Anda di halaman 1dari 34

BAB 1

PENDAHULUAN
Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan salah satu kelainan kongenital yang sering terjadi
maupun menyertai kelainan kongenital lainnya. Diperkirakan 25% dari seluruh malformasi
kongenital adalah penyakit jantung bawaan.1 Prevalensi dari PJB sangat bervariasi di
berbagai belahan dunia, sampai saat ini jumlah prevalensi dari PJB yang dianut adalah 8 per
1000 kelahiran.2 Masalah jangka panjang yang ditimbulkan juga perlu menjadi perhatian,
karena penyakit jantung bawaan dapat mempengaruhi kualitas hidup dari penderita. Kualitas
hidup yang dipengaruhi mulai dari tumbuh kembang secara fisik dan juga dari aspek
psikososial anak3, meskipun korelasi antara keduanya belum jelas.
Selain akibat pada pasien dan keluarganya, beban biaya untuk merawat penyakit ini di
berbagai negara, terutama pada negara dengan tingkat paritas yang tinggi, satu penelitian
memberikan data perbandingan antara negara Nigeria dan Singapura. Nigeria yang memiliki
angka paritas lebih tinggi memiliki jumlah anak dengan PJB mencapai 5 kali lipat per sejuta
penduduk dibandingkan Singapura4, ditambah dengan pendapatan per kapita yang cenderung
rendah pada negara dengan paritas yang tinggi, maka beban yang ditimbulkan PJB pada
negara-negara tersebut menjadi jauh lebih berat. Selain itu, tenaga ahli untuk melakukan
operasi jantung pun sangat minimal pada negara di benua afrika dan sebagian negara asia
yang memiliki paritas tinggi, di Afrika sendiri diperkirakan, perbandingan tenaga ahli dengan
penduduk hanya 1: 38 juta penduduk4, sedangkan di benua asia rata-rata perbandingan dokter
ahli dengan jumlah penduduk adalah 1:25 juta penduduk 4, hal ini menyebabkan tidak
tuntasnya perawatan pasien PJB dan akan membuat beban yang baru.
Penyebab dari PJB sendiri adalah multifaktorial dan 80 persen merupakan gabungan antara
faktor lingkungan dan genetik, 20 persen sisanya dihubungkan dengan adanya defek pada
kromosom (down, velocardiofacial). Penyebab yang belum pasti ini membuat pencegahan
primer terjadinya penyakit PJB menjadi sulit, beberapa usaha seperti suplementasi asam folat
sebelum konsepsi dan vaksinasi virus rubella sebelum kehamilan dapat menurunkan angka
kejadian PJB, meskipun sudah menjadi rekomendasi untuk pencegahan, bukti yang
mendukung belum banyak.5
Jika dilihat dari hal-hal yang dipaparkan, dapat diambil kesimpulan bahwa PJB masih
merupakan masalah yang signifikan dalam dunia kesehatan karena: prevalensinya yang
cukup tinggi dibandingkan kelainan kongenital lain, mortalitas dan morbiditas yang
1

ditimbulkan penyakit ini, akibat jangka panjang pada penderita, beban yang ditimbulkan pada
negara yang bersangkutan terutama negara dengan tingkat paritas tinggi, kekurangan tenaga
ahli untuk melakukan pembedahan, serta upaya pencegahan yang masih belum maksimal.
PJB yang akan dipaparkan pada makalah ini adalah PJB yang menimbulkan gejala sianosis
atau PJB sianotik, dimana pada PJB sianotik biasanya terjadi penurunan kondisi klinis yang
cepat6, sehingga penegakan diagnosis dan terapi pendahuluan yang tepat sebelum merujuk ke
fasilitas kesehatan tersier pada bayi yang dicurigai menderita PJB sianotik menjadi sangat
penting bagi dokter umum.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit Jantung Bawaan sianotik adalah penyakit dengan abnormalitas pada struktur
maupun fungsi sirkulasi jantung yang telah ada sejak lahir dan menimbulkan sianosis.
Sianosis sendiri dapat diartikan sebagai perubahan warna menjadi kebiruan pada kulit
dan juga membran mukosa (bibir, bantalan kuku dan mukosa mulut) sebagai akibat
meningkatnya kadar Hb yang terdeoksigenasi (mencapai 4 g/dl), biasanya saat terjadi
gejala, saturasi oksigen pada arteri sekitar 80-85%.7Ada 5 jenis dari PJB sianotik yang
penting karena paling sering ditemui atau gejala sianosis yang jelas sejak neonatus,
dikenal dengan 5T yaitu Tetralogy of Fallot,Transposition of the great arteries,
Tricuspid atresia, Total anomalous pulmonary venous connection, dan Truncus
arteriosus8.
2.1.1

Tetralogy of Fallot
Tetralogy of Fallot adalah kumpulan dari 4 kelainan yang terdiri dari
stenosis katup pulmonalis, defek septum ventrikel, aorta overriding
dan hipertrofi ventrikel kanan, berat atau tidaknya gejala klinis yang
ditimbulkan ditentukan dari derajat hambatan sirkulasi pulmoner.

2.2.2

Transposition of Great Arteries


Definisi yang paling tepat untuk kelainan ini adalah suatu kondisi
dimana pembuluh darah aorta keluar dari ventrikel yang memiliki
morfologi ventrikel kanan dan pembuluh arteri pulmonalis yang keluar
dari ventrikel yang memiliki morfologi ventrikel kiri. Bentuk yang
paling banyak ditemui dari kelainan ini adalah bentuk dimana kelainan
letak hanya pada aorta dan arteri pulmonalis saja, sedangkan hubungan
antara atrium dan ventrikel tetap normal. Bentuk ini disebut D
Transposition of Great Arteries yang ditandai dengan letak atrium yang
normal (situs solitus), hubungan atrio-ventrikular yang normal (atrium
kiri berhubungan dengan ventrikel kiri; atrium kanan berhubungan
dengan ventrikel kanan), tapi terdapat hubungan ventrikulo-arterialis
yang terbalik (aorta keluar dari ventrikel kanan, arteri pulmonalis
3

keluar dari ventrikel kiri). Tipe yang lain yang lebih jarang yaitu LTransposition of Great Arteries ditandai dengan adanya hubungan
atrioventrikular yang terbalik (atrium kiri berhubungan dengan
ventrikel kanan dan atrium kanan berhubungan dengan ventrikel kiri)
tetapi pembuluh darah aorta dan arteri pulmonalis mengalirkan darah
pada sistem yang seharusnya, kelainan ini sering disebut sebagai
ventricular inversion9
2.1.3

Atresia Trikuspidalis
Kelainan struktural yang ditandai dengan adanya penebalan fibrosa
pada dinding ventrikel kanan yang terlokalisir pada tempat dari katup
trikuspidalis.9

2.1.4

Total Anomalous Venous Return (TAVR)


Sebuah kelompok kelainan dimana vena-vena pulmonalis langsung
berhubungan dengan vena yang berisi darah dari sirkulasi sistemik. Hal
ini berarti terjadi kegagalan pengisian atrium kiri dan terjadi
percampuran antara darah yang mengandung banyak oksigen dengan
darah yang sedikit mengandung oksigen.9 Terbagi menjadi 3 kelompok
yaitu supracardiac, intracardiac dan infracardiac10

2.1.5

Truncus Arteriosus
Kelainan ini ditandai dengan adanya sebuah pembuluh darah yang
besar yang mengalirkan darah dari ventrikel kiri dan kanan ke sirkulasi
sistemik, pulmoner dan koroner, selalu disertai dengan defek
interventrikular yang besar.

