Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENELITIAN TINDAKAN
KELAS
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas
Materi Workshop Penelitian Tindakan Kelas
Oleh Instruktur :
Dr. Hj. Poppy Yaniawati, M.Pd.
Disusun oleh :
Hal ini
dikarenakan pada model pembelajaran PBL, siswa dituntut untuk aktif dan meningkatkan
kemampuan penalarannya.
sesuai dengan masalah, mengevaluasi untuk memastikan solusinya disertai alasan yang
tepat. Kesemuanya tersebut merupakan skenario dalam implementasi PBL. Sedangkan
tugas guru dalam PBL adalah memilih masalah dan menghadirkannya kepada siswa,
menyediakan arah untuk penyelidikan dan penemuan siswa. fungsi guru sebagai fasilitator,
dan mengontrol siswa dalam proses pemecahan masalah (Ward and Lee, 2002).
Dengan kata lain, pembelajaran diawali dengan mengajukan masalah nyata dan
kompleks yang digunakan untuk memotivasi siswa melakukan identifikasi dan
penyelidikan terhadap konsep dan prinsip belajar, kemudian siswa bekerja dalam
kelompok kecil dengan masing-masing kemampuan kolektif yang dimiliki. Setelah
menemukan pemecahan, dilanjutkandengan mengkomunikasikan ide-ide matematis, dan
mengintegrasikan informasinya (Duch, et al., 2001).Mengajukan masalahyang dirancang
dalam konteks yang relevan dengan materi pelajaran,agar siswa memperoleh pengetahuan
dan pemahaman konsep, mencapai berpikir kritis, memiliki kemandirian belajar,
keterampilan berpartisipasi dalam kerja kelompok, dan kemampuan pemecahan masalah,
itulah PBL (Permana dan Sumarmo, 2007).
PBL
merupakan
pengembangan
implementasi
kurikulum
atau
strategi
memerlukan proses yang sedikit lama dan menyita waktu. Akan tetapi, siswa memperoleh
pemahaman yang bermakna.
Penerapan PBL dalam pembelajaran di sekolah, dapat dilakukan secara
berpasangan atau berkelompok, dengan mengikuti langkah-langkah umum PBL. Berikut
ini disajikan langkah-langkah umum dalam menerapkan pembelajaran dengan PBL pada
matematika seperti yang dikemukakan Ibrahim dan Nur (Permana dan Sumarmo, 2007;
Sumarmo, dkk.,2012).
1. Mengorientasikan siswa pada masalah: guru memberi penjelasan tujuan pembelajaran,
memotivasi siswa agar terlibat dalam kegiatan pemecahan masalah.
2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar: guru membantu siswa mengidentifikasi dan
mengorganisasi tugas belajar.
3. Membimbing pemeriksaan individual atau kelompok: guru mendorong siswa
mengumpulkan informasi, melaksanakan eksperimen.
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya: guru membantu siswa menyusun laporan
dan berbagi tugas dengan sesama siswa.
5. Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah: guru membantu siswa
merefleksi dan mengevaluasi proses yang telah dikerjakannya.
Berdasarkan langkah-langkah umum di atas, maka dapat diketahui beberapa ciri
atau karakteristik PBL yaitu (Duch,et al., 2001; Sutawidjaja dan Dahlan, 2011; Permana
dan Sumarmo, 2011):
1. Memulai pembelajaran dengan menyajikan masalah kontekstual. PBL mengedepankan
pengalaman nyata untuk menemukan solusi yang nyata dari masalah yang diajukan,
sehingga siswa memperoleh kebermaknaansesuai pengalaman yang sebenarnya.
Penyajian masalah kontekstual dalam bentuk yang tidak utuh atau tidak terstruktur (illstructured) merupakan salah satu karakteristik PBL.
