua mineral uniaxial menunjukkan pemadaman parallel
mineral-mineral orthorhombik menunjukkan pemadaman parallel (hal itu
karena sumbu kristal dan sumbu indicatrik serupa)
b. Sudut Pemadaman Miring
Mineral-mineral Monoclinic dan Triclinic memiliki sumbu indikatrik yang
tidak serupa dengan subu kristalnya ---- memiliki pemadaman miring
sudut pemadaman dapat membantu memerikan nama mineralnya
No. 36
Gambar 3.4. Ilustrasi pemadaman paralel (kiri) dan pemadaman miring (kanan)
Gambar 3.5. Contoh mineral dengan pemadaman paralel pada ortopiroksen (atas)
dan pemadaman miring pada klinopiroksen (bawah)
No. 37
No. 38
rekahan-rekahan
baik
akibat
deformasi
saat
pembekuan,
contoh batuan yang ditujukan untuk pengamatan sayatan tipis tersebut adalah:
Pada singkapan tanpa deformasi; kalau sekiranya tidak dapat dihindari, maka
diusahakan pada singkapan yang paling bebas dari deformasi.
Pada singkapan yang telah diledakkan (quarry): akan banyak dijumpai batuan
yang sangat segar, karena bagian yang lapuk telah dibersihkan pada saat
penggalian (Gambar IV.1).
Mencari batuan yang segar juga dapat dilakukan pada tebing-tebing dan badan
sungai / jalan, terutama pada musim kemarau.
No. 39
Lapuk; saran: sebaiknya jika tidak ada singkapan lain dicari batuan yang
paling masif; kecuali jika tujuan pengamatan batuan adalah untuk
mengetahui tingkat pelapukan.
No. 40
Tidak insitu : bongkah yang tidak jelas asalnya (Gambar IV.2 kiri);
kecuali jika telah jelas dketahui asalnya dari mana dan kondisinya segar.
Saran: lakukan pengambilan bongkah hanya di daerah quarry yang
sedang digali
No. 41
Gambar 3. 7. Contoh batuan yang diambil dari inti bor; yaitu pada bagian yang
paling segar (dilingkari), bukan pada bagian yang ditunjuk pena
No. 42
c. Preparasi Batuan
Contoh batuan yang telah di dapatkan dari lapangan dilabeli, meliputi no lokasi
pengambilan, tahun pengambilan dan kode tujuan pengambilan. Untuk contoh yang
ditujukan untuk analisis petrografi dengan tujuan pengamatan tertentu, diberi tanda
khusus seperti arah penyayatan, posisi utara / timur dan kode-kode pendukung yang
lain.
Contoh selanjutnya dibawa ke bengkel untuk dilakukan pemotongan, penyayatan
dan preparasi selanjutnya seperti yang dapat dilihat pada Gambar IV.5 dan IV.6.
Gambar 3.9. Contoh diorit yang telah dipotong berukuran 10-15x10x2,5 cm,
pemotongan bertujuan untuk menghilangkan bagian yang lapuk.
No. 43
Gambar 3. 10. Contoh diorit yang telah disayat berukuran 4x2,5x0,003 cm dan
dipoles selanjutnya ditempelkan di atas gelas obyek, dan ditutup dengan gelas
penutup (deg glass). Sayatan siap untuk dianalisis.
4,25 %
Na 5,72 % Na2O
Calcium
7,40 %
Ca 10,36 % CaO
Aluminum
9,96 %
Al 18,83 % Al2O3
Silicon
31,12 %
Si 66,57 % SiO2
Oxygen
47,27 %
O 00,00
100,00 %
No. 44
No. 45
Luminescence: Non-fluorescent.
Luster: Vitreous (Glassy)
Streak: putih
Gambar 4.1. Sifat-sifat fisik mineral plagioklas dari anorthit hingga albit
(www.webminerals.com/specimens)
c. Sifat-Sifat Optis
NCalc= 1,56 - dari Gladstone-Dale hubungannya (KC = 0,2101),
Ncalc=Dmeas*KC+1
Plagioclase (Na,Ca)(Si,Al)4O8 C1 1
Albite NaAlSi3O8 C1 1
Oligoclase (Na,Ca)(Si,Al)4O8 C1 1
Andesine (Na,Ca)(Si,Al)4O8 C1 1
No. 46
Labradorite (Ca,Na)(Si,Al)4O8 C1 1
Bytownite (Ca,Na)(Si,Al)4O8 C1 1
Anorthite CaAl2Si2O8 P1,I1 1
Gambar 4.2. Kenampakan plagioklas dalam sayatan tipis nikol silang; identifikasi
mineral plagioklas lebih mudah dilakukan pada posisi nikol silang
No. 47
1) Metode Michel-Levy
Ditentukan dengan berdasarkan besarnya sudut pemadaman yang dibentuk
oleh kembaran albit dalam plagioklas
Kembaran albit memiliki bidang (010) dalam kembaran polysynthetik
Prosedurnya adalah:
a. Pertama-tama tentukan kembaran polisintetik pada bidang (010), tegak lurus
terhadap meja obyektif mikroskup (pada sumbu vertikal).
Perilaku kristal dapat diidentifikasi dengan memfokuskan bidang
kembaran lamelae gelap maksimum, selanjutnya diputar perlahan untuk
mencari gelap maksimum / terang maksimum berikutnya.
Jika bidang kembaran pada kedudukan vertikal (sejajar sb C), maka akan
terlihat sama.
Jika bidang kembaran pada kedudukan miring (membentuk sudut dengan
sb. C), maka akan nampak bergerak dari sisi yang satu ke sisi yang lain,
seakan-akan pada bidang/bagian sayatan yang lain.
b. Selanjutnya putar kembali bidang kembaran ke arah utara-selatan.
c. Putar meja obyektif berlawanan arah jarum jam hingga garis-garis kembaran
albit pada kondisi gelap maksimum, dan catat sudut putarannya.
d. Teliti kembali sudut putaran tersebut, dengan mengukur sudut sinar cepat
(fast ray) dengan memutar meja obyektif 45 o searah jarum jam dari posisi
awalnya. Pada kondisi sinar cepat (fast ray), kristal berwarna kuning orde I.
Delio Manuel (08. 10. 0565)
No. 48
Putar meja obyektif searah jarum jam, hingga lamelae gelap maksimum, catat
kembali sudut putarannya; jika kedua hasil pencatatan sudut putaran bidang
kembaran memiliki perbedaan ~ 4o, maka hitung rata-ratanya.
Gambar 4.3. Kembaran polisintetik albit pada plagioklas yang akan digunakan
sebagai dasar untuk mengetahui jenis plagioklasnya menggunakan metode MichelLevy
1. Pada Gambar 4.3. kiri; meja obyektif telah diputar berlawanan arah dengan jarum
jam, sehingga nampak kembaran polisintetik albit. Sudut kembaran didapatkan
24,9o.
No. 49
2. Pada gambar kanan nampak kristal yang sama setelah diputar searah jarum jam
hingga lamelae gelap maksimum, didapatkan sudut gelapan 26,2o.
3. Diketahui, bahwa selisih dari kedua data sudut gelapan adalah 2 o, sehingga dapat
menggunakan metode Michel-Levy untuk mengetahui jenis plagioklasnya. Sudut
pemadaman rata-rata 25,55o.
4. Plot besarnya sudut pemadaman tersebut pada sumbu vertikal diagram MichelLevy, dan ketahui nama mineralnya dengan menarik secara lateralnya hingga
memotong garis lengkung (Gambar 4. 4). Didapatkan nilai An-44, sehingga nama
mineralnya andesin.
Untuk plagioklas dari batuan beku plutonik, kurva suhu rendah (garis
tegas) didapatkan An-44: Andesin
Untuk batuan vulkanik, berlaku kurva suhu tinggi (garis putus-putus),
didapatkan angka An-38: Andesin
Michel-Levy Diagram
No. 50
Gambar 4.5. Kembaran Carlsbad pada mineral plagioklas; sisi kanan garis kuning
memiliki kembaran polisintetik dan sisi kiri kembaran sederhana Carlsbad.
1. Di sebelah kiri kembaran Carlsbad, ukur sudut gelapan maksimum pada bidang
(010) fast ray sebagaimana pada metode Michel-Levy. Rata-ratakan kedua sudut
gelapan.
2. Pada sisi kanan kembaran Carlsbad, ukur sudut gelapan (010) sebagaimana
metode di atas, rata-ratakan.
3. Kedua sudut gelapan yang telah dirata-rata tersebut akan tidak sama, salah satu
akan lebih besar dari yang lainnya. Gunakan diagram Carlsbad-Albite untuk
mendeterminasi nama mineralnya (lihat halaman 275 pada text book:
No. 51
No. 52
1. Reverse zoning (zoning terbalik) tersusun atas mineral yang makin ke dalam
(inti) makin kaya An-.
2. Oscillatory Zoning; zoning yang terbentuk dari osilasi repetitif bersekala
halus, antara 1-2 sampai 20-25 mol % An.
3. Discontinuous Zoning; suatu runtunan zona-zona lembut yang konsentris
(secara tak-menerus) dengan komposisi mol % An berubah (10-30 mol % An)
dari inti ke luar rim.
4. Sector Zoning; zoning yang terletak pada tepian-tepian orientasi kristalografi
dengan komposisi yang berbeda pada masing-masing sektornya.
5. Patchy Zoning; zoning secara lokal dalam beberapa bagian mineral, tanpa
mengikuti sistem kristalografinya.
