Kelompok 3
Jurusan Akuntansi
Disusun Oleh :
1. Irda Islaminati
2013020075
2. Siti Wardah
2013020069
3. Suryati Arumsari
2013020071
BAB 4
HAKIKAT EKONOMI DAN BISNIS
HAKIKAT EKONOMI
Ekonomi berasal dari kata Yunani oikonomia yaitu pengelolaan rumah, yang berarti cara
rumah tangga memperoleh dan menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan
hidup(fisik) anggota rumah tangganya (Capra, 2002). Ilmu ekonomi adalah ilmu yang berhubungan
dengan produksi, distribusi, dan konsumsi.
Ilmu
ekonomi
berkembang
berdasarkan
asumsi
dasar
bahwa
adanya
kebutuhan (needs)manusia yang tidak terbatas dihadapkan pada sumber daya yang terbatas (scarce
resources), sehingga timbul persoalan bagaimana mengeksploitasi sumber daya yang terbatas secara
efektif dan efisien guna memenuhi kebutuhan manusia yang tak terbatas. Dengan demikian, ilmu
ekonomi berkepentingan dalam mengembangkan konsep, teori, hukum, sistem, dan kebijakan,
ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat. Kemakmuran dicapai
melalui peningkatan produksi dan distribusi dari sudut produsen di satu sisi, serta peningkatan
pendapatan, konsumsi, dan lapangan kerja dari sudut konsumen di sisi lain.
Paradigma Ilmu Ekonomi Modern
Hakikat manusia:
1. Manusia adalah makhluk ekonomi
2. Manusia mempunyai kebutuhan tak terbatas
3. Dalam upaya merealisasikan kebutuhannya, manusia bertindak rasional
Dampak:
1. Tujuan manusia hanya mengejar kekayaan materi dan melupakan tujuan spiritual
2. Mengajarkan bahwa sifat manusia itu serakah
3. Manusia cenderung hanya mempercayai pikiran rasionalnya saja dan mengabaikan adanya
potensi kesadaran transedental (kesadaran spiritual, kekuatan tak terbatas, Tuhan) yang dimiliki
manusia
ETIKA DAN SISTEM EKONOMI
Sistem merupakan jaringan berbagai unsur untuk mencapai tujuan tertentu. Sistem ekonomi
adalah jaringan berbagai unsur yang terdiri atas pola pikir, konsep, teori, asumsi dasar, kebijakan,
infrastruktur, institusi, seperangkat hukum, pemerintahan, negara, rakyat, dan unsur lainnya yang
semuanya ditujukan untuk meningkatkna produksi dan pendapatan masyarakat.
Dua paham sistem ekonomi ekstrem: ekonomi kapitalis (adanya kebebasan individu untuk
memiliki, mengumpulkan, dan mengusahakan kekayaan secara individu) dikembangkan Amerika
Serikat dan Inggris serta sekutu-sekutunya seperti Belanda, Jerman Barat, Perancis, Australia.
Teori kebebasan oleh John Locke (liberalisme): dalam hal kepemilikan kekayaan, manusia
memiliki kodrat dasar yang harus dihormati (life, freedoom, property). Pendapat lain oleh Adam
Smith tentang pasar bebas dalam ekonomi mendukung tumbuhnya sistem ekonomi kapitalis. Ada
dua ciri pokok: liberalisme kepemilikan dan dukungan ekonomi pasar bebas. Dengan demikian
sistem ekonomi pasar kapitalis sebenarnya dilandasi oleh teori etika egoisme dan etika hak, serta
mendapat pembenaran dari kedua teori tersebut.
Sebaliknya paham ekonomi komunis yang memperoleh inspirasi dari pemikiran Karl
Marx justru sangat menentang sistem kapitalis ini. Sehingga muncul alternatif sistem ekonomi
komunis: kemakmuran masyarakat secara keseluruhan dan bukan kemakmuran orang per orang.
Sehingga sistem ekonomi komunis mendapat pembenaran dari etika altruisme (utilitarianisme dan
deontologi).
