Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Tampalan topografi di atas terdiri dari 3 dataset, yaitu raster topografi, TIN
dan multitampalan di arcscene. multitampalan membentuk bagian bawah
dari diagram dan didasarkan pada hasil extrude antara 2 TIN. buffer poligon
digunakan sebagai input fitur kelas di proses extrude antara. Secara praktis,
memang baik menggunakan poligon 2D yang dibuffer diluar batas dari raster
ketinggian.
Ikuti langkah di bawah ini untuk membuat hal yang sama dengan peta
topografi anda :
1. Buat TIN dari DEM, (bisa juga membuat Terrain pada ArcGIS 10)
2. Gunakan tool Raster Domain untuk membuat poligon dari area ketinggian
3. GUnakan tool Feature Class to Feature Class dan matikan nilai Z pada
setting Environment
4. Buffer poligon untuk memperluas luasan sampai di luar area.
5. Tambahkan field dan tentukan elevasi dasar (ini tergantung dari data yang
ada).
6. Buat TIN dari poligon baru dan tentukan hard line berdasarkan dari feild
baru.
7. Gunakan tool Extrude Between untuk membuat multipatch
8. Buka Arcscene dan tambahkan multipatch dan raster yang ingin di
tingkatkan tampilannya
2. Dari data Kontur yang ada dapat dibuat peta 3D, dengan elevasi dari
kontur tersebut dapat dijadikan dasar pembuatan TIN. Untuk membuat TIN,
menggunakan tools 3D Analyst > Create/Modify TIN > Create TIN from
Feature.
Pilih
(centang) layer yang
akan
dijadikan dasar pembuatan TIN, isi Height source dengan Elevation,
Triangulate as pilih soft line, dan pada Output TIN pilih dimana folder TIN
akan disimpan. Klik OK..:))
3. Biasanya data TIN akan muncul secara otomatis pada Table of Contantnya. Jika tidak, dapat dilakukan dengan memasukkan data TIN tersebut yaitu
menggunakan Tools Add Data > pilih tin >Add. Seperti petunjuk dibawah
ini.....
Maka pada ArcMap-nya akan muncul Zona Ketinggian dari elevasi kontur
tersebut.
4. Setting tampilan dari TIN tersebut dengan klik kanan pada layer tin, pilih
Properties.
Atur warna yang akan digunakan, bisa menggunakan susunan warna pada
Color Ramp (pada kotak dialog Layer Properties) atau dapat juga memilih
warna sendiri untuk tiap-tiap klas tersebut sesuai dengan kebutuhan.
Setelah dilakukan pengaturan tersebut, maka pada tampilan ArcMap akan
tampil klasifikasi zona ketinggian dari kontur tersebut. Dari tiap interval yang
ada memiliki gradient warna yang tidak sama, agar terlihat bentuk
permukaan bumi sebenarnya.
Masukkan data tin pada Input TIN, pilih layer "potongan" (hasil dari proses
convert). Maka akan tampil pada ArcMap tin dari wilayah tertentu (yang
diinginkan).
PETA 3D (SEMU)
Peta 3D atau peta stereometri, yaitu peta yang dibuat hampir sama dan
bahkan sama dengan keadaan sebenarnya di muka bumi. Pembuatan peta
timbul dengan menggunakan bayangan 3 dimensi sehingga bentukbentuk
muka bumi tampak seperti aslinya. (http://id.wikipedia.org/wiki/Peta)
Jenis dari peta 3D ada 2 :
- 3D Real, peta yang dapat digunakan secara navigasi.
- 3D Semu, peta yang sebenarnya 2D namun diberi efek 3D sehingga
permukaan dari peta tersebut terlihat menonjol seperti aslinnya.
Untuk menghasilkan peta 3D, data yang digunakan adalah data dari citra
satelit yang memiliki ketinggian (z) tertentu. Dalam pembahasan kali ini (3D
Semu), data DEM yang digunakan dari Citra Aster, data digital lainnya yaitu
shp Ekoregion Jatim, software yang digunakan ArcMap 10.
DEM jika ditampilkan di Global Mapper maka akan secara otomatis nampak
permukaan 3D nya, dengan interval ketinggian tertentu. Interval yang
digunakan disini 500 m.
Jika masih tidak tampak 3D maka atur Hillshade effect-nya. Klik kanan pada
layer DEM hasil Hillshade > Properties > Symbology > Stretched. Kemudian
centang use hillshade effect.
Untuk menampilkan peta tematik (misal : peta ekoregion jatim) dengan
permukaan 3D, maka layer tersebut di-overlay dengan Hillshade. Dengan
posisi layer (Ekoregion) diatas Hillshade. Setting transparansi layer tersebut
agar Hillshade-nya juga tampak. Klik kanan pada layer > Properties >
Display > masukkan nilai prosentase transparant.
d. Reklasifikasi Raster
Data yang dihasilkan pada langkah sebelumnya adalah format raster yang
belum diklasifikasi. Peta Kelerengan biasanya dinyatakan dalam interval
kelas, sehingga selanjutnya melakukan klasifikasi Raster. Klik pada menu Arc
Toolbox > 3D Analyst Tools > Raster Reclass > Reclassify.
Buat klasifikasi seperti digambar berikut:
kecil yang dapat mengurangi kejelasan informasi nilai kelas lereng Klik pada
menu Arc
Toolbox
> Data
Management
Tools > Generalization > Eliminate dan untuk menghaluskan poligon dengan
cara
Smooth
Polygon Klik
pada
menuArc
Toolbox
>
Editing Tools > Generalization. Pilih metode dan smooth tolerance-nya. Dan
hasil yang didapatkan setelah dipotong sesuai batas administrasinya dengan
proses clip tampak pada gambar dibawah ini
khatulistiwa sebagai bagian utara dengan simbol (N) serta dibagian selatan
khatulistiwa diberi simbol (S).
Jika data koordinat yang ingin ditansformasikan hanya sebanyak satu dua
titik saja, saya biasa menggunakan software Transformasi Koordinat, selain
mudah, software ini sangat ringan memorinya dan tanpa proses instal. Lihat
disini...
Namun jika ternyata titik yang ditransformasikan banyak seperti data diatas,
menggunakan aplikasi yang mentransformasikan koordinat satu-satu saja,
tentu tidak efektif lagi, maka pada posting kali ini saya akan tulis bagaimana
2. Masukan sistem koordinat frame menjadi WGS'84 dengan cara klik kanan
pada Layer > Properties > Predifined (+) > World (+) > WGS 1984
3. Kemudian kembali lagi kita buka data di excel "Book1" dan buat
formatnya menjadi seperti berikut :
4. Masukan data tersebut ke ArcGIS, dengan cara klik Arc Catalog >
kemudian akan muncul jendela catalog > Klik "Connect to folder" dan pilih
lokasi penyimpanan file data excel.
5. Pada jendela Catalog browse menuju file excell. Klik (+) Book1, untuk
menampilkan ekstend sheet > Pilih sheet koordinat yang berisikan format
data XY yang telah dibuat sebelumnya. Dan drag menuju jendela layer.
6. Input data koordinat untuk ditampilkan pada frame dengan klik kanan
pada layer koordinat > Display XY data, setelah muncul jendela berikut atur
juga x field dan y field sesuai kolom yang telah dibuat pada data excell
7. Ubah data excell tersebut menjadi file ber format *.shp dengan cara
pindah dahulu table of contentsnya lalu klik kanan pada layer koordinat >
Data > Export data
8. Masukan sistem koordinat pada data *.shp tersebut dengan cara klik
ArcToolbox > Setelah muncul jendela toolbox klik Data Management Tools >
Project and Transformation > Raster > Define Project
- Pada koordinat sistem klik select > Geographic coordinates system > World
> WGS1984
10. Namun proses belum selesai sampai disini, selanjutnya klik kanan pada
file koordinat.shp > Open attribute table
- Inputkan nama kolom untuk koordinat X dan type nya masukan double
12. Untuk menampilkan koordinat x utm, klik kanan pada kolom X_utm >
calculate geometry
- Akan muncul jemdela berikut, atur lah property, coordinates system dan
unitnya
13. Langka terakhir kita hanya perlu meng copy nya kembali ke excell
- Klik select all
Pada suatu areal dengan area of interest (AOI) tertentu seperti tampak pada
gambar di atas, perlu dilakukan analisa perhitungan volume pekerjaan
penggalian dan penimbunan atau biasa disebut cut and fill. Data yang
digunakan terdiri dari garis kontur dan area of interest.
Berikut langkah-langkahnya
1.Masukan data ke ArcGIS
Raster. Caranya dengan klik Toolbox > Spatial analysis Tools > Interpolation
> Topo to raster, masukan resolusi output 1 m.
Dipilih field ketinggian adalah base, output raster AOI_Grid dan resolusi 1 m
Jika permukaan setelah simulasi galian tidak berupa bidang datar maka data
dapat berupa point dan polyline. Jika demikian, maka konversi ke raster bisa
dilakukan dengan Topo to Raster (tidak dengan Feature to raster).
6.Memotong data raster Kontur dengan batas polygon AOI menggunakan
Extract by mask. Caranya dengan ArcToolBox pilih spatial analysis tool >
Extraction > Extract by mask
Clip bisa dilakukan dengan input raster or feature mask data berupa
sharpefile maupun raster AOI_Grid. Output raster adalah Kontur_Grid_AOI.
Nampak bahwa luas volume galian (Net Loss) = 6.544.679 m3 dengan luas
225.056 m2. Terdapat juga volume timbunan (Net Gain) = 186 m3 dengan
luas 465m2.
8.Perhitungan volume dapat juga dilakukan dengan fitur Raster Calculator di
ArcGIS 10.
Sumber: Beni Raharjo 2012
Kita pasti pernah mendengar istilah garis kontur atau bahkan familiar
dengan istilah tersebut. Sebenarnya apa sih garis kontur itu? sejenis
makanan atau minuman? atau apa?
Jadi garis kontur adalah Sebuah garis yang menghubungkan titik-titik yang
memiliki ketinggian yang sama dari suatu bidang acuan tertentu. Sudah
ngerti belum? dikit-dikit? ya sudah kalau masih penasaran, kita coba beri
gambaran, anda pasti pernah melihat gunung atau lembah kan? yang
namanya gunung pasti lebih tinggi dari dataran di sekitarnya, ya ia lah.
haha. Nah, karna dia (gunung) lebih tinggi dari daerah sekitarnya, berarti
pasti ada perbedaan tinggi dong antara puncak gunung dengan kaki gunung.
Garis kontur mencoba menggambarkan bagaimana bentuk dari gunung
tersebut, apabila kita lihat di atas peta, dengan cara menggambarkan lekuk
dari gunung tersebut yang memiliki ketinggian yang sama, lebih jelasnya
coba lihat gambar di bawah ini.
Peta sendiri merupakan gambaran permukaan bumi pada suatu bidang datar
dengan skala tertentu dan bla bla bla masih panjang tuh kalau
pengertiannya, tapi yang ditekankan disini adalah gambaran permukaan
bumi pada suatu bidang datar, nah sedangkan permukaan bumi itu kan
sebenarnya tidaklah datar, benar? garis kontur ini membantu memberikan
informasi mengenai bentuk permukaan bumi yang tidak datar tersebut
File Bogor sudah memiliki proyeksi UTM sedangkan file Titik_contoh belum
memiliki proyeksi sehingga perlu diberi suatu proyeksi dengan cara pilih
ArcToolbox > Data Management Tools > Projections and Transformations >
Define Projection.
Input file Titik_contoh lalu pilih Coordinate System UTM zone 48 S (kalau
belum tahu cara memilihnya, baca disini).
Untuk membuat garis kontur, buat terlebih dahulu raster yang merupakan
interpolasi ketinggian dari titik-titik yang sudah diketahui ketinggiannya
dengan menggunakan IDW. Pilih ArcToolbox > Raster Interpolation > IDW.
Kemudian isikan jendela seperti di bawah ini.
Hasil dari IDW berupa data Raster dimana terdapat informasi mengenai
ketinggian yang diperoleh dari hasil interpolasi antar titik yang diketahui
ketinggiannya. Data ini kemudian akan kita ubah menjadi garis kontur
dengan cara.
Pilih ArcToolbox > 3D analys Tools > Raster Surface > Contour. Kemudian
isikan Input raster dengan hasil IDW tadi dan pilih interval kontur 10 lalu OK.
