TINJAUAN TEORI
A.
Pengertian
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik (anatomi) dan
struktur tubuh dalam arti sebagian atau seluruhnya karena adanya
multiplikasi (bertambah banyak) sel-sel tubuh dan juga karena
bertambah besarnya sel (Nursalam, 2005: 32)
Pertumbuhan adalah suatu proses alamiah yang terjadi pada
individu yaitu secara bertahap anak akan semakin bertambah berat dan
tinggi (Supartini, 2002 : 49)
b.
Ciri-ciri pertumbuhan
Menurut Hidayat (2008), ciri-ciri perkembangan pada anak
adalah :
1)
2)
Dalam
pertumbuhan
dapat
terjadi
perubahan
Pada pertumbuhan
Dalam
pertumbuhan
terdapat
ciribaru
secara
ukuran-ukuran
ini
fisik
dimaksudkan
seseorang
anak
untuk
dengan
(meteran).
Ukuran
antropometri
ini
dapat
di
pertumbuhan,
hal-hal
yang
dapat
diamati
dari
2. Perkembangan
Menurut Hidayat (2005 :15-16), peristiwa perkembangan pada
anak dapat terjadi pada perubahan bentuk dan fungsi pematangan organ
dimulai dari aspek sosial, emosional, dan intelektual. Perkembangan pada
anak terjadi mulai dari perkembangan secara fisik, intelektual maupun
emosional. Peristiwa perkembangan secara fisik dapat terjadi dalam
perubahan ukuran besar kecilnya fungsi organ mulai dari tingkat sel
hingga perubahan organ tubuh. Perkembangan secara intelektual anak
dapat dilihat dari kemampuan secara simbol maupun abstrak seperti
diri
anak
menjadi
orang
dewasa.
Dalam
3)
4)
5)
Erikson
dalam
membahas
proses
inisiatif
diperoleh
dengan
cara
c.
tersier,
dan
internalisasi
skema.
Sedangkan
pra
sekolah
meliputi
pada
masa
pra
sekolah
adalah
perkembangan
angka-angka,
dan
rasa
empati.
Dan
untuk
dengan
mempertimbangkan,
ciri-ciri
dan
mampu
mengetes
mengembangkan,
hipotesa.
Dan
pada
(2)
menjerit,
menggunakan
vokalisasi
semakin
banyak,
menggunakan kata yang terdiri dari dua suku kata dan dapat membuat
dua bunyi vokal yang bersamaan seperti ba-ba.
kesal.
Faktor-faktor pengaruh tumbuh kembang anak
Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan pada anak
setiap individu akan mengalami siklus berbeda setiap kehidupan
manusia. Peristiwa tersebut dapat secara cepat maupun lambat
tergantung dari individu atau lingkungan. Proses percepatan dan
perlambatan tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya :
1) Faktor Hereditas
Faktor hereditas merupakan faktor yang dapat diturunkan
sebagai dasar dalam mencapai tumbuh kembang anak di samping
faktor lain. Faktor ini dapat ditentukan dengan intensitas dan
kecepatan dalam pembelahan sel telur, tingkat sensitivitas jaringan
terhadap rangsangan, umur pubertas, dan berhentinya pertumbuhan
tulang.
2) Faktor Lingkungan
a)Lingkungan Pra natal
Merupakan lingkungan dalam kandungan, mulai konsep
sampai lahir yang meliputi gizi pada waktu ibu hamil,
lingkungan mekanisme seperti posisi janin dalam uterus, zat
kimia atau toxin seperti penggunaan obat-obatan,alkohol atau
kebiasaan merokok ibu hamil, hormonal seperti adanya hormon
somatotropin, plasenta, tiroid, insulin, dan lain-lain yang
berpengaruh pada pertumbuhan janin.
b) Lingkungan Post natal
Lingkungan
mempengaruhi
setelah
tumbuh
lahir
kembang
yang
anak
juga
seperti
dapat
budaya
keberlangsungan
proses
pertumbuhan
dan
tubuh
dapat
teratur. Selain
itu,
latihan
juga
ada
stimulasi
yang
biasanya
dilakukan
saudara
kandungnya.
h) Status kesehatan
Hal ini dapat terlihat apabila anak dengan kondisi sehat
dan sejahtera maka percepatan untuk tumbuh kembang sangat
mudah, akan tetapi apabila kondisi status kesehatan kurang,
maka akan terjadi perlambatan.
