Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS DETEKTIF PARTIKELIR

DALAM KASUS FRANSISCA YOFIE


Pada awalnya penulis cukup malas untuk menganalisis kasus pembunuhan wanita
cantik tersebut, namun animo masyarakat dan pengangkatan berita yang masif oleh sejumlah
media, membuat penulis merasa tergugah untuk menganalisis lebih lanjut kasus pembunuhan
tersebut. Pembunuhan sadis Fransisca Yofie terjadi di Jalan Cipedes RT 07 RW 01, Sukajadi,
Bandung. Perempuan 30 tahun ini tewas dengan tiga luka bacok di kepala serta luka lebamlecet di sekujur tubuh. Kasus pembunuhan sadis Fransisca Yofie, 30 tahun, di Cipedes
Tengah,

Bandung,

menyisakan kejanggalan.
Menurut
Kapolrestabes pada Senin
(5/8) sekitar pukul 19.15
WIB, SPK Polsek Sukajadi
Bandung
laporan

mendapatkan
dari

masyarakat

tentang penemuan seorang wanita mengalami luka berat di Lapangan Abra Jalan Cipedes
Tengah tanpa identitas. Senin malam atau sekitar pukul 19.25 WIB petugas dari Polsek tiba di
tempat kejadian perkara (TKP) dan langsung membawa korban menuju Rumah Hasan
Sadikin dalam keadaan kritis, kemudian korban meninggal dunia di UGD RSHS dan tidak
dapat tertolong. Sutarno menyatakan, petugas di lapangan langsung melaksanakan olah TKP
serta menyita beberapa barang bukti korban seperti pakaian, sampel darah dan sampel
rambut. Pada Senin malam sekitar pukul 20.00 WIB petugas baru mengetahui identitas
korban dari saksi RD (pemilik rumah kos korban) yang menemukan kendaraan korban
terparkir di depan gerbang dalam keadaan menyala.

Terdakwa wawan dan ade menggunakan motor Suzuki Satria R dengan memakai helm
full face. Sebelum ia melakukan eksekusi tersangka wawan menenggak bir minuman keras.
Kemudian pada saat melintas di Jalan Cipedes RT 07 RW 01, Sukajadi, Bandung merekan
menemukan korban sedang membuka gembok pagar kos kosan. Pada saat itu mobil Avanza
korban masih terbuka dan terlihat tas disana.
Terdakwa Wawan sebagai
eksekutor
sebagai

dan

Saudara

pengemudi

mengambil

tas

Ade

langsung
kemudian

melarikan

diri.

Pada

melarikan

diri

ini

tahap
banyak

menimbulkan suatu pertanyaan


dan

menimbulkan

suatu

kejanggalan. Berdasarkan hasil


rekontruksi

tidak

bergerak

tersangka mengakui bahwa, eksekutor yakni wawan melarikan diri dan duduk dimotor,
namun betapa terkejut ia ketika korban Fransisca memeluknya dari belakang.
Paska ia dipeluk korban secara otomatis terdakwa Wawan panik dan mencoba
melepaskan diri dari pelukan korban. Karena tidak kunjung lepas pegangan korban, maka
terdakwa Wawan mencabut goloknya dan menikamkan secara acak ke bagian kepala korban.
Dua luka terdapat di kepala belakang korban, satu berada di kening korban. Korban saat itu
langsung jatuh dan melepaskan pegangan.
Berdasarkan hasil olah TKP dan rekonstruksi dilapangan, Kepolisian Daerah Jawa
Barat pada Kamis, 21 Agustus 2013, didapatkan fakta yang dihimpun berdasarkan keterangan
tersangka dan juga basis analisis kepolisian bahwa, pada saat itu tersangka Wawan panik

