Anda di halaman 1dari 38

BAB II

TINJAUAN TEORI

A.

Pertumbuhan dan Perkembangan


1. Pertumbuhan
a.

Pengertian
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik (anatomi) dan
struktur tubuh dalam arti sebagian atau seluruhnya karena adanya
multiplikasi (bertambah banyak) sel-sel tubuh dan juga karena
bertambah besarnya sel (Nursalam, 2005: 32)
Pertumbuhan adalah suatu proses alamiah yang terjadi pada
individu yaitu secara bertahap anak akan semakin bertambah berat dan
tinggi (Supartini, 2002 : 49)

b.

Ciri-ciri pertumbuhan
Menurut Hidayat (2008), ciri-ciri perkembangan pada anak
adalah :
1)

Dalam pertumbuhan akan terjadi perubahan ukuran


dalam hal bertambahnya ukuran fisik, seperti berat badan, tinggi
badan lingkar kepala, lingkar lengan, lingkar dada dan lain-lain.

2)

Dalam

pertumbuhan

dapat

terjadi

perubahan

proposrsi yang dapat terlihat pada proporsi fisik atau organ


manusia yang muncul mulai dari masa konsepsi hingga dewasa.
3)

Pada pertumbuhan

dan perkembangan terjadi

hilangnya ciri-ciri lama yang ada selama masa pertumbuhan,

seperti hilangnya kelenjar timus, lepasnya gigi susu atau hilangnya


refleks-refleks tertentu.
4)

Dalam

pertumbuhan

terdapat

ciribaru

secara

perlahan mengikuti proses kematangan seperti adanya rambut pada


daerah aksila, pubis atau dada.
c.

Deteksi Pertumbuhan dan Standar Normalnya


Deteksi dan standar normal pertumbuhan menurut Nursalam
(2005: 47), adalah sebagai berikut :
1) Ukuran antropometri
Pengukuran antropometri
mengetahui

ukuran-ukuran

ini

fisik

dimaksudkan

seseorang

anak

untuk
dengan

menggunakan alat ukur tertentu, seperti timbangan dan pita


pengukur

(meteran).

Ukuran

antropometri

ini

dapat

di

kelompokan menjadi dua yaitu tergantung umur dan tidak


tergantung umur. Dan pengukuran antropometri ini digunakan
untuk menentukan berat badan, tinggi badan, lingkar kepala,
lingkar lengan atas, dan lipatan kulit.
2) Keseluruhan fisik
Dengan pemeriksaan fisik, dapat diketahui apakah
seorang anak berada dalam keadaan sakit atau sahat. Berkaitan
dengan

pertumbuhan,

hal-hal

yang

dapat

diamati

dari

pemeriksaan fisik adalah keseluruhan fisik, jaringan otot, jaringan


lemak, rambut, dan gigi-geligi.
3) Pemeriksaan laboratorium dan radiologis
Pemeriksaan laboratorium dan radiologis baru dilakukan
di klinik apabila terdapat gejala atau tanda akan adanya suatu

gangguan/ penyakit, misalnya, anemia atau pertumbuhan fisik


yang tidak normal. Pemeriksaan laboratorium yang sering adalah
pemeriksaan darah untuk kadar Hb, serum protein (albumin dan
globulin), dan hormon pertumbuhan. Pemeriksaan radiologis
dilakukan terutama untuk menilai umur biologis, yaitu umur
tulang.
4) Deteksi perkembangan
Deteksi perkembangan dilakukan untuk memberikan
asuhan keperawatan pada balita.
d.

Pertumbuhan Anak Masa Bayi (Umur 6 bulan)


Menurut Hidayat (2005 :23), pada umur 6 bulan pertumbuhan
berat badan dapat terjadi dua kali berat badan pada waktu lahir dan
rata-rata kenaikan 500-600 gram per bulan apabila mendapatkan gizi
yang baik. Sedangkan pada tinggi badan tidak mengalami kecepatan
dalam pertumbuhan dan terjadi kestabilan berdasarkan pertambahan
umur.

2. Perkembangan
Menurut Hidayat (2005 :15-16), peristiwa perkembangan pada
anak dapat terjadi pada perubahan bentuk dan fungsi pematangan organ
dimulai dari aspek sosial, emosional, dan intelektual. Perkembangan pada
anak terjadi mulai dari perkembangan secara fisik, intelektual maupun
emosional. Peristiwa perkembangan secara fisik dapat terjadi dalam
perubahan ukuran besar kecilnya fungsi organ mulai dari tingkat sel
hingga perubahan organ tubuh. Perkembangan secara intelektual anak
dapat dilihat dari kemampuan secara simbol maupun abstrak seperti

berbicara, bermain, berhitung, membaca dan lain-lain, sedangkan


perkembangan secara emosional anak dapat dilihat dari perilaku sosial di
lingkungan anak.
a. Pengertian
Perkembangan adalah suatu proses yang terjadi secara simultan
dengan pertumbuhan yang menghasilkan kualitas individu untuk
berfungsi yang dihasilkan melalui proses pematangan dan proses
belajar dari lingkungannya (Supartini, 2002 : 49)
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur
atau fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat
diperkirakan dan diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel,
jaringan tubuh, organ-organ, dan sistemnya yang terorganisasi
(Pusponegoro, 2004: 369)
b.

Teori Perkembangan Anak


Menurut Hidayat (2005 :28-29), teori perkembangan anak terdiri dari :
1) Perkembangan Psikoseksual Anak (Freud)
Pada perkembangan psikoseksual anak pertama kali
dikemukakan oleh Sigmun Freud yang merupakan proses dalam
perkembangan anak dengan pertambahan pematangan fungsi
struktur serta kejiwaan yang dapat menimbulkan dorongan untuk
mencari rangsangan dan kesenangan secara umum untuk
menjadikan

diri

anak

menjadi

orang

dewasa.

Dalam

perkembangan psikoseksual anak dapat melalui tahapan sebagai


berikut :
1)

Fase oral (0 11 bulan)

Selama bayi sumber kesenangan terbatas berpusat pada


aktivitas oral seperti menghisap, menggigit, mengunyah, dan
mengucap. Hambatan atau ketidakpuasan dalam pemenuhan
kebutuhan oral akan mempengaruhi fase perkembangan
berikutnya.
2)

Fase anal (1 3 tahun)


Kehidupan anak dengan berpusat pada kesenangan anak,
yaitu selama perkembangan otot sefingter. Anak senang
menahan feses, bahkan bermain-main dengan fesesnya sesuai
keinginannya, dengan demikian toilet training adalah waktu
yang tepat dilakukan pada periode ini.

