Anda di halaman 1dari 4

Menikah, Tunda Sebelum ...

eramuslim - Menikah? Mungkin hanya orang-orang yang mempunyai


alasan yang sangat khusus saja yang tidak ingin menjalaninya. Sebagai
manusia, menikah adalah sesuatu yang fitrah yang sudah digariskan
Allah karena memang manusia memiliki kecenderungan terhadap setiap
lawan jenisnya. Fase itu seolah menjadi sesuatu yang "wajib" dilalui pada
batas usia tertentu (baligh) guna mendapatkan ketenangan hidup, kasih
sayang bahkan rahmat Allah.
Rasulullah Muhammad saw pun dengan tegas mengatakan, bahwa bukan
menjadi bagian ummatnya orang-orang yang membenci nikah, karena
menikah adalah sunnahnya. Sungguh luar biasa ajaran yang dibawa Nabi
Allah tersebut, disatu sisi Islam melarang ummatnya untuk mendekati
zina, namun disisi lain sangat menganjurkan untuk menyegerakan
menikah sebagai langkah tepat menjaga kesucian diri. Bahkan Allah pun
masih memberikan toleransi bagi ummat-Nya untuk melakukan polygami
jika memang hal tersebut menjadi satu-satunya solusi bagi
permasalahan yang menyangkut urusan seksual seorang laki-laki, meski
dalam hal ini mesti digarisbawahi bahwa masih dalam koridor menuju
kesempurnaan taqwa dan kebersihan diri.
Namun pada kondisi seperti sekarang ini, saat perbandingan laki-laki
jauh lebih banyak dari jumlah kaum hawa, saat semakin sulitnya mencari
laki-laki sholeh yang tetap teguh dengan akhlaq mulianya di zaman serba
modern ini, saat lebih semakin sulitnya menemukan laki-laki yang
memiliki komitmen perjuangan dan pembelaan terhadap Islam yang
begitu tinggi, sangatlah mungkin menumbuhkan perasaan "risau"
direlung-relung hati para muslimah yang juga senantiasa memperbaiki
akhlaq dan meningkatkan ketaqwaan kepada Rabb-nya. Sementara
dalam benak dan khayal mereka, laki-laki pejuang dan pembela agama
Allah-lah yang sangat menjadi dambaannya sebagai teman dalam
mengarungi bahtera rumah tangga.
Karena nyatanya, diseperempat abad usianya, belum satupun datang
menghampiri, meski ribuan lainnya mungkin begitu berharap kepada
gadis cantik, berakhlaq baik, terpelajar yang sangat komitmen dengan
agamanya. Namun dengan kelembutannya, ia menolaknya karena alasan
kebersamaan perjuangan yang lebih diutamakannya. Nyatanya juga,
dikematangan berpikir dan kedewasaan bersikapnya, belum juga seorang
pun memberanikan diri menyatakan kesiapan membangun mahligai
taqwa berdua menuju kesempurnaan beragama.

Meski janji Allah tidak teragukan lagi, bahwa laki-laki baik untuk wanitawanita baik dan laki-laki tidak baik untuk wanita tidak baik pula. Meski
meski disisi lain, Allah kerap menguji keberimanan hamba-Nya dengan
ujian yang memberikan hikmah kesabaran bagi yang mampu
melewatinya. Namun disinilah hakikat penciptaan hati manusia yang
mudah dibolak-balikkan. Bahwa manusia kadang tetap teguh dengan
keberimanannya meski ujian seberat apapun menggelayutinya, namun
sepersekian detik berikutnya hatinya bisa begitu mudah terguncang oleh
cobaan yang lain, terlebih cobaan yang berkaitan dengan hal-hal yang
berdekatan dengan emosi seperti, orang tua, jodoh dan lain-lain.
Hal itu terbukti dari sekian banyaknya wanita-wanita muslimah yang
begitu resah dan galau hatinya saat-saat memasuki usia pernikahan
karena belum tergambarkan sesosok bayangan pun mengenai calon
pendamping. Sementara usia terus merambat naik, seolah sosok
bayangan itu terasa semakin menjauh dan terbang menghilang. Pada
fase inilah terkadang banyak muslimah yang 'menggadaikan'
kesholehahannya untuk 'ditukar' dengan laki-laki yang jauh dari
harapannya saat masih menjadi aktifis dahulu. "Yang biasa aja harus
nunggu kepala tiga dulu, apalagi yang luar biasa" komentarnya. Ini
memang fase yang amat rentan bagi seorang muslimah, namun disinilah
fase pembuktian muslimah-muslimah yang konsisten dan yakin akan
janji Allah.
Khawatir, galau, gundah, resah dan segenap perasaan ketakutan tidak
mendapatkan jodoh memang sangat peka dirasakan oleh kalangan
muslimah, terlebih saat usia memasuki dasawarsa kedua. Karena bisa
jadi -pikir mereka- semakin tambah usia mereka, semakin kecil
probabilitasnya karena jumlah laki-laki belum menikah yang seumur
mereka disinyalir terus berkurang. Saat seperti ini pulalah yang
kemudian secara tidak disadari memindahkan fokus perhatian tidak
sedikit para muslimah, dari ghirah meningkatkan ketaqwaan
memperbaiki kualitas diri menjadi semangat mencari pasangan hidup.
Padahal, sangat berbanding lurus antara peningkatan kualitas diri dengan
peluang mendapatkan jodoh yang berkualitas.
Bicara soal kualitas, perlu kiranya memperhatikan kembali hal-hal yang
mungkin belum ditingkatkan oleh para muslimah berkenaan dengan soal
kesiapan mengarungi rumah tangga. Karena tentu saja, -ini yang sering
dilupakan- yang menentukan kesiapan bukan hanya kita yang seringkali
hanya melihat segi zahir saja, seperti usia dan materi. Padahal Allah-lah
sang penentu utama kesiapan seseorang dalam memasuki jenjang rumah
tangga. Sangat bisa, Allah menetapkan kita dalam status tidak memiliki
persiapan apa-apa meski secara usia sudah lebih dari cukup dan materi
juga tidak ada masalah.

