Anda di halaman 1dari 36

Langkah-Langkah Agar Tim

Penanggulangan Kebakaran Dapat Berperan


Dengan Benar
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keselamatan, Kesehatan Kerja
Dan Lindung Lingkungan

Disusun oleh:

Kelompok 4
Adeline Jessica

1406567813

Dicki Rachman

1406567214

Eviana

1406566685

Grace Margaretha

1406572933

Handri Wijaya

1406568154

Hassel Angelyn

1406571211

Kezia Dara Euodia

1406567914

Matthew Hardhi

1406567984

Raihan Fuad

1406564452

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK, 2016

Kata Pengantar
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Berkat dan
RahmatNya, kami dapat menyusun makalah yang bertema Langkah-langkah
agar Tim Penanggulangan Kebakaran dapat Berperan dengan Benar untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lindung
Lingkungan.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak terlepas dari bantuan serta
bimbingan dari berbagai pihak, baik secara langsung mau pun tidak langsung.
Oleh karena itu, dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada
Ir. Rusdy Malin M.Sc. selaku dosen matakuliah Keselamatan Kesehatan Kerja
dan Lindung Lingkungan yang telah membimbing kami dalam penulisan makalah
ini.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini, masih banyak
kekurangan baik dari segi bahasa maupun isi sehingga kami mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan dan perbaikan di masa
mendatang.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih kepada pembaca yang
mempergunakan makalah ini sebagai acuan. Semoga bermanfaat.
Depok, 4 April 2016

Tim Penyusun

ii

DAFTAR ISI
Lembar Judul .............................................................................................................. i
Kata Pengantar........................................................................................................... ii
Daftar Isi .................................................................................................................... iii
Daftar Gambar .......................................................................................................... iv
Bab I: Pendahuluan
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.2 Tujuan .................................................................................................................... 2
1.3 Rumusan Masalah .................................................................................................. 3
Bab II: Landasan Teori
2.1 Persepsi Risiko ....................................................................................................... 4
2.2 Keselamatan Konstruksi dan Permesinan .............................................................. 7
2.3 Keselamatan Proses dan Teknik Analisis .............................................................. 8
2.4 Keselamatan Kebakaran dan Ledakan ................................................................. 16
2.5 Keselamatan dan Penggunaan Listrik .................................................................. 18
2.6 Komunikasi Bahaya dan Alat Perlindungan Diri ................................................. 19
2.7 Lindungan Lingkungan ........................................................................................ 21
Bab III: Pembahasan
3.1 Fire Management ................................................................................................. 23
3.2 Langkah Pencegahan Kebakaran (FIRE MANAGEMENT: ACTING) .............. 23
3.3 Langkah Penanganan Saat Terjadi Kebakaran (FIRE MANAGEMENT:
ACTING) ............................................................................................................ 25
3.4 Langkah Penanganan Pasca Kebakaran (FIRE MANAGEMENT: ACTING).... 25
Bab IV: Penutup
Kesimpulan ................................................................................................................ 30
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 31

iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Teori Domini Heinrich ............................................................................. 5


Gambar 2. Simbol dalam Fault Tree Analysis ........................................................... 6
Gambar 3. Diagram Alur Terjadinya Kebakaran ..................................................... 16
Gambar 4. Undang-Undang Pencegahan Bencana ................................................. . 13
Gambar 5. Efek Arus Listrik Pada Manusia ............................................................. 19
Gambar 6. Label Peringatan ..................................................................................... 20
Gambar 7. Klasifikasi Kebakaran NFPA 704 .......................................................... 28

iv

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebuah gedung mempunyai peranan yang sangat penting dalam


mendukung kelancaran dan kesinambungan operasi perusahaan atau proses
kerja secara keseluruhan. Oleh karena itu, semua pihak yang turut
memanfaatkan gedung ini, baik individu ataupun badan perusahaan, termasuk
mitra kerja harus aktif memelihara dan menjaga kebersihan, keselamatan dan
kesehatan kerjanya. Salah satu perwujudan perusahaan dalam memelihara dan
menjaga keselamatan dan kesehatan kerjanya adalah melalui penerapan
Manajemen Penanggulangan Kebakaran.
Sebuah gedung melalui penerapan Manajemen Penanggulangan
Kebakaran harus mampu mengatasi kemungkinan terjadinya kebakaran
melalui kesiapan dan keandalan sistem proteksi yang ada, serta kemampuan
petugas menangani pengendalian kebakaran. Selain petugas, semua pihak
yang terkait dalam setiap pemanfaatan bangunan harus terlibat dalam upaya
penanggulangan kebakaran. Semua pihak, baik karyawan maupun mitra kerja
harus turut aktif berusaha agar peristiwa kebakaran yang tidak dikehendaki
dan merugikan tersebut tidak terjadi. Jadi semua pihak harus memikirkan dan
mematuhi seluruh peraturan dan anjuran anjuran keselamatan yang telah di
buat pada setiap bagian dalam sebuah gedung tersebut seperti larangan
merokok, larangan menggunakan tangga darurat untuk operasi normal dan
lain sebagainya yang telah ditetapkan.
Disektor industri sendiri yang berkembang secara kompleks, dimana
terdapat banyak sumber potensi yang dapat memicu terjadinya kebakaran.
Maka bila terjadi kebakaran akan banyak pihak yang akan merasakan
kerugiannya, antara lain pihak investor, para pekerja, pemerintah maupun
masyarakat luas.
Sesuai dengan Undang undang No. 1 Bab III pasal 3 tahun 1970

mengenai Keselamatan Kerja: Syarat syarat keselamatan kerja yang


berhubungan dengan penanggulangan kebakaran antara lain mencegah,
mengurangi, dan memadamkan kebakaran, penyediaan sarana jalan untuk
menyelamatkan diri, pengendalian asap, panas dan gas serta melakukan
latihan bagi semua karyawan.
Jumlah kasus kebakaran yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya yang
terjadi cukup banyak, data yang diperoleh dari Dinas Kebakaran Jakarta Barat
menunjukkan frekuensi kebakaran yang terjadi pada industri kimia pada
tahun 2005 sebanyak 10 kasus kebakaran, tahun 2006 sebanyak 9 kasus
kebakaran dan tahun 2007 sebanyak 5 kasus kebakaran di industri kimia. Dan
kasus kebakaran lain yang terjadi di Industri kimia adalah kejadian kebakaran
di PT. Petro widada, Gresik yang mengakibatkan 59 korban jiwa yaitu 3
orang meninggal dunia dan 59 orang luka luka, dari hasil penelitian
Bappedal Jawa Timur kebakaran ini ditimbulkan oleh terbakarnya bahan
bahan kimia hasil produksi.
Tingginya angka kasus kebakaran di industri menunjukkan bahwa
kasus kebakaran merupakan salah satu bentuk kecelakaan atau musibah yang
memerlukan perhatian khusus, terbukti dengan dampak kebakaran tersebut
dapat menelan kerugian yang sangat besar. Dapat disebabkan oleh berbagai
hal diantaranya terjadi kebakaran yang sebenarnya tidak sengaja (real fire),
dan kebakaran yang disengaja (arson fire).
Mengingat kasus tersebut, maka diperlukan suatu sistem Manajemen
Penanggulangan Bahaya Kebakaran. Dimana sistem tersebut terdapat suatu
Tim Penanggulangan Kebakaran (Tim Anti Fire) yang dapat diandalkan. Oleh
sebab itu, dalam makalah ini akan dibahas mengenai langkah-langkah agar
Tim Penanggulangan Kebakaran dapat berperan dengan benar.
1.2 Tujuan
Adapun beberapa tujuan yang kiranya ingin dicapai oleh penulis
setelah dibacanya makalah ini, beberapa tujuan tersebut yaitu:

1. Mampu menyebutkan dan menjelaskan/mendeskripsikan langkahlangkah

yang

ditempuh

dalam

meningkatkan

efektivitas

tim

penanggulangan kebakaran.
2. Memberikan

saran

dan

masukan

teknik/metode

lain

dalam

meningkatkan efektivitas tim penanggulangan kebakaran.