3)

Fase falik (3 6 tahun)


Selama fase ini genitalia menjadi area yang menarik dan area
tubuh yang sensitif. Anak mulai mempelajari adanya
perbedaan alat kelamin. Secara spikologis pada fase ini mulai
berkembang super ego, yaitu anak dengan berkurang
egosentrisnya.

4)

Fase laten (6 12 tahun)


Selama fase ini anak menggunakan energi fisik dan
spikologis yang merupakan media untuk mengeksplorasi
pengetahuan dan pengalamannya melalui aktifitas fisik
maupun sosialnya.

5)

Fase genital (12 18 tahun)


Tahapan akhir masa perkembangan menurut Freud adalah
tahapan genital. Ketika anak mulai masuk fase pubertas, yaitu
dengan adanya proses pematangan organ reproduksi dan
produksi hormon seks.

2) Perkembangan psikososial menurut Erikson


Pendekatan

Erikson

dalam

membahas

proses

perkembangan anak adalah dengan menggunakan lima tahapan


perkembangan psikososial, yaitu:
1) Percaya vs tidak percaya (0 1 tahun)
Penanaman rasa percaya adalah hal yang paliang
mendasar pada fase ini. Terbentuknya kepercayaan diperoleh
dari hubungannya dengan orang lain dan orang yang pertama
kali berhubungan adalah orang tuanya, terutama ibunya. Oleh
karena itu ibu memerlukan dukungan terutama dari suami
untuk membina hubungan yang dekat dengan anak.
2) Otonomi vs rasa malu dan ragu
Perkembangan otonomi berpusat pada kemampuan
anak untuk mengontrol tubuh dan lingkungannya. Anak ingin
melakukan hal-hal yang ingin dilakukannya sendiri dengan
menggunakan kemampuan yang sudah mereka miliki, seperti
berjalan, berjinjit, memanjat, dan memilih mainan atau
barang yang diinginkan. Pada fase ini, anak akan meniru

perilaku orang lain disekitarnya dan hal ini merupakan proses


belajar.
3) Inisiatif vs rasa bersalah (3 6 tahun)
Perkembangan

inisiatif

diperoleh

dengan

cara

mengkaji lingkungan melalui kemampuan indranya. Anak


mengembangkan keinginan dengan cara eksplorasi terhadap
apa yang ada di sekelilingnya. Perasaan bersalah akan timbul
pada anak apabila anak tidak mampu berprestasi sehingga
mereka tidak puas atas perkembangan yang tidak tercapai.
4) Industri vs Inferioriti (6 12 tahun)
Anak akan belajar untuk bekerjasama dan bersaing
dengan anak dengan lainnya melalui kegiatan yang dilakukan
baik dalam kegiatan akademik maupun dalam pergaulan
melalui permainan yang dilakukan bersama. Otonomi mulai
berkembang pada fase ini, terutama awal usia 6 tahun dengan
dukungan keluarga terdekat. Kemampuan anak untuk
berinteraksi lebih luas dengan teman lingkungannya dapat
memfasilitasi perkembangan perasaan sukses (sense of
industry) tersebut.

c.

Macam-macam Masa Perkembangan


Macam-macam masa perkembangan menurut Suriadi (2005 :1),
adalah sebagai berikut :
1) Perkembangan masa bayi

Perkembangan pada masa bayi meliputi perkembangan


kognisi dan psikososial. Perkembangan kognisi pada bayi mulai
berkembang begitu lahir. Perkembangan kognisi merupakan
tahapan yang disebut sebagai sensori motor dan dalam tahapan
sensorimotor terdapat sub tahapan yang terdiri dari reflex
sederhana, kebiasaan awal dan reaksi sirkular primer, reaksi
sirkuar sekunder, koordinasi reaksi sirkular sekunder, reaksi
sirkular

tersier,

dan

internalisasi

skema.

Sedangkan

perkembangan psikososial terdiri dari perkembangan emosi dan


temperamen.
2) Perkembangan anak masa pra sekolah
Perkembangan anak masa

pra

sekolah

meliputi

perkembangan kognisi dan sosioemosional, pada perkembangan


kognisi

pada

masa

pra

sekolah

adalah

perkembangan

preoperasional, dengan ciri-ciri menggunakan simbul-simbil


tetapi tidak biasa berpikir logis, memahami identitas, memahami
sebab akibat secara sederhana, mampu mengelompokan objek,
memahami

angka-angka,

dan

rasa

empati.

Dan

untuk

perkembangan sosioemosional, pada perkembangan ini meliputi


pertumbuhan emosi, harga diri, dan bermain interaksi dengan
teman sebaya.
3) Perkembangan anak sekolah
Perkembangan anak selolah meliputi perkembangan
kognisi dan sosioemosional. Pada perkembangan kognisi pada
anak usia ini adalah operasional konkrit dengan ciri-ciri
kemampuan untuk mengenal tempat, mengetahui sebab dan

akibat, kemampuan memahami ukuran walaupun objek diubah,


dan memahami angka dan matematika. Dan pada masa
sosioemosional diantaranya meliputi harga diri, dan pertumbuhan
emosi.
4) Perkembangan remaja
Perkembangan remaja meliputi perkembamgan kognisi
dan sosioemosional. Pada perkembangan kognisi, pada masa ini
disebut operasional formal yaitu kemampuan berpikir abstrak dan
logis

dengan

mempertimbangkan,

ciri-ciri
dan

mampu

mengetes

mengembangkan,

hipotesa.

Dan

pada

perkembangan sosioemosional, tugas utama remaja adalah


menghadapi krisis antara pencapaian identitas diri dengan
kebingungan identitas.
d. Tahap - Tahap Tumbuh Kembang
Tahap-tahap tumbuh kembang menurut Soetjiningsih (2002) adalah:
1) Masa pranatal (konsepsi-lahir), terbagi atas :
a) Masa embrio (mudigah) : masa konsepsi 8 minggu
b) Masa janin (fetus) : 9 minggu kelahiran
2) Masa pasca natal, terbagi atas :
a) Masa neonatal usia 0 28 hari
a) Neonatal dini (perinatal) : 0 7 hari
b) Neonatal lanjut : 8 28 hari
b) Masa bayi
(1)

Masa bayi dini : 1 12 bulan

(2)

Masa bayi akhir : 1 2 tahun

3) Masa prasekolah (usia 3 6 tahun)

4) Anak usia sekolah ( 6 12 tahun )


5) Anak usia remaja ( 13 18 tahun.
e.

