Anda di halaman 1dari 29

SISTEM IMUN DAN HEMATOLOGI

TENTANG
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN HIV/AIDS

ADI CAHYADI ISKANDAR


21206002

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAKASSAR
MAKASSAR
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Asuhan
Keperawatan pada Penderita AIDS dengan sebaik-baiknya. Adapun maksud dari
penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Sistem Imun dan Hematologi.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis telah mengalami berbagai hal baik
suka maupun duka. Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak akan
selesai dengan lancar dan tepat waktu tanpa adanya bantuan, dorongan, serta
bimbingan dari berbagai pihak. Sebagai rasa syukur atas terselesainya makalah ini,
maka dengan tulus penulis sampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut
membantu yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan
baik pada teknik penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran dari semua
pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan dapat diterapkan dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang
berhubungan dengan judul makalah ini.

Makassar, 03 Oktober 2016

Penyusun

DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL........................................................................................

KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
BAB

I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.........................................................................................
B. Tujuan......................................................................................................
BAB

II TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar HIV...................................................................................


1. Defenisi..............................................................................................
2. Etiologi...............................................................................................
3. Patofisiologi.......................................................................................
4. Manifestasi Klinis..............................................................................
5. Komplikasi.........................................................................................
6. Pemeriksaan Diagnostik.....................................................................
7. Penatalaksanaan.................................................................................
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan........................................................
1. Pengkajian Keperawatan..................................................................
2. Diagnosa Keperawatan.....................................................................
3. Perencanaan Keperawatan................................................................
BAB
A.
B.
C.
D.

1
2
3
3
3
4
5
7
9
9
15
15
15
16

III TINJUAN KASUS


Pengkajian Keperawatan..........................................................................
Analisa Data.............................................................................................
Perencanaan Keperawatan dan Implementasi..........................................
Evaluasi....................................................................................................

22
22
24
27

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah suatu infeksi oleh salah
satu dari 2 jenis virus yang secara progresif merusak sel-sel darah putih yang disebut

limfosit, menyebabkan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) dan penyakit


lainnya sebagai akibat dari gangguan kekebalan tubuh. (Medicastore, 2004). HIV
menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi.
Sel darah putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker
atau penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4
dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit
yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia.
Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara
1400-1500. Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal
pada orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun
(bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol) (KPA, 2007).
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui Defenisi HIV/AIDS.
2. Untuk mengetahui Etiologi HIV/AIDS.
3. Untuk mengetahui Patofisiologi HIV/AIDS.
4. Untuk mengetahui Manifestasi Klinis HIV/AIDS.
5. Untuk mengetahui Komplikasi HIV/AIDS.
6. Untuk mengetahui Pemeriksaan Diagnostik HIV/AIDS
7. Untuk mengetahui Penatalaksanaan HIV/AIDS
8. Untuk mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan pada Klien HIV/AIDS.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar HIV
1. Definisi
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS.
Infeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah suatu infeksi
oleh salah satu dari 2 jenis virus yang secara progresif merusak sel-sel darah
putih yang disebut limfosit, menyebabkan AIDS (Acquired Immunodeficiency

Syndrome) dan penyakit lainnya sebagai akibat dari gangguan kekebalan


tubuh. (Medicastore, 2004).
HIV merupakan retrovirus yang menjangkiti sel-sel sistem kekebalan
tubuh manusia, dan menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi
virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terusmenerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh.
Human Immunodeficiency Virus (HIV) yaitu virus yang memperlemah
kekebalan pada tubuh manusia.
2. Etiologi
HIV yang dahulu disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III
(HTLV-III) atau virus limfadenapati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia
sitopatik dari famili lentivirus. Retrovirus mengubah asam ribonukleatnya
(RNA) menjadi asam deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk ke dalam sel
pejamu. HIV -1 dan HIV-2 adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi
penyebab utama AIDS diseluruh dunia.
Genom HIV mengode sembilan protein yang esensial untuk setiap
aspek siklus hidup virus. Dari segi struktur genomik, virus-virus memiliki
perbedaan yaitu bahwa protein HIV-1, Vpu, yang membantu pelepasan virus,
tampaknya diganti oleh protein Vpx pada HIV-2. Vpx meningkatkan
infektivitas (daya tular) dan mungkin merupakan duplikasi dari protein lain,
Vpr. Vpr diperkirakan meningkatkan transkripsi virus. HIV-2, yang pertama
kali diketahui dalam serum dari para perempuan Afrika barat (warga senegal)
pada tahun 1985, menyebabkan penyakit klinis tetapi tampaknya kurang
patogenik dibandingkan dengan HIV-1 (Sylvia, 2005)
Cara penularan AIDS ( Arif, 2000 )antara lain sebagai berikut :
a. Hubungan seksual, dengan risiko penularan 0,1-1% tiap hubungan seksual
b. Melalui darah, yaitu:
1) Transfusi darah yang mengandung HIV, risiko penularan 90-98%
2) Tertusuk jarum yang mengandung HIV, risiko penularan 0,03%
3) Terpapar mukosa yang mengandung HIV, risiko penularan 0,0051%
4) Transmisi dari ibu ke anak :
a) Selama kehamilan
b) Saat persalinan, risiko penularan 50%
c) Melalui air susu ibu(ASI)14%