Tujuan sistem ekonomi komunis dan sistem ekonomi kapitalis: keduanya hanya ditujukan
untuk mengejar kemakmuran/ kenikmatan duniawi dengan hanya mengandalkan kemampuan
pikiran rasional dan melupakan tujuan tertinggi umat manusia (kebahagiaan di akhirat). Soekarno
dan Hatta memperkenalkan falsafah negara: Pancasila. Pokok-pokok pikiran dalam falsafah
Pancasila:
1. Tujuan: mewujudkan masyarakat adil dan sejahtera (sila ke-5).
2. Landasan operasional: kepercayaan kepada Tuhan YME sebagai landasan spiritual (sila ke-1),
HAM (sila ke-2), persatuan/ kebersamaan rakyat dalam wilayah Indonesia (sila ke-3), dan
kearifan demokrasi (sila ke-4).
Falsafah Pancasila sebenarnya dilandasi oleh semua etika:
1. Teori teonom (sila ke-1)
2. Teori egoisme/ teori hak (sila ke-2)
3. Teori deontologi, teori kewajiban (sila ke-3dan 4)
4. Teori utilitarianisme/ altruisme (sila ke-5).
Etika dan Sistem Komunis
Tujuan sistem ekonomi komunis: untuk memeratakan kemakmuran masyarakat dan menghilangkan
eksploitasi oleh manusia (majikan, pemilik modal) terhadap mausia lainnya (kaum buruh).
Kelemahan sistem ekonomi komunis:
a. Sistem ekonomi komunis didasarkan atas hakikat manusia tidak utuh
b. Alat-alat produksi dan kekayaan individu tidak diakui
c. Produktivitas tenaga kerja sangat rendah karena rakyat yang bekerja untuk negara tidak termotivasi
untuk bekerja lebih giat
d. Keadaan perekonomian negara-negara Blok Komunis semakin memburuk karena terjadi
pemborosan kekayaan negara, terutama untuk memproduksi senjata yang dipaksakan dalam
rangka perang dingin menghadapi negara-negara Blok Barat.
dibangun berlandasakan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Hal ini menyimpang jauh dari
konsep Ekonomi Pancasila.
Etika dan Sistem Ekonomi
Etika mempelajari perilaku/tindakan seseorang dan kelompok/lembaga yang dianggap baik
atau tidak baik. Sistem ekonomi adalah seperangkat unsur (manusia, lembaga, wilayah, sumber
daya) yang terkoordinasi untuk mendukung peingkatan produksi (barang dan jasa) serta pendapatan
untuk menciptakan kemakmuran masyarakat. Bila berpegang pada pemahaman ini, maka pada
tataran konsep, semua sistem ekonomi seharusnya bersifat etis karena seua sistem ekonomi
bertujuan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan untuk kemakmuran masyarakat.
Dalam pengimplementasian ketiga sistem ekonomi, semua sistem ini memunculkan dampak
negatif yang serupa. Dampak yang mudah dilihat adalah keruskan lingkungan hidup. Selain
itu, kesenjangan dan ketidakadilan dalam distribusi kekayaan yang sangat besar makin sedikit, dan
sisi lain jumlah orang yang kekayaannya sedikit justru bertambah banyak. Ditambah lagi dengan
munculnya berbagai kecenderungan makin meningkat, seperti berbagai jenis korupsi, kolusi, dan
manipulasi yang dilakukan oleh oknum pejabat pemerintahan dan kalangan pemilik/ manajemen
perusahaan.
Kesimpulan: bahwa sistem ekonomi apa pun dapat saja memunculkan banyak persoalan
yang berifat tidak etis. Etis tidaknya suatu tindakan lebih disebabkan oleh tingkat kesadaran
individual para pelaku dalam aktivitas ekonomi (oknum birokrasi, pejabat negara, pemimpin
perusahaan), bukan pada sistem ekonomi yang dipilih oleh suatau negara. Di sini yang berperan
adalah tingkat kesadaran dalam memaknai dirinya-hakikat manusia sebagai manusia utuh atau
manusia tidak utuh.