2.2 Epidemiologi
Tetralogi Fallot adalah jenis PJB sianotik yang paling sering ditemui,
prevalensi Tetralogi Fallot dari seluruh penyakit jantung bawaan adalah 10 % dan
biasanya terjadi pada anak yang berusia di atas 1 tahun.11 Untuk kelainan D-TGA
sendiri prevalensinya adalah 5-7% dari seluruh kelainan jantung bawaan, bentuk lain
transposisi arteri yaitu L-TGA prevalensinya 1% dari seluruh PJB. Prevalensi truncus
arteriosus mencapai 1,4-2,8% . Total anomalous venous return memiliki prevalensi
4

yang tidak begitu tinggi yaitu 2%. Atresia katup trikuspid mempunyai prevalensi
1,4% dari seluruh penyakit jantung bawaan, tipe yang paling sering ditemui adalah
tipe yang menunjukan adanya penebalan fibrosa dari dasar atrium kanan tempat katup
trikuspid melekat.8
2.3 Klasifikasi PJB Sianotik
Klasifikasi PJB sianotik pada dasarnya dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu
PJB sianotik dengan penurunan sirkulasi paru dan PJB sianotik dengan
peningkatan sirkulasi paru.9

Gambar 1
Klasifikasi penyakit jantung bawaan sianotik
2.4 Fisiologi Sirkulasi Janin
Sirkulasi in utero pada fetus, didesain untuk mencocokan dengan fungsi paru
dari fetus yang belum bisa melakukan pertukaran gas, sedangkan sistem sirkulasi
transisional ditandai dengan mulai berfungsinya paru-paru dari janin sehingga dapat
melakukan fungsi pertukaran gas.
Sirkulasi in utero dimulai dari vena umbilikalis yang membawa darah yang
telah teroksigenasi dari plasenta. Kira-kira 50% dari jumlah darah pada vena
umbilikalis masuk ke pembuluh duktus venosus, memintas sirkulasi intrahepatik dan
langsung masuk ke vena kava inferior, sedangkan 50% lainnya masuk ke masuk ke
vena porta kemudian masuk ke dalam vena kava inferior.7 Sampai tahap ini, vena
kava inferior mengandung campuran darah yang teroksigenasi yang merupakan darah
dari sirkulasi plasenta dan darah terdeoksigenasi yang berasal dari sirkulasi sistemik
dan sirkulasi intrahepatik, Hal ini menyebabkan, perbedaan tekanan oksigen antara
darah yang datang dari vena kava inferior dan darah yang berasal dari vena kava
5

superior. Perbedaan tekanan oksigen ini penting karena akan membedakan aliran dari
atrium kanan. Perbedaan ini bertujuan untuk mengarahkan darah yang teroksigenasi
masuk ke sirkulasi menuju otak dan miokardium sedangkan darah yang
terdeoksigenasi masuk ke sirkulasi plasenta untuk proses oksigenasi. Darah dari vena
kava inferior yang teroksigenasi sebagian besar diarahkan ke arah atrium kiri lewat
foramen ovale, hal ini dapat terjadi karena adanya batas bawah dari septum sekundum
yang memfasilitasi aliran darah dari arah vena kava inferior masuk ke foramen ovale,
sedangkan darah dari vena kava superior akan diarahkan masuk ke ventrikel kanan.
Dari atrium kiri, darah akan bercampur dengan sedikit darah yang terdeoksigenasi
dari sirkulasi pulmoner, kemudian darah masuk ke ventrikel kiri dan menuju ke aorta
asenden. Selanjutnya, darah akan disebar ke 3 tempat utama yaitu 1) 9% ke dalam
sirkulasi koroner untuk perfusi miokardium; 2) 62% masuk ke dalam arteri karotis
dan subklavia untuk perfusi otak dan tubuh bagian atas; 3) 29% masuk ke aorta
desenden untuk perfusi ke sisa dari tubuh fetus.
Sebagian kecil darah dari vena kava inferior akan bercampur dengan darah
dari vena kava superior di atrium kanan, akan diteruskan ke dalam ventrikel kanan.
Dari ventrikel kanan, darah akan dialirkan ke arteri pulmonalis, 88% darah akan
dialirkan masuk ke aorta desenden lewat duktus arteriosus, sedangkan 12% sisanya
akan dialirkan ke sirkulasi pulmoner. Hal ini disebabkan karena tekanan paru pada
fetus masih lebih tinggi dibandingkan tekanan pada sirkulasi sistemik. Volume paruparu fetus yang belum mengembang dan alveolus yang banyak terisi amnion
menyebabkan tekanan yang tinggi, kandungan oksigen pada alveolus yang sedikit
karena cairan amnion menyebabkan vasokonstriksi dari arteri pulmonalis dan
menyebabkan tekanan meningkat lebih jauh lagi. 88% darah yang masuk ke aorta
desenden tersebut akan dialirkan ke bagian bawah tubuh janin dan masuk ke arteri
umbilikalis untuk memasuki sirkulasi plasenta agar terjadi pertukaran gas.

Gambar 2
Sirkulasi Fetus in Utero7

2.5 Sirkulasi Transisional


Setelah lahir, neonatus akan melakukan adaptasi untuk menyesuaikan dengan
kehidupan di luar kandungan. Perubahan yang mencolok adalah organ paru-paru yang
7

mulai berfungsi dan tertutupnya ketiga jalur shunting (froamen ovale, duktus venosus
dan duktus arteriosus).
Sesaat setelah lahir, pada tali pusat akan dilakukan clamping atau akan terjadi
vasokonstriksi secara natural pada vena dan arteri umbilikalis. Secara bersamaan akan
terjadi penurunan tekanan vaskular pada paru-paru yang disebabkan karena
pengembangan paru-paru secara mekanis saat neonatus lahir, hal ini menyebabkan
pelebaran dari arteri pulmonalis dan menurunkan tekanan arteri pulmonalis.
Peningkatan aliran darah paru terjadi secara signifikan segera sesudah lahir, dan akan
terus meningkat sampai beberapa minggu sesudah kelahiran.
Peningkatan aliran darah ke arteri pulmonalis, berarti peningkatan aliran darah
ke vena pulmonalis dan atrium kiri. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan pada
atrium dan ventrikel kiri. Dalam waktu yang bersamaan, konstriksi dari vena
umbilikalis akan menyebabkan penurunan aliran vena kava ke atrium kanan dan
menyebabkan atrium dan ventrikel kanan mengalami penurunan tekanan, hasil
akhirnya adalah tekanan pada atrium dan ventrikel kiri yang melebihi atrium dan
ventrikel kanan. Tekanan atrium kiri yang melebihi atrium kanan menyebabkan katup
dari foramen ovale mengalami penekanan ke arah septum sekundum dan
menyebabkan tertutupnya foramen ovale.7
Oksigenasi yang adekuat setelah neonatus lahir akan menyebabkan penurunan
kadar prostaglandine E1 (PGE 1). PGE1 pada fetus meningkat karena adanya hipoksia
relatif dan hal ini menyebabkan vasodilatasi dari duktus arteriosus. Saat kadar PGE 1
menurun, duktus arteriosus berkontraksi dan menutup jalur antara arteri pulmonalis
dan aorta desenden.
Hasil akhir dari penutupan jalur shunting adalah terpisahnya sirkulasi sistemik
dan pulmoner secara utuh, meningkatnya volume sekuncup dari ventrikel kiri dan
menurunnya volume sekuncup dari ventrikel kanan. Hal ini menyebabkan hipertrofi
pada sel miokardium ventrikel kiri dan regresi bertahap pada miokardium ventrikel
kanan.