No. 53
Forsterite = Mg2SiO4
Fayalite = Fe2SiO4
No. 54
2. Sifat-Sifat Fisik
Warna: hijau-oliv, kuning-hijau, hijau terang, hijau, hijau-coklat, abu-abu
Pertumbuhan dan bentuk kristal: orthorombik, prismatik. Ditemukan
sebagai butiran, dalam agregat padatan dan massa yang terrekahkan.
Transparansi Transparan sampai translucent
Specific Gravity 3,2 4,2
Luster Vitreous
Belahan 2,1 ; 3,1- membentuk sudut 90 ; pecahan: Conchoidal
Pecahan Brittle
Macam batuan yang mengandung olivin:
Peridotit hijau-transparant
Chrysolite kuning-kuning kehijauan olivin disebut batu olivin.
Dunite masif, massa butiran Olivin, diklasifikasikan sebagai batuan.
Olivinoid terbentuk dari meteorit
Dalam kelompok mineral silikat dan nesosilikat
Larut dalam asam HCl
No. 55
Tipe Lokasinya:
a. Peridotit Olivin dari St. Johns Island (Zebirget), Laut Merah (Mesir), Mogok
(Myanmar), Burma; Soppat, Kohistan, Pakistan; Pegunungan Ural (Russia);
Snarum, Norway; Mt. Vesuvius (Italy); dan daerah Eifel (Jerman).
b. San Carlos (San Carlos Indian Reservation), Gila dan Graham, Arizona.
No. 56
c. Butiran yang lebih besar dijumpai di Fort Defiance (Buell Park dan Garnet
Ridge).
3. Klasifikasi Olivin
Merupakan mineral jenis Orthosilikat SiO4
Rumus kimia umum (Mg,Fe)2SiO4
Terdiri dari 2 kelompok:
Forsterite Mg2SiO4
Fayalit Fe2SiO4
No. 57
No. 58
Forsterit
Fayalit
1.636
1.827
1.651
1.869
1.669
1.872
Gambar 4.9. Olivin dalam sayatan tipis pada posisi nikol silang dan warna BF-nya
No. 59
Gambar 4.10. Fayalit dalam sayatan tipis pada posisi nikol silang dan warna BFnya
6. Sifat-Sifat Optis Piroksen
a. Sifat umum
Merupakan mineral inosilikat (single chain) Si2O6
Memiliki dua kelompok besar, yaitu Orthopiroksen (Orthorhombik;
Piroksen miskin Ca) dan Klinopiroksen (Monoklinik; Piroksen kaya Ca)
Keduanya memiliki sifat fisik, optis, kimia dan lingkungan pembentukan
yang berbeda
Klasifikasi Piroksen didasarkan pada kandungan Ca, Mg dan Fe-nya
No. 60
Secara tektonik:
Piroksen kaya Ca melimpah pada batuan-batuan Ca-alkalin
Piroksen kaya Ca dan Mg melimpah pada batuan-batuan alkalin
Piroksen kaya Fe melimpah pada batuan-batuan toleeitik
a) Orthopiroksen OPX
Formula umum (Mg,Fe)2Si2O6
Terdiri dari dua anggota besar:
Enstatit MgSiO3
Orthoferrosilit FeSiO3
Di alam, opx adalah campuran dari dua variabel komposisi sifat optis:
Delio Manuel (08. 10. 0565)
No. 61
Indeks bias:
En
OFs
1,649 1,768
1,653 1,770
1,657 1,788
No. 62
Bentuk Kristal
Euhedral biasanya prismatik gemuk
Jika disayat memotong sumbu c memiliki 4 atau 8 sisi dengan belahan
dua arah membentuk sudut 90
Jika disayat memanjang sejajar sumbu c memiliki belahan searah
Sayatan memotong sumbu c memperlihatkan: dua belahan 90 dan
pemadaman simetri
No. 63
No. 64
No. 65
b) Klino-Piroksen
Komposisi kimia: ABSi2O6
Mineral
Diopside
Ca2+
Mg2+
Hedenbergite
Ca2+
Fe2+
No. 66
Jadeite
Na+
Al3+
Acmite
Na+
Fe3+
Spodumene
Li+
Al3+
Melimpah pada batuan beku ultra basa dan batuan metamorf tingkat
menengah-tinggi
hijau,
hijau
kekuningan,
hijau
keabu-abuan,
coklat
No. 67
= 1,60-1,70
= 1,61-1,71
= 1,62-1,73
terhadap
panjang
diagonal
antara
belahan,
sayatan
No. 68
Orthoamfibol
Klinoamfibol
Ca-Amfibol (M)
Tremolite-actinolite Ca2(Mg,Fe2+)5Si8O22(OH)2
Hornblende (Na,K)0-1Ca2(Mg,Fe2+,Fe3+,Al)5(Si,Al)8O22(OH)2
No. 69
Oxyhornblende
(Na,K)0-1Ca2(Mg,Fe2+,Fe3+,Al)5(Si,Al)8O22(O,OH)2
Kaersutite NaCa2(Mg,Fe2+)4TiSi6Al2O22(OH)2
Na-Ca-Amfibol (M)
Katophorite Na(Na,Ca)(Mg,Fe2+,Fe3+,Al)5(Si7AlO22(OH)2
Richertite Na(Na,Ca)(Mg,Fe2+)5Si8O22(OH)2
Na-Amfibol (M)
Glaucophane Na2(Mg,Fe2+)3Al2Si8O22(OH)2
Riebeckite Na2(Mg,Fe2+)3Fe3+2Si8O22(OH)2
Arfedsonite-eckermanite NaNa2(Mg,Fe2+)4(Fe3+,Al)Si8O22(OH)2
Amfibol Monoklinik
No. 70
Tremolite - Actinolite
Ca2Mg5Si8O22(OH)2 - Ca2Fe5Si8O22(OH)2
Ca2(Mg,Fe,Al)5Si8O22(OH)2
Keanekaragaman
komposisi
menyebabkan
sifat
optisnya
bervariasi.
Indeks Refrasi :
n = 1.60 - 1.70
n = 1.61 - 1.71
n = 1.62 - 1.73
Birefringence 0.014-0.034
No. 71
Warna
kuning-hijau
olive-hijau
Coklat pucat
Coklat kemerahan
Coklat-kehijauan
Coklat kemerahan
z
hijau tua
Merah-coklat
Merah-coklat
Ditemukan sebagai:
No. 72
Sistem Kristal
Monoklinik
Orientasi optis:
Y=b
Bentuk Kristal
No. 73
Gambar 5.7. Bentuk kristal dan sudut belahan mineral horenblenda, disayat sejajar
sumbu b, sumbu a dan sumbu c
Pemadaman simetri
Gambar 5.8. Sifat optis mineral horenblenda, disayat tegak lurus sumbu c
Memiliki 1 belahan
Pemadaman miring
No. 74
Dipotong sb. a
Pemadaman parallel
Bxa
Gambar 5.10. Sifat optis mineral horenblenda, disayat tegak lurus sumbu a
No. 75
Sifat Lain
Alterasi
Limpahan
Melimpah pada:
Batuan metamorfik
No. 76
Biotite,
muscovite,
chlorite
Biotite: K2(Mg,Fe)2AlSi3O10(OH,O,F)2
Muscovite: KAl2(AlSi3O10)(O,H)2
No. 77
Chlorite: (Mg,Fe,Al)3(Si,Al)4O10(OH)2*(Mg,Fe,Al)3(OH)
Komposisi yang bervariasi = sifat optis dan fisik yang bervariasi pula
Indeks refraksi:
n = 1.522 - 1.625
n = 1.548 - 1.672
n = 1.549 - 1.696
Relief
No. 78
0.03-0.07
Pada bentuk butiran membentuk warna yang lebih gelap pada belahan
polar bawah
Gamabar 6.3. Sifat optis biotit (warna interference) tegak lurus sumbu C (atas) dan
sejajar sumbu C (bawah) pada sayatan tipis.
Orientasi Optis:
No. 79
n = 1.552 - 1.580
n = 1.582 - 1.620
No. 80
n = 1.587 - 1.623
No. 81
Limpahan
Segala jenis batuan metamorf, batuan beku felsik dan sebagai butiran
detritus pada batuan sedimen
B. Kelompok Feldspar
Alkali Feldspars
Terbagi atas 3 jenis mineral
Microcline -Triclinic
Orthoclase -Monoclinic
Sanidine -Monoclinic
No. 82
Gambar 6.7. Klasifikasi mineral feldspar didasarkan pada kandungan unsur kalium
dan posisi K-feldspar dari mineral-mineral feldspar lainnya.
n = 1.514 - 1.526
n = 1.518 - 1.530
n = 1.521 - 1.533
No. 83
Limpahan:
Triklinik
No. 84
2) Ortoklas
monoclinic
No. 85
Monoklinik
No. 86
No. 87
BAB III
PETROGRAFI
No. 88
Gambar 7.2. Contoh batuan kristalin. (a) marmer yang monomineral, dan (b)
monzonit kuarsa yang polimineral
Untuk membedakan ketiga jenis batuan di atas tidak lah sulit. Secara
sederhana dapat dilakukan algoritma pengamatan sebagai berikut:
Bedakan apakah batuan itu terdiri atas klastika/detritus atau kristal
Jika batuan terdiri atas klastika/detritus, dapat dipastikan sebagai batuan
sedimen. Arahkan pikiran anda ke deskripsi batuan sedimen klastik.