3. Dapat turut serta andil dalam pengembangan ke-efektivitas-an tim
penanggulangan kebakaran.
1.3 Rumusan Masalah
Apa saja metode-metode atau langkah-langkah yang tepat untuk
meningkatkan efektivitas dan efisiensi dari tim penanggulangan kebakaran?

BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Persepsi Risiko


Dalam menghadapi suatu kondisi atau masalah terhadap objek yang
sama seringkali kita memiliki suatu persepsi yang berbeda. Hal ini terjadi
karena adanya perbedaan dalam sistem nilai dan ciri kepribadian dari individu
yang bersangkutan. Persepsi sendiri dalam arti sempit menurut Sobur adalah
penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu. Sedangkan dalam arti
luas adalah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang
memandang dan mengartikan sesuatu (Sobur, 2010). Persepsi juga bisa
disebut proses otomatis yang terjadi dengan kadang tidak disadari dan sangat
cepat, sehingga dimana seseorang dapat menerima dan mengenali stimulus
yang diterimanya saat itu. Menurut Slameto (2010) persepsi adalah proses
yang menyangkut masuknya pesan atau informasi kedalam otak manusia,
melalui persepsi manusia terus menerus mengadakan hubungan dengan
lingkungannya. Hubungan ini dilakukan lewat inderanya, yaitu indera
pengelihat, pendengar, peraba, perasa,dan penciuman.
Konsep mengenai persepsi risiko menurut Sjoberg (2004) membantu
seseorang untuk mengerti dan mengatasi adanya bahaya dan ketidakpastian.
Persepsi mengenai risiko tidak selalu sama (tidak konstan). Hal ini bervariasi
pada individu dan sesuai konteks. Persepsi individu tentang risiko tidak selalu
berhubungan dengan lingkungan fisik. Risiko juga dapat merupakan sesuatu
yang dipercayai akan terjadi, kemungkinan hasil yang akan terjadi dan
seberapa peduli seseorang jika hal tersebut benar-benar terjadi.
Analisis Resiko
Secara sederhana, analisis resiko atau risk analysis dapat diartikan
sebagai sebuah prosedur untuk mengenali satu ancaman dan kerentanan,
kemudian menganalisanya untuk memastikan hasil pembongkaran, dan
menyoroti bagaimana dampak-dampak yang ditimbulkan dapat dihilangkan

atau dikurangi. Analisis resiko juga dipahami sebagai sebuah proses untuk
menentukan pengamanan macam apa yang cocok atau layak untuk sebuah
sistem

atau

lingkungan

(ISO

1799,

An

Introduction

To

Risk

Analysis, 2012).
Analisis Fault Tree
Fault

Tree

Analysis

(FTA)

adalah

sebuah

teknik

untuk

menghubungkan beberapa rangkaian kejadian yang menghasilkan sebuah


kejadian lain. Metode ini menggunakan pendekatan deduktif yang mencari
penyebab dari sebuah kejadian. Metode ini dipakai untuk investigasi
kecelakaan kerja dengan cara menganalisis penyebab langsung hingga
penyebab dasar dari kecelakaan kerja itu sendiri.

Gambar 1. Teori Domino Heinrich


Dari teori di atas bisa disimpulkan bahwa kerugian yang ditimbulkan


oleh

kecelakaan

kerja

diawali

oleh

lemahnya

kontrol

sehingga

memunuculkan sebab dasar kecelakaan lalu sebab langsung dari kecelakaan.


Ini artinya apabila salah satu dari kartu domino sebelum kerugian diambil,
maka tidak akan muncul kerugian.
Fault Tree Analysis menggunakan prinsip ini untuk mengetahui
penyebab dasar dari sebuah kecelakaan. Literatur FTA banyak menyebutkan
tentang simbol-simbol penyebab serta gerbang penghubung (Gates) yang
terdiri dari gerbang Dan serta Atau.

Gambar 2. Simbol dalam Fault Tree Analysis


Namun, Bill Vesely dari Kantor Pusat NASA menyatakan bahwa


gerbang Dan, Atau serta simbol simbol yang lain tidak diperlukan
apabila suatu kejadian merupakan sebuah State of System yang berarti
penyebab tidak muncul dari 1 alat/kondisi saja namun merupakan hasil
interaksi dari berbagai macam penyebab. Hal ini bisa diterapkan dalam kasus
kecelakaan kerja karena dalam kecelakaan kerja selalu terdiri dari berbagai
macam penyebab.
Analisis Event Tree
Analisis event tree adalah teknik analisis untuk mengidentifikasi dan
mengevaluasi urutanperistiwa dalam skenario kecelakaan yang potensial.
ETA menggunakan struktur pohon logikavisual yang dikenal sebagai pohon
kejadian (ET). Tujuan dari ETA adalah untuk menentukan apakah suatu
kejadian akan berkembang menjadi sebuah kecelakaan serius atau jika
peristiwa tersebut dapat dikendalikan oleh sistem keselamatan dan prosedur
yang diterapkan dalam desain sistem. ETA dapat menghasilkan berbagai
kemungkinan hasil keluaran dari sebuah kejadian awal, dan dapat
memprediksi kemungkinan terjadinya kecelakaan untuk setiap hasil keluaran.

Definisi-definisi pada Teknik ETA adalah sebagai berikut, yaiut:


Accident Scenario: Serangkaian kejadian yang akhirnya mengakibatkan
kecelakaan. Urutan kejadian dimulai dengan kejadian awal (pemicu) dan
biasanya diikuti oleh satu atau lebih peristiwa penting lainnya yang
akhirnya mengarah ke keadaan akhir yang tidak diinginkan (terjadi sebuah
kecelakaan).
Initiating event (IE): Kesalahan atau peristiwa yang tidak diinginkan yang
memulai awal dari rangkaian kecelakaan. IE dapat mengakibatkan
kecelakaan tergantung pada sukses atau tidaknya pelaksanaan metode
penanggulangan bahaya yang dirancang ke dalam sistem.
Pivotal Events: Peristiwa perantara penting yang terjadi antara kejadian
awal dan kecelakaan akhir. PE merupakan kejadian gagal maupun sukses
dari metode keselamatan yang ditetapkan untuk mencegah IE agar tidak
mengakibatkan sebuah kecelakaan. Jika peristiwa penting bekerja dengan
sukses, itu menghentikan kecelakaan skenario dan disebut sebagai
peristiwa meringankan. Jika peristiwa penting gagal bekerja, maka
skenario kecelakaan diperbolehkan untuk kemajuan dan disebut sebagai
acara memberatkan.
Probabilistic Risk Assessment (PRA): Metode analisis yang komprehensif,
terstruktur, dan logis untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko pada
system teknologi yang kompleks. Tujuan PRA adalah identifikasi secara
terperinci terperinci dan penilaian skenario kecelakaan dengan analisis
kuantitatif.
2.2 Keselamatan Konstruksi dan Permesinan
Risiko dalam suatu kegiatan konstruksi atau industrial perlu dikaji
dalam sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja untuk setiap
tahapan dalam siklus hidup suatu proyek, plant atau teknologi. Berikut adalah
jenis-jenis bahaya yang dapat ditemui dalam lingkungan kerja:
Gravitasi: terjatuh, benda jatuh
Tanjakan: terguling, hambatan, tidak ratanya permukaan