Masukan input Feature berupa garis Kontur yang sudah dibuat dan Clip
feature berupa batas Kota Bogor lalu pilih OK.
Maka akan terbentuk garis kontur untuk seperti gambar di bawah ini.
Pada posting sebelumnya sudah kita bahas salah satu cara membuat garis
kontur yaitu dengan interpolasi titik yang sudah diketahui ketinggiannya, kali
ini kita akan coba membuat kontur dengan menggunakan DEM, apa itu
DEM?
DEM adalah suatu data berbentuk raster yang mengandung informasi nilai
digital berupa informasi letak (koordinat X dan Y) dan ketinggian lokasi
diatas permukaan bumi. Data DEM dapat berasal dari :
Foto Udara stereo,
Citra satelit stereo
Data pengukuran lapangan : GPS, Theodolith, EDM, Total Station,
Echosounder
Peta topografi
Linier array image
Karena data DEM memiliki informasi mengenai ketinggian suatu lokasi, maka
data ini dapat dijadikan acuan dalam membentuk garis kontur yang
menggambarkan lokasi dengan ketinggian yang sama.
Untuk dapat mencoba membuat kontur dengan menggunakan data DEM,
silahkan Download contoh data DEM di bawah ini dan ikuti langkahlangkahnya.
Download
Buka ArcGIS lalu Add data yang sudah di download tadi berupa data DEM
dan batas Kecamatan Cibadak.
Data DEM yang tersedia meliputi sebagian wilayah Jawa Barat tepatnya
sekitar Bogor, untuk mempermudah maka data kontur yang akan dibuat
dipersempeti menjadi hanya meliputi Kecamatan Cibadak.
Untuk memperoleh data DEM hanya pada lokasi Kecamatan Cibadak maka
Buka ArcToolbox > Spatial Analyst Tools > Extraction > Extract By Mask.
Masukan input raster berupa data DEM dan input raster or feature mask data
berupa Kecamatan Cibadak.
Hasil kontur dari proses tersebut masih berupa garis kasar karna masih
berdasarkan perhitungan komputer, untuk memperhalus garis kontur agar
menyerupai kondisi sebenarnya di lapang maka dilakukan dengan cara, pilih
Search lalu Tools dan ketikan Smooth Line. Isikan Jendela yang muncul
seperti gambar di bawah ini
Hasil dari garis kontur yang sudah dihaluskan dapat dilihat pada gambar di
bawah ini.
Lanjutan dari posting sebelumnya mengenai Skoring Fungsi Kawasan, kali ini
kita akan coba untukmembuat peta skoring fungsi kawasan.
Anda dapat mendownload bahan materi untuk membuat Peta Skoring Fungsi
Kawasan dibawah ini
Download
Untuk membuat peta skoring, ikuti langkah di bawah ini
- Buka software ArcGIS lalu Add data yang sudah di download sebelumnya.
- Lihat Data tabel atribut untuk lereng dan jenis tanah sudah dalam format
poligon dan memiliki nilai skoring untuk masing-masing poligon. Sedangkan
untuk data curah hujan masih berupa point stasiun perekaman dengan data
intensitas curah hujan.
- Lakukan interpolasi terlebih dahulu pada data curah hujan agar menjadi
data poligon dan diketahui intensitas curah hujan untuk seruluh areal.
Buka ArcToolbox > 3D Analyst Tools > Raster Interpolation > IDW.
- Isikan Input Point Feature dengan Stasiun-CH-Bogor, Z Value isikan dengan
ICHT_FINAL dan masukan lokasi dimana file akan disimpan . Pilih
Environment lalu Prossesing Extend, isikan Extend dengan same as layer
Batas_area agar hasil interpolasi hanya terbentuk pada areal yang
dimaksudkan.
- Hasil IDW yaitu interpolasi dari curah hujan berupa data raster untuk itu
perlu dilakukan Reclassifikasi untuk memperoleh data sesuai selang kelas
yang dinginkan dengan cara BukaArcToolbox > 3D Analyst Tools >
Raster Reclass > Reclassify.
- Input Raster dengan data raster interpolasi curah hujan lalu pilih Classify,
masukan Classes 2 lalu pilih Method manual, isikan Break Value Pertama
dengan angka 20.7. Pilih OK
- Hasil reclassifikasi masih berupa data raster untuk itu perlu dilakukan
konversi data menjadi format poligon dengan cara pilih ArcToolbox >
Conversion Tools > From Raster > Raster To Poligon.
- Input raster dengan Hasil reclassifikasi curah hujan dan pilih lokasi dimana
file output akan disimpan.
- Open atribut tabel dari poligon curah hujan lalu Add Field baru KIH dengan
tipe Text dan Skor_IH dengan tipe Long integer.
- Isikan KIH = 2 untuk grid code 1 dan KIH = 3 untuk grid code 2. KIH
merupakan kelas intensitas hujan sesuai dengan peraturan yang ditetapkan.
- Klik kanan pada kolom Skor_IH lalu pilih calculate Geometry, isikan formula
[KIH]*10 lalu pilih OK
Pilih ArcToolbox > Analysis Tools > Extract > Clip. Input Feature
CH_reclassify_poligon dan Clip Feature Batas_area untuk memperoleh
poligon curah hujan sesuai dengan batas area. Isikan lokasi output dan beri
nama Curah Hujan.
Kini sudah tersedia data Curah Hujan, Tanah dan Lereng dengan
format poligon dan dengan informasi skor untuk masing-masing kelas.
Lakukan Overlay pada ketiga kriteria tersebut.
Pilih ArcToolbox > Analysis Tools > Overlay > Intersect. Lalu
input feature tanah, lereng dan curah hujan. Pilih lokasi penyimpanan output
dan beri nama Fungsi Hutan lalu OK.
- Open atribut tabel pada Fungsi Hutan (hasil intersect) lalu tambahkan field
Total Skor, Fungsi Hutan dan Luas.
- Klik kanan pada kolom Total Skor lalu pilih Field calculation, isikan formula
dengan [Skor_IH] + [Skor_JT] + [skor_kl]
o
o
- Klik kanan pada kolom fungsi hutan lalu pilih Field calcuation, isikan dengan
formula Hutan Produksi lalu OK. Maka seluruh poligon dengan nilai total
skor kurang dari 125 akan diberi fungsi hutan yaitu Hutan Produksi.
Lakukan hal yang sama dengan kriteria :
Total Skor 126-175 = Hutan Produksi Terbatas
Total Skor > 176 = Hutan Lindung
KL 5 = Hutan Lindung
Pada Layer klik kanan Fungsi Hutan lalu pilih Properties. Pilih jendela
Symbology lalu Categories. Pilih Value Field Fungsi Hutan lalu Add All Values,
atur warna yang diinginkan lalu OK.
Oleh karena itu, dalam artikel ini akan membahas pebedaan antara satuan
derajat danpersen dalam peta lereng.
: 1612 m
Untuk Derajat
Untuk Persen
% = Depan/Samping *100
= 1000 m / 1612 m *100
= 1,612 *100
=161,2 %
Sehingga 58 derajat sama dengan 161,2%
Buka
file
ketinggian
semeru_kontur.shp
yang
bertipe
vektor
memiliki
nama
UTM dengan membuka Arctoolbox dan pilih Data Management Tools >
Projections and Transformations > Feature > Project
Hal ini penting karena untuk membuat lereng diperlukan satuan meter
sehingga kita harus merubahnya ke proyeksi UTM (satuan meter)
data input
Output Dataset or Feature Class : Lokasi tujuan data output beserta nama
file (contoh : semeru_UTM49s)
Input Coordinate System : sistem koordinat atau proyeksi yang ingin
dihasilkan; untuk kasus wilayah ini berada pada zona UTM 49S (pilih
Projected Coordinate System > UTM > WGS 1984 > SouthernHemisphere >
WGS 1984 UTM Zone 49S)
OK
Hasil proyeksi ke UTM 49S (jika dilihat di pojok kanan bawah, masih
berada pada format Decimal Degree (sistem koordinat; sehingga kita harus
membuka jendela baru dan buka file yang sudah diproyeksikan atau file
semeru_kontur_UTM49S)
Setelah membuka jendela baru dan buka file yang sudah diproyeksikan
ketinggian (seperti halnya data DEM) dengan membuka Arctoolbox dan pilih
Spatial Analyst Tools > Interpolation > Topo to Raster
Apabila data poligon terdapat overlap atau gap pada datanya akan
berdampak pada hasil analisis yang dihasilkan. Karena pada data poligon,
tidak boleh terdapat data yang overlap atau saling bertampalan dan
terdapat
gap
atau
terdapat
ruang
yang
tak
terisi.
Adapun solusi dari kasus diatas sebagai berikut
Kasus I, saling overlap
Ruang yang terdapat overlap harus di definisikan menjadi satu data atau
supaya tidak overlap, hal ini dapat menggunakan perintah merge
Kasus II, terdapat Gaps
Ruang yang terdapat gaps harus didijitasi supaya tidak ada gaps lagi
Kasus - kasus diatas adalah kesalahan yang sering terjadi pada saat
mendijitasi area atau poligon.
Dalam tulisan ini menggunakan kasus data jaringan jalan DKI Jakarta yang
mempuyai sistem koordinat geografis atau decimal degree yang akan
dirubah ke UTM. Perlu diperhatikan, kita menentukan zona UTM tidak boleh
sembarangan atau sesuka hati kita mau dibuat ke zona berapa akan tetapi
sudah ada aturan pada wilayah tersebut jika dirubah ke UTM maka terdapat
di zona mana. Untuk mengetahui zona UTM Indonesia bisa klik disini.
Adapun Merubah Proyeksi dari DD ke UTM atau UTM ke DD di
ArcGIS sebagai berikut :
Persiapkan data yang akan di rubah sistem koordinatnya (dalam tulisan ini
jaringan jalan Jakarta yang mempunyai sistem koordinat geografis atau
decimal degree)
Untuk
Untuk merubah sistem koordinat atau proyeksi maka pilih ArcToolbox >
Pada
Input Dataset : Pilih data yang akan kita proyeksi
Input Coordinate System : Langsung otomatis
terbaca (misal
jalan_jakarta_dd akan langsung terbaca Geographic Coordinate System)
Output
Dataset : Pilih lokasi dan nama file output (misal
jalan_jakarta_utm)
Output Coordinate System : pilih sistem coordinate (misal UTM zona 48S
untuk wilayah Jakarta)
Siapkan data yang akan diperhalus (dalam kasus ini data vektor berupa
polyline)
Buka ArcToolbox pilih Cartography Tools > Generalization > Smooth Line
Pada
Input Feature : data input (polyline)
Output Feature : data output
Smoothing Algorithm : (pilih paek)
Smoothing Tolerance : (ini toleransi yang akan di smooth; pilih 100 m
berarti tiap panjang 100 m akan dihaluskan apabila dijitan tidak halus atau
kaku)
Handling
Topological
Errors
:
Flag_Errors
(hasil
smoothing
memperhatikan topologi)
Ok
Tipe SHORT dan LONG memiliki spesifikasi yang serupa. Keduanya digunakan
untuk angka tanpa pecahan atau tanpa desimal. Nilai di dalam field SHORT
atau LONG harus berupa angka bulat. Oleh karena itu kedua tipe field tidak
dapat digunakan. Jika digunakan, maka nilai-nilai di belakang koma akan
dihilangkan.
Tipe FLOAT dan DOUBLE memiliki spesifikasi yang mirip. Keduanya samasama dapat digunakan untuk tipe data pecahan, tidak bulat atau dengan
kata lain memiliki angka di belakang koma. Untuk contoh kasus perhitungan
luas lahan dalam satuan meter persegi dan memuat dua angka di belakang
koma, maka tipe FLOAT dan DOUBLE dapat digunakan.
Perbedaan antara FLOAT dan DOUBLE adalah dalam hal akurasi yang
digunakan. Pada tipe FLOAT, pengguna hanya menentukan satu parameter
sedangkan pada tipe DOUBLE pengguna menggunakan dua parameter,
yaitu precision dan scale.
MEMBAGI POLYGON SAMA LUASAN DENGAN ARCGIS
By Beni Raharjo Membagi polygon ke dalam luasan yang sama sangat diperlukan dalam
desain kompartement atau petak untuk pengelolaan lahan (perkebunan,
kehutanan, pertanian, dsb). Banyak tool yang dapat dimanfaatkan untuk
melakukan pembagian tersebut seperti fishnet, grid, dsb. Tetapi tool-tool
tersebut hanya memberikan panduan dan akan menyisakan areal sisa yang
tidak habis membagi polygon. ArcGIS menyediakan tool Parcel Editor yang
dapat membagi polygon (parcel fabric) menjadi areal yang sama dengan
langkah-langkah berikut.
