Anda di halaman 1dari 267

MEMBUAT PETA TOPOGRAFI MENJADI MENARIK

OLEH BANATA, PADA 8 NOVEMBER, 2011

Peta topografi adalah peta yang paling umum


dipublikasikan, disetiap negara, mereka di
cetak dengan berbagai bentuk dan ukuran,
tetapi tetap dengan model umum yang sama.
tetapi bagaimana cara membuat peta topografi
menjadi lebih menarik, Salah satu idenya
adalah, dengan memberikan efek 3D pada peta
topografi tersebut, sehingga menjadi blok
diagram topografi

Tampalan topografi di atas terdiri dari 3 dataset, yaitu raster topografi, TIN
dan multitampalan di arcscene. multitampalan membentuk bagian bawah
dari diagram dan didasarkan pada hasil extrude antara 2 TIN. buffer poligon
digunakan sebagai input fitur kelas di proses extrude antara. Secara praktis,
memang baik menggunakan poligon 2D yang dibuffer diluar batas dari raster
ketinggian.
Ikuti langkah di bawah ini untuk membuat hal yang sama dengan peta
topografi anda :
1. Buat TIN dari DEM, (bisa juga membuat Terrain pada ArcGIS 10)
2. Gunakan tool Raster Domain untuk membuat poligon dari area ketinggian
3. GUnakan tool Feature Class to Feature Class dan matikan nilai Z pada
setting Environment
4. Buffer poligon untuk memperluas luasan sampai di luar area.
5. Tambahkan field dan tentukan elevasi dasar (ini tergantung dari data yang
ada).
6. Buat TIN dari poligon baru dan tentukan hard line berdasarkan dari feild
baru.
7. Gunakan tool Extrude Between untuk membuat multipatch
8. Buka Arcscene dan tambahkan multipatch dan raster yang ingin di
tingkatkan tampilannya

9. Klik kanan pada raster di TOC (Table Of Content), pilih properties>Base


Height dan pilih TIN
10 Pilih toolbar 3D Effects, pilih multipatch dan kemudian, set prioritas
multipatch di bawah raster
Sekarang anda memiliki Block Diagram Topografi :beer:
sumber : ESRI blog

CREATE 3D MAPS WITH TIN METODE


Berdasarkan ICA (International Cartographic Association), peta adalah suatu
gambaran atau representasi unsur-unsur ketampakan abstrak yang dipilih
dari permukaan bumi, yang ada kaitannya dengan permukaan bumi atau
benda-benda angkasa. Pada umumnya, peta digambarkan pada suatu
bidang datar dan diperkecil atau diskalakan.
Salah satu syarat pembuatan peta yaitu menarik dan mudah dipahami oleh
user. Oleh karena itu agar lebih menarik, peta yang biasanya memuat unsurunsur geografis tersebut ditampilkan dalam bentuk 2D kini dapat
ditampilkan dalam bentuk 3D. Walau digambarkan pada bidang datar, peta
3D tersebut lebih terlihat menyerupai permukaan yang sebenarnya.
Pembuatan peta 3D ini, menggunakan software ArcGIS 9.3 (salah satu
software untuk pemetaan). Data yang digunakan batas administrasi dan
kontur elevasi. Berikut proses pekerjaan yang dilakukan :
cekidottt.....
1. Masukkan data yang digunakan ke dalam layer ArcMap.

2. Dari data Kontur yang ada dapat dibuat peta 3D, dengan elevasi dari
kontur tersebut dapat dijadikan dasar pembuatan TIN. Untuk membuat TIN,
menggunakan tools 3D Analyst > Create/Modify TIN > Create TIN from
Feature.

Maka akan muncul kotak dialog dibawah ini :

Pilih
(centang) layer yang
akan
dijadikan dasar pembuatan TIN, isi Height source dengan Elevation,
Triangulate as pilih soft line, dan pada Output TIN pilih dimana folder TIN
akan disimpan. Klik OK..:))
3. Biasanya data TIN akan muncul secara otomatis pada Table of Contantnya. Jika tidak, dapat dilakukan dengan memasukkan data TIN tersebut yaitu
menggunakan Tools Add Data > pilih tin >Add. Seperti petunjuk dibawah
ini.....

Maka pada ArcMap-nya akan muncul Zona Ketinggian dari elevasi kontur
tersebut.

4. Setting tampilan dari TIN tersebut dengan klik kanan pada layer tin, pilih
Properties.

Kemudian akan muncul kotak dialog Layer Properties sebagai berikut :

Pilih Classify, untuk menentukan klasifikasi dari Zona Ketinggian tersebut.


Maka akan muncul kotak dialog Classification. Pada kolom Method (dapat
dilihat pada gambar dibawah ini), terdapat beberapa pilihan metode
klasifikasi yang akan digunakan, antara lain :
- Equal Interval, klasifikasi berdasarkan banyaknya klas yang akan digunakan
(tergantung selera user).

- Defined Interval, klasifikasi berdasarkan interval dari ketinggian kontur


tersebut (misal 50 m, 100 m dll).

Atur warna yang akan digunakan, bisa menggunakan susunan warna pada
Color Ramp (pada kotak dialog Layer Properties) atau dapat juga memilih
warna sendiri untuk tiap-tiap klas tersebut sesuai dengan kebutuhan.
Setelah dilakukan pengaturan tersebut, maka pada tampilan ArcMap akan
tampil klasifikasi zona ketinggian dari kontur tersebut. Dari tiap interval yang
ada memiliki gradient warna yang tidak sama, agar terlihat bentuk
permukaan bumi sebenarnya.

5. Untuk menampilkan TIN sesuai dengan lokasi/wilayah yang akan


diinginkan yaitu 3D Analyst > Convert > Feature to 3D.

Maka akan muncul kotak dialog seperti dibawah ini :


Masukan data yang akan di convert,
dimana
data
tersebut
digunakan
sebagai
batas
wilayah
untuk
menampilkan
tin
(misal
Batas
Kecamatan)
pada
Input
Features,
kemudian masukkan tin pada Raster or
TIN surface. Lalu tentukan Output
features-nya (letak dimana hasil dari
convert tersebut disimpan), beri nama
file (misal potongan).
6. Setelah proses tersebut, kemudian selanjutnya menampilkan tin sesuai
dengan batasan yang telah dibuat tadi yaitu klik Tools 3D Analyst >
Create/Modify TIN > Add Features to TIN.

Maka akan muncul kotak dialog seperti dibawah ini :

Masukkan data tin pada Input TIN, pilih layer "potongan" (hasil dari proses
convert). Maka akan tampil pada ArcMap tin dari wilayah tertentu (yang
diinginkan).

Semoga dapat bermanfaat


bagi kita semua...:)

PETA 3D (SEMU)
Peta 3D atau peta stereometri, yaitu peta yang dibuat hampir sama dan
bahkan sama dengan keadaan sebenarnya di muka bumi. Pembuatan peta
timbul dengan menggunakan bayangan 3 dimensi sehingga bentukbentuk
muka bumi tampak seperti aslinya. (http://id.wikipedia.org/wiki/Peta)
Jenis dari peta 3D ada 2 :
- 3D Real, peta yang dapat digunakan secara navigasi.
- 3D Semu, peta yang sebenarnya 2D namun diberi efek 3D sehingga
permukaan dari peta tersebut terlihat menonjol seperti aslinnya.
Untuk menghasilkan peta 3D, data yang digunakan adalah data dari citra
satelit yang memiliki ketinggian (z) tertentu. Dalam pembahasan kali ini (3D
Semu), data DEM yang digunakan dari Citra Aster, data digital lainnya yaitu
shp Ekoregion Jatim, software yang digunakan ArcMap 10.
DEM jika ditampilkan di Global Mapper maka akan secara otomatis nampak
permukaan 3D nya, dengan interval ketinggian tertentu. Interval yang
digunakan disini 500 m.

Gambar 1. Tampilan DEM Citra


Aster di Global Mapper 10
Namun DEM tersebut jika ditampilkan pada ArcMap, tidak dapat
menampakkan permukaan 3D nya.

Gambar 2. Tampilan DEM Citra Aster di ArcMap 10


Oleh karena itu DEM tersebut di derive menjadi Hillshade terlebih dahulu,
bisa menggunakan 3D Analyst Tools atau Spatial Analyst Tools.
- Menggunakan 3D Analyst Tools : ArcToolbox > 3D Analyst Tools > Raster
Surface > Hillshade.
- Menggunakan Spatial Analyst Tools : ArcToolbox > Spatial Analyst Tools >
Surface > Hillshade.
Untuk pekerjaan ini, saya menggunakan Spatial Analyst Tools. Pada
prinsipnya, hasil dan prosesnya sama saja.

Gambar 3. Proses Hillshade


Input raster DEM, Output raster hasil dari proses Hillshade, kolom lainya
menyesuaikan.

Gambar 4. Hasil Hillshade

Jika masih tidak tampak 3D maka atur Hillshade effect-nya. Klik kanan pada
layer DEM hasil Hillshade > Properties > Symbology > Stretched. Kemudian
centang use hillshade effect.
Untuk menampilkan peta tematik (misal : peta ekoregion jatim) dengan
permukaan 3D, maka layer tersebut di-overlay dengan Hillshade. Dengan
posisi layer (Ekoregion) diatas Hillshade. Setting transparansi layer tersebut
agar Hillshade-nya juga tampak. Klik kanan pada layer > Properties >
Display > masukkan nilai prosentase transparant.

Gambar 5. Peta 3D (semu) Ekoregian Jatim


Well....kita mendapatkan peta efek 3D di ArcMap yang sebenarnya 2D.
Semoga bermanfaat..:))
MEMBUAT PETA LERENG DI ARCGIS 10
Proses membuat peta lereng menggunakan software ArcGIS 10. Peta lereng
dibuat dari garis kontur ketinggian yang ada pada Peta Topografi Kabupaten
Boyolali. Peta lereng kemudian diklasifikasikan menjadi kelas kelas
tertentu.
Berikut adalah proses membuat peta lereng :
a. Menyiapkan kontur

b. Konversi dari Feature ke TIN


Triangulated
irregular
network (TIN)
adalah
struktur
3D
yang
merepresentasikan permukaan dengan membangun jejaring segitiga.
Lakukan konversi Feature ke TIN dengan ekstensi 3D Analyst. Cari di menu
Arc Toolbox > 3D Analyst Tools > TIN Management > Create TIN.

c. Konversi TIN ke Raster


Selanjutnya kita konversi TIN ke format Raster (GRID). Klik pada menu Arc
Toolbox > 3D Analyst Tools > Convertion > From TIN > TIN to Raster.
- Tentukan Input : TIN
- Attribute yang akan ditransfer: Elevation
- Z factor : 1
Output raster: C:\c2slope\raster

d. Membuat Kelerengan (slope)


Kita perlu melakukan konversi dari data ketinggian menjadi kelerengan. Hal
ini salah satunya bisa dilakukan dengan 3D Analyst. Klik pada menu Arc
Toolbox > 3D Analyst Tools > Terrain and TIN Surface > Slope.
-

Pilih Input raster : raster


Output measurement : percent
Z factor : 1
Output raster : C:\c2slope\slope

d. Reklasifikasi Raster
Data yang dihasilkan pada langkah sebelumnya adalah format raster yang
belum diklasifikasi. Peta Kelerengan biasanya dinyatakan dalam interval
kelas, sehingga selanjutnya melakukan klasifikasi Raster. Klik pada menu Arc
Toolbox > 3D Analyst Tools > Raster Reclass > Reclassify.
Buat klasifikasi seperti digambar berikut:

Klik OK untuk menjalankan proses

e. Mengubah Data Raster Menjadi Vektor


Klik pada menu Arc Toolbox > Conversion Tools From Raster Raster to
Poligon. Hasil masih perlu dilakukan generalisasi karena banyaknya poligon

kecil yang dapat mengurangi kejelasan informasi nilai kelas lereng Klik pada
menu Arc
Toolbox
> Data
Management
Tools > Generalization > Eliminate dan untuk menghaluskan poligon dengan
cara
Smooth
Polygon Klik
pada
menuArc
Toolbox
>
Editing Tools > Generalization. Pilih metode dan smooth tolerance-nya. Dan
hasil yang didapatkan setelah dipotong sesuai batas administrasinya dengan
proses clip tampak pada gambar dibawah ini

TRANSFORMASI DATA KOORDINAT GEOGRAFIS MENJADI UTM


DENGAN ARCGIS 10
Permukaan yang tidak beraturan. Untuk dapat menggambarkan keseluruhan
permukaan bumi pada sebidang kertas (2D) maka kita memerlukan suatu
upaya transformasi dari bentuk 3D ke bentuk 2D. Agar keseluruhan
permukaan bumi dapat tergambar dengan proporsional maka diperlukan
suatu perhitungan matematis yang tepat. Perhitungan itulah yang kemudian
lebih dikenal dengan proyeksi, system koordinat serta datum.
Adapun definisi dari ketiganya adalah sebagai berikut :
Sistem koordinat merupakan bilangan yang dipergunakan / dipakai untuk
menunjukkan lokasi suatu titik, garis, permukaan atau ruang Informasi
lokasi ditentukan berdasarkan sistem koordinat, yang diantaranya mencakup
datum dan proyeksi peta
Datum adalah kumpulan parameter dan titik kontrol yang hubungan
geometriknya diketahui, baik melalui pengukuran atau penghitungan.
Sedangkan sistem proyeksi peta adalah sistem yang dirancang untuk
merepresentasikan permukaan dari suatu bidang lengkung atau spheroid
(misalnya bumi) pada suatu bidang datar.
Secara umum, terdapat 2 jenis sistem koordniat yang sering digunakan,
yakni :
Sistem Geografis (Latitude Longitude)
Pada sistem koordinat ini, bumi dibagi menjadi 360 bagian, tiap bagian
bernilai 1 derajat, dan titik nol derajat (acuan/datum) adalah di Greenwich,

Inggris. Disamping itu, garis khatulistiwa juga merupakan garis bujur 0


derajat yang membagi dua wilayah. Di atas khatulistiwa sebagai wilayah
utara dan dibawah khatulistiwa sebagai wilayah selatan. Dalam aplikasinya
wilayah selatan akan diberi simbol (-) minus, sedangkan (+) untuk wilayah
utara.
UTM (Universal Transver Mercator) (X Y)
Untuk UTM, bumi kemudian dibagi kedalam beberapa zona, antara 01 s/d 60
dengan satuan meter. Pada sistem koordinat ini,bahagian bumi akan dibagi
menjadi dua bagian, di atas

khatulistiwa sebagai bagian utara dengan simbol (N) serta dibagian selatan
khatulistiwa diberi simbol (S).

Dan kadang kita dihadapkan pada situasi yang mengharuskan kita


mengubah dari data yang memiliki koordinat Geografis menjadi koordinat
UTM. Dan beberapa hari yang lalu saya dimintai tolong untuk mengubah
data koordinat titik-titik yang menggunakan sistem koordinat Geografis
menjadi data berkoordinat UTM. Berikut contoh data yang dikirimkan kepada
saya :

Jika data koordinat yang ingin ditansformasikan hanya sebanyak satu dua
titik saja, saya biasa menggunakan software Transformasi Koordinat, selain
mudah, software ini sangat ringan memorinya dan tanpa proses instal. Lihat
disini...
Namun jika ternyata titik yang ditransformasikan banyak seperti data diatas,
menggunakan aplikasi yang mentransformasikan koordinat satu-satu saja,
tentu tidak efektif lagi, maka pada posting kali ini saya akan tulis bagaimana

mentrasformasikan koordinat titik dari Geografis ke UTM dengan data yang


banyak sekaligus, menggunakan ArcGIS 10...
Langkah-langkah adalah sebagai betrikut:
1. Buka program Arcmap

2. Masukan sistem koordinat frame menjadi WGS'84 dengan cara klik kanan
pada Layer > Properties > Predifined (+) > World (+) > WGS 1984

3. Kemudian kembali lagi kita buka data di excel "Book1" dan buat
formatnya menjadi seperti berikut :

4. Masukan data tersebut ke ArcGIS, dengan cara klik Arc Catalog >
kemudian akan muncul jendela catalog > Klik "Connect to folder" dan pilih
lokasi penyimpanan file data excel.

5. Pada jendela Catalog browse menuju file excell. Klik (+) Book1, untuk
menampilkan ekstend sheet > Pilih sheet koordinat yang berisikan format
data XY yang telah dibuat sebelumnya. Dan drag menuju jendela layer.

6. Input data koordinat untuk ditampilkan pada frame dengan klik kanan
pada layer koordinat > Display XY data, setelah muncul jendela berikut atur
juga x field dan y field sesuai kolom yang telah dibuat pada data excell

7. Ubah data excell tersebut menjadi file ber format *.shp dengan cara
pindah dahulu table of contentsnya lalu klik kanan pada layer koordinat >
Data > Export data

8. Masukan sistem koordinat pada data *.shp tersebut dengan cara klik
ArcToolbox > Setelah muncul jendela toolbox klik Data Management Tools >
Project and Transformation > Raster > Define Project

- Pada koordinat sistem klik select > Geographic coordinates system > World
> WGS1984

- Klik OK hingga proses selesai

9. Disini proses Transformasi Koordinat dilakukan dengan cara klik Data


Management Tools > Project and Transformation > Feature > Project. Pada
"output coordinates system masukan WGS 1984 UTM Zona 48S .

-Tunggu hingga proses selesai

10. Namun proses belum selesai sampai disini, selanjutnya klik kanan pada
file koordinat.shp > Open attribute table

11. Selanjutnya membuat kolom untuk nantinya berisikan koordinat UTM


-Add field untuk membuat kolom baru

- Inputkan nama kolom untuk koordinat X dan type nya masukan double

- Lakukan hal tersebut kembali untuk membuat kolom Y.

