Anda di halaman 1dari 25

TUGAS MAKALAH

IBADAH DAN MUAMALAH

TAFSIR SURAT :
1. AL BAQARAH AYAT 216-262
2. AL MAIDAH AYAT 6
3. AT TAUBAH AYAT 60

DINI NUR SEPTIANI


1502500797
S1 MANAJEMEN (MINANG MALAM)

Allah Subhanahu wa Taala berfirman:

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang


menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih
yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah
melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah
Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui. (Q.S. Al-Baqarah: 261)
Pada ayat ini Allah s.w.t. menggambarkan keberuntungan orang yang
suka membelanjakan atau menyumbangkan harta bendanya di jalan
Allah, yaitu untuk mencapai keridhaan-Nya.Hubungan antara infak dan
hari akhirat adalah erat sekali karena sebagaimana diketahui, seseorang
tak akan mendapat pertolongan apa pun dan dari siapa pun pada hari
akhirat itu, kecuali dari hasil amalnya sendiri selagi ia masih di dunia,
antara lain amalnya yang berupa infak di jalan Allah.
10] Syaikh As Sadiy membuat lima puluh kesimpulan dari ayat ini, yang
kami ringkas sebagai berikut:
1. Mengamalkan apa yang disebutkan dalam ayat di atas termasuk bagian
dari keimanan, karena Allah memulainya dengan kata-kata Wahai orangorang yang beriman!dst yakni wahai orang-orang yang beriman!
Kerjakanlah apa yang disyraiatkan kepadamu sebagai konsekwensi
imanmu.
2. Perintah mendirikan shalat.
3. Perintah memasang niat ketika hendak shalat. Hal ini diambil dari katakata Idzaa qumtum ilash shalaah.
4. Suci (dari hadats kecil dan hadats besar) termasuk syarat sah shalat.
5. Bersuci tidaklah wajib karena masuknya waktu shalat, tetapi wajib
karena hendak mengerjakan shalat.
6. Semua perbuatan yang disebut sebagai shalat, baik shalat fardhu
maupun sunat, demikian juga yang fardhu kifayah seperti shalat jenazah
disyaratkan harus bersuci. Bahkan menurut kebanyakan ulama untuk
sujud (saja) disyaratkan harus suci, seperti untuk sujud syukur dan sujud
tilawah.
P a g e 2 | 25

7. Perintah membasuh wajah. Wajah itu panjangnya dari atas kepala


tempat tumbuh rambut sampai ke bagian bawah rahang dan dagu,
sedangkan lebarnya dari telinga yang satu ke telinga yang satunya lagi.
Termasuk di dalamnya berkumur-kumur dan menghirup air ke hidung
berdasarkan As Sunnah, dan termasuk pula rambut yang ada di wajah.
Jika rambutnya tipis, maka air harus sampai ke kulit, tetapi jika lebat,
maka cukup bagian atasnya saja.
8. Perintah membasuh kedua tangan sampai siku. Kata Ilaa (sampai) di
sini menurut jumhur mufassir berarti maa (beserta) sebagaimana ayat
Wa laa takuluu amwaalahum ilaa amwaalikum (An NIsaa: 2), di
samping itu kewajiban itu tidaklah sempurna kecuali dengan membasuh
semua siku.
9. Perintah mengusap kepala.
10. Wajibnya mengusap seluruh kepala.
11. Dalam mengusap dianggap cukup bagaimana pun caranya, baik
dengan kedua tangan atau hanya satu tangan, bahkan dengan kain pun
dipandang cukup..
12. Yang wajib adalah mengusap (untuk kepala), oleh karenanya jika
seseorang mencuci kepalanya dan tidak menjalankan tangannya, maka
belum cukup, karena sama saja ia tidak mengerjakan yang diperintahkan
Allah.
13. Perintah membasuh kedua kaki sampai mata kaki, dan dalam hal ini
pembahasannya sama dengan membasuh tangan.
14. Di dalam ayat tersebut terdapat bantahan kepada kaum Rafidhah jika
menggunakan qiraat (bacaan) jumhur yaitu dengan difat-hahkan lafaz
arjulakum, dan tidak bolehnya mengusap kedua kaki ketika terbuka.
15. Di dalamnya terdapat isyarat menyapu kedua sepatu (khuffain) ketika
memakai sepatu, jika lafaz arjulakum dikasrahkan menjadi arjulikum.
P a g e 3 | 25

16. Perintah tertib dalam berwudhu, karena Allah menyebutkan secara


tertib.
17. Perintah tertib adalah dalam keempat anggota badan yang disebutkan
dalam ayat di atas (wajah, tangan, kepala dan kaki), adapun tertib dalam
hal berkumur-kumur dan beristinsyaq (menghirup air ke hidung), atau
antara yang kanan dengan kiri (baik tangan atau kaki), maka tidak wajib,
namun dianjurkan mendahulukan berkumur-kumur, lalu beristinsyaq dan
mendahulukan yang kanan daripada yang kiri serta mendahulukan
mengusap kepala daripada mengusap telinga.
18. Perintah memperbarui wudhu untuk setiap shalat.
19. Perintah mandi dari junub.
20. Wajib meratakan membasuh ke seluruh badan dalam mandi (yakni
meratakan air ke seluruh badan), karena Allah menyandarkan kata
tathahhur (menjadi suci) kepada badan.
21. Perintah membasuh bagian luar kepala dan dalamnya dalam mandi
junub.
22. Hadats kecil ikut masuk ke dalam hadats besar, oleh karenanya hal itu
dapat diwakili dengan memasang niat untuk mandi, lalu meratakan air ke
seluruh badan, karena Allah tidak menyebut selain faththahharuu dan
tidak menyebutkan harus mengulangi wudhu.
23. Junub mencakup kepada orang yang keluar mani baik dalam keadaan
sadar atau sedang tidur atau berjima meskipun tidak keluar maninya.
24. Barang siapa yang ingat bahwa dirinya mimpi, namun tidak
mendapatkan basahnya, maka ia tidak wajib mandi karena belum
terwujud junub.
25. Disebutkan nikmat Allah kepada hamba-hamba-Nya dengan adanya
syariat tayammum.
P a g e 4 | 25

26. Termasuk sebab yang membolehkan tayammum adalah sakit yang


membahayakan dirinya jika menggunakan air.
27. Termasuk sebab yang membolehkan tayammum adalah safar dan
selesai dari buang air kecil atau besar ketika tidak ada air. Untuk sakit
boleh bertayammum meskipun ada air jika merasa bahaya
menggunakannya, sedangkan yang lain (safar dan buang air)
membolehkan tayammum ketika tidak ada air meskipun tidak safar.
28. Yang keluar dari dua jalan; buang air kecil atau buang air besar dapat
membatalkan wudhu.
29. Sebagian ulama berdalil dengan ayat ini untuk menetapkan tidak
batalnya wudhu kecuali karena dua perkara ini (keluar dari dua jalan),
oleh karenanya tidak batal karena memegang kemaluan.
30. Dianjurkan menggunakan kata-kata kiasan untuk hal-hal yang nampak
buruk jika diucapkan.
31. Menyentuh wanita dengan syahwat membatalkan
pembahasan lebih jelasnya lihat catatan kaki sebelumnya].

