Akhlaq Berbisnis Dalam Islam
Akhlaq Berbisnis Dalam Islam
Mukaddimah
Allah SWT telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang berkehendak,
berkesadaran, berfikir, berbudaya dan bertanggung jawab. Manusia punya eksintensi
ganda sebagi makhluk materi sekaligus ruhani. Dengan eksistensinya sebagai
makhluk materi, manusia mempuyai kapasitas antara lain sebagai makhluk ekonomi
(homo economius). Dalam pengertian, bahwa manusia bebas memilih pola
berekonomi dan tata nilai apa saja untuk mengatur kehidupan ekonominya. Sesuai
pilihannya itu, manusia menunjukkan prilaku ekonominya, baik dalam hubungannya
dengan sumber daya alamiah maupun dengn sesama manusia. Apakah ia akan bersifat
individualis materialistis, atau sosialis humanistis atau pun sifat yang lainnya. Bukan
dalam pengertian materialistisnya Max Waber bahwa manusia tunduk pada kedaulatan
hukum ekonomi yang menguasai aktifitasnya. (Al-Faruqi, Tauhid hal. 174). Sebab
pola dan tata nilai yang dianutnya adalah pilihannya sendiri, sedang pengaruh hukum
ekonomi pada akhirnya ditentukan oleh pola yang dipilihnya.
Dengan demikian, adalah sah menggantungkan pola ekonomi pada kapitalis
dan sosialis. Sebagaimana sah adanya pemilahan dari sudut nilai pada pola ekonomi
islami dan non-islami.
Namun sebagai insan muslim setiap ucapan dan tindakan harus berjalan sesuai
dengan rambu-rambu Islam yang telah digariskan oleh Allah SWT, baik berupa jual
beli, leasing, penyewaan, perwakilan, agensi, perseroan dan sebagainya dari berbagai
sarana transaksi dan bisnis. Artinya ia memiliki kebebesan berinovasi dan
berimprovisasi dalam kerjanya namun masih dalam bingkai Islam.
SERUAN ISLAM UNTUK BERKARYA
Allah swt telah menciptakan bumi sebagai sarana infra struktur bagi manusia
untuk berlomba-lomba dalam beramal dan pemakmuran (QS 11:91) Dan salah satu
bentuk aktivitas pemakmuran adalah berbisnis dan berdagang yang merupakan salah
satu bukti keimanan seorang. Karena iman itu bukan sekedar keyakinan kosong dan
hampa tanpa dibenarkan dan dibuktikan dengan amalan-amalan shalih yang salah satu
contohnya adalah berbisnis yang masih dalam koridor islam. Keyakinan yang diiringi
dengan amalan nyata itulah iman yang sebenarnya. Iman yang mampu
menggabungkan dua hasanah (kebaikan) sekaligus yaitu hasanah dunia dan hasanah
akhirat.
Karena urgensi hal ini sampai-sampai Al-Quran sebanyak sembilan kali
mengulang-ngulang ayat-ayat yang berakaitan dengan Tijarat (berdagang) dan tiga
belas kali mengulang ayat-ayat yang berkaitan Bai (jual beli).Sebagaimana firman
Allah berikut ini;
(29)
-Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu.Dan janganlah kamu membunuh dirimu;
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.(Qs 4:29)
(37)
- laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual
beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari)
membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan
penglihatan menjadi goncang. (Qs 24:37)
(275)
- Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.
Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai
kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka
baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka
orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Qs 2:275)
(278
)(279
- Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan
sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman (Qs 2:278)279
Selain ayat-ayat di atas, ada beberapa hadits yang menyeru ummat Islam untuk
;berkarya secara itqan dan berdagang sebagaimana berikut
.
:
-Sesungguhnya Allah swt mencintai (hamba) yang berkarya.(HR Imam At)Thabrany dan Imam Al-baihaqy, hadits dhaif
- -
- -
- :
-
,
.
-Takkala Rasulullah saw ditanya; Pekerjaan apa yang lebih baik? Beliau
menjawab: Amalnya seseorang dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang
)mabrur(HR Imam Al-Bazzar dan dishahihkan Imam Al-Hakim
.
:
:
-Mencari (rizki) yang halal adalah kewajiban setelah kewajiban." (HR Imam At)Thabrany
)-" Mencari (rizki) yang halal adalah jihad." (HR Imam Al-Qudha'i
-
: -
".......