- Kembali masukan nama dan type

- Berikut hasilnya, akan muncul 2 kolom baru.

12. Untuk menampilkan koordinat x utm, klik kanan pada kolom X_utm >
calculate geometry

- Akan muncul jemdela berikut, atur lah property, coordinates system dan
unitnya

- Berikut hasilnya koordinat x utm sudah muncul

- Lakukan hal yang sama pada kolom Y_Utm

- Jangan lupa untuk mengubah property menjadi y coordinates

- Berikut hasil koordinat utm

13. Langka terakhir kita hanya perlu meng copy nya kembali ke excell
- Klik select all

- Klik kanan Kemudian pilih copy selected

- Paste kan pada Excell, selesai...

MENGHITUNG VOLUME GALIAN DAN TIMBUNAN DENGAN ARCGIS 10


Kasus:

Pada suatu areal dengan area of interest (AOI) tertentu seperti tampak pada
gambar di atas, perlu dilakukan analisa perhitungan volume pekerjaan
penggalian dan penimbunan atau biasa disebut cut and fill. Data yang
digunakan terdiri dari garis kontur dan area of interest.
Berikut langkah-langkahnya
1.Masukan data ke ArcGIS

2.Atur proyeksi semua data *.shp ke koordinat planar seperti UTM.


Sangat penting untuk melakukan set data ke proyeksi planar yang
digunakan. Jika data masih dalam koordinat geografis (lintang & bujur),
maka perlu dilakukan proyeksi. Untuk kawasan Undip Semarang jawa tengah
gunakan proyeksi UTM Zona 49S.
3.Tentukan permukaan topografi rencana (simulasi galian)
Untuk kesederhanaan, perhitungan dilakukan pada garis kontur terendah
(2m). Jika diperlukan base yang lebih rendah, maka bisa di setting menjadi 0
m atau bahkan minus. Pada prinsipnya, base adalah kedalaman galian yang
direncanakan.
4.Konversi data kontur vektor ke grid
Tutorial ini menggunakan pertimbangan perubahan nilai (value) grid pada
data raster untuk menghitung volume. Tool yang digunakan adalah Topo to

Raster. Caranya dengan klik Toolbox > Spatial analysis Tools > Interpolation
> Topo to raster, masukan resolusi output 1 m.

5.Konversi data rencana permukaan (vektor) ke grid (raster)


Konversi data simulasi galian ke grid sangat tergantung kepada tipe data
input (point, line, polygon). Karena disimulasikan bahwa galian akan berupa
polygon dengan elevasi 2 m (sesuai field base pada layer AOI), maka
digunakan tool Feature to raster. Caranya pada ArcToolBox pilih Convension
Tools > To Raster > Feature to Raster.

Dipilih field ketinggian adalah base, output raster AOI_Grid dan resolusi 1 m
Jika permukaan setelah simulasi galian tidak berupa bidang datar maka data
dapat berupa point dan polyline. Jika demikian, maka konversi ke raster bisa
dilakukan dengan Topo to Raster (tidak dengan Feature to raster).
6.Memotong data raster Kontur dengan batas polygon AOI menggunakan
Extract by mask. Caranya dengan ArcToolBox pilih spatial analysis tool >
Extraction > Extract by mask
Clip bisa dilakukan dengan input raster or feature mask data berupa
sharpefile maupun raster AOI_Grid. Output raster adalah Kontur_Grid_AOI.

7.Perhitungan volume galian dan timbunan menggunakan Cut and Fill.


Jalankan Cut and fill dengan cara klik ArcToolbox > Spatial Analyst Tool >
Surface > Cut and fill
Isi input before Kontur_Grid_AOI, input after adalah AOI_Grid

Berikut adalah hasil perhitungan volume galian dan timbunan

Nampak bahwa luas volume galian (Net Loss) = 6.544.679 m3 dengan luas
225.056 m2. Terdapat juga volume timbunan (Net Gain) = 186 m3 dengan
luas 465m2.
8.Perhitungan volume dapat juga dilakukan dengan fitur Raster Calculator di
ArcGIS 10.
Sumber: Beni Raharjo 2012

GIS : MEMBUAT PETA KONTUR

Kita pasti pernah mendengar istilah garis kontur atau bahkan familiar
dengan istilah tersebut. Sebenarnya apa sih garis kontur itu? sejenis
makanan atau minuman? atau apa?
Jadi garis kontur adalah Sebuah garis yang menghubungkan titik-titik yang
memiliki ketinggian yang sama dari suatu bidang acuan tertentu. Sudah
ngerti belum? dikit-dikit? ya sudah kalau masih penasaran, kita coba beri
gambaran, anda pasti pernah melihat gunung atau lembah kan? yang
namanya gunung pasti lebih tinggi dari dataran di sekitarnya, ya ia lah.
haha. Nah, karna dia (gunung) lebih tinggi dari daerah sekitarnya, berarti
pasti ada perbedaan tinggi dong antara puncak gunung dengan kaki gunung.
Garis kontur mencoba menggambarkan bagaimana bentuk dari gunung
tersebut, apabila kita lihat di atas peta, dengan cara menggambarkan lekuk
dari gunung tersebut yang memiliki ketinggian yang sama, lebih jelasnya
coba lihat gambar di bawah ini.

Peta sendiri merupakan gambaran permukaan bumi pada suatu bidang datar
dengan skala tertentu dan bla bla bla masih panjang tuh kalau
pengertiannya, tapi yang ditekankan disini adalah gambaran permukaan
bumi pada suatu bidang datar, nah sedangkan permukaan bumi itu kan
sebenarnya tidaklah datar, benar? garis kontur ini membantu memberikan
informasi mengenai bentuk permukaan bumi yang tidak datar tersebut

dengan informasi berupa garis-garis pada peta.Semakin curam suatu daerah


maka akan semakin rapat garis konturnya, begitu pula sebaliknya.

Sifat-sifat garis kontur adalah :


1. Satu garis kontur mewakili satu ketinggian tertentu.
2. Garis kontur berharga lebih rendah mengelilingi garis kontur yang lebih
tinggi.
3. Garis kontur tidak berpotongan dan tidak bercabang.
4. Interval kontur biasanya 1/2000 kali skala peta.
5. Rangkaian garis kontur yang rapat menandakan permukaan bumi yang
curam/terjal, sebaliknya yang renggang menandakan permukaan bumi yang
landai.
6. Rangkaian garis kontur yang berbentuk huruf U menandakan
punggungan gunung.
7. Rangkaian garis kontur yang berbentuk huruf V terbalik menandakan
suatu lembah/jurang.
Untuk membuat kontur menggunakan software arcGIS sebenarnya ada
beberapa cara, pada postingan ini coba kita bahas cara yang paling
sederhana dan mudah untuk dilakukan, yaitu membuat kontur dari
interpolasi ketinggian titik-titik yang sudah diketahui tingginya. Untuk
mencobanya silahkan terlebih dahulu download bahan yang sudah
disediakan.
Titik yang disediakan mangandung informasi sederhana seperti koordinat
dan ketinggian tempat, informasi titik tersebut dapat diperoleh dengan
sederhana menggunakan GPS.
Setelah bahannya di download jangan lupa di ekstrak dulu, nanti akan jadi
folder yang berisikan batas areal Bogor dan Titik titik yang diketahui
ketinggiannya (cuma untuk latihan bukan ketinggian sebenarnya).
Untuk membuat kontur silahkan ikuti langkah di bawah ini
Buka Software ArcGIS lalu Add data yang ada pada folder yang sudah
didownload.

File Bogor sudah memiliki proyeksi UTM sedangkan file Titik_contoh belum
memiliki proyeksi sehingga perlu diberi suatu proyeksi dengan cara pilih
ArcToolbox > Data Management Tools > Projections and Transformations >
Define Projection.
Input file Titik_contoh lalu pilih Coordinate System UTM zone 48 S (kalau
belum tahu cara memilihnya, baca disini).
Untuk membuat garis kontur, buat terlebih dahulu raster yang merupakan
interpolasi ketinggian dari titik-titik yang sudah diketahui ketinggiannya
dengan menggunakan IDW. Pilih ArcToolbox > Raster Interpolation > IDW.
Kemudian isikan jendela seperti di bawah ini.

Hasil dari IDW berupa data Raster dimana terdapat informasi mengenai
ketinggian yang diperoleh dari hasil interpolasi antar titik yang diketahui
ketinggiannya. Data ini kemudian akan kita ubah menjadi garis kontur
dengan cara.
Pilih ArcToolbox > 3D analys Tools > Raster Surface > Contour. Kemudian
isikan Input raster dengan hasil IDW tadi dan pilih interval kontur 10 lalu OK.

Lakukan pemotongan garis kontur yang sudah dibuat dengan batas


kabupaten bogor dengan cara pilih ArcToolbox > Analysis Tools > Extract >
Clip.

Masukan input Feature berupa garis Kontur yang sudah dibuat dan Clip
feature berupa batas Kota Bogor lalu pilih OK.
Maka akan terbentuk garis kontur untuk seperti gambar di bawah ini.

GIS : MEMBUAT KONTUR BERDASARKAN DATA DEM

Pada posting sebelumnya sudah kita bahas salah satu cara membuat garis
kontur yaitu dengan interpolasi titik yang sudah diketahui ketinggiannya, kali
ini kita akan coba membuat kontur dengan menggunakan DEM, apa itu
DEM?
DEM adalah suatu data berbentuk raster yang mengandung informasi nilai
digital berupa informasi letak (koordinat X dan Y) dan ketinggian lokasi
diatas permukaan bumi. Data DEM dapat berasal dari :
Foto Udara stereo,
Citra satelit stereo
Data pengukuran lapangan : GPS, Theodolith, EDM, Total Station,
Echosounder
Peta topografi
Linier array image
Karena data DEM memiliki informasi mengenai ketinggian suatu lokasi, maka
data ini dapat dijadikan acuan dalam membentuk garis kontur yang
menggambarkan lokasi dengan ketinggian yang sama.
Untuk dapat mencoba membuat kontur dengan menggunakan data DEM,
silahkan Download contoh data DEM di bawah ini dan ikuti langkahlangkahnya.
Download
Buka ArcGIS lalu Add data yang sudah di download tadi berupa data DEM
dan batas Kecamatan Cibadak.
Data DEM yang tersedia meliputi sebagian wilayah Jawa Barat tepatnya
sekitar Bogor, untuk mempermudah maka data kontur yang akan dibuat
dipersempeti menjadi hanya meliputi Kecamatan Cibadak.

Untuk memperoleh data DEM hanya pada lokasi Kecamatan Cibadak maka
Buka ArcToolbox > Spatial Analyst Tools > Extraction > Extract By Mask.
Masukan input raster berupa data DEM dan input raster or feature mask data
berupa Kecamatan Cibadak.

Untuk membuat kontur Kecamatan Cibadak berdasarkan data DEM maka


pilih ArcToolbox > 3D Analyst Tools > Raster Surface > Contour. Isikan
jendela yang muncul seperti gambar di bawah ini.

Hasil kontur dari proses tersebut masih berupa garis kasar karna masih
berdasarkan perhitungan komputer, untuk memperhalus garis kontur agar
menyerupai kondisi sebenarnya di lapang maka dilakukan dengan cara, pilih
Search lalu Tools dan ketikan Smooth Line. Isikan Jendela yang muncul
seperti gambar di bawah ini

Hasil dari garis kontur yang sudah dihaluskan dapat dilihat pada gambar di
bawah ini.

MEMBUAT PETA SKORING FUNGSI KAWASAN

Lanjutan dari posting sebelumnya mengenai Skoring Fungsi Kawasan, kali ini
kita akan coba untukmembuat peta skoring fungsi kawasan.
Anda dapat mendownload bahan materi untuk membuat Peta Skoring Fungsi
Kawasan dibawah ini
Download
Untuk membuat peta skoring, ikuti langkah di bawah ini
- Buka software ArcGIS lalu Add data yang sudah di download sebelumnya.
- Lihat Data tabel atribut untuk lereng dan jenis tanah sudah dalam format
poligon dan memiliki nilai skoring untuk masing-masing poligon. Sedangkan
untuk data curah hujan masih berupa point stasiun perekaman dengan data
intensitas curah hujan.
- Lakukan interpolasi terlebih dahulu pada data curah hujan agar menjadi
data poligon dan diketahui intensitas curah hujan untuk seruluh areal.
Buka ArcToolbox > 3D Analyst Tools > Raster Interpolation > IDW.
- Isikan Input Point Feature dengan Stasiun-CH-Bogor, Z Value isikan dengan
ICHT_FINAL dan masukan lokasi dimana file akan disimpan . Pilih
Environment lalu Prossesing Extend, isikan Extend dengan same as layer
Batas_area agar hasil interpolasi hanya terbentuk pada areal yang
dimaksudkan.

- Hasil IDW yaitu interpolasi dari curah hujan berupa data raster untuk itu
perlu dilakukan Reclassifikasi untuk memperoleh data sesuai selang kelas
yang dinginkan dengan cara BukaArcToolbox > 3D Analyst Tools >
Raster Reclass > Reclassify.
- Input Raster dengan data raster interpolasi curah hujan lalu pilih Classify,
masukan Classes 2 lalu pilih Method manual, isikan Break Value Pertama
dengan angka 20.7. Pilih OK

- Hasil reclassifikasi masih berupa data raster untuk itu perlu dilakukan
konversi data menjadi format poligon dengan cara pilih ArcToolbox >
Conversion Tools > From Raster > Raster To Poligon.
- Input raster dengan Hasil reclassifikasi curah hujan dan pilih lokasi dimana
file output akan disimpan.

- Open atribut tabel dari poligon curah hujan lalu Add Field baru KIH dengan
tipe Text dan Skor_IH dengan tipe Long integer.
- Isikan KIH = 2 untuk grid code 1 dan KIH = 3 untuk grid code 2. KIH
merupakan kelas intensitas hujan sesuai dengan peraturan yang ditetapkan.
- Klik kanan pada kolom Skor_IH lalu pilih calculate Geometry, isikan formula
[KIH]*10 lalu pilih OK

Pilih ArcToolbox > Analysis Tools > Extract > Clip. Input Feature
CH_reclassify_poligon dan Clip Feature Batas_area untuk memperoleh
poligon curah hujan sesuai dengan batas area. Isikan lokasi output dan beri
nama Curah Hujan.
Kini sudah tersedia data Curah Hujan, Tanah dan Lereng dengan
format poligon dan dengan informasi skor untuk masing-masing kelas.
Lakukan Overlay pada ketiga kriteria tersebut.
Pilih ArcToolbox > Analysis Tools > Overlay > Intersect. Lalu
input feature tanah, lereng dan curah hujan. Pilih lokasi penyimpanan output
dan beri nama Fungsi Hutan lalu OK.

- Open atribut tabel pada Fungsi Hutan (hasil intersect) lalu tambahkan field
Total Skor, Fungsi Hutan dan Luas.
- Klik kanan pada kolom Total Skor lalu pilih Field calculation, isikan formula
dengan [Skor_IH] + [Skor_JT] + [skor_kl]

-Pilih Table Option lalu Select By Attributes. Isikan formula dengan


"Total_skor" <= 125. Lalu OK.

o
o

- Klik kanan pada kolom fungsi hutan lalu pilih Field calcuation, isikan dengan
formula Hutan Produksi lalu OK. Maka seluruh poligon dengan nilai total
skor kurang dari 125 akan diberi fungsi hutan yaitu Hutan Produksi.
Lakukan hal yang sama dengan kriteria :
Total Skor 126-175 = Hutan Produksi Terbatas
Total Skor > 176 = Hutan Lindung

KL 5 = Hutan Lindung
Pada Layer klik kanan Fungsi Hutan lalu pilih Properties. Pilih jendela
Symbology lalu Categories. Pilih Value Field Fungsi Hutan lalu Add All Values,
atur warna yang diinginkan lalu OK.

Peta Hasil Skoring Fungsi Kawasan Hutan

Untuk menghitung luas dari masing-masing fungsi hutan maka


terlebih dahulu lalukan Define Projection pada file Fungsi Hutan. Pilih
ArcToolbox > Data Management Tools > Projections and Transformations >
Define Projection. Input Dataset or Feature Class dengan Fungsi Hutan lalu
pilih Coordinate System dengan WGS 1984 UTM Zone 48 S lalu OK.
- Buka atribut tabel Fungsi Hutan lalu klik kanan pada kolom Luas, pilih
Calculate Geometry, Pilih Property Area dan Units Hectares (Ha), Lalu OK.
- Untuk menghitung luas dari masing-masing Fungsi Hutan maka klik kanan
pada kolom Fungsi Hutan lalu pilih Summarize. Isikan seperti gambar di
bawah ini.