Sudahkah kita berusaha meningkatkan kesabaran seperti dicontohkan


Rahmah istri Nabi Ayub alaihi salam. Ia begitu sabar dan ikhlas hidup
dalam kesengsaraan dan penuh kehinaan bersama sang suami, karena
baginya kebahagiaan dalam kemuliaan dimata Allah-lah yang menjadi
tujuannya.
Sudahkah kedewasaan dan kematangan bersikap kita diupayakan seperti
kedewasaan Siti Khadijah, istri pertama Rasulullah saw. Meski harta
berlimpah ditangan, tidak membuatnya sombong terhadap suami yang
berpenghasilan kecil. Kelebihan usia juga bukan alasan untuk tidak patuh
dan tidak hormat kepada suami.
Sudahkan kecemerlangan berpikir Aisyah radiallahu anha menjadi
pelajaran bagi kita untuk dicontoh. Laki-laki, biasanya selalu bersikap
rasional. Maka, yang diinginkannya pula dari pasangannya adalah hal-hal
yang rasional, masuk akal. Istri yang cerdas dan mampu mengiringi
pembicaraan dalam setiap diskusi tentu akan lebih menyenangkan bagi
sang suami. Oleh karena itu, meningkatkan kualitas ilmu dan wawasan
(dengan banyak membaca misalnya) menjadi sesuatu yang perlu
dilakukan pada masa-masa pranikah.
Sudahkah sifat-sifat penyayang dan pelindung seperti yang diajarkan
Asiyah istri Fir'aun kita usahakan terpatri menjadi bagian dari sifat kita.
Sehingga, suami pun tidak akan merasa salah dalam menjatuhkan
pilihannya kepada anda karena dia akan menemukan kehangatan kasih
sayang itu pada diri anda. Tentu tidak hanya suami, kelak anak-anak kita
pun besar dalam buaian kehangatan dan perlindungan ibu semacam
Asiyah ini.
Sudahkah juga, semangat pengorbanan tertanam dalam diri ini seperti
Nusaibah binti Ka'ab yang mempersembahkan suami dan anak-anaknya
untuk perjuangan membela agama Allah.
Memang sulit untuk menyamai keteladanan Rahmah, Khadijah, Aisyah,
Asiyah, Nusaibah dan juga berbagai karakter utama dari banyak sahabiah
lainnya. Setidaknya semua itu menjadi contoh kepada kita, bahwa
dengan keteladanannya itu mereka mampu membahagiakan suamisuami mereka.
Namun bukan berarti saudara-saudara muslimah yang sudah menikah
juga sudah lebih baik kualitasnya dan sudah memiliki keteladanan yang
mendekati dari para sahabiah itu, sehingga mereka diberikan
kesempatan oleh Allah untuk 'lebih dulu' berjodoh. Bagaimana dengan

fenomena pertengkaran rumah tangga dan perceraian yang juga banyak


melanda para aktifis pengajian?
Tentu disinilah letak keadilan Allah. Dia seolah menunjukkan kepada
hamba-Nya yang belum menikah tentang sebab-sebab keretakan rumah
tangga, yang antara lain karena rendahnya kualitas diri yang dimiliki
sebelum memasuki bahtera rumah tangga. Termasuk juga, Allah
tunjukkan kepada para muslimah, betapa laki-laki, makhluk yang kelak
menjadi pendamping hidupnya, juga bukan makhluk sempurna. Bukan
tidak mungkin mereka lah yang menyebabkan istri-istrinya kehilangan
kesabaran dengan ulahnya yang menyakitkan. Atau membuat sang istri
menjadi orang-orang yang sombong karena memanjakannya dengan
harta. Suami juga bisa sangat berperan dalam upaya pembodohan istri,
ketika mereka juga bukan type manusia pembelajar atau bahkan
melarang istrinya meningkatkan keilmuan dan wawasannya. Wallahu
a'lam bishshowab (Bayu Gautama)

Anda mungkin juga menyukai