- .maka sesungguhnya rizki itu memiliki dua puluh pintu, sembilan belas pintu
milik pedagang dan satu pintu milik pengrajin (orang yang berkarya dengan
)tangannya
- Bisnisman muslim yang jujur lagi terpercaya bersama para Syuhada pada hari
)kiamat. (HR Imam Ad-Daraquthny
- Tidak seorangpun memakan makanan yang lebih dicintai Allah dari pada yang ia
perolehnya dari tangannya sendiri. (Bukhari Muslim)
TUJUAN BISNIS
Tujuan bisnis dalam pandangan islam tidak seperti yang ada dalam paham
kapitalisme, yaitu semata-mata memperoleh keuntungan materi yang sebanyakbanyaknya. Bukan pula melulu mengejar tingkat Gross National Product (GNP) yang
tinggi seperti dalam madzhab sosialis. Yang menjadi tumpuan dalam madzhab Islam
bukan materi ataupun negara, tetapi manusianya. Yakni mendekatkan manusia secara
individual dan kolektif pada kehidupan yang terhormat dan penuh harga diri baik
secara materi maupun ruhani (Al-Faruqi, Tauhid, 184)
Titik penekanannya adalah bagaimana menjadikan manusia senantiasa dalam
koridor Islam dan tidak dihinggapi penyakit wahn (cinta dunia dan takut kematian)
dalam berbisnis. Berbisnis semata-mata untuk menghambakan diri kepada Allah swt
melaului amal shalih. (Sayid Qutb, Al-Adalah Al-Ijtimaiah: 57)
Selain memelihara keutuhan dimensi ruhani dan materi, tujuan bisnis dalam
Islam juga memadukan posisi manusia sebagai makhluk individu, makhluk social dan
hamba Allah swt. Oleh karena itu yang menjadi target dalam bisnis adalah:
Pertama, tercapai kecukupan materi bagi kebutuhan yang lazim (fitri) di mana setiap
orang cukup sandang, pangan dan papan berikut perabotnya. Begitu juga khadim yang
membantunya dan tersedianya kendaraan atau dana transport yang mendukung
pelaksanaan tugas masing-masing.
Kedua, tersedianya dana yang cukup untuk menopang pelaksanaan ibadah-ibadah
yang berkaitan dengan dimensi maliah seperti ibadah haji dan zakat.
Ketiga, tersedianya dana yang cukup untuk ikut berperan aktif dalam mengatasi
masalah social yang ada dalam lingkungan masyarakat. Baik dalam pengadaan
sarana-sarana fisik yang dibutuhkan maupun bantuan langsung terhadap anggota
masyarakat yang hidup pada dan dibawah garis kemiskinan. Inilah rahasia yang
tersirat dalam firman Allah di bawah ini;
(77)
"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan".(QS 28:77)
PERANGKAT ETIKA DALAM BISNIS
. . . . . . "
" . . . . .
Dan siapa yang menghindari perkara syubhat berarti membersihkan agama dan
kehormatannya. (HR Imam Muslim)
Melalui dua pendekatan tersebut, bisa kita tarik beberapa etika bisnis Islam;
1-Bekerja dengan segala kesungguhan (Al-Mujahadah)
Islam tidak menyukai pekerjaan yang setengah-setengah. Ia memerintahkan
untuk tidak ragu-ragu dalam bekerja, dan untuk tidak mengerjakan sesuatu yang
masih meragukan, sebab tidak akan menghasilkan output yang maksimal. Rasulullah
saw bersabda:
" . . . . .
Tinggalkan sesuatu yang masih meragukan untuk mengerjakan yang tidak
meragukan. (HR Imam At-Tirmidzi)
. . . "
Dan Ibnu Umar ra berkata: Apabila kamu di sore hari jangan sekali-kali
menunggu pagi hari dan apabila kamu di pagi hari janganlah menunggu sore hari.
(HR Imam Al-Bukahri)
Hadits dan Atsar Sahabat ini menunjukkan kebulatan tekad dalam berkarya,
melakukan optimalisasi secara besar-besaran dan memanfaatkan peluang tanpa
menungu-nunggu sesuatu yang belum pasti.
2-Menghasilkan Yang Terbaik (Al-Itqon wal Ihsan)
Sekalipun fasilitas sumber daya yang ada bersifat terbatas, tapi Islam tetap
meminta untuk meraih tingkat terbaik dalam pencapaian produk. Menghasilkan suatu
output secara kualitatif dan sebaikmungkin merupakan sifat pekerjaan Rabbani dan
prinsip amal Islami (QS 27:88, 11:7).
(88)
" Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia
berjalan sebagai jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan
kokoh tiap-tiap sesuatu; sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan" QS 27:88
(7)
"Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah ArasyNya di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya,
dan jika kamu berkata (kepada penduduk Mekah): "Sesungguhnya kamu akan
dibangkitkan sesudah mati", niscaya orang-orang yang kafir itu akan berkata: "Ini
tidak lain hanyalah sihir yang nyata". QS 11:7
Karena itu Allah swt mencintai hambanya yang bekerja secara optimal untuk hasil
yang maksimal. Rasulullah saw bersabda:
Sesungguhnya Allah mencintai seseorang yang melakukan pekerjaannya dengan
yang terbaik (itqan). (HR Imam At-Thabrani)
Prinsip melakukan dan menghasilkan yang terbaik (al-Ihsan) ini telah ditetapkan
Allah swt untuk diaplikasikan dalam segala amal kebaikan. Salah satunya adalah
aktivitas dalam bisnis. Itqan dalam hal ini meliputi itqan dalam aspek menagmen
produksi, marketing, akutansi dan output produkitu sendiri.