Tahap 1. Persiapan
Dengan asumsi bahwa data polygon adalah shapefile, maka polygon
tersebut harus dikonversi menjadi format geodatabase (polygon). Silakan
cari referensi bagaimana mengkonversi polygon shapefile menjadi polygon
geodatabase.
Pilih Next
Isikan naman topology (terserah), Klik Next
Pilih area dan line, Klik Next
Jalankan ArcToolbox > Parcel Fabric Tools > Load a topology to a Parcel
Fabric
Have fun.
CARA DELINEASI BATAS DAERAH TANGKAPAN
By Beni Raharjo Artikel ini adalah sebuah tutorial bagaimana melakukan delineasi batas
Daerah Tangkapan (Catchment Area) dengan menggunakan input berupa
data DEM dan software ArcGIS Desktop (ArcMap) versi 10.4. Meskipun
mungkin ada sedikit banyak perbedaan, versi ArcGIS lain harap dapat
menyesuaikan. Sebelum meneruskan membaca artikel ini, ada baiknya baca
terlebih dahulu tulisan tentang Delineasi Batas Daerah Alisan Sungai (DAS)
Data
Model Elevasi Digital (DEM) SRTM pada ArcMap
Tahap 2 Rekondisi DEM (opsional)
Rekondisi DEM dilakukan untuk melakukan rekayasa terhadap data DEM agar
mengikuti kewajaran topografi dalam kaitannya analisis hidrologi. Ada
banyak alasan mengapa data DEM seharusnya direkondisi. Data DEM pada
areal yang relatif datar akan sangat berpotensi membuat hasil analisis
hidrologis kacau, dikarenakan data DEM masih mengandung error akibat
bangunan atau pohon. Data DEM juga seperti SRTM memiliki pembulatan 1
meter pada nilai elevasinya. Sehingga saluran2 (sungai) atau gigir/punggung
bukit yang sudah eksis akan kecil kemungkinan akan sama dengan data
DEM.
Melakukan rekondisi dapat dilakukan dengan menggunakan ekstensi seperti
ArcHydro atau, favorit saya, adalah dengan melakukannya secara manual
dengan MapAlgebra. Silakan pelajari tulisan ini untuk melakukan rekondisi
DEM.
Tahap 3 Membuat Depressionless DEM
Depresionless DEM dilakukan untuk menghilangkan sink, yaitu cekungan
seperti kolam atau danau kecil pada DEM. Mengapa perlu dilakukan
demikian? Sink akan dianggap sebagai tempat pemberhentian akhir dari
aliran air sehingga dapat dianggap sebagai muara. Jika sink tidak
dihilangkan, maka batas Catchment tidak akan valid lagi. Pengecualian tentu
ada dimana sink tidak dapat dihilangkan dari data DEM jika ukurannya
sangat signifikan seperti danau besar.
Tool Fill yang terdapat pada ArcToolbox > Spatial Analyst Tools >
Hydrology digunakan untuk mengisi sink sehingga diasumsikan pada kondisi
semua sink terpenuhi oleh air. Dengan demikian, sink tidak lagi menjadi
masalah dalam analisis hidrologi selanjutnya.
tersebut dilakukan dengan tool Flow Direction dan tool Flow Accumulation
yang terdapat pada ArcToolbox > Spatial Analyst Tools > Hydrology.
Kedua analisis tersebut dilakukan terhadap data DEM yang sudah di-Fill pada
tahap sebelumnya.
Outlet adalah fitur yang dapat direpresentasikan sebagai titik yang menjadi
interest dari analisis, misalnya bendungan, check dam, pengambilan sample,
dan sebagainya. Dengan demikian, daerah tangkapan selalu melekat kepada
fitur tersebut misalnya Daerah Tangkapan Bendungan Riam Kanan, Daerah
Tangkapan SPAS, dan sebagainya.
Tahapan yang krusial dalam penentuan outlet adalah melakukan
penyesuaian posisi outlet agar tepat berada di atas jejaring aliran versi DEM.
Sangat besar kemungkinan posisi outlet tidak tepat berada pada akumulasi
aliran tertinggi, melainkan agak bergeser beberapa piksel. Jika terjadi
demikian, lokasi outlet harus digeser sehingga tepat berada akumulasi
aliran. Meskipun posisi outlet sudah ditentukan dengan menggunakan GPS
paling akurat, jika posisinya tidak tepat pada posisi aliran harus digeser.
Cara menggeser titik outlet dapat dilakukan dengan salah satu cara berikut.
1. Menggeser outlet secara manual dengan meletakannya tepat pada
akumulasi aliran terdekat. Lakukan editing terhadap layer titik outlet, zoom
lebih besar sehingga piksel data Flow Accumulation dapat terlihat, dan geser
titik
outlet
secara
visual.
Cara
ini
adalah
favorite
saya.
2. Menggunakan tool Snap Pour Point. Cara ini akan menghasilkan titik outlet
baru secara otomatis yang tepat berada pada akumulasi aliran dengan
format raster.
outlet
(pour
point)
secara
Menggeser titik
visual
Menggeser
titik outlet dengan tool Snap Pour Point
Tahap 6 Menjalankan Delineasi Batas Daerah Tangkapan
Batas Daerah Tangkapan didelineasi dengan tool Watershed yang juga ada
pada ArcToolbox > Spatial Analyst Tools > Hydrology. Input dari tool ini
adalah arah aliran (flow direction), titik outlet (pour point) vektor/raster.
Delineasi
batas Catchment dengan tool Watershed
Jika terdapat beberapa outlet yang dianalisis, maka batas Catchment yang
dihasilkan akan memiliki value mengikuti dari pour point.
Tahap 7 Analisis lanjutan (opsional)
Analisis lanjutan dapat berupa konversi batas catchment (raster) ke vektor,
analisis jejaring aliran (stream network) dan sebagainya. Analisis lanjutan
tersebut tidak dibahas lebih lanjut pada tulisan ini.
Data
Model Elevasi Digital (DEM) SRTM pada ArcMap
Tahap 2 Rekondisi DEM (opsional)
Rekondisi DEM dilakukan untuk melakukan rekayasa terhadap data DEM agar
mengikuti kewajaran topografi dalam kaitannya analisis hidrologi. Ada
banyak alasan mengapa data DEM seharusnya direkondisi. Data DEM pada
areal yang relatif datar akan sangat berpotensi membuat hasil analisis
hidrologis kacau, dikarenakan data DEM masih mengandung error akibat
bangunan atau pohon. Data DEM juga seperti SRTM memiliki pembulatan 1
meter pada nilai elevasinya. Sehingga saluran2 (sungai) atau gigir/punggung
bukit yang sudah eksis akan kecil kemungkinan akan sama dengan data
DEM.
Melakukan rekondisi dapat dilakukan dengan menggunakan ekstensi seperti
ArcHydro atau, favorit saya, adalah dengan melakukannya secara manual
dengan MapAlgebra. Silakan pelajari tulisan ini untuk melakukan rekondisi
DEM.
Tahap 3 Membuat Depressionless DEM
Depresionless DEM dilakukan untuk menghilangkan sink, yaitu cekungan
seperti kolam atau danau kecil pada DEM. Mengapa perlu dilakukan
demikian? Sink akan dianggap sebagai tempat pemberhentian akhir dari
aliran air sehingga dapat dianggap sebagai muara. Jika sink tidak
dihilangkan, maka batas DAS tidak akan valid lagi. Pengecualian tentu ada
dimana sink tidak dapat dihilangkan dari data DEM jika ukurannya sangat
signifikan seperti danau besar.
Tool Fill yang terdapat pada ArcToolbox > Spatial Analyst Tools >
Hydrology digunakan untuk mengisi sink sehingga diasumsikan pada kondisi
semua sink terpenuhi oleh air. Dengan demikian, sink tidak lagi menjadi
masalah dalam analisis hidrologi selanjutnya.
Menjalakan tool
FILL
Tahap 4 Analisis Hidrologi-topograf
Analisis hidrologi yang terkait dengan topografi berjumlah cukup banyak.
Namun yang terkait dengan delineasi batas DAS hanya diperlukan dua saja,
yaitu (1) Flow Directiondan (2) Flow Accumulation. Analisis tersebut
dilakukan dengan tool Flow Direction dan tool Flow Accumulation yang
terdapat pada ArcToolbox > Spatial Analyst Tools > Hydrology.
Kedua analisis tersebut dilakukan terhadap data DEM yang sudah di-Fill pada
tahap sebelumnya.
Menjalankan
tool
Flow
Direction
Menjalankan tool Flow Accumulation
Sampai tahap ini di dalam TOC harus sudah tersedia tiga layer yaitu,
dem_fill.tif, dem_fill_flowdir.tif dan dem_fill_acc.tif.
Tahap 5 Penentuan Outlet
Dalam analisis DAS dan atau Daerah Tangkapan, outluet harus ditentukan.
Untuk delineasi batas DAS, outlet ditentukan otomatis oleh software yaitu
berupa pertigaan sungai atau muara. Namun untuk penentuan daerah
tangkapan, outlet harus ditentukan secara manual.
Tahap 6 Menjalankan Delineasi Batas DAS
Batas DAS didelineasi dengan tool Basin yang juga berada pada ArcToolbox
> Spatial Analyst Tools > Hydrology. Input dari tool ini adalah arah aliran,
yaitu file dem_fill_flowdir.tif.
Menjalankan
tool
BASIN
Contoh hasil delineasi batas DAS adalah seperti pada gambar berikut
4.Heatmap + Temporal
Jika metode heatmap hanya menunjukan pada satu segmen waktu saja,
maka metode berikutnya adalah menambah bumbu temporal untuk melihat
atau menguji beberapa premis seperti
Apakah tingkat heatmap pada suatu bulan/tahun memiliki korelasi dengan
heatmap pada bulan/tahun berikutnya?
Dalam rentang periode tahun, apakah heatmap memiliki pola
pergeseran/pergerakan yang dapat dikorelasikan dengan faktor-faktor
penentu, misalnya arah dan kecepatan angin, sosek, geomorphologi, dsb?
Tahap 5. Pilih Input, Output, dan mode Equidistant Points (fixed interval)
seperti di bawah ini
Klik OK
Tahap 6. Berikut adalah contoh hasil konversi
Tahap 7. Lakukan supervisi. Cek pada setiap BELOKAN. Kalau perlu point
bisa digeser/hapus menyesuaikan dengan BELOKAN tersebut. Cek juga pada
bagian END.
Tahap 8. Buka tabel dari POINT. Ada dua hal yang harus dilakukan, yaitu
memberikan nomor urut dan XY seperti berikut
Field [ID] dibuat dengan mendasarkan kepada field [FID]. Jika sudah
menghapus beberapa point, maka field ini harus dihitung ulang
Field [X,Y] dihitung dengan Xtools atau operasi table biasa
Tahap 9. Eksport Tabel ke MS Excel. Baca Artikel tentang konversi data
atribut ke MS Excel
Tahap 10. Di MS Excel, tambahkan kolom trayek. Perhatikan formula pada
fx.
Catatan: Mengisi trayek bisa dilakukan manual, tetapi kalau jumlah titik
ribuan alangkah capeknya
Tahap 11. Tambahkan kolom Jarak. Hitung jarak setiap taryek dengan
formula Phytagoras seperti pada komol formula (fx).
Tahap 13. Terkadang diperlukan juga satuan sudut dalam Derajat-MenitDetik (DMS). Kolom Az pada gambar di atas adalah dalam Decimal Degree
(DD) sehingga perlu dilakukan penghitungan/konversi dari DD ke DMS.
Dari gambar di atas jelas bahwa kelerengan 45 o itu sama dengan 100%.
Dengan formula tangen, kita bisa menghitung berapa persen kelerengan
pada satuan derajat seperti pada tabel berikut.
Dari table di atas jelas bahwa angka persen dalam kelerengan sampai tak
terhingga. Angka persen dalam kelerengan tidak dibatasi sampai 100%
karena angka 100% hanya menunjukan kelerengan 45 o.
Semoga bermanfaat.