Terdapat dua pandangan tentang bisnis yang diungkapkan oleh Sonny Keraf (1998) yaitu
pandangan realistis dan pandangan idealis. Pandangan realistis melihat tujuan bisnis adalah untuk
mencari keuntungan bagi pelaku bisnis, sedangkan aktivitas produksi dan distribusi barang
merupakan sarana/alat untuk merealisasikan keuntungan tersebut. Pandangan idealis adalah suatu
pandangan di mana tujuan bisnis yang terutama adalah menghasilkan dan mendistribusikan barang
dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, sedangkan keuntungan yang diperoleh merupakan
konsekuensi logis dari kegiatan bisnis. Pandangan praktis-realistis atas bisnis muncul dari individu
yang paham moralitasnya didominasi oleh teori etika egoisme atau teori hak, sedangakan paham
idealisme dalam bisnis muncul dari individu yang paham moralitasnya didominasi oleh teori
deontologi, teori keutamaan dan teori teonom.
Penjelasan pro-kontra mengenai aktivitas bisnis dilihat dari sudut pandang etika dijelaskan
melalui pemikiran Lawrence, Weber, Post (2005) tentang budaya etis yaitu pemahaman tak terucap
dari semua karyawan pelaku bisnis tentang perilaku yang dapat dan tidak dapat diterima. Yang
menentukan derajat keetisan atau budaya etis dari suatu kegiatan bisnis adalah orang kunci
dibelakang kegiatan bisnis itu sendiri bukan bisnis itu sendiri.
Dari sudut pandang kesadaran hewani menilai bahwa suatu tindakan dianggap etis bila
tindakan itu bermanfaat bagi seseorang dan suatu tindakan dianggap tidak etis bila merugikan bagi
diri individu yang bersangkutan. Sudut pandang kesadaranm manusiawi menilai semua tindakan
yang bermanfaat bagi diri individu dan masyarakat bersifat etis namun bila tindakan itu merugikan
masyarakat dan alam makan dinilai tidak etis meskipun menguntungkan diri individu. Dari sudut
pandang kesadaran spiritual menilai suatu tindakan tersebut bermanfaat bagi diri individu,
masyarakat dan alam serta sesuai dengan ajaran/perintah agama.
Dimensi Hukum
Dalam kaitannya dengan tinjauan dari aspek hukum ini, De George (Dalam Sonny Keraf,
1998) membedakan dua macam pandangan tentang status perusahaan yaitu legal creator di mana
perusahaan diciptakan secara legal oleh negara sehingga perusahaan adalah sebagai badan hukum
dan perusahaan mempunyai hak dan kewajiban hukum sebagaimana layaknya hukum yang dimiliki
manusia. Dan legal recognition di mana perusahaan bukan diciptakan atau didirikan oleh negara,
melainkan oleh orang yang mempunyai kepentingan untuk memperoleh keuntungan. Peranan
negara dalam hal ini hanya mendaftarkan, mengesahkan dan memberi izin secara hukum atas
keberadaan perusahaan tersebut.
Setiap peraturan hukum yang baik memang harus dijiwai oleh moralitas. Namun tidak
semua peraturan hukum berkaitan dengan moral. Ada anggapan bila ditinjau dari aspek moral
dianggap kurang etis misalnya Undang-Undang Lalu Lintas.
Dimensi Sosial
Perusahaan saat ini sudah berkembang menjadi suatu sistem terbuka yang sangat kompleks.
Sebagai suatu sistem, berarti di dalam organisasi perusahaan terdapat berbagai elemen, unsur,
orang, dan jaringan yang saling terhubung, saling berinteraksi, saling bergantung, dan saling
berkepentingan. Berbagai sistem terbuka terdapat faktor internal seperti faktor sumber daya
manusia dan sumber daya non-manusia lalu ada faktor eksternal yang terdiri atas elemen manusia
dan non-manusia. Faktor eksternal inilah yang pada hakikatnya diciptakan karena sebagai kunci
keberhasilan kinerja perusahaan. Jadi dapat disimpulkan bahwa keberadaan suatu perusahaan
sebenarnya ditentukan oleh manusia atau orang baik yang ada di dalam perusahaan maupun di luar
perusahaan yang semuanya memiliki kepentingan dan kekuatan untuk mendukung atau
menghambat keberadaan dan pertumbuhan perusahaan. Oleh karena itu, bila perusahaan dilihat dari
dimensi sosial, tujuan pokok perusahaan adalah untuk menciptakan barang dan jasa yang
diperlukan oleh masyarakat, sedangkan keuntungan akan datang dengan sendirinya. Pandangan ini
selanjutnya akan melahirkan paradigma dan konsep stakeholder dalam pengelolaan perusahaan.
