Anda di halaman 1dari 26

Bagian Ilmu Bedah

Refleksi Kasus

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

COMBUSTIO GRADE IIA-B

Disusun oleh :

Liny Rahma Ningtyas

(1410029037)

Pembimbing:
dr. Yudhy Arius, Sp.BP-RE

PROGRAM PROFESI PENDIDIKAN DOKTER UMUM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MULAWARMAN
RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE SAMARINDA
2016

KASUS
Pasien MRS pada tanggal 21 September 2015 melalui Instalasi Gawat Darurat RSUD
AWS Samarinda dan dirawat inap di Ruang Cempaka.
Anamnesis
Identitas Pasien:
Nama

: An. D

Umur

: 14 bulan

Jenis kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Jl. M. Sangaji Gang Virgo 13 RT 09

Tanggal MRS

: 21 September 2015

No. RM

: 85 73 41

Identitas Ayah Pasien:


Nama

: Bapak W

Umur

: 42 tahun

Pekerjaan

: Supir

Pendidikan terakhir : SMA


Alamat

: Jl. M. Sangaji Gang Virgo 13 RT 09

Identitas Ibu Pasien:


Nama

: Ibu R

Umur

: 33 tahun

Pekerjaan

: IRT

Pendidikan terakhir : SD
Alamat

: Jl. M. Sangaji Gang Virgo 13 RT 09

1. Keluhan Utama
Luka bakar
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengalami luka bakar di daerah dada, leher, dan pipi kiri 15 menit SMRS.
Luka bakar terjadi akibat tersiram air panas saat pasien mengambil gelas berisi air panas.
Pasien segera di bawa ke IGD RS A.W. Sjahranie Samarinda. Pasien sangat rewel dan
terus menangis. Ibu pasien mengaku tidak mengoleskan apapun di luka bakar tersebut.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami riwayat serupa sebelumnya. Pasien tidak pernah
di rawat di rumah sakit, dan tidak memiliki penyakit bawaan sebelumnya.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit dalam keluarga disangkal oleh keluarga pasien.
5. Riwayat Saudara-Saudara Pasien:
1. Aterm, spontan, 16 tahun, sehat
2. Aterm, spontan, 10 tahun, sehat

6. Riwayat Ibu Sebelum Kehamilan


Ibu pasien menikah saat usia 16 tahun dan kini telah memiliki 3 orang anak
termasuk pasien salah satunya.. Ibu pasien mengaku tidak pernah MRS. Hipertensi
disangkal, diabetes mellitus disangkal, asma disangkal, dan penyakit infeksi lainnya juga
disangkal. Riwayat abortus disangkal. Ibu pasien sekarang memakai KB mini pil dan
riwayat suntik KB per tiga bulan sebelum hamil yang terakhir.
7. Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Post Persalinan
Ibu mengetahui kehamilannya ini saat kandungan berusia 2 bulan Ibu pasien
melakukan pemeriksaan ANC ke bidan setiap tiga bulan. Selama hamil ibu pasien
3

mengaku tidak mengalami permasalahan, kondisi stress disangkal, demam tidak ada,
hiperemesis gravidarum tidak ada, hipertensi tidak ada, diabetes mellitus tidak ada,
trauma tidak ada, mengkonsumsi jamu-jamuan tidak ada, mengkonsumsi alkohol dan
rokok tidak pernah. Ibu pasien rutin mengonsumsi sumplemen penambah darah dan
tidak mengonsumsi obat-obatan tertentu.
Pasien lahir secara sectio caesarea dengan indikasi kala 2 lama suspek distosia
bahu diusia kehamilan 9 bulan dengan BB 2500 gram, Menangis kuat, biru atau kuning
disangkal.
8. Riwayat Psikososial dan Lingkungan
Bapak pasien merokok setiap harinya di dalam maupun di luar rumah. Di rumah
tidak memelihara binatang peliharaan seperti kucing dan adanya kucing liar yang
berkeliaran di sekitar rumah pun disangkal.
9. Riwayat Makanan & Minuman
Pasien minum ASI eksklusif sejak lahir hingga usia 6 bulan, selanjutnya diberi
makanan pendamping ASI sampai saat ini.
10. Riwayat Imunisasi

Jenis
Imunisasi
BCG
Polio
Campak
DPT
Hepatitis B

II

+
+
+
+

////////
+
+
+

Imunisasi
III
IV
///////
+
///////
+
+

///////
+
///////
///////
///////

Booster I

Booster II

///////
///////
-

///////
///////
-

11. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


BB Lahir

: 2500 gram

BB sekarang

: 9,5 kg

PB Lahir

: 51 cm

PB sekarang

: 78 cm

Gigi keluar

: 6 bulan

Berdiri

: 9 bulan
4

Tersenyum

: 2 bulan

Berjalan

: 12 bulan

Miring

: 5 bulan

Berbicara 2 suku kata : 12 bulan

Tengkurap

: 6 bulan

Masuk TK

:-

Duduk

: 7 bulan

Masuk SD

:-

Merangkak

: 6 bulan

Sekarang kelas

:-

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: komposmentis, E4V5M6

Tanda-Tanda Vital
1.