Air: tenggelam
Berjalan: tersandung, tergelincir
Mekanis: rotasi, getaran, geseran, pneumatic
Energi tersimpan: semburan, pneumatic, kapasitor
Kimia: korosif, racun
Listrik: setruman
Biologis: alergen, karsinogen
Energi radiasi: suara, nuklir, sinar x, cahaya
Hal-hal penting dalam rancangan keselamatan permesinan adalah:
Desain

Transportasi

Pemilihan material

Commissioning

Manufaktur

Operasi dan Pemeliharaan

Assembly

Demolition

Berikut adalah kriteria permesinan yang baik:


Bisa memberikan perlindungan yang positif dan menghindarkan pekerja
dari akses dengan daerah bahaya selama pekerjaan berlangsung.
Tidak mempengaruhi atau mengganggu operasi mesin, tetap bisa
memungkinkan pelumasan, penyetelan, perbaikan yang baik dan mudah.
Kuat, tahan lama, tahan api dan tahan karat.
Tidak mempunyai serpihan dan ujung atau penampang yang tajam, yang
bisa menyebabkan luka.
Dirancang untuk tidak menimbulkan kerusakan dan bisa dilepaskan atau
disetel tetapi dengan ijin.
Tidak mempengaruhi diri pekerja seperti menyebabkan kelelahan mata
atau ketidaknyamanan yang lain.
2.3 Keselamatan Proses dan Teknik Analisis
Resiko diidentifikasi melalui proses penilaian resiko dan melalui
pengamatan di tempat kerja. Resiko yang teridentifikasi itu harus dikelola dan
dipastikan pengendaliannya melalui suatu sistem kerja aman.
Instruksi kerja mendefinisikan suatu proses untuk pengidentifikasian

bahaya-bahaya di tempat kerja dan mengelola resiko tersebut. Tujuannya


adalah untuk mencegah bahaya (harm) terhadap:

karyawan,

lingkungan,

kerusakan harta milik perusahaan, dan atau

reputasi atau citra perusahaan (company image)


Bahaya-bahaya disebutkan di atas adalah sebagai akibat atau

konsekuensi dari kegiatan proyek atau kegiatan perusahaan. Proses


identifikasi juga berguna untuk menyediakan hal-hal agar didapat
pemahaman umum akan cakupan pekerjaan dan cakupan praktek-praktek
kerja. Di dalam melaksanakan proses JSA/JHA harus mengikuti dan sejalan
dengan proses penganalisaan bahaya (hazard analysis) dan identifikasi bahaya
(hazard identification).
Prinsip K3 di dalam manajemen resiko yang biasa diterapkan
perusahaan secara umum adalah bahwa:
1.

Semua operasi dan kondisi berbahaya wajib diidentifikasi,

2.

Resiko dari bahaya yang diidentifikasi itu dinilai, dan

3.

Tindakan yang relevan diterapkan perusahaan untuk mengontrol bahaya


itu.
Penerapan ini harus melalui kegiatan yang karyawan laksanakan

dengan tujuan agar semua kecelakaan dapat dicegah.


Instruksi kerja (work instruction) memuat metode dimana pekerjaan
berbahaya atau pekerjaan tidak rutin yang melibatkan pekerjaan baru (new
task), atau peralatan baru dll dapat dianalisa secara sistematis untuk:
1.

Mengidentifikasi resiko yang ada melekat (inherent) di langkah-langkah


kerja.

2.

Menilai dan membuat prioritas dalam mengontrol resiko-resiko tersebut.

3.

Menerapkan tindakan-tindakan pengontrolan (control measures) untuk:


a. menghilangkan bahaya (eliminate), atau
b. meminimalkan resiko (minimize) ke tingkat ALARP (As Low As
Reasonable Practicable).
Instruksi Kerja yang dibuat harus diterapkan pada semua tingkatan

atas pekerjaan proyek di lapangan (Project Field Operation). Dan manfaat


yang optimal dapat diperoleh melalui penerapan proses JSA/JHA ini yang
diawali pada saat permulaan atas setiap kegiatan pekerjaan dalam lingkup
proyek tersebut.
Project HSE Coordinator, HSE Engineer, dan Construction
Superintendent bertanggung jawab untuk:
1.

Memastikan bahwa sistem pengendalian bahaya ini terlaksana untuk


kegiatan atau aktivitas perusahaan di tempat kerja mereka.

2.

Proses JSA/JHA dilakukan, dicatat dan direview sebelum melaksanakan


pekerjaan yang berpotensi menimbulkan bahaya terhadap karyawan atau
lingkungan termasuk membahayakan asset atau operasional perusahaan
dan juga reputasi atau citra perusahaan.

3.

Proses JSA/JHA dipakai untuk memastikan bahwa untuk pada akhirnya


semua karyawan yang terlibat atas suatu pekerjaan menjadi PEDULI
akan BAHAYA yang terkait atas pekerjaan itu. Dengan demikian mereka
harus melakukan PENGENDALIAN atau KONTROL yang diperlukan
untuk mereduksi semua bahaya menjadi ke tingkat ALARP.

HSE Engineer/Vessel Supervisor bertanggung jawab untuk:


1.

Memastikan proses JSA/JHA dilaksanakan secara efektif di tempat kerja


yang telah ditetapkan.

2.

Memastikan bahwa semua anggota tim yang ditunjuk memahami


persyaratan Prosedur Kerja Aman

Construction Safety Officer bertanggung jawab untuk:


1.

Memonitor implementasi dan keefektifan proses JSA/JHA

2.

Memelihara dan memutakhirkan (meng-update) Project Risk Register

Site Personnel bertanggung jawab untuk:


1.

Mengenalkan pada diri mereka atas persyaratan atau temuan-temuan dari


setiap penilaian resiko,

2.

Berpartisipasi di dalam setiap JSA/JHA atas pekerjaan yang mereka


terlibat di dalamnya.

10

Pekerjaan yang memerlukan JSA:


1.

Pekerjaan yang jarang dilaksanakan atau melibatkan pekerja baru untuk


melaksanakannya.

2.

Pekerjaan yang mempunyai riwayat atau potensi menga-kibatkan cedera,


nyaris celaka (near miss) atau kerugian yang terkait insiden.

3.

Pekerjaan kritis yang terkait dengan keselamatan seperti kebakaran,


peledakan (explosion), tumpahan bahan kimia, terciptanya atmosfir kerja
yang toksik, terciptanya atomosfir kerja yang kekurangan oksigen.