GIS : SKORING FUNGSI KAWASAN


Kegiatan
skoring
kawasan
hutan
dimaksudkan
untuk
menilai fungsi dari kawasan
hutan tersebut apakah lebih
cocok untuk hutan lindung,
atau hutan produksi. Faktorfaktor yang diperhatikan dan
diperhitungkan
di
dalam
penetapan
perlunya
hutan
lindung di dalam kawasan
adalah lereng lapangan, jenis
tanah menurut kepekaannya
terhadap erosi dan intensitas hujan dari wilayah yang bersangkutan.
Tiga komponen utama (kelerengan, jenis tanah, curah hujan) diberi angka
penimbang (bobot) masing-masing sebagai berikut : faktor kelerengan = 20,
jenis tanah = 15 dan intensitas hujan = 10. Adapun skor parameter menurut
aturan-aturan di atas untuk tiap komponen faktor sebagai berikut :

Kriteria skor untuk


lereng

Kriteria skor untuk


tanah

Kriteria skor untuk curah


hujan
Untuk menetapkan perlunya hutan lindung dalam suatu wilayah, maka nilai
dari sejumlah faktor dijumlahkan setelah masing-masing dikalikan dengan
nilai timbang sesuai dengan besarnya pengaruh relatif terhadap erosi. Nilai
timbangan adalah 20 untuk lereng lapangan, 15 untuk jenis tanah dan 10
untuk
intensitas
hujan.
Hasil penjumlahan yang sama dengan atau lebih dari 175 menunjukan
bahwa wilayah yang bersangkutan perlu dijadikan, dibina dan dipertahankan
sebagai hutan lindung. Skor dibawah 125 dinyatakan dapat diperuntukan
sebagai hutan produksi tetap, dan skor diantara 125 sampai dengan 174
dinyatakan dapat diperuntukan sebagai hutan produksi terbatas (berkaitan
dengan batas diameter yang dapat dipanen).
Selain dengan Skoring, terdapat kriteria lain yang perlu dipertimbangkan
dalam menentukan kawasan lindung, diantaranya :
1. kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40% atau lebih
2. Tanah sangat peka terhadap erosi yaitu jenis tanah regosol, litosol,
organosol dan renzina dengan lereng lapangan lebih dari 15%

3. Merupakan jalur pengamanan aliran sungai/air, sekurang-kurangnya 100


meter di kanan-kiri sungai/aliran air tersebut dan sekurang-kurangnya
dengan jari-jari 200 meter di sekeliling mata air tersebut
4. Merupakan pelindung mata air, sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200
meter di sekeliling mata air tersebut
5. Mempunyai ketinggian di atas permukaan laut 2.000 meter atau lebih
6. Guna keperluan/kepentingan khusus, ditetapkan oleh Menteri Pertanian
sebagai hutan lindung
Untuk mencoba membuat peta skoring kawan hutan. Baca posting Membuat
Peta Skoring Fungsi Kawasan

CARA MENGHITUNG KEMIRINGAN LERENG DALAM SATUAN DERAJAT


DAN PERSEN
Cara Menghitung Kemiringan Lereng dalam Satuan Derajat (0) dan
Persen (%) Peta lereng yang sering kita buat memiliki satuan derajat dan
persen tetapi tak sedikit orang memahami apa maksud satuan tersebut.
Sebelumnya jika ingin membuat peta lereng klik disini ..

Oleh karena itu, dalam artikel ini akan membahas pebedaan antara satuan
derajat danpersen dalam peta lereng.

Pertanyaan : Berapa nilai kelerengan antara titik A ke B ?


Jawab :
Jarak (Jarak Horizontal)

: 1612 m

Beda tinggi (Jarak Vertikal) : 1000 m

Untuk Derajat

Tan (a) = Depan/Samping


= 1000 m / 1612 m
= 1,612
= 58 derajat

Untuk Persen
% = Depan/Samping *100
= 1000 m / 1612 m *100
= 1,612 *100
=161,2 %
Sehingga 58 derajat sama dengan 161,2%

MEMBUAT LERENG DARI KONTUR DI ARCGIS


Membuat Lereng dari Kontur di ArcGIS - Peta lereng adalah atau
merupakan peta yang menginformasikan kelerengan suatu daerah atau
wilayah dimana pada daerah atau wilayah tersebut mempunyai kelerengan
datar,
curam,
atau
datar
hingga
curam.
Dalam GIS, Peta lereng dapat dibuat dari data kontur dan Digital Elevation
Model (DEM) atau data raster yang mempunyai informasi ketinggian. Untuk
tutorial kali ini menggunakan kedua data tersebut karena dari data kontur
dapat dibuat menjadi data raster yang mempunyai informasi ketinggian,
sehingga data yang digunakan berasal dari data kontur.

Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut Membuat Lereng dari


Kontur di ArcGIS:
Misal
file
ketinggian
yang
bertipe
vektor
memiliki
nama
semeru_kontur.shp ; dan interval kontur dari file ini adalah 12,5 meter. jika
dilihat dari windows explore sebagai berikut :

Buka software ArcGIS (ArcMap)

Buka

file
ketinggian
semeru_kontur.shp

yang

bertipe

vektor

memiliki

nama

Proyeksikan semeru_kontur.shp yang berformat Decimal Degree ke

UTM dengan membuka Arctoolbox dan pilih Data Management Tools >
Projections and Transformations > Feature > Project
Hal ini penting karena untuk membuat lereng diperlukan satuan meter
sehingga kita harus merubahnya ke proyeksi UTM (satuan meter)

Pada Input Raster : semeru_kontur


Input Coordinate System : akan terisi sendiri sesuai dengan informasi dari

data input
Output Dataset or Feature Class : Lokasi tujuan data output beserta nama
file (contoh : semeru_UTM49s)
Input Coordinate System : sistem koordinat atau proyeksi yang ingin
dihasilkan; untuk kasus wilayah ini berada pada zona UTM 49S (pilih
Projected Coordinate System > UTM > WGS 1984 > SouthernHemisphere >
WGS 1984 UTM Zone 49S)
OK

Hasil proyeksi ke UTM 49S (jika dilihat di pojok kanan bawah, masih

berada pada format Decimal Degree (sistem koordinat; sehingga kita harus
membuka jendela baru dan buka file yang sudah diproyeksikan atau file
semeru_kontur_UTM49S)

Setelah membuka jendela baru dan buka file yang sudah diproyeksikan

atau file semeru_kontur_UTM49S (sistem koordinat sudah UTM; lihat di


pojok kanan bawah)

Mengkonversi data kontur ke data raster yang mempunyai informasi

ketinggian (seperti halnya data DEM) dengan membuka Arctoolbox dan pilih
Spatial Analyst Tools > Interpolation > Topo to Raster

KESALAHAN DALAM DIJITASI POLIGON (POLYGON)


Kesalahan dalam Dijitasi Poligon (Polygon) Proses dijitasi merupakan
hal yang sering dilakukan untuk membuat data spasial. Baik mendijitasi titik,
garis, ataupun poligon. Namun dalam proses tersebut biasanya sering kali
terdapat kesalahan. Secara sederhana, pengertian dijitasi merupakan proses
mengkonversi objek geografis dari data raster ke vektor dengan
menggunakan software (misal ArcGIS). Dalam artikel ini membahas
kesalahan dalam mendijitasi poligon / polygon.

Objek geografis yang didijitasi dalam bentuk poligon contohnya adalah


penggunaan
tanah.
Adapun kesalahan yang sering terjadi pada saat mendijitasi poligon sebagai
berikut :

Apabila data poligon terdapat overlap atau gap pada datanya akan
berdampak pada hasil analisis yang dihasilkan. Karena pada data poligon,
tidak boleh terdapat data yang overlap atau saling bertampalan dan
terdapat
gap
atau
terdapat
ruang
yang
tak
terisi.
Adapun solusi dari kasus diatas sebagai berikut
Kasus I, saling overlap
Ruang yang terdapat overlap harus di definisikan menjadi satu data atau
supaya tidak overlap, hal ini dapat menggunakan perintah merge
Kasus II, terdapat Gaps
Ruang yang terdapat gaps harus didijitasi supaya tidak ada gaps lagi
Kasus - kasus diatas adalah kesalahan yang sering terjadi pada saat
mendijitasi area atau poligon.

MERUBAH PROYEKSI DARI DD KE UTM ATAU UTM KE DD DI ARCGIS


Merubah Proyeksi dari DD ke UTM atau UTM ke DD di ArcGIS
Proyeksi atau sistem koordinat dalam pengolahan data spasial merupakan
hal yang penting. Hal ini dikarenakan apabila kita ingin menganalisis overlay,
dua data atau lebih yang digunakan harus saling bertampalan. Walaupun
dilokasi yang sama tetapi sistem koordinatnya berbeda maka tidak bisa di
overlay, contoh wilayah sama-sama Jakarta tetapi data yang satu
menggunakan decimal degree dan satunya lagi menggunakan UTM maka
kedua data tersebut tidak bisa dioverlay sebelum kedua data tersebut
mempunyai system koordinat yang sama.

Dalam tulisan ini menggunakan kasus data jaringan jalan DKI Jakarta yang
mempuyai sistem koordinat geografis atau decimal degree yang akan

dirubah ke UTM. Perlu diperhatikan, kita menentukan zona UTM tidak boleh
sembarangan atau sesuka hati kita mau dibuat ke zona berapa akan tetapi
sudah ada aturan pada wilayah tersebut jika dirubah ke UTM maka terdapat
di zona mana. Untuk mengetahui zona UTM Indonesia bisa klik disini.
Adapun Merubah Proyeksi dari DD ke UTM atau UTM ke DD di
ArcGIS sebagai berikut :
Persiapkan data yang akan di rubah sistem koordinatnya (dalam tulisan ini
jaringan jalan Jakarta yang mempunyai sistem koordinat geografis atau
decimal degree)

Untuk

mengetahui informasi sistem koordinat klik kanan pada


jalan_jakarta_dd pilih properties > Source. lihat Geographic Coordinate
System

Untuk merubah sistem koordinat atau proyeksi maka pilih ArcToolbox >

Data Management Tools > Projections and Transformations > Project

Pada
Input Dataset : Pilih data yang akan kita proyeksi
Input Coordinate System : Langsung otomatis

terbaca (misal
jalan_jakarta_dd akan langsung terbaca Geographic Coordinate System)
Output
Dataset : Pilih lokasi dan nama file output (misal
jalan_jakarta_utm)
Output Coordinate System : pilih sistem coordinate (misal UTM zona 48S
untuk wilayah Jakarta)

MEMPERHALUS DIJITASI DI ARCGIS MENGGUNAKAN SMOOTH LINE


(POLYLINE)
Memperhalus Dijitasi di ArcGIS Menggunakan Smooth Line
(Polyline) - Dalam membangun data spasial berbasis dijital, salah satunya
adalah poses dijitasi. Kualitas dijitasi tergantung dari pengalaman atau jam
terbang orang yang yang mendijitasi. Salah satu kendala atau masalah yang
dihadapi dalam dijitasi adalah tidak halusnya hasil dijitasi atau dijatasi
terlihat kaku atau kasar. Untuk membuat halus dijitasi tersebut kita dapat
menggunakan perintah smooth line sehingga kita tidak perlu menditasi
ulang dibagian yang tidak halus.

Adapun Memperhalus Dijitasi di ArcGIS Menggunakan Smooth


Line sebagai berikut :

Siapkan data yang akan diperhalus (dalam kasus ini data vektor berupa
polyline)

Buka ArcToolbox pilih Cartography Tools > Generalization > Smooth Line

Pada
Input Feature : data input (polyline)
Output Feature : data output
Smoothing Algorithm : (pilih paek)
Smoothing Tolerance : (ini toleransi yang akan di smooth; pilih 100 m
berarti tiap panjang 100 m akan dihaluskan apabila dijitan tidak halus atau
kaku)

Handling
Topological
Errors
:
Flag_Errors
(hasil
smoothing
memperhatikan topologi)

Ok

Hasil yang sudah di-smoothing sperti gambar dibawah ini

artkiel ini, Memperhalus Dijitasi di ArcGIS Menggunakan Smooth Line


(Polyline) oleh gispedia di www.gispedia.com

TIPE FIELD PADA ATRIBUT SHAPEFILE


By Beni Raharjo Shapefile yang merupakan format data spasial paling populer memiliki
beberapa tipe field pada data atributnya. Berbeda dengan tipe data/software
seperti MS Excel yang dapat dengan mudah mengubah satu tipe data/sel
satu ke tipe lainnya, pada shapefile tipe field tidak dapat diubah. Oleh
karena itu diperlukan pengetahuan yang matang perihal data yang akan
ditampung oleh FIELD.
Sebelum membahas tipe FIELD yang tepat pada contoh di atas, kita
overview
dulu
tipe-tipe
FIELD
yang
dapat
disematkan
pada
Shapefile, sebagai berikut.
TEXT Dapat digunakan untuk semua karakter sebagai teks dengan
rentang jumlah karakter 1 s.d. 255. Tipe field ini digunakan untuk nilai teks
seperti nama tempat/anotasi atau label. Text dapat berisi angka, tetapi
angka tersebut tetap dianggap sebagai teks yang tidak dapat dilakukan
operasi aritmatika (tambah, kurang, bagi, kali, dsb).
FLOAT 4 bytes; Angka pecahan dengan rentang luas antara +/3,438. Float adalah tipe data angka dengan presisi tunggal yang memiliki
pecahan. Jumlah presisi (jumlah angka) ditentukan konstan.
DOUBLE 8 bytes; Double adalah tipe data angka dengan presisi ganda
yang memiliki pecahan. Tipe Double sama dengan tipe float, hanya memiliki
presisi yang lebih tinggi. Untuk data data yang angka-angka desimal sangat
penting, misal angka luasan atau rupiah, tipe double yang paling sesuai.
SHORT 2 bytes; Short integer digunakan untuk angka tanpa pecahan.
Short integer biasa digunakan untuk data berupa ID, nomor, urutan, dan
kode.
LONG 4 bytes; Long integer sama dengan short integer yang
digunakan untuk angka tanpa pecahan namun dengan kemungkinan digit
yang lebih panjang.
DATE 8 bytes; Date digunakan untuk menyimpan tanggal, waktu atau
tanggal-waktu dengan contoh format mm/dd/yyy hh:mm:ss
Sebagai contoh, dalam pengelolaan suatu lahan memiliki data persil lahan
dengan luasan berkisar antara 1 200 hektar. Satuan standar luas lahan
pada lembaga tersebut adalah meter persegi dengan 2 digit di belakang
koma. Jika suatu persil lahan memiliki luas 200 hektar, maka luasan tersebut
diekspresikan dalam field M2 menjadi 2,000,000.00 (meter persegi, sistem
US). Tipe FIELD apa yang tepat untuk penggunaan tersebut?
Tipe TEXT dan DATE tidak dapat digunakan untuk kasus di atas karena data
luasan harus berupa field angka. Perhitungan luas dan aritmatika tidak akan
berlaku pada field dengan tipe TEXT dan DATE.

Tipe SHORT dan LONG memiliki spesifikasi yang serupa. Keduanya digunakan
untuk angka tanpa pecahan atau tanpa desimal. Nilai di dalam field SHORT
atau LONG harus berupa angka bulat. Oleh karena itu kedua tipe field tidak
dapat digunakan. Jika digunakan, maka nilai-nilai di belakang koma akan
dihilangkan.
Tipe FLOAT dan DOUBLE memiliki spesifikasi yang mirip. Keduanya samasama dapat digunakan untuk tipe data pecahan, tidak bulat atau dengan
kata lain memiliki angka di belakang koma. Untuk contoh kasus perhitungan
luas lahan dalam satuan meter persegi dan memuat dua angka di belakang
koma, maka tipe FLOAT dan DOUBLE dapat digunakan.
Perbedaan antara FLOAT dan DOUBLE adalah dalam hal akurasi yang
digunakan. Pada tipe FLOAT, pengguna hanya menentukan satu parameter
sedangkan pada tipe DOUBLE pengguna menggunakan dua parameter,
yaitu precision dan scale.
MEMBAGI POLYGON SAMA LUASAN DENGAN ARCGIS
By Beni Raharjo Membagi polygon ke dalam luasan yang sama sangat diperlukan dalam
desain kompartement atau petak untuk pengelolaan lahan (perkebunan,
kehutanan, pertanian, dsb). Banyak tool yang dapat dimanfaatkan untuk
melakukan pembagian tersebut seperti fishnet, grid, dsb. Tetapi tool-tool
tersebut hanya memberikan panduan dan akan menyisakan areal sisa yang
tidak habis membagi polygon. ArcGIS menyediakan tool Parcel Editor yang
dapat membagi polygon (parcel fabric) menjadi areal yang sama dengan
langkah-langkah berikut.
Tahap 1. Persiapan
Dengan asumsi bahwa data polygon adalah shapefile, maka polygon
tersebut harus dikonversi menjadi format geodatabase (polygon). Silakan
cari referensi bagaimana mengkonversi polygon shapefile menjadi polygon
geodatabase.

Tahap 2. Membuat Polyline


Salah satu kewajiban dalam skema Parcel adalah bahwa polygon dan
polyline (serta point) menjadi satu kesatuan data. Untuk itu, perlu dibuat
polyline yang bersesuaian dengan polygon tersebut.

Tahap 3. Membuat topology


Topology harus dibuat sebelum konversi data polygon ke Parcel Fabric.
Klik kanan pada fitur dataset petak > New > Topology

Pilih Next
Isikan naman topology (terserah), Klik Next
Pilih area dan line, Klik Next

Buat minimal 5 rule topology seperti gambar di bawah

Klik Next dan Finish


Jika minta validasi, lakukan validasi topology
Tahap 4. Cek topology (opsional)
Jika topology (rule) yang dibuat terdapat error, maka polygon (dan line) tidak
dapat dikonversi ke parcel fabric. Oleh karena itu perlu dilakukan cek error
topology.
Klik kanan di atas topology pada jendela catalog
Klik tab Errors
Klik pada Generate Summary
Cek apakah terdapat error atau tidak. Jika tidak ada error berarti
topology clean.

Tahap 5. Membuat parcel fabric


Parcel fabric dibuat pada jendela catalog di dalam ArcMap
Klik kanan pada feature dataset petak > New > Parcel Fabric
Isikan nama (sembarang), misalnya NewFabric
Biarkan pilihan lain default, pilih Next sampai wizard selesai
Jika terdapat error, jangan panik. Kesalahan biasa terjadi karena topology
tidak benar, masih ada error.