Frekuensi nadi : 124x/menit kuat angkat

2. Frekuensi nafas

: 32x/menit

3. Suhu

: 36,9oC

Status Gizi
Berat Badan

: 9 kg

Panjang Badan

: 78 cm

BB/PB

: Normal (ideal)

Status generalisata
Kepala

Bentuk : Normal

Lingkar Kepala: 42,0 cm (normal)

Rambut : hitam, tipis, tidak mudah dicabut


Mata

konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor,

refleks cahaya (+/+)

Hidung : nafas cuping hidung -|- , sekret (+)


5

Telinga : bentuk normal, sekret (-)


Pipi

terdapat luka bakar di bucal sinistra

Leher

Terdapat luka bakar di colli anterior sinistra

KGB

: tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Toraks
Inspeksi

terdapat luka bakar thorax sinistra anterior

gerakan dinding dada simetris, retraksi (-)

Palpasi

: fremitus raba sama kanan dan kiri

Perkusi

: sonor di semua lapangan paru


Auskultasi

wheezing (-/-), ronki (-/-), bunyi jantung I & II

normal, murmur (-), gallop (-)


Abdomen

Inspeksi

: bentuk normal, simetris, datar, scar (-)

Palpasi

: soefl, tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi

: timpani

Auskultasi : bising usus normal

Ekstremitas

Superior

Luka bakar regio brachii 1/3 distal sinistra grade IIA seluas 1%

Akral hangat, CRT <2 detik, tidak edema

Inferior

: akral hangat, CRT <2 detik, tidak edema

Status Lokalis :
Facei :

terdapat luka bakar di bucal sinistra grade IIA seluas 2%


Colli :

Terdapat luka bakar di colli anterior sinistra grade IIA seluas 2%, Bulla (+)

Thorax Anterior

Terdapat luka bakar thorax anterior sinistra grade II A-B seluas 5 %

Brachii Sinistra

Terdapat luka bakar regio brachii 1/3 distal sinistra grade IIA seluas 1%

Diagnosis Kerja
Combustio grade IIA-B 10% ec scald
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium: Darah Lengkap, GDS, Elektrolit, Bt, Ct
Leukosit

: 14.500

GDS

: 257

Hb

: 11,6

Ur

: 20,0

Hct

: 37,2

Cr

: 0,5

Trombosit

: 331.000

BT

: 3

Na

: 136

CT

: 9

: 3,9

Cl

: 108

Penatalaksanaan

Tanggal
17/1/16

IVFD D5 NS 950 cc/24 jam

Inj. Ceftriaxone 450 mg/ 12 jam IV

Inj. Paracetamol 95 mg/ 8 jam IV

Irigasi luka bakar NaCl 0,9 % 10 menit tutup dengan kassa basah

Pro debridement luka bakar (16 Januari 2016)

Subjektif
Keluhan (-)

Objektif
N : 112x/menit

Assessment
Combustio grade

Planning
IVFD RL 750cc/24 jam
7

RR : 28x/menit

IIA-B 10 % ec

T : 36,5

scald

Regio

post

faceicolli debridement H-I

jam IV (H-1)
-

sinistra + regio thorax


anterior

sinistra

Inj. Ceftriaxone 500 mg/12


Inj. Natrium Metamizole 100
mg/8 jam IV

Diet TKTP

brachii 1/3 proksimal

Pro Debridement 5-7 hari lagi

sinistra terbalut perban


(+), rembesan (-)
19/1/16

Keluhan (-)

N : 110x/menit

Combustio

grade

IVFD RL 750cc/24 jam

RR : 28x/menit

IIA-B 10 % ec

Inj. Ceftriaxone 500 mg/12

T : 36,7

scald

Regio

post

faceicolli debridement H-II

jam IV (H-3)
-

sinistra + regio thorax


anterior

sinistra

Inj. Natrium Metamizole 100


mg/8 jam IV

Diet TKTP

brachii 1/3 proksimal


sinistra terbalut perban
(+), rembesan (-)
21/1/16

Keluhan (-)

N : 112x/menit

Combustio

grade

IVFD RL 750cc/24 jam

RR : 32x/menit

IIA-B 10 % ec

Inj. Ceftriaxone 500 mg/12

T : 36,8

scald

Regio

post

faceicolli debridement H-IV

jam IV (H-5)
-

sinistra + regio thorax


anterior

sinistra

Inj. Natrium Metamizole 100


mg/8 jam IV

Diet TKTP

brachii 1/3 proksimal

Pro debridement II 22/1/2016

sinistra terbalut perban


(+), rembesan (-)
22/1/16

Keluhan (-)

N : 110x/menit

Combustio

grade

IVFD RL 750cc/24 jam

RR : 32x/menit

IIA-B 10 % ec

Paracetamol syr 3xcth I prn

T : 36,8

scald

Diet TKTP

Perioperatif :

debridement II H-0

Besok rencana KRS

N : 116x/menit

Combustio

KRS kontrol poli tanggal

RR : 28x/menit

IIA-B 10 % ec

T : 36,8

scald

Regio

faceicolli

sinistra epitelisasi (+)


+ regio thorax anterior
sinistra

RS

2%

brachii 1/3 proksimal


sinistra epitelisasi (+)
23/1/16

Keluhan (-)

Regio

grade

29/1/2016

faceicolli debridement II H-1

sinistra + regio thorax


anterior

sinistra

brachii 1/3 proksimal


sinistra terbalu perban
(+), rembesan (+)

TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Luka bakar adalah cedera terhadap jaringan yang disebabkan oleh kontak dengan
panaskering (api), panas lembab (uap atau cairan panas), kimiawi (bahan-bahan korosif), barangbarang elektrik (aliran listrik atau lampu), friksi, atau energi elektromagnetik dan radian
(Dorland, 2002).
Etiologi
Luka bakar yang paling sering terjadi adalah luka bakar termal sebagai akibat dari
kebakaran rumah, kecelakaan kendaraan, bermain korek api, pakaian yang terbakar, atau air
panas. Selain itu penyebab yang lain adalah luka bakar kimia yang disebabkan senyawa yang
asam, atau alkali yang mengenai tubuh pasien karena kontak, minum, terhirup, atau karena
suntikan. Luka bakar listrik menjadi sebab yang terjadi karena kontak dengan kawat listrik yang
mengandung arus listrik dengan sumber listrik tegangan tinggi. Luka bakar gesekan atau
ekskoriasi, terjadi ketika kulit mengalami gesekan hebat dengan permukaan yang kasar. Luka
bakar karena serangan matahari secara berlebihan (Kowalak, Welsh, dan Mayer, 2012).
-

Brush burn

: luka akibat penggosokan atau friksi kuat; misalnya oleh tambang yang

ditarik dengan tangan, disebu juga friction burn.