4.

Pekerjaan yang dilaksanakan di lingkungan kerja yang baru.

5.

Pekerjaan dimana tempat kerja yang dipakai atau kondisi lingkungan


kerja telah berubah atau mungkin berubah.

6.

Pekerjaan yang dikerjakan dimana kondisi yang disebutkan pada ijin


kerja aman atau PTW mensyaratkan adanya JSA.

7.

Pekerjaan yang jelas-jelas telah BERUBAH pelaksanaan pekerjaannya


baik metode atau yang sejenisnya.

8.

Pekerjaan yang mungkin mempengaruhi integritas atau keluaran dari


sistem proses.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka secara konsisten bahwa

pekerjaan non-rutin atau kegiatan kerja yang telah diketahui bahayanya baik
dijadwalkan atau pun tidak dijadwalkan harus dilengkapi dengan JSA/JHA.
Analisa jadwal kegiatan atas ruang lingkup pekerjaan:
1.

Akan dilaksanakan oleh Construction Superintendent, dan

2.

Diinformasikan secara rinci atau detil kepada Discipline Supervisor oleh


Construction Superintendent sebelum pekerjaan dilaksanakan.

Construction Superintendent akan melaksanakan atau mempertimbangkan


hal-hal berikut ini:
1.

Supervisor yang bertanggung jawab atas suatu pekerjaan sesuai cakupan


yang tercantum di dalam JSA/JHA.

2.

Ruang lingkup secara pasti atas pekerjaan yang akan dilaksanakan.

3.

Dampak pekerjaan yang ditimbulkan terhadqap kegiatan di tempat kerja


lain.

11

4.

Pekerjaan dipengaruhi oleh kegiatan dari tempat kerja lain.

5.

Lokasi kerja

6.

Kapan pekerjaan itu akan dilaksanakan dan berapa lama.

7.

Urut-urutan pekerjaan sampai selesai.

8.

Tenaga kerja / persyaratan kemahiran atau keterampilan yang diperlukan.

9.

Persyaratan peralatan / mesin-mesin (plant) yang lain.

10. Bahan kimia atau material berbentuk padatan/serbuk (bulk materials)


yang diperlukan dan/atau cara menanganinya.
11. Ketersediaan prosedur atau instruksi kerja.
12. Apakah diperlukan ijin kerja (PTW)?
Di dalam memfasilitasi proses tinjauan ulang atas pekerjaan yang
termuat di dalam JSA/JHA, dan tambahan atas tinjau ulang atau reviewing
prosedur/instruksi kerja (work instruction), Construction Superintendent
wajib mengkonfirmasikannya kepada: Discipline Supervisor. Berikut ini
adalah rincian akan hal-hal sebelum pekerjaan dimulai yang wajib dipahami
dan dilaksanakan oleh seorang Construction Superintendent:
1.

Harus memahami fase pekerjaan dan prosedur yang dipakai.

2.

Mengetahui lokasi atau tempat kerja dari pekerjaan yang diusulkan.

3.

Tanggal dan waktu kapan pekerjaan dimulai (baik yang kritis untuk
keperluan permohonan penerbitan ijin kerja atau PTW.

4.

Persyaratan tenaga kerja dan nama-nama pekerja yang ditunjuk untuk


mengeksekusi pekerjaan tersebut.

5.

Persyaratan peralatan atau plant seperti forklift, cherry picker dan alatalat berat lainnya.

6.

Persyaratan material yang akan dipakai

7.

Bahan-bahan kimia berbahaya atau hazmat (hazardous material) yang


akan dipakai

8.

Prosedur atau instruksi kerja (work instruction)

9.

Memahami bagian-bagian yang terkait dari Risk Register.


Bilamana lebih dari satu pekerjaan atau fase pekerjaan yang akan

dikerjakan pada saat yang berbarengan atau pada waktu bersamaan maka
potensi bahaya wajib dirujuk atau diperiksa secara bersilangan (crosses-

12

referenced) oleh Construction Superintendent. Daimana Construction


Superintendent akan berkonsultasi dengan supervisor lapangan dan Project
Manager yang sesuai. Sebelum elemen-elemen atau langkah-langkah
pekerjaan dieksekusi.
Fasilitas akan proses JSA/JHA dilakukan oleh Task Supervisor
(Supervisor Pelaksana Pekerjaan). Discipline Supervisor diperlukan di dalam
memfasilitasi tinjau ulang (review) atas setiap pekerjaan/ fase dari ruang
lingkup kerja yang teridentifikasi di bawah kendali dengan tim kerja yang
ditunjuk. Dengan demikian, discipline supervisor untuk menfasilitasi seperti
yang disebutkan.
Di dalam melaksanakan proses JSA/JHA, setiap prosedur pekerjaan
akan diuraikan ke dalam langkah-langkah komponennya sebagai bagian
proses penilaian resiko. Langkah ini berisi urutan-urutan kegiatan secara
berurutan dan kronologis. Setiap langkah dari prosedur akan diamati secara
kritis atau dengan seksama. Pada tahap pelaksanaan untuk aplikasi pada
lingkungan pekerjaan non-rutin dan lingkungan kerja yang baru dimaksudkan
untuk mengidentifikasi bahaya yang ada atau yang berpotensi untuk
menciptakan bahaya atau meng-introduce suatu bahaya.
Discipline Supervisor bertanggung jawab di dalam memelihara lokasi
daftar prosedur (register of procedure) yang merincikan adanya persyaratan
pengendalian resiko pekerjaan yang berbahaya atau non-rutin. Prosedur ini
disediakan di lokasi kerja bagi semua karyawan yang telah ditunjuk untuk
melaksanakan pekerjaan tersebut. Dalam hal ini JSA/JHA yang telah dibuat
harus berada di lokasi kerja.
Untuk melaksanakan proses JSA/JHA partisipasi penuh dari semua
karyawan yang ditunjuk untuk mengerjakan tugas-tugas dari pekerjaan yang
akan dilaksanakan segera sebelum pekerjaan tersebut dimulai. Langkahlangkah yang perlu diikuti adalah sebagai berikut:
1.

Tinjau ulang atau review ruang lingkup pekerjaan dan tujuannya bersama
dengan karyawan yang telah ditunjuk.

2.

Identifikasi setiap fase pekerjaan dan review bersama dengan karyawan


yang telah ditunjuk.

13

3.

Indentifikasi prosedur yang terlibat bersama dengan karyawan yang


ditunjuk

4.

Tinjau ulang setiap prosedur ke dalam langkah-langkah yang logis.

5.

Identifikasi dan nilai bahaya-bahaya yang ada, dimana ada yang berbeda
pada setiap langkah berdasarkan prosedur operasi atau kondisi standar
(standard operating procedure).

6.

Rujukan kepada Corporate/Project Risk Register untuk mengidentifikasi


kalau-kalau bahaya sudah diidentifikasi sebelumnya dan bagaimana
bahaya itu telah dikelola (di-manage).

7.

Identifikasi konsekuensi atau akibat yang bisa ditimbulkan dari resiko


yang diidentifikasi dan hal-hal apa berbeda.

8.

Identifikasi kemungkinan yang terjadi yang diakibatkan oleh resiko.

9.

Tentukan nilai resiko.