karena tiba tiba dipeluk dari belakang oleh korban. Begitu pula Korban karena pada saat itu
motor juga melaju dengan kecepatan tinggi (pada awalnya diakui Ade 70 Km/ Jam, kemudian
di refisi oleh Wawan sekitar 30 Km/ Jam dan direvisi pula oleh Kombes Pol Sutarno 40
Km/jam (Berdasarkan diskusi ILC Selasa, 27 Agustus 2013). Korban takut melepaskan
tangannya di bagian pundak terdakwa karena akan jatuh, sehingga apaboleh buat ia harus
terseret sepanjang 200 Meter. Terdakwa membacok korban secara acak dengan maksud agar
terdakwa melepaskan tangannya, paska dibacok tiga kali, maka korban jatuh, namun masih
memegang jaket terdakwa, sehingga rambut korban terlilit gir dan terseret sepanjang 300
Meter kemudian.
Fakta yang ditemukan dalam rekonstuksi ini sangat terasa janggal yaitu seberapa kuat
kaki fransisca berlari ketika pelaku menjalankan sepeda motornya. Kemudian seperti yang
digambarkan penulis bahwa sepatu yang digunakan korban ialah sepatu kantor, karena
korban baru pulang dari kantor, sehingga ketia terseret 200 Meter, korban sudah barang tentu
melepaskan pelukannya. Karena jika korban tidak melepaskannya, maka betapa sakitnya kaki
korban yang hanya berbalut sepatu kantor diseret sedeikian rupa hingga 200 Meter. Berbeda
ketika korban menggunakan sepatu sport atau sepatu kulit, maka kemungkinan terdakwa
tidak melepaskan pelukannya akan sangat mungkin, karena kaki korban terbalut secara
sempurna bukan seperti menggunakan sepatu high hil/ sepatu ber hak.
Pada gambar yang di sketsakan penulis ditambah beberapa hasil percobaan penulis
dengan rekan rekan menghasilkan gambaran bahwa, ketika motor dengan kecepatan 70 Km/
Jam maka di tahan oleh gaya gravitasi bumi yakni sebanyak 50-60 Kg (berat badan korban),
maka kemungkinan besar motor akan oleng dan terjungkir kebelakang. Sedangkan ketia
dijalankan dengan kecepatan 30-40 Km /jam, maka dengan gaya yang menahan sebesar 5060 Kg maka akan menimbulkan penurunan kecepatan sebanyak 5-10 Km/ Jam, sehingga
kemungkinan tersangka hanya mengendarai sepeda motor dengan kecepatan 20-25 Km/ Jam.

Pertanyaannya

adalah dengan

kecepatan selambat itu warga


yang melihatpun akan dapat
mengejar tersangka dan niatan
untuk

melarikan

tersangka akan pupus.

diri

bagi

Kemudian dengan adanya gaya gravtasi yang cukup banyak karena didukung berat
badan korban, tidak akan mungkin tubuh korban jatuh 2700 saat itu, namun karena adanya
kecepatan motor maka setidaknya terdakwa jatuh pada posisi

300 0 sebagaimana yang


digambarkan
oleh penulis.
Ketika

tidak

jatuh

2700

apakah

bisa

rambut
korban
menyentuh
gir atau as motor. Lalu seberapa panjang rambut Fransisca hingga terlilit pada gir sepeda
motor. Hal ini juga dapat kita temukan dalam buku M. Karjadi yang berjudul tindakan dan
Penyidikan Pertama di Tempat Kejadian Perkara, menyatakan bahwa tubuh seseorang yang
bunuh diri di sungai dengan adanya arus maka akan bergerak sekitar 30 0, dan akan muncul
kembali ketika mayat tersebut membusuk. Pada perbandingan ini terlihat bahwa, arus sungai
dapat dipersamakan sebagai gaya tarik motor. Kemudian gravitasi manusia dapat kita
persamakan sebagai berat tubuh manusia. Pada konteks bunuh diri, gaya yang diberikan tidak
terlalu besar, namun pada saat seseorang diseret, ia akan memberikan gaya yang besar,
sehingga ketika pelukan korban terlepas maka sotor akan melaju ke depan, sedangkan tubuh
korban akan terhempas ke belakang sekitar 2700. Pada saat itu rambut korban pendek, tidak
terlalu panjang, sehingga sangat mustahil rambut korban terlilit gir sepeda motor dan terseret
sepanjang 300 Meter.
Rekonstruksi yang dilakukan Kepolisian Daerah Jawa Barat pada Kamis, 21 Agustus
2013, didapatkan fakta bahwa, motor berhenti pada saat itu sejauh 500 Meter, karena lilitan

rambut korban, kemudian diiris dengan golok yang digunakan tersangka membacok korban
hingga terputus. Berdasarkan hasil penelitian lapangan yang dilakukan oleh penulis bahwa,
motor Suzuki Satria R akan berhenti
karena lilitan rambut pada jarak 10-15
meter.

Para

pembaca

sekalian

mungkin pernah melihat film Pain &


Gain yang diadaptasi dari kisah nyata
Daniel Lugo dan Adrian Doorbal di
Negara

Bagian

Florida

Ameria

Serikat. Pada kasus mutilasi yang


mereka lakukan, gerjaji mesin yang mereka beli terlilit rambut Kriztina (istri Mr. Griga), pada
saat itu juga gergaji mesin tersebut berhenti. Begitupula pada kasus Fransisca, rambut korban
kemungkinan besar akan menghambat laju sepeda motor tidak sepanjang 300 Meter
kemudian, namun 10 hingga 15 Meter saja. Berdasarkan analisa tersebut maka kemungkinan.