3) Faktor hormonal
Faktor hormonal yang berperan dalam tumbuh kembang
anak, antara lain : dengan menstimulasi terjadinya proliferasi sel
kartilago dan sistem skeletal, hormon tiroid dengan menstimulasi
metabolisme tubuh, sedangkan glukokortikoid yang mempunyai
fungsi menstimulasi pertumbuhan sel interstinal dari testis untuk
memproduksi testosteron dan ovarium untuk memproduksi
estrogen.
Selanjutnya
hormon
tersebut
akan
menstimulasi
yang
diberikan
lingkungan
demikian
tinggi.
anak
melalui
proses
belajar
dari
lingkungan
keluarganya.
B.
Konsep Penyakit
1. Pengertian
Saluran gastrointestinal adalah saluran yang dimulai dari mulut
sampai anus. Fungsi saluran ini adalah untuk ingesti dan pendorongan
makanan, mencerna makanan serta penyerapan zat gizi yang penting bagi
tubuh untuk hidup dan tumbuh (Corwin, 2008).
Gangguan saluran gastrointestinal adalah keluhan pada penyakit
gastrointestinal yang berkaitan dengan kelaian local dan intra lumen
saluran cerna atau dapat disebabkan oleh penyakit sistemik (Hassan,
2001).
Pendarahan gastrointestinal (GI) adalah perdarahan yang dimulai
pada saluran pencernaan, yang memanjang dari mulut ke anus. Jumlah
perdarahan dapat berkisar dari hampir tidak terdeteksi sampai akut, besar,
dan mengancam kehidupan (Bjokman, 2007).
Perdarahan gastrointestinal adalah perdarahan yang terjadi dimana
saja disepanjang saluran cerna. Bila perdarahan berasal dari esophagus,
lambung dan duedenium, maka menyebabkan hematemesis. Apabila
perdarahan ringan sampai sedang dari sebelah atas ileum distal maka
cenderung menyebabkan berak yang berwarna hitam dan berkonsistensi
seperti ter, yang disebut melena dan apabila perdarahan besar pada
duodenum atau bagian atasnya juga dapat menyebabkan melena (Nelson,
2000).
Perdarahan gastrointestinal (GI) dapat terjadi di mana saja di
sepanjang saluran pencernaan - dari mulut ke anus, dengan sejumlah besar
menyebabkan potensi dan tingkat keparahan gastroenterologist (Ellis,
2007).
Berdasarkan
keterangan
diatas
dapat
disimpulkan
bahwa
alkohol,
trauma
dapat
menyebabkan gastritis.
3) Esophageal varises
Esophageal varises: pembengkakan di urat kerongkongan atau
perut biasanya hasil dari penyakit hati . Varises paling umum hasil
b.
Lokasi perdarahan
Lesi mulut atau nasofaring
Varises esofagus
Laserasi esofagus/mukosa gaster
(Mallory weiss syndrome)
Lesi proksimal dari ligamen Treitz
4. Patofisiologi
Traktus gastrointestinalis mempunyai area yag sangat luas, juga
kaya
dengan
vaskularisasi,
banyak
mensekresi
enzim,
menjaga
Koagulopati
Penderita hemofilli A atau B (defisiensi factor VIII dan IX)
mepunyai insiden PSM 10-25%. Lebih sering berupa ulkus peptikum
dan gastritis. Keadaan ini Nampak pada defisinsi sedang dan berat.
Penderita kelainan anti koagulan ini mempunyai resiko perdarahan
yang tinggi terutma bila diberi obat meebihi dosis terapi. Obat-obat
yang berpotensi terhadap faktor-faktor pembekuan yaitu derivate uarin,
antibiotika (kloramphenikol, metronidazol, trimetoprim, dan sulfa
metoksasol), fenitoin, barbiturate dan salisilat. Pada penderita penyakit
menjadi
sindorma
malabsorbsi
dengan
tendensi
Hipertensi portal
Bila terdapat gangguan aliran darah portal, secara spona terjadi
shunt portosistemik melibatkan vena-vena besar. Lokasi yang mudah
terancam adalah esofagus,fundus, gaster , duodenum dan rectum. Lesi
prehepatik lebih banyak mengenai ank daripada orang dewasa disertai
thrombosis vena porta (contohnya setelah dilakukan kateterisasi v.
umblikalis) atau trombosi vena linealis pada pancreatitis kronis. Lesilesi fibrosis pada liver seperti skistosomiasis dan fibrosis hepatic
kongeital mempunyai gambaran yang sama. Semua kasus ini
mempunyai tekanan portal yang normal. Pada sirosis apapun
penyebabnya sering disertai hipertensi portal, dimana tekanan darah
portal meningkat. Hipertensi portal suprahepatik jarang terjadi, terlihat
dengan adanya obstruksi v. hepatic, gagal hati kongestif yang berat
atau perikarditis. Perdarahan pada hipertensi local biasanya cepat
berupa melena dan atau hematemesis, dan sering terjadi intermiten.