10. Tentukan klasifikasi resiko.


11. Kembangkan solusi untuk menghilangkan atau mengontrol bahaya yang
terkait dengan setiap langkah untuk menurunkannya ke tingkat ALARP.
12. Tentukan orang yang bertanggung jawab untuk melaksanakan tindakan
pengendalian yang telah disetujui.
Pada tahap dimana proses JSA/JHA telah selesai, semua orang yang
berpartisipasi harus membubuhkan tanda tangannya di formulir JSA/JHA/RA
yang telah diisi lengkap. Hal ini dimaksudkan agar dapat diketahui atau
dikonfirmasikan atas kehadiran mereka, partisipasi mereka dan mereka
paham (persyaratan kerja dari sistem yang aman seperti yang tertuang dalam
JSA yang disetujui).
Adanya bahaya atau hal-hal yang berbeda atas kondisi kerja yang
tidak ada rujukannya di dalam Company/Project Risk Register akan dimuat
dan dimasukkan ke dalam Project Risk Register oleh HSE Coordinator atau
Construction Safety Officer.
Supervisor akan mereview atau menjelaskan JSA yang sudah selesai
itu kepada karyawan baru yang ditugaskan sebelum bekerja. Dan karyawan
tersebut akan menandatangani formulir JSA/JHA untuk memastikan
kehadirannya, partisipasinya, dan pemahamannya atas sistem aman dari

14

persyaratan kerja (safe system of work require-ments).


Supervisor mempersilahkan karyawan untuk mengidentifikasi dan
menganalisa bahaya-bahaya yang potensil dan memberikan kesempatan
kepadanya untuk melakukan tindakan pengendalian tambahan secara dini dari
awal (initially).
Observasi langsung atas Praktek Kerja Aman yang telah disetujui atau
sistem kerja dilakukan oleh Supervisor. Observasi ini bertujuan untuk
melaksanakan monitoring secara terus-menerus pada kecukupan dan aplikasi
Praktek Kerja Aman (Safe Work Practice SWP).
Partisipasi penuh dari karyawan yang ditunjuk harus melaksanakan
pekerjaan yang telah dilengkapi dengan JSA dengan penuh partisipasi. Ini
dimaksudkan agar tinjau ulang (review) dan monitoring dari mereka atas
SWP yang disetujui itu.
Proses JSA/JHA yang telah dibicarakan dan Prosedur Praktek Kerja
Aman harus secara terus-menerus diperbaharui kalau-kalau ada bahayabahaya baru yang teridentifikasi. Demikian juga tindakan pengendalian
bahaya itu dilakukan selama pekerjaan berlangsung.
Pada tahapan penyelesaian penentuan bahaya-bahaya baru atas suatu
pekerjaan harus dicatat oleh Supervisor dan berkonsultasi dengan HSE
Coordinator atau Project HSE Officer. Juga bahaya-bahaya yang baru itu
dimasukkan ke dalam Project Risk Register untuk referensi jika diperlukan
untuk rujukan di masa datang.
Di lokasi mana bahaya-bahaya dan pengendalian resiko dsudah
teridentifikasi atau dikenal sebagai persyaratan yang sudah rutin atau tindakan
pengendalian akan diintegrasikan ke dalam prosedur yang didokumentasikan.
Dokumentasi ini berdasarkan sistem pengdo-kumentasian perusahaan atau
document control.
Prosedur pegendalian ini atau JSA akan dijadikan sebagai satu bagian
dari Prosedur Praktek Kerja Aman. Semua perubahan prosedur perusahaan
akan ditinjau ulang dan disyahkan (dimana dianggap perlu) oleh manajemen
perusahaan yang relevan atau Project Manager sebagaimana mestinya
sebelum memulai langkah-langkah kerja dari pekerjaan yang akan dilakukan.

15

2.4 Keselamatan Kebakaran dan Ledakan


Istilah kebakaran dengan bencana sering sekali ditukarbalikkan.
Padahal keduanya memiliki arti yang berbeda. Kebakaran menurut KBBI
adalah peristiwa terbakarnya sesuatu. Bencana menurut KBBI adalah sesuatu
yang menimbulkan kesusahan, kerugian, penderitaan, kecelakan, dan bahaya.
Kebakaran tidak sama dengan bencana, namun pada skala besar kebakaran
bisa menjadi sebuah bencana.
Tipologi pembakaran dapat kita bagi menjadi 4 hal: penyebab,
lingkungan, lokasi, dan contoh industri. Berikut adalah tipologi pembakaran

Gambar 3. Diagram Alur Terjadinya Kebakaran


Setiap zat memiliki batasan flamibilitas. Jika melebihi batas tersebut,
maka terjadilah kebakaran. Jika kebakaran tersebut menjalar maka terjadilah
bencana kebakaran.
Untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran, maka ada sebuah tim
yang disebut sebagai pemadam kebakaran. Visi dari pemadam kebakaran
adalah to save life and property. Dalam mencapai visi tersebut, maka
pemadam kebakaran memiliki lima buah strategi Panca Dharma:

Pencegahan dan pengendalian kebakaran

16

Pemadaman kebakaran

Penyelamatan

Pemberdayaan masyarakat

Penanganan bahan berbahaya


Mengingat potensi bencana yang ditimbulkan, Indonesia sudah

memiliki beberapa peraturan mengenai kebakaran. Berikut bagannya:

Gambar 4. Undang-Undang Pencegahan Bencana


Untuk menanggulangi kebakaran, kita perlu mengetahui beberapa hal


misal kondisi geografis lokasi kebakaran, sumber air, data penduduk, dan
semacamnya. Untuk itu diperlukan sebuah sistem yang disebut sebagai
Rancangan Induk Sistem Proteksi Kebakaran. Rancangan ini meliputi
pendahuluan, peta wilayah geografis, potensi bahaya di daerah, pembentukan
pmk, pembentukan pos pemadam kebakaran, rencana induk pencegahan,
rencana induk penanggulangan, dan program 5 tahunan.
Program penanggulangan kebakaran dapat terbagi menjadi tiga hal,
yakni prakebakaran, saat kebakaran, dan pascakebakaran. Berikut adalah
tabel penanggulangan kebakaran tersebut
Kebakaran paling sering terjadi pada gedung, baik itu gedung tinggi
mau pun gedung kecil seperti rumah. Untuk itu diperlukan aturan tentang
bangunan yang baik terutama dalam hal menanggulangi kebakaran. Misal,

