Anda di halaman 1dari 58

LEMBAR PENGESAHAN

Nama Mahasiswa

: Putri Ayu Pramita

NIM

: 030.11.228

Bagian

: Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti

Periode Kepaniteraan

: 10 Oktober- 17 Desmber 2016

Judul Case

: Stroke haemoragic

Pembimbing

: dr.Ibnu Benhadi ,Sp.BS

Jakarta, November 2016


Pembimbing,

dr. Ibnu Benhadi,Sp.BS

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan YME, karena atas rahmat dan
izin-Nya penyusun dapat menyelesaikan laporan kasus ini tepat pada waktunya. Laporan
kasus ini disusun guna memenuhi tugas kepaniteraan klinik Bagian Ilmu Bedah di RSUD
Budhi Asih Jakarta.
Penyusun mengucapkan terimakasih kepada dr. Ibnu Benhadi, SpBS yang telah
membimbing penulis dalam mengerjakan laporan kasus ini, serta kepada seluruh dokter yang
telah membimbing penyusun selama di kepaniteraan klinik Bagian Ilmu Bedah di RSUD
Budhi Asih Jakarta. Dan juga ucapan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan di
kepaniteraan ini, serta kepada semua pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan
kepada penyusun.
Penyusun sadar laporan kasus ini masih jauh dari kata sempurna, masih banyak
kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat
penyusun harapkan. Akhir kata, penyusun mengharapkan semoga laporan kasus ini dapat
berguna dan memberikan manfaat bagi kita semua.

Jakarta, November 2016

Putri Ayu Pramita

DAFTAR ISI
Daftar Isi.............................................................................................................................. i
Bab I. Pendahuluan.............................................................................................................. 1
Bab II. Laporan Kasus.......................................................................................................... 2
I. Identitas pasien................................................................................................. 2
II. Subjektif.......................................................................................................... 2
2

III. Objektif........................................................................................................... 3
IV. Pemeriksaan Penunjang.................................................................................. 9
V. Ringkasan ........................................................................................................ 12
VI. Assessment ..................................................................................................... 12
VII. Planning........................................................................................................ 13
VIII. Prognosis.................................................................................................... 13
IX. Follow-Up..................................................................................................... 14
Bab III. Pembahasan............................................................................................................ 23
Bab IV. Kesimpulan............................................................................................................. 31
Daftar Pustaka...................................................................................................................... 32

BAB I
PENDAHULUAN
Stroke adalah suatu sindrom hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal (atau global)
yang berkembang cepat, berlangsung lebih 24 jam atau menyebabkan kematian, yang
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak. Gangguan peredaran darah terjadi karena
adanya proses patologis pada pembuluh darah, seperti oklusi pada lumen pembuluh darah
yang disebabkan oleh emboli, atau thrombus, pecahnya pembuluh darah dikarenakan
perubahan permeabilitas dinding pembuluh darah atau peningkatan visikositas, atau
perubahan kualitas darah yang melalui pembuluh darah serebral. Secara umum stroke
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu hemoragik dan iskemik.1
Menurut WHO, dalam International Statistical Clasification of Disease and Related
Health Problem 10th Revision. Stroke hemoragik dibagi atas, perdarahan intraserebral dan
perdarahan subarakhnoid. Perdarahan intraserebral adalah perdarahan primer yang berasal
dari pembuluh darah dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma. Kejadian
paling sering terjadi akibat cedera vaskuler yang dipicu oleh hipertensi dan rupturnya salah
satu arteri yang memperdarahi otak.2
3

Gambar I. Perdarahan intraserebral dan perdarahan subarachnoid

BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
Tempat tanggal lahir
Umur
Jenis Kelamin
Kawin/tidak
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
Tanggal masuk
Nomor CM

: Tn. L
: Makasar, 19 Mei 1952
: 64 tahun
: Laki- laki
: Menikah
: Khatolik
: D3
: Pensiunan
: Jl. Kebon nanas selatan VIII No. 2, Jatinegara
: 14 November 2016
: 01066881

II. SUBJEKTIF
A. Keluhan utama
Lemah pada sisi tubuh sebelah kiri
B. Keluhan tambahan
Muntah, nyeri kepala, bicara pelo, penurunan kesadaran
2

C. Riwayat penyakit sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Budhi Asih dengan keluhan lemah pada sisi tubuh
sebelah kiri, 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya pasien sempat mengeluh
nyeri kepala, setelah makan malam OS muntah mendadak dan mendadak badan
merasa lemah pada sisi kiri tubuh, OS merasa semakin lemah pada sisi tubuh sebelah
kiri pada tangan dan kaki, OS mengalami penurunan kesadaran. Tidak ada riwayat
trauma sebelumnya. Sejak mengalami penurunan kesadaran OS tidak dapat diajak
berkomunikasi, hanya terkadang terdengar suara dari mulut OS. Pada tanggal 14
November 2016 OS dirawat di bangsal lantai 6 RSUD BUDHI Asih dan dilakukan
operasi cito di kamar operasi, sekitar pukul 18:00 pasien dipindahkan ke ICU setelah
dilakukan Craniotomy.
D. Riwayat penyakit dahulu
Keluarga mengatakan bahwa pasien pernah mempunyai riwayat stroke ringan

5 tahun lalu , bicara pelo namun tidak ada kelemahan pada tubuh pasien.
pasien mempunyai riwayat hipertensi sejak usia 40 tahun
Keluarga mengaku pasien sering mengalami nyeri kepala
pasien mempunyai riwayat vertigo 1 tahun lalu.
riwayat diabetes melitus, riwayat operasi, dan riwayat kecelakaan disangkal.
.

E. Riwayat penyakit keluarga


Dalam keluarga pasien, tidak ada yang mengalami stroke sebelumnyai, namun kakak
pasien mempunyai Riwayat hipertensi, dan Ibu pasien mempunyai riwayat diabetes
melitus.
Riwayat sosial ekonomi dan kebiasaan
Pasien adalah seorang pensiunan . Sehari- hari pasien sering mengonsumsi rokok dan
kopi.
III.

OBJEKTIF
A. Status Pasien
Pemeriksaan fisik dilakukan di ruang pre op pada tanggal 14 November 2016.
KU

: Tampak sakit berat disertai parese pada tubuh sisi kiri.

Kesadaran

: Somnolen, GCS (E 2 M 5 V1)

Tekanan darah
Nadi
Pernafasan
Suhu

: 170/90 mmHg
: 80x/menit
: 20x/menit
: 36C
3

Kepala : Normocephali, tidak ada jejas atau memar


Mata : Konjungtiva anemis (-)/(-), sklera ikterik (-)/(-), sekret (-)/(-), pupil isokor dengan
diameter <2 mm/2 mm, ptosis (-)/(-).
Telinga, Hidung,Tenggorokan
Telinga :
- Inspeksi :
Preaurikuler : hiperemis (-)/(-)
Postaurikuler : hiperemis (-)/(-), abses (-)/(-), massa (-)/(-)
Liang telinga : lapang, serumen (+)/(+), otorhea (-)/(-)
Hidung :
- Inspeksi : terpasang NGT, deformitas (-), sekret (-)/(-)
- Palpasi : nyeri tekan pada sinus maksilaris (-)/(-), etmoidalis(-)/(-), frontalis(-)/(-)
Tenggorokan dan rongga mulut :
- Inspeksi :
Lidah : pergerakan simetris, plak (-)
Palatum mole dan uvula simetris pada keadaan diam dan
bergerak, arkus faring simetris, penonjolan (-)
Tonsil : T1/T1, kripta (-)/(-), detritus(-)/(-), hiperemis (-)
Dinding anterior faring licin, hiperemis (-)
Karies gigi (-), kandidisasis oral (-)
Leher
Tiroid dan KGB tidak teraba membesar
JVP 5+1 cmH2O
Trakea teraba di tengah dan tidak ada deviasi
Thoraks
- Paru
Inspeksi : penggunaan otot bantuan nafas (-)/(-), retraksi sela iga (-/-),
bentuk dada normal, pergerakan kedua paru simetris statis dan dinamis, pola
pernapasan cepat dan dangkal.
Palpasi : ekspansi dada simetris, vocal fremitus simetris, pelebaran sela iga (-)/

(-)
Perkusi :
Sonor pada seluruh lapang paru kiri dan kanan
Batas paru hati : pada garis midklavikula kanan sela iga V
Batas paru lambung : pada garis aksilaris anterior kiri sela iga VIII
Auskultasi : suara nafas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronki (-/-)
Jantung
Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : pulsasi ictus cordis teraba pada 4 cm di lateral linea

midklavikula sinistra ICS V


Perkusi : batas jantung kanan pada ICS IV linea sternalis dekstra, batas jantung kiri
pada ICS V 3cm linea midklavikula sinistra.
Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
4

Abdomen
Inspeksi : datar , ikterik (-), venektasi (-), smiling umbilicus (-), caput medusae (-),
sikatriks (-).
Auskultasi : BU (+) 3x/mnt
Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrium (-), massa (-), Hepar tidak teraba. Lien tidak
teraba. Ballotement (-).
Perkusi : timpani, shifting dullnes (-), nyeri ketok CVA (-)/(-)
Ekstremitas
Atas
: Akral teraba hangat, sianosis (-), CRT < 2 detik, edema (-)/(-), deformitas (-).
Bawah
: Akral teraba hangat, sianosis (-), CRT < 2 detik, edema (-)/(-), deformitas (-).

