: Sarda
NIM
: 1414040006
kelas
: Pendidikan Biologi
kelompok
: IV (empat)
telah diperiksa dan dikonsultasikan oleh Asisten dan Koordinator asisten, maka
dinyatakan diterima.
Makassar,
Januari 2015
Koordinator Asisten
Asisten
Djumarirmanto, S.Pd.
Mengetahui
Dosen Penanggung Jawab
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan setiap organisme di habitatnya selalu dipengaruhi oleh berbagai
hal.Sangat banyak factor yang berpenagruh terhadap kehidupan yang dijalani
setiap organisme.danSetiap makhluk hidup pun hidup di suatu lingkungan yang
berbeda, lingkungan juga pun mempunyai suhu yang berbeda. Setiap makhluk
hidup pun hidup dalam suhu yang berbeda-beda.Ada yang hidup pada suhu yang
normal da nada yang hidup pada suhu yang dingin misalnya saja beruang kutub.
Lingkungan mempunyai dimensi ruangg dan waktu sehingga kondisi setiap
lingkungan tersebut akan berubah sejalan dengan perubahan waktu, misalnya saja
pada saat pagi hari kondisi suhu di lingkungan akan terasa dingin dan pada siang
hari akan terasa panas karena adanya cahaya matahari. Salah satu factor
lingkungan yang paling mudah di ukur yaitu suhu karena mudah di ukur dan
beragam.Suhu disini mempunyai peranan penting dalam mengatur aktivitas suatu
organisme,
hewan
maupun
tumbuhan.Hal
ini
disebabkan
karena
suhu
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), pengaturan cairan tubuh, dan ekskresi
adalah elemen-elemen dari homeostatis. Dalam termoregulasi dikenal adanya hewan
hidup di atas suhu 50 , dan sedikit bakteri dan alga yang aktif dalam sumber air
panas dengan suhu 70 (Soewolo, 2000).
Hewan-hewan air biasanya mempunyai rentangan toleransi yang sempit
terhadap suhu. Hal ini berhubungan dengan rentangan perubahan suhu air yang tidak
terlalu jauh.Meskipun beberapa jenis hewan dapat bertahan hidup pada suhu ekstrem
atas atau bawah, tetapi kebnayakan hewan hanya bertahan hidup pada temperatur
yang sesuai dengan kemampuan adaptasinya.Adaptasi hewan terhadap temperatur
tertentu di lingkungan alam disebut aklimatisasi, dan adaptasi ini berlangsung
lama.Penyesuaian diri terhadap temperatur di laboratorium disebut aklimasi, dan
penyesuaian ini berlangsung sebentar.Temperatur di air tidak berubah terlau banyak.
Pada suhu 100C air sudah berubah menjadi uap, sementara pada suhu di bawah 0C
air berubah menjadi es. Suhu air di lautan biasanya tidak pernah mencapai di bawah
-3C, sementara di perairan air tawar tidak pernah mencapai di bawah 0C.di
lingkungan air, perubahan temperatur biasanya hanya terjadi di dekat permukaan air,
kecuali di perairan dangkal misalnya: daerah litoral atau di kolam. Di bagian yang
lebih dalam perubahan panas terjadi sebagai akibat dari sirkulasi vertikal, yaitu
gerakan air dari permukaan ke arah lebih dalam kemudian kembali ke permukaan.
Perubahan temperatur di dalam air mempengaruhi kelarutan garam-garam mineral
dan zat-zat lain. Makin tinggi temperaturnya, tingkat kelarutan garam mineral makin
besar, tetapi kandungan oksigen berkurang karena terlepas ke udara (Susanto, 2000).
Semua organisme laut (kecuali mam-malia) adalah bersifat poikilotermik yaitu tidak
dapat mengatur suhu tubuhnya. Suhu tubuh organisme poikilotermik ini sangat
tergantung pada suhu air tempat hidupnya. Oleh karena itu adanya perubahan suhu air
akan berakibat buruk terhadap organisme perairan. Perubahan suhu air yang lebih
ting- gi dari suhu ambang batas atas (upper lethal limit) atau lebih rendah dari
ambang batas bawah (lower lethal limit) akan mengakibat- kan kematian massal
organisme. Kematian massal berbagai organisme perairan akibatperubahan suhu yang
besar sudah sering terjadi. Sebagai contoh adalah kematian 11 spesies dari 13 spesies
binatang karang di Hawaii akibat kenaikan suhu air laut sekitar 5 6C. Hal yang
sama juga pernah terjadi di perairan Karibia, Samoa dan Guam. Kasus kematian
massal organisme perairan ini menunjukkan bahwa suhu merupakan salah satu faktor
abiotik yang sangat penting dalam menunjang kelangsungan hidup orga-nisme
perairan. Dalam tulisan ini penulis mencoba mengulas berbagai pengaruh perubahan
suhu air terhadap kehidupan organisme laut (Hutagulung, 1988).