17

ada aturan jarak antar gedung dengan tinggi gedung yang dimiliki.
Kemudahan arsitektur bangunan untuk menjangkau lokasi kebakaran, adanya
jumlah pintu exit di setiap lantai gedung, adanya SOP kebakaran di setiap
lantai, adanya alat sensor kebakaran, dan adanya alat pemadam kebakaran
ringan di setap lantai juga merupakan contoh regulasi untuk menanggulangi
kebakaran di dalam gedung.
2.5 Keselamatan dan Penggunaan Listrik
Listrik adalah muatan negatif yang bergerak. Arus listrik timbul
sebagai akibat dari adanya tegangan dan hambatan. Jenis arus terbagi menjadi
dua: arus searah dan bolak-balik. Arus listrik hanya mengalir pada konduktor
listrik. Tubuh manusia merupakan salah satu konduktor listrik karena 75%
tubuh manusia terdiri atas air. Kondisi dimana tubuh dialiri listrik disebut
sebagai shock.
Untuk menghindari sengatan listrik kita perlu
Mengetahui lokasi daya listrik
Mengadakan perawatan listrik, terutama kabel, secara berkala
Menggunakan pengaman daya listrik
Tidak meninggalkan benda bersifat konduktor listrik di dekat sumber
listrik
Melapisi benda di sekitar daya listrik dengan insulator
Untuk mengecek kebocoran listrik, dilakukan dua buah jenis tes:
Tes DC: resistansi tidak boleh lebih dari 1 M ohm
Tes AC: tegangan di permukaan benda tidak boleh lebih dari 0,75 V.
Kita juga perlu berhati-hati dalam memasukkan kabel jack ke sumber
daya. Jangan memasukkan benda-benda logam ke catu daya karena benda
tersebut mungkin akan dialiri listrik. Behati-hati pula dengan kabel yang telah
usang, karena bisa menjadi celah bagi listrik untuk mengalir keluar.
Sengatan listrik selain menimbulkan shock juga bisa menimbulkan:
Fibrilasi
Api

18

Kematian
Mual dan pusing
Efek yang ditimbulkan dapat dilihat dari arus yang mengalir ke tubuh
manusia, yakni:

Gambar 5. Efek Arus Listrik Pada Manusia


Secara alur, proses terjadinya sengatan listrik adalah: Ada konduktor


dalam keadaan terbuak Ada kerusakan pada alat listrik Alat dan
konduktor saling menempel Timbul sengatan listrik
Jika seseorang terkena sengata listrik maka hal yang perlu dilakukan adalah
Tidak menyentuh orang itu secara langsung
Matikan sumber listrik
Gunakan alat isolator untuk memisahkan korban dari arus listrik
Berikan CPR pada korban
2.6 Komunikasi Bahaya dan Alat Perlindungan Diri
Kontak terhadap bahan kimia dapat menyebabkan masalah kesehatan
serius, beberapa bahan kimia juga memiliki efek korosif dan eksplosif.
Tujuan dari komunikasi standar bahaya adalah menjamin pengusajan dan
pekerja untuk mengetahui bahaya pekerjaan dan cara melindungi diri
sehingga dapat mengurangi insiden dan cederan karena bahan kimia.
Komunikasi ini mencakup sosialisasi tertulis maupun lisan. Standar
komunikasi

bahan

berbahaya

ini

secara

internasional

ditulis

oleh

19

Occupational Safety and Health Administration (OSHA). Di indonesia


peraturan ini dituangkan dalam UU No. 1 Tahun 1970 tentang komunikasi
bahaya kepada pekerja.
Untuk meminimalisir bahaya ditempat kerja, perlu dilakukan
penilaian bahaya (hazaer assessment) dan melalukan evaluasi. Himbauan
bagi pekerja secara tertulis diberikap pada setiap peralatan dan kondisi
melalui label yang dijelaskan oleh peraturan ANZI Z129.1-1994, beberapa
contoh label adalah

Gambar 6. Label Peringatan


Label lainnya untuk antisipasi kebaaran diberikan oleh NFPA 704 yang
diterapkan oleh National Fire Protection Association

dengan klasifikasi

berikut:

Gambar 7. Klasifikasi Kebakaran NFPA 704

20

Selanjutnya, perludilakukan Material Safety Data Sheet (MSDS)


yang merupakan informasi rinci tentang bahan kimia atau produk dan
memberi informasi tentang bahaya yang berhubungan dengan kimia atau
produk. MSDS berbentuk formulir yang perlu diisi untuk pengiriman bahan
kimia dengan data naman kimia, nomor registrasi, karakteristik fisika dan
kimia serta efek kesehatannya. Bagian pertaman MSDS adalah indormasi
mengenai produsen bahan kimia yang disarankan memiliki nomor MSDS
yang terdaftar di OSHA, nomor abstrak layanan kimia, tanggal disiapkan, dan
penanggung jawabnya. Bagian kedua, komponen berbahaya yang dapay
menyebabkan korosi, eksplosif, iritasi, dsb. Bagian ketiga adalah karakteristik
bahan kimia secara fisik maupun kimiannya. Bagian keempat, perlu
dilampirkan mengenai data bahaya kebakaran dan ledakan. Pada bagian
kelima perlu dicantumkan reaktifitas bahan kimia. Bagian selanjutnya bahaya
kesehatan. Dan bagian terakhir adalah pencegahan untuk penanggunaan dan
penanggulangannya.
Pekerja perlu menerapkan Personal Protective Equipments (PPE)
dimana perusahaan wajib melindungi pekerja dari bahaya ditempat kerja
sperti bahaya mesin, zat berbahaya dan prosedur kerja berbahaya yang
menyebabkan cedera melalui suplai peralatan yang memadai.
2.7 Lindungan Lingkungan
Lindungan lingkungan berarti melindungi lingkungan dari segala
bentuk pencemaran yang terjadi pada tingkat individu, organisasi atau
pemerintah, untuk kepentingan lingkungan alam dan manusia. Beberapa jenis
pencemaran yang terjadi ke lingkungan adalah polusi udara, pencemaran air,
dan pencemaran tanah. Prioritas utama dalam penanganan limbah adalah
mengeliminasi limbah yang dihasilkan sehingga jumlahnya dapat ditekan dan
yang masih dapat di daur ulang dapat dimaksimalkan serta pengolahan sisa
limbah sebelum dibuang ke lingkungan.
Faktor lingkungan juga menjadi faktor penting dalam perancangan
pabrik. Pabrik harus memperhatikan kualitas air, udara, limbah padat dan
limbah berbahayanya. Untuk mengolah air sebelum dibuang ke lingkungan

21

dapat

dilakukan

penyaringan,

pengolahan

awal,

pengendapan,

dan

pengapungan (floating) sebagai pengolahan primer. Pada pengolahan


sekunder dapat dilakukan dengan metode trickling filter, metode activated
sludge, dan metode treatment ponds/lagoons. Pada pengolahan tersier
merupakan

bagian

desinfektan

untuk

membunuh

atau

megurangi

mikroorganisme patogen. Selain limbah cair, kualitas udara juga dapat diolah
terlebih dahulu dengan filter udara, pengendapan siklom, filter basah,
pengendap sistem gravitasi, dan pengendapan elektrostatik. Terakhir, limbah
padat dapat dilakukan dewatering atau proses pemisahan antara cairan dan
padatan dengan cara thickening, centrifuge, filtrasi, dan belt press.

22

BAB 3
PEMBAHASAN

3.1 Fire Management


Demi mencapai kondisi dimana tim penanggulan kebakaran yang
mampu menangani setiap kecelakaan pada lingkungan kerja, maka
diperlukanlah mekanisme yang disebut dengan Fire Management atau
penanggulangan api.
Tujuan adanya Fire Management:
1. Mampu meningkatkan kewaspadaan dalam pelaksanaan tugas dan
fungsinya guna mengantisipasi penanganan bila terjadi keadaan darurat
kebakaran;
2. Meningkatkan keterampilan dan tanggung jawab sesuai dengan tugas dan
fungsinya dalam rangka mengantisipasi penanganan keadaan darurat
kebakaran;
3. Mampu mensosialisasikan keadaan darurat kebakaran kepada seluruh
penghuni gedung;
4. Mampu memetakan area yang berpotensi menimbulkan bahaya
kebakaran di lingkungan kerja, dan menghasilkan solusi untuk
mengatasinya;
5. Mampu melakukan uji coba kesiapan sarana dan prasarana sistem
proteksi bahaya kebakaran yang tersedia pada bangunan gedung
3.2 Langkah Pencegahan Kebakaran (FIRE MANAGEMENT: ACTING)
A. Membuat kebijakan atau prosedur penangulangan kebakaran yang
meliputi
a.