wudhu

32. Syarat tidak adanya air untuk sahnya tayammum.


33. Ketika ada air
tayammumnya batal.

meskipun

sedang

dalam

shalat,

menjadikan

34. Jika telah masuk waktu shalat dan tidak ada air, maka seseorang
harus mencarinya di tempatnya atau di sekitarnya, berdasarkan kata-kata
lam yajid.
35. Barang siapa yang mendapatkan air namun kurang cukup untuk
menyucikan sebagiannya anggota badannya, maka ia tetap menggunakan
air itu, selebiihnya ia tayammumkan.
36. Air yang berubah karena sesuatu yang suci lebih didahulukan
P a g e 5 | 25

daripada bertayammum. Hal itu, karena air yang berubah, tetap dianggap
sebagai air sehingga masih masuk dalam kata-kata falam tajiduu
maaan.
37. Bertayammum
tayammamuu.

harus

disertai

niat,

berdasarkan

kata-kata

Fa

38. Tayammum dianggap cukup dengan segala sesuatu yang nampak di


permukaan bumi baik berupa tanah maupun lainnya. Oleh karena itu, ayat
famsahuu biwujuuhikum wa aidiikum minh bisa karena melihat kepada
ghalibnya, yakni pada umumnya ada debu, di mana ia mengusap wajah
darinya, bisa juga sebagai pengarahan kepada yang lebih utama, yakni
jika permukaan bumi itu ada debunya, maka hal itu lebih utama.
39. Tidak sah bertayammum dengan debu yang bernajis.
40. Yang ditayammumkan adalah wajah dan tangan saja, tidak anggota
badan yang lain.
41. Lafaz Biwujuuhikum mencakup semua wajah, yakni semua wajahnya
dikenakan dalam tayammum, hanya saja dikecualikan bagian hidung dan
mulut serta yang berada di bawah rambut meskipun tidak lebat.
42. Kedua tangan yang diusap adalah sampai pergelangan saja, karena
kedua tangan jika disebut secara mutlak adalah sampai pergelangan.
Jika disyaratkan sampai ke siku tentu Allah akan sebutkan sebagaimana
dalam wudhu
43. Ayat ini umum tentang bolehnya bertayammum untuk semua hadats,
baik hadts besar maupun hadats kecil, bahkan ketika badan bernajis.
Karena Allah menjadikan tayammum sebagai pengganti bersuci dengan
menggunakan air. Namun menurut jumhur ulama, tayammum tidak
ditujukan jika badan bernajis, karena susunan ayat ini berkenaan dengan
hadats.
44. Bagian yang diusap dalam tayammum baik untuk hadats besar
maupun hadats kecil adalah sama, yaitu wajah dan tangan.
P a g e 6 | 25

45. Jika seseorang berniat dalam tayammum untuk menyucikan diri dari
kedua hadats, maka hal itu sah.
46. Mengusap dalam tayammum dikatakan cukup dengan apa saja, baik
dengan tangan atau lainnya, karena Allah berfirman, fam sahuuu dan
tidak menyebutkan sesuatu yang digunakan untuk mengusap, sehingga
dengan apa saja boleh.
47. Disyaratkan harus tertib dalam bertayammum sebagaimana dalam
wudhu, karena Allah memulainya dengan wajah kemudian kedua tangan.
48. Syariat yang ditetapkan Allah tidak ada sedikit pun kesempitan dan
kesulitan, bahkan hal itu merupakan rahmat untuk menyucikan mereka
dan menyempurnakan nikmat-Nya kepada mereka.
49. Sucinya bagian luar dengan air atau tanah merupakan
penyempurnaan terhadap kesucian batin seseorang dengan tauhid dan
tobat yang sesungguhnya.
50. Bertayammum, mesakipun tidak dirasa dan dilihat kesucian
seseorang, namun di dalamnya terdapat penyucian maknawi yang muncul
dari mengikuti perintah Allah.
51. Sepatutnya seorang hamba mentadabburi hikmah dan rahasia di balik
syariat Allah, baik dalam syariat bersuci maupun syariat lainnya agar
bertambah pengetahuan dan ilmunya, serta bertambah rasa syukur dan
cinta kepada-Nya, di mana syariat-syariat itu mencapaikan seseorang
kepada derajat-derajat yang tinggi.







Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian
mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebutnyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si
penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Rabb mereka. Tidak ada
P a g e 7 | 25

kekhawatiran terhadap
hati. (QS. 2:262)

mereka

dan

tidak

(pula)

mereka

bersedih

Tafsir ayat:

Allah Taala berfirman (





) : Orang-orang yang







menafkahkan hartanya di jalan Allah, Allah Taalamenyebutkan kembali
untuk menjelaskan apa yang setelahnya yaitu firmannya (






) : kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya
itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti
(perasaan
si
penerima).
Firman Allah (





) : kemudian mereka tidak mengiringi
apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya,
yakni bahwa orang-orang yang bershadaqah tidak mengungkit-ungkit apa
yang mereka shadaqakan, yang dengan mengungkit-ungkit pembarian
bertujuan untuk menampakan dan menunjukan bahwa orang yang
berinfaq tersebut lebih tinggi kedudukannya dari orang yang diberi infaq. (
) : Dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima) contoh hal

ini, yaitu jika seorang yang berinfaq mangatakan di hadapan orang-orang:
Sungguh aku telah memberi fulan ini dan itu, ini dapat menyakiti orang
yang telah menerima pemberian tersebut.
) : bagi mereka pahala, (): Pahala,
Firman Allah Taala (




adalah sesuatu yang diberikan kepada pekerja sebagai balasan dari
pekerjaannya,
salah
satu
bentuknya
adalah
gaji
karyawan.
Allah Taala menamakannya (
) :
Pahala/ganjarankarena Allah Taala telah menanggung bagi orang yang
beramal balasan amalnya, ini seperti halnya memberikan gaji karyawan.
Firman AllahTaala (
) : Di sisi Rabb mereka, bahwasanya

Allah Taala akan benar-benar membalas pahala mereka dan balasan
pahala tersebut tempatnya di surga yang mana atapnya Arsy Ar-Rahman.
Firman Allah Taala (
) : Dan tidak ada kekhawatiran terhadap


mereka, kemudian sebagai buahnya adalah (


) : Dan tidak
(pula) mereka bersedih hati, atas apa yang telah lalu, ini adalah sebagai
suatu kesempurnaan nikmat atas mereka, karena jika seorang yang diberi
nikmat tertimpa kesedihan atau ketakutan maka kenikmatan yang dia
dapatkan tidak sempurna.
P a g e 8 | 25

Pelajaran dari ayat yang mulia ini:


1. Ayat ini memotivasi kita untuk berinfaq di jalan Allah Taala ini
) : bagi mereka
berdasarkan firman Allah Taala (






pahala.
2. Ayat ini mengisyaratkan kepada kita agar kita berbuat ikhlas, dan
senantiasa mengikuti ajaran syariat (dalam beramal dan tidak membuatbuat amal yang tidak disyariatkan), ini berdasarkan firmanNya (

) : Di jalan Allah.