Tahap 6. Impor polygon ke Parcel Fabric

Jalankan ArcToolbox > Parcel Fabric Tools > Load a topology to a Parcel
Fabric

Tentukan target NewFabric (Tahap 5)

Input adalah area (tahap 1)

Biarkan pilihan yang lain default

Tahap 7. Edit Parcel Fabric (membagi menjadi 4)


Pada tahap ini, lupakan lah data polygon awal (Tahap 1) karena polygon
tersebut sudah tertampung di dalam parcel fabric. Langkah selanjutnya edit
data parcel fabric.
Jalankan sesi editing
Tampilkan toolbar Parcel Editor
Klik pada ikon Select Parcel Feature
Pilih polygon (parcel) yang akan dibagi
Klik kanan pada polygon (parcel) tsb > parcel division

Pilih metode pembagian by proportional area


Tentukan jumlah polygon baru, misalnya 4
Isikan sudut pembagian, misalnya 0
Tentukan mulai pembagian dilakukan, misalnya west
Klik OK
Polygon (parcel) akan terbagi menjadi 4 bagian dengan luasan yg sama

Tahap 8. Edit Parcel Fabric (membagi menjadi 8 bagian)


Membagi parcel ke dalam 8 bagian memerlukan sedikit sentuhan seni dalam
proses pembagian. Jika dilakukan cara seperti Tahap 7 akan dihasilkan
polygon yang ramping dan memanjang. Untuk itu, misalnya, dilakukan dua
tahap pembagian. Yang pertama, polygon dibagi dua, selanjutnya setiap
poygon hasil dibagi lagi menjadi 4.

Tahap 9. Edit Parcel Fabric (membagi menjadi 4 luasan sama plus


sisa)
Dalam berbagai kasus, seringkali luasan polygon yang diinginkan sudah
given sehingga pembagian dapat menyisakan sisa yang tidak habis dibagi.
Sebagaimana dilihat pada Langkah 1 bahwa luasan polygon adalah lebih dari
7 jt m2. Jika kita harus membagi ke dalam polygon dengan luasan 2 jt m 2 plus
sisa, maka dapat dilakukan langkah berikut.

Metode yg dipilih adalah into equal areas

Isikan jumlah polygon, yaitu 3 buah

Isikan split-line bearing, yaitu azimuth garis pembagi, misalnya 0

Tentukan pembagian dimulai dari barat/timur

Isikan luasan setiap polygon, yaitu 2jt m2

Terdapat sisa polygon sekitar 1 jt m2

Tahap 10. Ekspor parcel ke shapefile (jika diperlukan)


Setelah selesai pembagian, hentikan sesi editing dan simpan perubahan.
Ekspor data parcel ke shapefile atau geodatabase jika diperlukan, dengan
cara Klik-Kanan di atas layer polygon parcel (pada TOC) > Data > Export
data
Melakukan pembagian polygon dengan mengikuti tutorial ini cukup jelimet
karena mungkin pengguna tidak terbiasa menggunakan data parcel fabric,
lebih dominan bermain di shapefile. Jika format data sudah dalam parcel
fabric maka tentu tidak sulit.
Error umum
Saya sering menerima keluhan terjadinya error saat melakukan pemotongan
polygon. Rule of thumbs dalam membagi polygon dengan parcel fabric
adalah tidak diperkenankan menghasilkan multi-part polygon. Sebagai
conoth pada gambar berikut, terdapat suatu enclave (lubang) di dalam
polygon. Jika dilakukan pembagian menjadi 16 buah akan menghasilkan
multipart polygon. Solusinya adalah gunakan kreativitas dalam melakukan
pembagian, misalnya membagi secara bertahap.

Have fun.
CARA DELINEASI BATAS DAERAH TANGKAPAN
By Beni Raharjo Artikel ini adalah sebuah tutorial bagaimana melakukan delineasi batas
Daerah Tangkapan (Catchment Area) dengan menggunakan input berupa
data DEM dan software ArcGIS Desktop (ArcMap) versi 10.4. Meskipun
mungkin ada sedikit banyak perbedaan, versi ArcGIS lain harap dapat
menyesuaikan. Sebelum meneruskan membaca artikel ini, ada baiknya baca
terlebih dahulu tulisan tentang Delineasi Batas Daerah Alisan Sungai (DAS)

atau Daerah Tangkapan. Sehingga dapat diketahui perbedaan dan


persamaan antara DAS dan Catchment Area
Tahap 1 Persiapan
Siapkan software ArcGIS dan data Model Elevasi Digital (DEM). Jika anda
belum memiliki lisensi software ArcGIS sebaiknya gunakan versi trial.
Lihat tutorial instalasi ArcGIS Desktop versi trial, yang juga digunakan untuk
tutorial ini.
Data yang digunakan untuk analisis terkait dengan topografi, termasuk
delineasi batas Catchment adalah Digital Terrain Model (DTM), yang sudah
menghilangkan nilai-nilai ketinggian fitur (pohon, bangunan, dsb) dari data
DEM. Nilai2 elevasi pada DTM adalah elevasi ground atau permukaan tanah.
Tetapi untuk cakupan yang cukup luas seperti delineasi batas Catchment,
DEM seringkali digunakan daripada DTM.
Data lain yang diperlukan adalah lokasi outlet yang merupakan titik interest
seperti lokasi bendungan, stasiun pengamatan air, dan sebagainya.
Analisis hidrologi sebaiknya dilakukan pada data frame (Layers) planar,
misalnya dengan proyeksi UTM.

Data
Model Elevasi Digital (DEM) SRTM pada ArcMap
Tahap 2 Rekondisi DEM (opsional)
Rekondisi DEM dilakukan untuk melakukan rekayasa terhadap data DEM agar
mengikuti kewajaran topografi dalam kaitannya analisis hidrologi. Ada
banyak alasan mengapa data DEM seharusnya direkondisi. Data DEM pada

areal yang relatif datar akan sangat berpotensi membuat hasil analisis
hidrologis kacau, dikarenakan data DEM masih mengandung error akibat
bangunan atau pohon. Data DEM juga seperti SRTM memiliki pembulatan 1
meter pada nilai elevasinya. Sehingga saluran2 (sungai) atau gigir/punggung
bukit yang sudah eksis akan kecil kemungkinan akan sama dengan data
DEM.
Melakukan rekondisi dapat dilakukan dengan menggunakan ekstensi seperti
ArcHydro atau, favorit saya, adalah dengan melakukannya secara manual
dengan MapAlgebra. Silakan pelajari tulisan ini untuk melakukan rekondisi
DEM.
Tahap 3 Membuat Depressionless DEM
Depresionless DEM dilakukan untuk menghilangkan sink, yaitu cekungan
seperti kolam atau danau kecil pada DEM. Mengapa perlu dilakukan
demikian? Sink akan dianggap sebagai tempat pemberhentian akhir dari
aliran air sehingga dapat dianggap sebagai muara. Jika sink tidak
dihilangkan, maka batas Catchment tidak akan valid lagi. Pengecualian tentu
ada dimana sink tidak dapat dihilangkan dari data DEM jika ukurannya
sangat signifikan seperti danau besar.
Tool Fill yang terdapat pada ArcToolbox > Spatial Analyst Tools >
Hydrology digunakan untuk mengisi sink sehingga diasumsikan pada kondisi
semua sink terpenuhi oleh air. Dengan demikian, sink tidak lagi menjadi
masalah dalam analisis hidrologi selanjutnya.

Menjalakan tool FILL


Tahap 4 Analisis Hidrologi-topograf
Analisis hidrologi yang terkait dengan topografi berjumlah cukup banyak.
Namun yang terkait dengan delineasi batas Catchment hanya diperlukan
dua saja, yaitu (1) Flow Direction dan (2) Flow Accumulation. Analisis

tersebut dilakukan dengan tool Flow Direction dan tool Flow Accumulation
yang terdapat pada ArcToolbox > Spatial Analyst Tools > Hydrology.
Kedua analisis tersebut dilakukan terhadap data DEM yang sudah di-Fill pada
tahap sebelumnya.

Menjalankan tool Flow Direction

Menjalankan tool Flow Accumulation


Sampai tahap ini di dalam TOC harus sudah tersedia tiga layer yaitu,
dem_fill.tif, dem_fill_flowdir.tif dan dem_fill_acc.tif.
Tahap 5 Penentuan Outlet (pour point)
Dalam analisis DAS dan atau Daerah Tangkapan, outluet harus ditentukan.
Untuk delineasi batas DAS, outlet ditentukan otomatis oleh software yaitu
berupa pertigaan sungai atau muara. Namun untuk penentuan daerah
tangkapan, outlet harus ditentukan secara manual.

Outlet adalah fitur yang dapat direpresentasikan sebagai titik yang menjadi
interest dari analisis, misalnya bendungan, check dam, pengambilan sample,
dan sebagainya. Dengan demikian, daerah tangkapan selalu melekat kepada
fitur tersebut misalnya Daerah Tangkapan Bendungan Riam Kanan, Daerah
Tangkapan SPAS, dan sebagainya.
Tahapan yang krusial dalam penentuan outlet adalah melakukan
penyesuaian posisi outlet agar tepat berada di atas jejaring aliran versi DEM.
Sangat besar kemungkinan posisi outlet tidak tepat berada pada akumulasi
aliran tertinggi, melainkan agak bergeser beberapa piksel. Jika terjadi
demikian, lokasi outlet harus digeser sehingga tepat berada akumulasi
aliran. Meskipun posisi outlet sudah ditentukan dengan menggunakan GPS
paling akurat, jika posisinya tidak tepat pada posisi aliran harus digeser.
Cara menggeser titik outlet dapat dilakukan dengan salah satu cara berikut.
1. Menggeser outlet secara manual dengan meletakannya tepat pada
akumulasi aliran terdekat. Lakukan editing terhadap layer titik outlet, zoom
lebih besar sehingga piksel data Flow Accumulation dapat terlihat, dan geser
titik
outlet
secara
visual.
Cara
ini
adalah
favorite
saya.
2. Menggunakan tool Snap Pour Point. Cara ini akan menghasilkan titik outlet
baru secara otomatis yang tepat berada pada akumulasi aliran dengan
format raster.

outlet

(pour

point)

secara

Menggeser titik
visual

Menggeser
titik outlet dengan tool Snap Pour Point
Tahap 6 Menjalankan Delineasi Batas Daerah Tangkapan
Batas Daerah Tangkapan didelineasi dengan tool Watershed yang juga ada
pada ArcToolbox > Spatial Analyst Tools > Hydrology. Input dari tool ini
adalah arah aliran (flow direction), titik outlet (pour point) vektor/raster.

Delineasi
batas Catchment dengan tool Watershed
Jika terdapat beberapa outlet yang dianalisis, maka batas Catchment yang
dihasilkan akan memiliki value mengikuti dari pour point.
Tahap 7 Analisis lanjutan (opsional)
Analisis lanjutan dapat berupa konversi batas catchment (raster) ke vektor,
analisis jejaring aliran (stream network) dan sebagainya. Analisis lanjutan
tersebut tidak dibahas lebih lanjut pada tulisan ini.

CARA DELINEASI BATAS DAS


By Beni Raharjo Artikel ini adalah sebuah tutorial bagaimana melakukan delineasi batas
Daerah Aliran Sungai dengan menggunakan input berupa data DEM dan
software ArcGIS Desktop (ArcMap) versi 10.4. Meskipun mungkin ada sedikit
banyak perbedaan, versi ArcGIS lain harap dapat menyesuaikan. Sebelum
meneruskan membaca artikel ini, ada baiknya baca terlebih dahulu tulisan
tentang Delineasi Batas Daerah Alisan Sungai (DAS) atau Daerah Tangkapan.
Tahap 1 Persiapan
Siapkan software ArcGIS dan data Model Elevasi Digital (DEM). Jika anda
belum memiliki lisensi software ArcGIS sebaiknya gunakan versi trial.
Lihat tutorial instalasi ArcGIS Desktop versi trial, yang juga digunakan untuk
tutorial ini.
Data yang digunakan untuk analisis terkait dengan topografi, termasuk
delineasi batas DAS adalah Digital Terrain Model (DTM), yang sudah
menghilangkan nilai-nilai ketinggian fitur (pohon, bangunan, dsb) dari data
DEM. Nilai2 elevasi pada DTM adalah elevasi ground atau permukaan tanah.
Tetapi untuk cakupan yang cukup luas seperti delineasi batas DAS, DEM
seringkali digunakan daripada DTM.
Analisis hidrologi sebaiknya dilakukan pada data frame (Layers) planar,
misalnya dengan proyeksi UTM.

Data
Model Elevasi Digital (DEM) SRTM pada ArcMap
Tahap 2 Rekondisi DEM (opsional)
Rekondisi DEM dilakukan untuk melakukan rekayasa terhadap data DEM agar
mengikuti kewajaran topografi dalam kaitannya analisis hidrologi. Ada
banyak alasan mengapa data DEM seharusnya direkondisi. Data DEM pada
areal yang relatif datar akan sangat berpotensi membuat hasil analisis
hidrologis kacau, dikarenakan data DEM masih mengandung error akibat
bangunan atau pohon. Data DEM juga seperti SRTM memiliki pembulatan 1
meter pada nilai elevasinya. Sehingga saluran2 (sungai) atau gigir/punggung
bukit yang sudah eksis akan kecil kemungkinan akan sama dengan data
DEM.
Melakukan rekondisi dapat dilakukan dengan menggunakan ekstensi seperti
ArcHydro atau, favorit saya, adalah dengan melakukannya secara manual
dengan MapAlgebra. Silakan pelajari tulisan ini untuk melakukan rekondisi
DEM.
Tahap 3 Membuat Depressionless DEM
Depresionless DEM dilakukan untuk menghilangkan sink, yaitu cekungan
seperti kolam atau danau kecil pada DEM. Mengapa perlu dilakukan
demikian? Sink akan dianggap sebagai tempat pemberhentian akhir dari
aliran air sehingga dapat dianggap sebagai muara. Jika sink tidak
dihilangkan, maka batas DAS tidak akan valid lagi. Pengecualian tentu ada

dimana sink tidak dapat dihilangkan dari data DEM jika ukurannya sangat
signifikan seperti danau besar.
Tool Fill yang terdapat pada ArcToolbox > Spatial Analyst Tools >
Hydrology digunakan untuk mengisi sink sehingga diasumsikan pada kondisi
semua sink terpenuhi oleh air. Dengan demikian, sink tidak lagi menjadi
masalah dalam analisis hidrologi selanjutnya.

Menjalakan tool
FILL
Tahap 4 Analisis Hidrologi-topograf
Analisis hidrologi yang terkait dengan topografi berjumlah cukup banyak.
Namun yang terkait dengan delineasi batas DAS hanya diperlukan dua saja,
yaitu (1) Flow Directiondan (2) Flow Accumulation. Analisis tersebut
dilakukan dengan tool Flow Direction dan tool Flow Accumulation yang
terdapat pada ArcToolbox > Spatial Analyst Tools > Hydrology.
Kedua analisis tersebut dilakukan terhadap data DEM yang sudah di-Fill pada
tahap sebelumnya.

Menjalankan

tool

Flow
Direction
Menjalankan tool Flow Accumulation
Sampai tahap ini di dalam TOC harus sudah tersedia tiga layer yaitu,
dem_fill.tif, dem_fill_flowdir.tif dan dem_fill_acc.tif.
Tahap 5 Penentuan Outlet
Dalam analisis DAS dan atau Daerah Tangkapan, outluet harus ditentukan.
Untuk delineasi batas DAS, outlet ditentukan otomatis oleh software yaitu
berupa pertigaan sungai atau muara. Namun untuk penentuan daerah
tangkapan, outlet harus ditentukan secara manual.
Tahap 6 Menjalankan Delineasi Batas DAS

Batas DAS didelineasi dengan tool Basin yang juga berada pada ArcToolbox
> Spatial Analyst Tools > Hydrology. Input dari tool ini adalah arah aliran,
yaitu file dem_fill_flowdir.tif.

Menjalankan

tool

BASIN
Contoh hasil delineasi batas DAS adalah seperti pada gambar berikut

Contoh hasil delineasi


batas DAS pada suatu wilayah
Tahap 7 Analisis lanjutan (opsional)
Analisis lanjutan dapat berupa konversi batas das (raster) ke vektor, analisis
jejaring aliran (stream network) dan sebagainya. Analisis lanjutan tersebut
tidak dibahas lebih lanjut pada tulisan ini.
Catatan: Tutorial ini membahas delineasi batas DAS, untuk tutorial delineasi
daerah tangkapan (catchment) disajikan pada tulisan lain berikut.

APA YANG DAPAT DILAKUKAN PADA DATA HOTSPOT?


By Beni Raharjo Musim kemarau tiba, hatiku gundah kelana. Itu lah kira-kira suasana
kebatinan dari setiap RSGISer pada lembaga-lembaga terkait dengan
kebakaran lahan. Sudah terbayang harus mengolah data-data hotspot (titik
panas/api) yang cukup intens. Tidak saja volume data yang meningkat tetapi
juga waktu pengerjaan yang harus singkat. Data hotspot yang sering
digunakan sekarang diturunkan dari citra satelit dengan resolusi temporal
sangat tinggi (1-2 pengamatan per hari).
Sekedar review, saya buat tulisan ini untuk menyegarkan kembali rekanrekan tentang metode-metode apa yang dapat dilakukan pada data hotspot
tersebut.
1. Rekap Jumlah
Rekap jumlah data hotspot adalah metode yang paling konvensional. Jumlah
hotpost pada hari ini (atau periode waktu tertentu) tinggal di-clip oleh batasbatas interest. Hasilnya adalah jumlah hotspot per kabupaten atau per
kecamatan.