Pembentukan tim penanggulangan kebakaran, meliputi:


Kepala tim penanganan kebakaran;
Wakil kepala tim;
Penanggung jawab lantai atau area;
Petugas pengamanan;

23

Petugas teknis;
Petugas komunikasi; dan
Petugas kesehatan pertolongan pertama.
Ketika organisasi Penanggulangan Kebakaran telah dibentuk
dan terbukti menentukan dan dapat berfungsi baik, perlu dilakukan
program latihan evakuasi minimal 1 (satu) kali dalam setahun.
Semua latihan evakuasi harus diikuti oleh peninjau, dilengkapi
dengan daftar pengecekan dan harus diawali dengan penjelasan atau
pengumuman bahwa acara tersebut merupakan suatu latihan.
b.

Pelatihan penangulanggan kebakaran


Setelah prosedur penanggulangan keadaan darurat disusun dan
disosialisasikan, paling sedikit 1 (satu) kali latihan praktek tata cara
berkaitan

dengan

penanganan

Keadaan

Darurat

perlu

direkomendasikan untuk memastikan bahwa prosedur tersebut


dipenuhi.
c.

Inspeksi sarana serta rencana tindak darurat kebakaran.

B. Memberikan penyuluhan dan guidebook berupa langkah-langkah yang


harus dilakukan apabila terjadi kebakaran
C. Menyediakan, mengontrol, dan memelihara sarana dan prasarana dalam
penanganan kebakaran, yaitu:
a.

Alat yang dapat mendeteksi adanya api (panas dan asap) secara dini
dan berkerja secara otomatis yang terhubung ke dalam fire alarm
system dan termonitor atau terpantau di ruang kendali (control room)
24 (dua puluh empat) jam.

b.

Speaker darurat (emergency speaker) merupakan alat atau sarana


untuk menginformasikan adanya Keadaan Darurat. Alat ini ada di
tiap lantai dan dalam tangga darurat.

c.

Sistem pemadam kebakaran, yang terdiri atas:


sprinkler (pemancarair otomatis);
hydrant box (letaknyadi tiap lantai);
hidran pilar (letaknya di halaman gedung);

24

fire extinguisher atau alat pemadam piringan.


d.

Pintu darurat atau emergency door;

e.

Lampu penerangan darurat;

f.

Assembly point (titik kumpul);

g.

Lokasi kumpul saat evakuasi;

h.

Emergency board merupakan papan petunjuk dalam rangka evakuasi


Keadaan Darurat yang menuntun penghuni ke arah tangga darurat.
Letaknya di tiap lantai dekat passenger lift.

i.

Control room yang merupakan ruang pusat monitor dan kendali


seluruh

aktifitas

gedung,

termasuk

untuk

memonitor

dan

mengendalikan peralatan, fasilitas proteksi dan Penanggulangan


Kebakaran gedung seperti alarm system.
D. Membuat tanda-tanda peringatan dan melakukan tindakan-tindakan
pencegahan seperti:

Hindarkan ruang kerja dari tumpukan benda-benda tak terpakai,

Laporkan mengenai kondisi kurang aman kepada atasan/supervisor


anda,

Hati-hati bekerja dengan peralatan listrik,

Hati-hati dengan burner gas dan peralatan api lainnya,

Ekstra hati-hati bila bekerja dengan gas-gas dan cairan mudah


terbakar,

Pelajari lokasi alat pemadam api dan cara penggunaannya,

Ketahui dimana lokasi exit dan jalur ke luar,

Hindari tumpukan barang-barang yang tidak terpakai pada tangga.

3.3 Langkah Penanganan Saat Terjadi Kebakaran (FIRE MANAGEMENT:


ACTING)
Syarat mutlak bila menghadapi kebakaran atau dugaan kebakaran
sehingga menimbulkan suasana darurat adalah bersikap tenang, tidak panik
dan selanjutnya melaksanakan langkah-langkah:
A. Jika melihat api atau asap:

25

a. Pecahkan kotak kaca alarm kebakaran yang biasanya berada di


koridor;
b. Perkirakan atau periksa sumber api apakah akibat listrik atau bukan;
c. Apabila akibat listrik jangan menggunakan hidran, dansegera
putuskanlah semua aliran listrik;
d. Usahakan memadamkan sumber api dengan Alat Pemadam Api
Ringan (APAR);
e. Gunakan hidran gedung apabila dipastikan sumber kebakaran bukan
akibat listrik.
f. Mengiformasikan kepada tim penangangan kebakaran gedung
B. Informasi adanya kebakaran dan pemadaman awal:
a. Laporan melalui telepon, radio dan dari pemilik/ masyarakat adanya
asap/api dari daerah kebakaran di dalamgedung;
b. Penerima informasi segera membunyikan alarm kebakaran dengan
cara mengaktifkan titik panggil manual; dan
c. Berusaha secara dini memadamkan kebakaran yang terjadi dengan
menggunakan peralatan pemadam kebakaran yang tersedia
C. Jika alarm kebakaran berbunyi:
a. Petugas mempunyai 3 (tiga) kewajiban:

Lihat papan panel kebakaran di ruang monitor dan lokasi sumber


api secara tepat pada umumnya dapat diketahui dari panel
tersebut

Petugas pengelola bangunan dibantu regu pelaksana keselamatan


kebakaran wajib segera dating untuk mengatasi penyebab alarm
yang berbunyi tersebut; dan

Petugas pengelola bangunan wajib segera melakukan bantuan


tindakan evakuasi bagi seluruh penghuni

b. Penghuni melakukan 9 (sembilan) langkah antara lain:

Segera mencapai jalan keluar terdekat (tangga darurat);

Agar tetap tenang dan tidak panik;

Berjalan dengan cepat, tapi jangan berlari;

Bila memakai sepatu hak tinggi agar di lepas;

26

Utamakan keselamatan diri, bawa barang yang sangat penting


saja dan tidak lebih besar dari tas tangan;

Keluar ke teras belakang dan berjalan mengitari samping gedung


untuk berkumpul di tempat berhimpun atau halaman parker yang
telah ditentukan;

Ikuti semua instruksi yang diberikan oleh regu evakuasi, petugas


keselamatan kebakaran atau petugas yang kompeten;

Berjalan dan berkumpul di tempat berhimpun yang ditentukan


dan tunggu sampai ada berita aman atau pemberitahuan lebih
lanjut; dan

Jangan kembali masuk ke dalam gedung sebelum pernyataan


aman diumumkan melalui alat komunikasi.