Status Neurologis
1. Tanda Rangsang Meningeal
Kaku kuduk
: (-)
Brudzinski I
: (-)
Brudzinski II
: (-) / (-)
Laseque
: (-) / (-)
Kernig
: (-) / (-)
2. Kepala
Bentuk
Nyeri tekan
Pulsasi
Simetri

: Normocepali
: (-)
: (-)
: (+)

3. Leher
Sikap
Pergerakan

: Tegak
: Aktif

4. Afasia
Afasia motorik
Afasia sensorik

: (-)
: (+)

5. Nervi Kanialis
N. I (Olfactorius)
Subjektif
Dengan beban
N. II (Optikus)
Tajam penglihatan
Lapang penglihatan
Melihat Warna
Fundus okuli
N. III (Oculomotorius)
Sela mata
Pergerakan bulbus
Strabismus

KANAN

KIRI

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Tidak dilakukan
(+)
(-)

Tidak dilakukan
(+)
(-)
5

Nistagmus
(-)
(-)
Eksoftalmus
(-)
(-)
Pupil
Besar
3mm
3mm
Bentuk
Bulat isokor
Bulat isokor
Refleks Cahaya langsung
(+)
(+)
Refleks Cahaya tidak langsung (+)
(+)
N. IV (Trokhlearis)
Pergerakan mata
Baik
Baik
Sikap bulbus
Baik
Baik
N. V (Trigeminus)
Membuka mulut
(+)
(+)
Mengunyah
Tdk dilakukan
Tdk dilakukan
Menggigit
Tdk dilakukan
Tdk dilakukan
Refleks kornea
Tdk dilakukan
Tdk dilakukan
Sensibilitas muka
Tdk dilakukan
Tdk dilakukan
N. VI (Abducen)
Pergerakan mata (ke lateral)
Baik
Baik
Sikap Bulbus
Baik
Baik
N. VII (Fascialis)
Motorik
Mimik
Terdapat adanya kerutan pada kening
Menutup mata
Simetris
Meniup sekuatnya
Tidak dilakukan
Memperlihatkan gigi
Sudut mulut tertarik ke kanan
N. VIII (Vestibulokokhlearis)
Detik Arloji
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Suara berbisik
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tes swabach
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tes Rinne
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tes Weber
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
N. IX
(Glossofaringeus)
Perasaan lidah (1/3 belakang)
Sensibilitas faring
N. X (Vagus)
Arkus faring
Menelan
Refleks Okulokardiak
N. XI (Accecorisus)
Mengangkat bahu
Memalingkan kepala
N. XII (Hipoglossus)
Pergerakan lidah
Tremor lidah
Artikulasi
B. Badan dan Anggota Gerak
1. Badan
Respirasi
Gerakan kolumna vertebralis

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Simetris, uvula di tengah


(-)
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
(+)

Tidak dilakukan
(+)

Lateralisasi ke kiri
(-)
Pelo

Baik
Bebas aktif
6

2. Anggota gerak atas


Motorik
Pergerakan
Kekuatan
Trofi
Tonus

Aktif
5555
Normotrofi
Normotonus

Tidak aktif
1111
Normotrofi
Normotonus

+2
+2

+2
+2

(-)

(-)

Taktil

Tidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilai

Suhu

Tidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilai

Nyeri

Tidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilai

Diskriminasi 2 titik

Tidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilai

Normotrofi
Normotonus
5555
Berbaring

Normotrofi
Normotonus
1111

+2
+2

+2
+2

Babinski

(-)

(+)

Chaddock

(-)

(-)

Schaefer

(-)

(-)

Oppenheim

(-)

(-)

Gordon

(-)

(-)

Refleks Fisiologis
Bisep
Trisep

Refleks Patologis
Hofman-Tromner
Sensibilitas

3. Anggota gerak bawah


Motorik
Trofi
Tonus otot
Kekuatan otot
Sikap
Refleks Fisiologis
Patella
Achilles
Refleks Patologis

Klonus
7

Paha

(-)

(-)

Kaki

(-)

(-)

Taktil

Tidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilai

Suhu

Tidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilai

Nyeri

Tidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilai

Diskriminasi 2 titik

Tidak dapat dinilai

Tidak dapat dinilai

Sensibilitas

C. Koordinasi, gait, dan keseimbangan


Cara berjalan
Tidak dilakukan
Tes Romberg
Tidak dilakukan
Disdiakokinesis
Tidak dilakukan
Ataksia
Tidak dilakukan
Rebound phenomena
Tidak dilakukan
Dismetri
Tidak dilakukan

IV.

D. Gerak abnormal
Tremor
Athetose
Mioklonik
Chorea

(-)
(-)
(-)
(-)

E. Alat vegetatif
Miksi
Defekasi
Refleks anal
Reflex kremaster
Reflex bulbokavernosus

(+)
(+)
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

F. Patrick
G. Kontra patrick

(-)
(-)

(-)
(-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium tanggal 14 November 2016, pukul 03:59 WIB
Jenis Pemeriksaan
HEMATOLOGI
Darah Rutin
Leukosit
Eritrosit

Hasil

Satuan

Nilai rujukan

14.900
4.1

/uL
juta/uL

5000-10.000
4,6-6,2

Hemoglobin

13,2

g/dL

14-16
8

Hematokrit
Trombosit
KIMIA KLINIK
Fungsi Ginjal
Ureum
Kreatinin
Elektrolit
Natrium (Na)
Kalium (K)
Clorida (Cl)

37
424.000

%
ribu/uL

42-48
150.000-450.000

31
1,25

mg/dl
mg/dl

17-43
0,6-1,1

138
4,4
98

mmol/L
mmol/L
mmol/L

134-146
3,4-4,5
96-108

Laboratorium tanggal 15 November 2016, pukul 06.56 WIB


Jenis Pemeriksaan
HEMATOLOGI
Darah Rutin
Leukosit
Eritrosit

Hasil

Satuan

13.600
3,6

/uL
juta/uL

5000-10.000
4,6-6,2

Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit

10,6
31
266.000

g/dL
%
ribu/uL

14-16
42-48
150.000-450.000

Elektrolit
Natrium (Na)
Kalium (K)
Clorida (Cl)

132
4,0
100

mmol/L
mmol/L
mmol/L

134-146
3,4-4,5
96-108

Laboratorium tanggal, pukul 12.12 WIB


KIMIA KLINIK
Elektrolit
Natrium (Na)
133
mmol/L
Kalium (K)
3,41
mmol/L
Clorida (Cl)
101
mmol/L
Laboratorium tanggal pukul 11.04 WIB
Jenis Pemeriksaan
KIMIA KLINIK
Elektrolit
Natrium
Kalium
Clorida

Hasil
136
3,56
90

Nilai rujukan

134-146
3,4-4,5
96-108
Satuan
mmol/L
mmol/L
mmol/L

Nilai rujukan
134-146
3,4-4,5
96-108

Hasil pemeriksaan CT-Scan kepala tanpa kontras tanggal 14 November 2016


Tampak lesi hiperdens berbatas tegas di temporaparietal kanan
Lesi disertai efek desakan massa yang menjepitkan ventrikel lateralis kiri
Tidak tampak shifting mid line
Tidak tampak kalsifikasi patologis
Sistem ventrikel dan cysterna baik
Cerebellum dan struktur infra tentorial baik
Ruang sub dural dan lapisan meningeal baik
Tulang- tulang baik
Kesan: Haemoragic cerebri di temporaParietal
kanan

Hasil pemeriksaan rontgen thoraks AP tanggal 14 november 2016

Jantung CTR < 50%,


bentuk normal
Corakan

bronkovaskuler normal

Tidak tampak bercak


Sinus
Costae

kesuraman
costofrenikus dan diafragma baik

dan tulang- tulang baik


Kesan : Jantung dan paru normal

V.

RINGKASAN

10

Pasien datang ke IGD RSUD Budhi Asih dengan keluhan lemah pada sisi tubuh sebelah kiri,
3 jam sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya pasien sempat mengeluh nyeri kepala, setelah
makan malam OS muntah mendadak dan merasa lemah pada sisi tubuh sebelah kiri, OS
mengalami penurunan kesadaran. Tidak ada riwayat trauma sebelumnya. Sejak mengalami
penurunan kesadaran OS tidak dapat diajak berkomunikasi, hanya terkadang terdengar suara
dari mulut OS. tidak ada demam, maupun sesak.
Pasien sebelumnya pernah mengalami stroke ringan namun hanya bicaranya pelo, dan
memiliki riwayat hipertensi yang masih terkontrol, tidak ada riwayat DM. keluarga
mengatakan pasien sering mengeluhnyeri kepala. Kakak pasien mempunyai riwayat
hipertensi, dan ibu pasien mempunyai riwayat DM. Pasien seorang pensiunan dan sehari hari
pasien sering merokok dan mengkonsumsi kopi.
Pemeriksaan fisik pada pasien didapatkan kesadaran somnolen, tekanan darah 170/90 mmHg.
Status generalis dalam batas normal, status neurologis terdapat hemiparese sinistra dan parese
nervus VII dan XII sinistra sentral. Hasil laboratorium darah rutin didapatkan
eritropenia,leukositosis, penurunan hemoglobin, dan penurunan hematocrit, pemeriksaan
elektrolit didapatkan hiponatremia. Pemeriksaan Pemeriksaan CT scan kepala tanpa kontras
menunjukkan perdarahan pada hemisfer dekstra. Rontgen thoraks AP dalam batas normal.
VI.

ASSESSMENT : STROKE HAEMORAGIC


AX1

Diagnosis klinis

Diagnosis etiologis
Diagnosis topis
Diagnosis patologis

AX2

: hemiparese sinistra, parese N. VII sinistra sentral,


parese N. XII sinistra sentral
: perdarahan intra serebral
: hemisfer cerebri dextra
: hematoma
: Hipertensi grade II

VII.

PLANNINGS
Medikamentosa :
Assering Infus/ 12 jam/ 1 kolf
Citicolin Injection 2x500 mg
Manitol 3x 150 cc
Amlodipin 5 mg 1x1
Captopril 3x25 mg
Ceftriaxone 2x1 gr
Omeprazole 1x 40 mg
Transamin 3x1 amp
Vit.k 3x1 amp
Asam tranexamat 3x1
VIII. PROGNOSIS
Ad Vitam
: Dubia ad bonam
Ad Functionam
: Dubia ad Bonam
Ad Sanationam
: Dubia ad malam

11

12

IX.