3-Bersaing dalam mutu (Fastabiqul Khairat)
Konsisten dengan pesan etika itqan dan ihsan tersebut, dalam bisnis islami
semangat bersaing diarahka kepada persaingan mutu dengan segala aspeknya dalam
rangka berlomba dalam kebaikan. Bersaing dalam kualitas, produktifitas, manjmen
sumber daya manusia maupun hubungan insani (human relation) merupakan mata
rantai yang tidak boleh terputus. Sementara persaingan bebas yang tidak
memperhatikan nilai moral bertendensi untuk saling memojokkan, saling membaikot
dan kemudian menjatuhkan.Inilah cirri yang kental yang kita temukan dalam free
fight leberalism. Senua itu dalam bisnis Islami ditolak karena berlawanan dengan
semangat saling mengasihi (tarahum), saling membantu dan memberi peluang
(taawun) dan masukdalam kategori mengakibatkan kerugian dan penderitaan bagi
sesama.
Sebagaimana halnya dalam industri berlaku Analisa Mengenai Dampak
Lingkungan, dalam persaingan bisnis juga berlaku analisa tentang peluang dan
pangsa pasar.
Kehadiran suatu komoditi dengan jumlah tertentu atau penentuan harga oleh pelaku
bisnis dapat dibenarkan selama tidak mengganggu tingkat persaingan yang sehat
dengan sesama para pengusaha yang ada. Jika sudah mengarah ke monopoli maka
harus diatasi dan setiap keberatan atau complaint dari kalangan bisnis yang lain harus
diperhatikan. Hal ini analog dengan apa yang telah menjadi kesepakatan Ulama,
bahwa seseorang tidak boleh mendirikan bangunan lebih tinggi dari bangunan
tetangganya selama mengakibatkan mudarat atau kerugian yang tidak diinginkan.
Karena di sini berlaku kaidah fiqhiah Laa Dharara wa laa dhiraara (Tidak boleh
merugikan dan tidak boleh membalas yang menimbulkan kerugian baru)
4-Bermurah hati (Musamahah)
Rasulullah saw bersabda:
Allah mengasihi orang yang bermurah hati ketika mejual, membeli dan ketika
membayar dan menagih. (HR Imam Al-Bukhari)
Allah melaknat pemakan riba, pemberinya, penulisnya dan kedua saksinya (HR
Muslim dari Jabir)
Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan sesuatu, maka mengharamkan pula
hasilnya. (Bukhari Muslim)
" :
"
Tidaklah bergeser kedua kaki anak Adam pada hari kiamat sehingga ditanya empat
perkara; (Salah satunya adalah) tentang hartanya, dari mana dihasilkan dan untuk apa
diinfakkan (HR Ad-Darimy)
Penghasilan yang halal adalah yang diperoleh dari hasil usaha sendiri baik
sebagai imbalan tenaga atau jasa yang berupa upah (gaji), imbalan jual beli yang
berupa uang dan yang berupa barang dari hasil barter. Semua ini harus didasarkan
kerelaan hati (an taradhin) dan kesukaan hati (an thibi nafsih) dari semua pihak. Dan
meskipun ada kerelaan dan kesukaan hati dari semua pihak akan tetapi perdagangan
dan jual beli harus mengacu pada rambu-rambu yang telah digariskan oleh Islam.
Seperti barangnya jelas (sifat, jenis dan kwalitas), bisa dikuasai oleh pembeli, tidak
yang diharamkan dan lain-lainnya.
6-Tidak Merugikan Orang lain
Dalam perdagangan dan bisnis tidak dibenarkan melakukan praktek-praktek
yang merugikan dan memberikan madharat kepada orang lain. Rasulullah saw
bersabda: Tidak diperbolehkan melakukan madharat dan membalas dengan
menimbulkan madharat baru
Tidak diakui dalam Islam setiap yang merugikan diri sendiri atau orang lain.
Pada agribisnis misalnya, tidak dibenarkan menanam tanaman yang merugikan orang
lain atau yang diharamkan seperti ganja dan cocain. Perusahaan tidak diperbolehkan
memproduksi minuman keras (narkoba) yang memberikan dampak negatif.
Termasuk yang merugikan orang lain adalah memanipulasi harga yang beredar
saat itu. Seharusnya sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Ghazali setiap pedagang
harus bersikap jujur tentang harga yang sebenarnya dan tidak menyembunyikan
Meluruskan niat
Menghadirkan pemahaman bahwa berdagang adalah fardlu kifayat yang dituntut
oleh Islam
Memperhatikan Pasar Akhirat
Senantiasa melakukan dzikrullah
Qonaah dan tidak rakus
Menghindari syubhat
Muraqabah dan Muhasabah
Inilah tujuh bekalan akhirat yang harus dipelihara oleh setiap pengusaha muslim. Dan
dari dua aspek ini, yaitu aspek etika dan bekalan akhirat, pengusaha muslim
diharapkan mampu bersaing dan mengusai pasar dengan senantiasa tetap dalam
koridor atau rambu-rambu yang telah digariskan Islam.