TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
`
Etiologi
Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM
untuk pertama kali. Pada pasien yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80%
dapat dikenali adanya faktor pencetus. Mengatasi faktor pencetus ini penting
dalam pengobatan dan pencegahan ketoasidosis berulang.
2.3.
Faktor pencetus
Faktor pencetus yang berperan untuk terjadinya KAD adalah
pankreatitis akut, penggunaan obat golongan steroid, serta menghentikan atau
mengurangi dosis insulin. Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah
insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh :
1. Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi.
1
Patofisiologi
Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena
dipakainya jaringan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan
terbentuk keton. Bila hal ini dibiarkan terakumulasi, darah akan menjadi asam
sehingga jaringan tubuh akan rusak dan bisa menderita koma. Hal ini
biasanya terjadi karena tidak mematuhi perencanaan makan, menghentikan
sendiri suntikan insulin, tidak tahu bahwa dirinya sakit diabetes mellitus,
mendapat infeksi atau penyakit berat lainnya seperti kematian otot jantung,
stroke, dan sebagainya.
dikompensasi
oleh
peningkatan
derajad
ventilasi
(peranfasan
Kussmaul).
2
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari KAD adalah :
1. Hiperglikemi
Hiperglikemi pada ketoasidosis diabetik akan menimbulkan:
1. Poliuri dan polidipsi (peningktan rasa haus)
2. Penglihatan yang kabur
3
3. Kelemahan
4. Sakit kepala
5. Pasien dengan penurunan volume intravaskuler yang nyata mungkin akan
menderita hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik sebesar
20 mmHg atau lebih pada saat berdiri).
6. Penurunan volume dapat menimbulkan hipotensi yang nyata disertai
denyut nadi lemah dan cepat.
7. Anoreksia, mual, muntah dan nyeri abdomen.
8. Pernapasan Kussmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk mengurangi
asidosis guna melawan efek dari pembentukan badan keton.
9. Mengantuk (letargi) atau koma.
10. Glukosuria berat.
11. Asidosis metabolik.
12. Diuresis osmotik, dengan hasil akhir dehidrasi dan penurunan elektrolit.
13. Hipotensi dan syok.
14. Koma atau penurunan kesadaran.
b. Natrium.
Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang
intravaskuler. Untuk setiap 100 mg / dL glukosa lebih dari 100 mg / dL,
tingkat natrium serum diturunkan oleh sekitar 1,6 mEq / L. Bila kadar
glukosa turun, tingkat natrium serum meningkat dengan jumlah yang
sesuai.
c.
Kalium.
Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat
dengan perawatan. EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung
ekstrem di tingkat potasium.
d.
Bikarbonat.
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan
pH yang rendah (6,8-7,3). Tingkat pCO 2 yang rendah ( 10- 30 mmHg)
mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap
asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang mencetuskan asidosis)
dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin. Gunakan
tingkat ini dalam hubungannya dengan kesenjangan anion untuk menilai
derajat asidosis.
e.
f.
bukan dari signifikansi klinis, hampir tidak ada alasan untuk melakukan
lebih menyakitkan ABG. Akhir CO2 pasang surut telah dilaporkan
sebagai cara untuk menilai asidosis juga.
g.
Keton.
Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain
itu, ketonuria dapat berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang
mendasarinya.
h.
-hidroksibutirat.
Serum atau hidroksibutirat kapiler dapat digunakan untuk
mengikuti respons terhadap pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari
0,5 mmol / L dianggap normal, dan tingkat dari 3 mmol / L berkorelasi
dengan kebutuhan untuk ketoasidosis diabetik (KAD).
i. Urinalisis (UA)
Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk
mendeteksi infeksi saluran kencing yang mendasari.
j. Osmolalitas
Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 +
BUN (mg / dL) / 2.8. Pasien dengan diabetes ketoasidosis yang berada
dalam keadaan koma biasanya memiliki osmolalitis > 330 mOsm / kg
H2O. Jika osmolalitas kurang dari > 330 mOsm / kg H2O ini, maka pasien
jatuh pada kondisi koma.
k. Fosfor
Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk,
alkoholisme kronis), maka tingkat fosfor serum harus ditentukan.
intravena
paling
umum
dipergunakan.
Insulin
intramuskular adalah alterantif bila pompa infusi tidak tersedia atau bila
akses vena mengalami kesulitan, misalnya pada anak anak kecil. Asidosis
yang terjadi dapat diatasi melalui pemberian insulin yang akn
menghambat pemecahan lemak sehingga menghentikan pembentukan
senyawa-senyawa yang bersifat asam. Insulin diberikan melalui infus
dengan kecaptan lambat tapi kontinu ( misal 5 unti /jam). Kadar glukosa
harus diukur tiap jam. Dektrosa ditambahkan kedalam cairan infus bila
kadar glukosa darah mencpai 250 300 mg/dl untuk menghindari
penurunan kadar glukosa darah yang terlalu cepat.