FOLLOW-UP

Tanggal
Subjektif
Selasa
15 Lemah sisi sebelah kiri
November1
6
14.00 WIB
(H+2)

Objektif
Assessment
Planning
GCS (E3M2V2)
CVD haemoragic post
Infus Assering 14 tpm
KU tampak sakit berat
craniotomi
Citicolin injection 2x500 mg
BP 140/70 mmHg
Infus Manitol 3x125 ml
HR 54 x/m
Ceftriaxon 2x1 gr
RR 22 x/m
Transamin injection 3x1
o
T 36,7 C
Vit.K 3x1 amp
Kepala : Tertutup elastis perban
Amlodipine 1x10 mg
post op craniotomy
Kateter usage
thorax, abd, eks: dbn
Status neurologis :
Tanda meningeal: tidak dapat
diperiksa
Lesi nervus kranial (+): Parese
N.7 and 12 sinistra sentral
Motorik: kesan Lateralisasi ke
kiri
Sensoris: Tidak dapat dinilai
Reflek
fisiologis:
B+3/+3,
T+3/+3, P+2/+2, A+2/+2
Refleks Patologis : (-)

13

Selasa
15 Lemah sisi sebelah kiri
November1
6
14.00 WIB
(H+2)

Senin,
8 Lemah sisi sebelah kiri
Agustus
2016
06.00 WIB
H+4

GCS (E3M2V2)
KU tampak sakit berat
BP 140/70 mmHg
HR 54 x/m
RR 22 x/m
T 36,7oC
Kepala : Tertutup elastis perban
post op craniotomy
thorax, abd, eks: dbn

CVD haemoragic post


craniotomi

Status neurologis :
Tanda meningeal: tidak dapat
diperiksa
Lesi nervus kranial (+): Parese
N.7 and 12 sinistra sentral
Motorik: kesan Lateralisasi ke
kiri
Sensoris: Tidak dapat dinilai
Reflek
fisiologis:
B+3/+3,
T+3/+3, P+2/+2, A+2/+2
Refleks Patologis : (-)
GCS (E3M6V4)
X1
BP 160/90 mmHg
Klinis:
Hemiparese
HR 100 x/m
sinistra, parese n.VII &
RR 28 x/m
n.XII sinistra central
o
T 37 C
Etilogi: ICH
Kepala, thorax, abd, eks: dbn
Topis: Right cerebri
hemisphere

Infus Assering 14 tpm


Citicolin injection 2x500 mg
Infus Manitol 3x125 ml
Ceftriaxon 2x1 gr
Transamin injection 3x1
Vit.K 3x1 amp
Amlodipine 1x10 mg
Kateter usage

Infus Nacl 0,9 %/ 12 h


Infus Manitol I4x125 ml
Citicolin injection 2x500 mg
Transamin 3x500 mg
Lasix injection 1x1 amp
Neurodex 2x1 tab
Folat acid 2x1 tab
14

Selasa,
9 Lemah sisi sebelah kiri
Agustus
2016
05.30 WIB
H+5

Status neurologis :
Patologis: Hematoma
Tanda meningeal: (-)
X2
Lesi nervus kranial (+): Parese
Hiponatremi
N.7 and 12 sinistra sentral
X3
Motorik: 5555/1111
Hypertension grade II
5555/1111
Lateralisasi ke kiri
Sensoris: Tidak dapat dinilai
Reflek
fisiologis:
B+2/+2,
T+2/+2, P+2/+2, A+2/+2
Refleks Patologis: B-/+, C-/GCS (E3M6V4)
X1
BP 145/90 mmHg
Klinis:
Hemiparese
HR 108 x/m
sinistra, parese n.VII &
RR 20 x/m
n.XII sinistra central
T 37,1 oC
Etilogi : ICH
Kepala, thorax, abd, eks: dbn
Topis : Right cerebri
hemisphere
Status neurologis :
Patologis : Hematoma
Tanda meningeal: (-)
X2
Lesi nervus kranial (+): Parese
Hiponatremi
N.7 and 12 sinistra sentral
X3
Motoric: 5555/2222
Hypertension grade II
5555/1111
Lateralisasi ke kiri
Sensoris: Tidak dapat dinilai
Reflek
fisiologis:
B+2/+2,
T+2/+2, P+2/+2, A+2/+2

Nacl caps 2x1tab


Amlodipine 1x10 mg
Captopril 3x50 mg

Infus Nacl 0.9 %/ 12 h


Infus Manitol 4x125 ml
Transamin injection 3x500
mg
Citicolin injection 2x500 mg
Lasix injection 1x1 amp
Neurodex 2x1 tab
Folat acid 2x1 tab
Nacl caps 2x1 tab
Amlodipine 1x10 mg
Captopril 3x25 mg

15

Rabu,
10 Lemah sisi sebelah kiri
agustus 2016 Batuk
06.30 WIB
H+6

Kamis,

11 Lemah sisi sebelah kiri

Refleks Patologis: B-/+, C-/GCS (E3M6V4)


X1
BP 145/90 mmHg
Klinis:
Hemiparese
HR 108 x/m
sinistra, parese n.VII &
RR 20 x/m
n.XII sinistra central
o
T 37,1 C
Etilogi : ICH
Kepala
Topis : Right cerebri
hemisphere
Mata : Isokor, RCL +/+,
Patologis : Hematoma
RCTL +/+
X2
Thorax
Hiponatremi
Paru: SNV +/+, RH -/-,
X3
Wh -/-, Schlem +/+
Hypertension grade II
Cor: BJ I dan II regullar,
M (-), G (-)
Abdomen dan ekstremitas: dbn
Status neurologis :
Tanda meningeal: (-)
Lesi nervus kranial (+): Parese
N.7 and 12 sinistra sentral
Motoric: 5555/2222
5555/1111
Lateralisasi ke kiri
Sensoris: Tidak dapat dinilai
Reflek
fisiologis:
B+2/+2,
T+2/+2, P+2/+2, A+2/+2
Refleks Patologis: B-/-, C-/GCS (E3M6V4)
X1

Infus Nacl 0.9 %/ 14 tpm


Infus Manitol 4x125 ml
Transamin injection 3x500
mg
Citicolin injection 2x500 mg
Lasix injection 1x1 amp
Neurodex 2x1 tab
Folat acid 2x1 tab
Nacl caps 2x1 caps
Amlodipine 1x10 mg
Captopril 3x25 mg

Nacl inf 0.9 %/ 14 tpm


16

agustus 2016
06.00 WIB
(H+7)

Batuk

Jumat, Juli Lemah sisi sebelah kiri


2016
Batuk
06.00 WIB

BP 145/90 mmHg
Klinis:
Hemiparese
HR 128 x/m
sinistra, parese n.VII &
RR 24 x/m
n.XII sinistra central
o
T 38.2 C
Etilogi : ICH
Kepala
Topis : Right cerebri
hemisphere
Mata : Isokor, RCL +/+,
Patologi : Hematoma
RCTL +/+
X2
Thorax
Hiponatremi
Paru: SNV +/+, RH -/-,
X2
Wh -/- , Schlem +/+
Hypertension grade II
Cor: BJ I dan II regullar,
M (-), G (-)
Abdomen dan ekstremitas: dbn
Status neurologis :
Tanda meningeal : (-)
Lesi nervus krania (+) : Parese
N.7 and 12 sinistra sentral
Motorik: 5555/1111
5555/1111
Lateralisasi ke kiri
Sensoris: Tidak dapat dinilai
Reflek
fisiologis:
B+2/+2,
T+2/+2, P+2/+2, A+2/+2
Refleks Patologis: B-/-, C-/GCS (E3M6V4)
X1
BP 160/100 mmHg
Klinis:
Hemiparese
HR 116 x/m
sinistra, parese n.VII &

Citicolin 2x500 mg tab


Neurodex 2x1 tab
Folat acid 2x1 tab
Amlodipine 1x10 mg
Captopril 3x25 mg
Konsul Paru
Rontgen thoraks
Ceftriaxone injection 1x2
gr
Nebulizer 3x1 (ventolin:
pulmicort: nacl)

Nacl inf 0.9 % 14 tpm


Nebulizer 3x1 (ventolin:
pulmicort: nacl)
17

(H+8)

Sabtu,
12 Lemah sisi sebelah kiri
Agustus
Batuk
2016
06.00 WIB
(H+9)

RR 40 x/m
n.XII sinistra central
o
T 38 C
Etilogy : ICH
Kepala
Topical : Right cerebri
hemisphere
Mata: Isokor, RCL+/+,
Pathologi : Hematoma
RCTL +/+
X2
Thorax
Hypertension grade II
Paru: SNV +/+, RH -/-,
X3
Wh -/-, Schlem +/+
Suspect Pneumonia
Cor: BJ I dan II regullar,
M (-), G (-)
Abdomen dan ekstremitas: dbn
Status neurologis :
Tanda meningeal : (-)
Lesi nervus kranial (+) : Parese
N.7 and 12 sinistra sentral
Motorik: 5555/2222
5555/1111
Lateralisasi ke kiri
Sensorik: Tidak dapat dinilai
Reflek
fisiologis:
B+2/+2,
T+2/+2, P+2/+2, A+2/+2
Refleks Patologis: B-/-, C-/GCS (E3M6V4)
X1
BP 140/90 mmHg
Klinis:
Hemiparese
HR 100 x/m
sinistra, parese n.VII &
RR 32 x/m
n.XII sinistra central
o
T 37.2 C
Etilogi : ICH

Ceftriaxone injection 1x2 gr


Citicolin 2x500 mg tab
Neurodex 2x1 tab
Asam folat 2x1 tab
Amlodipine 1x10 mg
Captopril 3x25 mg
Konsul Fisiotherapy

Nacl 0.9 % 14 tpm (venflon)


Nebulizer 3x1 (ventolin:
pulmicort: nacl)
Ceftriaxone injection 1x2 gr
Citicolin injection 2x500 mg
18

Kepala
Topis : Right cerebri
hemisphere
Mata : Isokor, RCL +/+,
Pathology : Hematoma
RCTL +/+
X2
Thorax
Hypertension grade II
Paru: SNV +/+, RH -/-,
Wh -/-, schlemm +/+
Cor: BJ I dan II regullar,
M (-), G (-)
Abdomen dan ekstremitas: dbn

Minggu , 13 Lemah sisi sebelah kiri


Agustus
Batuk berkurang
2016
06.00 WIB
(H+10)

Status neurologis :
Tanda meningeal : (-)
Lesi nervus kelinan (+) : Parese
N.7 dan 12 sinistra sentral
Motorik: 5555/2222
5555/1111
Lateralisasi ke kiri
Sensoris: Tidak dapat dinilai
Reflek
fisiologis:
B+2/+2,
T+2/+2, P+2/+2, A+2/+2
Refleks Patologis: B-/-, C-/GCS (E3M6V4)
X1
BP 140/100 mmHg
Klinis:
Hemiparese
HR 92 x/m
sinistra, parese n.VII &
RR 22 x/m
n.XII sinistra central
o
T 37.4 C
Etilogi : ICH
Kepala
Topics: Right cerebri
hemisphere
Mata : Isokor, RCL +/+,