2.6 Patofisiologi
Secara umum, sianosis pada PJB disebabkan karena adanya obstruksi pada aliran
keluar dari ventrikel kanan dan menyebabkan terjadinya pirau jantung kanan ke kiri
atau adanya kelainan anatomi yang kompleks yang dapat menyebabkan percampuran
antara darah yang teroksigenasi dan terdeoksigenasi. Sianosis dapat terlihat dengan
8

jelas saat jumlah Hb yang tereduksi mencapai 3-5g/dl, untuk mengetahui jumlah Hb
yang tereduksi maka dilakukan pemeriksaan dengan pulse oxymeter. Namun, saturasi
oksigen yang di bawah normal (<95%) belum tentu menyebabkan sianosis, karena
terdapat faktor jumlah Hb total yang mempengaruhi. Sebagai contoh jika Hb neonatus
20g/dl maka saturasi harus mencapai 85% agar Hb yang tereduksi dapat terlihat dari
permukaan mukosa, alasannya adalah penurunan saturasi oksigen sebesar 15% sama
dengan Hb yang tereduksi sebanyak 3g/dl12 (15% dari 20 g/dl adalah 3 g/dl). Berbeda
dengan neonatus atau anak dengan Hb 10 g/dl yang harus mengalami penurunan
saturasi sebesar 30% (SpO2 70%) sebelum terlihat sianosis.
Patofisiologi mengenai masing-masing PJB akan dipaparkan.
2.6.1

Tetralogy of Fallot
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Tetralogy of Fallot (TOF) ditandai

dengan adanya 4 kelainan: obstruksi jalan keluar dari ventrikel kanan (contoh:
stenosis pulmonalis); defek septum interventrikular; aorta overriding; hipertrofi
ventrikel kanan.9 Pada kelainan yang menimbulkan obstruksi jalan keluar ventrikel
kanan, dapat dibagi menjadi beberapa tempat yang kemungkinan menjai penyebab.
Obstruksi dapat terjadi di daerah subvalvar/infundibular, valvar dan supravalvar.
Biasanya penyebab tersering adalah adanya hipertrofi pada otot infundibuler atau
disebut juga krista supraventricularis.9 Penyebab lain yang lebih jarang adalah
penyempitan yang sejajar di daerah katup atau valvar, hipoplasia dari anulus tempat
katup pulmonalis melekat atau terjadinya fusi antara daun-daun katup pada katup
pulmonalis. Penyumbatan juga dapat timbul pada tingkat supravalvar atau setelah
katup, biasanya terjadi hipoplasia yang ringan sampai berat pada arteri pulmonalis
atau arteri pulmonalis yang sama sekali tidak terbentuk. Defek pada septum ventrikel
biasanya berukuran besar dan tidak bersifat restriktif, sehingga menyebabkan
kesamaan tekanan pada kedua ventrikel, tekanan yang meningkat pada ventrikel
kanan ditambah dengan adanya stenosis pulmonalis akan menyebabkan terjadinya
hipertrofi dari ventrikel kanan.

Gambar 3
Skema aliran darah pada Tetralogy of Fallot9
Aliran darah pada TOF dapat dijelaskan sebagai berikut: Darah yang memiliki
saturasi oksigen yang rendah masuk ke dalam atrium kanan melalui vena kava inferior
dan superior, kemudian darah akan meneruskan ke dalam ventrikel kanan.
Diperkirakan sebanyak 2/3 dari volume darah yang masuk akan meneruskan ke dalam
sirkulasi pulmoner dan 1/3 nya mengalami pirau ke kiri melalui defek pada septum
ventrikel, pembagian volume ini sangat tergantung dari berat atau tidaknya sumbatan
jalan keluar dari ventrikel kanan. Darah yang masuk ke dalam arteri pulmonalis akan
sampai pada organ paru-paru dan mengalami oksigenasi sehingga saat dikembalikan
ke atrium kiri, darah sudah teroksigenasi. Darah yang sudah teroksigenasi ini
selanjutnya akan bercampur dengan darah yang mengalami pirau dari kanan ke kiri.
Akibat percampuran ini adalah saturasi oksigen pada darah akan mengalami
penurunan, sehingga saat dikeluarkan melalui ventrikel kiri dapat menyebabkan gejala
sianosis. Skema yang dijelaskan ini adalah skema yang terjadi jika jalan keluar dari
ventrikel kanan masih tersedia. Jika terdapat diskontinuitas total pada katup
pulmonalis atau arteri pulmonalis maka sirkulasi pulmoner akan sangat bergantung
pada duktus arteriosus. Faktor yang paling menentukan pada TOF adalah keparahan
dari sumbatan jalan keluar ventrikel kanan, pada sumbatan yang ringan dimana
10

tekanan di sisi kanan jantung tidak melebihi sisi kiri jantung, tidak terjadi gejala
sianosis karena pirau terjadi dari kiri ke arah kanan, dan gejala sianosis baru
termanifestasi saat usia 2 sampai 6 bulan saat sudah terjadi hipertrofi lebih lanjut lagi
dari daerah infundibular ventrikel kanan. Pada sumbatan yang berat atau sampai
terjadi atresia, gejala sianosis akan muncul beberapa jam atau hari-hari pertama
setelah kelahiran, karena sirkulasi pulmonal yang sangat bergantung pada duktus
arteriosus.
2.6.2

D-Transposition of the Great Arteries (TGA)


Pada kelainan kongenital ini, darah dari vena kava masuk ke atrium kanan dan

darah dari vena pulmonalis masuk ke atrium kiri secara normal. Hubungan antara
atrium dengan ventrikel juga normal. Kelainan baru terlihat pada hubungan
ventrikulo-arterialis, dimana aorta keluar dari ventrikel kanan dan arteri pulmonalis
keluar dari ventrikel kiri, aorta pada kelainan ini terletak di sebelah kanan dan anterior
dari aorta pulmonalis, karena alasan ini penambahan D pada nama kelainan ini
menunjukan posisi aorta yang berada di sebelah kanan dari arteri pulmonalis.