3. Patofisiologi
Sel T dan makrofag serta sel dendritik/langerhans (sel imun) adalah
sel-sel yang terinfeksi

Human Immunodeficiency Virus

(HIV) dan

terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human


Immunodeficiency Virus (HIV) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan
protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup
120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human
Immunodeficiency Virus (HIV) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan
reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga dipengaruhi respon
imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang
terinfeksi.
Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan
melakukan pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi
untuk membuat double-stranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam
nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang
permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali
virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh
tidak dihancurkan oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang
menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel T4 helper adalah mengenali
antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi antibodi,
menstimulasi

limfosit

sitotoksit,

memproduksi

limfokin,

dan

mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper


terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan
memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang
serius.
Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin
lemah secara progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan
menurunnya fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala
(asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat

berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar
200-300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.
Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi (herpes zoster
dan jamur oportunistik) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat
timbulnya penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya
terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila
jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi
opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.
4. Manifestasi Klinis
Adanya HIV dalam tubuh seseorang tidak dapat dilihat dari
penampilan luar. Orang yang terinfeksi tidak akan menunjukan gejala apapun
dalam jangka waktu yang relatif lama (7-10 tahun) setelah tertular HIV.
Masa ini disebut masa laten. Orang tersebut masih tetap sehat dan bisa bekerja
sebagaimana biasanya walaupun darahnya mengandung HIV. Masa inilah
yang mengkhawatirkan bagi kesehatan masyarakat, karena orang terinfeksi
secara tidak disadari dapat menularkan kepada yang lainnya. Dari masa laten
kemudian masuk ke keadaan AIDS dengan gejala sebagai berikut:
a. Gejala Mayor:
1)
Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
2)
Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
3)
Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
4)
Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis
5)
Demensia/ HIV ensefalopati
b. Gejala Minor:
1)
Batuk menetap lebih dari 1 bulan
2)
Dermatitis generalisata
3)
Adanya herpes zostermultisegmental dan herpes zoster
berulang
4)
Kandidias orofaringeal
5)
Herpes simpleks kronis progresif
6)
Limfadenopati generalisata
7)
Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
8)
Retinitis virus sitomegalo.
Ada beberapa Tahapan ketika mulai terinfeksi virus HIV sampai
timbul gejala AIDS:

a. Tahap 1: Periode Jendela


1) HIV masuk ke dalam tubuh, sampai terbentuknya antibody terhadap
HIV dalam darah
2) Tidak ada tanda2 khusus, penderita HIV tampak sehat dan merasa
sehat
3) Test HIV belum bisa mendeteksi keberadaan virus ini
4) Tahap ini disebut periode jendela, umumnya berkisar 2 minggu 6
bulan
b. Tahap 2 : HIV Positif (tanpa gejala) rata-rata selama 5-10 tahun
1) HIV berkembang biak dalam tubuh
2) Tidak ada tanda-tanda khusus, penderita HIV tampak sehat dan
merasa sehat
3) Test HIV sudah dapat mendeteksi status HIV seseorang, karena telah
terbentuk antibody terhadap HIV
4) Umumnya tetap tampak sehat selama 5-10 tahun, tergantung daya
tahan tubuhnya (rata-rata 8 tahun (di negara berkembang lebih
pendek)
c. Tahap 3 : HIV Positif (muncul gejala)
1) Sistem kekebalan tubuh semakin turun
2) Mulai muncul gejala infeksi oportunistik, misalnya: pembengkakan
kelenjar limfa di seluruh tubuh, diare terus menerus, flu, dll
3) Umumnya berlangsung selama lebih dari 1 bulan, tergantung daya
tahan tubuhnya
d. Tahap 4: AIDS
1) Kondisi sistem kekebalan tubuh sangat lemah
2) Berbagai penyakit lain (infeksi oportunistik) semakin parah
5. Komplikasi
a. Oral Lesi : Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral,
gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia
oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
b. Neurologik
1) Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan
kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan
isolasi social.

2) Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,


ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek :
sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial.
3) Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan
maranik endokarditis.
4) Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human
Immunodeficienci Virus (HIV)
c. Gastrointestinal
1) Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,
limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,
anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
2) Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat
illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen,
ikterik,demam atritis.
3) Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi
perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan
sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.
d. Respirasi : Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus
influenza,

pneumococcus,

dan

strongyloides

dengan

efek

nafas

pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.
e. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis
karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek
nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
f. Sensorik
1) Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
2) Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
pendengaran dengan efek nyeri.
6. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic untuk penderita AIDS (Arif Mansjoer, 2000)
adalah :