Perkembangan Anak Masa Bayi (Umur 6 bulan)


Menurut Hidayat (2005 :23), pada perkembangan motorik
kasar awal bulan ini terjadi perubahan dalam aktivitas seperti posisi
telungkup pada alas dan sudah mulai mengangkat kepala dengan
melakukan gerakan menekan kedua tangannya dan pada bulan
keempat sudah mampu memalingkan ke kanan dan ke kiri dan sudah
mulai terjadi kemampuan dalam duduk dengan kepala tegak, sudah
mampu membalik badan, bangkit dengan kepala tegak, menumpu
badan pada kaki dan dada terangkat dan menumpu pada lengan,
berayun ke depan dan ke belakang, berguling dari terlentang ke
tengkurap dan dapat duduk dengan bantuan selama waktu singkat.
Pada perkembangan motorik halus sudah mulai mengamati
benda, mulai menggunakan ibu jari dan jari telunjuk untuk
memegang, mengeksplorasi benda yang sedang dipegang, mengambil
objek dengan tangan tertangkup, mampu menahan kedua benda di
kedua tangan secara simultan, menggunakan bahu dan tangan sebagai
satu kesatuan, memudahkan objek dari satu tangan ke tangan yanga
lain.
Pada perkembangan bahasa dapat menirukan bunyi atau katakata, menoleh kearah suara atau menoleh kearah sumber bunyi,
tertawa,

menjerit,

menggunakan

vokalisasi

semakin

banyak,

menggunakan kata yang terdiri dari dua suku kata dan dapat membuat
dua bunyi vokal yang bersamaan seperti ba-ba.

Perkembangan adaptasi sosial merasa terpaksa jika ada orang


asing, mulai bermain dengan mainan, takut akan kehadiran orang
asing mudah frustasi dan memukul-mukul lengan dan kaki jika sedang
f.

kesal.
Faktor-faktor pengaruh tumbuh kembang anak
Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan pada anak
setiap individu akan mengalami siklus berbeda setiap kehidupan
manusia. Peristiwa tersebut dapat secara cepat maupun lambat
tergantung dari individu atau lingkungan. Proses percepatan dan
perlambatan tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya :
1) Faktor Hereditas
Faktor hereditas merupakan faktor yang dapat diturunkan
sebagai dasar dalam mencapai tumbuh kembang anak di samping
faktor lain. Faktor ini dapat ditentukan dengan intensitas dan
kecepatan dalam pembelahan sel telur, tingkat sensitivitas jaringan
terhadap rangsangan, umur pubertas, dan berhentinya pertumbuhan
tulang.
2) Faktor Lingkungan
a)Lingkungan Pra natal
Merupakan lingkungan dalam kandungan, mulai konsep
sampai lahir yang meliputi gizi pada waktu ibu hamil,
lingkungan mekanisme seperti posisi janin dalam uterus, zat
kimia atau toxin seperti penggunaan obat-obatan,alkohol atau
kebiasaan merokok ibu hamil, hormonal seperti adanya hormon
somatotropin, plasenta, tiroid, insulin, dan lain-lain yang
berpengaruh pada pertumbuhan janin.
b) Lingkungan Post natal

Lingkungan
mempengaruhi

setelah

tumbuh

lahir

kembang

yang
anak

juga
seperti

dapat
budaya

lingkungan, sosial ekonomi keluarga, nutrisi, iklim atau cuaca,


olahraga, posisi anak dalam keluarga, dan status kesehatan.
c)Status Sosial ekonomi
Status sosial ekonomi juga dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak. Hal ini dapat terlihat
anak dengan sosial ekonomi tinggi, tentunya pemenuhan
kebutuhan gizi sangat cukup baik dibandingkan dengan anak
sosial ekonomi rendah.
d) Nutrisi
Nutrisi adalah salah satu komponen yang penting dalam
menunjang

keberlangsungan

proses

pertumbuhan

dan

perkembangan yang menjadi kebutuhan untuk tumbuh dan


berkembang selama masa pertumbuhan, terdapat kebutuhan zat
gizi yang diperlukan seperti protein, karbohidrat, lemak,
mineral, vitamin, dan air.
e)Iklim dan cuaca
Hal ini dapat dilihat pada masa musim tertentu,
kebutuhan gizi dapat mudah diperoleh. Demikian juga terdapat
musim tertentu pula terkadang kesulitan mendapatkan makanan
yang bergizi seperti saat musim kemarau, air bersih atau
sumber makanan sangat sulit.
f) Olahraga atau latihan fisik
Dapat memacu perkembangan anak, karena dapat
meningkatkan sirkulasi darah, sehingga supai oksigen ke
seluruh

tubuh

dapat

teratur. Selain

itu,

latihan

juga

meningkatkan stimulasi perkembangan otot dan pertumbuhan


sel.
g) Posisi anak dalam keluarga
Hal ini dapat dilihat pada anak pertama atau tunggal,
dalam aspek perkembangan secara umum, kemampuan
intelektual lebih menonjol dan cepat berkembang, karena
sering berinteraksi dengan orang dewasa. Akan tetapi dalam
perkembangan motoriknya kadang-kadang terlambat karena
tidak

ada

stimulasi

yang

biasanya

dilakukan

saudara

kandungnya.
h) Status kesehatan
Hal ini dapat terlihat apabila anak dengan kondisi sehat
dan sejahtera maka percepatan untuk tumbuh kembang sangat
mudah, akan tetapi apabila kondisi status kesehatan kurang,
maka akan terjadi perlambatan.
3) Faktor hormonal
Faktor hormonal yang berperan dalam tumbuh kembang
anak, antara lain : dengan menstimulasi terjadinya proliferasi sel
kartilago dan sistem skeletal, hormon tiroid dengan menstimulasi
metabolisme tubuh, sedangkan glukokortikoid yang mempunyai
fungsi menstimulasi pertumbuhan sel interstinal dari testis untuk
memproduksi testosteron dan ovarium untuk memproduksi
estrogen.

Selanjutnya

hormon

tersebut

akan

menstimulasi

perkembangan seks baik pada anak laki-laki maupun perempuan


yang sesuai dengan peran hormonnya (Hidayat, 2005 : 21).
4) Faktor internal
Menurut Supartini (2004 : 54) faktor internal yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak adalah :
a)Kecerdasan

Anak yang dilahirkan dengan tingkat kecerdasan yang


rendah, tidak akan mencapai prestasi yang cemerlang walaupun
stimulus

yang

diberikan

lingkungan

demikian

tinggi.

Sementara anak yang dilahirkan dengan tingkat kecerdasan


tinggi dapat didorong oleh stimulus lingkungan untuk
berprestasi secara cemerlang.
b) Pengaruh Emosi
Anak belajar mengekspresikan perasaan dan emosinya
dengan meniru perilaku orang tuanya. Apabila pola seperti ini
dibiarkan, anak akan mengembangkan prilaku emosional
seperti diatas karena maturasi atau pematangan kepribadian di
peroleh

anak

melalui

proses

belajar

dari

lingkungan

keluarganya.

B.