No. 89
Jika batuan terdiri atas kristal, amati apakah terdiri atas satu macam mineral
(mono-mineralic) atau bermacam-macam kristal (poly-mineralic).
Jika batuan merupakan batuan kristalin yang monomineralik, amati lebih
detail bagaimana kontak antar kristal. Apakah merupakan kontak belahan atau
kontak suture. Jika batuan yang monomineralik ini mempunyai kontak
belahan maka dapat dipastikan sebagai batuan sedimen non-klastik. Kontak
suture disebabkan oleh tekanan dan reaksi antar kristal ketika terkena proses
metamorfisme.
Jika batuan merupakan batuan kristalin yang polimineralik, amati apakah
kontaknya interlocking (saling mengunci) ataukah suture.
Batugamping yang tersusun oleh material karbonat dimasukkan ke dalam
kelompok batuan sedimen. Setelah diketahui dengan pasti jenis batuan yang
diamati, sesuaikan kerangka deskripsi berdasarkan jenis batuannya. Kesalahan
dalam deskripsi dapat menyebabkan perlakuan lebih lanjut terhadap batuan
yang diamati menjadi tidak tepat.
Berbagai definisi dari batuan sebagai objek dari mekanika batuan telah diberikan
oleh para ahli dari berbagai disiplin ilmu yang saling berhubungan antara lain :
No. 90
Menurut Talobre
No. 91
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa batuan tidak sama dengan tanah.
Tanah dikenal sebagai material yang mobile, rapuh dan letaknya dekat dengan
permukaan bumi.
1.
Komposisi Batuan
Kulit bumi, 99 % dari beratnya terdiri dari 8 unsur : O, Si, Al, Fe, Ca, Na, Mg,
dan H.
Komposisi dominan dari kulit bumi tersebut adalah :
SiO2 = 59,8 % FeO = 3,39
A12O = 14,9 % Na2O = 3,25 %
CaO = 4,9 % K2O = 2,98 %
MgO = 3,7 % Fe2O3 = 2,69 %
H2O = 2,02 %
Batuan terdiri dari bagian yang padat baik berupa kristal maupun yang tidak
mempunyai bentuk tertentu dan bagian kosong seperti pori-pori, fissure, crack, joint,
dll.
2.
Definisi Mekanika Batuan telah diberikan oleh beberapa ahli atau komisi-komisi
yang bergerak di bidang ilmu-ilmu tersebut.
e.
Menurut Talobre
Mekanika batuan adalah sebuah teknik dan juga sains yang tujuannya adalah
mempelajari perilaku (behaviour) batuan di tempat asalnya untuk dapat
Delio Manuel (08. 10. 0565)
No. 92
Menurut Coates
Menurut Coates, seorang ahli mekanika batuan dari Kanada : Mekanika adalah
ilmu yang mempelajari efek dari gaya atau tekanan pada sebuah benda.
Efek ini bermacam-macam, misalnya percepatan, kecepatan, perpindahan.
Mekanika batuan adalah ilmu yang mempelajari efek dari pada gaya terhadap batuan.
Efek utama yang menarik bagi para geologiwan adalah perubahan bentuk.
No. 93
Para ahli geofisika tertarik pada aspek dinamis dari pada perubahan volume dan
bentuk yaitu gelombang seismik.
Bagi para insinyur, mekanika batuan adalah :
analisis dari pada beban atau gaya yang dikenakan pada batuan.
analisis dari dampak dalam yang dinyatakan dalam tegangan (stress),
regangan (strain) atau enersi yang disimpan,
analisis akibat dari dampak dalam tersebut, yaitu rekahan (fracture),
aliran atau deformasi dari batuan.
g. Menurut Us National Committee On Rock Mechanics (1984)
Mekanika batuan adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang perilaku
(behavior) batuan baik secara teoritis maupun terapan, merupakan cabang dari ilmu
mekanika yang berkenaan dengan sikap batuan terhadap medan medan gaya pada
lingkungannya.
h. Menurut Budavari
Mekanika batuan adalah ilmu yang mempelajari mekanika perpindahan padatan
untuk menentukan distribusi gaya-gaya dalam dan deformasi akibat gaya luar pada
suatu benda padat. Hampir semua mekanika perpindahan benda padat didasarkan atas
teori kontinum. Konsep kontinum adalaf fiksi matematik yang tergantung pada
struktur molekul material yang digantikan oleh suatu bidang kontinum yang perilaku
matematiknya identik dengan media aslinya.
No. 94
3. Sifat Batuan
Sifat batuan yang sebenarnya di alam adalah :
a. Heterogen
Jenis mineral pembentuk batuan yang berbeda adalah :
No. 95
b. Diskontinu
Massa batuan di alam tidak kontinu (diskontinu) karena adanya bidang-bidang
lemah (crack, joint, fault, fissure) di mana kekerapan, perluasan dan orientasi dari
bidang-bidang lemah tersebut tidak kontinu.
c.
Anisotrop
Karena sifat batuan yang heterogen, diskontinu, anisotrope maka untuk dapat
menghitung secara matematis misalnya sebuah lubang bukaan yang disekitarnya
terdiri dari batuan B1, B2, B3, diasumsikan batuan ekivalen B sebagai pengganti
batuan B1, B2, B3 yang mempunyai sifat homogen, kontinu dan isotrop
No. 96
mekanika batuan adalah mekanika diskontinu atau mekanika dari struktur batuan.
Secara mekanika, batuan adalah sistem multiple body.
Analisis mekanika tanah dilakukan pada bidang, sedang analisis mekanika
batuan dilakukan pada bidang dan ruang.
Mekanika batuan dikembangkan secara terpisah dari mekanika tanah, tetapi
ada beberapa yang tumpang tindih.
Mekanika batuan banyak menggunakan :
Teori elastisitas,
Teori plastisitas, dan
Mempelajari batuan, sistem struktur batuan secara eksperimen.
No. 97
Karakteristik tekstur dan struktur pada batuan beku sangat dipengaruhi oleh
waktu dan energi kristalisasi. Apabila terdapat cukup energi dan waktu pembentukan
kristal maka akan terbentuk kristal berukuran besar, sedangkan bila energi
pembentukan rendah akan terbentuk kristal yang berukuran halus.
Bila pendinginan berlangsung sangat cepat, maka kristal tidak sempat terbentuk
dan cairan magma akan membeku menjadi gelas. Proses ini sangat identik dengan
pembuatan gula pasir, di mana untuk membuat gula yang berukuran kasar diperlukan
waktu pendinginan relatif lebih lama dibandingkan gula yang berukuran
halus.
Berdasarkan kecepatan pendinginan ini, maka batuan beku dapat dibagi menjadi 3
macam, yaitu batuan beku plutonik, hipabisal dan batuan beku volkanik yang
berturut-turut mempunyai ukuran kristal dari yang paling kasar ke halus.
No. 98
No. 99
batuan asam, menengah, basa dan ultrabasa. Batuan beku asam memiliki warna relatif
lebih terang dibandingkan dengan batuan beku menengah atau basa.
b) Tekstur
Pengamatan tekstur meliputi, tingkat kristalisasi, keseragaman kristal dan ukuran
kristal yang masing-masing dapat dibedakan menjadi beberapa macam.
1) Tingkat kristalisasi
Holokristalin, seluruhnya terdiri atas kristalin
Holohyalin, seluruhnya terdiri atas gelas
Hypohyalin, sebagian kristal dan sebagian gelas.
2) Keseragaman kristal
Equigranular, mempunyai ukuran kristal yang relatif seragam. Sering
dipisahkan menjadi idiomorfik granular (kristal berbentuk euhedral),
hypidiomorfik
granular
(kristal
berbentuk
subhedral)
dan
No. 100
No. 101
No. 102
gambar 7.6. Struktur batuan beku masif; terbentuk karena daya ikat masing-masing
mineral sangat kuat, contoh pada granodiorit dengan komposisi mineral plagioklas
berdiameter >1 mm (gambar atas) dan granit (gambar bawah) dengan komposisi
kuarsa dan ortoklas anhedral dengan diameter >1 mm
Gambar 7.7. Struktur batuan beku skoria; dijumpai rongga-rongga bekas keluarnya
gas saat pembekuan yang sangat cepat. Contoh pada andesit basaltik porfirik pada
posisi nikol sejajar (atas) dan nikol silang (bawah). Batuan tersusun atas fenokris
plagioklas berdiameter >1 mm dan piroksen klino berdiameter 0,5-1,5 mm, dan
tertanam dalam massa dasar gelas, kristal mineral (plagioklas dan piroksen) dan
rongga tak beraturan berdiameter <1 mm
No. 103
dalam Intrusi
dangkal
Batuan Vulkanik
(plutonik)
dan Ekstrusi
Fabrik
Equigranular
Inequigranular
Bentuk kristal
Euhedral-anhedral
Tekstur
Inequigranular
SubhedralSubhedral-anhedral
anhedral
Ukuran kristal
Halus-sedang
Porfiritik-poikilitik
Tekstur khusus
Halus-kasar
Porfiritik: intermedietbasa
Ofitik-subofitik
Vitroverik-Porfiritik:
Pilotaksitik
Derajad
Asam-intermediet
Hipokristalin
Hipokristalin
Holokristalin
Holokristalin
Holokristalin
Kristalisasi
No. 104
Zoning
pada
plagioklas,
tumbuh
bersama
Tekstur khusus
antara
Perthit-perlitik
mineral
mafik
dan
plagioklas
dan
intersertal
1. Tekstur trakitik
Dicirikan oleh susunan tekstur batuan beku dengan kenampakan adanya orientasi
mineral ---- arah orientasi adalah arah aliran
Berkembang pada batuan ekstrusi / lava, intrusi dangkal seperti dike dan sill
Gambar VIII.7 adalah tekstur trakitik batuan beku dari intrusi dike trakit di G.