2. Berfokus pada interdisiplin. PBL menghadirkan masalah kontekstual kepada siswa,
masalah akandibuat semirip mungkin dengan kehidupan nyata sedemikian sehingga
untuk siswa menyelesaikan masalah perlu melihat bidang-bidang ilmu pengetahuan
lain sebagai referensi.
sesuai, menguji hasil, menilai, mengkritisi pemikiran temannya, dan mengkreasi solusi
dari masalah. Melalui aktivitas ini secara optimal mereka (siswa) melibatkan diri dalam
proses pembelajaran matematika (Ibrahim, 2011).
Karena pembelajaran yang dirancang guru tidak untuk memberikan pemahaman
sebanyak-banyaknya kepada siswa,maka dari itu siswa sendiriyang akan mengembangkan
keterampilannya dengan memecahkan masalah kontekstual yang disajikan dalam bentuk
yang tidak utuh atau tidak terstruktur (ill-structured), sehingga merangsang siswa untuk
bertanya dari berbagai sudut pandang yang berbeda dan memungkinkan menemukan cara
atau penyelesaian lebih dari satu (Juandi, 2006).Hal ini merupakan bentuk sikap disposisi
(kecenderungan) siswa untuk memandang positif terhadap matematika, yang disebut
dengan disposisi matematis.
Jonassen (Leader dan Middleton, 2004) mendefinisikan masalah yang tidak utuh
atau tidak terstruktur (ill-structured) adalah jenis-jenis masalah yang dihadapi dalam
praktek sehari-hari di dunia nyata.Jonassen mengkarakteristikan pemecahan-masalah illstructured sebagai proses desain dimana pemecah-masalah harus membingkai masalah
desain, mengakui perbedaan perspektif, mengumpulkan bukti untuk mendukung atau
menolak usulan alternatif dan akhirnya mensintesis pemahaman mereka sendiri tentang
situasi. Kegiatan pemecahan-masalah ill-structured dapat dilihat untuk menggabungkan
lima faktor penguatan sikap yaitu diantaranya adalah (1) langsung mengalami kesempatan
untuk berpikir kritis, (2) melibatkan sejumlah indra di kekayaan situasi masalah dunia
nyata, (3) bereaksi secara emosional terhadap situasi tersebut, (4) bebas memilih jalan
untuk solusi, dan (5) melakukan serangkaian kegiatan yang memberikan kesempatan
berulang untuk berlatih disposisi berpikir kritis.
2. Kemampuan Penalaran Matematis Siswa
a. Pengertian Kemampuan Penalaran Matematis
Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008:994) nalar adalah akal budi, jangkauan
pikir, kekuatan berpikir, sedangkan penalaran adalah proses, cara, perbuatan bernalar.
Pengertian ini mempunyai arti bahwa penalaran merupakan sebuah proses atau cara yang
menunjukkan kekuatan berpikir.
Istilah penalaran sebagai terjemahan dari reasoning dapat didefinisikan sebagai
proses pencapaian kesimpulan logis berdasarkan fakta dan sumber yang relevan (Shuter
dan Pierce dalam Sumarmo, 1987:31). Copi dalam Ibrahim (2011:51) menyatakan bahwa,
Reasoning is a special kind of thinking in which inference takes place, in which
conclusions are drawn from premises. Artinya, penalaran adalah suatu proses berpikir
khusus dalam upaya penarikan kesimpulan. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan
premis/pernyataan yang ada. Dengan kata lain, penalaran adalah proses yang berusaha
memperlihatkan hubungan fakta-fakta yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan
atau pernyataan yang baru berdasarkan sifat-sifat atau hukum-hukum tertentu yang diakui
kebenarannya.
Menurut Dahlan (2004:24) untuk melatih dan mengembangkan kemampuan
bernalar, pembelajaran penalaran hendaknya diperkenalkan pada usia dini. Ketika anak
memasuki usia sekolah taman kanak-kanak, mereka sudah dapat menerima atau diberikan
intuisi dan penalaran induktif, serta melakukan pendugaan-pendugaan. Ketika anak
memasuki primary-age, mereka sudah dapat diperkenalkan dengan penalaran deduktif
sederhana seperti menggunakan kata- kata jika maka untuk menghilangkan pengambilan
kesimpulan melalui kasus-kasus.