Kelebihan metode ini adalah sederhana dan mudah. Bahkan seringkali


pengguna tidak perlu melakukan analisis apa pun, cukup menerima data dari
provider data hotspot (misal Sipongi KemenLHK) yang sudah memiliki data
administrasi Kabupaten, Kecamatan bahkan Desa. Tidak diperlukan
kemampuan mengoperasikan software GIS. Bagi pengambil keputusan yang
tidak memiliki orientasi spasial, metode ini pun cukup nyaman
digunakan. Kekurangan dari pendekatan ini adalah tidak menunjukan secara
eksplisit apakah suatu entitas administrasi lebih gawat dibandingkan
dengan entitas lain. Selain itu juga tidak menunjukan lokus spasial yang
spesifik yang dapat digunakan untuk operasional penanggulangan
kebakaran lahan.
2. Plotting

Metode ini selangkah lebih maju dibandingkan metode pertama.


Setiap hotspot pada periode waktu tertentu (harian, mingguan, bulanan atau
tahunan) diplot dan di overlay dengan data spasial lainnya. Posisi data
hotspot dalam koordinat X, Y diplot ke dalam posisi geografis.
Kelebihan cara ini adalah lokus spasial sudah dapat digunakan untuk
operasional penanggulangan kebakaran lahan, meskipun dengan kehatianhatian dengan mempertimbangkan resolusi citra yang digunakan yang dapat
mencapai 1 km. Kekurangan cara ini adalah diperlukan operator GIS yang
dapat melakukan plotting data hotspot. Lebih utama lagi jika dapat plotting
secepat kilat, baik dengan pc atau perangkat mobile untuk plot data harian.
Untuk respon emergensi, metoda ini yang paling sesuai. Namun untuk
jangka panjang, hasil yang diperoleh tidak lebih darigerombolan titik yang
tidak dapat diinterpretasi secara langsung.
3.Heatmap/Density
Metode
ini
sudah
menambahkan
sentuhan
analisis
pada
hotspot. Gerombolan titik hotspot diturunkan menjadi sesuatu yang dapat
ditangkap lebih mudah, khususnya bagi pengambil keputusan yang tidak
terlalu berorientasi spasial. Dengan heatmap, dapat ditentukan area mana
yang lebih gawat dibandingkan dengan yang lain yang pada akhirnya dapat
ditentukan area prioritas penangananan. Tentu saja rentang waktu yang
digunakan dalam metode heatmap biasanya relatif lebar, misalnya untuk
waktu
bulanan
atau
tahunan. Banyak
terdapat
metode
pembuatan heatmap dengan contoh adalah seperti pada tulisan INI.

4.Heatmap + Temporal
Jika metode heatmap hanya menunjukan pada satu segmen waktu saja,
maka metode berikutnya adalah menambah bumbu temporal untuk melihat
atau menguji beberapa premis seperti
Apakah tingkat heatmap pada suatu bulan/tahun memiliki korelasi dengan
heatmap pada bulan/tahun berikutnya?
Dalam rentang periode tahun, apakah heatmap memiliki pola
pergeseran/pergerakan yang dapat dikorelasikan dengan faktor-faktor
penentu, misalnya arah dan kecepatan angin, sosek, geomorphologi, dsb?

Tulisan ini tidak menyarankan untuk selalu menggunakan metode


paling canggih. Metode mana yang diambil hendaknya disesuaikan dengan
tujuan. Jika si Bos minta rekap jumlah hotpspot per kabupaten, jangan
berikan peta heatmap.
Membuat Trayek Ukur dengan ArcGIS dan MS Excel
By Beni Raharjo March 7, 2015
Trayek ukur adalah rute yang dibuat dalam segmen-segmen pengukuran
yang biasanya dilakukan dengan menggunakan alat ukur terestris seperti
kompas/tali, To atau TS. Dalam pengukuran mikro yang menuntuk akurasi
tinggi, seperti pengukuran bidang lahan, alat ukur terestris lebih baik
digunakan daripada GPS. Berikut adalah contoh bagaimana ArcGIS dan MS
Excel
bisa
digunakan
untuk
membuat
Trayek
Ukur
tersebut.
Tahap 1. Buat project di ArcGIS dalam sistem proyeksi planar, misalnya UTM
Tahap 2. Buat POLYLINE trayek pada ArcGIS seperti contoh berikut

Tahap 3. Polylune tersebut di atas memiliki informasi koordinat pada START,


VERTICES, dan ENDS sehingga hanya ada 4 (empat) buah informasi
koordinat. Kita perlu prosedur konversi POLYLINE menjadi POINT dalam
segmen misalnya setiap 500m. Kita akan coba Xtools Pro untuk

mengkonversi POLYLINE ke POINT dalam segmen (Bisa juga menggunakan


Ekstensi ET Geowizard)
Tahap 4. Klik pada menu Xtools Pro > Feature conversions > Convert
features to points

Tahap 5. Pilih Input, Output, dan mode Equidistant Points (fixed interval)
seperti di bawah ini

Klik OK
Tahap 6. Berikut adalah contoh hasil konversi

Tahap 7. Lakukan supervisi. Cek pada setiap BELOKAN. Kalau perlu point
bisa digeser/hapus menyesuaikan dengan BELOKAN tersebut. Cek juga pada
bagian END.

Tahap 8. Buka tabel dari POINT. Ada dua hal yang harus dilakukan, yaitu
memberikan nomor urut dan XY seperti berikut

Field [ID] dibuat dengan mendasarkan kepada field [FID]. Jika sudah
menghapus beberapa point, maka field ini harus dihitung ulang
Field [X,Y] dihitung dengan Xtools atau operasi table biasa
Tahap 9. Eksport Tabel ke MS Excel. Baca Artikel tentang konversi data
atribut ke MS Excel
Tahap 10. Di MS Excel, tambahkan kolom trayek. Perhatikan formula pada
fx.

Catatan: Mengisi trayek bisa dilakukan manual, tetapi kalau jumlah titik
ribuan alangkah capeknya
Tahap 11. Tambahkan kolom Jarak. Hitung jarak setiap taryek dengan
formula Phytagoras seperti pada komol formula (fx).

Tahap 12. Menambahkan kolom Azimuth (derajat). Menghitung azimuth


dilakukan dengan menggunakan formula sederhana arctan dx/dy, namun
dalam penulisannya cukup kompleks

Tahap 13. Terkadang diperlukan juga satuan sudut dalam Derajat-MenitDetik (DMS). Kolom Az pada gambar di atas adalah dalam Decimal Degree
(DD) sehingga perlu dilakukan penghitungan/konversi dari DD ke DMS.

Tahap 14. Tambahkan hiasan : judul, garis, dsb


Tahap 15. Print trayek maka trayek siap di bawa ke Lapangan
Have fun.

SATUAN KELERENGAN, PERSEN VS DERAJAT


By Beni Raharjo Kelerengan (slope) sering dinyatakan dalam satuan DERAJAT dan PERSEN.
Kelihatannya mudah sekali mengkonversi antar keduanya. Tetapi terkadang,
kita sering tertukar dan salah mengkonversi satuan. Satuan DERAJAT
mungkin sudah sangat dipahami secara umum. Sangat jarang saya
menemukan ada kesalahan pemahaman tentang satuan ini. Jika rata
satuannya 0o, jika miring antara rata dan tegak itu 45o, dan jika bukit terjal
satuannya 90o.
CONTOH KESALAHAN YANG PALING UMUM ADALAH BAHWA JIKA
KELERENGAN ITU TEGAK, MAKA SATUANNYA ADALAH 90 OATAU 100%.
PADAHAL SEHARUSNYA TAK TERHINGGA PERSEN, BUKAN 100%. SEDANGKAN
100% ITU SAMA DENGAN 45O

Gambar 1. Penggunaan satuan derajat 0o, 45o adn dan 90o


Satuan PERSEN sering salah dipahami. Berapa persen kah 0 o, 45o, dan
90o tersebut? Definisi satuan PERSEN dalam kelerengan adalah tangen dari
kelerengan tersebut. Kita ambil contoh angka 45 o, maka
Kelerengan 45o = Kelerengan tan (45) satuan persen
Atau jika mau angkanya sudah dalam bentuk persen, maka formula di atas
menjadi
Kelerengan 45o = Kelerengan 100 x tan (45) persen

Dari gambar di atas jelas bahwa kelerengan 45 o itu sama dengan 100%.
Dengan formula tangen, kita bisa menghitung berapa persen kelerengan
pada satuan derajat seperti pada tabel berikut.

Dari table di atas jelas bahwa angka persen dalam kelerengan sampai tak
terhingga. Angka persen dalam kelerengan tidak dibatasi sampai 100%
karena angka 100% hanya menunjukan kelerengan 45 o.
Semoga bermanfaat.
MENGHITUNG AZIMUTH DAN JARAK DENGAN MS EXCEL
By Beni Raharjo March 8, 2016
Pengguna GIS sering memiliki tugas untuk membuat seri jarak dan azimuth
dari trayek ukur yang dapat berupa garis atau urutan titik-titik. Data tersebut
digunakan untuk melakukan ploting garis atau rangakaian titik-titik di
lapangan. Setelah desain trayek ukur dibuat di komputer, selanjutnya
bagaimana membuat daftar azimuth dan jarak dari urutan titik-titik pada
trayek ukur tersebut?
Untuk cakupan areal yang tidak terlalu luas, sehingga kelengkungan bumi
dapat diabaikan, maka perhitungan azimuth dan jarak dapat dilakukan
dengan perangkat lunak sejuta umat, yaitu MS Excel, dengan tampilan
seperti pada gambar berikut.

Untuk menggunakan MS Excel untuk penghitungan azimuth dan jarak,


pengguna harus memperhatikan hal-hal berikut.
1. Trayek ukur berbentuk garis harus dikonversi ke point dengan jarak
tertentu atau dengan jumlah titik tertentu. Metode konversi tidak dibahas
pada posting ini.
2. Urutan titik-titik hasil konversi sudah harus urut sesuai dengan trayek ukur
3. Jika terdapat object di luar trayek yang perlu dihitung azimuth dan jarak
dari salah satu titik di dalam trayek, format harus dimodifikasi, atau dibuat
trayek baru
4. Data koordinat planar X dan Y harus sudah dihitung pada software GIS
dalam sistem koordinat planar (UTM, TM3, Koordinat lokal, dsb)
5. Kolom Jarak, Degree, D, M dan S dihitung menggunakan formula pada MS
Excel
6. Nilai sel pada kolom Jarak, Degree, D, M dan S sebaiknya di-copy-paste
sesuai dengan jumlah/panjang trayek
7. Form ini hanya berlaku untuk koordinat planar X, Y. Lengkung bumi
diabaikan. Oleh karena itu jangan digunakan untuk panjang/cakupan trayek
lebih dari 30 km.
Download file MS Excel di SINI
DOWNLOAD DATA CURAH HUJAN TRMM UNTUK SUATU AREA
By Beni Raharjo Data (estimasi) curah hujan dari Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM,
NASA) sangat berguna sekali untuk analisis dalam cakupan yang cukup luas.
Berikut adalah tutorial untuk download data curah hujan TRMM dengan
hanya menggunakan browser.
1. Persiapan

Siapkan dulu area of interest (AOI) berupa bounding box, yakni berupa kotak
imaginer yang meliputi area study atau wilayah yang ingin diketahui data
curah hujannya.

Pada kawasan Taman Nasional Way Kambas di atas diketahui bahwa batas
AOI adalah 105.45 BT 106.08 BT dan 4.60 LS 5.27 LS.
Pada kawasan Taman Nasional Way Kambas di atas diketahui bahwa batas
AOI adalah 105.45 BT 106.08 BT dan 4.60 LS 5.27 LS.
2. Kunjungi link TRMM
Untuk download data satu kawasan, kunjungi Online Visualization and
Analysis
System
(TOVAS)
di http://disc2.nascom.nasa.gov/Giovanni/tovas/TRMM_V7.3B42.2.shtml
3. Pilih tipe data
Terdapat banyak tipe data hasil derivasi dari satelit TRMM. Untuk tutorial ini
kita pilih data curah hujan per 3 jam. Pilih 3-hourly TRMM and other rainfall
estimate (3B42 V7)

Tipe data TRMM


4. Masukan koordinat bounding box yang sudah disiapkan pada
Langkah 1

Cakupan AOI TRMM


5. Pilih tipe output data curah hujan
Untuk tutorial ini dipilih data dalam satuan mm/jam dengan tipe Time Series
Area Averaged dan cakupan tanggal seperti pada gambar di bawah

Jika semua pengaturan sudah benar, Klik pada ASCII OUTPUT


6. Keluaran dalam format teks (ascii)
Jika semua tahapan dilakukan dengan benar, akan muncul pada jendela
browser baru seperti di bawah ini.

Terkadang akan muncul pesan error jika kita memberikan querry yang terlalu
panjang, misalnya dikarenakan rentang tanggal yang terlampau jauh
sehinnga jumlah baris yang dihasilkan harus sangat panjang. Jika terjadi
error seperti demikian, bagi rentang tanggal menjadi segment-segment yang
relative pendek (misal per 1 bulan) dan lakukan berkali-kali querry untuk
setiap segment waktu tersebut.
Have fun

CARA MEMBUAT KELAS KEMIRINGAN LERENG


Cara membuat kelas kemiringan lereng dengan menggunakan data
DEM(GDEM ASTER/SRTM)di ArcGIS. Hal pertama yang harus dilakukan yaitu
cari posisi yang pas atau PW agar ngerjainya lebih enak dan nyaman.
setelah itu anda juga harus mempunyai data SRTM atau GDEM ASTER
sebagai data dasar untuk pembuatan kemiringan lereng suatu daerah.
Setiap data SRTM dan GDEM ASTER direkam per sheet menyebabkan batas
administrasi suatu daerah terkadang masuk dalam sheet tersebut maupun
membutuhkan 2 sheet untuk memenuhi suatu daerah. Maka dari itu
diperlukan pemotongan data dan atau mosaik data. Langsung saja kita pada
tutorialnya:
Sebelum masuk ke tutorialnya sebaiknya proyeksi dan koordinat data DEM
menggunakan satuan meters (UTM). Cara Merubah Proyeksi
DOWNLOAD GDEM ASTER: USGS / EARTHEXPLORER /ECHONASA
Hal pertama yang dilakukan yaitu croping data atau pemotongan data. Jika
anda sudah memiliki data SRTM atau GDEM ASTER langsung masukkan data
tersebut dan daerah yang anda inginkan (batas administrasi).

di sini saya menggunakan data SRTM dan batas administrasi wilayah


kabupaten Wonosobo. Potong SRTM tersebut menggunakanextract tool yang
berada di ArcToolBox > Spatial Analys Tools > Extraction > Extract by
Mask. Masukkan data SRTM sebagai input raster dan data administrasi
sebagai feature mask, Atur juga output atau tempat penyimpanannya
dihardisk (usahakan dalam satu folder beserta projectnya/*.mxd) kemudian
klik OK, seperti gambar di samping kiri:

Data SRTM yang sudah dipotong tadi kemudian kita Slope (kemiringan
lereng) dengan cara klik Spatial Analyst > Surface Analyst kemudaian pilh
Slope, lalu muncul jendela Slope, masukkan SRTM yang sudah dipotong
sebagai input Surface, measurement pilih Percent, Z factor dapat anda isi
dengan angka 1 (sesuai standard/default), output cell size bisa anda rubah
sesuai kebutuhan semakin kecil nilainya maka nilai piksel juga anakn
semakin kecil (resolusi spasial), Output sesuai tempat penyimpanan anda
kemudian klik OK. seperti gambar dibawah:

Setelah menunggu beberapa menit, jadilah kemiringan lereng tersebut,


tinggal dikelaskan sesuai kelas kemiringan lereng yang sudah ada, seperti;
Van Zuidam, Arsyad, USSSM (United Stated Soil System Management), USLE
(Universal Soil Loss Equation), Dinas Pemerintah Indonesia, dan masih
banyak sekali klasifikasi kemiringan lereng yang digunakan sesuai
kebutuhan dan tujuanya. untuk merubah kelas kemiringan lereng, masuk ke
toolbar spatial analys > reclasification > setelah muncul jendelanya disana
anda disuruh untuk mengatur kelas klasifikasinya, ada berbagai pilihan yang
terdapat disana seperti natural breaks, standard deviasi, minimum,
maximum, manual. disini menggunakan metode manual agar bisa sesuai
dengan klasifikasi kemiringan lereng yang digunakan (contoh yang
digunakan klasifikasi milik Van Zuidam) anda tinggal menuliskan tingkatan
angka yang sesuai klasifikasi seperti gambar disamping kanan dengan
bulatan warna hitam.

Langkah terakhir agar hasil klasifikasi tadi dapat digunakan sebagai bahan
analisis dengan data yang lain, maka hasil tersebut di convert ke vektor
dengan menggunakan tool Raster to Polygon yang seperti gambar dibawah,
input raster yaitu data raster hasil slope, field (optional) berarti tidak wajib
diisi atau biarkan default saja, output sesuai tempat penyimpanan, dan
centang Simplify polygon aga terliha lebih halus. Setelah conversi dilakukan,
agar hasil terlihat lebih halus kita menggunakan tool Dissolve atau tool
penyederhana. atau tidak terlalu ribet dalam atributnya. atribut yang di
dissolve yaitu field gridcode.

MODEL DATA PERMUKAAN TIN (TRIANGULATED IRREGULAR


NETWORK) DI ARCGIS 10

TIN adalah suatu struktur data digital yang digunakan dalam suatu sistem
informasi mengenai ilmu bumi GIS yang digunakan untuk menyajikan bentuk
permukaan bumi. TIN berupa garis vektor yang digunakan untuk menyajikan
bentuk permukaan bumi dengan 3 dimensi (x,y,z) dan diatur dalam suatu
jaringan segitiga non overlapping/ tidak bertampalan. TIN berupa data raster
diperoleh dari data tinggi Digital Elevation Model.