Muria; gambar kiri: posisi nikol sejajar dan gambar kanan: posisi nikol silang
No. 105
Gambar 7.8. Tekstur trakitik pada traki-andesit (intrusi dike di Gunung Muria). Arah
orientasi dibentuk oleh mineral-mineral plagioklas. Di samping tekstur trakitik juga
masih menunjukkan tekstur porfiritik dengan fenokris plagioklas dan piroksen orto
2. Tekstur Intersertal
Yaitu tekstur batuan beku yang ditunjukkan oleh susunan intersertal antar kristal
plagioklas; mikrolit plagiklas yang berada di antara / dalam massa dasar gelas
interstitial.
Gambar 7.9. Tekstur intersertal pada diabas; gambar kiri posisi nikol sejajar dan
gambar kanan posisi nikol silang. Butiran hitam adalah magnetit
3. Tekstur Porfiritik
Yaitu tekstur batuan yang dicirikan oleh adanya kristal besar (fenokris) yang
dikelilingi oleh massa dasar kristal yang lebih halus dan gelas
Jika massa dasar seluruhnya gelas disebut tekstur vitrophyric .
Jika fenokris yang berkelompok dan tumbuh bersama, maka membentuk
tekstur glomeroporphyritic.
No. 106
Gambar 7.10. Gambar kiri: Tektur porfiritik pada basalt olivin porfirik dengan
fenokris olivin dan glomerocryst olivin (ungu) dan plagioklas yang tertanam dalam
massa dasar plagioklas dan granular piroksen berdiameter 6 mm (Maui, Hawaii).
Gambar kanan: basalt olivin porfirik yang tersusun atas fenokris olivin dan
glomerocryst olivin (ungu) dan plagioklas dalam massa dasar plagioklas
intergranular dan piroksen granular berdiameter 6 mm (Maui, Hawaii)
4. Tekstur Ofitik
Yaitu tekstur batuan beku yang dibentuk oleh mineral plagioklas yang tersusun
secara acak dikelilingi oleh mineral piroksen atau olivin (Gambar 7.10). Jika
plagioklasnya lebih besar dan dililingi oleh mineral ferromagnesian, maka
membentuk tekstur subofitic (Gambar 8. 1). Dalam suatu batuan yang sama kadangkadang dijumpai kedua tekstur tersebut secara bersamaan.
Secara gradasi, kadang-kadang terjadi perubahan tektur batuan dari intergranular
menjadi subofitik dan ofitik. Perubahan tektur tersebut banyak dijumpai dalam batuan
beku basa-ultra basa, contoh basalt. Perubahan tekstur dari intergranular ke subofitic
dalam basalt dihasilkan oleh pendinginan yang sangat cepat, dengan proses nukleasi
No. 107
kristal yang lebih lambat. Perubahan terstur tersebut banyak dijumpai pada inti batuan
diabasik atau doleritik (dike basaltik). Jika pendinginannya lebih cepat lagi, maka
akan terjadi tekstur interstitial latit antara plagioclase menjadi gelas membentuk
tekstur intersertal.
Gambar 8.1. Tekstur ofitik pada doleritik (basal); mineral plagioklas dikelilingi oleh
mineral olivin dan piroksen klino
No. 108
Gambar 8.2. Tekstur subofitik pada basal; mineral plagioklas dikelilingi oleh
mineral feromagnesian yang juga menunjukkan tekstur poikilitik
No. 109
Tabel 1.5. Nama-nama batuan beku baik intrusi, ekstrusi dan batuan gunung api
yang didasarkan atas kandungan mineral mafik dan felsiknya; mineral-mineral
mafik: piroksen (olivin, klino- dan ortho-piroksen, amfibol dan biotit) dan mineralmineral felsik: K-Feldspar, kuarsa
Afinitas
Nama batuan
Mafik
Felsik
<1/3
>2/3
batuan
Asam
Intermediet
Basa
1/3-2/3
>2/3
1/3-2/3
<1/3
Intrusif
Ekstrusif
Vulkanik
Basalt
Andesit,
Andesit,
trakit
trakit
Diorit
Riolit, trakit
Komposisi mineral juga dapat menunjukkan seri magma asalnya, yaitu toleeit,
kalk-alkalin atau alkalin. Batuan-batuan dengan seri magma toleeit biasanya banyak
mengandung mineral rendah Ca, batuan-batuan seri kalk-alkalin biasanya
mengandung mineral tinggi Ca (seperti augit, amfibol dan titanit), sedangkan batuan
seri alkalin banyak mengandung mineral-mineral tinggi K (seperti mineral piroksen
klino). Tabel 1.6 menunjukkan sifat-sifat mineral penyusun dalam seri batuan toleeit,
kalk-alkalin dan alkalin. Ketiga seri batuan tersebut hanya dapat terbentuk pada
tatanan tektonik yang berbeda; seri toleeit berkembang pada zona punggungan tengah
samudra (MOR); seri kalk-alkalin berkembang dengan baik pada busur magmatik;
dan seri alkalin berkembang pada tipe gunung api rifting.
No. 110
Tabel 1.6. Tiga tipe seri magmatik batuan beku dengan limpahan mineral
penunjuknya
NORMS
Piroksen
SERI MAGMATIK
Tipe Toleeitik
Tipe Kalk-alkalin
Tipe Alkalin
Ortopiroksen
Ortopiroksen
Tanpa Ortopiroksen
Sebagai fenokris
Jarang
Terbentuk di awal
Bervariasi
Sebagai
fenokris
rendah Ca
Magnetit
Terbentuk di akhir
Oksida Fe-Ti
Biasanya ilmenit
Magnetit
dan
Bervariasi
ilmenit
Hanya berasal dari Melimpah, kecuali Dijumpai di semua
Amfibol
diferensiasi silika
>
Mg
(Ca+Na pd CPX,
augit,
amfibol,
amfibol,
aegirin,
titanit)
dll)
MOR
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Ya
Busur
kepulauan/
busur
magmatik
Gunung api di Ya
belakang
busur
No. 111
magmatik
Tabel 1.7. Beberapa tipe magma dari batuan gunung api berdasarkan kandungan
silika dan keterdapatannya dari tatanan tektoniknya
SiO2
Tipe magma
(%)
< 50
Basa / mafik
Basal
50-65
Intermediet
/ Andesit
65-70
>70
kepulauan
dan
busur
menengah
magmatik dangkal
rendah Si
kaya Si
No. 112
batuan beku intrusif terjadi di dalam bumi sebagai batuan plutonik; sedangkan batuan
beku ekstrusif membeku di permukaan bumi berupa aliran lava, sebagai bagian dari
kegiatan gunung api. Batuan beku intrusif, antara lain berupa batholith, stock (korok),
sill, dike (gang) dan lakolith dan lapolith (Gambar 7.2). Karena pembekuannya di
dalam, batuan beku intrusif memiliki kecenderungan tersusun atas mineral-mineral
yang tingkat kristalisasinya lebih sempurna dibandingkan dengan batuan beku
ekstrusi. Dengan demikian, kebanyakan batuan beku intrusi dalam (plutonik), seperti
intrusi batolith, bertekstur fanerik, sehingga tidak membutuhkan pengamatan
mikroskopis lagi. Batuan beku hasil intrusi dangkal seperti korok gunung api (stock),
gang (dike), sill, lakolith dan lapolith umumnya memiliki tekstur halus karena sangat
dekat dengan permukaan.
Gambar 7.3. Macam-macam morfometri intrusi batuan beku, yaitu batholith, stock,
sill dan dike
No. 113
Jenis dan sifat batuan beku ditentukan dari tipe magmanya. Tipe magma
tergantung dari komposisi kimia magma. Komposisi kimia magma dikontrol dari
limpahan unsur-unsur dalam bumi, yaitu Si, Al, Fe, Ca, Mg, K, Na, H, dan O yang
mencapai hingga 99,9%. Semua unsur yang berhubungan dengan oksigen (O) disebut
sebagai oksida, SiO2 adalah salah satunya. Sifat dan jenis batuan beku dapat
ditentukan dengan didasarkan pada kandungan SiO2 (Tabel 1.2 ).
Batuan
Batuan
Magma
Vulkanik Plutonik
Kandungan
Komposisi Kimia
Suhu
Kekentalan
Gas
Basalt
1000
Rendah
Rendah
1200 oC
K dan Na rendah
SiO2 55-65 %, Fe,
800
Andesitic Andesit
Diorit
Mg,
Ca,
Na,
Intermediat Intermediat
1000 oC
sedang
SiO2 65-75 %, Fe,
650
Rhyolitic Rhyolit
Granit
Mg, Ca rendah, K
Tinggi
Tinggi
800 oC
dan Na tinggi
No. 114
Menurut
keterdapatannya,
berdasarkan
tatanan
tektonik
dan
posisi
Asam
Intermediet
Basa
Plutonik (intrusi)
Granit, Syenit
Diorit
Gabro
intrusi dangkal
Dasit - Riodasit
Andesit
Basaltikandesitik
Vulkanik:
Busur magmatik
Riolitik
Andesitik
Basaltik
Dengan
Belakang busur
Trakitik
Trakitik
Basalt trakitik
Tatanan
Mid
oceanic
Lava basalt
ridges
Berdasarkan komposisi mineralnya, batuan beku dapat dikelompokkan
tektonik
menjadi tiga, tergantung dari persentase mineral mafik dan felsiknya. Secara umum,
limpahan mineral di dalam batuan, akan mengikuti aturan reaksi Bowen. Hanya
mineral-mineral dengan derajad kristalisasi tertentu dan suhu kristalisasi yang relatif
sama yang dapat hadir bersama-sama (sebagai mineral asosiasi; Tabel 1.3).