Menurut Sumarmo (2012:13), secara garis besar penalaran dapat digolongkan
dalam dua jenis, yaitu penalaran induktif dan penalaran deduktif. Penalaran induktif
diartikan sebagai penarikan kesimpulan yang bersifat umum atau khusus berdasarkan data
yang teramati. Nilai kebenaran dalam penalaran induktif dapat bersifat benar atau salah.
Beberapa kegiatan yang tergolong pada penalaran induktif di antaranya sebagai berikut.
1) Transduktif: menarik kesimpulan dari satu kasus atau sifat khusus yang satu
2)
3)
4)
5)
6)
matematika tingkat rendah, sedangkan yang lainnya tergolong berpikir matematika tingkat
tinggi.
Penalaran deduktif adalah penarikan kesimpulan berdasarkan aturan yang
disepakati. Nilai kebenaran dalam penalaran deduktif bersifat mutlak benar atau salah dan
tidak keduanya bersama-sama. Penalaran deduktif dapat tergolong tingkat rendah atau
tingkat tinggi. Beberapa kegiatan yang tergolong pada penalaran deduktif di antaranya
adalah
1) melaksanakan perhitungan berdasarkan aturan atau rumus tertentu;
2) menarik kesimpulan logis berdasarkan aturan inferensi, memeriksa validitas argumen,
membuktikan, dan menyusun argumen yang valid;
3) menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung dan pembuktian dengan
induksi matematika.
Kemampuan pada butir a) pada umumnya tergolong berpikir matematik tingkat
rendah, dan kemampuan lainnya tergolong berpikir matematik tingkat tinggi. NCTM
(2000) mengungkapkan beberapa kemampuan yang dapat digolongkan kedalam penalaran
matematis di antaranya adalah
1) menarik kesimpulan logis;
2) memberi penjelasan terhadap model, fakta sifat dan hubungan atau pola yang ada;
3) memperkirakan jawaban dan proses solusi;
3)
Membantu siswa dalam memahami nilai balikan yang negatif dalam memutuskan
suatu jawaban. Artinya siswa perlu memahami tebakan yang salah agar dapat
mempersempit ruang pilihan jawaban ke arah pilihan yang benar.
3. Motivasi Belajar Siswa
a. Pengertian Motivasi Belajar
Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008:973) motivasi diartikan sebagai berikut.
1) Dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar atau tidak sadar untuk
melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu.
2) Usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu bergerak
melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat
kepuasan dengan perbuatannya.
3) Perilaku berupa dorongan lekat diri yang ditujukan untuk sesuatu tujuan atau
keperluan.
Menurut Hamalik (2011:158) motivasi adalah, Perubahan energi dalam diri
(pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai
tujuan.
Hal senada juga diungkapkan oleh Mc. Donald dalam Hamalik (2011:158)
motivasi adalah, Perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya
feelingdan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan. Dapat dikatakan
motivasi merupakan tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang
untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Surya (2003:92) menyatakan bahwa motivasi dapat diartikan sebagai suatu upaya
untuk menimbulkan atau meningkatkan dorongan untuk mewujudkan perilaku tertentu
yang terarah kepada pencapaian suatu tujuan tertentu. Dalam hal ini perilaku belajar terjadi
dalam situasi interaksi belajar-mengajar dalam mencapai tujuan dan hasil belajar. Motivasi
mempunyai karakteristik (1) sebagai hasil dari kebutuhan, (2) terarah kepada suatu tujuan,
(3) menopang perilaku. Uno (2012:1) menyatakan bahwa motivasi adalah dorongan dasar
yang menggerakkan seseorang bertingkah laku. Lebih lanjut Uno (2012:23) menyatakan
bahwa motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling memengaruhi. Belajar adalah
perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan secara potensial terjadi sebagai hasil
dari praktik atau penguatan (reinforced practice) yang dilandasi tujuan mencapai tujuan
tertentu. Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik, berupa hasrat dan keinginan
berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor
ekstrensiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan
belajar yang menarik.