3. Pelajaran dari ayat ini juga adalah bahwasanya orang yang
mengikutkan infaqnya dengan perbuatan mengungkit-ungkitnya, atau
menyakiti hati orang yang di beri infaq, maka tidak ada pahala baginya,


ini berdasarkan firman Allah Taala (











) : kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu
dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti
(perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Rabb
mereka, jika ia mengiringi shadaqahnya dengan perbuatan mengungkitungkit pemberian, atau dengan menyakiti orang yang diberi shadaqah
tersebut, maka batalah pahalanya, sebagaimana ini telah jelas termaktub



di dalam firman Allah Taala (
) :





Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala)
sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si
penerima),(Al-Baqrah: 264)
: Menyakiti hati
4. Bahwasanya (
: Mengungkit pemberian), dan (

orang yang diberi) membatalkan pahala shadaqah, adapun syarat
diterimanya shadaqah adalah seperti apa yang telah di sebutkan di atas
yaitu shadaqah harus ikhlas untuk Allah, dan harus sesuai dengan tutunan
syariat.























)

P a g e 9 | 25

Terjemah Surat Al Maidah Ayat 6 (Hukum Wudhu, Mandi, dan Tayammum)


6.[1] Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak
melaksanakan shalat[2], maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai
ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke
kedua mata kaki. Jika kamu junub[3] maka mandilah. Dan jika kamu
sakit[4] atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus)
[5] atau menyentuh perempuan[6], maka jika kamu tidak memperoleh
air[7], bertayammumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu
dan tanganmu dengan debu itu. Allah tidak ingin menyulitkan kamu,
tetapi Dia hendak membersihkan kamu[8] dan menyempurnakan nikmatNya bagimu[9], agar kamu bersyukur[10].

[1] Imam Bukhari meriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu 'anha, ia


berkata, "Kami keluar bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
dalam sebagian safar Beliau, sehingga ketika kami berada di tengah
lapangan atau berada dalam pasukan, tiba-tiba kalungku lepas, maka
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengirim beberapa orang untuk
mencari kalung itu, sedangkan sebagian lagi tetap bersama Beliau. Saat
itu, mereka tidak berada di dekat air dan tidak ada orang yang membawa
air, lalu sebagian orang mendatangi Abu Bakar Ash Shiddiq dan berkata,
"Tidakkah kamu melihat apa yang dilakukan Aisyah, ia telah membuat
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam diam di tempat, demikian juga
para sahabatnya padahal mereka tidak di dekat air dan tidak ada yang
memilikinya." Maka Abu Bakar datang, sedangkan Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam tertidur meletakkan kepalanya di pahaku. Abu Bakar
berkata, "Kamu telah membuat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
dan para sahabat berhenti, padahal mereka tidak di dekat air dan tidak
membawa air." Aisyah berkata, "Abu Bakar mencelaku dan berkata
kepadaku apa yang dikehendaki Allah. Ia memicit pinggangku dengan
tangannya dan tidak ada yang menghalangiku untuk bergerak kecuali
karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sedang berada di atas
pahaku. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bangun di pagi harinya
tanpa memiliki air, maka Allah menurunkan ayat tayammum, lalu mereka
pun bertayammum." Usaid bin Khudhair berkata, "Ini bukanlah berkah
pertama kali yang datang kepadamu wahai Abu Bakar." Aisyah berkata,
"Maka kami bangunkan unta, di mana aku berada di atasnya, lalu kami
menemukan kalung di bawahnya."
Imam Bukhari juga meriwayatkan di beberapa tempat dalam kitab
shahihnya, namun di sana (juz 9 hal. 321) disebutkan, "Kalung milik
Asmaa' hilang, lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengirim
P a g e 10 | 25

beberapa orang untuk mencarinyadst.", sedangkan di juz 11 hal. 135


disebutkan, bahwa Aisyah meminjam kalung itu dari Asmaa'. Dengan
demikian kalung tersebut milik Asmaa' yang dipinjam oleh Aisyah
radhiyallahu 'anha.
[2] Sedangkan kamu berhadats kecil.
[3] Yakni berhadats besar.
[4] Maksudnya sakit yang tidak boleh terkena air.
[5] Yang menjadikan dirinya berhadats kecil.
[6] Menurut sebagian ulama "menyentuh perempuan" di sini adalah
bersentuhan kulit, yang lain berpendapat "bersentuhan kulit disertai
syahwat", sedangkan yang lain lagi berpendapat, bahwa maksudnya
adalah berjima', inilah pendapat yang rajih, karena sebelumnya
menyebutkan tentang hadats kecil karena buang air, dan kemudian
menyebutkan tentang hadats besar karena menyentuh perempuan, yakni
berjima', maka jika tidak ada air, lakukanlah tayammum, di mana ia
(tayammum) dapat menyucikan diri kita dari hadats kecil dan hadats
besar. Di samping itu, jika menyentuh perempuan membatalkan wudhu',
tentu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam akan berwudhu' lagi setelah
mencium istrinya, namun ternyata Beliau langsung melaksanakan shalat
tanpa berwudhu' (sebagaimana dalam hadits Aisyah yang diriwayatkan
oleh Ahmad dan Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam
Shahih At Tirmidzi).
[7] Setelah mencarinya.
[8] Dari hadats dan dari dosa-dosa.
[9] Dengan menerangkan ajaran-ajaran Islam.
[10] Syaikh As Sa'diy membuat lima puluh kesimpulan dari ayat ini, yang
kami ringkas sbb.:
1. Mengamalkan apa yang disebutkan dalam ayat di atas termasuk bagian
dari keimanan, karena Allah memulainya dengan kata-kata "Wahai orangorang yang beriman!...dst" yakni wahai orang-orang yang beriman!
Kerjakanlah apa yang disyrai'atkan kepadamu sebagai konsekwensi
imanmu.
2. Perintah mendirikan shalat.
3. Perintah memasang niat ketika hendak shalat. Hal ini diambil dari katakata "Idzaa qumtum ilash shalaah".
P a g e 11 | 25