Konsep Penyakit
1. Pengertian
Saluran gastrointestinal adalah saluran yang dimulai dari mulut
sampai anus. Fungsi saluran ini adalah untuk ingesti dan pendorongan
makanan, mencerna makanan serta penyerapan zat gizi yang penting bagi
tubuh untuk hidup dan tumbuh (Corwin, 2008).
Gangguan saluran gastrointestinal adalah keluhan pada penyakit
gastrointestinal yang berkaitan dengan kelaian local dan intra lumen
saluran cerna atau dapat disebabkan oleh penyakit sistemik (Hassan,
2001).
Pendarahan gastrointestinal (GI) adalah perdarahan yang dimulai
pada saluran pencernaan, yang memanjang dari mulut ke anus. Jumlah

perdarahan dapat berkisar dari hampir tidak terdeteksi sampai akut, besar,
dan mengancam kehidupan (Bjokman, 2007).
Perdarahan gastrointestinal adalah perdarahan yang terjadi dimana
saja disepanjang saluran cerna. Bila perdarahan berasal dari esophagus,
lambung dan duedenium, maka menyebabkan hematemesis. Apabila
perdarahan ringan sampai sedang dari sebelah atas ileum distal maka
cenderung menyebabkan berak yang berwarna hitam dan berkonsistensi
seperti ter, yang disebut melena dan apabila perdarahan besar pada
duodenum atau bagian atasnya juga dapat menyebabkan melena (Nelson,
2000).
Perdarahan gastrointestinal (GI) dapat terjadi di mana saja di
sepanjang saluran pencernaan - dari mulut ke anus, dengan sejumlah besar
menyebabkan potensi dan tingkat keparahan gastroenterologist (Ellis,
2007).
Berdasarkan

keterangan

diatas

dapat

disimpulkan

bahwa

perdarahan gastrointestinal adalah suatu perdarahan yang terjadi pada


saluran gastrointestinal yang dimulai dari mulut sampai anus yang bisa
menyebabkan terjadinya hematesmesis apabila terjadi dibagian atas dan
melena apabila terjadi pada anus.
2. Penyebab
Menurut Stratemeier (2009), penyebab perdarahan gastrointestinal
(GI) diklasifikasikan ke atas atau bawah, tergantung pada lokasi mereka di
saluran pencernaan .
a.

Perdarahan gastrointestinal atas

Perdarahan gastrointestinal atas berasal dari bagian pertama dari


saluran GI : kerongkongan , lambung atau duodenum (bagian pertama
dari usus ). Perdarahan bisa berasal dari konsumsi racun kaustik atau
kanker perut . Paling sering, perdarahan GI atas disebabkan oleh salah
satu dari berikut:
1) Ulkus peptikum
Peptic ulcer : ulkus peptikum dilokalisasi erosi dari dinding saluran
pencernaan. Ulkus biasanya terjadi di perut atau duodenum.
Perincian hasil kerusakan dinding pembuluh darah, menyebabkan
perdarahan. Ketika lendir membran rusak, mereka tidak dapat
melawan efek yang keras asam lambung. Nonsteroidal obat antiinflamasi (NSAID), aspirin, alkohol, dan merokok rokok
mempromosikan tukak lambung pembentukan. Helicobacter pylori
adalah jenis bakteri yang juga mempromosikan pembentukan
ulkus.
2) Radang perut
Gastritis: radang dinding lambung, yang dapat mengakibatkan
pendarahan. Gastritis juga hasil dari ketidakmampuan lambung
lapisan untuk melindungi diri dari asam yang dihasilkannya.
NSAID, steroid,

alkohol,

luka bakar, dan

trauma

dapat

menyebabkan gastritis.
3) Esophageal varises
Esophageal varises: pembengkakan di urat kerongkongan atau
perut biasanya hasil dari penyakit hati . Varises paling umum hasil

dari alkohol hati sirosis . Bila varises berdarah, pendarahan dapat


besar dan bencana dan terjadi tanpa peringatan.
4) Mallory-Weiss
Mallory-Weiss : Air mata di kerongkongan atau dinding perut,
sering sebagai akibat dari muntah atau muntah-muntah. Air mata
juga dapat terjadi setelah kejang, kuat batuk atau tertawa,
mengangkat, tegang, atau melahirkan. Dokter sering menemukan
air mata di orang-orang yang baru binged pada alkohol
b.

Perdarahan gastrointestinal bawah


Perdarahan gastrointestinal bawah berasal dari bagian-bagian
dari saluran pencernaan jauh ke dalam segmen sistem pencernaan dari
usus kecil jauh dari perut, usus besar, rektum dan anus. Penyakit
divertikular, angiodisplasia, polip, wasir dan fissures anal yang paling
sering menyebabkan perdarahan. Darah dalam tinja dapat hasil dari
kanker, penyakit usus inflamasi, dan menular diare

3. Tanda dan gejala


Menurut Yuliansyah (2009), tanda dan gejala yang sering
menyertai pada perdarahan gastrointestinal antara lain adalah :
a.

Tanda-tanda perdarahan gastrointestinal antara lain, hipertensi


portal, obstruksi intestinal, koagulopati, epistaksis, fisura ani dan
hemoroid. Peningkatan nadi 20/menit atau penurunan tekanan darah
sistolik 10 mmHg saat dari duduk akan berdiri, adalah tanda terjadi
perdarahan yang cukup signifikan.

b.

Gejala perdarahan gastrointestinal ditandai dengan darah merah


segar dari mulut, Muntahan darah merah segar atau seperti kopi,
Melena, darah segar bercampur tinja, darah diluar tinja.
Menurut Sudarmo (2009), pada manifestasi klinis dengan

perdarahan gastrointestinal perlu dilakukan evaluasi yaitu :


a. Perlu dikonfirmasi apakah memang benar darah yang keluar dan
benar-benar keluar dari traktus digestivus
b. Berapa banyak darah yang keluar dan karakteristiknya
c. Apakah anak tampak sakit akut atau kronis
d. Dicari adanya tanda-tanda hipertensi portal, obstruksi intestinal,
koagulopati, epistaksis, fisura ani dan hemoroid.
e. Peningkatan nadi 20/menit atau penurunan tekanan darah sistolik 10
mmHg saat dari duduk akan berdiri, adalah tanda terjadi perdarahan
yang cukup signifikan.
f. Apakah perdarahan masih berlangsung
Tabel 2. 1 : Identifikasi asal perdarahan gastrointestinal
Gejala klinis
Darah merah segar dari
mulut
Muntahan darah merah
segar atau seperti kopi

Lokasi perdarahan
Lesi mulut atau nasofaring
Varises esofagus
Laserasi esofagus/mukosa gaster
(Mallory weiss syndrome)
Lesi proksimal dari ligamen Treitz