3. Potassium.
Meskipun ada kadar potassium serum normal, namun semua
pasien penderita KAD mengalami depresi kalium tubuh yang mungkin
terjadi secara hebat.
Input saline fisiologis awal yang tinggi yakni 0.9% akan pulih
kembali selama defisit cairan dan elektrolite pasien semakin baik. Insulin
intravena diberikan melalui infusi kontinu dengan menggunakan pompa
otomatis, dan suplemen potasium ditambahkan kedalam regimen cairan.
Bentuk penanganan yang baik atas seorang pasien penderita KAD
(ketoasidosis diabetikum) adalah melalui monitoring klinis dan biokimia
yang cermat.
2.8 Komplikasi
Komplikasi dari ketoasidoisis diabetikum dapat berupa:
8
7. Hipertensi.
Karena harus membuang kelebihan glokosa darah melalui air
seni, ginjal penderita diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain itu
tingkat kekentalan darah pada diabetisi juga lebih tinggi. Ditambah
dengan kerusakan-kerusakan pembuluh kapiler serta penyempitan yang
terjadi, secara otomatis syaraf akan mengirimkan signal ke otak untuk
menambah takanan darah.
8. Komplikasi lainnya.
Selain komplikasi yang telah disebutkan di atas, masih terdapat
beberapa komplikasi yang mungkin timbul. Komplikasi tersebut
misalnya:
1.
2.
Gangguan pada rongga mulut, gigi dan gusi. Gangguan ini pada
dasarnya karena kurangnya perawatan pada rongga mulut gigi dan
gusi,
sehingga
bila
terkena
penyakit
akan
lebih
sulit
penyembuhannya.
3.
2.9
Prognosis
Prognosis dari ketoasidosis diabetik biasanya buruk, tetapi
sebenarnya kematian pada pasien ini bukan disebabkan oleh sindom
hiperosmolarnya sendiri tetapi oleh penyakit yang mendasar atau
menyertainya. Angka kematian masih berkisar 30-50%. Di negara maju
dapat dikatakan penyebab utama kematian adalah infeksi, usia lanjut dan
osmolaritas darah yang sangat tinggi. Di negara maju angka kematian
dapat ditekan menjadi sekitar 12%.
11
12
Absorbsi ginjal
Metabolisme
ATP
Produksi energi
Kelemahan
Asam lemak
Strafase sel
Badan keton
Kemampuan sel
Glukouria
Diuresis osmotik
Imun
Poliuria
Rentang infeksi
vol. sirkulasi
Invasi kuman
KETOASIDOSIS DIABETIKUM
Hipotensi
takikardi
Devisit
cairan
13
B1 (Breath)
B2 (Blood)
Insulin
B3 (Brain)
B4 (Bladder)
Glukosa
meningkat
PK.Hiperglikemi
Sel hungry
Ulkus
Invasi
mikroorganisme
MK:
Infeksi
Frek. napas
Sesak
MK:
Ketidakefektifan
pola napas
Diuresis osmotik
Sumbatan
di N2
Kehilangan cairan
Suplai O2
turun
MK:
Perubahan
persepsi
sensori
penglihatan
Perfusi jartingan
serebral
Dehidrasi
Penurunan
kesadaran
Poliuri
MK:
Defisit vol. Cairan
dan elektrolit
MK : Resiko
Cidera
B5 (Bowel)
Lipolisis
Ketosis
B6 (Bone)
Metabolisme sel
Tidak
mengenal
sumber
informasi
ATP
Mual,
muntah
Kerja
metabolisme
MK:
Nutrisi
kurang dari
kebutuhan
Kelemahan
MK:
Intoleran aktivitas
Kesalahan
penginterprestasian
informasi
Pasien
ansietas
Pasien
sering
bertanya
MK:
Kurang
pengetahuan
14
15
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Pengumpulan data
Anamnese didapat :
a. Identifikasi klien.
b. Keluhan utama klien
Mual muntah
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Riwayat penyakit dahulu
Menderita Diabetes Militus
e. Riwayat kesehatan keluarga
f. Riwayat psikososial
2. Pemeriksaan fisik
a. B1 (Breath)
d. B4 (Brain)
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala
Kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parestesia.
Gangguan penglihatan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut).