No. 115
Tabel 1.3. Bowen reaction series yang berhubungan dengan kristalisasi mineral
penyusun dalam batuan beku
No. 116
lantai samudra dan busur-busur kepulauan tua. Dicirikan oleh warnanya gelap hingga
sangat gelap, mengandung mineral mafik (olivin dan piroksen klino) lebih dari 2/3
bagian; batuan faneritik (plutonik) berupa gabro dan batuan afanitik (intrusi dangkal
atau ekstrusi) berupa basalt dan basanit. Didasarkan atas tatanan tektoniknya,
kelompok batuan ini ada yang berseri toleeit, Kalk-alkalin maupun alkalin, namun
yang paling umum dijumpai adalah seri batuan toleeit.
Kelompok batuan basa diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar dengan
didasarkan pada kandungan mineral piroksen, olivin dan plagioklasnya; yaitu basa
dan ultra basa (Gambar 7.3). Batuan beku basa mengandung mineral plagioklas lebih
dari 10% sedangkan batuan beku ultra basa kurang dari 10%. Makin tinggi
kandungan piroksen dan olivin, makin rendah kandungan plagioklasnya dan makin
ultra basa (Gambar 7.3 bawah). batuan beku basa terdiri atas anorthosit, gabro, olivin
gabro, troktolit (Gambar 7.3 atas). Batuan ultra basa terdiri atas dunit, peridotit,
piroksenit, lherzorit, websterit dan lain-lain (Gambar 7.3 bawah).
No. 117
Gambar 7.3. Klasifikasi batuan beku basa (mafik) dan ultra basa (ultra mafik;
sumber IUGS classification)
(b) Batuan beku asam intermediet
Kelompok batuan ini melimpah pada wilayah-wilayah dengan tatanan
tektonik kratonik (benua), seperti di Asia (daratan China), Eropa dan Amerika.
Kelompok batuan ini membeku pada suhu 650-800oC. Dapat dikelompokkan dalam
No. 118
tiga kelompok, yaitu batuan beku kaya kuarsa, batuan beku kaya feldspathoid (foid)
dan batuan beku miskin kuarsa maupun foid. Batuan beku kaya kuarsa berupa
kuarzolit, granitoid, granit dan tonalit; sedangkan yang miskin kuarsa berupa syenit,
monzonit, monzodiorit, diorit, gabro dan anorthosit (Gambar VIII.3). Jika dalam
batuan beku tersebut telah mengandung kuarsa, maka tidak akan mengandung
mineral foid, begitu pula sebaliknya.
Gambar 7.4. Klasifikasi batuan beku bertekstur kasar yang memiliki persentasi
kuarsa, alkali feldspar, plagioklas dan feldspathoid lebih dari 10% (sumber IUGS
classification)
No. 119
No. 120
Gambar 7.5. Klasifikasi batuan beku intrusi dangkal dan ekstrusi didasarkan atas
kandungan kuarsa, feldspar, plagioklas dan feldspatoid (sumber IUGS classification)
Tata nama tersebut bukan berarti ke empat unsur mineral harus menyusun
suatu batuan, dapat salah satunya saja atau dua mineral yang dapat hadir bersamasama. Di samping itu, ada jenis mineral asesori lain yang dapat hadir di dalamnya,
seperti horenblende (amfibol), piroksen ortho (enstatit, diopsid) dan biotit yang dapat
hadir sebagai mineral asesori dengan plagioklas dan feldspathoid.
No. 121
Jenis batuan
: Beku basa
Struktur
: Masif
Tekstur
Granularitas
: fanerik
No. 122
Derajat kristalisasi
: hipokristalin
Bentuk kristal
: subhedral anhedral
Hubungan kristalisasi
: inquigranular.
Komposisi
Petrogenesa
Tekstur khusus
: hialofilitik
Jenis batuan
Struktur
: masif
Tekstur
Granularitas : fanerik
No. 123
Komposisi
: plagioklas,piroksen,horoblende
Petrogenesa
Tekstur khusus
: porfirotik
Nama batuan
: basalt
Deskripsi batuan
Jenis batuan : beku intermediet
Struktur batuan : Skoria
Tekstur :
No. 124
Deskripsi batuan
Jenis batuan : beku intermediet
Struktur batuan : Skoria
Delio Manuel (08. 10. 0565)
No. 125
Tekstur :
-
No. 126
termasuk kedalam batuan sedimen. Disbanding dengan batuan beku, batuan sedimen
hanya merupakan tutupan kecil dari kerak bumi. Batuan sedimen hanya 5% dari
seluruh batuan batuan yang terdapat dikerak bumi. Dari jumlah 5% ini,batu
lempung adalah 80%, batupasir 5% dan batu gamping kira - kira 80%.
Berdasarka ada tidaknya proses transportasi dari batuan sedimen dapat dibedakan
menjadi 2 macam :
1. Batuan Sedimen Klastik
Yaitu batuan sedimen yang terbentuk berasal dari hancuran batuan lain.
Kemudian tertransportasi dan terdeposisi yang selanjutnya mengalami diagenesa.
2. Batuan Sedimen Non Klastik
Yaitu
batuan
sedimen
yang
tidak
mengalami
proses
transportasi.
No. 127
No. 128
Hal yang lain adalah terbentuknya klastik sebagai fragmentasi atau pembentukan
sekunder
sebagai
contoh
colitik,
dan
pengendapan
menyarupai
detritus.
No. 129
5) Magnesit : MgCO3
Biasanya berasosiasi denga evapori.
a. Tekstur Batuan Sedimen Non Klastik
Tekstur dapat dibedakan menjadi dua macam :
Kristalin
Tekstur ini terdiri dari kristal kristal yang interlocking yaitu kristal kristal
yang saling mengunci satu denga yang lain. Pemerian dapat memakai skala
Wenworth denga modifikasi sebagai berikut :
Nama Butir Besar Butir (mm)
Berbutir
Kasar
Berbutir
Sedang
1/16
Berbutir
Halus
1/256
Berbutir
Sangat
Halus
Amorf
Tekstur ini terdiri dari mineral yang tidak membentuk kristal kristal atau amorf
(non klastik), umumnya berukuran lempung atau koloid, contoh : rijang masif
3. Struktur Batuan Sedimen Non Klastik
Struktur batuan sedimen non klastik terbentuk dari proses reaksi kimia ataupun
kegiatan organik.
Macamnya antara lain yang penting :
Fosilliforous
No. 130
Struktur yang ditunjukan oleh adanya fosil atau komposisi terdiri dari fosil (sedimen
organik).
Oolitik
Struktur dimana suatu fragmen klastik diselubungi oleh mineral non klastik, bersifat
konsentris dengan diameter berukuran lebih kecil 2 mm (0,25 2 mm) kristal
kristal berbentuk bulat atau elipsoid, seperti telur ikan. Contoh : batugamping oolit.
Pisolitik
Sama dengan oolitik tetapi ukuran diameternya lebih besar dari 2 mm. contoh :
batugamping pisolitik.
Konkresi
Kenampakan struktur ini sama dengan struktur oolitik tetapi tidak menunjukan
adanya sifat konsentris.
Cone in cone
Struktur pada batugamping kristalin yang menunjukan pertumbuhan kerucut
perkerucut.
Bioherm
Tersusun oleh organisme murni dan bersifat insitu
Blostrome
Seperti bioherm tetapi bersifat klastik. Bioherm dan biostrome merupakan struktur
luar yang hanya tampak dilapangan.
Septaria
No. 131
No. 132
Batuan karbonat adalah batuan sedimen dengan komposisi yang dominan (>
50 %) terdiri dari mineral mineral atau garam garam karbonat, yang dalam
prakteknya secara umum meliputi batugamping dan dolomit.
Batuan karbonat adalah batuan sedimen dengan tekstur yang beraneka ragam,
struktur serta fosil. Hal tersebut dapat memberikan informasi yang penting mengenai
lingkungan laut purba, kondisi paleoekologi serta evolusi bentuk dari organisme laut.
Proses pembentukannya dapat terjadi secara insitu berasal dari larutan yang
mengalami proses kimia maupun biokimia dimana organisme turut berperan, dapat
terjadi dari butiran rombakan yang mengalami transportasi secara mekanik dan
diendapkan di tempat lain.
Seluruh proses tersebut berlangsung pada lingkungan air laut, jadi praktis
bebas dan detritus asal darat.
Batugamping klastik adalah batugamping yang terbentuk dari pengendapan
kembali detritus batugamping asal.
Contoh :
Kalsirudit : butiran berukuran rudit (granule)
Kalkarenit : butiran berukuran arenit (sand)
Kalsilutit : butiran berukuran lutit (clay)
Batugamping non klastik adalah batugamping yang terbentuk dari prosesproses kimiawi maupun organis. Umumnya bersifat monomineral.
Dapat dibedakan :
No. 133
No. 134
bekas pecahan jelas dan yang kedua yang telah terabrasi atau bundar. Non fragmen,
istilah kebundaran seperti diartikan oleh abrasi atau transport yang jauh. Dan bentukbentuk yang lebih cocok ialah spherudal dan ovoid. Di antara kerangka atau butir
sering diisi oleh matriks atau semen.