Neurodex 2x1 tab


Asam folat 2x1 tab
Amlodipine 1x10 mg
Captopril 3x25 mg

Nacl inf 0.9 % 14 tpm


Nebulizer 3x1
Ceftriaxone injection 1x2 gr
Citicolin 2x1 tab
Neulin tab 2x1
Asam folat 2x1 tab
Amlodipine 1x10 mg
19

RCTL +/+

Patologi : Hematoma

Captopril 3x25 mg

Thorax
X2
Hypertension grade II
Paru: SNV +/+, RH -/-,
Wh -/-, schlemm +/+
Cor: BJ I dan II regullar,
M (-), G (-)
Abdomen dan ekstremitas: dbn

Senin,
14 Lemah sisi sebelah kiri
Agustus
Batuk berkurang
2016
06.00 WIB
H+11)

Status neurologis :
Tanda meningeal : (-)
Lesi nervus kranial (+) : Parese
N.7 dan 12 sinistra sentral
Motoris: 5555/2222
5555/1111
Lateralisasi ke kiri
Sensoric: cant be assess
Reflek
fisiologis:
B+2/+2,
T+2/+2, P+2/+2, A+2/+2
Refleks Patologis: B-/-, C-/GCS (E3M6V4)
X1
BP 140/90 mmHg
Klinis:
Hemiparese
HR 120 x/m
sinistra, parese n.VII &
RR 24 x/m
n.XII sinistra central
o
T 36,6 C
Etilogi : ICH
Kepala
Topis: Right cerebri
hemisphere
Mata : Isokor, RCL +/+,
Patologis : Hematoma
RCTL +/+
X2
Thorax

Nacl inf 0.9 % 14 tpm


Nebulizer 3x1
Ceftriaxone injection 1x2 gr
Citicolin 2x1 tab
Neulin tab 2x1
Asam folat 2x1 tab
Amlodipine 1x10 mg
Captopril 3x25 mg
Paracetamol 4x500 mg
20

Paru: SNV +/+, RH -/-,


Wh -/-, schlemm +/+
Cor: BJ I dan II regullar,
M (-), G (-)
Abdomen dan ekstremitas: dbn

Selasa,
15 Lemah sisi sebelah kiri
Agustus
2016
06.00 WIB
(H+12)

Hypertension grade II

Status neurologis :
Tanda meningeal: (-)
lNK (+) : Parese N.7 dan 12
sinistra sentral
Motoric: 5555/2222
5555/1111
Lateralisasi ke kiri
Sensoris : Tidak dapat dinlai
Reflek
fisiologis:
B+2/+2,
T+2/+2, P+2/+2, A+2/+2
Refleks Patologis: B-/-, C-/GCS (E3M6V4)
X1
BP 140/90 mmHg
Klinis:
Hemiparese
HR 96 x/m
sinistra, parese n.VII &
RR 24 x/m
n.XII sinistra central
o
T 36,7 C
Etilogi : ICH
Kepala
Topis : Right cerebri
hemisphere
Mata : Isokor, RCL +/+,
Patologis: Hematoma
RCTL +/+
X2
Thorax
Hypertension grade II
Paru: SNV +/+, RH -/-,
Wh -/-, schlemm +/+

Nacl inf 0.9 % 14 tpm


Nebulizer 3x1
Ceftriaxone injection 1x2 gr
Citicolin 2x1 tab
Neulin tab 2x1
Asam folat 2x1 tab
Amlodipine 1x10 mg
Captopril 3x25 mg
Paracetamol 4x500 mg

21

Cor: BJ I dan II regullar,


M (-), G (-)
Abdomen dan ekstremitas: dbn

Rabu,
16 Lemah sisi sebelah kiri
Agustus
2016
06.00 WIB
(H+13)

Status neurologis :
Tanda meningeal : (-)
Lesi nervus kranial (+) : Parese
N.7 dan 12 sinistra sentral
Motorik: 5555/2222
5555/1111
Lateralisasi ke kiri
Sensoris: Tidak dapat dinilai
Reflek
fisiologis:
B+2/+2,
T+2/+2, P+2/+2, A+2/+2
Refleks Patologis: B-/-, C-/GCS (E3M6V4)
X1
BP 140/90 mmHg
Klinis:
Hemiparese
HR 96 x/m
sinistra, parese n.VII &
RR 20 x/m
n.XII sinistra central
o
T 36 C
Etilogi : ICH
Kepala
Topics : Right cerebri
hemisphere
Mata : Isokor, RCL +/+,
Patologis : Hematoma
RCTL +/+
X2
Thorax
Hypertension grade II
Paru: SNV +/+, RH -/-,
Wh -/-, schlemm +/+
Cor: BJ I dan II regullar,
M (-), G (-)

Nebulizer 3x1
Cefixime 2x1
Citicolin 2x1 tab
Neulin tab 2x1
Asam folat 2x1 tab
Amlodipine 1x10 mg
Captopril 3x25 mg
Paracetamol 4x500 mg

22

Abdomen dan ekstremitas: dbn


Status neurologis :
Tanda meningeal : (-)
Lesi nervus kraniali (+) : Parese
N.7 dan 12 sinistra sentral
Motoric: 5555/2222
5555/1111
Lateralisasi ke kiri
Sensoris: Tidak dapat dinilai
Reflek
fisiologis:
B+2/+2,
T+2/+2, P+2/+2, A+2/+2
Refleks Patologis: B-/-, C-/-

23

BAB III
PEMBAHASAN

Stroke adalah suatu sindrom hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal (atau global)
yang berkembang cepat, berlangsung lebih 24 jam atau menyebabkan kematian, yang
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak. Keluhan utama pasien yaitu lemah pada sisi
tubuh sebelah kiri di tangan dan kaki, diikuti dengan bicara pelo hal ini disebabkan karena
gangguan peredaran darah otak, sehingga menyebabkan suplai darah berkurang, hal ini dapat
terjadi pada stroke hemoragik maupun stroke iskemik.
Stroke hemoragik dibagi atas, perdarahan intraserebral dan perdarahan subarakhnoid.
Perdarahan intraserebral ditandai dengan adanya perdarahan primer yang berasal dari
pembuluh darah ke dalam parenkim otak akibat pecahnya arteri penetrans yang merupakan
cabang dari pembuluh darah superficial dan bukan disebabkan oleh trauma. Adapun
penyebab perdarahan intraserebral antara lain, hipertensi (80%), aneurisma, malformasi
arteriovenosus, neoplasma, gangguan koagulasi seperti hemophilia, antikoagulan, vaskulitis,
traumatis, idiopatik. Stres merupakan salah satu faktor presipitasi pada penderita stroke
hemoragik.3

Gambar . Perdarahan intraserebral


Pasien mempunyai riwayat hipertensi yang tidak terkontrol, ketika pasien datang
didapatkan tekanan darah 170/90 mmHg yang tergolong ke dalam hipertensi grade II, pasien
juga sering mengonsumsi rokok dan kopi sehari- harinya. Meningkatnya usia, adanya
hipertensi kronik dan kebiasaan merokok akan membentuk mikroaneurisma dengan diameter
kurang lebih 1 mm di sepanjang arteri, dikarenakan perubahan degeneratif dan ditambah
dengan adanya beban tekanan darah yang tinggi, menyebabkan kelemahan pembuluh darah
setempat maka timbulah beberapa pengembungan kecil di lapisan tunika media yang disebut
aneurisma charchot- bouchard.4 Berikut beberapa lokasi aneurisma sering terjadi.5
24

Gambar 3. Common locations of cerebral aneurysms are near the anterior communicating
and anterior cerebral arteries,at the junctions near the middle cerebral artery and at the
junction between the basilar and posterior cerebral artery.
Pengendalian hipertensi dilakukan dengan target tekanan darah <140/90 mmHg.

Merokok

menyebabkan peninggian koagulabilitas, visikositas darah, meninggikan kadar fibrinogen,


mendorong agregasi platelet, meninggikan tekanan darah, meningkatkan hematokrit,
menurunkan kolesterol HDL dan meningkatkan kolesterol LDL.7
Pemeriksaan lesi nervus kranialis pada pasien, didapatkan adanya paresis nervus VII
dan nervus XII sinistra sentral. Adanya Parese nervus VII sinistra karena persarafan
supranuklear (sentral) dari nervus fasialis terletak pada kedua hemisfer serebri untuk otot dahi
(bagian atas wajah), sedangkan otot wajah sisanya (bagian bawah wajah) mendapat
persarafan dari girus presentralis (korteks motorik) kontralateral. Pada gangguan sentral,
sekitar mata dan dahi yang mendapatkan persarafan dari 2 sisi, tidak akan lumpuh, yang
lumpuh ialah bagian bawah dari wajah. Sedangkan untuk gangguan perifer (gangguan pada
inti serabut saraf) semua otot sesisi wajah lumpuh. Pada parese nervus XII sinistra sentral,
sifatnya adalah supranuklear sehingga tidak terdapat atrofi papil dan fasikulasi lidah. Pada
waktu dijulurkan, tampak deviasi ke sisi yang berlawanan dengan lesi.8

Gambar. Lesi sentral dan perifer nervus VII


Gejala seperti, sakit kepala, pusing, epistaksis, atau gejala lainnya tidak selalu
25

mengiringi kejadian perdarahan intraserebral. Muntah, lebih sering terjadi pada awal
perdarahan intraserebral dibandingkan pada infark, hal ini juga menunjukkan adanya
pendarahan sebagai penyebab dari hemiparesis akut. Sakit kepala hebat umumnya dianggap
sebagai gejala yang selalu ada pada perdarahan intraserebral. Pasien sering sadar dan
merespon ketika pertama kali ditemui. Hal ini dapat terjadi meskipun ketika cairan
serebrospinal sudah dipenuhi darah. dengan demikian perdarahan ke dalam sistem ventrikel
selalu akan membuat penurunan kesadaran menjadi koma tidak selalu benar, kecuali jika
terjadi perdarahan masif di ventrikel atau adanya distorsi midbrain akan membuat pasien
menjadi koma. 8

Gambar Perdarahan intraserebral: Manifestasi klinis berdasarkan lokasi perdarahan


Dari hasil pemeriksaan motorik didapatkan adanya hemiparese sinistra dengan
kekuatan otot untuk tangan 2222 dan kaki 1111, hal ini menandakan sindrom upper motor
neuron yang dijumpai pada kerusakan sistem piramidal. Sistem piramidal terdiri dari traktus
kortikospinal dan traktus kortikobulbar. Traktus kortikobulbar fungsinya untuk gerakangerakan otot kepala dan leher, sedangkan kortikospinal untuk gerakan- gerakan otot tubuh
dan anggota gerak. Pada kerusakan sistem piramidal dijumpai kelumpuhan, hiperrefleks,
serta refleks patologis yang positif. Hasil pemeriksaan CT scan tanpa kontras menunjukkan
adanya perdarahan serebri di hemisfer dekstra. Hemiparese di sisi yang berlawanan dari letak
perdarahan merupakan tanda keterlibatan kapsula interna, perdarahan biasanya mengenai
arteri karotis interna atau arteri serebri anterior, posterior, dan media yang memperdarahi area
26

motoris sehingga memberikan manifestasi klinis berupa hemiparesis kontralateral.


Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis seperti onset sakit kepala, adanya
mual, muntah dan penurunan kesadaran, terutama pada pasien dengan faktor risiko.
Perdarahan intraserebral harus dibedakan dari stroke iskemik, perdarahan subarachnoid, dan
penyebab lain defisit neurologis akut seperti kejang atau hipoglikemia. CT scan dan MRI
penting untuk mengkonfirmasi diagnosis stroke hemoragik. Selain pemeriksaan penunjang
yang telah dipaparkan sebelumnya, di Indonesia juga dikenal sistem skoring Siriraj. Skor
Siriraj telah dikembangkan untuk membedakan stroke perdarahan atau stroke iskemik, terdiri
dari variabel derajat kesadaran, muntah, sakit kepala, tekanan darah diastol, dan penanda
ateroma. Pada pasien skor Siriraj didapatkan -0,5 yang berarti meragukan sehingga
diperlukan CT scan untuk mengkonfirmasi.10
Tujuan dari penatalaksanaan stroke secara umum adalah menurunkan morbiditas dan
menurunkan tingkat kematian serta menurunnya angka kecacatan. Keberhasilan penanganan
stroke akut dimulai dari pengetahuan masyarakat, dan petugas medis bahwa stroke
merupakan keadaan gawat darurat. Berikut beberapa langkah penatalaksanaan pada stroke
akut.11

Penatalaksanaan di ruang gawat darurat


1. Evaluasi cepat dan diagnosis
Meliputi anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas
penderita saat serangan, gejala lain seperti, nyeri kepala, mual, muntah, rasa
berputar, kejang, serta faktor resiko stroke (hipertensi). Pemeriksaan fisik,
meliputi penilaian respirasi, sirkulasi, oksimetri, dan suhu tubuh. Pemeriksaan
neurologis dan skala stroke.
2. Terapi umum
a. Stabilisasi jalan nafas, pemantauan status neurologis, nadi, tekanan darah,
suhu tubuh, dan saturasi oksigen dalam 72 jam. Pemberian oksigen untuk
keadaan saturasi oksigen <95%. Perbaikan jalan nafas
b. Stabilisasi hemodinamik, berikan cairan kristaloid atau koloid intravena
(hindari pemberian cairan hipotonik seperti glukosa)
c. Pemeriksaan awal fisik umum, tekanan darah, pemeriksaan jantung,
pemeriksaan neurologi awal (derajat kesadaran, pemeriksaan pupil dan
okulomotor, keparahan hemiparesis)
d. Pengendalian peninggian TIK
e. Penanganan transformasi hemoragik
f. Pengendalian kejang, bila kejang diberikan diazepam bolus lambat intravena
5-20 mg dan diikuti fenitoin loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan

27

kecepatan maksimum 50 mg/menit.


g. Pengendalian suhu tubuh, setiap penderita stroke diikuti demam harus diobati
antipiretika dan diatasi penyebabnya. Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih
dari 38,5C atau 37,5C
h. Pemeriksaan penunjang, EKG, laboratorium, lumbal pungsi, foto rontgen, dan

CT scan
Penatalaksanaan umum di ruang rawat
1. Cairan
a. Cairan isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan menjaga euvolemi.
b. Pada umumnya kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari
c. Balans cairan
d. Elektrolit (natrium, kalium, kalsium, dan magnesium) harus selalu diperiksa
dan diganti bila terjadi kekurangan
e. Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil AGD
f. Hindari cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa
2. Nutrisi
Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25- 30 kkal/kg/ hari
3. Pencegahan dan penanganan komplikasi
a. Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut
b. Pemberian antibiotik sesuai indikasi
c. Pencegahan dekubitus
4. penatalaksanaan medis lain
Penatalaksanaan hipertensi
a. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut (AHA/ ASA,Class Iib, Level of
eevidence C), apabila TDS>200 mmHg atau Mean Arterial Pressure (MAP) >150
mmHg, tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi
intravena secara kontinu dengan pemantauan tekanan darah setiap 5 menit.
b. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150- 220 mmHg,
penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mm cukup aman
(AHA/ASA, Class Iia, Level of evidence B).
c. Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan penyekat beta (labetalol dan
esmolol), penyekat kanal kalsium (nikardipin dan diltiazem) intravena, digunakan

dalam upaya diatas.


Penatalaksanaan komplikasi medik stroke akut
Pemberian antibiotik profilaksis tidak dianjurkan karena dapat memperburuk
kondisi saat fase stroke. Pneumonia akibat disfagia atau gangguan refleks menelan
erat

hubungannya

dengan

aspirasi

pneumonia,

segera

diberikan

pipa

nasogastrik.Untuk terapi dilakukan fisioterapi (chest therapy), dan pemberian


antibiotik sesuai indikasi. Jika tanpa faktor risiko untuk bakteri risiko tinggi
resistensi : ampicillin, cefuroxime, ceftriaxone, levofloxacin, moxifloxacin.
Pada pasien diberikan assering pada hari pertama, fungsinya adalah untuk mengatasi
28

jika pada pasien terdapat syok hemoragik, Pada pasien juga diberikan

citicoline yang

berguna sebagai neuroprotektan, dengan harapan dapat mengurangi defisit neurologis dan dan
memperbaiki outcome fungsional. Manitol pada pasien diberikan untuk menurunkan tekanan
intrakranial yang tinggi akibat adanya edema serebri. Transamin diberikan sebagai anti
fibrinolitik dan anti hemoragik pada perdarahan yang dialami oleh pasien. Tatalaksana
tekanan darah tinggi pada pasien diberikan amlodipine dari golongan calsium channel
blocker, dan captopril dari golongan ace inhibitor. Selain itu untuk mengatasi infeksi
sekunder yang dialami pasien maka diberikan antibiotik berupa ceftrixone
Prognosis pada pasien perdarahan intraserebral lebih berat dibanding stroke iskemik.
Hemoragik biasanya sering meluas dan berbahaya, khususnya pada orang- orang yang
mempunyai riwayat hipertensi kronis. Kurang lebih setengah dari pasien yang mempunyai
lesi luas

akan menyebabkan kematian dalam beberapa hari.10 Pada pasien didapatkan

prognosis ad vitam adalah dubia ad bonam, ad functionam adalah bonam, dan ad sanationam
adalah dubia ad malam.

BAB IV
KESIMPULAN
Stroke hemoragik dibagi atas, perdarahan intraserebral dan perdarahan subarakhnoid.
Perdarahan intraserebral ditandai dengan adanya perdarahan primer yang berasal dari
pembuluh darah ke dalam parenkim otak akibat pecahnya arteri penetrans yang merupakan
cabang dari pembuluh darah superficial dan bukan disebabkan oleh trauma. Adapun
penyebab perdarahan intraserebral antara lain, hipertensi (80%), aneurisma, malformasi
arteriovenosus, neoplasma, gangguan koagulasi seperti hemophilia, antikoagulan, vaskulitis,
traumatis, idiopatik. Stres merupakan salah satu faktor presipitasi pada penderita stroke
hemoragik.
Pada perdarahan intraserebral, akan didapatkan gejala defisit neurologi yang muncul
mendadak disertai gejala tekanan intracranial yang meningkat diakibatkan adanya edema
serebri. Perdarahan intraserebral harus dibedakan dari stroke iskemik, perdarahan
subarachnoid, dan penyebab lain defisit neurologis akut seperti kejang atau hipoglikemia.
Pengukuran gula darah harus segera dilakukan, CT scan dan MRI penting untuk
mengkonfirmasi diagnosis stroke hemoragik. Jika pada neuroimaging menunjukkan tidak ada
29

perdarahan namun secara klinis didapatkan gejala perdarahan, maka perlu dilakukan pungsi
lumbal
Perawatan suportif penting mungkin termasuk untuk mengatasi hipertensi pada pasien
dengan target 140/90 mmHg. Pertimbangkan evakuasi bedah untuk perdarahan luas 3040cm3

BAB
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Pengertian Stroke dan Stroke Hemoragik
Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang secara cepat
akibat gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24
jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas
selain vaskular. Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular
intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid
atau langsung ke dalam jaringan otak.12
3.2 Epidemiologi Stroke dan Stroke Hemoragik
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama kecacatan. 13 Sekitar
0,2% dari populasi barat terkena stroke setiap tahunnya yang sepertiganya akan meninggal
30

pada tahun berikutnya dan sepertiganya bertahan hidup dengan kecacatan, dan sepertiga
sisanya dapat sembuh kembali seperti semula. Dari keseluruhan data di dunia, ternyata stroke
sebagai penyebab kematian mencapai 9% (sekitar 4 juta) dari total kematian per tahunnya.14
Insidens kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000 pertahunnya dimana 10-15%
merupakan stroke hemoragik kuhusnya perdarahan intraserebral. Mortalitas dan morbiditas
pada stroke hemoragik lebih berat dari pada stroke iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20%
saja pasien yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya. Selain itu, ada sekitar 4080% yang akhirnya meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan dan sekitar 50%
meninggal pada 48 jam pertama. Penelitian menunjukkan dari 251 penderita stroke, ada 47%
wanita dan 53% kali-laki dengan rata-rata umur 69 tahun (78% berumur lebih dari 60 tahun.
Pasien dengan umur lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-laki menunjukkan outcome
yang lebih buruk.2
3.3 Etiologi Stroke Hemoragik
Penyebab stroke hemoragik sangat beragam, yaitu: 6

Perdarahan intraserebral primer (hipertensif)


Ruptur kantung aneurisma
Ruptur malformasi arteri dan vena
Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)
Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan fungsi hati,

komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan, hipofibrinogenemia, dan hemofilia.


Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
Septik embolisme, myotik aneurisma
Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
Amiloidosis arteri
Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri vertebral, dan
acute necrotizing haemorrhagic encephalitis.

3.4 Faktor Risiko Stroke Hemoragik


Faktor-faktor yang berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya stroke hemoragik
dijelaskan dalam tabel berikut. 7
Faktor Resiko
Umur

Keterangan
Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk
stroke. Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70%
terjadi pada mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah
dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di atas 55 tahun.
31

Hipertensi

Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi.


Hal ini berlaku untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan
untuk resiko perdarahan, atherothrombotik, dan stroke
lakunar, menariknya, risiko stroke pada tingkat hipertensi
sistolik kurang dengan meningkatnya umur, sehingga ia
menjadi kurang kuat, meskipun masih penting dan bisa

Seks

diobati, faktor risiko ini pada orang tua.


Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada
laki-laki berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan

Riwayat

lebih tinggi sebelum usia 65.


Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara

keluarga

kembar monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar


laki-laki

dizigotik

yang

menunjukkan

kecenderungan

genetik untuk stroke. Pada 1913 penelitian kohort kelahiran


Swedia menunjukkan tiga kali lipat peningkatan kejadian
stroke pada laki-laki yang ibu kandungnya meninggal akibat
stroke, dibandingkan dengan laki-laki tanpa riwayat ibu
yang mengalami stroke. Riwayat keluarga juga tampaknya
berperan dalam kematian stroke antara populasi Kaukasia
Diabetes

kelas menengah atas di California.


Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan,

mellitus

diabetes meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar


dua kali lipat hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang
tanpa diabetes. Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk
mendapat iskemia serebral melalui percepatan aterosklerosis
pembuluh darah yang besar, seperti arteri koronari, arteri

karotid atau dengan, efek lokal pada mikrosirkulasi serebral.


Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun
memiliki lebih dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan
dengan mereka yang fungsi jantungnya normal.
Penyakit Arteri koroner

Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus vaskular


aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari thrombi mural
karena miocard infarction.
32

Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi :


Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke
Fibrilasi atrial :
Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial
karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke
sebesar 17 kali.
Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke,
seperti prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek
septum atrium, aneurisma septum atrium, dan lesi
Karotis bruits

aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.


Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian
stroke, meskipun risiko untuk stroke secara umum, dan tidak

Merokok

untuk stroke khusus dalam distribusi arteri dengan bruit.


Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi,
menunjukkan
peningkatan

bahwa
risiko

merokok
stroke

untuk

jelas

menyebabkan

segala

usia

dan

kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan


jumlah batang rokok yang dihisap, dan penghentian
merokok mengurangi risiko, dengan resiko kembali seperti
Peningkatan

bukan perokok dalam masa lima tahun setelah penghentian.


Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika

hematokrit

hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah


keseluruhan

adalah

dari

isi

sel

darah

merah;

plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan


penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia,
hyperfibrinogenemia,

atau

paraproteinemia,

biasanya

menyebabkan gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan,


tinnitus, dan penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi
vena retina jauh kurang umum, dan dapat mengikuti
disfungsi
Peningkatan

trombosit

akibat

trombositosis.

Perdarahan

Intraserebral dan subarachnoid kadang-kadang dapat terjadi.


Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk
33

tingkat

stroke trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga

fibrinogen

telah dicatat, seperti antitrombin III dan kekurangan protein

dan

kelainan C serta protein S dan berhubungan dengan vena thrombotic.

system
pembekuan
Hemoglobinopat

Sickle-cell disease :

hy

Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik,


intraserebral dan perdarahan subaraknoid, vena sinus dan
trombosis vena kortikal. Keseluruhan kejadian stroke dalam
Sickle-cell disease adalah 6-15%.
Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria :

Penyalahgunaan

Dapat mengakibatkan trombosis vena serebral


Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk

obat

methamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain.


Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang
dapat mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, atau
fokus bidang iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan
sebuah hipersensitivitas vaskular menyebabkan alergi .
Perdarahan

Hiperlipidemia

subarachnoid

dan

difarction

otak

telah

dilaporkan setelah penggunaan kokain.


Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan
dengan penyakit jantung koroner, mereka sehubungan
dengan stroke kurang jelas. Peningkatan kolesterol tidak
muncul untuk menjadi faktor risiko untuk aterosklerosis
karotis, khususnya pada laki-laki di bawah 55 tahun.
Kejadian

hiperkolesterolemia

menurun

dengan

bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan


intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada
hubungan yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark
Kontrasepsi oral

lakunar.
Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko
stroke pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen
menurunkan masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama
sekali. Ini adalah faktor risiko paling kuat pada wanita yang
34

lebih dari 35 tahun . Mekanisme diduga meningkat


koagulasi, karena stimulasi estrogen tentang produksi
Diet

protein liver, atau jarang penyebab autoimun


Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan
subarakhnoid dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol
pada orang dewasa muda. Mekanisme dimana etanol dapat
menghasilkan stroke termasuk efek pada darah tekanan,
platelet, osmolalitas plasma, hematokrit, dan sel-sel darah
merah. Selain itu, alkohol bisa menyebabkan miokardiopati,
aritmia, dan perubahan di darah aliran otak dan autoregulasi.
Kegemukan

Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs,


obesitas telah secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian
oleh adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif
lebih dari 30% di atas rata-rata kontributor independen keatherosklerotik infark otak berikutnya.
Penyakit
pembuluh darah Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.
perifer
Infeksi

Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral


melalui pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding
pembuluh darah. Sifilis meningovaskular dan mucormycosis

Homosistinemia

dapat menyebabkan arteritis otak dan infark.


Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak. Estimasi

atau

risiko stroke di usia muda adalah 10-16%.

homosistinuria
Migrain
Suku bangsa

Sering pasien mengalami stroke sewaktu serangan migrain.


Kejadian stroke di Afrika-Amerika lebih tinggi secara tidak

proporsional dari kelompok lain.


Lokasi geografis Di Amerika Serikat dan kebanyakan negara Eropa, stroke
merupakan penyebab kematian ketiga paling sering, setelah
penyakit jantung dan kanker. Paling sering, stroke
35

disebabkan oleh perubahan aterosklerotik bukan oleh


perdarahan. Kekecualian adalah pada setengah perempuan
berkulit hitam, di puncak pendarahan yang daftar. Di Jepang,
stroke hemorragik adalah penyebab utama kematian pada
orang

dan

perdarahan

lebih

umum

dari

aterosklerosis.
dan Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara pagi

Sirkadian
faktor

dewasa,

musim dan siang hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis bahwa
perubahan diurnal fungsi platelet dan fibrinosis mungkin
relevan untuk stroke. Hubungan antara variasi iklim
musiman dan stroke iskemik telah didalihkan. Peningkatan
dalam arahan untuk infark otak diamati di Iowa. Suhu
lingkungan rata-rata menunjukkan korelasi negatif dengan
kejadian cerebral infark di Jepang. Variasi suhu musiman
telah berhubungan dengan resiko lebih tinggi cerebral infark
dalam usia 40-64 tahun pada penderita yang nonhipertensif,
dan pada orang dengan kolesterol serum bawah 160mg/dL.

3.5 Patogenesis Stroke Hemoragik


A. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis
melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek. Penggunakan kokain atau amfetamin dapat
menyebabkan tekanan darah dan perdarahan sementara tapi sangat tinggi. Pada beberapa
orang tua, sebuah protein abnormal yang disebut amiloid terakumulasi di arteri otak.
Akumulasi ini (disebut angiopati amiloid) melemahkan arteri dan dapat menyebabkan
perdarahan.7
Penyebab umum yang kurang termasuk kelainan pembuluh darah saat lahir, luka,
tumor, peradangan pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan, dan penggunaan
antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi.

Pendarahan gangguan dan penggunaan

antikoagulan meningkatkan resiko kematian dari perdarahan intraserebral.7


B. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. Namun, perdarahan karena
cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dianggap sebagai stroke.7

36

Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara spontan yaitu, ketika
perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan eksternal, seperti kecelakaan atau jatuh.
Sebuah perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya aneurisma mendadak di sebuah
arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang menonjol di daerah yang lemah dari dinding
arteri itu.7
Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat muncul pada saat
kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu setelah bertahun-tahun dimana
tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah
hasil dari aneurisma kongenital.7
Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid dari pecahnya
koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri) di dalam atau di sekitar otak.
Sebuah malformasi arteri dapat muncul pada saat kelahiran, tetapi biasanya hanya
diidentifikasi jika gejala berkembang. Jarang sekali suatu bentuk bekuan darah pada katup
jantung yang terinfeksi, perjalanan (menjadi emboli) ke arteri yang memasok otak, dan
menyebabkan arteri menjadi meradang. arteri kemudian dapat melemah dan pecah.7
3.6 Patofisiologi Stroke Hemoragik
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam waktu
15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh hingga sepuluh menit.
Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas (stroke).
Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia.
Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya.8
Dengan menambah Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan penimbunan Na+
dan Ca2+ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K + ekstrasel sehingga menimbulkan
depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan penimbunan Cl- di dalam sel, pembengkakan sel, dan
kematian sel. Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan glutamat, yang mempercepat
kematian sel melalui masuknya Na+ dan Ca2+.8
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan lumen
pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada
kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi,
yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi
yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut.8
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan
otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus
37

lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia,
gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia, dan
hemineglect.8
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik
kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior
dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan
bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari sistem
limbik.8
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral parsial
dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori.8
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang
disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat, ganglia
basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia) akan
terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di talamus terutama akan
menyebabkan defisit sensorik.8
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua eksteremitas dan otototot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan infark
pada serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Efek yang ditimbulkan
tergantung dari lokasi kerusakan:8

Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf vestibular).

Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia


(traktus piramidal).

Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah
ipsilateral

dan

ekstremitas

kontralateral

(saraf

trigeminus

[V]

dan

traktus

spinotalamikus).

Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus salivarus),


singultus (formasio retikularis).

Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada kehilangan
persarafan simpatis).

Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah (saraf
hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus (saraf okulomotorik
[III], saraf abdusens [V]).

Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun kesadaran


38

tetap dipertahankan).
3.7 Gejala Klinis Stroke Hemoragik
Gejala klinis stroke ada berbagai macam, diantaranya adalah ditemukan perdarahan
intraserebral (ICH) yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke iskemik, hipertensi
biasanya ditemukan, tingkat kesadaran yang berubah atau koma lebih umum pada stroke
hemoragik dibandingkan dengan stroke iskemik. Seringkali, hal ini disebabkan peningkatan
tekanan intrakranial. Meningismus dapat terjadi akibat adanya darah dalam ventrikel.2
Defisit neurologis fokal. Jenis defisit tergantung pada area otak yang terlibat. Jika
belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, suatu sindrom yang terdiri dari hemiparesis kanan,
kerugian hemisensory kanan, meninggalkan tatapan preferensi, bidang visual kana terpotong,
dan aphasia mungkin terjadi. Jika belahan nondominant (biasanya kanan) terlibat, sebuah
sindrom hemiparesis kiri, kerugian hemisensory kiri, preferensi tatapan ke kanan, dan
memotong bidang visual kiri. Sindrom belahan nondominant juga dapat mengakibatkan
pengabaian dan kekurangan perhatian pada sisi kiri.2
Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan kompresi
batang otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat kesadaran, apnea,
dan kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau batang otak antara lain:
ekstremitas ataksia, vertigo atau tinnitus, mual dan muntah, hemiparesis atau quadriparesis,
hemisensori atau kehilangan sensori dari semua empat anggota, gerakan mata yang
mengakibatkan kelainan diplopia atau nistagmus, kelemahan orofaringeal atau disfagia,
wajah ipsilateral dan kontralateral tubuh.2,9
A. Perdarahan Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari jumlah
penderita, serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas. Namun, pada
orang tua, sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala disfungsi otak menggambarkan
perkembangan yang terus memburuk sebagai perdarahan.

Beberapa gejala, seperti

kelemahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi, dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu
sisi tubuh. Orang mungkin tidak dapat berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat terganggu
atau hilang.

Mata dapat menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual,

muntah, kejang, dan hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa detik
sampai menit.2,9

39

B. Perdarahan Subaraknoid
Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali menekan
pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah besar (yang
menyebabkan sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan, seperti berikut:2,9

Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang disebut sakit
kepala halilintar)

Sakit pada mata atau daerah fasial

Penglihatan ganda

Kehilangan penglihatan tepi


Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya aneurisma.

Individu harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke dokter segera.2,9
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah dan
mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan kehilangan kesadaran
singkat. Hampir setengah dari orang yang terkena meninggal sebelum mencapai rumah sakit.
Beberapa orang tetap berada dalam koma atau tidak sadar dan sebagian lainnya bangun,
merasa bingung, dan mengantuk. Dalam beberapa jam atau bahkan menit, penderita mungkin
menjadi tidak responsif dan sulit untuk dibangunkan. 2,9
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak mengiritasi lapisan
jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher kaku serta sakit kepala terus,
sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang. 2
Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan kerusakan
pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut: 2,9

Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)

Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh

Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa


Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam beberapa menit atau

jam. Demam adalah gejala umum selama 5 sampai 10 hari pertama. Sebuah perdarahan
subaraknoid dapat menyebabkan beberapa masalah serius lainnya, seperti: 2,9

Hydrocephalus
Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subaraknoid dapat membeku. Darah beku
dapat mencegah cairan di sekitar otak (cairan serebrospinal) dari pengeringan seperti
biasanya tidak. Akibatnya, darah terakumulasi dalam otak, peningkatan tekanan dalam
tengkorak. Hydrocephalus mungkin akan menyebabkan gejala seperti sakit kepala,
40

mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah dan dapat meningkatkan risiko


koma dan kematian.

Vasospasm
Sekitar 3 sampai 10 hari setelah perdarahan itu, arteri di otak dapat kontrak (kejang),
membatasi aliran darah ke otak. Kemudian, jaringan otak tidak mendapatkan oksigen
yang cukup dan dapat mati, seperti pada stroke iskemik. Vasospasm dapat menyebabkan
gejala mirip dengan stroke iskemik, seperti kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu
sisi tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami bahasa, vertigo, dan koordinasi
terganggu.

Pecah kedua
Kadang-kadang pecah kedua terjadi, biasanya dalam seminggu.

3.8 Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang Stroke Hemoragik


Diagnosis stroke dapat ditegakkan berdasarkan riwayat dan keluhan utama pasien.
Beberapa gejala/tanda yang mengarah kepada diagnosis stroke antara lain: hemiparesis,
gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak, diplopia. Vertigo, afasia,
disfagia, disartria, ataksia, kejang atau penurunan kesadaran yang keseluruhannya terjadi
secara mendadak.1
Pada manifestasi perdarahan intraserebral, terdapat pembagian berdasarkan Luessenhop
et al. Pembagian ini juga berguna dalam menentukan prognosis pada pasien stroke dengan
perdarahan intraserebral.11

41

Khusus untuk manifestasi perdarahan subaraknoid, pada banyak studi mengenai


perdarahan subaraknoid ini dipakai sistem skoring untuk menentukan berat tidaknya keadaan
perdarahan subaraknoid ini dan dihubungkan dengan keluaran pasien. 10
Pemeriksaan Penunjang
Computerized tomography (CT scan): untuk membantu menentukan penyebab
seorang terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang disebut CT scan otak sering
dilakukan. Suatu CT scan digunakan untuk mencari perdarahan atau massa di dalam otak,
situasi yang sangat berbeda dengan stroke yang memerlukan penanganan yang berbeda pula.
CT Scan berguna untuk menentukan:

jenis patologi
lokasi lesi
ukuran lesi
menyingkirkan lesi non vaskuler

MRI scan: Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang magnetik


untuk membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh lebih detail jika
dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan garis depan untuk stroke. jika
CT scan dapat selesai dalam beberapa menit, MRI perlu waktu lebih dari satu jam. MRI dapat
dilakukan kemudian selama perawatan pasien jika detail yang lebih baik diperlukan untuk
pembuatan keputusan medis lebih lanjut. Orang dengan peralatan medis tertentu (seperti,
pacemaker) atau metal lain di dalam tubuhnya, tidak dapat dijadikan subyek pada daerah
magneti kuat suatu MRI.
42

Penatalaksanaan Stroke Hemoragik


A. Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
2. Terapi umum (suportif)
a. stabilisai jalan napas dan pernapasan
b. stabilisasi hemodinamik/sirkulasi
c. pemeriksaan awal fisik umum
d. pengendalian peninggian TIK
e. penanganan transformasi hemoragik
f. pengendalian kejang
g. pengendalian suhu tubuh
h. pemeriksaan penunjang
B. Penatalaksanaan Stroke Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Terapi medik pada PIS akut:
a. Terapi hemostatik 1
Eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rF VIIa]) adalah obat
haemostasis yang dianjurkan untuk pasien hemofilia yang resisten terhadap
pengobatan faktor VIII replacement dan juga bermanfaat untuk penderita
dengan fungsi koagulasi yang normal.
Aminocaproic acid terbuktitidak mempunyai efek menguntungkan.
Pemberian rF VIIa pada PIS pada onset 3 jam hasilnya adalah highlysignificant, tapi tidak ada perbedaan bila pemberian dilakukan setelah lebih
dari 3 jam.
b.

Reversal of anticoagulation 1
Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan fresh
frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin K.
Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K dependent
coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR lebih cepat
dibandingkan FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah sehingga aman
untuk jantung dan ginjal.
Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90g/kg pada pasien PIS yang memakai
warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit. Pemberian obat ini

43

harus tetap diikuti dengan coagulation-factor replacement dan vitamin K


karena efeknya hanya beberapa jam.
Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer weight
heparin diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan trombositopenia atau
adanya gangguan fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal Desmopressin,
transfusi platelet, atau keduanya.
Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka pemberian
obat dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah erjadinya perdarahan.
c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM
Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap
kontroversial.
Tidak dioperasi bila: 1

Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis minimal.

Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan perdarahan
intraserebral disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life
saving.

Dioperasi bila: 1

Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan klinis atau


kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel harus
secepatnya dibedah.

PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau angioma


cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang baik dan lesi
strukturnya terjangkau.

Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang
memburuk.

Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia muda


dengan perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih menguntungkan.

C. Penatalaksanaan Perdarahan Sub Arakhnoid


1.
Pedoman Tatalaksana 1
a. Perdarahan dengan tanda-tanda Grade I atau II (H&H PSA):
Identifikasi yang dini dari nyeri kepala hebat merupakan petunjuk untuk
upaya menurunkan angka mortalitas dan morbiditas.
44

Bed rest total dengan posisi kepala ditinggikan 30 dalam ruangan dengan
lingkungan yang tenang dan nyaman, bila perlu diberikan O2 2-3 L/menit.
Hati-hati pemakaian obat-obat sedatif.
Pasang infus IV di ruang gawat darurat dan monitor ketat kelainankelainan neurologi yang timbul.
b. Penderita dengan grade III, IV, atau V (H&H PSA), perawatan harus lebih
intensif: 1
Lakukan penatalaksanaan ABC sesuai dengan protocol pasien di ruang
gawat darurat.
Intubasi endotrakheal untuk mencegah aspirasi dan menjamin jalang nafas
yang adekuat.
Bila ada tanda-tanda herniasi maka dilakukan intubasi.
Hindari pemakaian sedatif yang berlebhan karena aan menyulitkan
penilaian status neurologi.
2.