MENGHITUNG AZIMUTH DAN JARAK DENGAN MS EXCEL
By Beni Raharjo March 8, 2016
Pengguna GIS sering memiliki tugas untuk membuat seri jarak dan azimuth
dari trayek ukur yang dapat berupa garis atau urutan titik-titik. Data tersebut
digunakan untuk melakukan ploting garis atau rangakaian titik-titik di
lapangan. Setelah desain trayek ukur dibuat di komputer, selanjutnya
bagaimana membuat daftar azimuth dan jarak dari urutan titik-titik pada
trayek ukur tersebut?
Untuk cakupan areal yang tidak terlalu luas, sehingga kelengkungan bumi
dapat diabaikan, maka perhitungan azimuth dan jarak dapat dilakukan
dengan perangkat lunak sejuta umat, yaitu MS Excel, dengan tampilan
seperti pada gambar berikut.
Siapkan dulu area of interest (AOI) berupa bounding box, yakni berupa kotak
imaginer yang meliputi area study atau wilayah yang ingin diketahui data
curah hujannya.
Pada kawasan Taman Nasional Way Kambas di atas diketahui bahwa batas
AOI adalah 105.45 BT 106.08 BT dan 4.60 LS 5.27 LS.
Pada kawasan Taman Nasional Way Kambas di atas diketahui bahwa batas
AOI adalah 105.45 BT 106.08 BT dan 4.60 LS 5.27 LS.
2. Kunjungi link TRMM
Untuk download data satu kawasan, kunjungi Online Visualization and
Analysis
System
(TOVAS)
di http://disc2.nascom.nasa.gov/Giovanni/tovas/TRMM_V7.3B42.2.shtml
3. Pilih tipe data
Terdapat banyak tipe data hasil derivasi dari satelit TRMM. Untuk tutorial ini
kita pilih data curah hujan per 3 jam. Pilih 3-hourly TRMM and other rainfall
estimate (3B42 V7)
Terkadang akan muncul pesan error jika kita memberikan querry yang terlalu
panjang, misalnya dikarenakan rentang tanggal yang terlampau jauh
sehinnga jumlah baris yang dihasilkan harus sangat panjang. Jika terjadi
error seperti demikian, bagi rentang tanggal menjadi segment-segment yang
relative pendek (misal per 1 bulan) dan lakukan berkali-kali querry untuk
setiap segment waktu tersebut.
Have fun
Data SRTM yang sudah dipotong tadi kemudian kita Slope (kemiringan
lereng) dengan cara klik Spatial Analyst > Surface Analyst kemudaian pilh
Slope, lalu muncul jendela Slope, masukkan SRTM yang sudah dipotong
sebagai input Surface, measurement pilih Percent, Z factor dapat anda isi
dengan angka 1 (sesuai standard/default), output cell size bisa anda rubah
sesuai kebutuhan semakin kecil nilainya maka nilai piksel juga anakn
semakin kecil (resolusi spasial), Output sesuai tempat penyimpanan anda
kemudian klik OK. seperti gambar dibawah:
Langkah terakhir agar hasil klasifikasi tadi dapat digunakan sebagai bahan
analisis dengan data yang lain, maka hasil tersebut di convert ke vektor
dengan menggunakan tool Raster to Polygon yang seperti gambar dibawah,
input raster yaitu data raster hasil slope, field (optional) berarti tidak wajib
diisi atau biarkan default saja, output sesuai tempat penyimpanan, dan
centang Simplify polygon aga terliha lebih halus. Setelah conversi dilakukan,
agar hasil terlihat lebih halus kita menggunakan tool Dissolve atau tool
penyederhana. atau tidak terlalu ribet dalam atributnya. atribut yang di
dissolve yaitu field gridcode.
TIN adalah suatu struktur data digital yang digunakan dalam suatu sistem
informasi mengenai ilmu bumi GIS yang digunakan untuk menyajikan bentuk
permukaan bumi. TIN berupa garis vektor yang digunakan untuk menyajikan
bentuk permukaan bumi dengan 3 dimensi (x,y,z) dan diatur dalam suatu
jaringan segitiga non overlapping/ tidak bertampalan. TIN berupa data raster
diperoleh dari data tinggi Digital Elevation Model.
TIN akan menghasilkan informasi yang padat pada daerah yang kompleks,
dan informasi yang jarang pada daerah yang homogen. Triangle selalu
mempunyai tiga node dan biasanya mempunyai tiga tetangga triangle,
namun triangle di pinggir biasanya hanya mempunyai satu atau dua
tetangga.
Triangle
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
Node
1-5-9
1-2-5
2-4-5
2-3-4
3-4-6
4-5-6
3-6-7
6-7-8
5-6-8
5-8-9
Tetangga
B-J
A-C
B-D-F
C-E
D-F-G
C-E-I
E-H
G-I
F-H-J
A-I
Model data digital ini dapat dibuat menggunakan software ArcGIS, berikut
langkah awal hingga akhir, agar kita mengetahui bentuk dari model TIN.
1. Berikut penampakan titik yang siap diolah
2. Untuk membuat TIN digunakan fitur 3D Analyst yang ada pada ArcGIS,
Pada Toolar 3D analyst > Create/Modify TIN > Create TIN from featues
3. Akan muncul jendela berikut, maka aturlah height source sesuai data
ketinggian yang dimasukan, serta lokasi output file Data TIN
4. Klik OK dan tunggu hingga proses selesai berikut hasil model data TIN
3. Isikan input raster (file yang akan dipotong) dan output extent (file poligon
untuk memotong). Beri nama output file di Output Raster Dataset. OK
(tunggu proses selesai)
2. Pada Input Raster, masukkan keempat data DEM yang mempunyai akhiran
: dem.tif.
3. Pilih folder pada Output Location. Beri nama output, tambahkan file
extension sesuai kebutuhan. Misalnya untuk file IMAGINE saya
menambahkan ext : .img
MATERI BASIC
1.
Pengantar GIS dan ArcGIS
2.
Koreksi Geometri
3.
Editting dan input Data
Join dan Relates
Data Atribut
Digitasi
Plotting
Query
Select By Atribut
4.
3D
TIN
IDW
Kriging
Arc Scene
Section
Materi Advance
1.
2.
3.
4.
5.
Bahasa Program
Web GIS
Mobile GIS
Analisis Spasial
Basis Data dan Penginderaan Jauh
1.
PENGANTAR
Geographic Information System ( GIS )
GIS: adalah suatu sistem komputer yang dapat memasukkan, mengolah
(manipulasi ) dan menghasilkan sebuah data yang memiliki nilai spatial.
Menurut Prahasta : GIS merupakan sejenis software yang dapat digunakan
untuk
pemasukan, penyimpanan, manipulasi, menampilkan, dan keluaran
informasi
geografis berikut atribut-atributnya.
Komponen SIG Terdiri dari lima komponen yang saling terintegrasi :
1.
Perangkat keras (Hardware ),
2.
Perangkat lunak (software),
3.
Data ,
4.
Manusia dan
5.
metode yang digunakan
Proses Pengolahan Dalam SIG :
Input Data (Vektor, raster, tabular) Proses (metode) Output Data (Peta)
Fungsi SIG :
SIG merupakan suatu sistem yang dapat digunakan untuk menganalisis data
spatial (keruangan ) sehingga dapat digunakan dalam berbagai aplikasi
pengolahan data untuk kebencanaan , perencanaan kota , kesehatan ,
penggunaan lahan, dan lain lain.
Kebencanaan Analisis kemungkinan bahaya sepertibanjir, longsor, Rob,
Peta Jalur Evakuasi
Perencanaan RDTW, RTRW
Kesehatan Analisis daerah pemukiman, peta persebaran penyakit, kualitas
air, kepadatanpenduduk
Perkebunan Sawit Mengetahui sawit yang matang dari warna
menggunakan citra, digitasi untuk pola penanaman sehingga tahu
produktivitas, topografi daerah sawit, cari tinggi pohon sawit.
Laut Analisis gaeis pantai, (pasut dg buffering), peta terumbu karang,
topografi laut.
x
x
x
Benar
x
Benar
x adalah GCP / titik ikat
x
x
x
x
Salah
Ketentuan GCP
Perempatan Jalan
Cabang Sungai
Bangunan / Instansi
Karena
Terlihat
Merupakan Perpotongan
Alih fungsi lahan
Nilai RMS adalah :
ketepatan transformasi koordinat peta raster dalam proses georeferencing,
dimana
Vektor Scan
Query Builder
Query builder sangat berfungsi dalam melakukan analisis spasial, dimana
kita dapat
memfokuskan obyek wilayah kajian. Data akan ditampilkan sesuai keinginan
kita tanpa
harus menghapus data secara permanen ( baik dipotong atau di hapus )
Sebagai contoh : Peta Kab Bantul kita hanya ingin menampilkan Kec. Sedayu
sedangkan Kecamatan lain tidak kita tampilkan atau malah sebaliknya.
Klik kanan Bantul properties Definition query Query builder - ok
Rumus dalam penulisan Builder harus diperhatikan karena berkaitan dengan
data mana
yang ikin kita fokus kan atau kita buang .
Query Builder :
Rumus Quiry Builder :
= OR Data yang ingin ditampilkan
<> AND Data yang tidak ingin ditampilkan
c. Pengisian data attribute menggunakan bantuan field calculator
pengisian data atribute dengan bantuan field calculator disini memberi
kemudahan bagi
kita apabila atribute tabel dalam beberapa baris dengan kolom yang sama
serta data
sama maka kita cukup menggunakan menu ini sehingga secara otomatis
data akan
terisi semua ( Syarat data terlebih dahulu terselect ).
klik kanan pada kolom yang akan kita isikan data nya field calculator
tuliskan data
yang akan kita isi .
d. Convert Polyline to polygon
Tujuan convert data vektor polyline to polygon yaitu menggubah data
digitasi yang
merupakan suatu polygon namun kita menginkan data tersebut memiliki
type data polyline
atau sebaliknya . Hal ini akan sangat membantu ketika kita membuat batas
administrasi
suatu wilayah.
Data yang akan kita gunakan dalam pelatihan ini yaitu data
kab.Bantul dengan data bantul.
Buka kedua data tersebut , dan pastikan format data bantul telah
berubah menjadi format dbf, yang semula masih berupa format xls add data
bantul.xls buka atribute tabel - table options export pilih lokasi
penyimpanan data ubah format data menjadi file and personal
geodatabase tables save .
Buka data atribut kabupaten bantul table options joints and relates
-joints ok
Pilih data yang akan kita joint serta pastikan id data yang akan kita
join sama
Atribut data yang telah di joint secara otomatis akan menjadi satu ,
agar data dapat permanen maka perlu dilakukan eksport data menjadi
format shp yang baru, jika tidak dia akan kembali ke data semula.
2.
Relates Tabel
Pada dasarnya relates tabel memiliki fungsi sama dengan joint tabel namun
pada related tabel data tidak akan bergabung menjadi satu, ia akan
membuat link atau hubungan antara data tabular dengan atribut data
spatial. Syarat yang harus dipenuhi dalam related sama ketika kita
melakukan joins yaitu id harus sama.
Buka data atribut kabupaten bantul table options joints and relates
- relates ok
Pilih data yang akan kita relates serta pastikan id data yang akan kita
relates sama
Gunakan id berupa angka hal ini untuk menjaga kosistensi pengisian
data atribut yang nanti akan dijadikan id .
Agar data tabel excel dapat dibuka sempurna oleh Arcgis maka harus
dieksport ke .dbf
f. Input Data GPS dan joint Excel gogo
1.
Input Data dari GPS
Dalam sebuah pemetaan seringkali dibutuhkan data lapangan yang telah
memiliki nilai koordinat, dimana data ini dapat digunakan sebagai bahan
data analisis . Sebagai contoh data lapangan : titik koordinat dari GPS
Buka software Garmin File loud form file pilih data waypoit
(karena data berupa point) File save to file ok
Waypoint untuk data titik
Track untuk data garis tunggal
Route untuk data garis yang memiliki pesimpangan
Untuk merubah .gpx jadi .dbf
2.
Joint data excel gogo ( Ploting data )
Data lapangan yang berasal dari GPS sering kali digunakan dalam sebuah
pemetaan. Data dari GPS terkadang tidak bisa secara otomatis dapat kita
lakukan ploting dalam ArcGis, sehingga perlu dilakukan perubahan format
data. Data ecxel sangat memungkinkan untuk dibaca oleh ArcGis sehingga
data dapat dilakukan ploting.
Fungsi Plotting
kita tidak berulang kali memploting data dan tersimpan secara permanen
formatnya.