3) Semen
Biasanya terdiri dari hablur-hablur kalsit yang jelas atau disebut juga spari kalsit
(spray calcite) atau spar. Semen dapat di amati di bawah mikroskop dan semen ini
terjadi pada waktu diagenesa pengisian rongga-rongga oleh larutan yang
mengendapkan kalsit sebagai hablur yang jelas. Kadang-kadang sukar untuk
membedakannya denga kalsit sebagai hasil rekristalisasi yang biasanya lebih halus da
disebut mikrospar.
4) Matrik
Matrik adalah butir-butir karbonat yang mengisi rongga-rongga dan terbentuk pada
waktu sedimentasi. Biasanya halus sekali dari bentuk-bentuk kristal tidak dapat di
identifikasi, hampir opak di bawah mikroskop.
Hasil dari matrik ini dapat berupa :
a) Pengendapan langsung sebagai jarum (aragonit) secara kimiawi / biokimiawi,
yang kemudian berubah menjadi kalsit.
b) Merupakan hasil abrasi, gampimg yang telah dibentuk misalnya koral, alga
dan sebagainya dierosi dan abrasi kembali oleh pukulan-pukulan gelombang
No. 135
dan merupakan tepung kalsit. Tepung kalsit ini membentuk lumpur apu, dan
diendapkan terutama di daerah-daerah yang tenang.
b. Struktur Batuan Karbonat
Pemeriannya hampir sama denga pemerian batuan sedimen klastik.
c. Komposisi Batuan Karbonat
Pada komponen batuan karbonat juga terdapat pemerian fragmen, matrik, semen,
hanya berbeda istilahnya saja, komposisi meliputi allochem.
Allochem merupakan fragmen yang tersusun oleh kerangka atau butir-butir
klastik dari hasil abrasi batugamping yang sebelumnya ada.
Macam-macam Allochem :
Pisolit : merupakan butiran butiran colit denga ukuran lebih besar dari 2
mm.
Mikrit
No. 136
Mikrit merupakan agregat halus berukuran 1 4 mikron, merupakan kristalkristal karbonat yang terbentuk secara biokimia atau kimiawi dari prespitasi air laut
dengan mengisi rongga antar butir.
Sparit
Sparit merupakan semen yang mengisi ruang antar butir dan rekahan, berukuran butir
halus (0,02 0,1 mm) dapat terbentuk langsung dari semen secara insitu atau
rekristalisasi mikrit.
d. Tipe tipe gamping utama
Tipe gamping ini berdasarkan kenampakan di lapangan, dapat dibagi menjadi :
1) Tipe gamping kristalin
Gamping kristalin kasar tidak dibentuk secara langsung dari pengendapan, tetapi
biasanya dari hasil rekristalisasi dari gamping yang lain, dari gamping klastik ataupun
gamping terumbu ataupun afanitik. Proses ini terjadi pada diagenesa dapat disebut
neomorphisme. Gamping kristalin kasar mungkin juga diendapkan secara langsung
dalam asosiasi dengan pengendapan evaporit.
Dolomit terbentuknya batuan ini terbagi menjadi tiga, yaitu pertama pengendapan
langsung dalam supratidal atau evaporit. Kedua dalam pengendapan pori-pori
gamping klastik di daerah supratidal sabkha, sebagai hablur kemudian partikel kalsit
terlarut. Ketiga proses ubahan (replacement) suatu terumbu yang terangkat ke daerah
supratidal denga proses seepage reflux.
No. 137
No. 138
Lebih besar dari 2 mm, jika terdiri dari cangkang cangkang / kerangka,
disebut Cocquina, jika terdiri dari moluska dan fragmen koral.
Jika lebih kecil dari 0,25 mm, sukar untuk membedakan partikel pertikel
pembentuk, maka sering dipergunakan istilah seperti, micrograned atau
microgranular.
Jika sudah tidak dapat di identifikasi, maka istilah istilah yang biasa
dipergunakan adalah kalkarenit terutama jika tekstur jelas menyerupai
pasir, granular limestone, clastic limestone, dan fragmental limestone.
4) Tipe gamping kerangka
Tipe gamping ini terdapat paling banyak dalam Tersier di Indonesia. Tipe ini
sering membentuk terjal pada singkapan, masif tidak berlapis atau perlapisan buruk
yang hanya kelihatan dari jauh.
Komponen utama dari batuan ini adalah suatu kerangka yang utuh seperti dalam
keadaan aslinya. Bentuk serta jaringan kerangka bergantung pada jenis organisme
yang membentuknya. Endapan gamping kerangka diklasifikasi menurut unsur-unsur
fauna atau flora yang bertanggung jawab atas pembentukannya. Terumbu (reef)
misalnya didasarkan atas tipe organisme yang membentuk kerangka. Jika unsur-unsur
flora atau fauna tak dapat diidentifikasikan secara positif pada tingkatan spesies,
maka istilah-istilah umum seperti gamping alga koral (koral-ganggang) atau gamping
kerangka moluska dapat digunakan. Pada umumnya ganggang merupakan penyekat
pengikat atau mengisi dari kerangka organisme, sehingga merupakan suatu bangunan
No. 139
yang kukuh, yang tahan gelombang. Sering berupa kerak dan mempunyai struktur
berlaminasi halus yang bergelombang.
Komponen lainnya yang biasa terdapat ialah bioclast, ataupun fragmen-fragmen
lainnya dapat ikut terikorporasi di dalamnya. Komponen yang penting seperti
foraminifera terutama foram besar, moluska sering terdapat kadang-kadang
merupakan kerangka tersendiri.
e. Proses Pembentukan Batuan Karbonat
Terdapat tiga jenis proses pengubahan yang menyebabkan sedimen karbonat
berubah menjadi batuan karbonat.
Ketiga proses itu adalah :
1) Litifikasi sedimen karbonat
Kebanyakan batuan karbonat terbentuk karena proses litifikasi sedimen karbonat.
Litifikasi tersebut akan melibatkan pelarutan mineral-mineral karbonat yang tidak
stabil, pengendapan mineral-mineral karbonat yang stabil dan rekristalisasi. Semua
proses tersebut termasuk di dalam suatu proses yang luas yaitu diagenesa. Dalam
pengertian yang luas, diagenesa meliputi perubahan mineralogi, tekstur, kemas dan
geokimia sedimen dan temperatur dan tekanan yang rendah.
Litifikasi sedimen karbonat dapat terjadi pada sedimen yang tersingkap, maupun
yang masih berada di dalam laut. Pada sedimen karbonat yang tersingkap terjadi
perubahan mineralogi dan tekstur endapan asli, yang disebabkan kerja air tawar, atau
air meteorit. Perubahan mineralogi yang terjadi adalah terbentuknya mineral-mineral
No. 140
stabil dari mineral-mineral yang tidak stabil, dan tekstur endapan asli berubah
menjadi tidak jelas atau kabur, tetapi dapat pula tidak mengalami apa-apa.
Proses perubahan sedimen karbonat menjadi batuan karbonat berlangsung perlahanlahan dan bertingkat-tingkat, dimana batas antara masing-masing tingkat tidak jelas,
bahkan dapat saling melingkup. Tingkat tersebut ialah :
Penyemenan,
Pelarutan pengendapan, dan
Perubahan mineralogi butir-butir dan rekristalisasi
2) Pengkristalan Kalsium Karbonat yang semua dalam Keadaan Membatu
Batuan karbonat ini berasal dari rekristalisasi kalsium karbonat yang menyerupai
bahan batu / keras (stony material) di mana kalsium karbonatnya dapat berasal dari
kimiafisik (anorganik) maupun biokimia (organik), atau kombinasi keduanya.
Contoh batuan karbonat yang terbentuk dari rekristalisasi endapan karbonat berasal
dari kimiafisik ialah calcrete, caliche, dan nari. Ketiganya adalah endapan yang
dihasilkan dari rekristalisasi karena penguapan.
Adapun batua karbonat yang terbentuk dari rekristalisasi endapan karbonat
berasal dari biokimia adalah terumbu karang, dan biogenik pembentuk kerak keras.
Endapan jenis ini memang sudah dalam keadaan padat dan melekat, hal ini
disebabkan oleh penyemenan
kalsium karbonat
biokimia
atau kimiafisik.
No. 141
No. 142
2) Untuk butiran yang lebih besar dari pasir dan melibatkan bentuk butir
Konglomerat : jika butirannya berbentuk membulat
Breksi : jika butirannya berbentuk runcing
3) Untuk butiran dan komposisi
Batupasir Kuarsa : batupasir yang banyak mengandung kuarsa.
Batulempung Gampingan : batulempung yang mengandung mineral-mineral
karbonat.
4) Ukuran butir dan struktur Shale (serpih) : batulempung, berlaminasi
Batugamping klastik
5) Kalsirudit : bila berukuran butir > pasir
Kalkaresit : bila butiran berukuran pasir
Kalsilutit : bila butiran berukuran lempung
b. Batuan Sedimen Non Klastik
Penamaan batuan sedimen non klastik sangat tergantung oleh jenis mineral
penyusunnya, dan karena pembentukannya disebabkan oleh larutan kimia maupun
organis maka sedimen non klastik ini bersifat monomineral.
