Anda di halaman 1dari 10

Makalah Biopsikologi

Prefrontal Cortex dan Amigdala

Kelompok 5
Nama Anggota :
1. Arunggga A
2. Andi Reza J A
3. Bian Adjeng O
4. Dea Ummu A
5. Elyda Nur Achya A
6. Firli A F
7. Gerry V P

20150810020
20160810009
20160810018
20160810023
20160810035
20160810042
20160810043

Kata Pengantar

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-NYA sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tak lupa kami juga mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini,baik
perorangan maupun materi yang ada di buku.
Terlepas dari semua itu,kami menyadari bahwa masih banyak sekali kekurangan yang
ada pada makalah ini,baik secara penulisan maupun tata bahasanya. Oleh karena itu,kami
juga membutuhkan atau menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar makalah ini
dapat diperbaiki secara benar.
Akhir kata,kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
maupun bagi penulis.

Pembahasan

Prefrontal Cortex
Prefrontal cortex bagian dari lobus frontal. Lobus frontal terdiri dari korteks motorik
utama dan korteks prefrontal. Prefrontal cortex merupakan bagian paling anterior lobus
frontal. Secara umum, semakin besar ukuran serebrum suatu spesies, maka persentase ukuran
prefrontal cortex semakin besar. Contohnya, prefrontal cortex pada manusia dan kera-kera
besar membentuk bagian yang lebih besar membentuk bagian yang lebih besar pada korteks
serebrum dibandingkan dengan spesies lain.
Dendrit pada prefrontal cortex memiliki spina dendrit enam belas kali lebih banyak
daripada neuron lain yang berada di bagian korteks lain. Oleh karena itu, korteks prefrontal
dapat mengolah informasi dalam jumlah banyak.

Prefrontal cortex merupakan target sebuah prosedur tidak lazim yang dikenal dengan
nama lobotomi prefrontal, yaitu pemutusan hubungan korteks prefrontal dari otak melalui
pembedahan. Proses bedah meliputi pengrusakan prefrontal cortex atau memotong hubungan
prefrontal cortex dan otak. Tren pembedahan lobotomi dimulai ketika terdapat laporan bahwa
pengrusakan prferontal cortex primata di laboratorium dapat membuat mereka lebih tenang
tanpa merusak kemampuan sensorik maupun motorik mereka. Beberapa dokter berasumsi
secara bebas bahwa prosedur tersebut dapt menolong penderita gangguan kejiwaan yang
akut.
Di akhir tahun 1940-an telah dilakukan sekitar empat puluh ribu lobotomi prefrontal
(Shutts, 1982). Di antara semuanya itu, terdapat banyak lobotomi yang dilakukan oleh Walter
Freeman, seorang dokter yang tidak memiliki keahlian dalam pembedahan. Teknik yang
digunakan ini sangat kasar, bahkan menurut standar pada waktu itu. Alat yang digunakannya
antara lain bor listrik dan penjepit besi. Dokter tersebut banyak melakukan operasi di
kantornya atau lokasi lain selain rumah sakit. (Freeman membawa peralatan operasi dalam
mobilnya dan menyebut mobilnya obotomobile).
Freeman dan dokter-dokter lain menjadi mudah sekali memutuskan siapa yang
sebaiknya menjalani lobotomi. Pada awalnya, mereka membatasi prosedur lobotomi hanya

untuk pasien skizofrenia akut atau yang telah putus asa. Lobotomi memang berhasil
mengubah beberapa penderita menjadi tenang, tetapi umumnya, hasilnya mengecewakan.
Saat ini kita telah mengetahui bahwa lobus frontal penderita skizofrenia secara relatif tidak
aktif. Lobotomi merusak struktur yang memang tidak berfungsi baik. Selanjutnya, Freeman
mulai mengoperasi individu-individu dengan gangguan yang lebih ringan, termasuk individu
yang dianggap normal sesuai dengan standar masa kini. Setelah ditemukan terapi obat untuk
penderita skizofrenia dan depresi, dokter-dokter segera menghentikan penggunaan prosedur
lobotomi. Setelah pertengahan tahun 1950-an hanya terdapat operasi lobotomi yang
dilakukan (Lesse, 1984; Tippin dan Henn, 1982).
Beberapa lobotomi prefrontal adalah : apatis, hilangnya kemampuan merencanakan
sesuatu dan mengambil inisiatif, gangguan ingatan, mudah terganggu, dan hilangnya ekspresi
emosional (Stuss dan Benson, 1984). Individu yang menderita kerusakan lobus prefrontal
kehilangan pembatas-pembatas sosial mengacuhkan tingkah laku yang sopan dan beradab.
Mereka bertindak impulsif karena tidak dapat memperhitungkan hasil perbuatan mereka.