4. Suci (dari hadats kecil dan hadats besar) termasuk syarat sah shalat.
5. Bersuci tidaklah wajib karena masuknya waktu shalat, tetapi wajib
karena hendak mengerjakan shalat.
6. Semua perbuatan yang disebut sebagai shalat, baik shalat fardhu
maupun sunat, demikian juga yang fardhu kifayah seperti shalat jenazah
disyaratkan harus bersuci. Bahkan menurut kebanyakan ulama untuk
sujud (saja) disyaratkan harus suci, seperti untuk sujud syukur dan sujud
tilawah.
7. Perintah membasuh wajah. Wajah itu panjangnya dari atas kepala
tempat tumbuh rambut sampai ke bagian bawah rahang dan dagu,
sedangkan lebarnya dari telinga yang satu ke telinga yang satunya lagi.
Termasuk di dalamnya berkumur-kumur dan menghirup air ke hidung
berdasarkan As Sunnah, dan termasuk pula rambut yang ada di wajah.
Jika rambutnya tipis, maka air harus sampai ke kulit, tetapi jika lebat,
maka cukup bagian atasnya saja.
8. Perintah membasuh kedua tangan sampai siku. Kata "Ilaa" (sampai) di
sini menurut jumhur mufassir berarti "ma'a" (beserta) sebagaimana
ayat "Wa laa ta'kuluu amwaalahum ilaa amwaalikum" (An NIsaa': 2), di
samping itu kewajiban itu tidaklah sempurna kecuali dengan membasuh
semua siku.
9. Perintah mengusap kepala.
10. Wajibnya mengusap seluruh kepala.
11. Dalam mengusap dianggap cukup bagaimana pun caranya, baik
dengan kedua tangan atau hanya satu tangan, bahkan dengan kain pun
dipandang cukup..
12. Yang wajib adalah mengusap (untuk kepala), oleh karenanya jika
seseorang mencuci kepalanya dan tidak menjalankan tangannya, maka
belum cukup, karena sama saja ia tidak mengerjakan yang diperintahkan
Allah.
13. Perintah membasuh kedua kaki sampai mata kaki, dan dalam hal ini
pembahasannya sama dengan membasuh tangan.
14. Di dalam ayat tersebut terdapat bantahan kepada kaum Rafidhah jika
menggunakan qira'at (bacaan) jumhur yaitu dengan difat-hahkan lafaz
"arjulakum", dan tidak bolehnya mengusap kedua kaki ketika terbuka.
15. Di dalamnya terdapat isyarat menyapu kedua sepatu (khuffain) ketika
memakai sepatu, jika lafaz "arjulakum" dikasrahkan menjadi "arjulikum".
P a g e 12 | 25

16. Perintah tertib dalam berwudhu', karena Allah menyebutkan secara


tertib.
17. Perintah tertib adalah dalam keempat anggota badan yang disebutkan
dalam ayat di atas (wajah, tangan, kepala dan kaki), adapun tertib dalam
hal berkumur-kumur dan beristinsyaq (menghirup air ke hidung), atau
antara yang kanan dengan kiri (baik tangan atau kaki), maka tidak wajib,
namun dianjurkan mendahulukan berkumur-kumur, lalu beristinsyaq dan
mendahulukan yang kanan daripada yang kiri serta mendahulukan
mengusap kepala daripada mengusap telinga.
18. Perintah memperbarui wudhu' untuk setiap shalat.
19. Perintah mandi dari junub.
20. Wajib meratakan membasuh ke seluruh badan dalam mandi (yakni
meratakan air ke seluruh badan), karena Allah menyandarkan kata
"tathahhur" (menjadi suci) kepada badan.
21. Perintah membasuh bagian luar kepala dan dalamnya dalam mandi
junub.
22. Hadats kecil ikut masuk ke dalam hadats besar, oleh karenanya hal itu
dapat diwakili dengan memasang niat untuk mandi, lalu meratakan air ke
seluruh badan, karena Allah tidak menyebut selain "faththahharuu" dan
tidak menyebutkan harus mengulangi wudhu'.
23. Junub mencakup kepada orang yang keluar mani baik dalam keadaan
sadar atau sedang tidur atau berjima' meskipun tidak keluar maninya.
24. Barang siapa yang ingat bahwa dirinya mimpi, namun tidak
mendapatkan basahnya, maka ia tidak wajib mandi karena belum
terwujud junub.
25. Disebutkan nikmat Allah kepada hamba-hamba-Nya dengan adanya
syari'at tayammum.
26. Termasuk sebab yang membolehkan tayammum adalah sakit yang
membahayakan dirinya jika menggunakan air.
27. Termasuk sebab yang membolehkan tayammum adalah safar dan
selesai dari buang air kecil atau besar ketika tidak ada air. Untuk sakit
boleh bertayammum meskipun ada air jika merasa bahaya
menggunakannya, sedangkan yang lain (safar dan buang air)
membolehkan tayammum ketika tidak ada air meskipun tidak safar.

P a g e 13 | 25

28. Yang keluar dari dua jalan; buang air kecil atau buang air besar dapat
membatalkan wudhu'.
29. Sebagian ulama berdalil dengan ayat ini untuk menetapkan tidak
batalnya wudhu' kecuali karena dua perkara ini (keluar dari dua jalan),
oleh karenanya tidak batal karena memegang kemaluan.
30. Dianjurkan menggunakan kata-kata kiasan untuk hal-hal yang nampak
buruk jika diucapkan.
31. Menyentuh wanita dengan syahwat membatalkan
pembahasan lebih jelasnya lihat catatan kaki sebelumnya].

wudhu'

32. Syarat tidak adanya air untuk sahnya tayammum.


33. Ketika ada air
tayammumnya batal.

meskipun

sedang

dalam

shalat,

menjadikan

34. Jika telah masuk waktu shalat dan tidak ada air, maka seseorang
harus mencarinya di tempatnya atau di sekitarnya, berdasarkan kata-kata
"lam yajid".
35. Barang siapa yang mendapatkan air namun kurang cukup untuk
menyucikan sebagiannya anggota badannya, maka ia tetap menggunakan
air itu, selebiihnya ia tayammumkan.
36. Air yang berubah karena sesuatu yang suci lebih didahulukan
daripada bertayammum. Hal itu, karena air yang berubah, tetap dianggap
sebagai air sehingga masih masuk dalam kata-kata "falam
tajiduu maa'an".
37. Bertayammum
tayammamuu".

harus

disertai

niat,

berdasarkan

kata-kata

"Fa

38. Tayammum dianggap cukup dengan segala sesuatu yang nampak di


permukaan bumi baik berupa tanah maupun lainnya. Oleh karena itu, ayat
"famsahuu biwujuuhikum wa aidiikum minh" bisa karena melihat kepada
ghalibnya, yakni pada umumnya ada debu, di mana ia mengusap wajah
darinya, bisa juga sebagai pengarahan kepada yang lebih utama, yakni
jika permukaan bumi itu ada debunya, maka hal itu lebih utama.
39. Tidak sah bertayammum dengan debu yang bernajis.
40. Yang ditayammumkan adalah wajah dan tangan saja, tidak anggota
badan yang lain.