Pelaku mengatakan membacok korban 3 kali, dalam posisi dibonceng tersangka ade,
maka

wawan

otomatis

tidak

dapat

melakukan pembacokan, karena posisi


sisca terjatuh dibawah, dan kata pelaku
ketika berhenti pelaku mengiris rambut
korban, lalu bentuk luka kalau dibacok
pada saat pelaku dibonceng, luka akan
berbentuk Vertical, tetapi dengan kondisi
korban ketika dilihat luka yang diderita berbentuk memanjang atau horizontal, dan ada 2 luka
sobek pada ke 2 telapak kaki korban. Luka di bagian pelipis korban juga mustahil terjadi
ketika tersangka mengayunkan golok secara sporadis, karena secara otomatis korban
menunduk.
Kecurigaan lain jelas nampak pada hasil jambretan Ade dan Wawan. Handphon yang
berjenis iphone ternyata di buang oleh tersangka. Padahal jika kita mempelajari motiv
jambret masuk pada kategori kejahatan ekonomi, uang, dan kekayaan. Sedangkan bagaimana
mungkin Iphone yang apabila dijual laku sekitar 6 juta dibuang begitu saja. Pada konteks
motiv ekonomi juga terlihat anah. Sebagaimana diketahui Ade adalah karyawan sebuah
koperasi. Sedangkan Wawan bekerja di advertising (tukang cat semprot dan pemasangan
bilboard), maka dapat diprediksikan bahwa paling tidak perbualan mereka bisa mengasilkan 2
Juta perbulan. Apakah masuk di logika mereka mempertaruhkan barang jambretan yang tidak
tau isi tasnya itu apa, berapa nilainya, tapi mereka mempertaruhkan pekerjaannya tersebut
demi tas Fransisca.
Kemudian memang pada saat bulan puasa tersebut muncul berbagai himpitan
perekonomian. Sebagaimana kita ketahui pada saat itu daging melonjak nak, sembako juga
ikutan naik, bawang dan cabai pada saat itu naik pesat, hal ini mengakibatkan kebutuhan

rumah tangga, dan perseorangan naik. Ketika pemasukan tidak ada yang naik sedangkan
pengeluaran, harga bahan pokok naik, padahal pada saat itu dibutuhkan barang-barang
tersebut maka bibit kejahatan akan tumbuh. Terbukti pada saat itu banyak muncul trend
perampokan rumah dan juga perampokan toko emas. Pertanyaannya dan kaitannya adalah
pada saat itu dengan sedemikian kebutuhan yang mencekik, mengapa Ade dan Wawan hanya
menjambret tas yang belum tentu isinyaa, terlebih lagi dengan membuang Iphone korban ke
sungai, hal ini membawa pertanyaan yang besar bagi publik.
Kemudian kenapa polisi tidak mencari barang bukti golok yang digunakan untuk
membacok korban dan belum juga mencari handphone korban yang dibuang. lalu
kejanggalan lainnya sangat banyak sekali kejanggalan, seperti sepeda motor tidak laik jalan,
mengingat stang sepeda motornya pun bengkok.
Dengan berbagai kejanggalan tersebut maka terlihat bahwa, tindak pidana yang
dilakukan kedua tersangka tersebut hanya melanggar Pasal 365 ayat (4) KUHP dan berhenti
sampai di situ. Atau 340 KUHP mengenai pembunuhan berencana. Ketika dikonsepsikan
sebagai 340 KUHP, maka hal ini juga tidak begitu menguntungkan bagi tersangka karena
kejahatan yang mencocoki unsur Pasal 365 ayat (4) KUHP diancam dengan pidana mati atau
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua
puluh tahun, sedangkan pada Pasal 340 KUHP diancam dengan pidana mati atau pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.
Tidak terlalu beruntung tersangka ketika dikonsepsikan kedalam kedua pasal tersebut.
Tersangka sama-sama akan masuk kedalam mulut buaya. Namun perbedaanya adalah, ketika
dikonsepsikan sebagai Pasal 340 KUHP maka akan ada kemungkinan otak pelaku di balik itu
semua.
Reza Indragiri melalui analisis psikologi forensiknya menepis bahwa, Ade dan Wawan
adalah pembunuhan profesional. Ia menyatakan bahwa, terdapat dua tujuan dalam melakukan

tindak pidana. Pertama bagaimana kejahatan itu dilakukan, kedua bagaimana seorang pelaku
menghilangkan sebanyak mungkin jejak atau barang bukti. Dengan sedemikian keteledoran
tersangka, penyeretan sepanjang 500 Meter, barang bukti yang berantakan, maka logika
bahwa itu pembunuh bayaran akan mentah. Memang apabila kita berlogika, seorang penjahat
yang sudah terampil akan menghindari tercecernya bukti pada tempat kejadian. Apabila kita
melihat Film Mechanic, Elite Kiler atau Hit Man, kita dapat melihat bahwa, detail
pembunuhan harus diperhitungkan, tidak boleh teledor dan harus dapat memperlihatkan
kesan pembunuhan tersebut bukan karena di bunuh, tetapi kecelakaan. Pada kasus Fransisca
jelas Ade dan Wawan terlihat amatir, dan tidak ada kesan sebagai pembunuh bayaran.
Pada tahap ini terlihat bahwa ada dua analisis yang berbeda antara analisis logis fisika,
dengan analisis psikologis forensik. Pada tahap ini terlihat ada dua titik yang terputus dan
antara

analisis logis fisika, dengan analisis psikologis forensik. Penulis mencoba

menganalisis dan menghubungkaan kedua analisis tersebut dengan teori konspirasi.