1) Batuan Sedimen Non Klastik Kimiawi
Batugips : jika tersusun oleh mineral gypsum
Rijang : jika tersusun oleh mineral kalsedon
Batubara : jika tersusun oleh mineral karbon
2) Batuan Sedimen Non Klastik Biologis / Organis
No. 143
5. Klasifikasi
5.1.
No. 144
Kalkarenit, yaitu batugamping dengan ukuran butir sama dengan ukuran pasir
(1/16 2 mm).
Kalsilutit, yaitu batugamping yang ukurannya (ukuran butir) lebih kecil dari
ukuran pasir.
5.2.
Intaclast; suatu endapan yang berupa gel Lumpur karbonat , belum memadat,
semi plastis, lalu ada erosi yang membentuk tubuh (discret body)
No. 145
Oolit; suatu butiran yang intinya dilapisi oleh unsur karbonat, intinya berfosil
dan apabila disayat maka mempunyai bentukkonsentris.
5.3.
No. 146
No. 147
endapan
karbonat,
kecuali
merupakan
hasil
dari
jatuhan
plankton
yang
Fasies ini tersusun oleh batugamping yang massif dan tidak berlapis. Berdasrkan
litologi dan biota penyusunnya, fasies ini dapat dibagi menjadi 4 susfasies, yaitu :
-Subfasies puncak terumbu (reff-crest)
Litologi berupa framestone dan bindstone, sebagi hasil hasil pertumbuhan biota
jenis kubah dan mengerak serta merupakan key high energy zone.
Litologi berupa lidstone, grainstone, dan rosule dari ganggang karbonatan dan
merupakan daerah berenergi sedang dan tempat akumulasi rombakan terumbu.
No. 148
Fasies ini sering disebut juga fasies logoon dan meliputi zona laut dangkal (<30
m) dan tidak berhubungan dengan laut terbuka. Kondisi airnya tenang, sirkulasi air
terbatas, dan banyak biota penggali yang hidup di dasar. Litologi berupa wackstone
dan mudstone serta banyak dijumpai struktur jejak dan bioturbasi, baik horizontal
maupun vertikal.
No. 149
dolomit umumnya dengan sedimen merah. Banyak pula terdapat diatas atau interklasi
dengan karbonat terutama dolomit, juga sering berasosiasi dengan bitumina.
Evaporit belum pernah didapatkan secara meyakinkan di Indonesia. Paling banyak
terdapat di Amerika Serikat, Eropa, dan Timur Tengah (Iran).
Pada umunya anhidrit dan gip ini mendominir endapan evaporit, malah
kebanyakan evaporit tidak memperlihatkan adanya halit. Ketebalan keseluruhannya
dapat berkisar 8 sampai 1.500 meter (di New Mexico, Perm), 300 500 meter terdiri
anhidrit, berlaminasi yang diinterpretasikan sebgai varva.
Walaupun diduga keras evaporit berasal dari penguapan air laut, namun ada
beberapa persoalan seperti :
Bagaimana terjadi pengendapan dari air laut itu yang memberikan lebih
banyak anhidrit daripada halit.
Apakah yang diendapkan itu gip atau anhidrit.
Bagaimana mekanisme pengkonsentrasian serta penguapan air asin itu
menjadi evaporit.
Beberapa batuan sedimen non klastik kimiawi jenis evaporit yang utama :
1) Batuan Gip
Batuan ini terdapat secara kristalin kasar sampai halus granular. Batu gip dapat
pula masif, dan sering terdapat sebagai kristal kristal yang kasar tetapi yang
demikian biasanya terdapat sebagai urat atau kristal nodul dalam lumpur atau pasir.
No. 150
Batuan ini memperlihatkan struktur pseudo porphyritic dengan kristal selenit sebagai
fenokrisnya.
2) Batuan Anhidrit
Batuan ini lebih banyak terdapat daripada gip, juga berlapis tetapi kadang
kadang masif, tebal dan meluas. Struktur sedimennya memperlihatkan laminasi yang
keriput, pada umumnya granular halus, tetapi di bawah mikroskop kristal kasar, tetapi
juga serabut dengan massa kristalin kasar. Kenampakan porfiritik disebabkan
penyabaran kristal gip diantaranya.
3) Halit (batugaram)
Batuan ini terdapat secara masif dan secara kristalin kasar, kadang kadang
berlaminasi. Sering berinterlaminasi (beberapa cm) denga sisipam tipis (seperti
kertas) oleh anhidrit atau dolomit. Juga garam hitam sering berinterklasi denga garam
putih berbentuk kristal kubus. Halit sering menjadi terobosan terobosan yang
membentuk saltdome (kubah garam). Hal ini disebabkan berat jenis yang lebih
rendah dibandingkan batuan sekeliling dan sifat mudah mengalir pada temperatur dan
tekanan rendah.
c. Batuan batuan Sedimen Silika
Batuan yang termasuk kedalam golongan ini adalah batuan yang bersifat
monomineral, dan banyak serta langka terdapat sebagai batuan, seperti :
Rijang (Chert)
No. 151
Komposisi dari rijang adalah opal, kalsedon, kuarsa, kristobalit, dan sedikit
mengandung kalsit dan dolomit. Tekstur batuan ini seperti mikrokristalin kuarsa dan
kalsedon euhedral sampai poli-hedral.
Rijang yang berlapis biasanya berasosiasi dengan endapan geosinklin
(subdunction zone), denga ketebalan ratusan meter dengan sisipan serpih hitam juga
berasosiasi denga arus turbidit dan lumpur silika, mengandung diatomea atau
radiolaria, kedalaman laut adalah 120 - 200 meter.
Rijang yang berlapis dapat berasal dari organik dengan pertolongan radiolaria dan
diatomea, atau berasal dari kimia.
Rijang yang berupa nodul, pada umumnya sebagai replacement dari gamping, ada
yang menyatakan silika diendapkan bersama dengan gamping.mungkin secara
biokimiawi silika diambil dari air laut. Kadang kadang membentuk jaringan dan
dapat menyerupai rijang berlapis. Batuan Sedimen Non Klastik Biologis (Organik)
No. 152
b. Tekstur sedimen
a. Hubungan antar butir (kemas): terbuka / tertutup
b. Pemilahan/keseragaman ukuran butir (Sortasi): baik, buruk atau
sedang
c. Diameter butir (dengan menggunakan parameter Wentworth grain size
analizer)
III.
Fragmen
Matriks
Semen
No. 153
No. 154
No. 155
gambar Foto sayatan tipis batupasir kuarsa pada nikol sejajar (atas) dan nikol silang
(bawah)
No. 156
Deskripsi batuan
Jenis batuan : sedimen klastik
Struktur batuan : Masif
Tekstur :
-
Sortasi : baik
Kemas : tertutup
Semen : -
Komposisi :
No. 157
Matrik : lempung
Fragmen : -
No. 158
BAB IV
PIROKLASTIK
No. 159
letusan, dan guguran onggokan material dalam kubah (Fisher, 1979). Material yang
berasal dari tubuh kolom letusan terbentuk dari proses fragmentasi magma dan
batuan dinding saat letusan. Dalam endapan piroklastika, baik jatuhan, aliran maupun
seruakan; material yang menyusunnya dapat berasal dari batuan dinding, magmanya
sendiri, batuan kubah lava dan material yang ikut terbawa saat tertransportasi.
Pada dasarnya batuan gunung api (vulkanik) dihasilkan dari aktivitas
vulkanisme. Aktivitas vulkanisme tersebut berupa keluarnya magma ke permukaan
bumi, baik secara efusif (ekstrusi) maupun eksplosif (letusan). Batuan gunung api
yang keluar dengan jalan efusif mengahasilkan aliran lava, sedangkan yang keluar
dengan jalan eksplosif menghasilkan batuan fragmental (rempah gunung api). Sifatsifat batuan gunung api yang dihasilkan secara efusif telah dijelaskan pada Bab V
sebelumnya, jadi pada Bab ini membahas batuan gunung api fragmental yang
dihasilkan dari aktivitas gunung api secara eksplosif.
Menurut Pettijohn (1975), endapan gunung api fragmental bertekstur halus
dapat dikelompokkan dalam tiga kelas yaitu vitric tuff, lithic tuff dan chrystal tuff.
Menurut
Fisher
(1966),
endapan
gunung
api
fragmental
tersebut
dapat
dikelompokkan ke dalam lima kelas didasarkan atas ukuran dan bentuk butir batuan
penyusunnya. Gambar VI.1 adalah klasifikasi batuan vulkanik menurut keduanya.
No. 160
Klasifikasi batuan gunung api fragmental menurut Pettijohn (1975; kiri) dan Fisher
(1966; kanan)
No. 161
plagioklas
plagioklas
Litik
teralterasi
Litik
teralterasi
Batuan tuf gunung api dalam sayatan tipis (kiri: nikol silang dan kanan: nikol sejajar).
Dalam sayatan menunjukkan adanya fragmen litik dan kristal dengan sifat kembaran
pada hancuran plagioklas, dan klastik litik teralterasi berukuran halus.
2) Lapili: adalah batuan gunung api (vulkanik) yang memiliki ukuran butir antara 264 mm; biasanya dihasilkan dari letusan eksplosif (letusan kaldera) berasosiasi
dengan tuf gunung api. Lapili tersebut kalau telah mengalami konsolidasi dan
pembatuan disebut dengan batu lapili. Komposisi batu lapili terdiri atas fragmen
pumis dan (kadang-kadang) litik yang tertanam dalam massa dasar gelas atau tuf
gunung api atau kristal mineral. Gambar VI.3 adalah batu lapili yang tersusun atas
fragmen pumis dan kuarsa yang tertanam dalam massa dasar tuf.