Berdasarkan responnya terhadap perubahan temperature lingkungan, hewan
dikelompokkan menjadi hewan homoitermi dan poikilotermi.Hewan homoitermi
bersifat homoitermi yaitu mamalia dan burung.Hewan poikilotermi adalah hewan
yang temperature lingkungannya berubah.Hewan bersifat poikilotermi adalah reptile,
amfibi ikan dan hewan-hewan avertebrata. Sebagai contoh: temperature tubuh ikan
sama dengan temperature air dimana ikan itu berenang (Agus, 2005).
Sebagian besar organisme laut bersifat poikilotermik (suhu tubuh sangat
dipengaruhi suhu massa air sekitarnya), oleh karenanya pola penyebaran organisme
laut sangat mengikuti perbedaan suhu laut secara geografik. Berdasarkan penyebaran
suhu permukaan laut dan penyebaran organisme secara keseluruhan maka dapat
dibedakan menjadi 4 zona biogeografik utama yaitu: kutub, tropic, beriklim sedang
panas dan beriklim sedang dingin. Terdapat pula zona peralihan antara daerah-daerah
ini, tetapi tidak mutlak karena pembatasannya dapat agak berubah sesuai dengan
musim Organisme perairan seperti ikan maupun udang mampu hidup baik pada
kisaran suhu 20-30C. Perubahan suhu di bawah 20C atau di atas 30C
menyebabkan ikan mengalami stres yang biasanya diikuti oleh menurunnya daya
cerna. Oksigen terlarut pada air yang ideal adalah 5-7 ppm. Jika kurang dari itu maka
resiko kematian dari ikan akan semakin tinggi. Namun tidak semuanya seperti itu,
ada juga beberapa ikan yang mampu hidup suhu yang sangat ekstrim. Dari data satelit
NOAA, contoh jenis ikan yang hidup pada suhu optimum 20-30C adalah jenis ikan
ikan pelagis. Karena keberadaan beberapa ikan pelagis pada suatu perairan sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor oseanografi. Faktor oseanografis yang dominan adalah
suhu perairan. Hal ini dsebabkan karena pada umumnya setiap spesies ikan akan
memilih suhu yang sesuai dengan lingkungannya untuk makan, memijah dan aktivitas
lainnya. Seperti misalnya di daerah barat Sumatera, musim ikan cakalang di Perairan
Siberut puncaknya pada musim timur dimana SPL 24-26C, Perairan Sipora 25-27C,
Perairan Pagai Selatan 21-23C (Firdaus, 2010).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat
Hari / tanggal : Rabu, 21 Januari 2015
Waktu
: Pukul 7.30 9.30 WITA
Tempat
: Green House FMIPA UNM
B. Alat Dan Bahan
1. Alat
a. Thermometer batang
b. Neraca
c. Stopwatch/ hand phone
d. Becker glass/toples kaca
2. Bahan
a. Ikan mas koki
b. Es batu
c. Air keran
d. Air panas
C. Prosedur Kerja
1. Mengambil ikan mas koki dan memasukkannya ke dalam becker glass yang
berisi air keran (270C). kemudian mencatat frekuensi pergerakan buka tutup
(overculum) dalam waktu satu menit selama 5 menit.
2. Mengambil ikan mas koki dan memasukkannya ke dalam becker glass yang
berisi air dingin (140C). kemudian mencatat frekuensi pergerakan buka tutup
(overculum) dalam waktu satu menit selama 5 menit.
3. Mengambil ikan mas koki dan memasukkannya ke dalam becker glass yang
berisi air panas (310C). kemudian mencatat frekuensi pergerakan buka tutup
(overculum) dalam waktu satu menit selama 5 menit.
4. Mencatat hasilnya dalam tabel pengamatan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Tabel hasil pengamatan
Waktu (menit)
No
Suhu
Rata-Rata
1
27
95
184
235
276
243
206,6
16
45
64
89
109
122
85,8
38
134
238
330
454
560
343,2
.
1
B. Analisis Data
Kecepatan buka tutup operculum dalam setiap menit (v)
X= waktu
Y= banyaknya gerakan operculum
1. Kecepatan buka tutup operculum pada suhu 27
y 95
V 1= = =95
x 1
y 184
V 2= =
=92
x
2
y 235
V 3= =
=78,3
x
3
y 276
V 4= =
=69
x
4
y 243
V 5= =
=48,6
x
5
2. Kecepatan buka tutup operculum pada suhu 16
y 45
V 1= = =45
x 1
y 64
V 2= = =32
x 2
y 89
V 3= = =29,6
x 3
y 109
V 4= =
=27,25
x
4
y 122
V 5= =
=24,4
x
5
3. Kecepatan buka tutup operculum pada suhu 38
y 134
V 1= =
=45
x
1
y 238
V 2= =
=32
x
2
y 330
V 3= =
=29,6
x
3
y 454
V 4= =
=27,25
x
4
y 560
V 5= =
=24,4
x
5
C. Analisis Grafik
D. Pembahasan
Dari percobaan yang telah kami lakukan mengenai frekuensi gerakan (buka
tutup) operculum pada ikan mas koki dapat diketahui sebagai berikut:
1. Frekuensi gerakan (buka tutup) operculum ikan mas koki yang berada pada
becker glass pertama yang berisi air keran dengan suhu 270C pada menit
pertama yaitu 95 kali, pada menit kedua 184 kali, pada menit ketiga 235 kali,
pada menit keempat yaitu 276 kali dan pada menit kelima yaitu 243 kali,
sehingga rata-ratanya dapat kami temukan yaitu sebanyak 206,6 kali gerakan
per menitnya. Seperti yang terlihat pada grafik, dapat ditentukan bahwa pada
keadaan ini gerakan operculum dianggap sebagai standar untuk menentukan
apakah suhu mempengaruhi aktivitas organisme. Dengan kata lain ikan tersebut
berada pada keadaan seimbang dengan lingkungannya.