Motivasi mempunyai fungsi yang penting dalam belajar matematika karena
motivasi akan menentukan intensitas usaha belajar yang dilakukan oleh siswa. Hamalik
(2011:161) mengemukakan tiga fungsi motivasi yang meliputi
a.
b.
c.
pencapaian prestasi. Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan menunjukkan hasil
belajar yang optimal. Memberikan motivasi kepada siswa berarti menggerakkan siswa
untuk melakukan sesuatu atau melakukan kegiatan belajar. Kegiatan menjadi kurang
efektif dan hasilnya kurang permanen/ tahan lama jika tidak didukung oleh suatu motif
yang menyenangkan. Oleh karena itu, untuk dapat belajar dengan baik, diperlukan proses
dan motivasi yang baik pula. Namun, pada kenyataannya tidak semua siswa memiliki
motivasi yang tinggi dalam belajar. Untuk membantu siswa yang memiliki motivasi belajar
yang rendah, perlu dilakukan suatu upaya dari guru agar dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa.
Suherman (dalam Fah, 2011:26) mencatat empat hal penyebab rendahnya motivasi
belajar matematika anak. Keempat hal itu, yakni
1) kegagalan berulang yang dialami oleh anak dalam melakukan aktivitas aktivitas yang
berkaitan dengan matematika. Matematika menuntut kehati-hatian dan kesabaran
orang-orang yang mempelajarinya. Tidak aneh bila siapa pun, termasuk anak-anak
yang pernah atau sedang mempelajari matematika akan merasakan tidak mudahnya
menjawab persoalan-persoalan matematika. Kegagalan demi kegagalan siap
menghadang;
2) pengalaman-pengalaman ketidaknyamanan yang pernah dialami anak ketika belajar
matematika. Di lapangan banyak ditemui anak-anak SMP tidak menyukai pelajaran
matematika karena trauma yang dialaminya ketika bersekolah di SD dulu.
Penampilan guru matematika yang tidak simpatik, mengecap anak bodoh bila tidak
mampu menjawab soal-soal matematika, atau mempermalukan anak di depan kawankawannya;
3) ketidakserasian interaksi antara anak dengan anak atau antara anak dengan guru. Anak
yang sedang mengalami kesulitan matematika layak mendapat perhatian, baik dari
kawannya yang lebih baik kemampuan matematikanya maupun dari guru kelas.
Ketidakpedulian mereka bisa berakibat pada padamnya motivasi anak dalam belajar
matematika;
4) kekeliruan anak memaknai dan memahami nilai-nilai yang terkandung dalam
matematika. Sampai saat ini masih banyak anak yang tidak menyenangi pelajaran
matematika. Pemahaman matematika yang ada di benaknya hanya berupa kumpulan
rumus yang membingungkan dan tidak ada manfaatnya.
Ketika anak mengalami gejala-gejala di atas, artinya anak sedang mengalami
masalah motivasi. Guru yang baik tentunya tidak akan membiarkan mereka terus berada
dalam kungkungan ketidaknyamanan tersebut. Sudah menjadi tugas guru untuk selalu
membantu anak menyelesaikan masalah motivasinya. Sebaiknya guru segera mencari
solusi. Umumnya, mereka dapat dibantu keluar dari kesulitan dengan diberi motivasi untuk
lebih sungguh-sungguh belajar matematika.
Suherman (dalam Fah, 2011:27) menyebutkan tiga hal yang dapat dilakukan oleh
guru (matematika) ketika mendapati siswanya mengalami kesulitan motivasi agar mereka
lebih termotivasi dan bersungguh-sungguh dalam belajar matematika. Hal-hal tersebut
yaitu:
1) Memperlihatkan betapa bermanfaatnya matematika dalam kehidupan manusia melalui
contoh-contoh kasus yang ada di sekitar kehidupan mereka.
2) Menggunakan teknik, metode, dan pendekatan pembelajaran matematika yang tepat
sesuai dengan karakteristik topik yang disajikan.