a. Lakukan anamnesi gejala infeksi oportunistik dan kanker yang terkait


dengan AIDS.
b. Telusuri perilaku berisiko yang memmungkinkan penularan.
c. Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda infeksi oportunistik dan kanker
terkait. Jangan lupa perubahan kelenjar, pemeriksaan mulut, kulit, dan
funduskopi.
d. Dalam pemeriksaan penunjang dicari jumlah limfosot total, antibodi HIV,
dan pemeriksaan Rontgen.
Bila hasil pemeriksaan antibodi positif maka dilakukan pemeriksaan
jumlah CD4, protein purufied derivative (PPD), serologi toksoplasma,
serologi sitomegalovirus, serologi PMS, hepatitis, dan pap smear.
Sedangkan pada pemeriksaan follow up diperiksa jumlah CD4. Bila
>500 maka pemeriksaan diulang tiap 6 bulan. Sedangkan bila jumlahnya 200500 maka diulang tiap 3-6 bulan, dan bila <200 diberikan profilaksi
pneumonia pneumocystis carinii. Pemberian profilaksi INH tidak tergantung
pada jumlah CD4.
Perlu juga dilakukan pemeriksaan viral load untuk mengetahui awal
pemberian obat antiretroviral dan memantau hasil pengobatan.
Bila tidak tersedia peralatan untuk pemeriksaan CD4 (mikroskop
fluoresensi atau flowcytometer) untuk kasus AIDS dapat digunakan rumus
CD4 = (1/3 x jumlah limfosit total)-8.
7. Penatalaksanaan
a. Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya
yaitu (Endah Istiqomah : 2009) :
1) Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan,mengendalikan,

dan

pemulihan

infeksi opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian


infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan

komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien


dilingkungan perawatan kritis.
2) Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT
yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral
Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim
pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah
sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500
mm3
3) Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system
imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai
reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
1) Didanosine
2) Ribavirin
3) Diedoxycytidine
4) Recombinant CD 4 dapat larut
4) Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut
seperti interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat
menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian
untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
b. Diet
1)

Penatalaksanaan diet untuk penderita AIDS (UGI:2012) adalah


Tujuan Umum Diet Penyakit HIV/AIDS adalah:
a) Memberikan
intervensi
gizi
secara
cepat
dengan
mempertimbangkan seluruh aspek dukungan gizi pada semua
tahap dini penyakit infeksi HIV.
b) Mencapai dan mempertahankan berat badan secara komposisi
tubuh yang diharapkan, terutama jaringan otot (Lean Body Mass).
c) Memenuhi kebutuhan energy dan semua zat gizi.

d) Mendorong perilaku sehat dalam menerapkan diet, olahraga dan


2)

relaksasi.
Tujuan Khusus Diet Penyakit HIV/AIDS adalah:
a) Mengatasi gejala diare, intoleransi laktosa, mual dan muntah.
b) Meningkatkan kemampuan untuk memusatkan perhatian, yang
terlihat pada: pasien dapat membedakan antara gejala anoreksia,
perasaan kenyang, perubahan indra pengecap dan kesulitan
menelan.
c) Mencapai dan mempertahankan berat badan normal.
d) Mencegah penurunan berat badan yang berlebihan (terutama
jaringan otot).
e) Memberikan kebebasan pasien untuk memilih makanan yang
adekuat sesuai dengan kemampuan makan dan jenis terapi yang

3)

diberikan.
Syarat-syarat Diet HIV/AIDS adalah:
a) Energi tinggi. Pada perhitungan kebutuhan energi, diperhatikan
faktor stres, aktivitas fisik, dan kenaikan suhu tubuh. Tambahkan
energi sebanyak 13% untuk setiap kenaikan Suhu 1C.
b) Protein tinggi, yaitu 1,1 1,5 g/kg BB untuk memelihara dan
mengganti jaringan sel tubuh yang rusak. Pemberian protein
disesuaikan bila ada kelainan ginjal dan hati.
c) Lemak cukup, yaitu 10 25 % dari kebutuhan energy total. Jenis
lemak

disesuaikan

dengan

toleransi

pasien.

Apabila

ada

malabsorpsi lemak, digunakan lemak dengan ikatan rantai sedang


(Medium Chain Triglyceride/MCT). Minyak ikan (asam lemak
omega 3) diberikan bersama minyak MCT dapat memperbaiki
fungsi kekebalan.
d) Vitamin dan Mineral tinggi, yaitu 1 kali (150%) Angka
Kecukupan Gizi yang di anjurkan (AKG), terutama vitamin A,
B12, C, E, Folat, Kalsium, Magnesium, Seng dan Selenium. Bila
perlu dapat ditambahkan vitamin berupa suplemen, tapi megadosis
harus dihindari karena dapat menekan kekebalan tubuh.
e) Serat cukup; gunakan serat yang mudah cerna.

f) Cairan cukup, sesuai dengan keadaan pasien. Pada pasien dengan


gangguan fungsi menelan, pemberian cairan harus hati-hati dan
diberikan bertahap dengan konsistensi yang sesuai. Konsistensi
cairan dapat berupa cairan kental (thick fluid), semi kental (semi
thick fluid) dan cair (thin fluid).
g) Elektrolit. Kehilangan elektrolit melalui muntah dan diare perlu
diganti (natrium, kalium dan klorida).
h) Bentuk makanan dimodifikasi sesuai dengan keadaan pasien. Hal
ini sebaiknya dilakukan dengan cara pendekatan perorangan,
dengan melihat kondisi dan toleransi pasien. Apabila terjadi
penurunan berat badan yang cepat, maka dianjurkan pemberian
makanan melalui pipa atau sonde sebagai makanan utama atau
makanan selingan.
i) Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering.
j) Hindari makanan yang merangsang pencernaan baik secara
4)

mekanik, termik, maupun kimia.