Walter Freeman
Pasien-pasien dengan kerusakan pada korteks prefrontal (daerah korteks frontal yang
terletak pada posisi anterior terhadap korteks motorik) tidak mengalami amnesia berat;
mereka sering kali tidak memperlihatkan defisit apapun pada tes-tes ingatan konvensional.
Stuss dan Alexander (2005) mengatakan bahwa bagian-bagian korteks prefontal yang berbeda
memainkan peran yang berbeda-beda dalam ingatan, dan bahwa pasien-pasien dengan
kerusakan korteks prefrontal benar-benar membingungkan para peneliti.
Ada dua kemampuan ingatan yang seringkali hilang pada pasien-pasien dengan lesi
prefrontal besar, tetapi kemampuan-kemampuan ini tidak diungkapkan oleh tes-tes ingatan
konvesional. Pasien dengan lesi prefrontal besar seringkali memperlihatkan defisit dalam
ingatan untuk urutan temporal berbagai kejadian, bahkan bila mereka dapat mengingat
kejadian-kejadian itu sendiri. Mereka juga memperlihatkan defisit dalam working memory
(kemampuan untuk mempertahankan ingatan-ingatan yang relevan selama sebuah tugas
sedang dikerjakan)- lihat Komberd, DEsposito, dan Farah (1998) dan Smith (2000). Akibat

kedua defisit ini para pasien dengan kerusakan korteks prefrontal ekstensif mengalami
kesulitan untuk mengerjakan tugas-tugas yang melibatkan serangkaian respons (lihat Colvin,
Dunbar, dan Grafman, 2001). Khas secara anatomis, yang memiliki koneksi-koneksi yang
berbeda, dan diduga, juga memiliki fungsi-fungsi yang berbeda. Studi-studi neuropsikologis
banyak mengabaikan fakta ini: lokasi kerusakan prefrontal seringkali tidak ditetapkan secara
akurat; pasien-pasien dengan daerah kerusakan yang berbeda seringkali dijadikan satu dan
sulit untuk menemukan pasien-pasien dengan kerusakan yang terbatas pada sebuah daerah
anatomik tertentu. Akan tetapi, studi tentang korteks prefrontal sedang berubah. Studi-studi
pencitraan- otak fungsional sekarang menemukan bahwa pola-pola kompleks aktivitas
prefrontal tertentu berhubungan dengan berbagai macam fungsi ingatan. Sebagai daerah
korteks prefrontal menjalankan proses-proses kognitif fundamental (misalnya, atensi dan
manajemen tugas) selama semua jenis tugas working memory ; ada daerah-daerah korteks
prefrontal lain yang dampaknya memediasi jenis-jenis ingatan tertentu (Collette dan Van der
Linden,2002; Mitchell et al.,2004; Wig et al.,2005)
Cara Pandang Modern terhadap Prefrontal Korteks
Lobotomi hanya memberi sedikit tambahan pada pemahaman kita tentang prefrontal
korteks. Selanjutnya peneliti yang mempelajari manusia dan monyet dengan kerusakan otak,
mengungkapkan bahwa korteks prefrontal penting untuk memori jangka pendek, yaitu
kemampuan ntuk mengingat stimulus dan kejadian yang baru terjadi, seperti dimana anda
memarkir mobil atau apa yang anda bicarakan sebelum diintrupsi (Goldman-Rakich,1988).
Secara khusus, korteks prefrontal berperan penting dalam kerja respons-tunda (delayedresponse task) dimana terdapat kemunculan stimulus yang singkat, dan setelah waktu
penundaan, individu harus merespon stimulus tersebut. Pada proses mengingat fakta yang
tetap tidak berubah, peran korteks prefrontal tidak terlalu banyak.
Ilmuwan neurosains mengajukan beberapa hipotessis mengenai peran korteks
prefrontal. Pertama, korteks prefrontal berperan penting ketika kita harus mengikuti dua
peraturan atau lebih pada saat yang sama (Rammani dan Owen,2004). Kedua, korteks
prefrontal mengatur perilaku yang sesuai dengan korteks (E. Miller,2000). Sebagai contoh,
jika anda mendengar telefon berdering, apakah anda akan mengangkatnya? Tergantung; jika
itu terjadi dirumah sendiri, anda pasti mengangkatnya, tetapi jika itu terjadi dirumah orang
lain, mungkin anda tidak mengangkatnya. Jika anda melihat seorang teman baik di kejauhan,
apakah anda akan berteriak menyapanya? Sekali lagi jawabannya adalah tergantung; jika
anda berada di taman, mungkin anda akan berteriak, tetapi jika anda berada di perpustakaan,
anda tidak akan berteriak. Iindividu yang mengalami kerusakan korteks prefrontal tidak
mampu mengikuti korteks yang ada, sehingga mereka berprilaku tidak pantas dan impulsif.
Amigdala
Peristiwa emosional memiliki status yang istimewa di ingatan. Amigdala adalah salah
satu struktur yang berperan dalam ingatan untuk pengalaman pengalaman yang memiliki
signifikansi emosional (Adolphs,Tranel,Buchanan,2005; Labar dan Cabeza,2006). Tikustikus dengan lesi amigdala, berbeda dengan tikus tikus yang utuh, tidak merespon dengan
ketakutan terhadap sebuah stimulus netral yang berulangkali diikuti oleh kejutan listrik di
telapak kakinya (lihat McGaugh,2002;Medina et al.,2002). Disamping itu, Bechara dan rekan
rekan sejawatnya (1995) melaporkan kasus seorang pasien neuropsikologis dengan kerusakan
bilateral pada amigdala yang tidak dapat memperoleh reponse response terkejut otonom