No. 162
Gambar Breksi pumis (batu lapili) yang hadir bersama dengan kristal kuarsa dan
tertanam dalam massa dasar tuf halus..
No. 163
Tuf tak-terelaskan dari letusan Gunung Krakatau tahun 1883 dengan glass shards
yang sedikit terkompaksi.
Tuf Rattlesnake, berasal dari Oregon pusat, menampakkan shards yang sedikit
memipih dan gelembung gelas yang telah hancur membentuk garis-garis oval.
No. 164
4) Batuan gunung api yang terelaskan (welded ignimbrite): yaitu gelas shards dan
pumis yang mengalami kompaksi dan pengelasan saat lontaran balistik hingga
pengendapannya. Biasanya pumis dan gelas tersebut mengalami deformasi akibat
jatuh bebas, yang secara petrografi dapat terlihat dengan: (1) bentuk Y pada
shards dan rongga-rongga bekas gelembung-gelembung gas / gelas, arah jatuhnya
pada bagian bawah Y, (2) arah sumbu memanjang kristal dan fragmen litik, (3)
lipatan shards di sekitar fragmen litik dan kristal, dan (4) jatuhnya fragmen pumis
yang memipih ke dalam massa gelasan lenticular yang disebut fiamme (Gambar
VI.6.c). Derajad pengelasan dalam batuan gunung api dapat diketahui dari
warnanya yang kemerahan akibat proses oksidasi Fe. Pada kondisi pengelasan
tingkat lanjut, massa yang terelaskan hampir mirip dengan obsidian. Batuan ini
sering berasosiasi dengan shards memipih yang mengelilingi fragmen litik dan
kristal.
a.
b.
c.
a. Tuf terelaskan dari Idaho, b. Tuf terelaskan dari Valles, Mexiko utara, c. tuf terelaskan dengan
cetakan-cetakan fragmen kristal
No. 165
BAB V
BATUAN METAMORF
Jadi, metamorfisme berlangsung pada suhu 200oC dan tekanan 300 Mpa atau
lebih tinggi. Batuan dapat terkenai suhu dan tekanan tersebut jika berada
pada kedalaman yang sangat tinggi. Sebagaimana kedalamannya pusat
subduksi atau kolisi.
No. 166
No. 167
No. 168
No. 169
b) Tekstur Batuan
1. Tekstur Poikiloblastik: sama seperti porfiroblastik, namun dicirikan oleh
adanya inklusi mineral asing berukuran halus. Gambar VI.16 adalah tektur
poikiloblastik; warna orange tourmalin dan abu-abu K-feldspar, mineral
berukuran halus adalah butiran-butiran kuarsa dan muscovit. Biasanya berada
pada sekis mika-tourmalin.
No. 170
No. 171
No. 172
No. 173
No. 174
No. 175
BAB VI
BATUAN ALTERASI
No. 176
No. 177
Mineralisasi
epitermal
dicirikan
oleh
berbagai
jenis
alterasi,
yang
No. 178
untuk
eksplorasi,
dianjurkan
prospeknya
model-model
tersebut
No. 179
Dalam Gambar 3.1 dan 3.2 berikut ini, disajikan beberapa model-model
mineralisasi epitermal yang saat ini telah diperkenalkan, antara lain oleh Buchanan
(1981); Berger dan Eimon (1982); Giles dan Nelson (1982). Model-model tersebut
memiliki suatu gambaran yang umum, yaitu di dalam semua model tersebut secara
empiris menyimpulkan bahwa alterasi, mineralisasi, dan distribusi rekahan, dan
sebagainya pada kejadian-kejadian fosil epitermal untuk menerangkan sistem-sistem
epitermal. Karena itu, model-model tersebut sering mengandung kesamaan dari
pembuat yang berbeda, dan jika dipandang dari suatu ringkasan observasi-observasi
yang dilakukan, ternyata model-model tersebut umumnya benar. Meskipun demikian,
dalam tahap awal pengkajian model-model tersebut, kita cenderung mendekati
permasalahan dengan pertanyaan: "Apa yang aku ketahui mengenai aliran fluida dan
proses-proses dalam lingkungan epitermal, baik sistem epitermal aktif maupun pasif?
Bagaimana hubungannya dengan geologi, struktur geologi/tektonik, anomali
geokimia, anomali geofisika, alterasi, dan mineralisasi?" Kemudian kita segera
mengambil penggalan-penggalan bukti di tempatnya (dan sering kali dengan banyak
sekali variasinya) untuk merekonstruksikan sistem epitermal. Hal ini akan dibahas
kemudian, juga akan ditampilkan model-model yang disuslkan oleh Henley dan Ellis
(1983), yang didasarkan pada analoginya dengan sistem aktif, serta pemahaman
tentang aliran fluida dan proses-prosesnya.
VI.4. Alterasi Fluida Asam Sulfat
No. 180
Alterasi fluida asam sulfat sering menunjukkan level yang lebih tinggi dalam
sistem epitermal. Alterasi ini dapat termineralisasikan, tetapi alterasi ini lebih umum
terjadi di atas atau disamping vein atau stockworks pada Sistem Alterasi Illite-Quartz.
Fluida-fluida asam sulfat membentuk alterasi-alterasi Batuan Silika (Siliceous
Rocks) pada pH yang sangat rendah (sangat asam), Advanced Argillic pada pH
rendah (asam), Diaspore-Pyrophyllite pada pH asam yang agak tinggi, secara
berurutan ke arah luar sistem ini.
No. 181
No. 182
berwarna putih atau jingga atau berwarna terang karena noda-noda ion jika melapuk.
Batuan lempung ini biasanya menggantikan andesit dan dasit.
Dalam batuan lempung ini terdapat tubuh-tubuh batuan silika rijangan
berwarna putih hingga kelabu (terkadang disebut chalcedonic) yang mengandung
sedimen-sedimen atau andesit, tetapi ini tidak umum; batuan lempung ini sering
terbreksikan dengan keratan-keratan kecil (patches), fragmen-fragmen atau vein-vein
glassy oppaline silica yang berwarna biru-kelabu.
c. Alterasi Batuan Silika
Alterasi batuan silika umumnya berbentuk tubuh-tubuh dalam Alterasi
Advanced Argillic. Batuan-batuan ini terdiri dari mineral Quartz rijangan berwarna
putih hingga kelabu dengan sedikit pyrit dan sering terdapat rongga-ronga pengisian
(cavities) dimana mineral-mineral yang mengisi (cavitiy fillings) berupa felspar yang
tidak tersilisifikasikan telah terpindahkan akibat pelapukan.
Tubuh-tubuh batuan silika ini panjangnya dapat mencapai satu kilometer atau
lebih. Tubuh batuan ini umumnya membentuk bongkah yang sangat besar di sungai
dan menarik perhatian disebabkan adanya noda-noda besi yang berwarna. Tubuh
batuan silika ini terkadang terdiri dari 99,9% batuan silika. Mineral Rutile biasanya
ada dalam batuan ini, jika diamati dengan XRD, menunjukkan TiO 2 residual yang
No. 183
berasal dari batuan beku asalnya. Batuan beku asalnya, misalnya, Quartz Diorite dan
Rhyolite.
Batuan silika yang rapuh dapat dihancurkan dengan palu dan membentuk
pasir silika. Beberapa silika tidak berkembang dalam dan tidak berkembang menjadi
lempung illitic, karenanya pyrite terlalu sedikit dijumpai.
VI.5. Implikasi Dalam Eksplorasi Mineral
Agar kita berhasil mengeksplorasi lingkungan epitermal, rekonstruksi sistem
epitermal fosil, jika datanya yang dimiliki, sebaiknya dilakukan, misalnya, pada
Round Mountain Frontpiece.
a. Pemetaan Terperinci
Pemetaan kenampakan berikut ini akan menolong untuk membuat rekonstruksi
lingkungan dekat permukaan pada suatu sistem hidrotermal tua (paleosystem), yaitu:
No. 184
No. 185
No. 186
Epidote
Malakit
Khlorit
Orphiment
Realgar
Galena
No. 187
BAB VII
LAPORAN FEILD TRIP MINERAL OPTIK DAN PETROGRAFI
LP 1.
Lokasi : didaerah bayat
Waktu ; 09:15, WIB
Cuaca : cerah
Vegetasi : sedang
Morfologi : batuan beku intrusi
No. 188
: masif
Tekstur
Komposisi
Grnularitas
: afanetik
Bentuk kristal
: equigranular
kemas
: euhedral
No. 189
LP 2 .
Lokasi :
Waktu :10:13, WIB
Vgetasi :
Morfologi
Litologi : batuan metmorf(marmer dan sekis mika)
No. 190
: kuning kecoklatan
Struktur
: foliasi
Tekstur
: lapidoblstik
Komposisi
Petrogenesa
No. 191
: non foliasi
Tekstur
: hornfelsik
Komposisi
: kuarsa, kalsit
Petrogenesa : batuan yang terbentuk karena suh dan tekana yang tinggi
Nama batun : marmer
3. lokasi pengamatan ke III
LP. 3
Delio Manuel (08. 10. 0565)
No. 192
No. 193
No. 194
Sturktur
: masif
Tekstur
: baik
Kemas
: tertutup
No. 195
: masif
Tekstur
: buruk
Kemas
: terbuka
No. 196
Semen : silika
Petrogenes : batuan yang terbentuk dari hasil eropsi gunung api
Nama batuan: breksi pumice
No. 197