4. Patofisiologi
Traktus gastrointestinalis mempunyai area yag sangat luas, juga
kaya

dengan

vaskularisasi,

banyak

mensekresi

enzim,

menjaga

keseimbangan osmotic dan berfungsi untuk absorpsi. Perdarahan dapat

disebabkan oleh karena erosi mukosa, malformasi pembuluh darah,


koagulopatia atau akibat dari hipertensi portal. Pada perdarahan akut dapat
terjadi secara tiba-tiba sering tanpa diikuti gejala lain. Walau demikian
dapat disertai gejala seperti kelelahan, nyeri dan lemas. Pada perdarahan
kronis terutama pada PSMB, penderita dapat melena, hematemesis
berulang dengan heme feses positif, baik dengan atau tanpa disertai
anemia. Pada beberapa penderita perdarahan berlangsung perlahan dengan
kompensasi system hemapoetik, juga terdapat episode perdarahan
berulang disertai penurunan hematokrit akut. Tempat perdarahan pada
penderita ini biasanya dapat diketahui, tetapi pada beberapa penderita
walaupun dilakukan pemeriksaan yang intensif dan berulang, kadangkadang sumber perdarahan tidak di temukan hanya anemia defisiensi besi
kronis atau berulang dengan heme feses (+) , tetap tidak tetapi tidak
ditemukan tempat perdarahan yang nyata. Perdarahan ini menjadi dilemma
baik dalam diagnosis maupun terapinya.
1.

Koagulopati
Penderita hemofilli A atau B (defisiensi factor VIII dan IX)
mepunyai insiden PSM 10-25%. Lebih sering berupa ulkus peptikum
dan gastritis. Keadaan ini Nampak pada defisinsi sedang dan berat.
Penderita kelainan anti koagulan ini mempunyai resiko perdarahan
yang tinggi terutma bila diberi obat meebihi dosis terapi. Obat-obat
yang berpotensi terhadap faktor-faktor pembekuan yaitu derivate uarin,
antibiotika (kloramphenikol, metronidazol, trimetoprim, dan sulfa
metoksasol), fenitoin, barbiturate dan salisilat. Pada penderita penyakit

liver kronis dapat terjadi hipertensi portal dengan varises-esofagus,


gaster dan duodenum, bisa juga terjadi defisiensi beberapa faktor
koagulasi karena kurangnya fungsi sintesis , terlebih oleh adanya
defisiensi beberapa faktor koagulasi karena kurangnya fungsi sintesis,
terlebih oleh adanya defisiensi asam empedu,pada penderita ini mudah
terjadi malbsorbsi vit K. Defisiensi vit K ini dapat mengalami
komplikasi

menjadi

sindorma

malabsorbsi

dengan

tendensi

perdarahan, dimana perdarahan menjadi jelas dan lebih cepat pada


kasus hipoprotombinemia.
2.

Hipertensi portal
Bila terdapat gangguan aliran darah portal, secara spona terjadi
shunt portosistemik melibatkan vena-vena besar. Lokasi yang mudah
terancam adalah esofagus,fundus, gaster , duodenum dan rectum. Lesi
prehepatik lebih banyak mengenai ank daripada orang dewasa disertai
thrombosis vena porta (contohnya setelah dilakukan kateterisasi v.
umblikalis) atau trombosi vena linealis pada pancreatitis kronis. Lesilesi fibrosis pada liver seperti skistosomiasis dan fibrosis hepatic
kongeital mempunyai gambaran yang sama. Semua kasus ini
mempunyai tekanan portal yang normal. Pada sirosis apapun
penyebabnya sering disertai hipertensi portal, dimana tekanan darah
portal meningkat. Hipertensi portal suprahepatik jarang terjadi, terlihat
dengan adanya obstruksi v. hepatic, gagal hati kongestif yang berat
atau perikarditis. Perdarahan pada hipertensi local biasanya cepat
berupa melena dan atau hematemesis, dan sering terjadi intermiten.

3.

Kelainan vaskuler.
Adanya riwayat keluara PSM kronis, tranfusi darah berulang,
adanya bukti perdarahan di saluran makan, harus diperhatikan
kemungkinan adanya perdarahan telangiectasia (penyakit Osler-weberrendu), bersifat herediter autosom dominant. Pada yang lebih muda
tidak terdapat lesi kulit yang spesifik saat PSM manifest. Pada
sindroma klippel-trenaunay dengan karakterisik deformitas tungkai/
lengan disertai malformasi vaskuler kulit, mungkin juga terdapat PSM,
yang dapat menjadi hemangiom di usus. Sindromo turner dapat
mengalami komplikasi oleh telengiecatasis tr. GI, terlebih pada
penderita yang mengalami peningkatan insiden penyakit radang usus.
Terdapatnya hubungan antara persendian yang bersifat hipermobil
dengan PSM mengarahkan diagnosis kelainan jaringan ikat herediter,
yaitu sindroma ehler-danlos, khususnya tipe IV. Dalam hal ini
endoskopi dilakukan secara hati-hati karena kemungkinan adanya
perforasi meskipun lokasi perdarahan masih belum diketahui. Kejadian
perivaskuler dengan PSM diperkirakan 10%.

4.

Kelainan mukosa
Pada traktus GI bag atas, ulkus peptikum seringkali mengalami
erosi dan ulserasi yang berat, refluk gastroesofageal sampai ulserasi
dari antrum dan atau duodenum karena infeksi campylobacter pilori
(riwayat keluarga positif terdapat pada 25-50% penderita). Asam asetil
salisilat (aspirin) seringkali berkaitan dengan kasus PSM. Selama
menggunakan aspirin, episode perdarahan berlanjut selama infeksi

akut, tetapi kadang-kadang hanya satu kali. Perdarahan dapat timbu


baik dari erosi local atau dari gastritis yang difus, yang semakin
bertambah oleh karena penurunan daya lekat platelet. NSAID juga
menyebabkan erosi traktus GI bagian atas.
Penyakit radang usus sering menyebabkan PSM, asal perdarahan
dapat berasal dari penyakit crohn atau colitis ulseratif, perdarahan
bersifat massif, berasal dari area yang luas dan menyebabkan turunya
kadar hemoglobin.
Pada polip juvenile tanpa disertai rasa sakit, denga darah feses
warna merah terang. Adanya riwayat keluarga polip kolon multiple
adenomatosa mengarahkan diagnosis poliposis familial (autosomdominant) disertai perdarahan rectum ringan pada anak, yang sering
menjadi karsinoma pada dewasa muda.