16
: 60-100 x/menit
17
RR
: 16-20 x/menit
TD
Suhu
: 36.5-37.5 0C
Intervensi
1.Kaji riwayat durasi/intensitas mual,
muntah dan berkemih berlebihan
Rasional
Membantu memperkirakan pengurangan
volume total. Proses infeksi yang
menyebabkan demam dan status
hipermetabolik meningkatkan pengeluaran
cairan insensibel.
terhadap asidosis
Menggambarkan kemampuan kerja ginjal
dan keefektifan terapi
6.Timbang BB
Menunjukkan status cairan dan
7.Pertahankan cairan 2500 ml/hari jika
keadekuatan rehidrasi
diindikasikan
Mempertahankan hidrasi dan sirkulasi
volume
8.Ciptakan lingkungan yang nyaman,
perhatikan perubahan emosional
pada vaskuler
Kolaborasi:
Pemberian tergantung derajat kekurangan
- Pemberian NS dengan atau tanpa dextrosa cairan dan respons pasien secara individual
- Albumin, plasma, dextran
kembali normal
19
Hematokrit
BUN/Kreatinin
Osmolalitas darah
Natrium
Kalium
Kriteria hasil :
-
rentang normal
Intervensi
Rasional
1.Pantau berat badan setiap hari atau Mengkaji pemasukan makanan yang
sesuai indikasi
gastrointestinal baik
7.Kolaborasi :
Pemeriksaan
21
stick
Pantau
pemeriksaan aseton, pH
dan HCO3
Berikan
Berikan
Intervensi
Rasional
1.Buat jadwal perencanaan dengan Dapat memberikan motifasi untuk
px dan identifikasi aktifitas meningkatkan aktifitas meskipun px
yang menimbulkan kelelahan.
22
masih lemah
2.Berikan
aktifitas
alternative
tekanan
darah
cara
tingkat
aktifitas
sebelum/sesudah aktifitas.
4.Diskusikan
Mengindikasikan
menghemat
kegiatan
Meningkatkan kepercayaan/harga diri
5.Tingkatkan partisipasi px dalam yang positif sesuai tingkat aktivitas
melakukan aktifitas sehari yang dapat ditoleransi px
sehari
sesui
yang
dapat
ditoleransi.
Rasional
Memaksimalkan untuk bernafas
Menunjukkan stabilitas/sebagai
indikator pH darah
ketoasidosis diabetic
sesuai toleransi
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Ketoasidosis diabetikum adalah kasus kedaruratan endokrinologi yang
disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut. Ketoasidosis
diabetikum terjadi pada penderita IDDM (atau DM tipe II). Adanya gangguan
dalam regulasi insulin, khususnya pada IDDM dapat cepat menjadi diabetik
ketoasidosis manakala terjadi diabetik tipe I yang tidak terdiagnosa,
ketidakseimbangan jumlah intake makanan dengan insulin, adolescen dan
pubertas, aktivitas yang tidak terkontrol pada diabetes, dan stress yang
berhubungan dengan penyakit, trauma, atau tekanan emosional.
4.2 Saran
Untuk menghindari kondisi pasien dengan ketoasidosis diabetikum
jatuh pada kondisi tidak stabil, maka yang perlu dilakukan adalah sesegera
mungkin melakukan penggantian cairan dan garam yang hilang, menekan
lipolisis sel lemak dan menekan glukoneogenesis sel hati dengan pemberian
insulin, mengatasi stres sebagai pencetus KAD (dalam kasus ini diberikan
antibiotik), serta mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari
24
25
Daftar Pustaka
_____.Askep Diabetik Ketoacidosis.www.blogger-blogspot-com (diakses pada
tanggal 21Mei 2011 pukul 18.39 WIB).
Carpenito, Lynda Juall.2000.Buku saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8.EGC:
Jakarta
Doengoes, E. Marilynn.1989. Nursing Care Plans, Second Edition. FA Davis:
Philadelphia
Fisher,JN., Shahshahani,MN., Kitabchi,AE., Diabetic ketoacidosis: low-dose
insulin therapy by various routes. www.content.nejm.org (diakses pada
tanggal 21 mei 2010 pukul 19.34 WIB).
Hardern,R.D., Quinn,N.D. Emergency management of diabetic ketoacidosis in
adults. www.ncbi.nlm.nih.gov (diakses pada tanggal 22 mei 2011 pukul
18.45).
Hidayat. Ketoasidosis DM.www.hidayat2.wordpress.com (diakses pada tanggal 22
Mei 2011 pukul 19.02 WIB).
HighBeam. Article: The clinical management of diabetic ketoacidosis in adults.
(Clinical).www.highbeam.com (diakses pada tanggal 21 mei 2011 pukul
18.32 WIB).
Journal
Watch
Specialities.
Diabetic
Ketoacidosis
Protocol
Is
It
27