P a g e 14 | 25

41. Lafaz "Biwujuuhikum" mencakup semua wajah, yakni semua wajahnya


dikenakan dalam tayammum, hanya saja dikecualikan bagian hidung dan
mulut serta yang berada di bawah rambut meskipun tidak lebat.
42. Kedua tangan yang diusap adalah sampai pergelangan saja, karena
"kedua tangan" jika disebut secara mutlak adalah sampai pergelangan.
Jika disyaratkan sampai ke siku tentu Allah akan sebutkan sebagaimana
dalam wudhu'.
43. Ayat ini umum tentang bolehnya bertayammum untuk semua hadats,
baik hadts besar maupun hadats kecil, bahkan ketika badan bernajis.
Karena Allah menjadikan tayammum sebagai pengganti bersuci dengan
menggunakan air. Namun menurut jumhur ulama, tayammum tidak
ditujukan jika badan bernajis, karena susunan ayat ini berkenaan dengan
hadats.
44. Bagian yang diusap dalam tayammum baik untuk hadats besar
maupun hadats kecil adalah sama, yaitu wajah dan tangan.
45. Jika seseorang berniat dalam tayammum untuk menyucikan diri dari
kedua hadats, maka hal itu sah.
46. Mengusap dalam tayammum dikatakan cukup dengan apa saja, baik
dengan tangan atau lainnya, karena Allah berfirman, "fam sahuuu" dan
tidak menyebutkan sesuatu yang digunakan untuk mengusap, sehingga
dengan apa saja boleh.
47. Disyaratkan harus tertib dalam bertayammum sebagaimana dalam
wudhu', karena Allah memulainya dengan wajah kemudian kedua tangan.
48. Syari'at yang ditetapkan Allah tidak ada sedikit pun kesempitan dan
kesulitan, bahkan hal itu merupakan rahmat untuk menyucikan mereka
dan menyempurnakan nikmat-Nya kepada mereka.
49. Sucinya bagian luar dengan air atau tanah merupakan
penyempurnaan terhadap kesucian batin seseorang dengan tauhid dan
tobat yang sesungguhnya.
50. Bertayammum, mesakipun tidak dirasa dan dilihat kesucian
seseorang, namun di dalamnya terdapat penyucian maknawi yang muncul
dari mengikuti perintah Allah.
51. Sepatutnya seorang hamba mentadabburi hikmah dan rahasia di balik
syari'at Allah, baik dalam syari'at bersuci maupun syari'at lainnya agar
bertambah pengetahuan dan ilmunya, serta bertambah rasa syukur dan
cinta kepada-Nya, di mana syari'at-syari'at itu mencapaikan seseorang
kepada derajat-derajat yang tinggi.
P a g e 15 | 25

{


















(60)






}







Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orangorang miskin. pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk
hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang untuk
jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai
suatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi
Mahabijaksana.
Setelah Allah menyebutkan bantahan orang-orang munafik yang bodoh
kepada Nabi Saw. serta celaan mereka kepada Nabi Saw. dalam
pembagian harta zakat. maka Allah menjelaskan bahwa Dialah yang
membagikannya dan Dialah yang menjelaskan hukumnya serta mengatur
urusannya, Dia tidak akan menyerahkan hal tersebut kepada siapa pun.
Maka Allah membagi-bagikannya di antara mereka yang telah disebutkan
di
dalam
ayat
ini.
Imam Abu Daud di dalam kitab Sunnah-nya telah meriwayatkan melalui
hadis Abdur Rahman ibnu Ziyad ibnu An'am yang berpredikat agak daif. dan Ziyad ibnu Na'im, dari Ziyad ibnul Haris As-Sadai r.a. yang
menceritakan bahwa ia datang kepada Nabi Saw., lalu ia berbaiat
(mengucapkan janji setia) kepadanya. Kemudian datanglah seorang lelaki.
dan lelaki itu berkata kepada Nabi Saw., "Berilah saya sebagian dari zakat
itu." Maka Nabi Saw. bersabda kepadanya:

"

















"


Sesungguhnya Allah tidak rela kepada keputusan seorang nabi pun, tidak
pula orang lain dalam masalah zakat-zakat itu, melainkan Dia sendirilah
yang memutuskannya. Maka Dia membagi-bagikannya kepada delapan
golongan. Jika engkau termasuk di antara delapan golongan itu, maka aku
akan
memberimu.
Para ulama berselisih pendapat sehubungan dengan delapan golongan ini,
apakah pembagian harta zakat harus diberikan kepada delapan golongan
itu secara penuh, ataukah hanya kepada yang ada saja di antara
kedelapan
golongan
itu?
Ada
dua
pendapat
mengenainya.
Pendapat pertama mengatakan bahwa harta zakat harus dibagikan
kepada semua golongan yang delapan itu. Pendapat ini dikatakan oleh
Imam
Syafii
dan
sejumlah
ulama.
Pendapat kedua mengatakan bahwa tidak wajib membagikan harta zakat
kepada semua golongan yang delapan itu, melainkan boleh diberikan
P a g e 16 | 25