TIN akan menghasilkan informasi yang padat pada daerah yang kompleks,
dan informasi yang jarang pada daerah yang homogen. Triangle selalu
mempunyai tiga node dan biasanya mempunyai tiga tetangga triangle,
namun triangle di pinggir biasanya hanya mempunyai satu atau dua
tetangga.

Triangle
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J

Node
1-5-9
1-2-5
2-4-5
2-3-4
3-4-6
4-5-6
3-6-7
6-7-8
5-6-8
5-8-9

Tetangga
B-J
A-C
B-D-F
C-E
D-F-G
C-E-I
E-H
G-I
F-H-J
A-I

Keuntungan pengunan TIN dibandingkan DEM dalam analisa dan pemetaan


antara
lain
:
1. Data lebih akurat dalam menyajikan date permukaan bumi
2.
Data
berubah
berdasarkan
suatu
algoritma
3.
Penyimpanan
Data
masukan
lebih
fleksibel
4. Dapat menampilkan permukaan bumidalam bentuk 3 dimensi.

Model data digital ini dapat dibuat menggunakan software ArcGIS, berikut
langkah awal hingga akhir, agar kita mengetahui bentuk dari model TIN.
1. Berikut penampakan titik yang siap diolah

2. Untuk membuat TIN digunakan fitur 3D Analyst yang ada pada ArcGIS,
Pada Toolar 3D analyst > Create/Modify TIN > Create TIN from featues

3. Akan muncul jendela berikut, maka aturlah height source sesuai data
ketinggian yang dimasukan, serta lokasi output file Data TIN

4. Klik OK dan tunggu hingga proses selesai berikut hasil model data TIN

5. Berikut penampakan Model TIN dengan kelas interval yang berbeda

CROPPING FILE DEM/IMAGE MENGGUNAKAN BATAS WILAYAH


Melanjutkan pembahasan soal mendonwload data DEM ataupun Citra Satelit,
sebelum digunakan ada kalanya data tersebut perlu dipotong sesuai
kebutuhan
agar
file
yang
ada
tidak
terlalu
besar.
Proses
pemotongan/cropping
bisa
mudah
dilakukan
menggunakan
tool CLIP di Raster Processing-nya ArcMap. Yang dibutuhkan disini adalah
file poligon wilayah yang diperlukan. Sebagai contoh, saya akan memotong
DEM hasil gabungan untuk wilayah Bali. Disini saya menggunakan poligon
pulau Bali. Sebelum melakukan crop, pastikan data DEM/Image mempunyai
proyeksi coordinat yang sama dengan data poligon.
Berikut caranya:
1. Tampilkan dilayar data DEM hasil gabungan dengan data poligon pulau
Bali

2. Buka Data Management Tools - Raster - Raster Processing - Clip

3. Isikan input raster (file yang akan dipotong) dan output extent (file poligon
untuk memotong). Beri nama output file di Output Raster Dataset. OK
(tunggu proses selesai)

4. Hasil cropping sudah siap digunakan untuk pengolahan selanjutnya.


Mudah kan?

Menggabungkan Data DEM Menggunakan Mosaic Tool di ArcMap


Data DEM hasil download dari ASTER GDEM untuk satu lokasi bisa terdiri dari
beberapa file. Misalnya untuk pulau Bali terdiri dari 4 file. Sebelum
digunakan atau diolah lebih lanjut, 4 file tersebut bisa digabungkan terlebih
dahulu. Salah satu cara yang bisa dipakai adalah menggunakan
Tool "Mosaic To New Raster" yang ada pada ArcToolBoox di ArcMap.
Berikut caranya :
1. Buka ArcToolBox di ArcMap. Pilih Data Management Tools - Raster Raster Dataset - Mosaic To New Raster

2. Pada Input Raster, masukkan keempat data DEM yang mempunyai akhiran
: dem.tif.

3. Pilih folder pada Output Location. Beri nama output, tambahkan file
extension sesuai kebutuhan. Misalnya untuk file IMAGINE saya
menambahkan ext : .img

4. Tunggu proses mosaic sampai selesai


5. File DEM gabungan sudah siap digunakan.

6. Mudah, simpel dan cepat sekali kan?

MATERI BASIC
1.
Pengantar GIS dan ArcGIS
2.
Koreksi Geometri
3.
Editting dan input Data
Join dan Relates
Data Atribut
Digitasi
Plotting
Query
Select By Atribut
4.
3D
TIN
IDW
Kriging
Arc Scene
Section
Materi Advance

1.
2.
3.
4.
5.

Bahasa Program
Web GIS
Mobile GIS
Analisis Spasial
Basis Data dan Penginderaan Jauh

1.
PENGANTAR
Geographic Information System ( GIS )
GIS: adalah suatu sistem komputer yang dapat memasukkan, mengolah
(manipulasi ) dan menghasilkan sebuah data yang memiliki nilai spatial.
Menurut Prahasta : GIS merupakan sejenis software yang dapat digunakan
untuk
pemasukan, penyimpanan, manipulasi, menampilkan, dan keluaran
informasi
geografis berikut atribut-atributnya.
Komponen SIG Terdiri dari lima komponen yang saling terintegrasi :
1.
Perangkat keras (Hardware ),
2.
Perangkat lunak (software),
3.
Data ,
4.
Manusia dan
5.
metode yang digunakan
Proses Pengolahan Dalam SIG :
Input Data (Vektor, raster, tabular) Proses (metode) Output Data (Peta)
Fungsi SIG :
SIG merupakan suatu sistem yang dapat digunakan untuk menganalisis data
spatial (keruangan ) sehingga dapat digunakan dalam berbagai aplikasi
pengolahan data untuk kebencanaan , perencanaan kota , kesehatan ,
penggunaan lahan, dan lain lain.
Kebencanaan Analisis kemungkinan bahaya sepertibanjir, longsor, Rob,
Peta Jalur Evakuasi
Perencanaan RDTW, RTRW
Kesehatan Analisis daerah pemukiman, peta persebaran penyakit, kualitas
air, kepadatanpenduduk
Perkebunan Sawit Mengetahui sawit yang matang dari warna
menggunakan citra, digitasi untuk pola penanaman sehingga tahu
produktivitas, topografi daerah sawit, cari tinggi pohon sawit.
Laut Analisis gaeis pantai, (pasut dg buffering), peta terumbu karang,
topografi laut.

Penggunaan lahan Kesesuaian lahan, (pegunungan, pemukiman, industri,


penyangga/hutan lindung, lindung/hutan tapi luwes)
Penentuan batubara menggunakan analisis spasial dengan parameter :
Jenis tanah, topografi, kandungan tanah, jenis batuan (litologi)
Irigasi Topografi (Cross dan Long Section, kontur, cut n fill)
(Parameter bisa dari literatur)
Program perangkat lunak yang dapat digunakan untuk pengolahan
data SIG antara lain :
1. ArcGis Spasial lengkap
2. ArcView Spasial
3. Global Maper Topografi
4. Ermaper Penginderaan Jauh
5. Envi Penginderaan Jauh
6. Surfer Topografi
7. Erdas Spasial dengan bahasa pemrograman
Software ArcGis
ArcGis merupakan suatu software yang diciptakan oleh ESRI yang digunakan
dalam
Sistem Informasi Geografi. ArcGIS merupakan Software pengolah data
spasial yang
mampu mendukung berbagai format data .
Sub-software :
1. Arc Map
2. Arc Catalog
3. Arc Toolbox
4. Arc Globe
A. Tampilan Software ArcGis
Dekstop ArcGis terdiri dari 4 modul yaitu Arc Map, Arc Catalog, Arc Globe,
dan Arc
Toolbox.
Arc Map mempunyai fungsi untuk menampilkan peta untuk proses, analisis
peta, proses editing peta, dan juga dapat digunakan untuk mendesain
secara kartografis.
Arc Catalog digunakan untuk management data atau mengatur managemen
filefile, jika dalam Windows fungsinya sama dengan explor.

Arc Toolbox digunakan untuk menampilkan sejumlah toolbox yang memiliki


fungsi berbeda terutama berkaitan dengan fungsi spatial analisis.
Arc Globe dapat digunakan untuk data yang terkait dengan data yang
universal, untuk tampilan 3D, dan juga dapat digunakan untuk menampilkan
geogle earth.
B. Graphical User Interface ( GUI ) ArcGis
Semua Fungsi yang ada dalam Software ArcGis dipanggil melalui tampilan
Graphical User Interface ( GUI ) .
Untuk mempermudah dalam menjalankan serta mengoptimalkan fungsi
yang ada
dalam ArcGis maka pengguna harus mengetahui bagian dari GUI secara
mendalam.
1. Menu Bar
2. Status Bar
3. Tool Bar
4. Button Bar
5. Command Line
Catatan :
Sebaiknya sebelum memulai menggunakan ArcGIS lebih baik menentukan
proyeksinya terlebih dahulu pada layer klik kanan properties Sistem
Koordinat dipilih WGS 1984 UTM Zona 49S (Wilayah Jogja).
Tahap Koreksi Citra
Koreksi Geometri Perbaikan Posisi (GCP)
Management Data Perbaikan Proyeksi (WGS 1984 UTM 49S)
Mozaik Penggabungan Citra
Koreksi Radiometri Perbaikan Warna (Histogram)
Fusi dan Ortho Perbaikan ketegakan
2.
KOREKSI KOORDINAT
Sebagai langkah awal dalam memproduksi data spatial dalam format digital ,
peta analog (berupa print out atau cetakan ) yang merupakan hasil dari scan
di ubah terlebih dahulu kedalam format data yang dapat terbaca ke dalam
software ArcGis. Format gambar digital yang umum digunakan data ArcGis
Tiff, Bmp. Jpg , Img , Gif
Georeferencing
Georeferencing merupakan proses transformasi koordinat pada data raster
dari

koordinat digitizer atau scanner ke koordinat real-world, hal ini dilakukan


karena
dimungkinkan adanya distorsi koordinat pada data peta digital yang kita
gunakan.
Banyak nya titik ikat (GCP ) yang kita gunakan dalam melakukan
georeferecing
bergantung pada kondisi topografi daerah yang kita kaji. Semakin terjal
daerahnya
maka GCP yang kita gunakan semakin banyak.
Penyebab kesalahan sehingga harus di Georeferencing karena
Bentuk bumi bulat tetapi harus ditampilkan dalam bidang datar 2D
Kesalahan Penyiaman
Scan Peta Lama
A. Koreksi Geometri
Cara Koreksi Geometri
1.
Map (Terkoreksi) to Map (Blm)
2.
Map to Image
3.
Map (Blm) Rektifikasi
x

x
x

x
Benar

x
Benar
x adalah GCP / titik ikat

x
x
x
x
Salah

Ketentuan GCP
Perempatan Jalan
Cabang Sungai
Bangunan / Instansi
Karena
Terlihat
Merupakan Perpotongan
Alih fungsi lahan
Nilai RMS adalah :
ketepatan transformasi koordinat peta raster dalam proses georeferencing,
dimana

perhitungannya dilakukan dengan membandingkan posisi koordinat referensi


( X map
dan Y map ) dengan posisi titik tersebut pada peta peta raster yang yang
telah
ditransformasikan koordinatnya.
Perbedaan posisi kedua titik ini disebut residual
error, total dari residual error inilah yang menghasilkan nilai RMS eror
dimana
angka yang dihasilkan menunjukan kosistensi transformasi antara titik
kontrol yang
ada.
Ketentuan RMS (Sumber BIG)
Batas Toleransi RMS total adalah Bil Skala x 0,2 mm lalu rubah ke meter
Ex :
Skala 1 : 25000 maka batas toleransinya 5 m
Skala 1 : 50000 maka batas toleransinya 10 m
Proses Koreksi Geometri
Untuk memasukkan GCP pilih Add Control Point lalu pilih titik yang memiliki
koordinat
Klik titik tersebut lalu klik kanan input X dan Y masukkan koordinatnya.
Ulangi langkah tersebut min 4 GCP
Note :
Semakin luas dan curam daerahnya harus diberi GCP lebih banyak.
Setelah itu pilih View Link Table untuk melihat RMS
Peta memiliki skala 1 : 50000, dengan toleransi 10m maka Total RMS <10m
sudah memenuhi toleransi.
Untuk menyimpan data yang telah dikoreksi geometri pilih Georeferencing
lalu ada 2 pilihan
Jika ingin Save (Data awal akan hilang) maka pilih Update Georeferencing
Jika ingin Save As (Data awal di Back Up) maka pilih Rectify
B.
Management Data
Buka Arc Catalog select folder dimana peta yang terkoreksi tersimpan klik
kanan pilih property Edit pada Spatial reference nya.
3.
A.
-

INPUT DATA DAN EDITTING


Input Data
Menggunakan Add data

Menggunakan Arc Catalog


B.
Digitasi
Digitasi peta adalah proses mengubah peta dari format raster ke format
vektor. Data Raster ini dapat berupa peta analog maupun image Remote
sensing yang berupa softcopy. Format data yang dapat dibaca oleh ArcGis :
Shp, tiff, jpg, dwg, prj dll.
Digitasi Raster

Vektor Scan

Terdapat 3 metode digitasi yang dapat dilakukan menggunakan ArcGis yaitu


1.
Metode Otomatis Untuk citra pancromatic (Hitam Putih)
2.
Metode Semi Otomatis Streaming (F8)
Digitasi langsung tanpa harus klik
Lebih : Halus dan cepat
Kurang : Tidak bisa tegak lurus
3.
Metode Manual
Lebih : Mudah untuk pemula dan bisa tegak lurus
Kurang : Kaku dan kasar
Note :
Skala digit = 0,5 x skala layout ( Agar informasi peta valid )
Misal : digit di diskala 1 : 1000 maka skala full peta 1 : 2000
Karena selokan terlihat diskala 2000 tapi tidak akan terlihat di skala 10000
Proses Digitasi
a. Membuat ShapeFile ( SHP ) baru Catalog window pilih folder lokasi
penyimpanan data - klik kanan new shapefile.
b. Isikan nama file yang akan digitasi pada feature type isikan tipe data
baik point, polyline atau polygon atur spatial reference nya edit dan
isikan sesuai dengan proyeksi spatial data anda - ok
Ex : Edit select projected koordinat systems - UTM WGS 1984
Southern Hemisphere WGS 1984 zona 48S.prj
c. Atur terlebih dahulu sistem proyeksinya ( spatial reference ) ( sistem
proyeksi yang digunakan berdasarkan daerah yang akan di petakan , dimana
setiap daerah akan memiliki nilai yang berbeda )
d. Digitasi On Screen
Proses digitasi on-screen adalah digitasi yang dilakukan pada layar monitor
komputer dengan memanfaatkan berbagai perangkat lunak sistem informasi
geografis. Data yang digunakan merupakan peta Hard copy yang telah
dilakukan scaning serta georeferencing terlebih dahulu.

Aktifkan toll bar Editor


Klik customize toll bar Editor
Memulai digitasi :
Add shp yang telah kita buat ( sungai ) - Editor star editing maka akan
muncul toll box seperti dibawah ini
Dalam proses digitasi jangan lupan aktifkan tool snaping nya terlebih dahulu:
Editor Snapping snapping tool bar
Setelah selesai melakukan digitasi klik editor save edits stop edits
Note :
Untuk digitasi sebaiknya skala dikunci dengan cara view Data Frame
Properties Fix Scale
Untuk lebih cepat gunakan straming.
C. Input data atribut
Data atribut digunakan untuk memberikan identitas atau label pada setiap
data grafis yang kita miliki. Dengan adanya data atribut akan mempermudah
kita dalam melakukan analisis spatial.
a. Memulai Editing data atribut
Data yang akan kita gunakan adalah data hasil digitasi batas Administrasi
Kab. Padang
open attribute table add file isikan nama kolom type
Nb : Type yang digunakan bergantung pada kebutuhan dari atribut yang kita
isikan. Jika
data berupa text maka type yang digunakan text , jika data berupa angka
maka type
menggunakan short interger
b. Select Data
Select by atribut : Digunakan untuk memilah data mana yang akan kita beri
atribut ,
select data by atribut juga sangat membantu dalam melakukan entri data
atribut dalam
jumlah besar fungsi lainnya yaitu mempermudah kita dalam memfokuskan
data mana
yang akan kita analisis.
Open attribute table table options select by attribute

Query Builder
Query builder sangat berfungsi dalam melakukan analisis spasial, dimana
kita dapat
memfokuskan obyek wilayah kajian. Data akan ditampilkan sesuai keinginan
kita tanpa
harus menghapus data secara permanen ( baik dipotong atau di hapus )
Sebagai contoh : Peta Kab Bantul kita hanya ingin menampilkan Kec. Sedayu
sedangkan Kecamatan lain tidak kita tampilkan atau malah sebaliknya.
Klik kanan Bantul properties Definition query Query builder - ok
Rumus dalam penulisan Builder harus diperhatikan karena berkaitan dengan
data mana
yang ikin kita fokus kan atau kita buang .
Query Builder :
Rumus Quiry Builder :
= OR Data yang ingin ditampilkan
<> AND Data yang tidak ingin ditampilkan
c. Pengisian data attribute menggunakan bantuan field calculator
pengisian data atribute dengan bantuan field calculator disini memberi
kemudahan bagi
kita apabila atribute tabel dalam beberapa baris dengan kolom yang sama
serta data
sama maka kita cukup menggunakan menu ini sehingga secara otomatis
data akan
terisi semua ( Syarat data terlebih dahulu terselect ).
klik kanan pada kolom yang akan kita isikan data nya field calculator
tuliskan data
yang akan kita isi .
d. Convert Polyline to polygon
Tujuan convert data vektor polyline to polygon yaitu menggubah data
digitasi yang
merupakan suatu polygon namun kita menginkan data tersebut memiliki
type data polyline
atau sebaliknya . Hal ini akan sangat membantu ketika kita membuat batas
administrasi
suatu wilayah.