Gambar 4
Skema aliran darah pada D-TGA9

11

Darah yang terdesaturasi dari sistemik masuk ke dalam atrium kanan,


ventrikel kanan dan dipompa ke aorta kembali ke sirkulasi sistemik sehingga akan
menimbulkan sianosis, sedangkan darah dari atrium kiri yang berasal dari vena
pulmonalis dikeluarkan kembali ke arteri pulmonalis sehingga terbentuk jalur paralel
yang terpisah antara sirkulasi pulmoner dan sistemik. Jalur pirau yang berupa defek
pada septum atrium ditambah adanya duktus arteriosus dapat menolong pasien dengan
sedikit mencampur antara darah yang saturasi oksigennya tinggi dan yang rendah.
Separuh dari pasien ini juga manifestasi klinisnya tidak segera terlihat karena adanya
defek pada septum ventrikel yang memungkinkan terjadinya percampuran darah lebih
banyak lagi.
2.6.3

L-Transposition of the Great Arteries (L-TGA)


Pada kelainan ini terdapat kelainan pada hubungan atrio-ventrikular yang

berarti atrium kiri berhubungan dengan ventrikel kanan dan atrium kanan
berhubungan dengan ventrikel kiri. Perbedaan dengan tipe D-TGA adalah aorta
berada di sisi kiri dari arteri pulmonalis, dan terjadi transposisi arteri besar sehingga
penamaan L-TGA digunakan. Aliran darah pada kelainan L-TGA ini adalah sebagai
berikut: Darah vena dari sirkulasi sistemik

masuk ke dalam atrium kanan dan

melewati katup mitral masuk ke dalam ventrikel yang terletak di sisi kanan tapi
memiliki karakteristik seperti ventrikel kiri, karena terdapat juga transposisi arteri
besar

darah diejeksikan ke dalam arteri pulmonalis dari ventrikel kiri. Darah

teroksigenasi dari vena pulmonalis masuk ke dalam atrium kiri masuk melalui katup
trikuspidalis ke dalam ventrikel yang berada di sisi kiri tapi memiliki karakteristik
dari ventrikel kanan dan diejeksikan masuk ke dalam aorta. Jika dilihat dari paparan
di atas, tampaknya tanpa adanya abnormalitas struktural lainnya, sirkulasi akan
berjalan seperti sirkulasi fisiologis, tetapi hampir semua pasien mengalami kelainan
struktural lain yang dapat menyebabkan pirau dari kanan ke kiri, kelainan yang sering
dijumpai adalah stenosis pulmonalis atau stenosis subvalvar; defek septum
interventrikular dan anomali Ebstein dari katup trikuspidalis. Stenosis pulmonalis
akan menyebabkan tekanan pada ventrikel kanan meningkat, jika ditambah defek
pada septum interventrikular maka darah akan mengalami pirau dari ventrikel di sisi
kanan ke ventrikel di sisi kiri, sehingga darah yang terpompa ke sirkulasi sistemik
adalah darah yang memiliki saturasi oksigen rendah.9

12

Gambar 5
Aliran Darah pada L-TGA9
2.6.4

Atresia Katup Trikuspid.


Pada atresia katup trikuspid, hubungan antara atrium kanan dan ventrikel

kanan tertutup secara total sehingga seluruh darah yang berasal dari vena kava akan
masuk ke dalam atrium kiri melalui foramen ovale atau defek septum interatrial.
Onset dan berat atau tidaknya gejala klinis bergantung dari ada atau tidaknya
transposisi dari arteri besar, ukuran defek septum interventrikular dan berat atau
tidaknya stenosis pulmonalis. Pasien dengan defek septum interventrikular yang
besar, dapat mempertahankan sirkulasi paru karena terjadi pirau dari ventrikel kiri ke
kanan, jika derajat stenosis katup pulmonalis ringan maka sirkulasi paru akan
meningkat dan gejala sianosis tidak terlihat dan gejala ke arah kegagalan ventrikel kiri
menjadi lebih menonjol. Sebaliknya, pasien dengan stenosis katup pulmonalis derajat
sedang sampai berat akan menunjukan gejala sianosis pada hari-hari atau minggu13

minggu pertama kehidupan alasannya adalah sirkulasi arteri pulmonalis hanya dapat
masuk melalui duktus arteriosus. Pada pasien dengan transposisi arteri besar, gejala
kegagalan sirkulasi sistemik lebih terlihat karena darah dari ventrikel kiri dapat
langsung masuk ke arteri pulmonalis sedangkan untuk menuju pembuluh darah aorta,
darah harus menyebrangi defek septum interventrikuler terlebih dahulu.

Gambar 6
Aliran darah pada atresia katup trikuspid9
2.6.7

Total Anomalus Venous Return


Terdapat tiga jalur yang dapat menyebabkan percampuran antara darah dari

vena pulmonalis dan vena sistemik, ketiga jalur ini membedakan tipe dari TAVR
menjadi supracardiac, cardiac dan infracardiac.10 Pada TAVR tipe supracardiac vena
pulmonalis komunis bermuara ke arah superior masuk ke dalam vena inominata, vena
kava superior atau vena azygos melewati sebuah vena yang berjalan naik secara
vertikal.10

14

Gambar 7
TAVR tipe supracardiac
Pada TAVR tipe cardiac vena-vena pulmonalis langsung berhubungan dengan
sinus koronarius atau lebih jarang lagi, berhubungan langsung dengan atrium kanan.

Gambar 8
TAVR tipe cardiac

15

Pada TAVR tipe infracardiac vena-vena pulmonalis bermuara ke dalam vena


yang berjalan turun secara vertikal menembus diafragma ke dalam vena porta hepatis
atau ductus venosus.

Gambar 9
TAVR tipe infracardiac
Setelah darah dari vena pulmonalis dan vena dari sistemik bercampur,
selanjutnya darah akan masuk ke dalam atrium kanan. Tekanan yang meningkat pada
atrium kanan menyebabkan darah akan masuk ke dalam atrium kiri melalui defek
pada septum interatrial atau foramen ovale. Berat atau tidaknya gejala klinis sangat
bergantung pada ukuran dari defek septum interatrial. Gejala akan lebih berat pada
pasien dengan defek septum yang kecil sehingga menimbulkan obstruksi aliran darah
ke atrium kiri. Peningkatan volume pada atrium kanan, selanjutnya akan diteruskan ke
dalam ventrikel kanan dan ke pembuluh-pembuluh darah paru. Peningkatan tekanan
hidrostatik pada pembuluh darah paru menyebabkan kebocoran plasma ke dalam
ruang interstisial dan menyebabkan edema paru.11 Pada beberapa kasus yang parah,
tekanan hidrostatik yang meningkat dapat menyebabkan terjadinya vasokonstriksi dari
pembuluh darah paru dan menyebabkan hipertensi pulmonal.11