Pathway
(PSMA), epitaksis, varises
esofagei, peptic/erosive tukak

Koagulapati
Pembekuan
Penurunan
Perdarahan
fungsi
terganggu
sintesis
Volume
cairan

(PSMB), alergi susu, intususepsi, polip,


divertikulum, colitis ulserative

Mual
Ulserasi
muntah
Gagal
hati kongestif
Erosi
mukosa
Hipertensi
portal
Kurang
pengetahuan
Cemas
Refluk gastrointestinal
Hematemesis
Perikarditis
Peningkatan
Obstruksi vena
tekanan
Melena
hepatik
portal
Nutrisi
Kurang
informasi

5. Penatalaksanaan
Sumber
: Suraatmaja (2007 : 207-208)
Menurut Rochman (2007), penalataksanaan pada perdarahan
gastrointestinal adalah :
a. Penatalaksanaan kolaboratif

1) Intervensi awal mencakup 4 langkah:


a)

kaji keparahan perdarahan

b)

gantikan cairan dan produk darah untuk mnengatasi shock

c)

tegakan diagnosa penyebab perdarahan dan

d)

rencanakan danlaksanakan perawatan definitif.

2) Resusitasi cairan dan produk darah:


a) Pasang akses intravena dengan kanul berdiameter besar
b) Lakukan penggantian cairan intravena: RL atau Normal saline
c) Kaji terus tanda-tanda vital saat cairan diganti
d) Jika kehilangan cairan > 1500 ml membutuhkan penggantian
darah selain cairan. Untuk itu periksa gol darah dan crossmatch
e) Kadang digunakan obat vasoaktif sampai cairan seimbang
untuk mempertahankan tekanan darah dan perfusi orghan vital,
seperti:

dopamin,

epineprin

dan

norefineprin

untuk

menstabilkan pasien sampai dilakukan perawatan definitif.


3) Mendiagnosa Penyebab Perdarahan
a) Dilakukan dengan endoskopi pleksibel
b) Pemasangan

selang

nasogastrik

utuk

mengkaji

tingkat

perdarahan (tetapi kontroversial)


c) Pemeriksaan barium (double contrast untuk lambung dan
duodenum.
d) Pemeriksaan tersebut dilakukan pada berbagai posisi terutama
pada 1/3 distal esopagus, kardia dan fundus lambung untuk

mencari ada tidaknya varises, sedini mungkin setelah


hematemisis berhenti.
e) Angiografi (jika tidak terkaji dengan endoskofi)
4) Perawatan definitif
a) Terapi Endoskofi
(1)

Skleroterapi, menggunakan pensklerosis : natrium


morrhuate atau natrium tetradesil sulfat. Agen ini melukai
endotel

menyebabkan

nekrosis

dan

akhirnya

mengakibatkan sklerosis pembuluh yang berdarah.


(2)

Endoskopi tamponade termal mencakup probe pemanas,


fotokoagulasi laser dan elektrokoagulasi.

b) Bilas Lambung
(1)

Dilakukan

selama

periode

perdarahan

akut

(kontroversial, karena mengganggu mekanisme pembekuan


normal. Sebagian lain meyakini lambung dapat membantu
membersihkan

darah

dalam

lambung,

membantu

mendiagnosis penyebab perdarahan selama endoskofi)


(2)

Jika diinstruksikan bilas lambung maka 1000-2000 ml


air atau normal dalam suhu kamar dimasukkan dengan
menggunakan

NGT. Kemudian

dikeluarkan

kembali

dengan spuit atau dipasang suction sampai sekresi lambung


jernih.
(3)

Bilas lambung pakai es dianjurkan apabila tidak


mengakibatkan perdarahan

(4)

Irigasi lambung dengan cairan normal saline levarterenol


agar

menimbulkan

vasokontriksi.

Setelah

diabsorbsi

lambung obat dikirim melalui sistem vena porta ke hepar


dimana metabolisme terjadi, sehingga reaksi sistemik dapat
dicegah. Pengenceran biasanya menggunakan 2 ampul
dalam 1000 ml larutan.
(5)

Pasien berresiko mengalami aspirasi lambung karena


pemasangan NGT dan peningkatan tekanan intragastrik
karena darah atau cairan yang digunakan untuk membilas.
Pemantauan distensi lambung dan membaringkan pasien
dengan kepala ditinggikan penting untuk mencegah refluk
isi

lambung.

Bila

posisi

dalam

tersebut

terjadi

kontraindikasi, maka diganti posisi dekubitus lateral kanan


agar memudahkan mengalirnya isi lambung melewati
pilorus.
c) Pemberian Pitresin
(1)

Dilakukan bila dengan bilas lambung atau skleroterapi


tidak menolong, maka diberikan vasopresin (Pitresin)
intravena.

(2)

Obat ini menurunkan tekanan vena porta dan oleh


karenanya

menurunkan

aliran

darah

pada

tempat

perdarahan
(3)

Dosis 0,2-0,6 unit permenit. Karena vasokontsriktor


maka harus diinfuskan melalui aliran pusat.

(4)

Ranitidin 2-3 mg/kg/hari, diberikan 2 kali sehari

(5)

Pada esofagitis, berat dan ulkus peptikum: Omeprazole


0,6-3 mg/kg/hari, diberikan 1 kali sehari.

d) Mengurangi asam lambung


(1)

Turunkan keasaman sekresi lambung, dengan obat


histamin (H2) antagonistik, contoh: simetidin (tagamet),
ranitidin hidrokloride (zantac) dan famotidin (pepcid)

(2)

Dosis tunggal dapat menurunkan sekresi asam selama


hampir 5 jam.

(3)

Ranitidin iv: 50 mg dicairkan 50 ml D5W setiap 6 jam.


Simetidin iv: 300 mg dicairkan dalam dosis intermiten 300
mg dicairkan dalam 50 mg D5W setiap 6 jam atau sebagai
infus intravena kontinu 50 mg/jam. Hasil terbaik dicapai
jika pH lambung 4 dapat dipertahankan.

(4)

Antasid juga biasanya diberikan

e) Memperbaiki status hipokoagulasi


(1)

Pemberian vitamin K dalam bentuk fitonadion (aqua


mephyton) 10 mg im atau IV dengan lambat untuk
mengembalikan masa protrombin menjadi normal.

(2)

Dapat pula diberikan plasma segar beku

f) Asuhan Keperawatan
Menurut Rochman (2007), asuhan keperawatan yang
harus dilakukan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal
adalah :

(1)

Pasien dipertahankan istirahat sempurna, karena gerakan


seperti batuk, mengejan meningkatkan tekanan intra
abdomen sehingga dapat terjadi perdarahan lanjut.

(2)

Bagian kepala tempat tidur tetap ditinggikan untuk


mengurangi aliran darah ke sistem porta dan mencegah
refluk ke dalam esopagus.