Jenis Diet dan Indikasi Pemberian
Diet AIDS diberikan pada pasien akut setelah terkena infeksi
HIV, yaitu kepada pasien dengan:
a) Infeksi HIV positif tanpa gejala.
b) Infeksi HIV dengan gejala (misalnya panas lama, batuk, diare,
kesulitan menelan, sariawan dan pembesaran kelenjar getah
bening).
c) Infeksi HIV dengan gangguan saraf.
d) Infeksi HIV dengan TBC.
e) Infeksi HIV dengan kanker dan HIV Wasting Syndrome.
Makanan untuk pasien AIDS dapat diberikan melalui tiga cara,
yaitu secara oral, enteral(sonde) dan parental(infus). Asupan makanan
secara oral sebaiknya dievaluasi secara rutin. Bila tidak mencukupi,
dianjurkan pemberian makanan enteral atau parental sebagai tambahan
atau sebagai makanan utama. Ada tiga macam diet AIDS yaitu Diet
AIDS I, II dan III.

a) Diet AIDS I
Diet AIDS I diberikan kepada pasien infeksi HIV akut,
dengangejala panas tinggi, sariawan, kesulitan menelan, sesak
nafas berat, diare akut, kesadaran menurun, atau segera setelah
pasien dapat diberi makan.Makanan berupa cairan dan bubur
susu, diberikan selama beberapa hari sesuai dengan keadaan
pasien, dalam porsi kecil setiap 3 jam. Bila ada kesulitan menelan,
makanan diberikan dalam bentuk sonde atau dalam bentuk
kombinasi makanan cair dan makanan sonde. Makanan sonde
dapat dibuat sendiri

atau menggunakan makanan enteral

komersial energi dan protein tinggi. Makanan ini cukup energi,


zat besi, tiamin dan vitamin C. bila dibutuhkan lebih banyak
energy dapat ditambahkan glukosa polimer (misalnya polyjoule).
b) Diet AIDS II
Diet AIDS II diberikan sebagai perpindahan Diet AIDS I
setelah tahap akut teratasi. Makanan diberikan dalam bentuk
saring atau cincang setiap 3 jam. Makanan ini rendah nilai gizinya
dan membosankan. Untuk memenuhi kebutuhan energy dan zat
gizinya, diberikan makanan enteral atau sonde sebagai tambahan
atau sebagai makanan utama.
c) Diet AIDS III
Diet AIDS III diberikan sebagai perpindahan dari Diet
AIDS II atau kepada pasien dengan infeksi HIV tanpa gejala.
Bentuk makanan lunak atau biasa, diberikan dalam porsi kecil dan
sering. Diet ini tinggi energy, protein, vitamin dan mineral.
Apabila kemampuan makan melalui mulut terbatas dan masih
terjadi

penurunan berat badan, maka dianjurkan pemberian

makanan sonde sebagai makanan tambahan atau makanan utama.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan untuk penderita AIDS (Doenges, 1999) adalah :
a. Aktivitas / istirahat : Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap
aktivitas biasanya, malaise
b. Sirkulasi : Takikardia , perubahan TD postural, pucat dan sianosis.
c. Integritas ego : Alopesia , lesi cacat, menurunnya berat badan, putus asa,
depresi, marah, menangis.
d. Elimiinasi : Feses encer, diare pekat yang sering, nyeri tekanan
abdominal, abses rektal.
e. Makanan / cairan : Disfagia, bising usus, turgor kulit buruk, lesi pada
f.

rongga mulut, kesehatan gigi / gusi yang buruk, dan edema.


Neurosensori : Pusing, kesemutan pada ekstremitas, konsentrasi buruk,

apatis, dan respon melambat.


g. Nyeri/kenyamanan : Sakit kepala, nyeri pada pleuritis, pembengkakan
pada sendi, penurunan rentang gerak, dan gerak otot melindungi pada
bagian yang sakit.
h. Pernafasan : Batuk, Produktif

/ non produktif, takipnea, distres

pernafasan.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa, intervensi dan rasional tindakan keperawatan (Doenges,
1999) adalah :
a. Nyeri berhubungan dengan inflamasi/ kerusakan jaringan ditandai dengan
keluhan nyeri, perubahan denyut nadi, kejang otot, ataksia, lemah otot dan
gelisah.

b. Perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh dihubungkan dengan


gangguan intestinal ditandai dengan penurunan berat badan, penurunan
nafsu makan, kejang perut, bising usus hiperaktif, keengganan untuk
makan, peradangan rongga bukal.
c. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare berat.
d. Resiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi
dan ketidak seimbangan muskuler (melemahnya otot-otot pernafasan)
e. Intoleransi aktovitas berhubungan dengan penurunan produksi
metabolisme ditandai dengan kekurangan energy yang tidak berubah atau
berlebihan, ketidakmampuan untuk mempertahankan rutinitas sehari-hari,
kelesuan, dan ketidakseimbangan kemampuan untuk berkonsentrasi.
3. Perencanaan Keperawatan
DX I : Diagnosis Keperawatan : nyeri berhubungan dengan inflamasi/
kerusakan jaringan ditandai dengan keluhan nyeri, perubahan denyut
nadi, kejang otot, ataksia, lemah otot dan gelisah.
Hasil yang diharapkan :
1. Keluhan hilang,
2. Menunjukkan ekspresi wajah rileks,
3. Dapat tidur atau beristirahat secara adekuat.
DX
Intervensi
Rasional
I 1. Kaji keluhan nyeri, perhatikan 1. Mengindikasikan kebutuhan
lokasi, intensitas, frekuensi dan
untuk intervensi dan juga
waktu. Tandai gejala nonverbal
tanda-tanda perkembangan
misalnya gelisah, takikardia,
komplikasi. Meningkatkan
meringis. Instruksikan pasien
relaksasi dan perasaan sehat.
untuk menggunakan visualisasi
Dapat mengurangi ansietas dan
atau imajinasi, relaksasi
rasa sakit, sehingga persepsi
progresif, teknik nafas dalam.
akan intensitas rasa sakit.
2. Dorong pengungkapan
perasaan.

2. Memberikan penurunan
nyeri/tidak nyaman,
mengurangi demam.

3. Obat yang dikontrol pasien


3. Berikan analgesik atau
berdasar waktu 24 jam dapat
antipiretik narkotik. Gunakan
mempertahankan kadar
ADP (analgesic yang dikontrol

pasien) untuk memberikan


analgesia 24 jam.
4. Lakukan tindakan paliatif
misal pengubahan posisi,
masase, rentang gerak pada
sendi yang sakit.

analgesia darah tetap stabil,


mencegah kekurangan atau
kelebihan obat-obatan.
4. Meningkatkan relaksasi atau
menurunkan tegangan otot.

DX II : Perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh dihubungkan


dengan gangguan intestinal ditandai dengan penurunan berat badan,
penurunan nafsu makan, kejang perut, bising usus hiperaktif,
keengganan untuk makan, peradangan rongga bukal.
Hasil yang harapkan :
1. Mempertahankan berat badan atau memperlihatkan peningkatan berat
badan yang mengacu pada tujuan yang diinginkan,
2. Mendemostrasikan keseimbangan nitrogen po;sitif, bebas dari tanda-tanda
malnutrisi dan menunjukkan perbaikan tingkat energy.
DX
Intervensi
II 1. Kaji kemampuan untuk
mengunyah, perasakan dan
menelan.

2. Auskultasi bising usus

Rasional
1. Lesi mulut, tenggorok dan
esophagus dapat menyebabkan
disfagia, penurunan
kemampuan pasien untuk
mengolah makanan dan
mengurangi keinginan untuk
makan.
2. Hopermotilitas saluran
intestinal umum terjadi dan
dihubungkan dengan muntah
dan diare, yang dapat
mempengaruhi pilihan diet
atau cara makan.

3. Rencanakan diet dengan orang 3. Melibatkan orang terdekat


terdekat, jika memungkinakan
dalam rencana member
sarankan makanan dari rumah.
perasaan control lingkungan
Sediakan makanan yang sedikit
dan mungkin meningkatkan
tapi sering berupa makanan
pemasukan. Memenuhi

padat nutrisi, tidak bersifat


asam dan juga minuman
dengan pilihan yang disukai
pasien. Dorong konsumsi
makanan berkalori tinggi yang
dapat merangsang nafsu makan

kebutuhan akan makanan


nonistitusional mungkin juga
meningkatkan pemasukan.

4. Batasi makanan yang


4. Rasa sakit pada mulut atau
menyebabkan mual atau
ketakutan akan mengiritasi lesi
muntah. Hindari
pada mulut mungkin akan
menghidangkan makanan yang
menyebabakan pasien enggan
panas dan yang susah untuk
untuk makan. Tindakan ini
ditelan
akan berguna untuk
meningkatakan pemasukan
makanan.
5. Tinjau ulang pemerikasaan
laboratorium, misal BUN,
Glukosa, fungsi hepar,
elektrolit, protein, dan
albumin.
6. Berikan obat anti emetic
misalnya metoklopramid.

5. Mengindikasikan status nutrisi


dan fungsi organ, dan
mengidentifikasi kebutuhan
pengganti.
6. Mengurangi insiden muntah
dan meningkatkan fungsi
gaster

DX III : Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare


berat
Hasil yang diharapkan :
1. Mempertahankan hidrasi dibuktikan oleh membrane mukosa lembab,
turgor kulit baik, tanda-tanda vital baik, keluaran urine adekuat secara
pribadi.
DX
Intervensi
III 1. Pantau pemasukan oral dan
pemasukan cairan sedikitnya
2.500 ml/hari.