kepada satu golongan saja di antara mereka. Semua harta zakat boleh
diberikan kepadanya, sekalipun golongan yang lain ada. Pendapat ini
dikatakan oleh Imam Malik dan sejumlah ulama dari kalangan ulama Salaf
dan Khalaf, antara lain ialah Umar, Huzaifah, Ibnu Abbas, Abul Aliyah,
Sa'id ibnu Jubair dan Maimun ibnu Mahran.
Ibnu Jarir memberikan komentarnya, bahwa pendapat inilah yang
dipegang oleh kebanyakan ahlul 'ilmi. Dengan demikian, penyebutan
kedelapan golongan dalam ayat ini hanyalah semata-mata untuk
menerangkan
pengalokasiannya
saja,
bukan
wajib
memenuhi
kesemuanya. Untuk keterangan lebih lanjut mengenai alasan dan dalil
masing-masing kedua golongan tersebut, uraiannya disebutkan di dalam
kitab
lain.
Sesungguhnya kaum fakir miskin disebutkan lebih dahulu dalam ayat ini
daripada golongan yang lain, karena mereka lebih memerlukannya
ketimbang golongan lain, menurut pendapat yang terkenal; juga
mengingat hajat dan keperluan mereka yang sangat mendesak.
Menurut Imam Abu Hanifah, orang miskin lebih buruk keadaannya
daripada orang fakir. Pendapatnya ini seirama dengan apa yang dikatakan
oleh
Imam
Ahmad.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, telah menceritakan kepada kami
Ibnu Aun, dari Muhammad yang menceritakan bahwa Umar r.a. pernah
mengatakan. '"Orang fakir bukan orang yang tidak mempunyai harta,
tetapi orang yang miskin akhlak dan pekerjaan (usaha)." Ibnu Ulayyah
mengatakan.'Menurut kami, istilah akhlak artinya pekerjaan, sedangkan
menurut jumhur ulama kebalikannya."
Telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Mujahid, Al-Hasan Al-Basri, dan Ibnu
Zaid; serta dipilih oleh Ibnu Jarir dan lain-lainnya yang bukan hanya
seorang, bahwa orang fakir ialah orang yang menjaga kehormatannya
dari meminta-minta dia tidak pernah meminta sesuatu pun dari orang
lain. Sedangkan orang miskin ialah orang yang meminta-minta, berkeliling
mengemis dan mengikuti orang-orang untuk meminta darinya.
Qatadah mengatakan. orang fakir ialah orang yang berpenyakit menahun,
sedangkan orang miskin ialah orang (yang tidak punya, tetapi) tubuhnya
sehat.
As-Sauri telah meriwayatkan dari Mansur, dari Ibrahim, bahwa yang
dimaksud dengan fuqara dalam ayat ini ialah kaum fuqara Muhajirin.
Sufyan As-Sauri mengatakan, makna yang dimaksud ialah orang-orang
Arab Badui tidak boleh diberi sesuatu pun dari harta zakat itu. Hal yang
P a g e 17 | 25

sama telah diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair dan Sa'id ibnu Abdur
Rahman ibnu Abza.
Ikrimah mengatakan. ''Janganlah kalian katakan kepada orang-orang
muslim yang tidak punya bahwa mereka adalah orang-orang miskin.
Sesungguhnya orang-orang miskin itu hanyalah kaum Ahli Kitab."
Berikut ini kami sebutkan hadis-hadis yang berkaitan dengan delapan
golongan
tersebut.
Mengenai orang-orang fakir diriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda."

"

"






Zakat itu tidak halal bagi orang yang berkecukupan, tidak pula bagi orang
yang kuat lagi bermata pencaharian.
Hadis ini merupakan riwayat Imam Ahmad, Imam Abu Daud, dan Imam
Turmuzi. Imam Ahmad, Imam Nasai, dan Imam Ibnu Majah telah
meriwayatkan hal yang semisal dari Abu Hurairah.



:



:













" :













" .
Dari Ubaidillah ibnu Addi ibnul Khiyar, disebutkan bahwa dua orang lelaki
pernah menceritakan kepadanya; keduanya pernah datang kepada Nabi
Saw. meminta bagian harta zakat. Maka Nabi Saw. memandang tajam
kepada keduanya, dan Nabi Saw. menilai keduanya adalah orang yang
kuat lagi sehat. Lalu Nabi Saw. bersabda: Jika kamu berdua
menginginkannya, maka aku akan memberi kamu berdua; tetapi tidak ada
bagian dari zakat bagi orang yang berkecukupan, tidak pula bagi orang
yang kuat lagi mempunyai kasab (mata pencaharian).
Hadis riwayat Imam Ahmad, Imam Abu Daud, dan Imam Nasai dengan
sanad yang jayyid lagi kuat.
Ibnu Abu Hatim di dalam kitab Al-Jarh Wat Ta'dil mengatakan bahwa Abu
Bakar Al-Absi mengatakan bahwa Umar ibnul Khattab r.a. membacakan
firman-Nya: Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang
fakir. (At-Taubah: 60) Lalu ia berkata bahwa mereka adalah Ahli Kitab.
Umar ibnu Nafi meriwayatkannya dari dia, bahwa ia telah mendengar
ayahnya
mengatakan
hal
tersebut.
Pendapat ini sangat aneh, sekalipun sanadnya dianggap sahih; karena
sesungguhnya Abu Bakar Al-Absi ini sekalipun Abu Hatim tidak menaskan predikat majhul (misteri)nya
(tetapi)
kedudukannya
sama
P a g e 18 | 25

dengan
orang
yang majhul.
Adapun mengenai orang-orang miskin, hadisnya disebutkan melalui Abu
Hurairah r.a.,, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:



"





















" :






: ."








" .
Orang miskin itu bukanlah orang yang suka berkeliling meminta-minta
kepada orang lain, lalu ia pergi setelah diberi sesuap atau dua suap
makanan. dan setelah diberi sebiji atau dua biji buah kurma.Mereka (para
sahabat) bertanya, "Lalu siapakah orang yang miskin itu, wahai
Rasulullah?'" Nabi Saw. bersabda: Orang yang tidak menemukan
kecukupan yang menjamin kehidupannya; dan keadaannya tidak dikenal,
hingga sulit untuk diberi sedekah; dan ia tidak pernah meminta sesuatu
pun
dari
orang
lain.
Hadis riwayat Syaikham. Adapun orang-orang yang menjadi pengurus
zakat atau amilin, maka mereka adalah orang-orang yang ditugaskan
menagih zakat dan mengumpulkannya: mereka mendapat hak dari
sebagian zakat. Tetapi para 'amilin itu tidak boleh dari kalangan kerabat
Rasulullah Saw. yang haram memakan harta zakat. karena berdasarkan
apa yang disebutkan di dalam kitab Sahih Muslim, dari Abdul Muttalib ibnu
Rabi'ah ibnul Haris yang mengatakan bahwa ia pergi bersama Al-Fadl ibnu
Abbas menghadap Rasulullah Saw. untuk menawarkan dirinya menjadi
amil zakat. Tetapi Rasulullah Saw. bersabda:



"





"










Sesungguhnya zakat itu tidak halal bagi Muhammad, tidak pula bagi
keluarga
Muhammad.
Sesungguhnya
zakat
itu
hanyalah
kotoran (harta) manusia.
Adapun
mengenai muallafah
qulubuhum atau
orang-orang
yang
dijinakkan hatinya untuk masuk Islam, mereka terdiri atas berbagai
golongan. Antara lain ialah orang yang diberi agar mau masuk Islam,
seperti apa yang pernah dilakukan oleh Nabi Saw. kepada Safwan ibnu
Umayyah. Beliau Saw. memberinya bagian dari ganimah Perang Hunain,
padahal Safwan ibnu Umayyah ikut dalam Perang Hunain dalam keadaan
masih musyrik. Safwan ibnu Umayyah mengatakan, "Rasulullah Saw.
terus-menerus memberiku," sehingga beliau menjadi orang yang paling ia
sukai, padahal sebelumnya Rasulullah Saw. adalah orang yang paling ia
benci. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Zakaria ibnu Addi, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, dari
Yunus, dari Az-Zuhri, dari Sa'id ibnu Musayyab, dari Safwan ibnu Umayyah
yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. memberinya bagian dalam
P a g e 19 | 25