(3)

Karena pasien tidak dapat menelan saliva maka harus


sering di suction dari esopagus bagian atas

(4)

Nasofaring harus sering sisuction karena peningkatan


sekresi akibat iritasi oleh selang

(5)

NGT harus diirigasi setiap 2 jam untuk memastikan


kepatenannya dan menjaga agar lambung tetap kosong.

(6)

Lubang hidung harus sering diperiksa, dibersihkan dan


diberi pelumas untuk mencegah area penekanan yang
disebabkan selang.

(7)

Jangan membiarkan darah berada dalam lambung karena


akan masuk ke intestin dan bereaksi dengan bakteri
menghasilkan amonia, yang akan diserap ke dalam aliran
darah. Sementara kemapuan hepar untuk merubah amonia
menjadi urea rusak, dan dapat terjadi intoksikasi ammonia

g) Terapi Pembedahan
(1)

Reseksi lambung (antrektomi)

(2)

Gastrektomi

(3)

Gastroentrostomi

(4)

Vagotomi
Billroth I : prosedur yang mencakup vagotomi dan
antrektomi dengan anastomosis lambung
pada duodenum.
Billroth II : meliputi vagotomi, reseksi antrum dan
anastomosis lambung pada jejunum

(5)

Operasi dekompresi hipertensi porta

b. Penatalaksanaan keperawatan
1) Pengkajian
a) Anamnesis, Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium
(1)

Anamnesis : perlu ditanyakan tentang:

(2)

Riwayat penyakit dahulu: hepatitis, penyakit hati


menahun, alkohlisme, penyakit lambung, pemakaian obatobat ulserogenikdan penyakit darah seperti leuikemia, dll.

(3)

Pada perdarahan karena pecahnya varises esophgaus,


tidak ditemukan keluhan nyeri atau pedih di daerah
epigastrium

(4)

Tanda-gejala hemel timbul mendadak

(5)

Tanyakan prakiraan jumlah darah: misalnya satu gelas,


dua gelas atau lainnya.

b) Pemeriksaan Fisik
(1)

Keadaan umum

(2)

Kesadaran

(3)

Nadi, tekanan darah

(4)

Tanda-tanda anemia

(5)

Gejala hipovolemia

(6) Tanda-tanda hipertensi portal dan sirosis hati: spider nevi,


ginekomasti, eritema palmaris, capit medusae, adanya
kolateral, asites, hepatosplenomegali dan edema tungkai.
c) Laboratorium
(1)

Hitung darah lengkap: penurunan Hb, Ht, peningkatan


leukosit

(2)

Elektrolit:

penurunan

kalium

serum;

peningkatan

natrium, glukosa serum dan laktat.


(3)

Profil hematologi: perpanjangan masa protrombin,


tromboplastin

(4)

Gas darah arteri: alkalosis respiratori, hipoksemia.

2) Pemeriksaan Radiologis
a) Dilakukan dengan pemeriksaan esopagogram untuk daerah
esopagus dan double contrast untuk lambung dan duodenum.
b) Pemeriksaan tsb dilakukan pada berbagai posisi terutama pada
1/3 distal esopagus, kardia dan fundus lambung untuk mencari
ada tidaknya varises, sedini mungkin setelah hematemisis
berhenti.
3) Pemeriksaan Endoskopi
a) Untuk menentukan asal dan sumber perdarahan
b) Keuntungan lain: dapat diambil foto, aspirasi cairan dan biopsi
untuk pemeriksaan sitopatologik

c) Dilakukan sedini mungkin setelah hematemisis berhenti.


6. Diagnosa Keperawatan
a.

Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah akut,


penggantian cepat volume dengan cairan kristaloid.

b.

Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan aliran


intravena

c.

Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan


kapasitas angkut oksigen dan faktor-faktor resiko aspirasi.

d.

Cemas / takut berhubungan dengan lingkungan yang tidak dikenal

e.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan mual, muntah dan tidak ada nafsu makan

7. Fokus Intervensi
a. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah akut,
penggantian cepat volume dengan cairan kristaloid (Carpenito, 2001)
Tujuan : Pasien akan tetap stabil secara hemodinamik
Intervensi Keperawatan :
1)

Pantau vital sign setiap jam

2)

Pantau nilai-nilai hemodinamik

3)

Ukur output urine tiap jam

4)

Ukur I dan O dan kaji keseimbangan

5)

Berikan cairan pengganti dan produk darah sesuai instruksi.


Pantau adanya reaksi yang merugikan terhadap komponen terapi.
Tirang baring total, baringkan pasien terlentang dengan kaki
ditinggikan untuk meningkatkan preload jika pasien mengalami

hipotensi. Jika terjadi normotensi tempatkan tinggi bagian kepala


tempat tidur pada 45 derajat untuk mencegah aspirasi isi lambung.
6)

Pantau Hb dan Ht

7)

Pantau elektrolit

8)

Periksa feses terhadap darah untuk 72 jam setelah masa akut.

Rasional

: mengganti

kehilangan

cairan

dan

memperbaiki

keseimbangan cairan dalam fase segera atau pasien mampu memenuhi


cairan peroral (Doenges, 2000).
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kapasitas
angkut oksigen dan faktor-faktor resiko aspirasi (Doenges, 2000)
1) Tujuan :
Pasien akan mempertahankan oksigenasi dan pertukran gas yang
adekuat
2) Intervensi Keperawatan :
a) Pantau SaO2 dengan menggunakan oksimetri atau ABG
b) Pantau bunyi nafas dan gejala-gejala pulmoner
c) Gunakan suplemen O2 sesuai instruksi
d) Pantau suhu tubuh
e) Pantau adanya distensi abdomen
f) Baringkan pasien pada bagian kepala tempat tidur yang
ditinggikan jika segalanya memungkinkan
g) Pertahankan fungsi dan patensi NGT dengan tepat
h) Atasi segera mual
i) Pertahankan kestabilan selang intravena.

j) Ganti larutan intravena sedikitnya tiap 24 jam


Rasional : penurunan kandungan oksigen (PaO2) dan atau saturasi atau
peningkatan PaCO2 menunjukkan kebutuhan untuk intervensi atau
perubahan program terapi.
c. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan aliran intravena
Tujuan : Pasien tidak akan mengalami infeksi nosokomial
Intervensi Keperawatan :
1) Ukur suhu tubuh setiap jam
2) Pantau sistem intravena terhadap patensi, infiltrasi, dan tanda-tanda
infeksi
3) Ganti letak intravena setiap 48-72 jam
4) Letak insersi setiap shift
5) Gunakan tehnik aseptik saat mengganti balutan dan selang.
Pertahankan balutan bersih dan steril
6) Ukur sel darah putih
Rasional : berikan deteksi dini terjadinya proses infeksi atau
pengawasan penyembuhan.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual, muntah dan tidak ada nafsu makan (Hidayat,2006)
Tujuan : Kebutuhan nutrisi anak terpenuhi
Intervensi :
1) Berikan deit TKTP atau nutrisi yang adekuat.
2) Berikan sari buah yang banyak mengandung air.
3) Berikan makanan yang diserta dengan suplemen nutrisi