Rasional
1. Mempertahankan
keseimbangan cairan,
mengurangi rasa haus dan
melembabkan membrane
mukosa. Meningkatkan
pemasukan cairan tertentu
mungkin terlalu menimbulkan

nyeri untuk dikomsumsi karena


lesi pada mulut.
2. Buat cairan mudah diberikan
2. Indicator tidak langsung dari
pada pasien; gunakan cairan
status cairan.
yang mudah ditoleransi oleh
pasien dan yang menggantikan
elektrolit yang dibutuhkan,
misalnya Gatorade.
3. Kaji turgor kulit, membrane
3. Mungkin dapat mengurangi
mukosa dan rasa haus.
diare
Hilangakan makanan yang
potensial menyebabkan diare,
yakni yang pedas, berkadar
lemak tinggi, kacang, kubis,
susu. Mengatur kecepatan atau
konsentrasi makanan yang
diberikan berselang jika
dibutuhkan
4. Nerikan obat-obatan anti diare 4. Menurunkan jumlah dan
misalnya ddifenoksilat
keenceran feses, mungkin
(lomotil), loperamid Imodium,
mengurangi kejang usus dan
paregoric.
peristaltis.
DX IV : Resiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses
infeksi dan ketidak seimbangan muskuler (melemahnya otot-otot
pernafasan)
Hasil yang diharapkan :
1. Mempertahankan pola nafas efektif dan tidak mengalami sesak nafas.
Dx
Intervensi
Rasional
IV 1. Auskultasi bunyi nafas, tandai 1. Memperkirakan adanya
daerah paru yang mengalami
perkembangan komplikasi atau
penurunan, atau kehilangan
infeksi pernafasan, misalnya
ventilasi, dan munculnya bunyi
pneumoni.
adventisius. Misalnya krekels,
mengi, ronki.

2. Catat kecepatan pernafasan,


sianosis, peningkatan kerja
pernafasan dan munculnya
dispnea, ansietas

2. Takipnea, sianosis, tidak dapat


beristirahat, dan peningkatan
nafas, menuncukkan kesulitan
pernafasan dan adanya
kebutuhan untuk meningkatkan
pengawasan atau intervensi
medis

3. Tinggikan kepala tempat tidur. 3. Meningkatkan fungsi


Usahakan pasien untuk
pernafasan yang optimal dan
berbalik, batuk, menarik nafas
mengurangi aspirasi atau
sesuai kebutuhan.
infeksi yang ditimbulkan
karena atelektasis.
4. Berikan tambahan O2 Yng
4. Mempertahankan oksigenasi
dilembabkan melalui cara yang
efektif untuk mencegah atau
sesuai misalnya kanula,
memperbaiki krisis pernafasan
masker, inkubasi atau ventilasi
mekanis
DX V : Intoleransi aktovitas berhubungan dengan penurunan produksi
metabolisme ditandai dengan kekurangan energy yang tidak
berubah atau berlebihan, ketidakmampuan untuk mempertahankan
rutinitas sehari-hari, kelesuan, dan ketidakseimbangan kemampuan
untuk berkonsentrasi.
Hasil yang diharapkan :
1. Melaporkan peningkatan energy, berpartisipasi dalam aktivitas yang
diinginkan dalam tingkat kemampuannya.
D
Intervensi
X
V 1. Kaji pola tidur dan catat
perunahan dalam proses
berpikir atau berperilaku.

2. Rencanakan perawatan untuk


menyediakan fase istirahat.

Rasional
1. Berbagai factor dapat
meningkatkan kelelahan,
termasuk kurang tidur, tekanan
emosi, dan efeksamping obatobatan.
2. Periode istirahat yang sering
sangat yang dibutuhkan dalam

memperbaiki atau menghemat


energi.
3. Atur aktifitas pada waktu
pasien sangat berenergi.

3. Perencanaan akan membuat


pasien menjadi aktif saat
energy lebih tinggi, sehingga
dapat memperbaiki perasaan
sehat dan control diri.

4. Dorong pasien untuk


melakukan apapun yang
mungkin, misalnya perawatan
diri, duduk dikursi, berjalan,
pergi makan

4. Memungkinkan penghematan
energy, peningkatan stamina,
dan mengijinkan pasien untuk
lebih aktif tanpa menyebabkan
kepenatan dan rasa frustasi.

5. Pantau respon psikologis


terhadap aktifitas, misal
perubahan TD, frekuensi
pernafasan atau jantung

5. Toleransi bervariasi tergantung


pada status proses penyakit,
status nutrisi, keseimbangan
cairan, dan tipe penyakit.