Dimensi Spiritual
Keberadaan perusahaan diperlukan untuk melayani kebutuhan masyarakat. Sepanjang masyarakat
membutuhkan produk perusahaan, maka perusahaan akan tetap exist. Kegiatan bisnis dalam
pandangan Barat tidak pernah dikaitkan dengan agama (kepercayaan), padahal dalam ajaran agama
yang dipercayai oleh manusia ada ketentuan yang sangat jelas tentang melakukan kegiatan bisnis.
Dalam dimensi spiritual, para pengusaha yang ada di dalam perusahaan memaknai pengelolaan
perusahaan sebagai bagian dari ibadah kepada Tuhan, menjadikan perusahaan yang dikelola
menjadi sejahtera, sekaligus menjaga dan memelihara kelestarian alam. Namun dalam
kenyataannya, masih terdapat banyak pelaku bisnis dan oknumstakeholder yang belum sepenuhnya
mengikuti ajaran agama dalam menjalankan praktek bisnisnya.
Sekarang marak skandal bisnis dalam berbagai manipulasi laporan keuangan yang
melibatkan para eksekutif puncak perusahaan-perusahaan besar merugikan banyak pihak yang
berkepentingan, sehingga muncul peraturan baru dari pemerintah untuk mempertegas pengawasan,
wewenang, dan tanggungjawab para eksekutif dalam perusahaan. Perilaku para eksekutif inilah
yang sebenarnya sangat menentukan keberlangsungan perusahaan sehingga mereka dituntut untuk
bersifat etis dan punya tingkat kesadaran transedental atau tingkat kesadaran spiritual. Dalam
tingkat kesadaran spiritual inilah para pengusaha yang ada di dalam perusahaan memaknai
pengelolaan perusahaan sebagai bagian dari ibadah kepada Tuhan, menjadikan perusahaan yang
dikelola dengan tulus menjadi sejahtera, sekaligus menjaga dan memelihara kelestarian alam.
Perusahaan yang dikelola akan menjadi perusahaan yang tercerahkan (enlightened company).
Teori Etika
Paradigma Pengelolaan
Teori
Egoisme
Paradigmakepemilika
n
Teori Hak
Sasaran Perusahaan
Kesadaran
manusiawi
Teori
Utilitatianisme
Teori
keadilan
Teori
kewajiban
Teori
keutamaan
Paradigma Ekuitas
Paradigma perusahaan
Kesadaran
Transedenta
l
Teori Teonom
Kepentingan
Kekuasaan
Pelanggan
Membatalkan
pesanan
dan
membeli dari pesaing; melakukan
kampanye
negatiftentang
perusahaan
Pemasok
dan
atau
menjual
Pemodal
Pemegang
Saham
Memperoleh
deviden
Tidak mau membeli saham
dancapital gain dari saham perusahaan; memberhentikan para
yang dimiliki
eksekutif perusahaan
Kreditur
Memperoleh penerimaan
bunga
dan
pengembalian
pokok pinjaman sesuai jadwal
yang telah ditentukan
Karyawan
Kepentingan
Kekuasaan
Pemerintah
Masyarakat
Mengharapkan
peran Menekan pemerintah melalui unjuk
perusahaan dalam program rasa missal; melakukan aksi
kesejahteraan
masyarakat; kekerasan
menjaga kesehatan lingkungan
Media massa
Menginformasikan
semua Mempublikasikan
kegiatan perusahaan yang negatif yang
merusak
berkaitan dengan isu etika, perusahaan
nilai-nilai,
kesehatan,
keamanan, dan kesejahteraan
Aktivis lingkungan
berita
citra
sebagainya
TANGGUNG
JAWAB
RESPONSIBILITY CSR)
SOSIAL
membatasi/melarangimpor produk
perusahaan tersebut bila merusak
lingkungan hidup atau melanggar
HAM
PERUSAHAAN
(CORPORATE
SOCIAL
Pengertian CSR
a. The World Business Council for Sustainable Development mendefinisikan CSR sebagai
komitmen bisnis untuk secara terus-menerus berperilaku etis dan berkontribusi dalam
pembangunan ekonomi serta meningkatkan kualitas hidup karyawan dan keluarganya,
masyarakat lokal, serta masyarakat luas pada umumnya.