4) Anjurkan orang tua untuk memberikan makanan dengan tehknik


porsi kecil tetapi sering.
5) Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama.
6) Pertahankankan kebersihan mulut pasien
7) Jelaskan

pentingnya

intake

nutrisi

yang

adekuat

untuk

penyembuhan penyakit.
Rasional

malnutrisi

adalah

kondisi

gangguan

minat

yang

menyebabkan depresi, agitasi dan mempengaruhi fungsi kognitif atau


pengambilan keputusan. Perbaikan status nutrisi meningkatkan
kemampuan berpikir dan kerja psikologis.
e. Cemas / takut berhubungan dengan lingkungan yang tidak dikenal
(Hidayat,2006).
Tujuan : pasien tidak cemas selama dirawat dirumah sakit.
Intervensi:
1)

Berikan suasana yang hangat dan menerima bagi anak dan orang
tua.

2)

Bantu orang tua mengenali perilaku cemas anaknya.

3)

Anjurkan agar orang tua selalu dekat dengan pasien.

4)

Pertahankan kontak anak dengan orang tua atau saudara


kandung.

Rasional : rasa cemas yang berlebihan atau terus menerus akan


mengakibatkan reaksi stress yang berlebihan, resiko potensial dari
pembalikan reaksi terhadap prosedur.

f. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi (Wong,


2002 : 534)
Tujuan

: Pasien dan keluarga melakukan perubahan pada hidup


dan berpartisipasi dalam program pengobatan.

Intervensi :
1) Diskusikan aspek ketidakmampuan dari penyakit, lamanya
penyembuhan dan harapan kesembuhan.
2) Berikan informasi dalam bentuk tertulis dan verbal.
3) Pilih metode, perbendaharaan kata, dan isi yang sesuai dengan
tingkat pendidikan pasien dan keluarga untuk memaksimalkan
pembelajaran.
4) Pilih lingkungan yang kondusif untuk pembelajaran.
Rasional : memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat
membuat pilihan informasi atau keputusan tentang masa depan dan
kontra masalah kesehatan.

C.

Hospitalisasi
1. Pengertian
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan
yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah
sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke
rumah.
Berbagai perasaan yang sering muncul yaitu : cemas, marah, sedih,
takut, dan rasa bersalah. Perasaan tersebut dapat timbul karena

menghadapi sesuatu yang baru dan belum pernah dialami. Apabila anak
stress selama masa perawatan, orangtua menjadi stres juga, dan stress pada
orang tua akan membuat tingkat stress anak semakin meningkat (Supartini,
2004: 133)
2. Stressor pada Anak dengan yang Dirawat di Rumah Sakit
a. Cemas karena perpisahan
Sebagian besar stress yang terjadi pada bayi di usia
pertengahan sampai anak periode prasekolah, khususnya anak yang
berumur 6 sampai 30 bulan adalah cemas karena perpisahan.
Balita belum mampu berkomunikasi dengan menggunakan
bahasa yang memadai dan memiliki pengertian yang terbatas terhadap
realita. Hubungan anak dengan ibu adalah sangat dekat, akibatnya
perpisahan dengan ibu akan menimbulkan rasa kehilangan pada anak.
Respon perilaku anak dengan akibat perpisahan dibagi dalam
tiga tahap, yaitu:
1) Tahap protes (phase of protes)
Tahap ini dimanifestasikan dengan menangis kuat, menjerit dan
memanggil ibunya atau menggunakan tingkah laku agresif seperti
menendang, menggigit, memukul, mencubit dan menolak perhatian
orang lain.
2) Tahap putus asa (phase of despair)
Pada tahap ini anak tampak tegang, tangisannya berkurang, tidak
aktif, kurang berminat untuk bermain, tidak ada nafsu makan,
menarik diri, tidak mau berkomunikasi, sedih, apatia, dan agresi

(misalnya mengompol atau menghisap jari). Pada tahap ini kondisi


anak mengkhawatirkan karena anak menolak untuk makan,
minum, atau bergerak.
3) Tahap menolak (phase of denial)
Secara samar-samar anak menerima perpisahan, mulai tertarik
dengan apa yang ada di sekitarnya dan membina hubungan dangkal
dengan orang lain. Anak mulai kelihatan gembira. Fase ini
biasanya terjadi setelah perpisahan yang lama dengan orang tua.
b. Kehilangan kendali
Balita

berusaha

sekuat

tanaga

untuk

mempertahankan

otonominya. Hal ini terlihat jelas dalam perilaku mereka dalam hal
kemampuan motorik, bermain, melakukan hubungan interpersonal,
melakukan ADL dan komunikasi. Akibat sakit dan dirawat di rumah
sakit anak akan kehilangan kebebasan dan pandangan egosentris dalam
mengembangkan otonominya. Hal ini akan menimbulkan regresi.
c. Luka pada tubuh dan rasa sakit (rasa nyeri)
Konsep tentang citra tubuh (body image), khususnya
pengertian yang mengenai perlindungan tubuh (body boundaries),
sedikit sekali berkembang pada balita. Berdasarkan hasil pengamatan,
bila dilakukan pemeriksaan telinga, mulut, atau suhu pada anus akan
membuat anak menjadi cemas. Reaksi anak terhadap tindakan yang
tidak menyakitkan, sama seperti reaksi terhadap tindakan yang sangat
menyakitkan.
3. Reaksi Keluarga terhadap Anak yang Sakit dan Dirawat di Rumah Sakit

a. Reaksi orang tua


Dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
1) Tingkat keseriusan penyakit anak
2) Pengalaman sebelumnya terhadap sakit dan dirawat di rumah sakit
3) Prosedur pengobatan
4) Sistem pendukung yang tersedia
5) Kekuatan ego individu
6) Kemampuan dalam penguasaan koping
7) Dukungan dari keluarga
8) Kebudayaan dan kepercayaan
9) Komunikasi dalam keluarga
b. Reaksi saudara sekandung (sibling)
Kesepian, ketakutan, khawatir, marah, cemburu, benci dan
merasa bersalah
c. Penurunan peran anggota keluarga
Dampak dari perpisahan terhadap peran keluarga adalah
kehilangan peran orang tua, saudara, anak, dan cucu. Perhatian orang
tua hanya tertuju pada anak yang sakit, akibatnya saudara-saudaranya
yang lain menganggap bahwa hal tersebut adalah tidak adil (Nursalam,
2005 :18 21)

Anda mungkin juga menyukai