3.
Kelainan vaskuler.
Adanya riwayat keluara PSM kronis, tranfusi darah berulang,
adanya bukti perdarahan di saluran makan, harus diperhatikan
kemungkinan adanya perdarahan telangiectasia (penyakit Osler-weberrendu), bersifat herediter autosom dominant. Pada yang lebih muda
tidak terdapat lesi kulit yang spesifik saat PSM manifest. Pada
sindroma klippel-trenaunay dengan karakterisik deformitas tungkai/
lengan disertai malformasi vaskuler kulit, mungkin juga terdapat PSM,
yang dapat menjadi hemangiom di usus. Sindromo turner dapat
mengalami komplikasi oleh telengiecatasis tr. GI, terlebih pada
penderita yang mengalami peningkatan insiden penyakit radang usus.
Terdapatnya hubungan antara persendian yang bersifat hipermobil
dengan PSM mengarahkan diagnosis kelainan jaringan ikat herediter,
yaitu sindroma ehler-danlos, khususnya tipe IV. Dalam hal ini
endoskopi dilakukan secara hati-hati karena kemungkinan adanya
perforasi meskipun lokasi perdarahan masih belum diketahui. Kejadian
perivaskuler dengan PSM diperkirakan 10%.
4.
Kelainan mukosa
Pada traktus GI bag atas, ulkus peptikum seringkali mengalami
erosi dan ulserasi yang berat, refluk gastroesofageal sampai ulserasi
dari antrum dan atau duodenum karena infeksi campylobacter pilori
(riwayat keluarga positif terdapat pada 25-50% penderita). Asam asetil
salisilat (aspirin) seringkali berkaitan dengan kasus PSM. Selama
menggunakan aspirin, episode perdarahan berlanjut selama infeksi
Pathway
(PSMA), epitaksis, varises
esofagei, peptic/erosive tukak
Koagulapati
Pembekuan
Penurunan
Perdarahan
fungsi
terganggu
sintesis
Volume
cairan
Mual
Ulserasi
muntah
Gagal
hati kongestif
Erosi
mukosa
Hipertensi
portal
Kurang
pengetahuan
Cemas
Refluk gastrointestinal
Hematemesis
Perikarditis
Peningkatan
Obstruksi vena
tekanan
Melena
hepatik
portal
Nutrisi
Kurang
informasi
5. Penatalaksanaan
Sumber
: Suraatmaja (2007 : 207-208)
Menurut Rochman (2007), penalataksanaan pada perdarahan
gastrointestinal adalah :
a. Penatalaksanaan kolaboratif
b)
c)
d)
dopamin,
epineprin
dan
norefineprin
untuk
selang
nasogastrik
utuk
mengkaji
tingkat
menyebabkan
nekrosis
dan
akhirnya
b) Bilas Lambung
(1)
Dilakukan
selama
periode
perdarahan
akut
darah
dalam
lambung,
membantu
NGT. Kemudian
dikeluarkan
kembali
(4)
menimbulkan
vasokontriksi.
Setelah
diabsorbsi
lambung.
Bila
posisi
dalam
tersebut
terjadi
(2)
menurunkan
aliran
darah
pada
tempat
perdarahan
(3)
(4)
(5)
(2)
(3)
(4)
(2)
f) Asuhan Keperawatan
Menurut Rochman (2007), asuhan keperawatan yang
harus dilakukan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal
adalah :
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
g) Terapi Pembedahan
(1)
(2)
Gastrektomi
(3)
Gastroentrostomi
(4)
Vagotomi
Billroth I : prosedur yang mencakup vagotomi dan
antrektomi dengan anastomosis lambung
pada duodenum.
Billroth II : meliputi vagotomi, reseksi antrum dan
anastomosis lambung pada jejunum
(5)
b. Penatalaksanaan keperawatan
1) Pengkajian
a) Anamnesis, Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
b) Pemeriksaan Fisik
(1)
Keadaan umum
(2)
Kesadaran
(3)
(4)
Tanda-tanda anemia
(5)
Gejala hipovolemia
(2)
Elektrolit:
penurunan
kalium
serum;
peningkatan
(4)
2) Pemeriksaan Radiologis
a) Dilakukan dengan pemeriksaan esopagogram untuk daerah
esopagus dan double contrast untuk lambung dan duodenum.
b) Pemeriksaan tsb dilakukan pada berbagai posisi terutama pada
1/3 distal esopagus, kardia dan fundus lambung untuk mencari
ada tidaknya varises, sedini mungkin setelah hematemisis
berhenti.