Aktifkan arc Toolbox 3D analyst tool TIN management creat TIN ok
Edit TIN Properties simbology Classify Method Equal Interval (Bagi
rata sec Otomatis)
Lalu buat konturnya
Menentukan Kontur Mayor
2. Interpolasi Kontur
Kontur adalah garis hubung antara titik-titik yang mempunyai ketinggian
yang sama. Garis yang dimaksud disini adalah garis khayal yang dibuat
untuk menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian yang sama .
IDW
Buat Kontur
Kriging
Buat Kontur sama seperti IDW
3. Menampilkan data dalam ArcScene
ArcScene merupakan aplikasi yang
menampilkan petapeta
kedalam bentuk 3D.
digunakan
untuk
mengolah
dan
'PLERET'
OR
Ketentuan Layout
Misal diminta skala yang telah ditentukan, Berarti atur kertas
Buat sheet seperti RBI
Beri keteranan skala yang digunakan
Siapkan data yang akan diperhalus (dalam kasus ini data vektor
berupa polyline)
Line
Pada
Input Feature : data input (polyline)
Output Feature : data output
Smoothing Algorithm : (pilih paek)
Smoothing Tolerance : (ini toleransi yang akan di smooth; pilih 100 m
berarti tiap panjang 100 m akan dihaluskan apabila dijitan tidak halus atau
kaku)
Handling Topological Errors : Flag_Errors (hasil smoothing memperhatikan
topologi)
Ok
Memperhalus
Dijitasi
di
ArcGIS
Mungkin materi ini terlihat sepele namun mungkin untuk orang yang masih
awam menggunakan ArcGIS seperti saya, tentu belum mengetahui beberapa
fungsi yang sebenarnya telah ada di toolbox ArcGIS. Berikut contohnya, saya
memang sudah sering menggunakan jenis analisis overlay namun yang
biasa saya gunakan hanyalah overlay jenis union saja. Nahhh karena
penasaran juga masing masing fungsinya juga, saya akan coba
menggunakan fasilitas tersebut masing-masing.
Pemahaman bahwa overlay peta (minimal 2 peta) harus menghasilkan peta
baru adalah hal mutlak. Dalam bahasa teknis harus ada poligon yang
terbentuk dari 2 peta yang di-overlay. Jika dilihat data atributnya, maka akan
terdiri dari informasi peta pembentukya. Misalkan Peta Lereng dan Peta
Curah Hujan, maka di peta barunya akan menghasilkan poligon baru berisi
atribut lereng dan curah hujan.
Teknik yang digunaan untuk overlay peta dalam SIG ada 2 yakni union dan
intersect. Jika dianalogikan dengan bahasa Matematika, maka union adalah
gabungan, intersect adalah irisan. Hati-hati menggunakan union dengan
maksud overlay antara peta penduduk dan ketinggian. Secara teknik bisa
dilakukan, tetapi secara konsep overlay tidak.
Ada beberapa fasilitas yang dapat digunakan pada overlay di ArcGIS versi 10
untuk menggabungkan atau melapiskan dua peta dari satu daerah yang
sama namun beda atributnya yaitu :
1. Erase
Tool Erase digunakan untuk melakukan analisis overlay pada kelas feature
dengan menghapus kelas feature yang tumpang tindih pada peta. Jenis tool
ini
lebih
mirip
seperti
proses
clips. Poligon yan Fitur yang bertepatandengan Erase Fitur poligon akan
dihapus.
saya mencoba menggunakan tool ini dengan input peta kelerengan dan
sebagai erase feature adalah daerah perairan / waduk
hasil erase :
2. Identity
Tool Identity digunakan untuk melakukan analisis overlay pada kelas fitur.
Tool ini menggabungkan bagian-bagian dari fitur yang tumpang tindih fitur
identitas untuk menciptakan sebuah kelas fitur baru .
saya mencoba menggunakan tool ini dengan input peta Kabupaten Boyolali
dan sebagai identity feature adalah daerah perairan / waduk
hasil
Identity
3. Intersect
Intersect Tool yang digunakan untuk melakukan analisis overlay pada kelas
fitur. Alat ini membangun kelas fitur baru dari berpotongan fitur umum di
kedua kelas fitur .
saya mencoba menggunakan tool ini dengan input peta kecamatan kab.
Boyolali dan sebagai intersect feature adalah peta permukiman Boyolali
hasil Intersect :
4. Spatial Join
Spatial Join Tool yang digunakan untuk menggabungkan bermacam-macam
data spasial yang mempunyai kelas yang sama (satu wilayah atau satu
kategori tertentu)
MASIH DALAM PROSES MEMAHAMI FUNGSINYA
5. Symmetrical deference
Symmetrical deference Tool digunakan untuk melakukan analisis overlay
pada kelas fitur . Alat ini menciptakan kelas fitur dari fitur-fitur atau bagian
dari fitur yang tidak umum untuk salah satu masukan lainnya .
7. Update
Update Tool digunakan untuk melakukan analisis overlay pada kelas fitur .
Alat ini update atribut dan geometri kelas fitur input atau lapis demi kelas
fitur update atau lapisan yang mereka tumpang tindih .
Layout kawasan hutan per kecamatan ini akan diatur untuk menampilkan
hanya kawasan hutan di kecamatan tersebut saja, sehingga kawasan hutan
di kecamatan-kecamatan lain di sekitarnya tidak akan ditampilkan dalam
layout tersebut. Oleh karena itu sebelumnya kedua shapefile tersebut di
overlay terlebih dahulu (bisa dengan union atau identity).
Adapun attribut shapefile setelah proses overlay menjadi seperti berikut ini
Setelah itu, toolbar Data Driven Pages diaktifkan, maka akan muncul
toolbar
baru.
dalam contoh ini adalah berdasar kolom KECNO. Kolom-kolom yang dapat
dipilih adalah kolom dari shapefile yang ditentukan pada langkah ke-3.
Pada jendela View terlihat yang menjadi fokus adalah wilayah Kecamatan
Silat Hilir.
Akan tetapi, karena pada layout ini hanya akan menampilkan kawasan hutan
di kecamatan tersebut saja (sesuai yang terpilih pada Data Driven Pages),
maka masih diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Klik kanan pada layer yang pada langkah awal sudah dioverlay, pada
contoh ini adalah layer kawasan_kapuas_hulu.shp
2. Klik Properties.
3. Pilih menu Definition Query.
4.Klik tombol Page Definition
Agar judul dari peta tersebut juga otomatis berubah sesuai dengan wilayah
kecamatannya, maka pada nama kecamatan, kita memakai query. Query
tersebut kita copy saja dari query yang telah ada pada Data Driven Page
Name. Caranya :
1. Klik pada Page Text yang terletak paling kanan pada toolbar Data
Driven Pages.
2.Pilih Data Driven Name.
3. Pada jendela View akan muncul tulisan yang dikelilingi oleh garis
berwarna biru putus-putus.
4.Klik dua kali pada tulisan tersebut.
5.Akan muncul jendela Properties.
6.Salin (copy) query yang terdapat pada Text.
7.Paste query tersebut pada Text judul peta.
8. Text pada langkah ke-3 yang diambil querynya dihapus dari layout,
sehingga tidak mengganggu layout.
Maka selesai sudah template layout dari peta kawasan hutan per
kecamatan di Kabupaten Kapuas Hulu. Untuk berpindah ke layout kecamatan
lain, hanya perlu klik tombol Next Page pada toolbar Data Driven Pages
Jadi setelah memakai tool Data Driven Pages kita tinggal mengatur
skalanya agar bulat (jika diperlukan) kemudian menyimpan ke dalam .MXD
baru atau bisa juga .MXD hanya satu, tetapi untuk output dalam bentuk
image saja misal dalam bentuk .jpeg .
Untuk menyimpan layout dalam bentuk image langkahnya adalah sebagai
berikut :
Extract
By
Mask
Lalu tentukan raster yang akan di potong dan area pemotongnya. Sehingga
hasilnya kurang lebih akan seperti berikut :
Kemiringan Lereng
Apabila akan dilakukan analisis lanjut, maka sebaiknya konversi data raster
kemiringan lereng menjadi format vektor, caranya menggunakan tools yang
berada di dalam ArcToolbox>Cconversion Tools>From Raster>Raster to
Polygon. lalu lakukan analisis lanjutan, seperti menghitung luasan per kelas
kemiringan.
Agar tampilan peta lebih menarik, buat tampilan hillshade dari data DEM
yang sebelumnya sudah di potong. Caranya dapat di lihat di artikel berikut :
Hillshade
Tempatkan layer hillshade di bawah layer Kemiringan Lereng, lalu berikan
nilai transparansi terhadap layer Kemiringan Lereng agar efek Hillshade
dapat terlihat. Lalu buat layout dari hasil pembuatan peta Kemiringan Lereng
tersebut, berikan efek seni untuk membuat layout sesuai dengan yang di
inginkan. Dan berikut hasil layout sederhana buatan saya :
Peta
Kemiringan
Kab.Ciamis
Lereng
Dapat dilihat pada gambar di bawah ini, bahwa ukuran DEM terlalu besar
untuk dibuat hillshade dari data region Ciamis. Untuk itu kita akan potong
DEM tersebut dengan menggunakan batas Region Ciamis.
Analyst
Arctoolsbox
Sebelumnya layer yang akan digunakan sebagai batas pemotong harus
memiliki sistem koordinat yang sama dengan raster DEM.
Tools Hillshade
Kita akan menemukan jendela baru untuk pengaturan pembuatan hillshade.
Pada isian Azimuth isikan nilai dengan interval antara 1 sampai 360 dan
pada Altitude isikan dengan nilai interval 1 sampai 90. Untuk Z factor isi
dengan nilai 1.
Azimuth merupakan sudut putar sinar matahari dari arah barat hingga
timur.
Pengaturan Hillshade
Setelah semua tahapan di ikuti, maka hasilnya akan seperti gambar di
bawah ini.
Hillshade
Untuk memodifikasi tampilan hillshade di atas, kita bisa mengganti warna
dari hillshade terebut dengan masuk ke propertis dari layer hillshade
kemudian masuk ke pilihan symbology dan ganti warna nya sesuai dengan
pilihan warna yang tersedia.
Apabila hasil hillshade akan di overlay dengan layer region caranya seperti
berikut ini :
Panggil layer yang akan di overlay. Di sini saya memanggil layer area
kecamatan ciamis yang sudah memiliki field tersendiri. Kemudian masuk ke
Extension 3D Analyst
Layer kontur yang saat ini di tampilkan masih dalam bentuk 2D, maka buat
terlebih dahulu kontur 3D dari kontur tersebut, caranya di dalam toolbar 3D
Analyst masuk ke menu Feature to 3D (jika tidak tersedia tools tersebut,
maka lakukan tahapan berikut : masuk ke menu Customize > Customize
Mode > Pada tab Command pilih categories 3D Analyst dan pada bagian
commands pilih tool yang akan ditambahkan dengan cara pilih tool yang di
maksud kemudian tarik/drag ke dalam toolbar 3D Analyst).
Menambahkan Tool
Di dalam menu Feature to 3D, input feature isi dengan layer Contour,
kemudian Source of Height pilih berdasarkan field attribute dari layer
contour tersebut.
Feature to 3D
Hasil dari tahap di atas akan terbentuk layer baru yang berisikan objek
kontur dalam bentuk 3D, seperti berikut :
Contour 3D
Selanjutnya buat raster TIN dari layer Contur_3D, caranya masuk ke menu
Create TIN From Faature di dalam toolbar 3D Analyst (Jika tidak ada,
tambahkan tool tersebut dengan cara yang sama seperti tahapan
sebelumnya). Gunakan layer Contour_3D untuk mengisi Height Source
dengan Feature Z Value, pada bagian Triangulate as pilih Hard Line,
kemudian gunakan layer Area untuk membuat Soft Clip pada bagian
Triangulate as, lebih jelasnya perhatikan gambar berikut :
Raster TIN
Berikutnya aktifkan layer Area, kemudian konversi objek area tersebut yang
masih berupa objek polygon ke dalam objek line, caranya masuk ke
Arctoolbox > Data Management Tools > Features > Feature to Line.