Arc toolbox Data management tools - feature feature to polygon


Klik kanan Delete
start edit lalu Merge

DiSelect poligon kecil dan poligon besar (Shift)

e. Joint Data dan Related Tabel


1.
Joint Data
Joint data ialah mengabungkan atribut tabel pada data spatial dengan data
atau informasi lain yang masih berupa data tabular dalam bentuk excel
sehinnga keduanya menghasilkan sebuah informasi baru.

Data yang akan kita gunakan dalam pelatihan ini yaitu data
kab.Bantul dengan data bantul.

Buka kedua data tersebut , dan pastikan format data bantul telah
berubah menjadi format dbf, yang semula masih berupa format xls add data
bantul.xls buka atribute tabel - table options export pilih lokasi
penyimpanan data ubah format data menjadi file and personal
geodatabase tables save .

Buka data atribut kabupaten bantul table options joints and relates
-joints ok

Pilih data yang akan kita joint serta pastikan id data yang akan kita
join sama

Gunakan id berupa angka hal ini untuk menjaga kosistensi pengisian


data atribut yang nanti akan di jadikan id . Usahakan minimal 1 ID antar
kedua data sama (ex: Kelurahan)

Atribut data yang telah di joint secara otomatis akan menjadi satu ,
agar data dapat permanen maka perlu dilakukan eksport data menjadi
format shp yang baru, jika tidak dia akan kembali ke data semula.
2.
Relates Tabel
Pada dasarnya relates tabel memiliki fungsi sama dengan joint tabel namun
pada related tabel data tidak akan bergabung menjadi satu, ia akan
membuat link atau hubungan antara data tabular dengan atribut data
spatial. Syarat yang harus dipenuhi dalam related sama ketika kita
melakukan joins yaitu id harus sama.

Buka data atribut kabupaten bantul table options joints and relates
- relates ok

Pilih data yang akan kita relates serta pastikan id data yang akan kita
relates sama


Gunakan id berupa angka hal ini untuk menjaga kosistensi pengisian
data atribut yang nanti akan dijadikan id .

Agar data tabel excel dapat dibuka sempurna oleh Arcgis maka harus
dieksport ke .dbf
f. Input Data GPS dan joint Excel gogo
1.
Input Data dari GPS
Dalam sebuah pemetaan seringkali dibutuhkan data lapangan yang telah
memiliki nilai koordinat, dimana data ini dapat digunakan sebagai bahan
data analisis . Sebagai contoh data lapangan : titik koordinat dari GPS

Download data GPS dengan format .gpx menggunakan Garmin,


dimana data yang diperoleh harus di export kedalam format xls, lalu diexport
ke .dbf agar dapat dibaca oleh ArcGis.

Buka software Garmin File loud form file pilih data waypoit
(karena data berupa point) File save to file ok
Waypoint untuk data titik
Track untuk data garis tunggal
Route untuk data garis yang memiliki pesimpangan
Untuk merubah .gpx jadi .dbf
2.
Joint data excel gogo ( Ploting data )
Data lapangan yang berasal dari GPS sering kali digunakan dalam sebuah
pemetaan. Data dari GPS terkadang tidak bisa secara otomatis dapat kita
lakukan ploting dalam ArcGis, sehingga perlu dilakukan perubahan format
data. Data ecxel sangat memungkinkan untuk dibaca oleh ArcGis sehingga
data dapat dilakukan ploting.
Fungsi Plotting

Untuk cek koordinat GCP dipeta dengan di lapangan

Untuk interpretasi cek lapangan (apakah sesuai Reinterpretasi)

Pengukuran topografi untuk buat kontur


Add data latihan 2 ( koordinat daerah prospek )
Klik kanan Display XY data mucul tabel dibawah ini - isikan data sesuai
yang ada
pada jendela
Tampilan spasial hanya bersifat sementara maka kita export data menjadi
.shp

Perhitungan Luas dan Panjang


1.
Luasan
Dalam analisis spatial kita sering kali membutuhkan informasi
perhitungan luas maupun panjang dari sebuah data spatial .
Hitung Luas Kecamatan Kab Bantul serta panjang sungai yang ada di
wilayah Kab.Padang
Buka Peta Kab.Bantul pada latihan 3, tambahkan satu kolom untuk
menghitung luas (tambahkan satu kolom field dengan nama luas )
Klik kanan Atribute tabel field add field beri nama kolom luas
Sorot kolom Luas klik kanan calculate geometry
2.
Panjang
Langkah yang dilakukan dalam menghitung panjang hampir sama dengan
menghitung
luas , namun pada property yang digunakan adalah length
Buat kolom field baru untuk panjang sorot kolom panjang klik kanan
calculate geometry - ok
3.
3D ANALISIS
Untuk menampilkan dan mengolah data yang berkaitan dengan data 3D
Menampilkan data 3D
Data yang memiliki nilai ketinggian
Kontur Garis yang merepresentasikan ketinggian yang sama
Vektor (Titik Ketinggian) Raster (Nilai tinggi, pixel) Vektor (Kontur)
TIN ( Trianggulasi Irreguler Network )
TIN adalah model data vektor yang berbasiskan topologi yang digunakan
untuk
mempresentasikan data permukaan bumi.
TIN menyajikan model
permukaan sebagai
sekumpulan bidang-bidang kecil yang berbentuk segitiga yang saling
terhubung.
Aktifkan terlebih dahulu extention 3D Analis dan spasial analis, jika keduanya
tidak aktif
maka proses pembuatan TIN tidak dapat dilakukan.
Customize 3d Analist
Data yang di ploting (koordinat gabungan ) sebaiknya di export terlebih
dahulu, agar

kita tidak berulang kali memploting data dan tersimpan secara permanen
formatnya.
Aktifkan arc Toolbox 3D analyst tool TIN management creat TIN ok
Edit TIN Properties simbology Classify Method Equal Interval (Bagi
rata sec Otomatis)
Lalu buat konturnya
Menentukan Kontur Mayor
2. Interpolasi Kontur
Kontur adalah garis hubung antara titik-titik yang mempunyai ketinggian
yang sama. Garis yang dimaksud disini adalah garis khayal yang dibuat
untuk menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian yang sama .
IDW
Buat Kontur
Kriging
Buat Kontur sama seperti IDW
3. Menampilkan data dalam ArcScene
ArcScene merupakan aplikasi yang
menampilkan petapeta
kedalam bentuk 3D.

digunakan

untuk

mengolah

dan

All program ArcGis ArcScene - Add data clip_tin1


Agar tampilan 3D kita jauh lebih menarik dan mudah untuk dilakuakn analisa
maka dapat kita atur melalui simbology
Tampilan untuk Elevation Klik kanan data pada scene layer (data
clip_tin1) Properties
Memperbesar topografi agar jauh lebih terlihat kenampakan secara
visualisasinya.
Maka akan muncul tampilan jendela seperti dibawah ini:
Pada nilai vertical exaggeration kita ubah menjadi lebih besar misal 2 atau 5.
Fungsi Arc Scene

Untuk Penentuan lokasi BTS, (Buffer agar mengetahui jangkauan


sinyal)

Untuk analisis topografi


4. Penampang Melintang

Penampang melintang : digunakan untuk melihat kondisi sebuah topografi


yang kita iris
garis dari samping secara melintang pada sebuah kontur.
Add data Clip_tin1 aktifkan toll 3D Pilih 3D Analys klik interpolate line
buat garis
melintang klik create profile graph - Edit properties Advance
5.
LAYOUT
Agar tampilan Layout peta bagus, bisa menggunakan Query Builder
Add data kec Bantul

Misal ingin me-layout daerah PIYUNGAN, Maka Query daerah piyungan

Add data yg sama, lalu query batas kecamatan dari PIYUNGAN


Contoh rumus
"KECAMATAN" = 'BANGUNTAPAN' OR "KECAMATAN"
"KECAMATAN" = 'DLINGO'

Setelah itu masuk ke symbology


Kec A Pilih warna, outline colour pilih none
Batas Kec Warna Putih, edit simbol lalu outline
Batas Provinsi - . Kabupaten - . . Kecamatan - . . . -

'PLERET'

OR

Ketentuan Layout
Misal diminta skala yang telah ditentukan, Berarti atur kertas
Buat sheet seperti RBI
Beri keteranan skala yang digunakan

MEMPERHALUS DIJITASI DI ARCGIS MENGGUNAKAN SMOOTH LINE


(POLYLINE)
Memperhalus Dijitasi di ArcGIS Menggunakan Smooth Line
(Polyline) - Dalam membangun data spasial berbasis dijital, salah satunya
adalah poses dijitasi. Kualitas dijitasi tergantung dari pengalaman atau jam
terbang orang yang yang mendijitasi. Salah satu kendala atau masalah yang
dihadapi dalam dijitasi adalah tidak halusnya hasil dijitasi atau dijatasi
terlihat kaku atau kasar. Untuk membuat halus dijitasi tersebut kita dapat

menggunakan perintah smooth line sehingga kita tidak perlu menditasi


ulang dibagian yang tidak halus.

Adapun Memperhalus Dijitasi di ArcGIS Menggunakan Smooth


Line sebagai berikut :

Siapkan data yang akan diperhalus (dalam kasus ini data vektor
berupa polyline)

Line

Buka ArcToolbox pilih Cartography Tools > Generalization > Smooth

Pada
Input Feature : data input (polyline)
Output Feature : data output
Smoothing Algorithm : (pilih paek)
Smoothing Tolerance : (ini toleransi yang akan di smooth; pilih 100 m
berarti tiap panjang 100 m akan dihaluskan apabila dijitan tidak halus atau
kaku)
Handling Topological Errors : Flag_Errors (hasil smoothing memperhatikan
topologi)

Ok

Hasil yang sudah di-smoothing sperti gambar dibawah ini

artkiel ini, Memperhalus Dijitasi di ArcGIS Menggunakan Smooth Line


(Polyline) oleh gispedia di www.gispedia.com

Terima kasih telah berkunjung di


Menggunakan Smooth Line (Polyline)

Memperhalus

Dijitasi

di

ArcGIS

MENGGUNAKAN MACAM-MACAM TOOL OVERLAY DI ARCGIS 10


Overlay merupakan proses penyatuan data dari lapisan layer yang berbeda.
Secara sederhana overlay disebut sebagai operasi visual yang
membutuhkan lebih dari satu layer untuk digabungkan secara fisik.

Mungkin materi ini terlihat sepele namun mungkin untuk orang yang masih
awam menggunakan ArcGIS seperti saya, tentu belum mengetahui beberapa
fungsi yang sebenarnya telah ada di toolbox ArcGIS. Berikut contohnya, saya
memang sudah sering menggunakan jenis analisis overlay namun yang
biasa saya gunakan hanyalah overlay jenis union saja. Nahhh karena
penasaran juga masing masing fungsinya juga, saya akan coba
menggunakan fasilitas tersebut masing-masing.
Pemahaman bahwa overlay peta (minimal 2 peta) harus menghasilkan peta
baru adalah hal mutlak. Dalam bahasa teknis harus ada poligon yang
terbentuk dari 2 peta yang di-overlay. Jika dilihat data atributnya, maka akan
terdiri dari informasi peta pembentukya. Misalkan Peta Lereng dan Peta
Curah Hujan, maka di peta barunya akan menghasilkan poligon baru berisi
atribut lereng dan curah hujan.

Teknik yang digunaan untuk overlay peta dalam SIG ada 2 yakni union dan
intersect. Jika dianalogikan dengan bahasa Matematika, maka union adalah
gabungan, intersect adalah irisan. Hati-hati menggunakan union dengan
maksud overlay antara peta penduduk dan ketinggian. Secara teknik bisa
dilakukan, tetapi secara konsep overlay tidak.
Ada beberapa fasilitas yang dapat digunakan pada overlay di ArcGIS versi 10
untuk menggabungkan atau melapiskan dua peta dari satu daerah yang
sama namun beda atributnya yaitu :
1. Erase
Tool Erase digunakan untuk melakukan analisis overlay pada kelas feature
dengan menghapus kelas feature yang tumpang tindih pada peta. Jenis tool
ini
lebih
mirip
seperti
proses
clips. Poligon yan Fitur yang bertepatandengan Erase Fitur poligon akan
dihapus.

saya mencoba menggunakan tool ini dengan input peta kelerengan dan
sebagai erase feature adalah daerah perairan / waduk

hasil erase :

2. Identity
Tool Identity digunakan untuk melakukan analisis overlay pada kelas fitur.
Tool ini menggabungkan bagian-bagian dari fitur yang tumpang tindih fitur
identitas untuk menciptakan sebuah kelas fitur baru .

saya mencoba menggunakan tool ini dengan input peta Kabupaten Boyolali
dan sebagai identity feature adalah daerah perairan / waduk

hasil

Identity

3. Intersect
Intersect Tool yang digunakan untuk melakukan analisis overlay pada kelas
fitur. Alat ini membangun kelas fitur baru dari berpotongan fitur umum di
kedua kelas fitur .

saya mencoba menggunakan tool ini dengan input peta kecamatan kab.
Boyolali dan sebagai intersect feature adalah peta permukiman Boyolali

hasil Intersect :

4. Spatial Join
Spatial Join Tool yang digunakan untuk menggabungkan bermacam-macam
data spasial yang mempunyai kelas yang sama (satu wilayah atau satu
kategori tertentu)
MASIH DALAM PROSES MEMAHAMI FUNGSINYA
5. Symmetrical deference
Symmetrical deference Tool digunakan untuk melakukan analisis overlay
pada kelas fitur . Alat ini menciptakan kelas fitur dari fitur-fitur atau bagian
dari fitur yang tidak umum untuk salah satu masukan lainnya .

saya mencoba menggunakan tool ini dengan input


hasil Symmetrical deference :
6. Union
Union Tool digunakan untuk melakukan analisis overlay pada kelas fitur .
Alat ini membangun kelas fitur baru dengan menggabungkan fitur dan
atribut dari masing-masing kelas fitur .

saya mencoba menggunakan tool ini dengan input


hasil Symmetrical Union:

7. Update
Update Tool digunakan untuk melakukan analisis overlay pada kelas fitur .
Alat ini update atribut dan geometri kelas fitur input atau lapis demi kelas
fitur update atau lapisan yang mereka tumpang tindih .

saya mencoba menggunakan tool ini dengan input


MEMBUAT BANYAK LAYOUT DALAM SATU .MXD DENGAN DATA
DRIVEN PAGES
Sering kali kita membuat banyak layout tetapi masih dalam tema yang
sama, yang membedakan antar layout hanya wilayahnya saja. Untuk
memudahkan dan menghemat waktu maka kita dapat menggunakan tools
Data Driven Pages. Contohnya adalah peta yang memakai indeks seperti
peta RBI (Rupa Bumi Indonesia), atau contoh lain layout peta yang dibuat
berdasarkan wilayah adminstrasi seperti peta kawasan hutan menurut
wilayah administrasi kabupaten dalam suatu provinsi.
Tentunya kita akan memerlukan layer indeks yang digunakan untuk
membedakan antar layout, atau dengan kata lain layer yang mempunyai
attribut yang membedakan antar wilayah. Layer indeks ini dapat berupa grid
atau dapat juga berupa wilayah seperti wilayah administrasi. Perpindahan
antar halaman layout didefinisikan berdasar attibut yang ada pada suatu
kolom dalam layer indeks.
Sebagai contoh dalam tulisan ini kita akan membuat layout peta kawasan
hutan menurut kecamatan di Kabupaten Kapuas Hulu,Provinsi Kalimantan
Barat. Shapefile yang digunakan adalah kawasan hutan (Kemenhut) dan
peta wilayah (BPS,2010). Yang menjadi layer indeks adalah peta wilayah
kecamatan di Kabupaten Kapuas Hulu.
Attribut dari shapefile kawasan hutan Kabupaten Kapuas Hulu adalah
sebagai berikut

Sedangkan Attribut dari shapefile peta wilayah kecamatan Kabupaten


Kapuas Hulu adalah sebagai berikut

Layout kawasan hutan per kecamatan ini akan diatur untuk menampilkan
hanya kawasan hutan di kecamatan tersebut saja, sehingga kawasan hutan
di kecamatan-kecamatan lain di sekitarnya tidak akan ditampilkan dalam
layout tersebut. Oleh karena itu sebelumnya kedua shapefile tersebut di
overlay terlebih dahulu (bisa dengan union atau identity).

Adapun attribut shapefile setelah proses overlay menjadi seperti berikut ini

Setelah itu, toolbar Data Driven Pages diaktifkan, maka akan muncul
toolbar
baru.

Langkah selanjutnya adalah mengklik tombol Data Driven Page Setup


untuk kemudian mengatur apa yang akan menjadi dasar dalam pembedaan
halaman (page) dalam Data Driven Pages

Dalam contoh ini, langkah selanjutnya adalah sebagai berikut:


1.Mengaktifkan Data Driven Pages dengan mencentang pada Enable Data
Driven
Pages.
2.Menentukan Data Frame yang digunakan, pada contoh ini yaitu Layers.
3.Menentukan layer yang digunakan sebagai dasar pembeda antar layout;
dalam contoh ini yang dipakai adalah layer shapefile batas_kec.
4.Menentukan kolom yang dijadikan dasar pembeda antar layout; dalam
contoh ini memakai kolom KECAMATAN . Kolom-kolom yang dapat dipilih
adalah kolom dari shapefile yang ditentukan pada langkah ke-3. Attribut
dalam kolom ini nantinya dapat dimunculkan sebagai text dalam layout,
yang
akan
berubah
sesuai
dengan
halamannya.
5.Menentukan berdasar kolom mana halaman layout tersebut diurutkan;

dalam contoh ini adalah berdasar kolom KECNO. Kolom-kolom yang dapat
dipilih adalah kolom dari shapefile yang ditentukan pada langkah ke-3.