3) Pemeriksaan Endoskopi
a) Untuk menentukan asal dan sumber perdarahan
b) Keuntungan lain: dapat diambil foto, aspirasi cairan dan biopsi
untuk pemeriksaan sitopatologik
b.
c.
d.
e.
7. Fokus Intervensi
a. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah akut,
penggantian cepat volume dengan cairan kristaloid (Carpenito, 2001)
Tujuan : Pasien akan tetap stabil secara hemodinamik
Intervensi Keperawatan :
1)
2)
3)
4)
5)
Pantau Hb dan Ht
7)
Pantau elektrolit
8)
Rasional
: mengganti
kehilangan
cairan
dan
memperbaiki
pentingnya
intake
nutrisi
yang
adekuat
untuk
penyembuhan penyakit.
Rasional
malnutrisi
adalah
kondisi
gangguan
minat
yang
Berikan suasana yang hangat dan menerima bagi anak dan orang
tua.
2)
3)
4)
Intervensi :
1) Diskusikan aspek ketidakmampuan dari penyakit, lamanya
penyembuhan dan harapan kesembuhan.
2) Berikan informasi dalam bentuk tertulis dan verbal.
3) Pilih metode, perbendaharaan kata, dan isi yang sesuai dengan
tingkat pendidikan pasien dan keluarga untuk memaksimalkan
pembelajaran.
4) Pilih lingkungan yang kondusif untuk pembelajaran.
Rasional : memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat
membuat pilihan informasi atau keputusan tentang masa depan dan
kontra masalah kesehatan.
C.
Hospitalisasi
1. Pengertian
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan
yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah
sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke
rumah.
Berbagai perasaan yang sering muncul yaitu : cemas, marah, sedih,
takut, dan rasa bersalah. Perasaan tersebut dapat timbul karena
menghadapi sesuatu yang baru dan belum pernah dialami. Apabila anak
stress selama masa perawatan, orangtua menjadi stres juga, dan stress pada
orang tua akan membuat tingkat stress anak semakin meningkat (Supartini,
2004: 133)
2. Stressor pada Anak dengan yang Dirawat di Rumah Sakit
a. Cemas karena perpisahan
Sebagian besar stress yang terjadi pada bayi di usia
pertengahan sampai anak periode prasekolah, khususnya anak yang
berumur 6 sampai 30 bulan adalah cemas karena perpisahan.
Balita belum mampu berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa yang memadai dan memiliki pengertian yang terbatas terhadap
realita. Hubungan anak dengan ibu adalah sangat dekat, akibatnya
perpisahan dengan ibu akan menimbulkan rasa kehilangan pada anak.
Respon perilaku anak dengan akibat perpisahan dibagi dalam
tiga tahap, yaitu:
1) Tahap protes (phase of protes)
Tahap ini dimanifestasikan dengan menangis kuat, menjerit dan
memanggil ibunya atau menggunakan tingkah laku agresif seperti
menendang, menggigit, memukul, mencubit dan menolak perhatian
orang lain.
2) Tahap putus asa (phase of despair)
Pada tahap ini anak tampak tegang, tangisannya berkurang, tidak
aktif, kurang berminat untuk bermain, tidak ada nafsu makan,
menarik diri, tidak mau berkomunikasi, sedih, apatia, dan agresi
berusaha
sekuat
tanaga
untuk
mempertahankan
otonominya. Hal ini terlihat jelas dalam perilaku mereka dalam hal
kemampuan motorik, bermain, melakukan hubungan interpersonal,
melakukan ADL dan komunikasi. Akibat sakit dan dirawat di rumah
sakit anak akan kehilangan kebebasan dan pandangan egosentris dalam
mengembangkan otonominya. Hal ini akan menimbulkan regresi.
c. Luka pada tubuh dan rasa sakit (rasa nyeri)
Konsep tentang citra tubuh (body image), khususnya
pengertian yang mengenai perlindungan tubuh (body boundaries),
sedikit sekali berkembang pada balita. Berdasarkan hasil pengamatan,
bila dilakukan pemeriksaan telinga, mulut, atau suhu pada anus akan
membuat anak menjadi cemas. Reaksi anak terhadap tindakan yang
tidak menyakitkan, sama seperti reaksi terhadap tindakan yang sangat
menyakitkan.
3. Reaksi Keluarga terhadap Anak yang Sakit dan Dirawat di Rumah Sakit