Sehingga akan terbentuk layer baru yang berisikan objek line. Dalam tutorial
ini layer tersebut di beri nama Extrude, dalam menu properties dari layer
tersebut atur Base Height dengan Elevation from surface mengacu pada
Raster TIN. Kemudian di dalam tab Extrusion select pada bagian Extrude
Features in Layer dan pilihUsing it as a value that features are
extruded to pada menu Apply Extrusion. Hasil dari proses tersebut akan
membuat line terextrusion berdasarkan ketinggian dari Raster TIN.
dan dikemas dalam format .grd. Untuk file SRTM30, wilayah Indonesia bisa di
download
di
file
:
- e060n40.Bathymetry.srtm (Sumatra)
- e100n40.Bathymetry.srtm (Jawa, Sumatra, Kalimantar, Sulawesi, Papua)
- e100s10.Bathymetry.srtm (Pulau
Sumba,
Kupang,NTT)
Dalam tutorial ini, file yang akan digunakan adalah SRTM30. dan akan diolah
dengan menggunakan software Global Mapper dan Surfer. Buka file srtm ke
dalam Global Mapper. Setelah di panggil maka tampilan di layer editing
kurang lebih akan seperti berikut :
SRTM30 PLUS
Selanjutnya buat kontur di daerah yang akan dibuat peta batimetrinya,
dalam tutorial ini akan dibuat peta batimetri untuk wilayah pantai
pangandaran, kab. Pangandaran, Provinsi Jawa Barat. masuk ke menu
Analysis > Generate Contours (from Terrain Grid). Tentukan interval kontur
yang akan digunakan.
Contur Options
Kemudian pada Contour Bounds buat daerah yang akan dibuat konturnya
dengan masuk ke Draw a Box.
Griding Kontur
Klik ok, maka akan terbentuk file baru dengan extension .grd. panggil file
tersebut dengan cara masuk ke menu Map > New > Contour Map.
Penampang
Hasil dari proses diatas akan menciptakan SHP baru yang tersimpan di
dalam directory yang sebelumnya telah ditentukan pada option 3d Analyst.
File SHP akan bernama PG (Profile Grapth) yang berisikan objek point.
Panggil file tersebut ke dalam ArcMAP. Klik kanan pada nama layer tersebut
> Open Attribute Table. Maka akan muncul keterangan yang berisikan field M
(menunjukan letak koordinat X dalam satuan meter UTM) dan field Z
(berisikan nilai ketinggian dari setiap point yang mendefinisikan nilai
ketinggian dari DEM).
Data Attribut
Block seluruh isi field kemudian copy ke dalam program Ms.Excel atau text
editor lain. Edit dan hapus field lainnya kecuali field M dan Z.
Add Data XY
Maka akan muncul layer baru dengan objek point yang menunjukan
ketinggian dari area penampang.
Point to Line
Tahap selanjutnya adalah membuat grid untuk penampang tersebut di dalam
layout view. Pindah ke layout view, klik kanan pada frame yang berisikan line
penampang, pilih properies > grids > New Grid > Measured Grid. Pada
Appearance pilih Label Only.
Setelah grid berhasil di buat, masuk ke properties grid tersebut, atur
tampilan grid menjadi seperti berikut :
Layer Bali_Administrasi
Untuk membuat hyperlink kita dapat menggunakan tools Identify
di
dalam toolbar ArcMap. Aktifkan tools tersebut, kemudian select salah satu
objek vektor dari layer Bali_Administrasi.
Identify
Akan muncul popup Identify dari objek yang di select, klik kanan pada
nama objek lalu pilih Add Hyperlink untuk mengkaitkan objek dengan
dokumen atau url lain.
Add Hyperlink
DI dalam popup Add Hyperlink terdapat dua pilihan type link. Yang
pertama Link to a Document (link dokumen berupa foto, musik, video
pendek, dll) dan Link to a URL (link ke url suatu website). Isi type link yang
akan gunakan, kemudian klik OK.
Untuk mengaktifkan atau membuka link yang telah di kaitkan, gunakan
tools Hyperlink
, select terhadap objek yang sudah di hyperlink. Maka
akan muncul dokumen yang telah di link, atau akan terbuka halaman web
dari URL yang di link.
Cara kedua untuk menggunakan fungsi hyperlink adalah dengan membuat
field baru dari layer yang akan di hyperlink. Klik kanan di layer
Bali_Administrasi,
piiih Open
Option pilih Add Field.
Attribute
Table.
DI
dalam Table
Add Field
Buat field baru dengan nama Hyperlink (nama bisa disesuaikan) dengan
Type : Text, length beri 50 (sesuaikan dengan panjang karakter dari link yang
akan di kaitkan). Setelah field berhasil di buat, aktfkan editing dari layer
Bali_Administrasi lalu isi record di dalam field Hyperlink dengan link yang
dituju.
Jika telah selesai, save edits kemudian matikan editing. Klik kanan pada
layer Bali_Administrasi pilih properties > Display. Select Support
Hyperlinks using field. Pilih field Hyperlink lalu pilih jenis link yang di
sematkan (Dokumen atau url). Untuk mengaktifkan atau membuka link yang
disematkan, gunakan kembali tools Hyperlink
CEK ERROR TOPOLOGY DI ARCGIS
Egi Septiana 10:45
Tampaknya Anda memblokir iklan Google AdSense di blog ini.
Assalamualaikum Wr.Wb
Error Topology merupakan kesalahan yang tedapat di dalam suatu objek
vektor berupa line ataupun polygon yang diakibatkan oleh kesalahan dalam
proses digitasi atau error yang muncul setelah melakukan analisis terhadap
objek tersebut. Sebelumnya pembahasan mengenai error topology pernah di
bahas di dalam artikel berikut :
ERROR TOPOLOGY
Untuk mengatasi error topology, sebelumnya diperlukan cek terlebih dahulu
terhadap objek vektor untuk mengetahui letak error yang terjadi. Dan pada
artikel ini akan dibahas cara mengatasi Error Topology dengan menggunakan
software ArcGIS. Dalam contoh ini akan menggunakan layer Kota Bandung.
Tools
Feature
Class
to
Feature Class
Buka ArcToolbox > Conversion Tools > To Geodatabase > Feature class to
Feature Class. Simpan hasil koversi ke dalam feature dataset di dalam
geodatabse yang sebelumnya di buat.
Aturan Topology
Gap adalah ruang kosong atau rongga di antara polygon yang saling
berhimpitan, sedangkan Overlap adalah polygon yang saling tumpang tindih.
Cek jumlah error dengan cara klik kanan Topology yang baru saja di buat,
klik properties > Errors > Klik Generate Summary. Hasilnya kurang lebih
seperti gambar berikut :
yang tidak overlap, atau select objek polygon yang tertindih kemudian
masuk ke menu editor, pilih clip (Discard the area that intersects).
Bagian tepi luar dari objek polygon akan selalu di anggap gap oleh system,
sehingga biarkan error tersebut. Save hasil editing SHP Kota Bandung,
kemudian konversi kembali ke Feature Class di geodatabase, buat Topology
yang baru, lakukan tahapan yang sama seperti sebelumnya, dan cek jumlah
error yang ada.
Create Grids
Dalam kegiatan ini grid yang digunakan adalah Graticule. Sesuaikan bentuk
garis, label, dan interval yang akan digunakan. Maka hasilnya akan seperti
gambar berikut :
Area of Interest
Objek peta berwarna Biru muda pada gambar di atas merupakan AoI yang
digunakan. Klik kanan pada data frame di layout. Pilih Properties >Data
Frame. Pada Extent Used By Full Extent Command, pilih Other> Specify
Extent.
Setting AoI
Pilih Outline of Features dan pilih layer yang menjadi AoI, klik OK. Clip
Option pilih Clip to Shape, Specify Shape gunakan layer AoI, dan select
Clip Grid and Graticule. Sehingga akan di dapat tampilan grid dan objek
peta yang baru sesuai dengan bentuk AoI yang digunakan.
Penanda Letak
Beri nama penanda letak sesuai dengan yang di inginkan, lalu salin nilai
koordinat lintang dan bujur pada lokasi penanda letak tersebut ke dalam
program Microsoft Excel. Buat penanda letak lainnya dengan jumlah minimal
4 buah, lalu lakukan tahap yang sama seperti di atas. Sehingga di dalam Ms.
Excel kurang lebih akan seperti berikut :
Koordinat di MS.Excel
Simpan tampilan google imagery dengan cara masuk menu file di dalam
program google earth, pilih simpan> simpan gambar. Selanjutnya jalankan
program ArcMap pada ArcGIS, dalam contoh ini arcGIS yang digunakan versi
10.1. Add tampilan google imagery, lalu atur sistem koordinat yang di
gunakan dengan cara klik kanan pada layer dalam TOC (Table Of Contents),
pilih properties, lalu dalam coordinate system pilih sistem koordinat yang
sesuai dengan pengaturan sistem koordinat di dalam google earth (dalam
tutorial ini digunakan sistem koordinatat geografis WGS 1984).
Tambahkan data excel yang berisikan nilai koordinat dengan cara masuk ke
menu file, lalu Add data> Add XY data.
Add XY data
Seletah di tambahkan, ganti simbology pada data excel dengan simbol yang
sesuai. Lalu klik kanan pada layer data Excel pilih Zoom to Layer, hasilnya
kurang lebih akan seperti berikut :
nilai koordinat dari lokasi yang ditandai dengan mengunakan tools Add
Control Point, sehingga nilai koordinat dari lokasi yang dijadikan titik kontrol
akan terisi otomatis. Lakukan hal yang sama terhadap objek penanda letak
lainnya. Setelah semua penanda letak di beri control point, maka hasilnya
kurang lebih seperti berikut:
RMS Error
Masuk pada menu georeferencing, kemudian klik Update Georeferencing.
Maka proses georeferncing pun selesai.
Add XY Data
Maka akan muncul point yang menunjukan lokasi dari Strike/Dip. Selanjutnya
konversi data excel tersebut menjadi SHP (Shapefile). Dengan cara klik
kanan pada layer tersebut pilih Data > Export Data. Pilih Export All Feature,
kemudian Tentukan lokasi penyimpanan hasil konversi tersebut, Ok.
Export Data
Ubah simbol dari point tersebut dengan mengklik simbol point pada layer
Strike_Dip,
kemudian
pada
pilihan Style
References select Geology_24K, maka akan muncul pilihan simbologi baru,
pilih simbol strike/dip yang di inginkan kemudian sesuaikan ukurannya.
Symbology
Hasil dari penggunaan simbol tersebut akan merubah seluruh simbol pada
layer Strike/Dip seperti gambar berikut :
Strike/Dip 1
Rotasi simbol tersebut sesuai dengan nilai strike. Klik kanan pada layer
Strike_Dip pilihproperties > Symbology. Pada pilihan drop down Advanced,
piilh Rotation. Pada pilihan rotation, gunakan field Strike dengan Style
Strike/Dip 2
Tahap terakhir adalah pemberian label pada simbol tersebut. Agar label
tepat berada pada arah dip, atur label dengan cara klik kanan layer tersebut
pilih Properties > Labels.Select pilihan Label Feature in This Layer, label field
gunakan field DIP. Masuk kePlacement Properties. Gunakan pilihan Place
label at an angle specifed by a feld.
Placement Properties
Klik Rotation Field, gunakan field Strike dan style rotation Geographic. Klik
Ok. Pada pilihan Pre-defined label Style pilih Label Styles > Properties >
Symbol Properties > Edit Symbol. Berikan Angle nilai 90, Vertical Alignment
gunakan Bottom, Hirozontal Alignment gunakan Full. Perhatikan gambar
berikut :
Editor Symbol
Maka setelah mengikuti cara di atas, hasilnya label akan berada tepat di
depan arah dip.
Strike/Dip 3
Hillshade Raster
Tin Raster
Contour
Dalam tahap ini akan dilakukan penyusunan objek-objek di atas dengan
tampilan yang lebih menarik. Caranya di dalam program ArcScane, panggil
ke 3 objek yang telah disediakan (Bisa disesuaikan dengan objek yang di
inginkan). Karena dalam tahap ini akan menampikan objek Tin Raster yang
memiliki nilai ketinggian, maka jika objek yang ditampilkan menggunakan
sistem koordinat WGS 1984, pada tampilan ArcScane ganti menjadi WGS
1984 World Mercator, atau bisa dengan menggunakan sistem
koordinat UTM.