b. EU Green Paper on CSR memberikan definisi sebagai suatu konsep di mana perusahaan
mengintegrasikan perhatian pada masyarakat dan lingkungan dalam operasi bisnisnya serta
dalam interaksinya dengan para pemangku kepentingan secara sukarela.
c. Magnan dan Ferrel mendefinisikan CSR sebagai suatu bisnis telah melaksanakan
tanggungjawab sosialnya jika keputusan yang diambil telah mempertimbangkan keseimbangan
antar berbagai pemangku kepentingan yang berbeda-beda.
d. A.B Susanto mendefinisikan CSR sebagai tanggung jawab perusahaan baik ke dalam maupun
ke luar perusahaan. Tanggung jawab ke dalam diarahkan kepada pemegang saham dan
karyawan dalam wujud profitabilitas dan pertumbuhan perusahaan, sedangkan keluar dikaitkan
dengan peran perusahaan sebagai peningkat kesejahteraan dan kompetensi masyarakat.
e. Elkington mengemukakan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan mencakup tiga dimenti,
yang lebih popular dengan singkatan 3P, yaitu: Profit, People, dan Planet.
Konsep CSR memadukan tiga fungsi perusahaan secara seimbang, yaitu: fungsi ekonomis, sosial,
dan alamiah.
Tingkat Lingkup keterlibatan dalam CSR
Keberhasilan CSR dan cakupan program CSR yang dijalankan akan ditentukan oleh tingkat
kesadaran pelaku bisnis dan pemangku kepentingan terkait lainnya. Ada tiga tingkat kesadaran yang
dimiliki oleh seseorang, yaitu: tingkat kesadaran hewani, tingkat kesadaran manusiawi, dan tingkat
kesadaran transedental. Program CSR akan berjalan efektif jika pihak terkait dalam bisnis
(Pengelola, Pemerintah, dan Masyarakat) sudah mempunyai kesadaran manusiawi dan transedental,
serta menganut teori etika dalam koridor utilitarianisme, deontology, keutamaan, dan teonom.
Lawrence, Weber, dan Post(2005) melukiskan tingkat kesadaran ini dalam bentuk tingkat
keterlibatan bisnis dengan pemangku kepentingan dalam beberapa tingkatan hubungan,
yaitu:inactive, reactive, dan interactive.
Bersarkan tingkat/lingkup keterlibatan ini, Lawrence, Weber, dan Post (2005) membedakan
dua prinsip CSR, yaitu: prinsip amal dan prinsip pelayanan. Perbedaan kedua prinsip ini terletak
pada perbedaan kesadaran dan lingkup keterlibatan.
Ciri-ciri
Prinsip Amal
Prinsip Pelayanan
Definisi
Tipe Aktivitas
Filantropi
korporasi;
tindakan Mengakui
adanya
saling
sekarela untuk menunjang citra ketergantungan perusahaan dengan
perusahaan
masyarakat;
menyeimbangkan
kepentingan dan kebutuhan semua
ragam kelompok di masyarakat
Contoh
Mendirikan
yayasan
amal,
berinisiatif untuk menanggulangi
masalah sosial, bekerja sama
dengan kelompok masyarakat yang
memerlukan
KASUS
a) Perubahan bentuk hukum Bulog dari lembaga pemerintahan yang murni bersifat sosial
menjadi Perusahaan Umum (Perum), yang tentunya sebagai perusahaan ada target
keuntungan yang harus dicapai.
b) Terjadinya berbagai kasus korupsi dan penyalahgunaan fungsi Bulog yang dilakukan oleh
oknum pejabat tinggi di Bulog, termasuk oleh para mantan Ketua Bulog (kasus Beddu
Amang, Rahardi Ramelan, dan Widjarnako Puspoyo) yang kasusnya telah dan sedang di
gelar di pengadilan.
c) Fungsi Bulog mulai bergeser dari fungsi awalnya sebagai pengendali stok dan harga beras,
padahal masalah beras berkaitan dengan kehidupan para petani dan konsumen yang
sebagian besar tergolong penduduk berpenghasilan menengah ke bawah. Bulog kini lebih
berorientasi mencari keuntungan, misalnya dengan mengimpor daging mahal dari luar
negeri yang sebenarnya daging tersebut lebih berkaitan dengan kebutuhan masyarakat
golongan kaya.