16

2.6.8

Truncus Arteriosus
Pada truncus arteriosus, kelainan utamanya adalah adanya suatu pembuluh

darah besar, yang menampung darah dari ventrikel kiri maupun kanan dan
mengalirkan darah yang bercampur ke sirkulasi sistemik, paru dan koroner. Katup
yang membatasi antara truncus arteriosus dengan jantung memiliki 2-6 katup dan
pada katup tersebut sering terjadi stenosis, insufusiensi atau keduanya. Terdapat tiga
tipe truncus arteriosus, dibagi berdasarkan percabangan dari arteri pulmonalis. Tipe 1
ditandai dengan adanya arteri pulmonalis utama yang merupakan percabangan dari
sisi kiri truncus arteriosus, setelah itu baru arteri pulmonalis tersebut akan bercabang
menjadi arteri pulmonalis dextra dan sinistra, pada tipe 2 dan 3 tidak terdapat arteri
pulmonalis utama, artinya arteri pulmonalis sinistra dan dekstra langsung keluar dari
trunkus arteriosus, yang membedakan keduanya pada tipe 2, orifisium arteri
pulmonalis dextra dan sinistra keluar dari dinding posterior truncus arteriosus
sedangkan pada tipe 3, arteri pulmonalis dextra dan sinsistra keluar dari dinding
lateral truncus arteriosus. Penjelasan jalannya sirkulasi pada truncus arteriosus
adalah sebagai berikut: Pertama-tama yang harus diketahui adalah kedua ventrikel
memiliki tekanan yang sama karena sangat berhubungan, sehingga arah sirkulasi yang
dominan akan ditentukan oleh tahanan di bagian distalnya. Pada saat neonatus baru
dilahirkan, resistensi vaskular pada paru masih relatif tinggi sehingga akan
mengimbangi resistensi dari sistemik dan terjadi keseimbangan antara aliran darah
paru dan sistemik. Kira-kira pada bulan pertama kehidupan, paru akan lebih
mengembang dan resistensinya akan menurun sehingga aliran darah akan dominan ke
arah sirkulasi paru dan muncul gejala kegagalan sirkulasi sistemik. Jika keadaan ini
dibiarkan dan sirkulasi tidak diperbaiki, shear stress yang disebabkan meningkatnya
sirkulasi paru dapat menyebabkan penebalan dinding arteri pulmonalis dan
meningkatkan resistensinya, jika sudah sampai terjadi hipertensi paru pada pasien
maka sirkulasi paru akan sangat menurun dan muncul gejala sianosis.

17

Gambar 10
Truncus Arteriosus
2.7 Diagnosis PJB Sianotik
Screening dengan menggunakan pulse oxymetry harus dilakukan pada semua
neonatus, alasannya adalah screening dengan pulse oxymetry dapat mendeteksi
penyakit jantung bawaan secara dini dan metode yang dilakukan tidak invasif.
Direkomendasikan untuk melakukan screening dalam 24 jam pertama setelah
kelahiran. Hasil positif didapatkan jika SpO2<90% atau terdapat perbedaan SpO2>4%
pada

ekstremitas

bawah

dan

atas.

Jika

didapatkan

hasil

positif,

maka

direkomendasikan untuk dilakukan pemeriksaan ekokardiogram.


Anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik yang detail akan mengarahkan
pada etiologi sianosis yang benar. Pemeriksaan laboratorium seperti darah lengkap,
analisa gas darah, X-Ray toraks, EKG dan ekokardiografi membantu dalam
menegakan diagnosis. Anamnesis harus meliputi riwayat perinatal yang seksama.
18

Adanya asfiksia saat lahir perlu ditanyakan, onset dari gejala sianosis dapat
membedakan antara PJB dengan sirkulasi paru yang tergantung dari duktus arteriosus
dengan yang tidak. Penyebab dari sianosis yang paling sering ditemui dapat dibagi
menjadi 3 kelompok yaitu: 1) Etiologi sistem respirasi, 2) Etiologi sistem
kardiovaskular dan 3) Etiologi sistem saraf pusat. Ketiganya dapat dibedakan dengan
pemeriksaan fisik yang baik. Etiologi dari sistem respirasi biasanya ditemukan adanya
tachypnea disertai dengan retraksi dan grunting saat ekspirasi, berbeda dengan
etiologi dari sistem kardiovaskular dimana terdapat tachypnea namun tidak disertai
dengan retraksi dada. Jika etiologi dari sistem saraf pusat dapat ditemukan pernafasan
yang ireguler, bradypnea sampai apneu. Saat dilakukan auskultasi dada akan
ditemukan adanya ronkhi atau wheezing jika masalah ada di sistem respirasi; bising
jantung bisa terdengar jika penyebab ada di sistem kardiovaskular. Saat dilakukan
pemeriksaan penunjang seperti foto toraks dapat ditemukan infiltrat akibat infeksi dan
proses inflamasi lain, paru yang belum mengembang atau paru yang kolaps akibat
sindroma distress pernafasan, efusi pleura atau penumotoraks. Pada kelainan dari
sistem kardiovaskular, foto toraks dapat menunjukan adanya kardiomegali atau
penurunan dan peningkatan corakan vaskular pada paru-paru.
Pemeriksaan yang paling membedakan antara etiologi kardiovaskular dengan
etiologi lain adalah tes hiperoksia. Tes ini dilakukan dengan cara pemberian oksigen
100% selama 10 menit dengan menggunakan sebuah tudung yang disebut dengan
oxyhood. Jika sianosis disebabkan karena kelainan pada sistem respirasi PO 2 arteri
biasanya akan meningkat sampai melebihi 100 mmHg, jika sianosis disebabkan oleh
pirau kanan ke kiri pada sistem kardiovaskular, maka PO2 arteri tidak akan melebihi
100 mmHg dan biasanya peningkatan PO2 tidak lebih dari 30 mmHg.
2.7.1

Tetralogy of Fallot
a. Manifestasi klinis
Presentasi klinis pasien dengan ToF sangat tergantung pada
derajat obstruksi katup pulmonalis. Jika obstruksi ringan, gejala
sianosis tidak terlihat pada masa neonatus, sedangkan jika obstruksi
berat dapat lagsung menimbulkan sianosis beberapa hari setelah
kelahiran saat duktus arteriosus menutup.
Anak yang lebih besar dengan ToF yang tidak diterapi dapat
ditemukan gejala seperti kulit yang menjadi biru gelap, sklera yang
berwarna abu-abu dengan pelebaran pembuluh darah dan adanya
19

clubbing finger pada ujung jari-jari kaki dan tangan. Pada pasien anak
yang sudah besar dan bisa beraktivitas sendiri dapat ditemukan gejala
sesak dan sianosis saat sedang beraktivitas, biasanya anak akan
beraktivitas untuk waktu yang singkat, saat terjadi sesak anak akan
mengambil posisi berjongkok.
Manifestasi klinis lain

yang

sering ditemukan

adalah

hypercyanotic spell, gejala ini dapat ditemukan pada anak berusia 1


bulan sampai 12 tahun dengan puncaknya pada usia 2-3 bulan. Pasien
tampak sesak ditandai dengan pernafasan yang cepat disertai sianosis
yang semakin nyata, pasien menjadi kehilangan keseimbangan
dilanjutkan dengan syncope dan dapat diakhiri dengan episode kejang,
hemiparese dan kematian. Biasanya episode hypercyanotic spell
dipresipitasi oleh kegiatan-kegiatan seperti menyusu, menangis,
bangun dari tidur dan defekasi.8 Kegiatan-kegiatan ini dapat
mempresipitasi serangan sianosis karena saat pasien melakukan
kegiatan-kegiatan tersebut akan terjadi peningkatan konsumsi dan
demand dari oksigen, selanjutnya akan terjadi ketidakseimbangan asam
basa

dan

pusat

pernafasan

akan

berusaha

mengembalikan

keseimbangan pH dengan meningkatkan ventilasi. Peningkatan


ventilasi ini akan menyebabkan penurunan tekanan dalam toraks.
Selanjutnya akan terjadi penurunan resistensi pada sirkulasi sistemik
dan paru, tetapi karena adanya obstruksi pada jalan keluar ventrikel
kanan, penurunan resistensi sirkulasi sistemik tidak diimbangi dengan
penurunan resistensi sirkulasi paru dan terjadi pirau dari kanan ke kiri.
Pada akhirnya akan terjadi hipoksemia yang lebih berat lagi, gangguan
keseimbangan

asam

basa

dan

peningkatan

ventilasi

sebagai

kompensasi.