6. Rujuk pada terapi fisik atau


okupasi

6. Latihan setiap hari terprogram


dan aktifitas yang membantu
pasien mempertahankan atau
meningkatkan kekuatan dan
tonus otot

BAB III
TINJAUAN KASUS

Ny. J 34 th dirawat di ruang IRNA karena diare sudah 1 bulan tdk


sembuh,nyeri panggul dan rasa terbakar saat miksi. Terdapat kandidiasis pada lidah,
herperszooster dan neuropati perifer. Pekerjaan Ny. J adalah WTS, Ny. J mudah lelah,
BB menurun. Oleh perawat didapatkan hasil laborat Limfosit < 500, Hb 11 gr/dl,
Leukosit 20.000 unit, Trombosit 160.000/uL, konjungtiva anemis.
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Nama
: Ny.J
b. Jenis kelamin
: Perempuan
c. Umur
: 34 tahun
d. Status perkawinan
: Belum menikah
e. Pendidikan
: SD
f. Suku/Bangsa
: Indonesia
g. Alamat
: Desa pakis tuban
h. Pekerjaan
: WTS
i. Sumber informasi
: Pasien
2. Keluhan Utama : Diare
3. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang :
1) P : Ny.J diare sudah 1 bulan yg lalu, sebelumnya sudah dibawa ke
puskesmas terdekat dan sudah diberikan oralit serta obat diare tp
smpai saat ini tdk sembuh, sehingga dibawa ke RS
2) Q : diare sering muncul dg feses yg encer disertai mukus. Timbulnya
tiba2. Sehari hampir 6-7 kali keluar masuk WC
3) R : diare pada sistem pencernaannya
4) S : diare sangat mengganggu pekerjaan dan segala aktivitasnya
selama 1bulan terakhir ini
5) T : diare muncul hampir setiap hari. Mulai pagi hingga pagi lagi.
b. Riwayat Penyakit Dahulu : Ny.J sering mengalami mual nyeri lambung
c. Riwayat Penyakit Keluarga : Ibunya telah meninggal karena AIDS.
4. Observasi dan Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum :
1) Tampak lelah
2) Konjungtiva anemis
3) BB menurun
4) Kulit kering
5) Mukosa mulut pucat

b. TTV :
1) S : 38 celcius (normal 36,5 37,5 celcius)
2) N : 110 x/menit ( 60 100 x/menit)
3) TD : 90/60 mmHg (100 -140, 60 90 mmHg)
4) RR : 16 x/menit (16 20 x/menit)
5. Body System
a. B1 (Breathing)
1) Ny.J tampak mudah lelah
2) Napasnya terkadang memendek
3) Terkadang batuk
b. B2 (Blood)
1) Konjungtiva Ny.J tampak anemis
2) Tekanan darah hipotensi (90/60 mmHg)
3) Nadi takikardi (110 x/menit
c. (Brain)
1) Terdapat herpeszooster
2) Dan neuropati perifer
3) Biasanya pada klien HIV tingkat kesadarannya apatis
d. B4 (Bladder) : Ny. J merasakan rasa terbakar saat miksi
e. B5 (Bowel)
1) Ny.J diare sudah 1bulan tdk sembuh
2) BB menurun
3) Turgor kulit buruk
f. B6 (Bone)
1) Ny. J merasakan nyeri panggul
2) Terlihat lelah.
6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Tes Enzim Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Tujuan : Mengidentifikasi spesifik untuk HIV, dimana tes ini tidak
menegakkan diagnosa AIDS tapi hanya menunjukan
seseorang terinfeksi atau pernah terinfeks, orang yang
didalam darahnya mengandung antibody HIV disebut
seropositif
2) Westeren Blot Assay
Tujuan : mengenali antibody HIV dan memastikan seropositif HIV
B. Analisa Data
Data
DS:

Etiologi
Invasi mikroorganisme ke

Masalah
Gangguan

Ny. J mengeluh diare sudah


1 bulan tdk sembuh
Do:
1. TTV :
a. S : 380C
b. N : 110x/menit
c. TD : 90/60 mmHg
d. RR : 16 x/menit
2. Konjungtiva anemis
3. Tampak lelah
4. BB menurun
5. Turgor buruk
6. Mukosa mulut pucat
7. Kulit kering
8. Pemeriksaan lab :
a. Na 98 mmol/L
b. K 2,8 mmol/L
c. Cl 110 mmol/L

saluran pencernaan
Infeksi saluran pencernaan

Keseimbangan
Cairan dan
Elektrolit

Peningkatan flora normal


dalam kolon
Peningkatan peristaltic
kolon
Mal absorbsi
Diare
Gangguan Keseimbangan
Cairan dan Elektrolit

C. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit b/d diare berat
D. Perencanaan Keperawatan dan Implementasi keperawatan
DX I : Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit b/d diare berat
Tujuan : Diare berkurang atau hilang dan dapat mempertahankan hidrasi
Kriteria Hasil : Dalam waktu 1x24 jam :
1. Membran mukosa lembab,
2. Turgor kulit membaik,
3. TTV stabil
4. Klien terlihat segar
5. BB perlahan naik
Tgl/jam
Intervensi
13-12- 1. Pantau TTV
11
08.00

Rasional
1. Indikator dari
volume cairan
sirkulasi.