Susun layer hillshade berada di paling bawah kemudian di susul layer Tin di
atasnya dan layer Contour di atasnya lagi. Dalam menu Base
Height pada properties layer Contour dan Hillshade, pilih Ploating on a
custom surface dan pada menu drop down pilih lokasi tempat menyimpan
objek layer Tin. Kemudian pada kolom layer offset beri nilai ketinggian yang
di inginkan dari objek layer Contour dan Hillshade terhadap layer Tin. Misal
beri nilai 5000 atau 10000 pada layer Contour, dan beri nilai -5000 atau
-10000 pada layer Hillshade. Dan beri nilai transparansi terhadap objek layer
Tin sesuai dengan yang di inginkan, sehingga akan di dapatkan tampilan
seperti berikut :
Add Basemap
Kemudian akan muncul pilihan Basemap yang dapat di gunakan, (untuk
mengikuti tutorial ini harus tersambung ke koneksi internet).
ArcGIS Basemap
Terdapat 10 pilihan basemap yang dapat digunakan, dalam contoh ini akan
digunakan basemap National Geographic, klik Add.
Tampilan Basemap
Setelah di add maka akan di dapatkan tampilan seperti diatas, sekarang kita
bisa memulai untuk membuat peta baku dari basemap tersebut. Untuk
membuat peta yang lebih terarah, maka dalam kegiatan ini basemap akan di
overlay dengan data Titik Api seluruh Indonesia, sehingga akan di dapatkan
tampilan seperti berikut ini :
Hasil Layout
Fitur basemap ini sangat berguna apabila kita diharuskan membuat peta
dalam kurun waktu yang sangat singkat, dan tentu saja dengan fitur ini kita
dapat mengupdate ataupun mendigitasi objek-objek seperti jalan,
perbatasan, dan objek lainnya. Untuk lebih memahami proses di atas, dapat
di lihat langsung pada video berikut :
Open 3d Maps
Makan akan terbuka jendela baru dari 3d Map yang menunjukan lokasi dari
data tabel yang dimaksud. Pada bilah pengaturan di samping kanan,
gunakan pengaturan seperti berikut :
Administrasi Ciamis
Kemudian kita lakuan union atau penggabungan dari layer Tutupan Lahan
dan Administrasi. Caranya masuk ke menu Geoprocessing kemudian pilih
Union. Isi input dengan layer Tutupan Lahan dan Administrasi, lalu tentukan
tempat penyimpanan dari hasil union tersebut.
Union
Sebelumnya pastikan salah satu layer dalam kondisi editing. sehingga proses
union akan berjalan. Hasil dari proses union tersebut kurang lebih seperti
berikut :
Hasil Union
Akan terbentuk layer baru dari hasil penggabungan layer Tutupan Lahan dan
Administrasi dengan berisi atribut dari kedua layer tersebut dengan nama
CIamis_TL. Apabila dari hasil proses union ditemukan beberapa objek layer
yang tidak memiliki atribut atau keterangan, berarti objek tersebut
merupakan GAP atau celah yang terdapat pada salah satu atau kedua layer
Tutupan Lahan dan Admnisitrasi.
Lakukan beberapa editing pada objek GAP tersebut dengan cara me-merge
atau menggabungkan dengan objek terdakat yang berada pada daerah
administrasi yang sama.
Save layer, kemudian stop editing dari layer Ciamis_TL. Di dalam tabel
Ciamis_TL kita buat field baru dengan cara memilih add field pada menu di
dalam tabel.
Add Field
Kemudian beri nama Luas_Ha dengan tipe float, lalu beri precious 9 dan
scale 4. (Ha merupakan singkatan dari Hektar. apabila hasil perhitungan
ingin dalam satuan yang berbeda, nama bisa disesuaikan). Maka akan
terbentuk field baru dari tabel layer Ciamis_TL.
Sebelum memulai proses perhitungan, perhatikan terlebih dahulu sistem
proyeksi yang digunakan, apabila proyeksi yang digunakan menggunakan
UTM, proses perhitungan dapat langsung di lakukan, tetapi apabila proyeksi
yang digunakan proyeksi geografis, maka lakukan transformasi proyeksi
terlebih dahulu, atau dapat juga dengan hanya merubah proyeksi pada data
frame saja,
Select Proyeksi
Caranya klik kanan pada layer utama, kemudian pilih properties. pada tab
Coordinate System, cari zona UTM dari daerah yang sedang di olah,
kemudian select, lalu klik ok.
Selanjutnya aktifkan editing dari layer Ciamis_TL, masuk ke attribut tabel
dari layer tersebut. Select pada field Luas_Ha yang baru saja kita buat,
kemudian klik kanan pilih Calculate Geometry. Kemudian tentukan
perhitungan yang akan dibuat, yaitu Area, dan pada pilihan unit, pilih
Hectares (Unit dapat disesuaikan), lali klik ok.
Calculate Geometry
Maka akan didapatkan hasil luasan dari setiap objek Tutupan Lahan per
Kecamatan di Kabupaten CIamis seperti berikut :
Hasil
Save hasil dari perhitungan tersebut. Kemudian sekarang kita akan membuat
rekap luas Tutupaan Lahan dari data tersebut dengan menggunakan
Microsoft Excel.
Caranya buka file Ciamis_TL.dbf ke dalam Microsoft Excel, kemudian buat
Pivot tabel dari data tersebut dengan cara menselect semua data dengan
menggunakan kombinasi Ctrl+A.
Select All
Lalu masuk ke menu Insert, pilih tools PivotTable seperti gambar berikut :
Tools PivotTable
Lalu pada jendela create PivotTable pilih ok.
Create PivotTable
Maka hasil akhirnya akan seperti berikut :
Select Projection
Contour
Didapatkan nilai minus (-) pada kontur di wilayah laut dan nilai plus pada
kontur di wilayah darat. Save DEM tersebut dengan cara masuk ke menu file,
pilih Export, kemudian pilih Export Elevation Grid Format. Gunakan format
GeoTIFF.
GeoTIFF Export
Pada pengaturan GeoTIFF Export, gunakan elevation tipe 32 bit agar kualitas
hasil export lebih bagus. dan select Generate TFW (World) File dan Generate
PRJ File, Klik Ok.
Hasil proses export terebut akan menghasilkan data format GeoTIFF dengan
ukuran yang relatif kecil. Untuk membuka kembali DEM tersebut, cukup buka
data Format GeoTIFF tersebut di global Mapper.
Semoga bermanfaat . . .
REGISTRASI RASTER DI GLOBAL MAPPER
Global Mapper merupakan software berbasis SIG yang berguna untuk
menampilkan berbagai macam format data dan mengolah serta melakukan
beberapa analisa dari data tersebut. Global Mapper cenderung lebih banyak
digunakan untuk menampilkan data dari format lain kemudian mengkonversi
data tersebut menjadi format lain yang di inginkan.
Berikut ini saya akan memberikan contoh cara melakukan registrasi raster di
dalam software Global Mapper. Dalam kegiatan ini, digunakan Global Mapper
Versi 15.
Pertama siapkan sebuah peta yang akan di registrasi atau georeferencing.
Kemudian panggil peta ke dalam software Global Mapper dengan cara
menekan tools Open Data Files yang terdapat pada toolbar atau dengan
menggunakan kombinasi Ctrl+O pada keyboard. Pada jendela baru yang
muncul, masuk ke tempat penyimpanan peta yang akan diregistrasi,
kemudian select peta tersebut, Klik Open.
Dalam kegiatan ini peta yang digunakan adalah Peta Geologi Lembar
Pekanbaru, Sumateradengan kode peta 0816. Pada dialog yang muncul,
pilih Yes To All.
Setelah itu masukan koodinat X dan Y dari peta yang akan kita
Georeferencing ke dalam Microsoft Excel. Apabila koodinat berupa DMS ,
buat koordinat tersebut menjadi desimal.
Data Microsoft Excel tersebut digunakan sebagai titik acuan saat melakukan
proses georeferencing pada peta.
Mengganti Symbology
Setelah di Update Georeferencing, coba cek kembali RMS Error dari peta
tersebut. Akan terjadi perubahan RMS Error menjadi lebih baik dari
sebelumnya.
Tampilan Layout
Kemudian sekarang kita akan menampilkan Index Peta keseluruhan di
sebelah samping peta index yang ditampilkan.
Buat data frame baru dengan masuk ke menu Insert kemudian pilih Insert
Data Frame. Sesuaikan ukuran frame.
Tampilan Pdf
Semoga bahasan pada artikel ini dapat menjadi referensi pembaca dan
seomoga bermanfaat untuk kedepannya . . .
pas dengan ukuran objek peta. Dalam contoh ini ukuran panjang dan lebar
frame nya adalah 6,9 cm x 6,3 cm . Kemudian kalikan ukuran tersebut
dengan besar skala peta.
Panjang 6,9 x 250.000 = 17250 meter
Lebar 6,3 x 250.000 = 15750 meter
Hasil ini untuk dimasukan kedalam ukuran grid index nanti.
Untuk membuat Grid index , masuk ke ArctoolboxCartography toolsData
Driven PagesGrid Index Features. Untuk lebih jelas perhatikan gambar di
bawah ini.
Grid Index
Setalah melakukan tahapan di atas, seharusnya akan muncul sebuah
polygon yang menutupi seluruh area yang akan di beri Grid Index. Ganti
symbology area yang menutupi tersebut menjadi Hollow, sehingga akan
terlihat seperti tampilan di atas.
Selanjutnya untuk menampilkan wilayah tersebut berdasarkan lokasi pada
Index, akan di bahas di artikel Membuat MapBook di ArcGIS.
Earth Koordinat
The starting value of the latitude of the equator circle line which rated 0 .
The next lines of latitude that another form of circles parallel (parallel)
equator are north and south of the equator. Circle parallel to the south is
called latitude south (LS) and given a negative value, while the circle parallel
to the north rated positively and called the northern latitudes (LU). The
maximum value of the latitude is 90 which is located at the poles of the
earth.
Parallel circles that represent these latitudes getting smaller in size with the
further from the equator. So the distance is 1 east-west at the equator is
DD = 100,2583333
The above calculation is used for the Geographic coordinate system, and if
we will use the DMS or DD coordinate values in the coordinate system to
UTM (Universal Transverse Mercator) then we have to convert it to a unit
Meter. On condition that we should already know the length of 1 in units of
Kilometers / Meters. Since we already know the length of the part count
circumference of the Earth, then we can immediately practice :
- CONVERSION decimal degrees (DD) to METER
Examples of point A and point B is :
DD = 104,634327 Longitude
KM = 104,634327 x 111,320 Km
KM = 11647,89328164 Km x 1000 = 11647893,28164 Meter
- CONVERSION DEGREE OF MINUTES seconds (DMS) to METER
Examples of point A and point B is :
DMS = = 10015' 30" Longitude
KM = (100 x 111,320) + (15 x 1,855) + ((30 x 30,92)/1000) Km
KM = 11132 + 46,375 + 0,9276 Km
KM = 11179,3026 Km x 1000 = 11179302,6 Meter
Hope it is useful . , ,
PERHITUNGAN SKALA PETA BERDASARKAN RESOLUSI RASTER
Topik yang akan di sampaikan mengenai perhitungan Skala Peta berdasarkan
Resolusi Raster. Seperti yang sudah kita pahami, skala adalah perbedaan
relatif ukuran/jarak antara fitur dalam gambar (peta) dengan fitur yang
sebenarnya ada di lapangan. Sebagai contoh skala 1 : 30.000, diartikan
bahwa setiap satu unit di peta mewakili 30.000 unit di lapangan. Unit
tersebut biasanya dalam satuan inchi atau centimeter. Sementara resolusi
pixel adalah ukuran area di lapangan yang dapat terwakili dalam 1 pixel.
Data raster biasanya tidak dikaitkan dengan skala tertentu, meskipun
resolusi raster juga merupakan indikasi kedetilan citra satelit. Menurut blog
di ESRI, kita dapat mengalikan ukuran pixel (dalam meter) dengan angka
2000 untuk mengetahui tingkat skala yang paling rinci/sesuai. Sebagai
contoh sebuah citra satelit mempunyai resolusi spasial 30 meter, maka data
tersebut bisa dilihat detil dalam tingkat skala 1 : 60.000. Namun pada
prakteknya banyak orang yang menggunakan resolusi 30 meter untuk
tingkat skala yang kurang rinci, misalnya skala 1 : 100.000.
Berikut tabel kesesuaian resolusi raster dengan tingkatan skala peta :
Raster
Detectable size
Map Scale
Resolution
(in meters)
(in meters)
0.5
2.5
5
25
50
125
250
500
1
5
10
50
100
250
500
1000
1
1
1
1
1
1
1
1
:
:
:
:
:
:
:
:
1000
5000
10.000
50.000
100.000
250.000
500.000
1.000.000
Untuk lebih mudahnya bisa dihitung dengan rumus sederhana berikut ini:
UTM.