Perang Hunain. Dan bahwa saat itu Rasulullah Saw. merupakan orang
yang paling tidak disukai olehnya. Tetapi Rasulullah Saw. terus-menerus
memberinya hingga Rasulullah Saw. menjadi orang yang paling dia sukai.
Imam Muslim dan Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui hadis Yunus,
dari
Az-Zuhri
dengan
sanad
yang
sama.
Di antara mereka ada orang yang diberi agar Islamnya bertambah baik
dan imannya bertambah mantap dalam hatinya, seperti apa yang
dilakukan oleh Rasulullah Saw. dalam Perang Hunain kepada sejumlah
orang dari kalangan pemimpin-pemimpin dan orang-orang terhormat
Mekah yang dibebaskan. Kepada setiap orang dari mereka, Rasulullah
Saw. memberinya seratus ekor unta. Lalu Rasulullah Saw. bersabda:


"


"











Sesungguhnya aku benar-benar memberi kepada seorang lelaki, padahal
ada orang lain yang lebih aku sukai daripadanya, karena aku takut bila
Allah menyeretnya dengan muka di bawah ke dalam neraka Jahannam. Di
dalam kitab Sahihain disebutkan melalui Abu Sa'id, bahwa Ali r.a.
mengirimkan bongkahan emas yang masih ada tanahnya dari negeri
Yaman kepada Nabi Saw. Kemudian Nabi Saw. membagi-bagikannya di
antara empat orang, yaitu Al-Aqra' ibnu Habis, Uyaynah ibnu Badar,
Alqamah ibnu Ilasah, dan Zaid Al-Khair, lalu beliau Saw. bersabda:
"
"

(Aku memberi mereka untuk) aku jinakkan hati mereka (kepada Islam).
Di antara mereka ada orang yang diberi dengan harapan agar orangorang yang semisal dengannya mau masuk Islam pula. Dan di antara
mereka terdapat orang yang diberi agar dia memungut zakat dari orangorang yang berdekatan dengannya, atau agar dia mau membela negeri
kaum muslim dari segala marabahaya yang datang dari perbatasan.
Perincian keterangan mengenai hal ini disebutkan di dalam kitab-kitab
fiqih.
Apakah kaum muallafah qulubuhum tetap diberi sesudah masa Nabi Saw.?
Hal ini masih diperselisihkan. Telah diriwayatkan dari Umar, Amir, AsySyabi. dan sejumlah ulama, bahwa mereka tidak pernah memberi
kaum muallafah qulubuhum sesudah Nabi Saw., karena Allah telah
menguatkan Islam dan para pemeluknya serta menjadikan mereka
berkuasa penuh di negerinya dengan mantap dan stabil, serta semua
hamba tunduk kepada mereka. Ulama lainnya mengatakan, "Bahkan
mereka masih tetap diberi, karena Rasulullah Saw. masih tetap memberi
mereka sesudah kemenangan atas Mekah dan sesudah kalahnya orangorang Hawazin. Hal ini merupakan suatu perkara yang terkadang
diperlukan, maka sebagian dari harta zakat diberikan kepada mereka
P a g e 20 | 25

yang
masih
dijinakkan
hatinya
untuk
memeluk
Islam."
Adapun mengenai budak-budak, maka diriwayatkan dari Al-Hasan AlBasri, Muqatil ibnu Hayyan, Umar ibnu Abdul Aziz, Sa'id ibnu Jubair, AnNakha'i, Az-Zuhri, dan Ibnu Zaid, bahwa mereka adalah budah-budak
Mukatab. Hal yang semisal telah diriwayatkan pula dari Abu Musa AlAsy'ari. Pendapat inilah yang dikatakan oleh Imam Syafii dan Al-Lais. Ibnu
Abbas dan Al-Hasan mengatakan bahwa tidak mengapa budak
dimerdekakan dari harta zakat. Pendapat ini dikatakan oleh mazhab Imam
Ahmad, Imam Malik, dan Ishaq. Dengan kata lain, istilah ar-riqab lebih
umum, mencakup mukatab dan lainnya. Harta zakat itu dibelikan budak,
lalu
dimerdekakan.
Telah disebutkan oleh banyak hadis tentang pahala memerdekakan budak
dari belenggu perbudakan, dan bahwa Allah memerdekakan setiap
anggota tubuh dari budak itu setiap anggota tubuh dari orang yang
memerdekakannya, hingga kemaluan dengan kemaluan (yakni dari api
neraka). Hal ini tiada lain karena pembalasan itu disesuaikan dengan jenis
amalnya, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
{






}
Dan tidaklah kalian diberi pembalasan melainkan terhadap apa yang telah
kalian kerjakan. (Ash-Shaffat: 39) Dari Abu Hurairah r.a., disebutkan
bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:

"








:



" .
Ada tiga macam orang yang pasti ditolong oleh Allah, yaitu orang yang
berperang di jalan Allah, budak mukatab yang berniat untuk melunasinya,
dan
orang
yang
menikah
dengan
niat
hendak
memelihara
kehormatannya. Hadis ini merupakan riwayat Imam Ahmad dan Ahlus
Sunan, kecuali Imam Abu Daud. Di dalam kitab Musnad disebutkan
melalui Al-Barra ibnu Azib yang mengatakan bahwa pernah datang
seorang lelaki. lalu bertanya, "Wahai Rasulullah, tunjukkanlah aku kepada
suatu amal yang dapat mendekatkan diriku ke surga dan menjauhkan
diriku dari neraka." Maka Nabi Saw. bersabda:




"
."
" :





:

"

Merdekakanlah budak dan lepaskanlah tanggungan (leher)nya. Lelaki itu


berkata, "Wahai Rasulullah, bukankah pengertian keduanya sama?"
Rasulullah Saw. menjawab: Tidak. Memerdekakan budak artinya kamu
memerdekakannya sendiri, sedangkan melepaskan tanggungannya ialah
kamu
membantu
pelunasannya.
P a g e 21 | 25

Adapun istilah garimun atau orang-orang yang berutang, mereka terdiri


atas beberapa golongan. di antaranya ialah orang yang menanggung
suatu tanggungan atau menjamin suatu utang, hingga ia diharuskan
melunasinya. lalu utangnya itu menghabiskan semua hartanya. Atau ia
tenggelam dalam utangnya sehingga tidak mampu melunasinya, atau
utang yang menghabiskan semua hartanya itu ia lakukan dalam maksiat,
kemudian ia bertobat. maka terhadap mereka semua diberikan sebagian
dari harta zakat. Dalil asal dalam bab ini ialah hadis Qubaisah ibnu
Mukhariq Al-Hilali yang menceritakan bahwa ia menanggung suatu
tanggungan utang, lalu ia datang menghadap Rasulullah Saw. untuk
meminta sebagian dari harta zakat guna melunasinya. Maka Rasulullah
Saw. bersabda:
" :




."
"









:



:
.