Akibatnya sudah dapat dirasakan saat ini. Oknum pejabat tertentu dan kroninya kaya raya
dari hasil korupsi, sementara negara kita kembali menjadi pengimpor beras terbesar. Ketahanan
pangan juga menjadi rentan karena petani tidak lagi bergairah untuk memproduksi padi akibat ulah
oknum pejabat Bulog yang sering kali menolak untuk membeli gabah petani. Kalaupun Bulog
bersedia membeli gabah petani, Bulog membelinya dengan harga yang tidak lagi menguntungkan
para petani. Maka tidak heran bila saat ini harga beras terus bergerak naik tak terkendali sehingga
sebagian besar rakyat tidak mampu lagi membeli beras.
PERTANYAAN DAN JAWABAN KASUS
a) Apakah awal pembentukan Bulog merupakan salah satu wujud implementasi system ekonomi
Pancasila?
Berdasarkan kasus Bulog, dapat diketahui bahwa terdapat beberapa pelanggaran etika bisnis
yang tidak sesuai dengan implementasi Pancasila. Berikut adalah penjabarannya:
1. Implementasi sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa
Pada beberapa kasus yang terjadi di Bulog seperti kasus korupsi, hal tersebut tentu
bertentangan dengan ajaran semua agama yang mempunyai ajaran moral yang bersumber
dari kitab suci masing-masing.Tidak ada ajaran agama yang memperbolehkan umatnya
untuk melakukan korupsi, sehingga sila pertama Pancasila tidak diimplementasikan pada
praktik etika bisnis dan profesi Bulog.
2. Implementasi sila kedua Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Implementasi sila kedua dalam etika bisnis dan profesi adalah suatu tindakan atau
perbuatan dianggap baik bila perbuatan atau tindakan tersebut sesuai dengan hak asasi
manusia (HAM). Teori ini sebenarnya didasarkan atas asumsi bahwa manusia mempunyai
martabat yang sama. Dalam hal ini, Bulog telah melanggar implementasi dari sila kedua,
terbukti dengan kasus korupsi Subsidi Pangan Rakyat Miskin yang dilakukan oleh Akbar
Tandjung pada tahun 2004 silam.
3. Implementasi sila ketiga Persatuan Indonesia
Apabila Bulog terus melakukan pelanggaran etika dan tidak dapat memperbaiki
kinerjanya, hal tersebut tentu dapat menimbulkan perpecahan antara pejabat Bulog dengan
rakyat kecil.Maka implementasi sila ketiga dapat terwujud jika Bulog mengutamakan
kepentingan rakyat kecil.
4. Implementasi sila keempat Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan
Dalam hidup bermasyarakat diperlukan landasan kepercayaan antara satu dengan lainnya,
dan untuk menanamkan kepercayaan tersebut diperlukan kejujuran dari semua anggota
kelompok. Bila tidak ada kejujuran sesama anggota kelompok, jangan harap ada
kepercayaan di antara anggota kelompok tersebut, bila tidak ada kepercayaan, maka
kelompok masyarakat tidak akan dapat terbentuk. Maka dari itu Bulog dalam menjalankan
tugasnya, diwajibkan penuh rasa tanggung jawab dan kejujuran. Untuk mendapatkan
kepercayaan dari rakyat Bulog harus bekerja secara bersih tanpa ada korupsi dan
pelanggaran yang lain.
5. Implementasi sila kelima Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Implementasi sila kelima yaitu suatu tindakan dapat dikatakan baik jika membawa manfaat
bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat.Meskipun beberapa pelanggaran kasus Bulog
membawa ketidak adilan bagi sebagian rakyat kecil, namun sejauh ini Bulog juga
memberikan manfaat bagi rakyat secara keseluruhan.Hal ini tercermin dari tugas Bulog
dalam penyaluran raskin di seluruh daerah di Indonesia.
b) Mengapa peran Bulog saat ini tidak lagi dirasakan manfaatnya oleh sebagian besar rakyat
Indonesia jika dikaitkan dengan berbagai konsep system ekonomi, konsep kesadaran, dan
konsep etika?