Implementasi
1. Memantau TTV

2. Catat peningkatan 2. Meningkatkan


suhu dan durasi
kebutuhan
demam.
metabolisme dan
diaforesis yang
berlebihan.

2. Mencatat
peningkatan suhu
dan durasi demam.

3. Kaji tugor kulit,

3. Mengkaji tugor

3. Indikator tidak

membran mukosa,
dan rasa haus
4. Timbang berat
badan sesuai
indikasi.

langsung dari
status cairan.
4. Meskipun
kehilangan berat
badan dapat
menunjukan
penggunaan otot,
fluktuasi tiba-tiba
menunjukan status
hidrasi

kulit, membran
mukosa, dan rasa
haus.
4. Menimbang berat
badan sesuai
indikasi.

5. Pantau pemasukan 5. Mempertahankan 5. Memantau


oral dan
keseimbangan
pemasukan oral
memasukan cairan
cairan,
dan memasukan
sedikitnya 2500
mengurangi rasa
cairan sedikitnya
ml/hari.
haus, dan
2500 ml/ hari.
melembabkan
membran mukosa.
6. Hilangkan
6. Mungkin dapat
6. Menghilangkan
makanan yang
mengurangi diare
makanan yang
potensial
potensial
menyebabkan
menyebabkan
diare, yakni yang
diare, yakni yang
pedas/ makanan
pedas/ makanan
berkadar lemak
berkadar lemak
tinggi, kacang,
tinggi, kacang,
kubis, susu.
kubis, susu.
7. Kolaborasi
:
Berikan cairan/
elektrolit melalui
selang pemberi
makanan/IV

7. Mungkin
7. Memberikan
diperlukan untuk
cairan/ elektrolit
mendukung/
melalui selang
memperbesar
pemberi
volume sirkulasi,
makanan/IV.
terutama jika
pemasukan oral
tak adekuat, mual/
muntah terus
menerus.

8. Pantau hasil
8. Bermanfaat dalam 8. Memantau hasil
pemeriksaan
memperkirakan
pemeriksaan
laboratorium
kebutuhan cairan.
laboratorium sesuai
sesuai indikasi mis
indikasi mis : Hb/
: Hb/ Ht, Elektolit
Ht, Elektolit
serum/urine, BUN/
serum/urine, BUN/
Kreatinin.
Kreatinin.
9. Berikan obat9. Mengurangi
9. Memberikan obatobatan sesuai
insiden muntah,
obatan sesuai
indikasi:
menurunkan
indikasi:
a. Antiemetik,
jumlah dan
Antiemetik,
b. Antidiare,
keenceran fases,
Antidiare,
c. Antiseptik
membantu
Antiseptik
mengurangi
demam dan
respons
hipermetabolisme,
menurunkan
kehilangan cairan
tak kasatmata.
E. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu penilaian terhadap keberhasilan rencana keperawatan
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan klien
1. S : Ny. J mengatakan masih diare, tetapi sehari 3 x keluar masuk WC
2. O :
a. TTV sebagian dalam normal
1) TD : 90/60 mmHg
2) N : 105 x/mnt
3) RR : 16 x/mnt
4) S : 37 celcius
b. Konjungtiva anemis
c. Ny. J masih terlihat lelah
d. Membran mukosa lembab
e. Turgor kulit masih buruk
f. Kulit klien masih terlihat kering
g. BB naik 1kg
3. A : masalah teratasi sebagian
4. P : lanjutkan intervensi

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul karena
rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV.
2. Etiologi AIDS disebabkan oleh virus HIV-1 dan HIV-2 adalah lentivirus
sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS diseluruh dunia.
3. Cara penularan AIDS yaitu melalui hubungan seksual, melalui darah
(transfuse darah, penggunaan jarum suntik dan terpapar mukosa yang
mengandung AIDS), transmisi dari ibu ke anak yang mengidap AIDS.
B. Saran
a. Hendaknya kita selalu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan
berusaha menghindarkan diri dari hal-hal yang bisa menyebabkan AIDS.
b. Bagi para generasi muda, jauhilah obat-obatan terlarang terutama narkotika
melalui alat suntik, alat-alat tato, anting tindik, dan semacamnya yang bisa
saja menularkan AIDS, karena alat-alat aeperti itu tidak ada gunanya.dan
hindarkan diri dari pergaulan bebas yang bersifat negatif.
c. Apabila ada seminar-seminar, penyuluhan-penyuluhan, iklan ataupun brosurbrosur,

yang

mengimpormasikan

tentang

AIDS,

sebaiknya

kita

memperhatikan dengan baik, agar segala sesuatu tentang AIDS dapat


diketahui, sehingga kita bisa menghindarkan diri sejak dini dari AIDS.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC


Suzanne C Smeltzer. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Djausi, Samsu Rizal. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi ketiga. Jakarta :
FKUI.
Duarsa, N. Wirya. 2003. Penyakit Menular seksual Edisi kedua. Jakarta : FKUI

Anda mungkin juga menyukai