:


-




















:






















-













-

".


Tinggallah kamu hingga harta zakat datang kepada kita, maka akan kami
perintahkan untuk memberikan sebagiannya kepadamu. Selanjutnya
Rasulullah Saw. bersabda: Hai Qubaisah, sesungguhnya meminta itu tidak
halal kecuali bagi salah seorang di antara tiga macam orang, yaitu bagi
seorang lelaki yang menanggung suatu tanggungan utang, maka
dihalalkan baginya meminta hingga ia dapat melunasinya, kemudian
menahan diri dari meminta-minta. Dan seorang lelaki yang tertimpa suatu
musibah hingga semua hartanya habis, maka dihalalkan baginya
meminta-minta hingga ia memperoleh pegangan bagi kehidupannya, atau
kecukupan bagi kehidupannya. Dan seorang lelaki yang tertimpa
kemiskinan, hingga ada tiga orang yang berakal (bijak) dari kalangan
kerabat dalam kaumnya mengatakan bahwa sesungguhnya si Fulan telah
jatuh miskin, maka dihalalkan baginya meminta-minta hingga beroleh
pegangan kehidupan atau kecukupan bagi penghidupannya. Adapun
meminta-minta yang bukan berdasarkan alasan tersebut, maka hal itu
merupakan barang haram yang dimakan oleh pelakunya. Hadis ini
merupakan
riwayat
Imam
Muslim.
Dari Abu Sa'id, disebutkan bahwa di masa Rasulullah Saw. pernah ada
seorang lelaki yang tertimpa suatu musibah, karena buah-buahan yang
dibelinya busuk semua, hingga ia berutang banyak. Maka Nabi Saw.
bersabda,










."




" :




" .

P a g e 22 | 25

"Bersedekahlah kalian untuknya." Maka orang-orang (para sahabat)


memberikan sedekah mereka kepadanya, tetapi hal tersebut masih juga
belum dapat melunasi utangnya. Lalu Nabi Saw. bersabda kepada para
pemilik piutangnya: Ambillah apa yang kalian jumpai, dan tidak ada lagi
bagi kalian kecuali hanya itu (Riwayat Muslim).

" :



:












:













.










:










"





Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdus
Samad, telah menceritakan kepada kami Sadaqah ibnu Musa, dari Abu
Imran Al-Juni, dari Qais ibnu Yazid, dari Qadi Masriyyain, dari Abdur
Rahman ibnu Abu Bakar yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda: Allah menyeru orang yang berutang kelak di hari kiamat hingga
orang itu diberdirikan di hadapan-Nya. Lalu Allah berfirman, "Hai anak
Adam, mengapa kamu mengambil utang ini, dan mengapa engkau siasiakan hak-hak orang lain? Maka ia menjawab, "Wahai Tuhanku.
sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa aku telah mengambil utang itu
dan aku tidak memakan dan meminum serta tidak menyia-nyiakannya,
tetapi aku terkena kebakaran, dan adakalanya kecurian dan adakalanya
kehilangan. Maka Allah berfirman, "Benarlah apa yang dikatakan hambaKu, Aku lebih berhak untuk melunaskannya pada hari ini daripada kamu.
Kemudian Allah memerintahkan kepada sesuatu, lalu sesuatu itu
diletakkan pada salah satu sisi neraca orang itu sehingga kebaikankebaikannya lebih berat ketimbang keburukan-keburukannya, akhirnya dia
masuk
surga
berkat
karunia
dan
rahmat
Allah.
Adapun
mengenai sabilillah, di antara mereka adalah orang-orang yang berperang
tetapi tidak memperoleh hak (gaji/bayaran) dari pemerintah.
Menurut Imam Ahmad dan Al-Hasan ibnu Ishaq, melakukan ibadah haji
termasuk sabilillah, karena berdasarkan hadis yang me-nas-kannya.
Ibnu Sabil ialah seorang musafir yang melewati suatu kota, sedangkan ia
tidak lagi mempunyai suatu bekal pun untuk melanjutkan perjalanannya.
Maka ia diberi dari harta zakat sejumlah bekal yang cukup untuk
memulangkannya, sekalipun di negerinya dia adalah orang yang berharta.
Demikian pula hukumnya terhadap orang yang hendak melakukan suatu
perjalanan dari negerinya, sedangkan ia tidak mempunyai bekal; maka ia
dapat diberi dari harta zakat untuk bekal yang mencukupinya pulang
pergi.
Dalil yang menyatakan hal ini adalah ayat di atas, dan hadis yang
P a g e 23 | 25

diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Ibnu Majah melalui Ma'mar, dari
Zaid ibnu Aslam, dari Ata ibnu Yazar, dari Abu Sa'id r.a. yang mengatakan
bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:





"





:









"









Zakat tidak halal bagi orang yang berkecukupan kecuali lima macam
orang, yaitu orang yang mengurusi zakat. atau seorang lelaki yang
membelinya dari hartanya, atau orang yang berutang, atau orang yang
berperang di jalan Allah, atau orang miskin yang diberi bagian dari harta
zakat, lalu ia menghadiahkannya kepada orang yang kaya.
Kedua Sufyan telah meriwayatkannya dari Zaid ibnu Aslam. dari Ata
secara mursal.
Menurut riwayat Imam Abu Daud dari Atiyyah Al-Aufi. dari Abu Sa'id AlKhudri disebutkan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:




"


"










Zakat tidak halal bagi orang kaya kecuali bagi yang sedang berjuang di
jalan Allah dan yang sedang menjadi ibnu sabil, atau tetangga yang fakir,
lalu ia menghadiahkannya kepadamu atau mengundangmu (kepada
jamuannya).
*******************
Firman Allah Swt.:
{





}
sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah. (At-Taubah: 60) Yakni
ketetapan yang telah dipastikan oleh Allah, Dialah yang memutuskan dan
yang membagi-bagikannya.
{




}
dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (At-Taubah: 60)
Maksudnya, mengetahui lahiriah semua perkara, juga batiniahnya serta
mengetahui kemaslahatan hamba-hamba-Nya:

{

}

lagi Mahabijaksana. (At-Taubah: 60) dalam semua ucapan-Nya. perbuatanNya, semua hukum serta syariat-Nya. Tidak ada Tuhan seiain Dia, dan
tidak ada Rabb kecuali Dia.
P a g e 24 | 25

P a g e 25 | 25

Anda mungkin juga menyukai