Berikut adalah contoh data yang belum memiliki (didefinisikan) sistem proyeksinya. Salah satu ciri shapefile yang belum
memiliki (didefinisikan) sistem proyeksinya adalah tidak adanya file .PRJ.
Apabila data tersebut dibuka oleh ArcGIS, maka akan muncul pesan The Following data sources you added are missing
reference information. This data can be drawn in ArcMap, but cannot be projected.
Berikut adalah cara untuk melakukan konversi sistem proyeksi dari Geografis ke UTM Zona 50S.
spatial
1.
Ketahui dahulu proyeksi data yang ada. Kita bisa melihat pada angka koordinat sekitar data. Pada ArcGIS
terletak di pojok kanan bawah.
2.
Definisikan sistem proyeksi yang ada. Ini bisa dilakukan dengan menggunakan ArcToolbox > Data
Management Tools > Projection and Transformations > Define Projection
3.
4.
5.
Jika muncul pesan seperti di bawah, berarti proses Define Projection sudah selesai
6.
Daftar file pada folder akan bertambah, salah satunya file .PRJ
Catatan: Jika salah mendefinisikan proyeksi, maka kita harus hapus file PRJ dan mengulang kembali Define
Projection.
7.
8.
Set sistem proyeksi Data Frame. Double click pada nama data frame (contoh di Layers)
Klik pada tab Coordinate System.
Terlihat bahwa sistem proyeksi data frame sekarang ini adalah Unknown. Klik pada Predefined > Projected
> UTM> WGS 1984 > Southern Hemisphere > WGS 1984
Angka koordinat di pojok kanan bawah tidak lagi menunjukan angka Geografis, melainkan sudah
UTM
Catatan: Pada beberapa kasus, kadang terdapat bug dari ArcMap. Jika kita mendefinisikan proyeksi data duluan
daripada data frame, terkadang tidak memberikan efek. Jika terjadi demikian, lakukan pendefinisikan proyeksi
(UTM 50S) terhadap data frame, selanjutnya baru tambahkan data yang sudah didefinisikan proyeksinya
(Geografis).
Catatan: Jika kita sudah melakukan definisi sistem proyeksi data dan proyeksi data frame pada ArcGIS, tidak
UTM atau ke sistem proyeksi lainnya. ArcGIS mendukung onthe-fly projection yang artinya semua data yang sudah didefinisikan proyeksinya bisa dioverlay: UTM,
diperlukan lagi konversi sistem proyeksi data ke
Geografis, atau TM-3 tidak masalah.
10.
Sampai pada tahapan ini, kita sudah melakukan definisi sistem proyeksi data frame dan definisi sistem
proyeksi data. Kita bisa melakukan konversi data Geografis menjadi
Klik padalayer yang akan dieksport > Data > Export Data.
11.
UTM 50S.
Dengan melakukan pengaturan seperti gambar di atas, kita ingin hasil export data yang semula Geo
menjadi UTM50S.
12.
Jika ada pilihan untuk langsung menambah data, pilih saja YES
13.
Data sumber dengan sistem proyeksi Geografis akan persis overlap dengan data output dengan sistem
proyeksi
UTMZona 50S karena on-the-fly projection yang dimiliki ArcMap.Melakukan konversi sistem proyeksi data
bisa juga dilakukan dengan menggunakan ArcToolbox > Data Management Tools > Projection and Transformations >
Feature > Project.
Pada jendela Catalog, buat file baru bertipe polygon dengan opsi seperti
pada gambar berikut
Membuat Shapefile 3D di ArcGIS 10 Part02 arcgis software tutorial
membuat 3d gis tutorial gis contoh 3d cad and arcgis bangunan arcgis 3d
arcgis
Tambahkan layer tersebut ke TOC
Set layer tersebut dalam posisi teredit
Buat Rectangle dengan ukuran Length 50m dan Width 25m. Saat editing
lakukan Klik-kanan untuk menampilkan opsi ukuran tersebut. Ukuran bisa
dibuat sendiri tergantung selera.
Membuat Shapefile 3D di ArcGIS 10 Part02 arcgis software tutorial
membuat 3d gis tutorial gis contoh 3d cad and arcgis bangunan arcgis 3d
arcgis
Cut Rectangle pada tengah-tengah. Lakukan Klik-kanan > Snap to Feature >
Midpoing untuk snap ke tengah-tengah sisi rectangle.
Membuat Shapefile 3D di ArcGIS 10 Part02 arcgis software tutorial
membuat 3d gis tutorial gis contoh 3d cad and arcgis bangunan arcgis 3d
arcgis
Lanjutkan operasi Cut Polygon sehingga membentuk polygon seperti berikut
Membuat Shapefile 3D di ArcGIS 10 Part02 arcgis software tutorial
membuat 3d gis tutorial gis contoh 3d cad and arcgis bangunan arcgis 3d
arcgis
Klik-ganda pada salah satu polygon, Klik pada Skects Properties Membuat
Shapefile 3D di ArcGIS 10 Part02 arcgis software tutorial membuat 3d gis
tutorial gis contoh 3d cad and arcgis bangunan arcgis 3d arcgis
Membuat Shapefile 3D di ArcGIS 10 Part02 arcgis software tutorial
membuat 3d gis tutorial gis contoh 3d cad and arcgis bangunan arcgis 3d
arcgis
Edit salah nilai Z vertex (paling kanan-tengah) dan isikan angka ketinggian
10 (m)
Lakukan langkah yang sama pada sisa 3 (tiga) polygon
Membuat Shapefile 3D di ArcGIS 10 Part02 arcgis software tutorial
membuat 3d gis tutorial gis contoh 3d cad and arcgis bangunan arcgis 3d
arcgis
Stop dan simpan editing, coba cek dengan menggunakan ArcScene file
Membuat Shapefile 3D di ArcGIS 10 Part02 arcgis software tutorial
membuat 3d gis tutorial gis contoh 3d cad and arcgis bangunan arcgis 3d
arcgis
Bentuk limas seperti hasil latihan kali ini bisa digunakan untuk membuat
atap bangunan , tenda, dsb.
MEMBUAT SHAPEFILE 3D DI ARCGIS 10 PART01
Berikut adalah tutorial yang paling sederhana dalam membuat fitur 3D
dengan mengguankan perangkat lunak ArcGIS versi 10. Tutorial ini
membahas bagaimana membuat suatu file SHP yang memiliki informasi
ketinggian Z yang merupakan atribut mendasar dalam 3D. Anda harus sudah
menginsatal dan menggunakan ArcGIS versi 10 untuk bisa mengikuti tutorial
seperti pada latihan kali ini. Jika anda menggunakan ArcGIS versi
sebelumnya, tahapannya ada sedikit perbedaan silakan berimprovisasi.
Buka ArcMap
Tambahkan layerlayer referensi, misalnya jalan, sungai, pemukiman, dsb
untuk ancar-ancar di mana kita akan membuat shapefile 3D.
Buka jendela Catalog
Siapkan foler kosong untuk latihan. Sebagai contoh di atas, disiapkan folder
R:/tmp/3d_arcgis
Klik kanan pada folder tersebut > New > Shapefile
Membuat Shapefile 3D di ArcGIS 10 Part01 arcgis software point membuat
3d layer create 3d in arcgis cara sederhana arcgis 3d
Isi nama file, tipe point, spatial reference. Jangan lupa memberikan tanda TIK
pada Coordinate wil contain Z values. Used to store 3D data.
Membuat Shapefile 3D di ArcGIS 10 Part01 arcgis software point membuat
3d layer create 3d in arcgis cara sederhana arcgis 3d
Klik OK
Sebuah layer baru ditambahkan dalam TOC
Set layer point_3d menjadi layer yang sedang diedit. Buat satu point
(sketch).
Klik-ganda pada fitur yang baru dibuat tersebut sedemikian hingga jendela
Edit Sketch Properti muncul
Edit Nilai Z dengan nilai yang diinginkan sebagai representasi nilai
ketinggian. Sebagai contoh kita isi angka 40
Stop dan simpan Editing.
Selamat, anda sudah berhasil membuat satu file berisi satu fitur 3D berupa
point.
Tutorial ini sangat sangat sederhana. Yang ingin ditanamkan adalah
bagaimana membuat fitur/shapefile 3D dengan cara paling dasar. Saking
dasarnya cara ini sangat jarang sekali digunakan. Teknik
pembuatan/penurunan data menjadi data 3D yang lain seperti dengan
konversi dari shapefile (biasa) ataupun menggunakan data-data ketinggian
dari DEM dan TIN akan dibahas pada bagian selanjutnya. Saran saya, silakan
latihan dulu melakukan pembuatan shapefile/fitur 3D dengan cara seperti
yang dicontohkan pada tutorial ini. Hitung-hitung melatih menggunakan
interface Create Feature dan Edit Sketcs Properties. Tutorial membuat data
3D dibuat berseri dalam beberapa bagian. Silakan simak bagian-bagian lain
dengan memonitor web www.gistutorial.net ini.
Berikut tahapan untuk membuat vektor grid di ArcGIS 10 menggunakan ekstension ET GeoWizards.
1. Download dan install ET GeoWizards.
2. Aktifkan ekstension ET GeoWizards di toolbar ArcMap.
3. Add Layer Area of Interest (AOI) yang hendak dibuatkan vektor grid-nya. Pastikan layer yang telah
di tambahkan tersebut telah di define projection-nya, sehingga memiliki file *.prj
4. Jalankan ET GeoWizards. Berikut adalah tampilan jendela ET GeoWizards, pilih Basic > Vektor
Grid, kemudian klik G0
5. Wizards yang pertama adalah menentukan sumber acuan untuk batas terluar dari grid yang akan
dibuat. Anda bisa memilih batas terluar layer AOI atau batas terluar data view ArcMap dengan
memilih Current View.
7. Berikutnya menentukan input dan output coordinate system. Jika layer AOI Anda telah di define
projection sebelumnya, maka Anda tidak perlu mengubah apapun disini. Kecuali Anda ingin ouput
grid-nya memiliki coordinate system yang berbeda dengan input-nya, maka klik button Select output
coordinate system.
8. Di bawahnya Anda diminta menentukan tipe grid, polyline atau polygon. Sesuaikan dengan
kebutuhan Anda, klik Next.
9. Pada Wizards terakhir ini, Anda bisa mengubah batas terluar output grid dengan mencentang
Change kemudian mengisi nilai XMin YMin (kiri bawah) serta XMax YMax (kanan atas). Jika tidak
ingin mengubah, biarkan tanpa dicentang.
10. Di bawahnya Anda menentukan panjang dan lebar grid sesuai kebutuhan. Klik Finish.
11. Hasilnya seperti tampak pada gambar paling atas.
Selamat mencoba
dan jika teman-teman berencana akan membuat grid geografis maka temanteman harus memilih graticule maka tampilanya akan seperti ini ( perhatikan
gambar dibawah)
Pertama anda harus klik dulu pada data titik karena setiap data yang akan
dirubah harus dipilih/klik terlebih dahulu setelah itu langsung masuk ke
Xtools Pro dan memilih Make Polylines from Point seperti yang terlihat pada
gambar di atas.
Sekarang data titik tadi telah berubah mejadi garis seperti yang terlihat pada
gambar di atas dan siap dipakai sesuai dengan kebutuhan kita masingmasing. Untuk menghilangkan data titik yang muncul silahkan hilangkan
tanda centang pada data titik.
MEMBUAT PETA SKORING KELERENGAN DARI KONTUR (ARCGIS)
Teknik pembuatan peta kelerengan sangat diperlukan dalam kajian
berbagai bidang yang berhubungan dengan penggunaan areal. Dalam
postingan kali ini saya akan menjelaskan teknikpembuatan slope (peta
kelerengan) dengan menggunakan software ArcGIS. Untuk langkahlangkahnya adalah sebagai berikut :
Aktifkan Extentions 3D Analyst
Add data kontur
Create TIN
Sebelumnya buat class break number di notepad > save, data tersebut
digunakan sebagai sebuah class breaks table. Table tersebut membutuhkan
sebuah kolom sebagai class break values dan sebuah kolom lagi sebagai
class code. Table tersebut harus memiliki header dari dua kolom.
TIN Slope
Hasil Slope
SEMOGA BERMANFAAT