20

Gambar 11
Siklus yang terjadi pada hypercyanotic spell8
b. Pemeriksaan fisik
Sianosis dapat terlihat pada mukosa bibir, bantalan kuku dan kulit. Jari
tabuh dapat ditemukan setelah beberapa bulan pertama kehidupan.
Pada palpasi dapat ditemukan thrill pada sela iga ke 2 garis sternal
sinistra, murmur sistoloik dapat ditemukan di tempat yang sama akibat
adanya stenosis pada jalan keluar ventrikel kanan. Murmur holosistolik
juga dapat ditemukan pada batas bawah kiri dari sternum, karena
adanya pirau melewati defek septum interventrikel. Murmur biasanya
akan melemah seiring perburukan dari ToF.
c. Pemeriksaan penunjang
Foto X-Ray Toraks
Pada foto toraks dapat ditemukan adanya tanda hipertrofi
ventrikel kanan, yaitu penampakan jantung yang berbentuk
seperti sepatu (boot shaped heart). Lapang paru yang
hiperlusen akibat penurunan aliran darah paru dapat ditemukan.

21

Gambar 12
Foto Toraks Pasien ToF

Elektrokardiografi (EKG)
Dapat ditemukan adanya tanda pembesaran ventrikel kanan
didukung dengan aksis jantung yang cenderung ke arah kanan

(+120-+150 derajat).11
Ekokardiografi
Ekokardiografi 2 dimensi ditambah dengan pemeriksaan
doppler dapat menegakan diagnosis ToF sekaligus menilai
derajat keparahannya.11
Dapat digambarkan secara visual adanya defek pada
septum interventrikular dan adanya overriding aorta
Anatomi jalan keluar dari ventrikel kanan dapat dinilai
(infundibular, anulus, valvula dan arteri pulmonalis
utama beserta cabang-cabangnya)
Pemeriksaan doppler dapat memperkirakan tekanan
yang ditimbulkan obstruksi pada outflow tract ventrikel
kanan.

22

2.7.2

D-Transposition of Great Arteries


a. Manifestasi klinis
Sianosis dan tachypnea pada jam atau hari pertama dari kehidupan dan
merupakan suatu kondisi gawat darurat, dan berat atau tidaknya gejala
tergantung dari pirau pada atrium dan duktus arteriosus yang terbuka
atau tidak.
b. Pemeriksaan fisik
Sianosis sentral yang berat.
Tachypnea yang tidak disertai dengan retraksi
Jika septum interventrikular intak, tidak terdengar bising
jantung. Bising jantung holosistolik dapat terdengar jika
terdapat VSD.
c. Pemeriksaan penunjang
Analisa gas darah
Hipoksemia berat yang biasanya disertai dengan asidosis dapat
ditemukan. Hipoksemia ini tidak menunjukan respon yang baik
saat dilakukan tes hiperoksia
Elektrokardiografi
Dapat ditemukan hipertrofi ventrikel kanan setelah kira-kira 3
hari pertama. Ditemukan gelombang R yang tinggi pada lead
V1 dan V2 ditambah gelombang S dalam pada lead V5 dan V6.
X-Ray Toraks
Penemuan khas pada X-Ray toraks adalah kardiomegali disertai
dengan

peningkatan

corakan

vaskular

paru

sehingga

membentuk egg shaped heart appearance.

23

Gambar 13
Egg shaped heart11
Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi 2 dimensi dan pemeriksaan
doppler dapat memberikan informasi mengenai kelainan
anatomi yang diperlukan dalam mendiagnosis D-TGA. Dapat
ditemukan arteri besar keluar dari ventrikel yang berada di
posterior (ventrikel kiri) yang membentuk sudut tajam ke arah
posterior ke arah paru-paru, menunjukan pembuluh ini adalah
arteri pulmonalis. Dapat juga ditemukan gambaran double
circles sebagai penamakan aorta dan arteri pulmonalis.

Gambar 14
Gambaran double circle pada D-TGA
2.7.3

L-Transposition of the Great Arteries


24

a. Manifestasi klinis
1. Pasien biasanya asimtomatik jika L-TGA tidak disertai dengan
kelainan kongenital lainnya
2. Jika terdapat kelainan kongenital lain, pasien dengan VSD dan
stenosis katup pulmonal akan mengalami gejala sianosis pada
beberapa bulan pertama kehidupan. Gejala gagal jantung
kongestif seperti edema tungkai dan sesak nafas dapat terjadi
jika terdapat VSD yang lebar tanpa disertai stenosis katup
pulmonalis
b. Pemeriksaan fisik
1. Sianosis sentral jika terdapat VSD dan stenosis katup
pulmonalis.
2. Pada inspeksi dapat ditemukan denyutan prekordial yang
hiperaktif jika terdapat VSD yang lebar.
3. Pada palpasi dapat dirasakan thrill sistolik jika terdapat stenosis
katup pulmonalis
4. Pada auskultasi dapat ditemukan bising holosistolik pada sisi
sternal kiri bagian bawah menandakan adanya VSD, bising
sistolik dapat didengarkan pada batas kiri dan kanan sternum
bagian atas jika ada stenosis katup pulmonalis.
5. Bradikardia, takikardia atau irama jantung yang ireguler
c. Pemeriksaan penunjang
1. Elektrokardiografi
o Gelombang Q tidak ditemukan pada lead V5 dan V6
dan ditemukannya gelombang Q pada lead V1 adalah
karakteristik dari kelainan ini
o Blok AV dengan berbagai derajat dapat ditemukan, blok
AV derajat 1 ditemukan pada 50% pasien.
o Hipertrofi ventrikel dapat ditemukan pada kasus yang
sudah terjadi komplikasi.