-

Chemical burn

: luka yang disebabkan oleh berbagai bahan kaustik, seperti asam,

desinfektan, dan bahan alkali.


-

Electric burn

: luka bakar yang terjadi akibat kontak dengan arus listrik, disebut pula

contac burn.
-

Flash burn

: suatu lesi termal yang dihasilkan oleh suatu pemaparan sangat singkat

terhadap radiasi panas intensitas tinggi, seperti pada ledakan atau lecutan listrik mendadak.
-

Radiation burn

: suatu luka bakar yang disebabkan oleh pajanan sinar-X, radium, cahaya

matahari, atomik, atau semua jenis energi radiasi lain.

10

Penyebab luka bakar dan kedalamannya (Williams, Bulstrode, dan Oconnell, 2013):
Penyebab luka bakar
Air panas

Kemungkinan kedalaman luka bakar


Superfisial, namun dapat mencapai dermis jika tidak tertangani
dengan baik.

Api

Dalam pada bayi.


Campuran deep dermal dan full thickness

Basa, termasuk semen

Sering deep dermal atau full thickness

Asam

Konsentrasi lemah superfisial, konsentrasi kuat deep dermal

Elektrik

full thickness

Api, air panas, dan kontak dengan benda yang panas atau dingin menginduksi kerusakan
sel melalui koagulasi yang menyebabkan nekrosis. Sedangkan bahan kimia dan elektrik secara
langsung menyebabkan cedera sel dengan merusak membran sel (Jeschke, 2013).
Patofisiologi
Protein sel mulai mengalami degradasi pada suhu 40oC. Degradasi protein ini akan
memulai perubahan hemostasis sel. Hal ini bersifat reversibel jika suhu mengalami penurunan.
Mulai pada suhu 45oC protein sel secara permanen akan mengalami denaturasi. Hal ini dapat
dilihat sebagai jaringan nekrosis. Kecepatan kerusakan sel bergantung pada suhu dan lama waktu
paparan, penyebab luka bakar, dan usia pasien yang terkena luka bakar (Jeschke, 2013).
Cedera sel memicu pelepasan mediator kimiawi yang turut menimbulkan peningkatan
permeabilitas kapiler secara lokal, sedangkan pada kasus luka bakar berat, pelepasan mediator ini
menyebabkan pengingkatan permeabilitas kapiler secara sistemik. Kejadian patofisiologi yang
spesifik bergantung pada penyebab dan klasifikasi luka bakar (Kowalak, Welsh, dan Mayer,
2012).

Cedera pada luka bakar dibagi menjadi 3 zona :


1. Zona koagulasi

11

Zona ini merupakan area nekrotik dimana sel-sel sudah mengalami kerusakan secara
permanen saat kejadian.
2. Zona stasis
Zona stasis berada di sekitar zona koagulasi yang mempunyai perfusi jaringan yang
menurun. Zona ini dapat menjadi zona koagulasi atau bertahan sebagai zona stasis
tergantung dengan lingkungan. Kerusakan pembuluh darah dan kebocoran plasma terjadi
pada zona stasis ini.
3. Zona hiperemis
Zona ini memiliki karakteristik vasodilatasi pembuluh darah sehingga tampak hiperemis.
Zona ini merupakan jaringan viabel dimana proses penyembuhan bermula dan secara
umum tidak berpotensi menjadi jaringan nekrotik (Jeschke, 2013).

Gambar 1. Zona luka bakar menurut Jackson (Hettiaratchy & Dziewulski, 2004)

Derajat Luka Bakar

12

Gambar 2. Kedalaman luka bakar (Jeschke, 2013)


Luka bakar derajat I (superficial thickness)
Luka bakar derajat pertama menyebabkan cedera setempat atau destruksi setempat pada
kulit (hanya lapisan epidermisnya) akibat kontak langsung (seperti terkena bahan kimia) atau
kontak tidak langsung (seperti sengatan matahari). Fungsi barrier (sawar) pada kulit tetap utuh
dan luka bakar jenis ini tidak mengancam hidup korban. Gejala yang timbul adalah nyeri,
eritema, dan pucat jika ditekan. Contoh penyebabnya adalah sinar matahari. Luka bakar ini tidak
menimbulkan jaringan parut pada penyembuhannya (Jeschke, 2013). Luka sembuh dalam waktu
3-5 hari, lebih baik dengan pemberian salep aloelotion dan analgesik per oral (Klein, 2007).
Luka bakar derajat I tidak perlu ditutup (Jeschke, 2013).
Luka bakar derajat IIA (second-degree superficiall-thickness)
Luka bakar ini meliputi destruksi epidermis dan sebagian dermis tidak melebihi papila
dermis (Williams, Bulstrode, dan Oconnell, 2013). Lepuh yang dindingnya tipis dan berisi
cairan terjadi dalam tempo beberapa menit setelah cedera. Ketika lepuh ini pecah, ujung-ujung
saraf akan terpajan dengan udara. Karena respon nyeri dan taktil masih utuh, penanganan luka
bakar ini menimbulkan nyeri yang sangat. Fungsi sawar pada kulit sudah hilang pada derajat
luka bakar ini (Kowalak, Welsh, dan Mayer, 2012). Luka bakar akan terlihat berwarna pink,
lembab, nyeri, dan terkadang berbentuk bulla. Penyebabnya biasanya air panas atau api. Luka
13