2. Frekuensi gerakan (buka tutup) operculum ikan mas koki yang berada pada
becker glass kedua yang berisi air dingin dengan suhu 16 0C yaitu pada menit
pertama yaitu 45 kali, pada menit kedua yaitu 64 kali, pada menit ketiga yaitu
89 kali, pada menit keempat yaitu 109 kali dan pada menit kelima yaitu 122
kali, sehingga di dapatkan reratanya yaitu sebanyak 85,8 gerakan per menit.
Dari data pada becker glass B ini, seperti yang terlihat pada grafik, gerakan
operculum ikan menurun atau dengan kata lain aktivitasnya lebih sedikit
dibandingkan dengan suhu sebelumnya. Hal tersebut menandakann bahwa suhu
yang menurun mengakibatkan turunnya pula aktivitas ikan, sehinga gerakan
(buka tutup) operculumpada ikan tersebut bekerja lebih lambat dalam
memenuhi kebutuhan oksigen.
3. Frekuensi gerakan (buka tutup) operculum ikan mas koki yang berada pada
becker glass yang ketiga yang berisi air panas dengan suhu 38 0C yaitu, pada
menit pertama yaitu 134 kali, pada menit kedua yaitu 238 kali, menit ketiga
yaitu 330 kali, menit keempat yaitu 454 kali, dan pada menit kelima yaitu 560
kali. Sehingga diperoleh rata-ratanya yaitu 343,2 gerakan permenit. Dapat
dilihat pada grafik hubungan antara waktu dan suhu terhadap aktivitas buka
tutup operculum ikan mas, pada keadaan ini gerakan operculum yang dilakukan
oleh ikan lebih tinggi dibandingkan pada becker glass yang berisi air keran dan
air dingin. Hal ini menandahkan bahwa suhu yang meningkat menyebabkan
aktivitas ikan tersebut juga meningkat yang ditandai dengan cepatnya gerakan
operculumpada ikan tersebut.
Dari uraian di atas, dapat di katakan bahwa semakin tinggi suhu yang
diberikan maka semakin cepat pula pergerakan operculum pada ikan mas koki
tersebut, dan semakin kecil suhunya atau berada pada keadaan dingin maka
semakin kecil pula aktivitas ikan tersebut sehingga gerakan operculum ikan
tersebut kecil. Hal tersebut sesuai dengan teori yang ada sehingga dapat
dikatakan bahwa suhu sangat berpengaruh terhadap aktivitas organisme.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan data yang kami peroleh dapat disimpulkan bahwa semakin
tinggi suhu maka semakin tinggi pula aktivitas organisme tersebut, ini ditandai
pada gerakan operculum ikan mas koki tersebut yang berada pada air panas,
sehingga suhu berpengaruh terhadap aktivitas organisme. Begitupun dengan suhu
dingin yang diterima oleh ikan, ia tidak senantiasa bergerak bebas dan beraktivitas
pada suhu dingin.
B. Saran
1. Kepada praktikan, sebaiknya lebih teliti lagi dalam mengamati agar hasil yang
di dapatkan baik.
2. Kepada asisten, diharapkan hadir saat praktukum berlangsung agar praktikan
tidak kewalahan saat praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
A. Pertanyaan
sehingga
ikan
menyesuaikan
diri
dengan
perubahan
di
lingkungannya.
2. Frekuensi gerakan (buka tutup) operculum tertinggi yaitu pada air panas
dengan suhu 380C.
3. Frekuensi gerakan (buka tutup) operculum tertinggi yaitu pada air dingin
dengan suhu 160C.
4. Perbedaan itu disebabkan karena suhu air masing-masing yang digunakan
tersebut berbeda., dan juga aktivitas ikan sangat dipengaruhi oleh suhu. Jika
suhu di sekitar ikan tinggi, tubuh ikan akan beraktivitas lebih cepat dibanding
biasanya sehingga ikan memerlukan oksigen yang lebih banyak. Hal inilah
yang membuat gerakan operculum pada ikan menjadi sangat cepat.