Tindakan untuk mencegah perdarahan ulang setelah PSA 1


a. Istirahat di tempat tidur secara teratur atau pengobatan dengan antihipertensi
saja tidak direkomendasikan untuk mencegah perdarahan ulang setelah terjadi
PSA, namun kedua hal tersebut sering dipakai dalam pengobatan pasien
dengan PSA.
b. Terapi antifibrinolitik untuk mencegah perdarahan ulang direkomendasikan
pada keadaan klinis tertentu. Contohnya pasien dengan resiko rendah untuk
terjadinya vasospasme atau memberikan efek yang bermanfaat pada operasi
yang ditunda.
c. Pengikatan karotis tidak bermanfaat pada pencegahan perdarahan ulang.
d. Penggunaan koil intra luminal dan balon masih uji coba.

3.

Operasi pada aneurisma yang rupture 1


a. Operasi clipping sangat direkomendasikan untuk mengurangi perdarahan
ulang setelah rupture aneurisma pada PSA.
b. Walaupun operasi yang segera mengurangi resiko perdarahan ulang setelah
PSA, banyak penelitian memperlihatkan bahwa secara keseluruhan hasil akhir
tidak berbeda dengan operasi yang ditunda. Operasi yang segera dianjurkan
pada pasien dengan grade yang lebih baik serta lokasi aneurisma yang tidak

45

rumit. Untuk keadaan klinis lain, operasi yang segera atau ditunda
direkomendasikan tergantung pada situasi klinik khusus.
c. Aneurisma yang incompletely clipped mempunyai resiko yang tinggi untuk
perdarahan ulang.
4.

Tatalaksana pencegahan vasospasme 1


a. Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam IV pada hari ke-3 atau
secara oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin oral
terbukti memperbaiki deficit neurologi yang ditimbulkan oleh vasospasme.
Calcium antagonist lainnya yang diberikan secara oral atau intravena tidak
bermakna.
b. Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H yaitu
hypervolemic-hypertensive-hemodilution, dengan tujuan mempertahankan
cerebral perfusion pressure sehingga dapat mengurangi terjadinya iskemia
serebral akibat vasospasme. Hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya
perdarahan ulang pada pasien yang tidak dilakukan embolisasi atau clipping.
c. Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu
bermakna.
d. Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada
pasien-pasien yang gagal dengan terapi konvensional.
e. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut:
Pencegahan vasospasme:
Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari.
3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari.
Jaga keseimbangan cairan.
Delayed vasospasm:
Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika.
Berikan 5% Albumin 250 mL IV.
Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge pressure
12-14 mmHg.
Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2.
Berikan Dobutamine 2-15 g/kg/menit.

5. Antifibrinolitik
46

Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang


sering dipakai adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau
tranexamid acid dengan dosis 6-12 g/hari.1
6.

Antihipertensi 1
a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah
sistolik (TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90
mmHg (sebelum tindakan operasi aneurisma clipping).
b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan TDD
lebih dari 90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2 mg/menit
sampai mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse dosisnya 50-200
mcg/kg/menit. Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan karena menyebabkan
vasodilatasi dan memberikan efek takikardi.
d. Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan
vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra
yang mungkin terjadi akibat vasospasme.

7. Hiponatremi
Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila
perlu diberikan NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat
terkoreksi 0,5-1 mEq/L/jam dan tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam
pertama.1
Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau 0,4
mg dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya
dihindari karena menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan
untuk pengobatan hiponatremi.1
8. Kejang
Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian
antikonvulsan tidak direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada
pasien-pasien yang mungkin timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas,
aneurisma arteri serebri media, kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk
menghindari risiko perdarahan ulang yang disebabkan kejang, diberikan anti
konvulsan sebagai profilaksis.1
Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV. Initial
dosis 100 mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400 mg/oral/hari
47

dengan dosis terbagi. Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk menghentikan


kejang.1
Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada penderita
yang tidak kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada penderita yang
mempunyai faktor-faktor risiko seperti kejang sebelumnya, hematom, infark, atau
aneurisma pada arteri serebri media.1
8.

Hidrosefalus 1
a. Akut (obstruksi)
Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama.
Kejadiannya kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi (atau
drainase eksternal ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya dapat terjadi
perdarahan ulang dan infeksi.
b. Kronik (komunikan)
Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara
temporer atau permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.

9.

Terapi Tambahan 1
a. Laksansia (pencahar) iperlukan untuk melembekkan feses secara regular.
Mencegah trombosis vena dalam, dengan memakai stocking atau pneumatic
compression devices.
b. Analgesik:
Asetaminofen -1 g/4-6 jam dengan dosis maksimal 4 g/hari.
Kodein fosfat 30-60 mg oral atau IM per 4-6 jam.
Tylanol dengan kodein.
Hindari asetosal.
Pada pasien dengan sangat gelisah dapat diberikan:

Haloperidol IM 1-10 mg tiap 6 jam.

Petidin IM 50-100 mg atau morfin SC atau IV 5-10 mg/4-6 jam.

Midazolam 0,06-1,1 mg/kg/jam.

Propofol 3-10 mg/kg/jam.

Cegah terjadinya stress ulcer dengan memberikan:

Antagonis H2

Antasida
48

Inhibitor pompa proton selama beberapa hari.

Pepsid 20 mg IV 2 kali sehari atau zantac 50 mg IV 2 kali sehari.

Sucralfate 1 g dalam 20 mL air 3 kali sehari.

3.9 Komplikasi dan Prognosis Stroke Hemoragik


Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling ditakutkan
pada perdarahan intraserebral. Perburukan edem serebri sering mengakibatkan deteoriasi
pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga berhubungan dengan deteorisasi neurologis,
dan perluasan dari hematoma tersebut adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis
dalam 3 jam pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami
penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari
hal-hal yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas
permanen.2
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta ukuran
dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan dengan prognosis
yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapat volume darah yang besar
dan pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome
fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam
ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan
antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome
fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.2
3.10 Pencegahan Stroke Hemoragik
Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan mengatasi
berbagai faktor risiko. Upaya ini ditujukan pada orang sehat maupun kelompok risiko tinggi
yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan adalah:1

Mengatur pola makan yang sehat


Melakukan olah raga yang teratur
Menghentikan rokok
Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
Memelihara berat badan yang layak
Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat
Pemakaian antiplatelet

49

Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah pengendalian faktor
risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor risiko yang dapat dimodifikasi
seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA, dislipidemia, dan sebagainya.
SIRIRAJ STROKE SCORE (SSS)10

CATATAN

: 1. SSS> 1 = Stroke hemoragik

2. SSS < -1 = Stroke non hemoragik


Penetapan Jenis Stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada
ALGORITMA STROKE GADJAH MADA

50

DAFTAR
PUSTAKA
1. Ropper
AH,
Brown RH.
Adams and
Victors
Principles
of
Neurology.
Major
Categories
of

Neurological Disease: Cerebrovascular Disease. McGraw Hill: New York, 2005:


746- 747.
2. Pradipta T. Hubungan antara kebiasaan merokok dengan stroke hemoragik
berdasarkan pemeriksaan ct scan kepala. 2010
3. Eggers AE. A chronic dysfunctional stress response can cause stroke by stimulating
platelet activation, migraine, and hypertension. Elsevier. 2005; 65(3): 542-5. Doi:
1016/J.mehy.2005.03.020
4. Magistris F, Bazak S, Martin J. Intracerebral hemorrhage: Pathophysiology,
diagnosis and management. MUMJ. 2013. 10(1): 15-22.
5. Magistris F, Bazak S, Martin J. Intracerebral hemorrhage: Pathophysiology,
diagnosis and management. MUMJ. 2013. 10(1): 18
6. Misbach J. Pemeriksaan kesehatan secara teratur dan taat anjuran dokter dalam hal
diet dan obat. Perdossi. 2011. 7.
7. Misbach J. Guideline stroke. Perdossi. 2011. 9.
8. Lumantobing SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. 2012. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
9. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victors Principles of Neurology. Major
Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease. McGraw Hill: New
York, 2005: 804

51

10. Merckmanual

professional

version.

Available

at

http://www.merckmanuals.com/professional/neurologic-disorders/strokecva/intracerebral-hemorrhage. Accessed: July 2016. Stroke hemoragik. 2013


11. AHA/ASA Guideline. Guidelines for the early management of adults with ischemic
stroke. Stroke 2007; 38:1655- 1711
12. MERCK,
2007.
Hemorrhagic

Stroke.

Diperoleh

dari:

http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html
13. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. [diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]
14.

52

DAFTAR PUSTAKA
1. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline Stroke
2007. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia: Jakarta, 2007.
2. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. [diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]
3. Rohkamm, Reinhard. Color Atlas of Neurology. Edisi 2. BAB 3. Neurological
Syndrome. George Thieme Verlag: German, 2003.
4. Tsementzis, Sotirios. A Clinicians Pocket Guide: Differential Diagnosis in Neurology
and Neurosurgery. George Thieme Verlag: New York, 2000.
5. Sjahrir, Hasan. Stroke Iskemik. Yandira Agung: Medan, 2003
6. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victors Principles of Neurology. Edisi 8. BAB 4.
Major Categories of Neurological Disease: Cerebrovascular Disease. McGraw Hill: New
York, 2005.
7. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New York. Thieme
Stuttgart. 2000.
8. Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta, 2007.
9. MERCK,
2007.
Hemorrhagic
Stroke.
Diperoleh
dari:
http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html [Tanggal: 23 Mei 2010].
10. Mesiano, Taufik. Perdarahan Subarakhnoid Traumatik. FK UI/RSCM, 2007. Diunduh
dari:
http://images.omynenny.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/R@uuzQoKCrsAA
FbxtPE1/SAH%20traumatik%20Neurona%20by%20Taufik%20M.doc?nmid=88307927
[Tanggal: 24 Mei 2010]

53

11. Samino. Perjalanan Penyakit Peredaran Darah Otak. FK UI/RSCM, 2006. Diunduh dari:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.pdf/
13PerjalananPenyakitPeredaranDarahOtak021.html [Tanggal: 24 Mei 2010]
12. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ed.6. EGC, Jakarta.
2006.

54

Anda mungkin juga menyukai