akan terjadi re-epitelisasi dari epitel yang tersisa, juga folikel rambut, kelenjar keringat dalam
waktu 1-2 minggu, tidak diperlukan tindakan operatif. Penyembuhan luka tidak menimbulkan
jaringan parut, namun dalam beberapa waktu warna kulit akan mengalami perubahan. Luka
bakar ini diberikan salep antibiotik dan ditutup dengan kassa (Klein, 2007) (Jeschke, 2013).
Luka bakar derajat IIB (second-degree deep -thickness)
Luka bakar ini meliputi destruksi epidermis dan dermis sampai retikular dermis. Luka
bakar tampak pucat dengan bintik-bintik pink terutama jika lebih dari 48 jam. Sensasi nyeri pada
luka bakar berkurang, pasien akan merasakan sensasi tumpul pada pemeriksaan dengan ujung
jarum (Williams, Bulstrode, dan Oconnell, 2013) (Jeschke, 2013). Penyembuhan luka bakar
derajat ini selama 3-8 minggu dengan kontrol infeksi yang baik dan tanpa tindakan operasi
tergantung kondisi jaringan viabel yang tersisa. Luka bakar derajat IIB sembuh dengan scar, dan
memungkinkan terjadinya kontraktur. Oleh karena itu, jika luka tidak mengalami re-epitelisasi
secara sempurna dalam 3 minggu, perlu dilakukan tindakan eksisi dan skin graft (Klein, 2007).
Luka bakar derajat tiga (full-thickness)
Luka bakar ini merupakan luka bakar yang berat dan mengenai setiap sistem serta organ
tubuh. Luka bakar derajat tiga meluas lewat epidermis serta dermis dan mengenai lapisan
jaringan subkutan. Luks bakar ini tampak coklat-hitam, kasar, dan tidak terasa nyeri (Klein,
2007). Luka bakar derajat III ini dapat juga berwarna cerry red karena karboksihemoglobin yang
tertahan di luka. Penatalaksaan terbaik luka bakar derajat III adalah eksisi dan skin graft
(Williams, Bulstrode, dan Oconnell, 2013) (Jeschke, 2013).
Penentuan Luas Luka Bakar
Penentuan luas luka bakar menggunakan rule of nine atau rule of Wallace yang sering
digunakan untuk menentukan luas luka bakar. Luas luka bakar hanya menghitung luka bakar
derajat II dan III (partial and full-thickness dermal injury). Luka bakar superfisial (derajat I)
tidak masuk dalam perhitungan. Metode lain yang digunakan adalah dengan menggunakan
tangan pasien yang di estimasikan 1% dari luas luka bakar. Tabel Lund and Bowder merupakan
metode yang akurat untuk menentukan luas luka bakar karena mempertimbangakn usia dalam
penentuan luas luka bakar (Klein, 2007).
14

Gambar 3. The rules of nine. Metode klasik penentuan luas luka bakar. Perbedaan proporsi tubuh
dewasa dan anak membuat perbedaan dalam perhitungan luas luka bakar (Klein, 2007).
Tatalaksana
Pertolongan pertama pada kasus luka bakar :
-

Pastikan keamanan penolong. Hal ini penting ketika kebakaran dan pada kasus
luka bakar elektrik dan bahan kimia.

Hentikan proses. Stop, drop, and roll adalah metode terbaik untuk memadamkan
api pada seseorang yang terbakar.

Periksa luka yang lain. Lakukan secondary survey untuk memastikan tidak ada
luka yang terlewat. Pasien luka bakar akibat ledakan mempunyai kemungkinan
cedera kepala atau cedera tulang belakang.

Dinginkan daerah luka bakar. Dinginkan dengan air minimum 10 menit dan
efektif dalam 1 jam pertama setelah terjadi luka bakar. Hal ini sangat efektif
terutama luka bakar yang disebabkan karena air panas. Suhu air kurang lebih
15oC serta hindari kondisi hipoterni.

Oksigen. Pasien luka bakar setelah keluar dari tempat kebakaran sebaiknya
mendapatkan oksigen, terutama pada pasien dengan penurunan kesadaran
(Williams, Bulstrode, dan Oconnell, 2013).

15

Penanganan pasien luka bakar di Unit Gawat Darurat :


-

Diwajibkan memakai sarung tagan steril bila melakukan pemeriksaan penderita.

Bebaskan pakaian yang terbakar.

Dilakukan pemeriksaan yang teliti dan menyeluruh untuk memastikan adanya


trauma lain yang menyertai.

Bebaskan

jalan napas. Pada luka bakar dengan distress jalan napas dapat

dipasang endotracheal tube. Traheostomy hanya bila ada indikasi.


-

Pemasangan intraveneous kateter yang cukup besar dan tidak dianjurkan


pemasanga scalp vein. Diberikan cairan ringer Laktat dengan jumlah 30-50
cc/jam untuk dewasa dan 20-30 cc/jam untuk anak anak di atas 2 tahun dan 1
cc/kg/jam untuk anak dibawah 2 tahun.

Dilakukan pemasangan Foley kateter untuk monitor jumlah urine produksi.


Dicatat jumlah urine/jam.

Di lakukan pemasangan

nosogastrik tube untuk gastric dekompresi dengan

intermitten pengisapan.
-

Untuk menghilangkan nyeri hebat dapat diberikan morfin intravena dan jangan
secara intramuskuler.