Berdasarkan Visi dan Misi Bulog mendasari fungsi Bulog sebagai perusahaan Umum
yang mengemban tugas sebagai pengendali ketahanan pangan nasional yang
berkelanjutan.Namun pada kenyataannya, Bulog tidak menjalankan fungsinya sesuai dengan
visi dan misi yang ditetapkan. Hal tersebut dikarenakan Bulog tidak menjalankan etika bisnis
dan profesi sesuai fungsinya, berikut contoh kasus-kasus pelanggaran yang dilakukan oleh
Bulog :
1) Korupsi Impor Sapi Fiktif
Kasus yang terjadi pada tahun 2001 tersebut, menyeret Direktur Utama Perum Bulog
yaitu Widjanarko sebagai tersangka.Handy (2009) menjelaskan, dalam pengadaan 3.000
ekor sapi, Bulog menunjuk tiga perusahaan rekanan. Masing-masing PT Karyana Gita
Utama, PT Surya Bumi Manunggal dan PT Lintas Nusa Pratama. Dari tiga perusahaan itu
hanya PT Karyana Gita Utama yang bisa menepati kontrak, yakni mendatangkan 1.000
ekor sapi sebelum Lebaran pada tahun 2001.
Sedangkan dua perusahaan lainnya terbukti gagal atau wanprestasi.Dari situlah,
Widjanarko kemudian diseret dalam kasus impor sapi fiktif. Sejumlah dokumen
menunjukkan pada 28 November 2001, Kepala Sub Unit Keuangan Bulog Setiabudi
Hidayat dan Kasubdit Verifikasi Bulog Muchlis berkirim surat ke Bank Bukopin tempat
menyimpan uang Bulog, untuk membatalkan transaksi senilai Rp 11 miliar lebih kepada
PT Surya Bumi Manunggal dan PT Lintas Nusa Pratama karena kedua rekanan Bulog itu
ternyata tidak memenuhi persyaratan kontrak kerja sama.
Namun, dua hari kemudian tepatnya tanggal 30 November 2001, Widjanarko selaku
pucuk pimpinan Bulog menganulir surat tersebut. Widjanarko pun meminta Bank Bukopin
segera mencairkan dana pengelolaan sapi potong kepada PT Surya Bumi Manunggal dan
PT Lintas Nusa Pratama.
2) Korupsi Subsidi Pangan Rakyat Miskin
Kasus ini terjadi pada tahun 1999. Menurut Majalah Trust (2004), Akbar Tandjung
merupakan ketua umum DPP Partai Golkar yang dipercaya untuk menyalurkan subsidi
pangan rakyat miskin di Jawa Timur dan Jawa Barat. Hal ini dilakukan karena pada masa
itu terjadi kemarau panjang dan sejumlah orang kekurangan pangan.
Sebagai penyalur subsidi, ditunjuklah Yayasan Raudlatul Jannah yang terletak di
bilangan Jakarta Barat. Penyidikan kemudian menyimpulkan bahwa daerah-daerah yang
dikatakan oleh Akbar dibantu dengan dana Bulog itu ternyata tak pernah menerima apa
pun. Hal ini diperkuat oleh keterangan Winfred, kontraktor penyalur sembako tersebut.
3) Keterlambatan Penyaluran Raskin
Barak Banten (2011) mengatakan bahwa, Harga kebutuhan pokok menjelang Hari
Raya Idul Fitri sangat menyulitkan ekonomi Keluarga Miskin (Gakin) disebagian wilayah
Kabupaten Bogor, Jawa Barat, namun tak membuat pemangku otoritas bergeming.
Gambaran ketidakpedulian tersebut, terlihat dari lambannya Perum Bulog Divre
Jawa Barat mengalokasikan beras untuk rakyat miskin (Raskin) kepada masyarakat
penerima manfaat.Untuk bulan Agustus lalu, masyarakat miskin di Desa Gobang
seharusnya sudah menerima alokasi beras Raskin sekitar delapan ton. Sementara di
Ciampea sekitar 7,5 ton untuk Agustus.
Seharusnya pada pertengahan bulan Agustus sudah disalurkan.bahkan seharusnya
diberikan untuk dua bulan (Agustus dan September). Tapi untuk Agustus pun belum
disalurkan. Keterlambatan penyaluran beras Raskin, adalah buntut dari penutupan gudang
Subdivre Bulog Dramaga sejak beberapa bulan lalu akibat kasus internal Bulog.
c) Apakah keberadaan Bulog saat ini masih diperlukan?