terkondisi terhadap berbagai stimuli visual atau auditori tetapi memiliki ingatan eksplisit
yang baik untuk stimuli tersebut.

Amigdala dan Pengondisian Ketakutan


LeuDoux dan rekan rekan sejawatnya memulai pencariannya terhadap mekanisme
neural untuk pengondisian ketakutan auditorik dengan membuat lesi pada jalur jalur auditorik
tikus. Mereka menemukan bahwa lesi bilateral pada neural genikulat medial (nukleus relay
[pemancar sinyal] auditori di talamus) memblokir pengondisian ketakutan terhadap bunyi,
tetapi lesi bilateral pada korteks auditorik tidak demikian. Hal ini menunjukan bahwa agar
pengondisian ketakutan auditorik terjadi, sinyal-sinyal yang diberikan oleh bunyi itu perlu
mencapai nukleus genikulat medial, tetapi bukan korteks auditoriknya. Hal ini juga
menunjukan bahwa sebuah jalur dari nukleus genikulat medial ke sebuah struktur selain
korteks auditorik menmainkan peran kunci dalam pengondisian ketakutan. Jalur ini terbukti
merupakan jalur dari nukleus genikulat medial ke amigdala. Lesi amigdala, seperti lesi pada
nukleus genikulat mendial, memblokir pengondisian ketakutan. Amigdala menerima input
dari semua sistem sensorik, dan amigdala diyakini merupakan tempat struktur signifikansi
emosional dari sinyal sinyal sensorik disimpan dan di pelajari.
Beberapa jalur membawa sinyal sinyal dari amigdala ke berbagai struktur batang otak
yang mengontrol berbagai respons emosional. Sebagai contoh, sebuah jalur ke
periaqueductal gray di otak tengah membangkitkan response defensinve yang sesuai(lihat
Bandler dan Shipley,1994), tempat sebuah jalur lain ke hipotalamus lateral membangkitkan
response simpatik yang sesuai. Fakta bahwa lesi korteks auditorik tidak mendistrupsi
pengondisian ketakutan terhadap bunyi bunyi sederhana bukan berarti bahwa korteks
auditorik tidak terlibat dalam pengondisian ketakutan audirorik. Ada dua jalur dari nukleus
genikulat medial ke amigdala: jalur langsung dan jalur tidak langsung yang berproyeksi
melalui korteks auditorik(Romanski dan LeDoux,1992). Kedua rute itu mempu memediasi
pengondisian ketakutan terhadap bunyi bunyi yang kompleks (Jarrell et al., 1987).
Sinyal-sinyal bunyi dari nukleus genikulat medial di talamus mencapai amigdala
secara langsung atau melalui korteks auditorik. Amigdala mengakses signifikansi emosional
bunyi itu berdasarkan pertemuan sebelumnya dan setelah itu amigdala mengaktifkan sirkuit
sirkuit response yang sesuai misalnya,sirkuit sirkuit perilaku di periaueductal gray dan
sirkuit sirkuit simpatik di hipotalamus
Nukleus Lateral Amigdala dan Pengondisian Ketakutan