Timbang berat badan

Diberikan tetanus toksoid bila diperlukan. Pemberian tetanus toksoid booster bila
penderita tidak mendapatkannya dalam 5 tahun terakhir.

Pencucian Luka di kamar operasi dalam keadaan pembiusan umum. Luka dicuci
debridement dan di disinfektsi dengan salvon 1 : 30. Setelah bersih tutup dengan
tulle kemudian olesi dengan Silver Sulfa Diazine (SSD) sampai tebal. Rawat
tertutup dengan kasa steril yang tebal. Pada hari ke 5 kasa di buka dan penderita
dimandikan dengan air dicampur Salvon 1 : 30

Eskarotomi adalah suatu prosedur atau membuang jaringan yang mati


(eskar)dengan teknik eksisi tangensial berupa eksisi lapis demi lapis jaringan
nekrotik sampai di dapatkan permukaan yang berdarah. Fasiotomi dilakukan pada
luka bakar yang mengenai kaki dan tangan melingkar, agar bagian distal tidak
nekrose karena stewing.

16

Penutupan luka dapat terjadi atau dapat dilakukan bila preparasi bed luka telah
dilakukan dimana didapatkan kondisi luka yang relative lebih bersih dan tidak
infeksi. Luka dapat menutup tanpa prosedur operasi. Secara persekundam terjadi
proses epitelisasi pada luka bakar yang relative superficial. Untuk luka bakar
yang dalam pilihan yang tersering yaitu split tickness skin grafting. Split tickness
skin grafting merupakan tindakan definitive penutup luka yang luas. Tandur alih
kulit dilakukan bila luka tersebut tidak sembuh-sembuh dalam waktu 2 minggu
dengan diameter > 3 cm. (Noer, Saputro & Perdanakusuma, 2006).

.
Pasien luka bakar yang perlu dirujuk ke pusat luka bakar menurut American Burn
Association (Klein, 2006):
-

Luka bakar derajat II dan III lebih dari >10% luas permukaan tubuh pada
penderita <10 atau >50 tahun

Luka bakar derajat II dan III >20% luas permukaan tubuh diluar usia tersebut

Luka bakar derajat II dan III yang mengganggu fungsi atau kosmetik seperti pada
wajah, tangan, kaki, genitalis, perineum, atau sendi utama.

Luka bakar derajat III >5% luas permukaan tubuh pada semua umur.

Luka bakar listrik, termasuk tersambar petir.

Luka bakar kimia, dengan gangguan fungsi atau kosmetik yang serius.

Trauma inhalasi

Luka bakar sirkumferensial

Luka bakar pada penderita yang karena penyakit yang sedang dideritanya dapat
mempersulit penanganan, memperpanjang pemulihan, atau dapat mengakibatkan
kematian.

Penderiat luka bakar yang mempunyai trauma lain (seperti fraktur) yang
meningkatkan morbiditas atau mortalitas, ditangani terlebih dahulu di unit gawat
darurat sampai stabil, kemudian dirujuk ke pusat luka bakar.

Anak-anak dengan luka bakar yang dirawat di rumah sakit tanpa petugas dan
pealatan yang memadai

17

Airway
Trauma inhalasi akan menyebabkan edema pada saluran nafas yang akan menutup
saluran nafas secara total. Tatalaksana pada kasus ini adalah pemasangan endotracheal tube yang
dilakukan pada 4-24 jam pertama. Lakukan persiapan krikotiroidotomi jika pemasangan
endotracheal tube gagal. Riwayat pasien dan gejala yang tampak lebih diutamakan pada trauma
inhalasi dibandingkan dengan keluhan pasien. Riwayat pasien dapat berupa menghirup gas panas
di rumah atau di dalam kendaraan. Sedangkan tanda yang bisa dilihat adalah bulla pada palatum,
mukosa hidung terbakar dan bulu hidung terbakar, tanda terbakar pada sekitar mulut dan leher
(Williams, Bulstrode, dan Oconnell, 2013).
Breathing
Gangguan pernafasan dapat terjadi pada trauma inhalasi. Gejala klinis yang mungkin
timbul adalah peningkatan respiration rate, takikardia, cemas, dan bingung karena penurunan
saturasi oksigen. Gejala ini tidak muncul secara akut, namun berkembang pada 1-5 hari
kemudian. Tatalaksana yang dapat dilakukan adalah fisioterapi,nebulisasi, dan pemberian
oksigen setelah masalah airway tertangani. Pasien harus dimonitor respiration rate dan analisa
gas darahnya. Gangguan pernafasan dapat muncul dari keracunan metabolik, yakni peningkatan
kadar karboksihemoglobin dalam darah. Keadaan ini dapat diterapi dengan pemberian oksigen
24 jam. Eschar pada dinding dada akibat luka bakar derajat III dapat mengganggu proses
bernafas pasien hingga terjadi retensi karbon dioksida dan kesulitan saat inspirasi. Terapi yang
dilakukan untuk kasus ini adalah escharotomi dinding dada (Williams, Bulstrode, dan Oconnell,
2013).
Resusitasi cairan pada luka bakar
Prinsip resusitasi cairan pada luka bakar adalah volume intravaskular harus sesuai dengan
kondisi luka bakar untuk mempertahankan sirkulasi dan perfusi yang baik, tidak hanya untuk
organ penting seperti otak, ginjal, dan usus, namun juga jaringan perifer seperti kulit yang luka
(Williams, Bulstrode, dan Oconnell, 2013).
Resusitasi cairan pada anak dilakukan jika luas luka bakar lebih dari 10% luas permukaan
tubuh, sedangkan dewasa lebih dari 15% luas permukaan tubuh. Di beberapa negara, resusitasi