2. X-Ray Toraks
o Batas jantung kiri bagian atas yang terlihat lurus adalah
penemuan khas pada kelainan ini, batas ini merupakan
gambaran dari aorta asenden yang berada di sebelah kiri

25

o Jika kelainan disertai dengan VSD dapat ditemukan


adanya kardiomegali dan peningkatan corakan caskular
paru.
3. Ekokardiografi
o Gambaran double circle ditemukan dengan lingkaran
yang berada di posterior adalah arteri pulmonalis tanpa
adanya cabang arteri koroner yang keluar. Lingkaran
yang berada di anterior adalah aorta.
o Ventrikel kiri yang diidentifikasi dengan adanya dua
buah muskulus papilaris yang mencolok terlihat di
sebelah kanan depan dan terhubung dengan katup mitral
yang memiliki gambaran fish mouth appearance.11
2.7.4

Atresia Trikuspid
a. Manifestasi klinis
1. Sianosis berat yang terlihat sesaat setelah lahir, tachypnea dan
tidak mau menyusu
2. Pada anak yang lebih besar, dapat ditanyakan riwayat

1.
2.

terjadinya hypoxic spell


.
b. Pemeriksaan fisik
Sianosis sentral terlihat pada bibir, bantalan kuku dan kulit
Pada anak yang lebih besar dapat terlihat jari tabuh
3. Pada auskultasi dapat terdengar bising jantung sistolik pada
batas kiri bawah sternum, murmur kontinyu akibat adanya PDA
c. Pemeriksaan penunjang
1. X-Ray toraks
a. Ukuran jantung dapat normal atau sedikit membesar
(RAH/LVH)
b. Corakan vaskular paru-paru yang menurun
2. Ekokardiografi
a. Tidak ditemukannya orifisium pada katup trikuspid
b. Pembesaran atrium kanan
c. Hipoplasia yang jelas pada ventrikel kanan
d. Ventrikel kiri yang membesar

2.7.5

Total Anomalous Venous Return


Diagnosis pada TAVR dibagi menjadi 2 yaitu pada TAVR dengan
obstruksi aliran vena pulmonalis dan tanpa obstruksi aliran vena pulmonalis

26

a. Manifestasi klinis TAVR


TAVR dengan obstruksi
1. Sianosis sentral dan distress pernafasan pada periode
neonatus.
2. Sianosis diperparah jika bayi disusui, akibat peningkatan
tekanan pada vena pulmonalis komunis oleh esofagus yang
terisi makanan.
TAVR tanpa obstruksi
1. Sianosis ringan saat lahir
2. Gejala gagal jantung kongestif dan infeksi paru berulang
b. Pemeriksaan fisik
TAVR dengan obstruksi
1. Sianosis sentral sedang sampai berat
2. Tachypnea disertai dengan retraksi dada
3. Penemuan auskultasi jantung biasanya minimal, bising jantung

dapat ditemukan sebagai bising sistolik pada batas kiri atas


dari sternum.
4. Ronkhi basah halus pada kedua paru
5. Hepatomegali.

TAVR tanpa obstruksi


1. Pasien tampak sianosis ringan
2. Ditemukan penemuan klinis pada gagal jantung kongestif
(tachypnea, dyspnea, tachycardia, hepatomegali)
3. Pada auskultasi jantung ditemukan ritme quadruple atau
quintuple, murmur diastolik pada batas sternal bawah sebelah
kiri, akibat adanya peningkatan aliran darah yang melewati

katup trikuspidalis.
c. Pemeriksaan penunjang
1. Elektrokardiografi
Pada kedua kelompok biasanya didapati gambaran pembesaran
ventrikel dan atrium sebelah kanan.
2. X-Ray toraks
TAVR dengan obstruksi
Jantung dapat ditemukan

normal

atau

sedikit

membesar
Pada lapang paru terdapat gambaran edema paru
(bercak interstisial dan Kerleys B-Lines)
TAVR tanpa obstruksi
Pembesaran atrium kanan dan ventrikel kanan
Snowman sign
3. Ekokardiografi dan Pemeriksaan Doppler

27

Ventrikel kanan berukuran besar dan ventrikel kiri yang relatif


terlihat lebih kecil dan pembesaran atrium kanan dibanding

atrium kiri adalah penemuan yang paling menonjol


Terdapat hubungan antar atrium
Pada M- mode ekokardiografi dapat ditmukan gerakan septum
interventrikular yang berkurang sebagai tanda pembesaran

ventrikel kanan.
Pemeriksaan doppler menunjukan peningkatan aliran darah
pada arteri pulmonalis dan pada muara dari vena pulmonalis.

2.7.6

Truncus Arteriosus
a. Manifestasi klinis
1. Sesaat sesudah lahir, gejala sianosis tidak begitu jelas
2. Tanda-tanda gagal jantung kongestif ditemukan beberapa hari
sampai minggu setelah kelahiran karena resistensi pembuluh
darah paru yang menurun
3. Gejala seperti sesak saat beraktivitas, hambatan pertumbuhan
dan sering terjadi infeksi saluran pernafasan dapat ditemukan di
usia infant (1 bulan- 1 tahun)
b. Pemeriksaan fisik
1. Berbagai derajat sianosis, tanda gagal jantung kongestif (edema
tungkai, peningkatan JVP) dengan

tachypnea biasanya

ditemukan beberapa hari setelah lahir


2. Pada inspeksi ditemukan denyut prekordial yang hiperaktif dan
denyut apikal yang tergeser ke arah lateral
3. Pada auskultasi dapat ditemukan bising diastolik yang berasal
dari regurgitasi katup truncus arteriosus
c. Pemeriksaan penunjang
1. X-Ray Toraks
o Dapat ditemukan kardiomegali ditambah dengan adanya
peningkatan pada corakan vaskular paru.
28

2. Ekokardiografi.
o VSD yang berukuran besar dapat diidentifikasi di
bawah katup dari truncus arteriosus
o Terdapat sebuah pembuluh besar, satu-satunya yang
keluar dari jantung, sekaligus dapat menentukan tipe
dari truncus arteriosus.
o Katup pulmonalis tidak bisa diidentifikasi dan hanya
terdapat satu buah katup semilunaris

2.8 Tatalaksana
2.8.1 Tetralogy of Fallot
Tujuan dari terapi adalah meningkatkan aliran darah ke arteri pulmonalis
untuk mencegah sekuelae yang dapat ditimbulkan oleh hipoksia berat seperti syok,
gagal nafas dan asidosis metabolik.11
1. Jika terjadi episode hypoxic spell, dapati dilakukan beberapa usaha
pertolongan seperti menempatkan anak pada posisi knee-chest, memberikan
sediaan morphine sulfate 0,2 mg/kgBB secara injeksi intramuskular atau
subkutan dan jika usaha tersebut belum berhasil menngatasi sianosis dapat
diberikan natrium bikarbonat dengan dosis 1mEq/kgBB lewat intravena.
2. Prostaglandin E1 diberikan dengan dosis 0,01-0,2 ug/kgBB/menit) karena
prostaglandin adalah suatu vasodilator poten, maka duktus arteriosus akan
tetap berdilatasi dan sirkulasi paru dapat dipertahankan. Prostaglandin
diberikan segera setelah diagnosis penyakit jantung bawaan sudah diduga dan
terus diberikan sampai masa preoperasi.
3. Pencegahan atau penatalaksanaan dehidrasi dapat membantu mencegah
hemokonsentrasi dan komplikasi trombosis pada pembuluh darah.
4. Prinsip dari terapi pembedahan korektif adalah membebaskan jalan keluar dari
ventrikel kanan yang tersumbat dengan cara mereseksi otot infundibular yang
biasanya menyebabkan stenosis, melakukan valvotomi pada stenosis katup
pulmonalis, valvektomi pada anulus katup berukuran sangat kecil.
5. Pilihan kedua adalah Blalock-Tausig shunt (BT shunt) terapi ini adalah
pembedahan paliatif dan biasanya dilakukan pada pasien yang memiliki
29

komorbiditas yang membuat terapi pembedahan korektif menjadi beresiko.