Diskusi sebelumnya mungkin meninggalkan kesan pada diri kita bahwa amigdala
adalah sebuah struktur otak tunggal. Ia sebenarnya sebuah clusteer dari banyak nuklei, yang
sering disebut amygdala complex. Amigdala terdiri atas kira kira selusin nuklei utama, yang
masing masing terbagi menjadi subnuklei. Masing-masing subnuklei sangat berbeda secara
struktural dan masing masing memiliki koneksi yang berbeda. Yang membuatnya lebih
membingungkan adalah kenyataan bahwa anatomi amigdala begitu kompleks nya sehingga
tidak ada konsesus umum tentang bagaimana cara membaginya menjadi komponen
komponen.
Peran Spesifik Amigdala dalam Emosi Manusia
Penelitian menunjukan bahwa amigdala memainkan peran instimewa dalam ketakutan
pada manusia. Sangat banyak studi pencitraan otak fungsional yang telah menemukan bahwa
oamigdala terlibat dalam ketakutan, dengan tingkat tertentu juga terlibat dalam emosi emosi
negatif lainnya. Lebih jauh, studi studi ini menunjukan bahwa peran amigdala dalam emosi
manusia bahkan lebih spesifik daripada itu: Amigdala tampaknya hanya terlibat di beberapa
aspek ketakutan manusia. Ia tampaknya lebih terlibat dalam persepsi ketakutan terhadap
orang lain daripada dalam produksinya. Kasus berikut ini mengilustrasikan
Kasus S.P., Perempuan yang Tidak Dapat Merasakan K etakutan
Pada usia 48 tahun, amigdala S.P. dan jaringan-jaringan yang berdekatan
dengannya dibuang untuk menangani epilepsi. Oleh karena itu amigdala kirinya telah rusak,
maka sebagai akibtanya ia mengalami lesi amigdala bilateteral. Setelah operasinya, S.P.
memiliki diatas rata-rata dan kemampuan perseptualnya secara umum normal. Secara
relevan adalah fakta bahwa ia tidak mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi wajah
atau mengekstraksi informasi dari wajah itu (misalnya, informasi tentang umur atau jenis
kelamin). Akan tetapi, S.P. mengalami defisit pasca operasi dalam mengenali ekspresi wajah
takut dan defisit yang begitu berat dalam mengenali ekspresi wajah muak, sedih, dan
bahagia .
Sebaliknya, S.P. tidak mengalami kesulitan dalam menyabutkan emosi mana yang
akan menyertai kalimat-kalimat tertentu. Selain itu, bila diminta, ia juga tidak mengalami
kesulitan dalam mengekspreiskan berbagai emosi dengan menggunakan ekspresi wajah.
Kasus ini konsisten dangen laporan laporan sebelumnya bahwa amigdala manusia terlibat
secara spesifik dalam mepersepsi ekspresi wajah untuk emosi, khususnya emosi ketakutan.
Kasus S.P. serupa dengan laporan kasus-kasus Penyakit Urbach-Wiethe. Penyakit
Urbach-Wiethe adalah sebuah gangguan genetik yang sering kali menyebabkan calcification
(klasifikasi,pengerasan akibat konversi pada kalsium karbonat, komponen utama tulang)
amigdala dan struktur-struktur lobus-temporal medial anterior di sekitarnya di kedua
hemisfer. Salah seorang pasien Urbach-Wiethe dengan kerusakan amigdala bilateral
ditemukan kehilangan kemampuannya untuk mengenali ekspresi wajah ketakutan (Adolphs,
2006). Bahkan, ia tidak mampu mendeskripsika berbagai situasi penginduksi-ketakutan atau
menghasilkan berbagai ekpsresi ketakutan, meskipun ia tidak mengalami kesulitan dalam testes yang melibatkan emosi-emosi lain.
Meskipun npenelitian mutakhir difokuskan pada peran amigdala dalam pengenalan
ekspresi-ekspresi wajah negatif, subjek-subjek dengan kerusakan amigdala bilateral kadangkadang mengalami kesulitan tertentu dalam mengenali berbagai macam stimuli lain

(mislanya,pola,lanskap), khusunya stimuli yang paling tidak disukai subjek (Adolphs dan
Tranel, 1999.

Kata Penutup
Demikianlah yang dapat kami sampaikan mengenai materi yang menjadi bahasan
dalam makalah ini, tentunya banyak kekurangan dan kelemahan kerena terbatasnya
pengetahuan atau referensi yang kami peroleh yang berhubungan dengan makalah ini. Kami
banyak berharap kepada para pembaca yang budiman untuk memberikan kritik dan saran

yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.

Daftar Pustaka

Buku Biopsikologi Edisi Ketujuh oleh John P.J. Pinel, Penerbit Pustaka Pelajar
Buku 1 Biopsikologi Edisi 9 oleh J.W. Kalat, Penerbit Salemba Humanika

Gambar :
http://4.bp.blogspot.com/UuEKMfZKjQY/T6fjopVk5oI/AAAAAAAAAls/7URP6S10R_A/s1600/amygdala.gif
http://www.oocities.org/~themistyone/images/wfreeman.jpg
https://opentextbc.ca/socialpsychology/wpcontent/uploads/sites/21/2014/10/b4fc4eeb161f603c142fca011502c2b91.jpg

Anda mungkin juga menyukai