3) Memanfaatkan teknik, metode, dan pendekatan yang bervariasi dalam pembelajaran
matematika. Hal ini dimaksudkan agar belajar matematika tidak terasa monoton.
Penggunaan cara disesuaikan dengan karakter anak.
Untuk mengetahui motivasi siswa digunakan indikator-indikator motivasi yang
dikemukakan oleh Uno (2012:23) yaitu 1) adanya hasrat dan keinginan berhasil, 2) adanya
dorongan dan kebutuhan dalam belajar, 3) Adanya harapan dan cita-cita masa depan, 4)
adanya penghargaan dalam belajar, 5) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, 6)
adanya lingkungan belajar yang kondusif.
b. Materi Geometri
1) Kedudukan Titik, Garis, Dan Bidang Dalam Ruang
a) Kedudukan Titik
Perhatikan Gambar 9.1a dan Gambar 9.1b. Apa yang bisa kamu lihat? Misalkan kabel
listrik adalah suatu garis dan burung adalah titik, maka dapat dikatakan bahwa tempat
hinggap burung pada kabel listrik merupakan sebuah titik yang terletak pada suatu garis,
yang dapat dilihat pada Gambar 9.1b.
Suatu titik ditentukan oleh letaknya, tetapi tidak memiliki ukuran (besaran),
sehingga dikatakan bahwa titik tidak berdimensi.
b) Jarak antara titik dan titik
Perhatikan Gambar 9.2a dan 9.2b
A
A
B
Gambar 9.2a
Gambar 9.2b
Hubungkan garis melalui titik A dan B.
Gambar 9.2a menunjukkan seorang atlit lari dengan start pada A dan finish pada B.
Jika A dan B dimisalkan sebuah titik maka gambar 9.2a dapat dibuat menjadi gambar 9.2b.
Gambar tersebut menunjukkan bahwa ada jarak antara titik A dan titik B.
Untuk lebih memahami materi tentang jarak antara titik dan titik, pelajarilah
permasalahan berikut ini.
Rumah Andi, Bedu, dan Cintia berada dalam satu
pedesaan. Rumah Andi dan Bedu dipisahkan oleh
hutan sehingga harus menempuh mengelilingi hutan
untuk sampai ke rumah mereka. Jarak antara rumah
Bedu dan Andi adalah 4 km sedangkan jarak antara
rumah Bedu dan Cintia 3 km. Dapatkah kamu
menentukan jarak sesungguhnya antara rumah Andi
dan Cintia?
Gambar 9.2c
Alternatif Penyelesaian
Misalkan rumah Andi, Bedu, dan Cintia diwakili oleh tiga
titik yakni A, B, dan C.
Dengan membuat segitiga bantu yang siku-siku maka
ilustrasi di atas dapat digambarkan menjadi seperti pada
Gambar 9.2d
gambar 9.2d
Dengan memakai prinsip teorema Phytagoras, pada segitiga siku-siku ABC, maka
dapat diperoleh panjang dari titik A dan C, yaitu:
AC =
( AB)2 +( BC )2
AC =
( 4)2+(3)2
AC =
25 = 5
A
A
Gambar 9.4b
Gambar 9.4a
Gambar 9.4a menunjukkan balon udara yang berada diatas permukaan tanah. Jika
kedudukan balon udara tersebut adalah titik A dan lokasi jatuh balon udara pada
permukaan tanah adalah A, maka jarak antara A dan A terlihat pada gambar 9.4b.
Untuk lebih memahami tentang jarak titik ke bidang, perhatikan contoh soal
berikut.
Perhatikan kubus di samping.
Kubus ABCD.EFGH, memiliki panjang rusuk 8 cm. Titik
P terletak pada pusat kubus tersebut.
Hitunglah jarak Titik B ke P.