Sebagaimana kita ketahui teori konspirasi ialah teori loncatan. Terdapat loncatan loncatan
fakta yang dapat dihubungkan dengan teori ini.
Pada konteks analisis pertama terlihat bahwa, tersangka tidak bernaiat melakukan
penjambretan, tapi pada analisis psikologis forensik memperlihatkan adanya keamatiran
tersangka dalam pembunuhan tersebut, sehingga konteks penjambretan tersebut mengarah ke
Pasal 365 ayat (4) KUHP. Maka kemungkinan lain menurut teori konspirasi adalah kedua
tersangka tetap pembunuh bayaran namun borongan. Maksudnya ialah mereka dibiarkan
melakukan tindakan amatir agar masyarakat dan analisis forensik mengarah pada tindakan
amatir dan tidak sengaja terbunuh pada tahap itulah gol otak kejahatan. Karena memang yang
dilimitatifkan adalah dua tersangka tersebut, tidak nak ke atas. Sehingga butuh penjaga
gawang atas gol tersebut. Tanpa mengurangi rasa hormat saya terhadap lembaga kepolisian,

saat ini terlihat Kepolisian menjaga kejahatan tersangka agar tidak jatuh pada Pasal
pembunuhan berencana hal ini terlihat dari fakta:
1.
2.
3.
4.

Tidak ditemukannya Handphone korban


Tidak dilakukan rekonstruksi dalam keadaan ril atau bergerak.
Pemeriksaan terhadap Kompol A hanya pada 1 handphone.
Pembuatan Visum dilakukan oleh dokter umum RS Hasan Sadikin, bukan

Rumah Sakit Bayangkari.


5. Golok yang digunakan untuk membacok tidak diketemukan Polisi.
6. Tersangka pada saat olah TKP, maupun paska awal tertangkap wajah keduanya
selalu ditutupi.
7. Rambut kedua tersangka dicukur yang mengakibatkan sulitnya saksi lain
mengenali tersangka, dan menghambat perolehan informasi.
8. Pembuatan Berita Acara Pemeriksaan di dominasi oleh pengakuan tersangka.
Dalam fakta tersebut tersirat adanya konsep jaga gawang agar terdakwa tetap pada
posisi Pasal 365 ayat (4) KUHP bukan 340 KUHP. Namun apa untungnya kepolisian menjaga
tersangka agar tetap pada konteks unsur Pasal 365 ayat (4) KUHP. Apakah hanya sekedar
percintaan, lemah sekali kepolisian ketika hanya melindungi percintaan kompol A dengan
korban. Hal ini tentunya memperlihatkan
sangat lemah motiv kepolisian apabila
hanya sekedar percintaan.
Penulis mencoba berfikir sejenak
terhadap

kasus

tersebut

dan

kembali

menemui jalan buntu. Namun apabila


melihat isu-isu pemberitaan kasus Cipinang
dimana Fany membuka kedok Fredy di Lapas Cipinang yang mengakibatkan dicopotnya
Kalapas Cipinang, memberikan inspirasi kepada penulis bahwa, ada motif lain yang dikunci
oleh korban. Posisi Korban mungkin sama seperti posisi Fany saat itu, namun bedanya Fany
belum sempat dibunuh.

Berdasarkan hal tersebut, maka ada kemungkinan korban memiliki banyak informasi
kompol A dengan atasannya, sehingga dapat mengakibatkan atasannya tersebut akan
terjungkal seperti posisi Kalapas Cipinang. Untuk itu sebelum kedahuluan seperti kasus Fany
dan Fredy, maka korban harus dibungkam. Pada konteks analisis ini terlihat segi tiga titik
yang terhubung antara analisis fisika, forensk dan teori konspirasi. Korban harus dibunuh
karena punya banyak informasi yang membahayakan. Namun ketika di gunakan pembunuh
bayaran, maka akan terlihat jelas hubungan antara Kompol A dengan kematian korban,
sehingga otak kejahatan perlu mengatur bola panas tersebut akan menggelinding kemana, dan
perlu dijaga dan dikawal menggelindingnya bola tersebut. Pada saat ini bola menggelinding
dan berhenti pada dua tersangka, maka tercapailah tujuan otak kejahatan tersebut.
NB: Sekali lagi ini hanyalah

Anda mungkin juga menyukai