18

cairan dilakukan pada luas luka bakar lebih dari 30% luas permukaan tubuh. Ketika pasien masih
dapat minum oer oral, maka air yang digunakan adalah air yang mengandung garam.
Kebutuhan cairan resusitasi disesuaikan dengan luas luka bakar, dan berat badan. Ada
beberapa formula perhitungan kebutuhan cairan luka bakar, antara lain Parkland formula, Evan
formula, Brooke formula, dan modifikasi Brooke (Noer, Saputro & Perdanakusuma, 2006).
Formula penghitungan kebutuhan cairan yang mudah dan sering dipakai adalah formula
Parkland yang diuraikan oleh Baxter (Klein, 2007). Formula ini menghitung kebutuhan cairan
pasien dalam 24 jam pertama setelah luka bakar, yakni persentasi luas luka bakar x berat badan
pasien (kg) x 4 = volume (mL). Setengah dari kebutuhan cairan diberikan 8 jam pertama dan
sisanya diberikan 16 jam kemudian (Williams, Bulstrode, dan Oconnell, 2013).
Evan formula adalah sebagai berikut : 1) luas luka dalam persen x berat badan dalam kg
menjadi ml NaCl per 24 jam; 2) luas luka bakar dalam persen x berat badan dalam kg menjadi ml
plasma per 24 jam. 3) sebagai pengganti cairan yang hilang akibat penguapan adalah 2000 cc
glukosa 5% per 24 jam. Separuh jumlah diatas diberikan dalam 8 jam pertama dan sisanya
diberikan pada 16 jam berikutnya (Sjamsuhidajat, 2011).
Brooke formula adalah sebagai berikut 1) 0,5 x luas luka dalam persen x berat badan
dalam kg menjadi ml koloid per 24 jam; 2) 1,5 x luas luka bakar dalam persen x berat badan
dalam kg menjadi ml kristaloid per 24 jam. 3) sebagai pengganti cairan yang hilang akibat
penguapan adalah 2000 cc glukosa 5% per 24 jam. Separuh jumlah diatas diberikan dalam 8 jam
pertama dan sisanya diberikan pada 16 jam berikutnya
Modifikasi Brooke formula adalah luas luka bakar dalam persen x berat badan pasien
(kg) x 2 = volume (mL) kristaloid dalam 24 jam. Setengah dari kebutuhan cairan diberikan 8 jam
pertama dan sisanya diberikan 16 jam kemudian.
Ada beberapa tipe cairan yang digunakan untuk resusistasi luka bakar, yakni cairan
kristaloid, maupun cairan koloid. Berikut adalah beberapa contoh cairan yang digunakan:
1.

Ringer laktat adalah cairan kristaloid yang paling sering digunakan untuk resusitasi
kristaloid mempunyai efektifitas yang hampir sama dengan cairan koloid dalam
mempertahankan cairan intravaskular. Selain harganya yang lebih murah, cairan
kristaloid juga bertahan dalam intravaskular meskipun protein banyak keluar ke
intersitisial sehubungan dengan luka bakar yang terjadi.

19

Anak-anak dengan luka bakar harus diperhatikan kebutuhan cairan hariannya. Digunakan
cairan dextrose-salin dengan pemberian sebagai berikut (Williams, Bulstrode, dan
Oconnell, 2013) :
100ml/kgBB dalam 24 jam 10 kg pertama
50 ml/kgBB dalam 24 jam 10 kg kedua
20 ml/kgBB dalam 24 jam untuk setiap kilogram berat badan > 20 kg
Anak-anak dengan berat <15 kg harus mendapat cairan rumatan menggunakan cairan
dengan dextrose sesuai berat badannya karena anak-anak tidak mempunya cadangan
glikogen yang adekuat (Klein, 2007).
2.

Salin hipertonis. Salah satu contoh dari cairan ini adalah HAS (Human Albumin
Solution) yang termasuk juga cairan koloid. Salin hipertonis sangat efektif saat terjadi
syok pada pasien luka bakar. Cairan ini memiliki osmolaritas yang tinggi dan sifat
hipernatremia. Cairan ini mengurangi ekstravasasi cairan intraseluler ke ruang
ekstraseluler yang pada akhirnya akan mengurangi edema jaringan sehingga menurunkan
kemungkinan tindakan intubasi atau escharotomi pada pasien luka bakar (Williams,
Bulstrode, dan Oconnell, 2013).
Resusitasi dengan cairan koloid juga termasuk pemberian protein plasma. Protein plasma
sebaiknya diberikan 12 jam pertama setelah luka bakar, karena pada waktu ini akan
terjadi kebocoran protein yang masif dari luka bakar tersebut, menyebabkan ekstravasasi
cairan ke rongga interstisial yang akan mengakibatkan edema jaringan. Formula
penggunaan cairan koloid yang paling sering digunakan adlaah formula Muir and
Barclay : 0,5 x persentasi luas luka bakar x berat badan = 1 porsi cairan. 1 porsi cairan
diberikan dalam waktu 3 periode, periode pertama adalah setiap 4 jam sebanyak 3 kali,
perode kedua setiap 6 jam sebanyak 2 kali, dan periode ketiga adalah 12 jam seelah
pemberian yang terakhir (Williams, Bulstrode, dan Oconnell, 2013).