Cermati gambar kubus di atas. Tentunya, dengan mudah kamu dapat menentukan
bahwa panjang AC = 8
merupakan titik terletak pada pusat kubus, maka panjang segmen garis BP = BH =
CE = 4
3 cm
Garis k dan l dikatakan sejajar jika jarak antara kedua garis tersebut selalu sama
(konstan), dan jika kedua garis tidak berhimpit, maka kedua garis tidak pernah
berpotongan meskipun kedua garis diperpanjang. Nah, sekarang kita akan memperhatikan
rusuk-rusuk yang sejajar dalam suatu bangun ruang.
Misalnya, Balok PQRS.TUVW pada Gambar 9.25, semua rusuk pasangan rusuk
yang sejajar pasti sama panjang. Misalnya, rusuk PQ sejajar dengan RS, yang terletak pada
bidang PQRS. Lebih lanjut, bidang PSTW sejajar dengan bidang QRVU, dan jarak antara
kedua bidang tersebut adalah panjang rusuk yang menghubungkan kedua bidang. Rusuk
PQ memotong rusuk QU dan QR secara tegak lurus, maka sudut segitiga PQR adalah 90.
a.
AE2 + EG 2
AG =
=
100+ 36
136
'
AG
AG
3
136
= 0,257247878
= 75,090
Karena ABG adalah segitiga sama kaki, maka
adalah sebagai berikut.
AGB = = 180 - 2 GAB
= 180 - 2
= 180 2 (75,090)
= 360 150,18
= 29,82
Sebuah pohon tumbuh miring di sebuah lapangan. Pada siang hari pada pukul
12.00, matahari akan bersinar tepat di atas pohon tersebut sehingga bayangan pohon
tersebut merupakan projeksi orthogonal pada lapangan. Misalkan garis PQ adalah pohon
sehingga projeksi PQ adalah PR seperti gambar. Dengan demikian, sudut yang dibentuk
oleh PQ dengan bidang adalah sudut yang dibentuk oleh garis PQ dengan proyeksinya
pada bidang tersebut yaitu sudut QPR. Pada Gambar 9.35 disebut sudut .
c.
Berdasarkan gambar di atas, kedua sampul buku berpotongan di tulang buku atau
bidang dan bidang berpotongan di garis k. Perhatikan bahwa garis PQ tegak lurus
dengan garis k dan garis RQ tegak lurus juga dengan garis k. Dengan demikian, sudut yang
dibentuk oleh bidang dan bidang adalah sudut yang dibentuk oleh garis PQ dan RQ.
D. METODE PENELITIAN
1. Prosedur Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan dengan empat tahapan sesuai
dengan model John Elliot (Muslihuddin, 2010:72) yang dimulai dari perencanaan,
pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Adapun alur pelaksanaan tindakan dapat dilihat
pada gambar 3.1 berikut.
Gambar 1
Alur Pelaksanaan Tindakan dalam Penelitian Tindakan Kelas
Berdasarkan Model Model John Elliot
Secara garis besar tahapan-tahapan Penelitian Tindakan Kelas dijabarkan sebagai
berikut :
a. Perencanaan (Planning)
Tahap perencanaan adalah rincian operasional tindakan yang ingin dikerjakan atau
perubahan yang akan dilakukan dengan tahapannya sebagai berikut:
1) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran tentang materi Pecahan termasuk
alat evaluasi yang diperlukan.
2) Mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan dalam proses pembelajaran
3) Membuat kelompok-kelompok siswa yang heterogen yang terdiri dari berbagai
macam latar belakang yang berbeda seperti misalnya kemampuan, agama, ras, dan
lain sebagainya.
4) Menyiapkan latihan soal
5) Menyiapkan format pengamatan untuk melihat proses pembelajaran dan keaktifan
siswa.
b. Pelaksanaan Tindakan (Action)
Pelaksanaan tindakan merupakan
pelaksanaan
dari
perencanaan.
Adapun
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMKN 3 Cimahi Kota Cimahi pada
semester genap Tahun Pelajaran 2013-2014. Waktu yang diperlukan untuk pembelajaran
materi geomteri 8 jam pelajaran dalam setiap jam pelajaran berlangsung tatap muka
selama 45 menit. Subjek penelitian ini adalah kelas X Jasa Boga 1 dengan jumlah siswa
sebanyak 37 orang terdiri dari 21 siswa laki-laki dan 16 siswa perempuan.
