Menurut Poerwanto (2000 : 143) sebab umum terjadinya perubahan kebudayaan lebih
banyak dari adanya ketidakpuasan masyarakat, sehingga masyarakat berusaha
mengadakan penyesuaian. Penyebab perubahan bisa saja bersumber dari dalam
masyarakat, dari luar masyarakat atau karena faktor lingkungan alam sekitarnya.
Faktor perubahan yang bersumber dari dalam masyarakat antara lain adalah :
Suatu masyarakat ketika menerima sebuah kebudayaan baru akan memilah milah aspek budayanya
sehingga mereka dapat menyaring mana nilai terluar dan mana nilai terdalam.
Tiongkok misalnya telah berhubungan dengan kebudayaan Barat sejak abad ke 17 tapi sedikit sekali
nilai budaya Barat dari aspek yang lebih dalam dari teknologi yang berhasil masuk. India dan Jepang
juga demikian. Mereka menerima teknologi Barat tapi agama tak dibiarkan masuk seperti halnya
teknologi.
Ketiga, suatu aspek budaya akan membuka pintu bagi masuknya aspek budaya dari lapisan yang
lebih dalam. Masuknya teknologi berupa televisi telah membuka jalan masuknya aspek seni pada
masyarakat. Budaya Pop Barat yang berada pada lapisan kedua terluar (seni) masuk melalui
teknologi tv dan radio.
Keempat, aspek budaya yang tidak berbahaya pada suatu masyarakat bisa jadi berbahaya pada
masyarakat lain yang menerima budaya tersebut. Toynbee memberikan contoh tentang
Nasionalisme.
Nasionalisme sebagai sebuah ideologi yang baru berkembang di Eropa abad ke 19 sebagai akibat
tumbuhnya negara negara nasional yang berproses sejak abad ke 17, ketika masuk ke Timur,
terutama Timur Tengah menjadi sesuatu yang berbahaya karena Nasionalisme telah memecah belah
jazirah Arab.
Hingga kini tak bisa bersatunya negara negara Arab menjadi salah satu kunci gagalnya usaha
perdamaian dikawasan itu karena adanya split nationalism itu tadi. Nasionalisme yang merupakan
evolusi historis di Barat telah menjadi berbahaya ketika masuk ke Timur Tengah.
Saya sedang memikirkan dalil ke empat ini mungkinkah berlaku sebaliknya? Suatu budaya yang
berbahaya pada suatu sistem kebudyaan menjadi tidak berbahaya ketika di masuk sistem
kebudayaan yang lain.
Seperti contoh budaya Skinhead di Inggris yang dianggap berbahaya ketika masuk ke masyarakat
kita menjadi sesuatu yang sifatnya fashion. Dari dalil ke dua Toynbee, Skinhead di negara asalnya
berada dalam lapisan aspek budaya etika tapi ketika masuk ke Indonesia yang diterima hanyalah
lapisan aspek budaya seni. Artinya ada proses saringan oleh masyarakat yang menerimanya.
Tapi harus diwaspadai tentang dalil ke ketiga Toynbee yakni masuknya suatu aspek budaya akan
membuka pintu bagi masuknya aspek budaya yang lebih dalam.
Banyak lagi kasus radiasi budaya yang perlu kita waspadai terutama menjelang era globalisasi
karena globalisasi memberi jalan tol yang sangat lebar bagi masuknya aspek budaya asing. Bila kita
tidak memiliki perangkat yang memadai untuk mengantisipasi maka yang terjadi adalah
terdesaknya suatu budaya yang lebih lemah atas yang lebih kuat (creolization).
Tapi bila kita mampu menyaring dengan baik maka yang terjadi adalah perkawinan budaya yang
cantik sekali (hibridization). Tapi ada lagi yang lebih menakutkan yaitu bila kita berusaha keluar
dari penindasan oleh budaya asing tapi gagal melakukan perkawinan budaya maka yang terjadi
adalah penajamanboundary dengan ciri pencarian identitas yang salah kaprah (crystallization).
Kalau sudah begini maka clash of civilization tak terhindarkan lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Haviland, William A. 1993. Antropologi Jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Horton, Paul B & Chester L. Hunt. 2006 Sosiologi Jilid 1 Edisi Keenam. Jakarta : Erlangga.
Koentjaraningrat. 2003. Pengantar Antropologi I. Jakarta : Rineka Cipta.
Linton, Ralph. 1984. The Study of Man. Bandung : Jemmars.
Poerwanto, Hari. 2000. Kebudayaa dan Lingkungan Dalam Perspektif Antropologi. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Soekanto, Soerjono. 1994. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali.
Sutrisno, Mudji dan Hendar Putranto, ed. 2005. Teori Teori Kebudayaan. Yogyakarta : Kanisius.