Prinsipnya adalah membuat hubungan langsung antara aorta asenden dengan
arteri pulmonalis utama. Masalahnya adalah, seiring bertumbuhnya anak,
semakin banyak aliran ke paru-paru yang dibutuhkan sehingga aliran darah
dari BT shunt suatu saat tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan sirkulasi
paru.

Gambar 15
Blalock-Taussig Shunt9
2.8.2 D-Transposition of Great Arteries
1. Segera setelah D-TGA dicurigai, prostaglandine E1 (0,01-0,2 ug/kgBB/menit)
untuk mempertahankan duktus arteriosus
2. Pada anak yang tetap mengalami hipoksia setelah pemberian prostaglandin,
dapat menjalani operasi Rashkind baloon atrial septostomy. Prinsipnya adalah
memperlebar foramen ovale atau defek pada septum interatrial dengan

30

menggunakan balon pada kateter pembuluh darah. Harapannya adalah


peningkatan dari sirkulasi darah pada paru-paru.
3. Terapi definitif untuk D-TGA adalah prosedur Jatene atau prosedur menukar
arteri besar. Pada D-TGA dengan septum interventrikel yang intak, operasi ini
harus dilakukan dalam 2 minggu pertama setelah lahir, alasan dari batas waktu
ini adalah penurunan resistensi vaskular paru yang menurun pesat. Hal ini
akan menyebabkan penurunan tekanan pada ventrikel kiri dan akhirnya
menimbulkan penurunan massa otot dari ventrikel kiri, sehingga ventrikel kiri
tidak bisa memompa darah ke sirkulasi sistemik.

Gambar 16
Prosedur Jatene9
2.8.3 L-Transposition of Great Arteries
1. Terapi pembedahan biasanya dilakukan untuk mengoreksi kelainan lain
seperti adanya VSD
2. Pembedahan korektif yang sederhana pada akhirnya akan membuat ventrikel
kanan sebagai ventrikel yang memompa ke sirkulasi sistemik, sehingga
rentan terjadi kegagalan sirkulasi sistemik.
3. Pembedahan korektif alternatif yaitu dilakukan prosedur double switch,
prinsipnya adalah menukar letak kedua atrium dan melakukan rerouting pada
jalur balik vena sistemik dan vena pulmonalis.
2.8.4 Atresia Trikuspid
1.

Infus prostaglandine E1 sampai masa preoperasi untuk pembedahan korektif


31

2.

Glenn Shunt, prinsip dari terapi ini adalah menghubungkan vena kava
superior dengan arteri pulmonalis, tujuannya adalah untuk mengurangi beban
jantung.

Gambar 17
Bidirectional Glenn Shunt
3. Prosedur Fontan termodifikasi
Biasanya dilakukan saat pasien berusia 1,5-3 tahun, prinsipnya adalah
melakukan anastomosis pada atrium kanan langsung ke arteri pulmonalis,
sehingga sirkulasi arteri pulmonalis lebih lancar.

Gambar 18
Fontan termodifikasi

32

2.8.5 Total Anomalous Venous Return


Tatalaksana bedah korektif harus dilakukan, tidak ada tatalaksana
paliatif yang dapat memperbaiki keadaan klinis. Meskipun teknik
pembedahannya bervariasi, prinsip dari koreksi adalah menghubungkan dan
mengalirkan darah dari vena pulmonalis ke dalam atrium kiri.10 Setelah
pembedahan masih dapat terjadi komplikasi yaitu krisis hipertensi pada
pembuluh darah paru terutama pada pasien yang terlambat didiagnosa.
Transplantasi paru-jantung menjadi pilihan satu-satunya.
2.8.6 Truncus Arteriosus
Pada bulan awal kehidupan akan terjadi penurunan resistensi vaskular
pada paru, saat itu akan terjadi gejala gagal jantung, saat terjadi gejala ini
maka pembedahan langsung diindikasikan. Prinsip pembedahan korektif
adalah penutupan celah VSD kemudian arteri pulmonalis dipisahkan dari
truncus dan dihubungkan dengan ventrikel kanan.
2.9

Komplikasi
Komplikasi PJB sianotik dapat berupa polisitemia, jari tabuh, komplikasi
susunan saraf pusat, gangguan perdarahan, hypoxic spell, menurunnya intelligent
quotient, skoliosis, hiperurisemia dan gout. Polisitemia terjadi karena kadar oksigen
arteri rendah yang menstimulasi sumsum tulang melalui pelepasan eritropoietin dari
ginjal dan meningkatkan jumlah sel darah merah. Polisitemia dapat meningkatkan
kapasitas transport oksigen yang bermanfaat untuk anak yang sianotik. Pada penderita
PJB sianotik, hipoksemia kronis sangat berperan menyebabkan perubahan struktur
dan fungsi pembuluh darah. Sianosis dan keadaan eritrositosis sangat mempengaruhi
viskositas darah. Keadaan ini menyebabkan efek langsung pada fungsi pembuluh
darah dan dapat menyebabkan trombosis dan emboli. Jari tabuh disebabkan oleh
pertumbuhan jaringan lunak di bawah kuku yang merupakan akibat dari sianosis
sentral.

33

BAB III
KESIMPULAN
Penyakit jantung bawaan sianotik merupakan penyakit dengan abnormalitas pada
struktur maupun fungsi sirkulasi jantung yang telah ada sejak lahir dan menimbulkan
sianosis. Warna kebiruan pada mukosa pasien yang mengalami sianosis disebabkan karena
adanya peningkatan kadar hb tereduksi sebanyak 3-5 gram/dl. Hb tereduksi ini bisa masuk ke
sirkulasi sistemik karena adanya pirau dari kanan ke kiri di dalam jantung atau adanya
kelainan anatomis jantung yang memungkinkan terjadinya percampuran antara darah yang
teroksigenasi dan darah yang kurang mengandung oksigen. Setiap bayi atau anak yang
mengalami sianosis, wajib dipikirkan penyakit jantung bawaan sebagai salah satu diagnosis
bandingnya. Screening direkomendasikan untuk semua neonatus dengan menggunakan pulse
oxymetry Anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang yang tepat dapat membedakan sistem
yang menyebabkan sianosis.
Penanganan PJB sianotik yang menyebabkan penurunan pada sirkulasi arteri
pulmonalis mempunyai dasar untuk mempertahankan sirkulasi pulmoner dengan pemberian
obat-obatan ataupun pembedahan korektif.
Penanganan PJB sianotik yang menyebabkan peningkatan pada sirkulasi arteri
pulmonalis biasanya bertujuan untuk mencegah kongesti akibat gagal jantung dan melakukan
pembedahan korektif untuk mencegah sianosis pada saat usia anak bertambah besar.

34

Anda mungkin juga menyukai