3. Pengolahan dan Analisis Data Penelitian
Langkah-langkah pengolahan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Mengolah data yang terkumpul seperti:
1) Data kemampuan penalaran matematis siswa yang diperoleh dari hasil uji
kompetensi melalui lembar penilaian kognitif
2) Data motivasi belajar siswa sewaktu proses pembelajaran yang diperoleh dari
lembar observasi melalui lembar penilaian afektif.
3) Data lembar observasi pengamat.
b. Menyeleksi data:
Langkah ini dilakukan untuk mengetahui apakah data yang terkumpul dapat
diolah atau tidak.
c. Mengklarifikasikan dan mentabulasikan data
Langkah klarifikasi data dilakukan untuk mengelompokkan data sesuai dengan
alternatif jawaban yang tertera dalam soal uji kompetensi. Sedangkan langkah
mentabulasikan data dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai jumlah soal
yang dapat dijawab oleh siswa.
d. Menghitung Rata-rata
Rata-rata digunakan untuk melihat besarnya rata-rata dari setiap setiap siklus
sehingga data yang diperoleh dapat dianalisa.
e. Menyimpulkan hasil penelitian setelah data dianalisis.
E. JADWAL PENELITIAN
Penelitian ini dirancang dalam waktu satu semester terhitung mulai dari bulan Juli
2013 sampai Bulan Desember 2013. Secara lengkap, agenda kegiatan penelitian tersebut di
gambarkan pada tabel berikut:
Tabel 2
Jadwal Kegiatan Penelitian
No.
Waktu
1
2
Kegiatan
Penyusunan proposal penelitian
Penyusunan perangkat pembelajaran
3
4
Bulan
10
9
11
12
F. DAFTAR PUSTAKA
Dahlan, J.A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematis
Siswa sekolah Lanjutan Tingkat Pertama melalui Pendekatan Pembelajaran Open
Ended. Disertasi Pada SPS UPI. Bandung : Tidak Diterbitkan
Dewanto, S.P. (2007). Meningkatkan Kemampuan Representasi Multipel Matematik
Mahasiswa melalui Belajar Berbasis-Masalah. Disertasi Pendidikan Matematika
UPI: Tidak dipublikasikan.
Duch, B.J., Groh, E. and Allen, D.E. (2001).The Power of Problem-Based Learning.
Sterling, Virginia: Stylus Publishing, LLC.
Fah,Tjhai Thje. (2011). Pengembangan Kemampuan Analisis Hubungan Matematika
Siswa Melalui Pemanduan Kecerdasan Emosional. Motivasi, da Minat. Tesis Pada
SPS UPI. Bandung : Tidak Diterbitkan.
Hamalik, Oemar. (2011). Proses Belajar Mengajar. Jakarta. Bumi Aksara.
Ibrahim.(2011). Pengembangan Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik Siswa
melalui Pembelajaran Berbasis-Masalah yang Menghadirkan Kecerdasan
Emosional. Dalam Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan
Matematika.
Juandi, D. (2006). Meningkatkan Daya Matematik Mahasiswa Calon Guru Matematika
melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Disertasi Pendidikan Matematika UPI:
Tidak dipublikasikan.
Leader, L.F. dan Middleton, J.A. (2004).Promoting Critical-Thinking Dispositions by
Using Problem Solving in Middle School Mathematics.Dalam Research in Middle
Level
Education
Online.Vol.
28.
(1).
[Online].
Tersedia:
http://www.amle.org/portals/0/pdf/publications/RMLE/rmle_
vol28_no1_article3.pdf [24 Februari 2013].
Muslihuddin. (2010). Kiat Sukses Melakukan Penelitian Tindakan Kelas dan
Sekolah.Bandung. Rizqi Press.
National Council of Teacher of Mathematics. (2000). Principles and Standards for School
Mathematics. Reston, VA: NCTM.