20

Monitoring resusitasi
Resusitasi cairan yang diberikan dengan monitoring produksi urin dewasa 30cc/jam atau
pada anak 1cc/kgBB/jam. Urin output adalah hal yang penting dievaluasi untuk monitor
resusitasi cairan yang dilakukan. Urin output normal adalah 0,5-1 cc/kgBB/jam. Jika urin output
kurang dari normal maka jumlah cairan dinaikkan 50% dari kebutuhan awal. Apabila urin output
tidak adekuat disertai dengan tanda-tanda hipoperfusi (takikardia, akral dingin, dan peningkatan
hematokrit) maka dilakukan bolus cairan 10 cc/kgBB. Penting pula untuk memastikan bahwa
pasien tidak mendapatkan resusitasi berlebihan, yang ditandai dengan jumlah urin output
mencapai 2 cc/kgBB/jam. Segera turunkan jumlah cairan resusitasi jika mengalami hal seperti
ini.
Berat jenis urine pada luka bakar berat dapat normal atau meningkat. Keadaan ini
menunjukkan keadaan hidrasi penderita, bilamana berat jenis meningkat berhubungan dengan
naiknya kadar glukosa urine (Noer, Saputro & Perdanakusuma, 2006). Pemasangan Central
Venous Cathether (CVC) merupakan salah satu cara memantau resusitasi cairan yang dilakukan.
Pemeriksaan serial asam laktat hematokrit menjadi indikator sekunder resusitasi cairan (Klein,
2007). Monitoring tekanan darah, asam basa juga perlu dilakukan untuk melihat tanda- tanda
kurang atau kelebihan cairan (Williams, Bulstrode, dan Oconnell, 2013) (Jeschke, 2013).
Takikardia sering ditemukan pada repon inflamasi sistemik tubuh, nyeri, atau gelisah, oleh
karenanya takikardia tidak dianjurkan untuk menjadi barometer status cairan pasien luka bakar
(Jeschke, 2013).
Hal lain yang perlu dinilai untuk menilai resusitasi adalah albumin, elektrolit, liver
function test, maupun renal function test. Pemeriksaan keadaan paru perlu diobservasi tiap jam
untuk mengetahui adanya perubahan yang terjadi dantara lain stridor bronkospasme, adanya
sekret, wheezing, atau dispnea merupakan tanda adanya impending obstruksi. Penilaian luka
bakar, bila dilakukan perawatan tertutup, dinilai apakah kasa basah, ada cairan berbau atau ada
tanda-tanda pus maka kasa perlu diganti. Bila bersih perawatan selanjutnya dilakukan 5 hari
kemudian (Noer, Saputro & Perdanakusuma, 2006).

21

Penanganan Luka pada Luka Bakar


Penanganan luka secara umum meliputi 2 hal, yaitu proses preparasi bed luka dan
penutupan luka. Kedua hal tersebut saling berkaitan untuk menghasilkan penyembuhan luka
yang baik. Demikian pula untuk kasus luka bakar juga secara prinsip perlu dilakukan hal yang
sama, hanya ada beberapa yang spesifik pada luka bakar.
1. Preparasi bed luka
Preparasi bed luka dapat dilakukan dengan cara melakukan debridement, bacterial
balance, dan exudates management.
Debridement adalah suatu proses usaha menghilangkan jaringan mati dan jaringan
yang sangat terkontaminasi dari bed luka dengan mempertahankan secara maksimal
struktur anatomi yang penting. Teknik debridement adalah sebagai berikut:
-

Surgical debridement atau sharp debridement menggunakan gunting, skalpel,


kuret atau instrumen lain disertai irigasi untuk membuang jaringan mati dari luka.
Teknik ini merupakan cara debridement paling cepat dan efisien. Pada luka bakar
prosedur debridement mempunyai istilah khusus disebut eskarektomi yaitu
membuang jaringan yang mati (eskar). Eskarektomi dilakukan dengan teknik
tangensial, eksisi dilakukan lapis demi lapis sampai didapatkan bintik-bintik
perdarahan yang menandakan telah mencapai daerah vital. Indikasi eskarektomi
adalah luka bakar dalam yang diperkirakan tidak sembuh dalam 3 minggu,
permukaan luka bakar berwarna putih, merah, coklat, atau hitam, dan tidak ada
capillary refill maupun sensibilitas.

Mechanical debridement disebut juga gauze debridement, prinsip kerjanya adalah


wet to dry. Luka ditutup dengan kasa yang dibasahi dengan normal saline, setelah
kering kasa akan melekat dengan jaringan yang mati. Saat mengganti balut
jaringan mati akan ikut terbuang. Tindakan ini dilakukan berulang 2-6 kali per
hari. Biasanya tindakan ini dilakukan sebagai pelengkap surgical debridement.

Autolytic debridement (invivo enzymes self digest devitalized tissue) adalah suatu
proses usaha tubuh untuk melakukan pembuangan jaringan mati. Di dalam luka
akan muncul enzim yang berefek mencairkan jaringan non-vital. Keadaan ini
perlu dibantu dengan mempertahankan suasana luka supaya tetap lembab
menggunakan penutup luka yang dapat mempertahankan kelembaban luka.
22

Dalam suasana lembab tubuh mampu membersihkan jaringan nonvital. Produk


yang dapat mempertahankan suasana lembab dan menjadikan autolytic
debridement berhasil adalah hydrocolloid, transparent film, dan hydrogels.
-

Enzymatic debridement merupakan suatu teknik debridement menggunakan


topikal oinment. Topikal oinment yang populer saat ini adalah kolagenase yang
telah dilakukan studi dan telah dipakai secara luas. Enzim kolagenase adalah
hasil fermentasi dari clostridium histolyticum yang mempunyai kemampuan
untuk mencerna kolagen dalam jaringan nekrotik