D. Evakuasi orang dan barang.


i. Petugas memandu semua penghuni atau penyewa gedung untuk segera
berevakuasi dengan menggunakan tangga darurat terdekat menuju
tempat berhimpun pada saat:
a. Diumumkan untuk evakuasi;
b. Diaktifkannya alarm kedua; atau
c. Diinstruksikan oleh petugas pemadam kebakaran.
ii. Petugas membimbing para tamu atau pengunjung yang berada di
lantai masing-masing untuk melakukan evakuasi bersama melewati
tangga darurat terdekat dengan tertib dan tidak panic dan dilarang
keras menggunakan lift. Seluruh staf, tamu, dan pengunjung dapat
kembali ke dalam bangunan apabila telah diinstruksikan oleh petugas
dari instansi pemadam kebakaran.
E. Pencarian sumber api.
Pencarian sumber api dilakukan segera setelah mendapat informasi
melalui alarm, telepon atau melihat asap.
Tindakan ini dilakukan dalam rangka pemadaman dini agar api tidak
cepat menjalar atau berkembang.
F. Pemadaman api.

27

Pemadaman api dilakukan segera agar tidak berkembang dan


diupayakan dalam waktu 10 (sepuluh) menit pertama saat terlihat
adanya api, sambil menunggu datangnya bantuan dari instansi
pemadam kebakaran.

Selanjutnya, diambil rangkaian tindakan sesuai dengan rencana


strategi tindakan darurat Penanggulangan Kebakaran, seperti misalnya
tindakan saat mendengar suara tanda bahaya kebakaran (alarm),
tindakan yang harus dilakukan bila terperangkap asap, dan
sebagainya.

G. Melakukan pertolongan pertama bagi korban.

Segera menyiapkan peralatan pertolongan pertama;

Mengadakan pertolongan pertama jika ada korban (luka, pingsan, dan


meninggal);

Bekerja sama dengan tim lain, khususnya tim evakuasi penyelamat


dan pencari;

Jika pertolongan pertama gagal, segera koordinasi dengan tim rumah


sakit atau ambulans yang dipanggil

Mengevaluasi jumlah korban secara keseluruhan (yang luka, pingsan,


dan meninggal);

Melaporkan hasil evaluasi korban kepada kepala atau wakil kepala


penanganan kebakaran.

H. Apabila Terjebak Dalam Lift


Karena terputusnya tenaga listrik atau karena sebab lain, tetaplah
tenang. Tiap lift dilengkapi dengan alat komunikasi untuk memberitahu
tentang situasi. Setiap kereta lift dilengkapi dengan penerangan darurat
yang dihubungkan dengan sumber tenaga listrik darurat dan akan menyala
bila penyediaan dari sumber tenaga listrik utama terputus. Dalam hal
terjadi penyediaan tenaga listrik terputus sama sekali, lif dapat diturunkan
secara manual.

28

3.4 Langkah Penanganan Pasca Kebakaran (FIRE MANAGEMENT:


ACTING)
A. Jika kebakaran skala kecil, pastikan bahwa kondisi darurat dapat diatasi,
penghuni kembali mulai kegiatannya.
B. Pastikan bahwa peralatan proteksi kebakaran kembali dalam posisi standby.
C. Secepatnya memfungsikan kembali peralatan proteksi kebakaran yang
telah terpakai.
D. Pengumpulan data informasi untuk keperluan penyusunan laporan.
E. Tindak lanjut pasca kebakaran, antara lain:

Sosialisasi

terhadap

pegawai

pada

masing-masing

unit

penanggulangan kebakaran;

Melakukan inventarisasi sarana dan prasarana;

Melaporkan hasil pelaksanaan Penanganan kebakaran; dan

Mengusulkan peremajaan sarana dan prasarana kebakaran.

29

BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Dalam sebuah lingkungan kerja dengan sistem pengamanan yang baik,
dibutuhkan adanya analisis resiko kecelakaan yang mungkin terjadi dalam
lingkungan kerja tersebut. Analisis resiko ini dapat melalui metode Fault Tree
maupun Event Tree. Resiko yang dimaksud dalam analisis ini diantaranya adalah
resiko bahaya yang diakibatkan oleh diantaranya gravitasi, air, mekanis, kimia,
listrik, biologis, dan radiasi. Oleh karena adanya analisis resiko ini, sangat
penting agar semua analisis yang telah teridentifikasi dikelola dan dipastikan
pengendaliannya melalui suatu sistem yang aman agar unsur-unsur dalam
lingkungan kerja seperti karyawan, properti, dan lingkungan sekitar dapat
terlindungi.
Kebakaran menurut KBBI adalah peristiwa terbakarnya sesuatu, yang
pada skala besar dapat menjadi bencana. Sebab dari suatu kebakaran dapat
dibagi menjadi 3 hal, yaitu penyebab, lingkungan, dan lokasi. Penyebab
kebakaran dapat memiliki unsur kesengajaan atau tidak, lingkungan kebakaran
ialah apakah terjadinya kebakaran pada ruangan terbuka/tertutup, dan lokasi dari
kebakaran itu sendiri ialah seperti perumahan, perkantoran, dan bangunan
industri. Untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran, maka dibentuklah
sebuah tim penanggulangan kebakaran dengan visi untuk to save life and
property. Untuk mencapai visi tersebut, tim penanggulangan kebakaran ini
memiliki 5(lima) buah strategi Panca Dharma sebagai berikut: pencegahan dan
pengendalian kebakaran, pemadaman kebakaran, penyelamatan, pemberdayaan
masyarakat, dan penanganan bahan berbahaya.
Demi mencapai sebuah tim penanggulangan kebakaran yang dapat secara
maksimal menanggulangi bencana, maka dibutuhkanlah sistem fire management
yang baik. Adapun tujuan utama fire management ialah untuk meningkatkan
kewaspadaan dan pengetahuan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi dari tim
penanggulangan kebakaran guna mengantisipasi penanganan bila terjadi keadaan

30

darurat kebakaran. Prosedur fire management dapat dibagi menjadi 3, yaitu


Pencegahan, Penanganan Saat Kebakaran, dan Penanganan Pasca Kebakaran.
Sebuah sistem fire management yang dikelola, dijalankan, dan dirawat dengan
baik akan mampu memfasilitasi tim penanggulangan kebakaran untuk
mengerjakan tugasnya.

DAFTAR PUSTAKA
Charles A. Wentz, Safety, Health and Environmental Protection, MGH, 1998.
Caponigro, A. (2014). Root Cause Analysis. France.
Dinas Kesehatan Jawa Timur. 2003. Manajamen Penanggulangan Kebakaran.
Goestch, David L. 2014. Occupational Safety and Health for Technologies,
Engineers, and Managers Eight Edition. Pearson.
Krishnan, N.V. 1996. Safety Management in Industry. Jaico Publishing House.
Nudell, Mayer dan Norman Antokol. 1988. The Handbook of Effective Emergency
and Crisis Management. Lexington Books.
Pandey, M. (n.d.). Fault Tree Analysis. Waterloo.
Tjandra Yoga Aditama & Tri Hastuti (Ed.). 2002. Kesehatan dan Keselamatan
Kerja. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
Vesely, B. (n.d.). Fault Tree Analysis (FTA): Concepts and Applications. Head
Quarter NASA.
Wentz, Charles A. 1997. Safety Health, and Environmental Protection. Mc
Graw Hill Companies.

31

32

Anda mungkin juga menyukai