Menjadi pertanyaan kini, apakah keberadaan Bulog masih harus dipertahankan, jika
tidak ada lagi pilar-pilar penopangnya. Pengamat ekonomi Didik J Rachbini menyatakan
dengan tegas, Bulog masih dibutuhkan.Hanya saja, harus dilakukan perubahan paradigma
terhadap lembaga itu.
Jika pada masa lalu Bulog menapakkan kakinya di dua tempat, yaitu sebagai regulator
sekaligus pedagang, maka di masa mendatang, Bulog seyogyanya hanya sebagai regulator,
yaitu menjadi semacam lembaga otoritas pangan nasional (national food authority), khususnya
untuk beras sebagai komoditi pangan pokok."Kalau komoditi lain pelan-pelan dilepas ke
pasar," kata Didik.
Hal yang sama disampaikan oleh mantan Menteri Negara Urusan Pangan (Menpangan)
AM Saefuddin. Sesuai UU No 7/1997 pasal 3 ayat c yang mewajibkan terwujudnya tingkat
kecukupan pangan dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan
masyarakat."Untuk itu, Pemerintah harus lakukan stabilisasi harga, dan itu fungsinya Bulog,"
katanya.
Selain itu, dalam UU yang sama pasal 45 juga ditegaskan adanya kewajiban Pemerintah
bersama masyarakat untuk mewujudkan ketahanan pangan. Sementara pasal 46 menyebutkan,
dalam mewujudkan ketahanan pangan, Pemerintah menyelenggarakan, membina, atau
mengkoordinasikan segala upaya untuk mewujudkan cadangan pangan nasional.Mengambil
tindakan yang diperlukan untuk mencegah atau menanggulangi gejala kekurangan pangan,
keadaan darurat, dan atau spekulasi atau manipulasi dalam pengadaan dan peredaran pangan.
Sementara pasal 47 dengan tegas menyatakan, cadangan pangan nasional bukan hanya
pada masyarakat, tetapi juga di tangan Pemerintah. "Kalau Bulog dibubarkan, siapa yang akan
menjalankan amanat UU itu?," kata AM Saefuddin.
Seperti di negara-negara lain, tugas utama dari national food authority, menurut Didik,
adalah menentukan dan menjaga berlakunya harga dasar, menyerap produksi yang tidak
terserap pasar saat panen, dan menyalurkannya pada musim paceklik. Untuk menjalankan
fungsi itu, Bulog harus punya instrumen-instrumen pendukung.
"Tidak bisa kalau instrumennya hanya tarif, seperti yang diminta Dana Moneter
Internasional (IMF) melalui Bappenas.Beras adalah komoditas yang sangat penting, bahkan
menjadi komoditas politik, harus tetap ada yang menjadi lembaga pengendali," ujar Didik.
Sebagai regulator, Bulog harus dilengkapi instrumen yang bersifat legal, yaitu
kewenangan menetapkan harga dasar dan tarif impor.Kedua, tersedianya anggaran yang cukup,
tidak hanya tergantung pada kredit komersial murni seperti saat ini.Selain itu, adanya
instrumen yang sampai ke daerah-daerah seperti KUD, gudang dan aparat yang berada di
tingkat pelaksanaan di daerah-daerah.
Kesungguhan APBN menyediakan anggaran untuk operasi Bulog adalah hal yang tidak
bisa ditawar. Sebab, jika hanya tergantung pada kredit perbankan dengan bunga komersial,
Bulog akan terpuruk dan tidak akan sanggup mengamankan harga. "Beras adalah komoditas
yang untungnya sangat kecil," ungkap Didik.
Kepastian adanya anggaran yang dialokasikan untuk menjaga harga dasar adalah mutlak. AM
Saefuddin berpendapat, itu konsekuensi dari kebijakan melakukan stabilisasi harga."Dan, anggaran
itu bisa diambil dari tarif impor yang diperoleh dari beras, gula, dan sebagainya.Atau dari sumbersumber lain, namun, yang jelas harus ada kepastian alokasi anggaran bagi Bulog untuk membayar
bunga pinjaman bank," ujarnya.