(Noer, Saputro &

Perdanakusuma, 2006).
Bacterial balance. Infeksi luka ditentukan oleh keseimbangan daya tahan luka
dengan jumlah mikroorganisme. Bila jumlah mikroorganisme < 10 4/gram jaringan
kemungkinan terjadi infeksi adalah 6%. Bila > 10 4/gram jaringan kemungkinan
infeksi 89% dan bila >105/gram jaringan, hampir dapat dipastikan terjadi infeksi dan
penutupan luka akan gagal. Dalam hal ini mungkin diperlukan pemberian antibiotik
sesuai pola kuman di samping tindakan debridement (Noer, Saputro &
Perdanakusuma, 2006).
Silver sulfadiazine adalah antimikroba topikal yang paling sering digunakan. Silver
sulfadiazine merupakan antimikroba broad-spectrum yang bekerja baik terhadap
staphylococcus dan streptococcus. Namun, silver sulfadiazine tidak mampu
menembus eschar dan efektifitasnya berkurang pada luka bakar yang terinfeksi. Luka
bakar yang diberi silver sulfadiazine akan membentuk pseudo-eschar berwarna
kuning-keabuan yang mudah dibersihkan saat rawat luka (Klein, 2007).
Mafenide adalah antimikroba topikal lain yang biasa digunakan. Obat ini berbentuk
krim dan merupakan antimikroba broad-spectrum. Obat ini mampu menembus
eschar dan bekerja baik pada luka bakar yang terinfeksi. Mafenide juga sering
digunakan pada daerah telinga dan hidung untuk mencegah kondritis. Mafenidesoaked gauze dapat digunakan untuk menutup luka skin graft untuk mencegah
kolonisasi bakteri (Klein, 2007).

23

Exudate management. Direct : dilakukan balut tekan disertai highly absorbent


dressing yang sebelumnya telah dilakukan pencucian dan irigasi menggunakan NaCl
0,9% atau sterile water. Tindakan ini tidak hanya membuang eksudat dan seluler
debris tetapi juga dapat menurunkan jumlah bakteri yang sering menyebabkan
berlebihnya jumlah eksudat. Indirect : menggunakan dressing yang sesuai dan bisa
mempertahankan kondisi luka tetap lembab (Noer, Saputro & Perdanakusuma,
2006).
2. Penutupan luka
Penutupan luka dapat terjadi atau dapat dilakukan bila preparasi bed luka telah
dilakukan dimana didapatkan suatu kondisi luka yang relatif bersih dan tidak infeksi.
Luka dapat menutup tanpa prosedur pembedahan secara persekundam terjadi proses
epitelialisasi. Selain itu bila diperlukan dapat pula dilakukan skin grafting atau flap.
Semua ini tergantung lokasi dan besar defek luka.
Pada kasus luka bakar pada umumnya penutupan luka terjadi dengan per sekundam
yaitu terjadi epitelialisasi pada permukaan luka bakar yang relatif superfisial. Untuk
jenis luka bakar yang dalam pilihan yang tersering adalah skin grafting. Jenis skin
grafting yang digunakan adalah split thickness karena umumnya area yang perlu
ditutup relatif luas dan kondisi vaskularisasi bed luka tidak begitu baik aibat trauma
panas. Split thickness skin grafting merupakan tindakan definitif sebagai penutup
luka yang luas pada luka bakar. Jika kulit yang akan digunakan sebagai donor tidak
mencukupi luas luka bakar, maka diperlukan mesh grafting untuk memperluas kulit
dari donor. Prinsipnya adalah membuat insisi kecil multipel dengan jarak yang teratur
sehingga kulit bertambah luas sekia 1,5-9 kali dari awalnya (Noer, Saputro &
Perdanakusuma, 2006).

24

Eskarotomi
Komponen yang penting dalam awal manajemen luka bakar adalah menentukan apakah
perlu tindakan eskarotomi. Secara umum, eskarotomi diindikasikan pada luka bakar fullthickness sirkumferensial pada anggota gerak atau rongga dada yang mempengaruhi ventilasi
pasien. Luka bakar jenis ini memiliki efek seperti tourniquet pada anggota gerak. Eskarotomi
dapat menggunakan scalpel atau elektrokauter. Insisi dilakukan pada eschar, bukan pada fasia.
Eskarotomi pada anggota gerak atas dilakukan pada mid-axial line, menghindari jalur saraf.
Tindakan ini dapat mengakibatkan perdarahan yang bermakna, sehingga diperlukan persiapan
darah sebelum tindakan eskarotomi (Williams, Bulstrode, dan Oconnell, 2013) (Klein, 2007).

Gambar 3. Lokasi eskariotomi. Insisi dilakukan pada mid-axial line dan mid-lateral line dari
ekstremitas dan thorax (dashed lines) (Brunicardi et al, 2007)

25

DAFTAR PUSTAKA
Brunicardi F.C. et al.2007. Scwartzs Principle of Surgery 8th edition. McGraw-Hill
Dorland W.A.N. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC
Hettiaratchy S, Dziewulski P. 2004. ABC of burns Introduction. BMJ. Hal. 329:504-6 dalam
Gurnida D.A.2011. Nutrisi pada Luka Bakar.
Jeschke M.G. 2013. Pathophysiology of Burn Injury dalam Burn Care and Treatment. New
York : Springer
Klein M.B. 2007. Thermal, Chemical, and Electrical Injuries dalam Grabb & Smiths Plastic
Surgery 6th edition. Philadelphia:

Wolters Kluwer

business

Kowalak, Welsh, dan Mayer. 2012. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC
Noer M.S, Saputro I.D, & Perdanakusuma D. 2006. Penanganan Luka Bakar. Surabaya:
Airlangga University Press.
Sjamsuhidayat.R & Wim de jong. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : Penerbit buku
kedokteran EGC.
Williams N.S., Bulstrode C.J.K., dan OConnell P.R. 2013. Bailey and Loves Short Practice of
Surgery Ed.26. France : CRC Press

26

Anda mungkin juga menyukai