Setelah diklik OK, maka tampilannya adalah sebagai berikut

Pada jendela View terlihat yang menjadi fokus adalah wilayah Kecamatan
Silat Hilir.
Akan tetapi, karena pada layout ini hanya akan menampilkan kawasan hutan

di kecamatan tersebut saja (sesuai yang terpilih pada Data Driven Pages),
maka masih diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Klik kanan pada layer yang pada langkah awal sudah dioverlay, pada
contoh ini adalah layer kawasan_kapuas_hulu.shp
2. Klik Properties.
3. Pilih menu Definition Query.
4.Klik tombol Page Definition

5.Setelah muncul jendela Page Definition Query maka centang pada


Enable
6. Pilih kolom dari shapefile yang isinya sama persis dengan yang digunakan
menjadi kolom pada Name Field pada jendela Setup Data Driven Pages.
7.Pilih Match pada Show features that

8. Klik OK. Maka kawasan hutan di kecamatan lain tidak akan


diperlihatkan.

Langkah selanjutnya adalah menampilkannya di Layout

Agar judul dari peta tersebut juga otomatis berubah sesuai dengan wilayah
kecamatannya, maka pada nama kecamatan, kita memakai query. Query
tersebut kita copy saja dari query yang telah ada pada Data Driven Page
Name. Caranya :
1. Klik pada Page Text yang terletak paling kanan pada toolbar Data
Driven Pages.
2.Pilih Data Driven Name.
3. Pada jendela View akan muncul tulisan yang dikelilingi oleh garis
berwarna biru putus-putus.
4.Klik dua kali pada tulisan tersebut.
5.Akan muncul jendela Properties.
6.Salin (copy) query yang terdapat pada Text.
7.Paste query tersebut pada Text judul peta.

8. Text pada langkah ke-3 yang diambil querynya dihapus dari layout,
sehingga tidak mengganggu layout.
Maka selesai sudah template layout dari peta kawasan hutan per
kecamatan di Kabupaten Kapuas Hulu. Untuk berpindah ke layout kecamatan
lain, hanya perlu klik tombol Next Page pada toolbar Data Driven Pages

Maka View yang tampil di Layout akan berpindah ke wilayah selanjutnya

sesuai dengan yang diatur pada Setup Data Driven Pages

Jadi setelah memakai tool Data Driven Pages kita tinggal mengatur
skalanya agar bulat (jika diperlukan) kemudian menyimpan ke dalam .MXD
baru atau bisa juga .MXD hanya satu, tetapi untuk output dalam bentuk
image saja misal dalam bentuk .jpeg .
Untuk menyimpan layout dalam bentuk image langkahnya adalah sebagai
berikut :

1. Klik pada menu File.


2. Pilih Export Map.
3.Pilih folder tempat penyimpanan file.
4.Ketikkan nama file yang akan dihasilkan (defaultnya akan sesuai dengna
nama .MXD).
5.Pilih jenis image.
6. Mengatur kualitas image yang dihasilkan.
7. Save.

Posted on 17 April 2013 by yonbe Pos ini dipublikasikan di Belajar


GIS,Layout dan tag layout. Tandai permalink.

MEMBUAT PETA KEMIRINGAN LERENG DARI DEM


Pada kesempatan kali ini, INFO-GEOSPASIAL akan membagikan cara untuk
membuat peta kemiringan lereng dari data Digital Elevation Model (DEM)
dengan menggunakan software ArcGIS versi 10.1.
Bahan yang diperlukan untuk kegiatan ini diantaranya :
DEM Model SRTM resolusi 30 meter (Dapat menggunakan model
lainnya semisal AsterGDEM)
Area Pemotong format vektor yang akan digunakan untuk memotong
Raster (Dapat berupa area kabupaten, provinsi, ataupun negara)
Dalam kegiatan ini, daerah yang akan dibuat peta kemiringan lereng, adalah
daerah Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.
Jalankan program ArcMap, panggil data DEM dan area Pemotong yang
sebelumnya sudah dipersiapkan.

Overlay DEM dan Area Pemotong


Kemudian potong DEM dengan area pemotong, caranya masuk ke
ArcToolbox, kemudian pilih Spatial Analyst Tools>Extraction>Extract By
Mask.

Extract
By
Mask
Lalu tentukan raster yang akan di potong dan area pemotongnya. Sehingga
hasilnya kurang lebih akan seperti berikut :

DEM yang sudah dipotong


Apabila menggunakan data kontur, sebelumnya kontur tersebut harus
dikonversi terlebih dahulu menjadi format raster dengan cara masuk ke
ArcToolbox, piih 3D Analyst Tools>Raster Interpolation>Topo to Raster.
Kemudian ikuti langkah-langkah berikutnya.
Selanjutnya buat kemiringan lerengnya dengan masuk ke ArcToolBox, pilih
3D Analyst Tools>Raster Surface>Slope. Sehingga akan terbentuk raster
baru dengan tampilan berdasarkan kemiringan lereng. Akan tetapi kelas
kemiringan lereng tersebut belum sesuai dengan yang di inginkan, oleh
karena itu berikan kelas sesuai dengan yang di inginkan, dengan

menggunakan pedoman yang sudah ada seperti Van Zuidam, Arsyad,


USSSM, USLE, dan masih banyak lagi. Dalam kegiatan ini digunakan
pedoman Penyusunan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah tahun 1986,
dengan ketentuan sebagai berikut :

Kelas Kemiringan Lereng


Cara untuk menentukan kelas kemiringan tersebut, masuk ke
properties>symbology>Classified>Classify. Tentukan jumlah kelas yang di
inginkan, bila mengikuti pedoman yang digunakan dalam kegiatan ini,
berarti gunakan 5 kelas, lalu masukan persentase kelas seperti gambar tabel
di atas di dalam break values. (jangan lupa klik icon % sehingga muncul
angka 100 di akhir persentase). Perhatikan gambar berikut :

Menentukan Kelas Kemiringan


Untuk melakukan klasifikasi dapat juga dilakukan dengan masuk ke
ArcToolbox>3D Analyst Tools>Raster Reclass>Reclassify. Hasil dari klasifikasi
tersebut akan seperti berikut :

Kemiringan Lereng
Apabila akan dilakukan analisis lanjut, maka sebaiknya konversi data raster
kemiringan lereng menjadi format vektor, caranya menggunakan tools yang
berada di dalam ArcToolbox>Cconversion Tools>From Raster>Raster to
Polygon. lalu lakukan analisis lanjutan, seperti menghitung luasan per kelas
kemiringan.
Agar tampilan peta lebih menarik, buat tampilan hillshade dari data DEM
yang sebelumnya sudah di potong. Caranya dapat di lihat di artikel berikut :

Membuat Hillshade atau Shaded Relief di ArcGIS


Hasilnya kurang lebih seperti berikut :

Hillshade
Tempatkan layer hillshade di bawah layer Kemiringan Lereng, lalu berikan
nilai transparansi terhadap layer Kemiringan Lereng agar efek Hillshade
dapat terlihat. Lalu buat layout dari hasil pembuatan peta Kemiringan Lereng
tersebut, berikan efek seni untuk membuat layout sesuai dengan yang di
inginkan. Dan berikut hasil layout sederhana buatan saya :

Peta
Kemiringan
Kab.Ciamis

Lereng

MEMBUAT HILLSHADE ATAU SHADED RELIEF DI ARCGIS


Hillshade atau Shaded Relief merupakan sebuah metode yang digunakan
untuk mempresentasikan gambaran relief sebuah wilayah pada sebuah data
raster yang masih dalam format 2-D (2 Dimensi) dengan cara memberikan
kesan 3-D (3 Dimensi) pada data raster tersebut. Pemberian kesan 3-D
tersebut dapat dilakukan dengan cara pemberian teknik pencahayaan dan
bayangan yang tepat pada sebuah data raster.
Saat ini pada umumnya pembuatan shaded relief sebuah wilayah digunakan
data Digital Elevation Model (DEM), dimana dengan pemberian teknik
pencahayaan dan bayangan yang tepat akan menghasilkan kesan tampilan
3-D dari data DEM tersebut.
Pada bahasan ini saya akan membahas cara membuat hillshade di software
arcgis. Bahan yang diperlukan :
Data Region wilayah yang akan di buat Hillshade nya dalam format
SHP
Digital Elevation Model (Bisa menggunakan SRTM,Aster,dll)
Tahap pertama jalankan software Arcgis.di sini saya menggunakan Arcgis
versi 10.1
Kemudian panggil data Shp region yang akan di buat hillshade nya.

Layer Region Kabupaten Ciamis


Pada bahasan ini saya akan membuat hillshade dari wilayah Kabupaten
Ciamis, Jawa Barat.
Kemudian panggil Digital Elevation Model dari daerah tersebut, di sini saya
menggunakan DEM SRTM 1Arc-Second.

Dapat dilihat pada gambar di bawah ini, bahwa ukuran DEM terlalu besar
untuk dibuat hillshade dari data region Ciamis. Untuk itu kita akan potong
DEM tersebut dengan menggunakan batas Region Ciamis.

Layer Digital Elevation Model dan Layer Region


Ciamis
Caranya
dengan
masuk
ke
menu ArcToolboxSpatial
ToolsExtractionExtract By Mask.

Analyst

Arctoolsbox
Sebelumnya layer yang akan digunakan sebagai batas pemotong harus
memiliki sistem koordinat yang sama dengan raster DEM.

Pengaturan Extract by Mask


Input raster di isi dengan Digital Elevation Model yang akan di potong.
Input raster or feature mask data di isi dengan layer region pemotong.
Outpu raster isi dengan lokasi penyimpanan dan nama hasil pemotongan.

Memilih lokasi Output


Selanjutnya masuk ke pilihan Environtment, pilih output coodinates dan beri
koordinat sesuai dengan koorinat layer Region pemotong.
Sebelum di ok, pastikan terlebih dahulu layer pemotong sudah dalam kondisi
editing.

Memilih Output Coordinates


Di bawah ini merupakan proses Extract by Mask yang sudah selesai.

Proses Extract by Mask yang sudah Selesai


Setelah di potong maka DEM akan berbentuk seperti region layer pemotong
tadi. DEM yang pertama dan layer yang digunakan untuk memotong tadi
bisa di remove dari Tabel Of Contents.

DEM yang sudah Terpotong


Sekarang adalah tahap untuk membuat hillshade dari dem tersebut.
Masuk kembali ke ArcToolbox3D Analyst ToolsRaster SurfaceHillshade.

Tools Hillshade
Kita akan menemukan jendela baru untuk pengaturan pembuatan hillshade.
Pada isian Azimuth isikan nilai dengan interval antara 1 sampai 360 dan
pada Altitude isikan dengan nilai interval 1 sampai 90. Untuk Z factor isi
dengan nilai 1.
Azimuth merupakan sudut putar sinar matahari dari arah barat hingga
timur.

Altitude merupakan sudut ketinggian penyinaran sinar matahari terhadap


objek di bumi.

Pengaturan Hillshade
Setelah semua tahapan di ikuti, maka hasilnya akan seperti gambar di
bawah ini.

Hillshade
Untuk memodifikasi tampilan hillshade di atas, kita bisa mengganti warna
dari hillshade terebut dengan masuk ke propertis dari layer hillshade
kemudian masuk ke pilihan symbology dan ganti warna nya sesuai dengan
pilihan warna yang tersedia.
Apabila hasil hillshade akan di overlay dengan layer region caranya seperti
berikut ini :
Panggil layer yang akan di overlay. Di sini saya memanggil layer area
kecamatan ciamis yang sudah memiliki field tersendiri. Kemudian masuk ke

properties layer yang di overlay, pilih symbology dan masuk pilihan


categories, pada Value Field isi dengan nama field yang akan di munculkan.
Kemudian Pilih Add All Value dan Ganti warna tampilan nya sesuai kehendak.
Selanjutnya pada Pilihan Display pada menu properties layer yang di
overlay. Beri nilai transparent sesuai keinginan agar layer hillshade dapat
terlihat ketika di overlay.

Hillshade yang sudah di Overlay


Gambar di atas merupakan hasil dari overlay antara Layer Hillshade dengan
Layer region Area Kecamatan.
Semoga Bermanfaat . . .
VISUALISASI 3D GOOGLE IMAGERY DENGAN EFEK EXTRUDE DI
ARCSCANE
Pada kesempatan ini, blog INFO-GEOSPASIAL akan membagikan tutorial cara
membuat peta 3D dengan efek Extrude di ArcScane, tutorial ini merupakan
kelanjutan dari tutorial ArcScane yang sudah pernah di bahas sebelumnya :
- VISUALISASI LAYER OBJEK DENGAN ARCSCANE
Sebelum memulai tahap pembuatan peta 3D, diperlukan bahan-bahan
sebagai berikut :
1. Image google satelit dari daerah yang akan dibuat petanya (harus sudah
tergeoreferencing), cara melakukan georeferencing image dari google
satelite bisa di lihat di artikel GEOREFERENCING GOOGLE IMAGERY IN
ARCGIS
2. Data kontur dari daerah yang dimaksud (bisa buat sendiri dari data DEM)
3. Shapefile polygon dari daerah yang di maksud, digunakan sebagai lantai
atau dasar dari peta

Mulai tahapan pembuatan peta dengan menjalankan aplikasi ArcScane,


panggil ketiga data di atas (semua data di atas harus menggunakan sistem
koordinat meter (UTM), jika sudah terlanjur menggunakan sistem koordinat
geografis, maka di dalam menu properties pada Scane Layer di dalam TOC,
atur sistem koordinatnya menggunakan WGS 1984 World Mercator)

Layer Bandung, Contour, dan Area


Dalam bahasan ini, layer image google satelit di beri nama Bandung, layer
kontur di beri nama Contour, dan layer objek polygon diberi nama area.
Pertama unselect layer bandung dan area, biarkan hanya layer contour saja
yang ditampilkan. Aktifkan extension 3D Analyst dengan cara masuk ke
menu Customize > Extensions > select pada bagian 3D Analyst. Panggil
toolnya ke dalam toolbar dengan cara masuk ke menu Customize > Toolbars
> 3D Analyst.

Extension 3D Analyst
Layer kontur yang saat ini di tampilkan masih dalam bentuk 2D, maka buat
terlebih dahulu kontur 3D dari kontur tersebut, caranya di dalam toolbar 3D
Analyst masuk ke menu Feature to 3D (jika tidak tersedia tools tersebut,
maka lakukan tahapan berikut : masuk ke menu Customize > Customize
Mode > Pada tab Command pilih categories 3D Analyst dan pada bagian
commands pilih tool yang akan ditambahkan dengan cara pilih tool yang di
maksud kemudian tarik/drag ke dalam toolbar 3D Analyst).

Menambahkan Tool
Di dalam menu Feature to 3D, input feature isi dengan layer Contour,
kemudian Source of Height pilih berdasarkan field attribute dari layer
contour tersebut.

Feature to 3D
Hasil dari tahap di atas akan terbentuk layer baru yang berisikan objek
kontur dalam bentuk 3D, seperti berikut :

Contour 3D
Selanjutnya buat raster TIN dari layer Contur_3D, caranya masuk ke menu
Create TIN From Faature di dalam toolbar 3D Analyst (Jika tidak ada,
tambahkan tool tersebut dengan cara yang sama seperti tahapan
sebelumnya). Gunakan layer Contour_3D untuk mengisi Height Source
dengan Feature Z Value, pada bagian Triangulate as pilih Hard Line,
kemudian gunakan layer Area untuk membuat Soft Clip pada bagian
Triangulate as, lebih jelasnya perhatikan gambar berikut :

Create TIN from Feature


Hasilnya akan terbentuk Raster TIN seperti berikut :

Raster TIN
Berikutnya aktifkan layer Area, kemudian konversi objek area tersebut yang
masih berupa objek polygon ke dalam objek line, caranya masuk ke
Arctoolbox > Data Management Tools > Features > Feature to Line.
Sehingga akan terbentuk layer baru yang berisikan objek line. Dalam tutorial
ini layer tersebut di beri nama Extrude, dalam menu properties dari layer
tersebut atur Base Height dengan Elevation from surface mengacu pada
Raster TIN. Kemudian di dalam tab Extrusion select pada bagian Extrude
Features in Layer dan pilihUsing it as a value that features are
extruded to pada menu Apply Extrusion. Hasil dari proses tersebut akan
membuat line terextrusion berdasarkan ketinggian dari Raster TIN.

Raster TIN dengan Extrude objek lantai


Dan tahap terakhir, aktifkan layer Bandung kemudian atur Base Height
dengan mengacu pada Raster TIN, unselect Raster TIN agar hilang dari
tampilan layar, dan hasilnya kurang lebih akan seperti berikut :

Image Google Satelit dengan Extrude objek lantai


Untuk lebih mempercantik tampilan, gunakan image satelite yang lebih jelas
serta lebih terlihat perbedaan tinggi dan rendah permukaannya, tambahkan
pula objek sungai agar tampilan terlihat lebih nyata. Semoga bermanfaat . . .

MEMBUAT PETA BATIMETRI DARI DATA SRTM PLUS


Batimetri adalah ilmu yang mempelajari kedalaman di bawah air dan studi
tentang tiga dimensi lantai samudra atau danau. Sebuah peta batimetri
umumnya menampilkan relief lantai atau dataran dengan garis-garis
kontur yang disebut kontur kedalaman (depth contours atau isobath), dan
dapat memiliki informasi tambahan berupa informasi navigasi permukaan.
Dalam artikel ini, blog INFO-GEOSPASIAL akan menyajikan tutorial cara
membuat peta batimetri dari data SRTM PLUS. Data tersebut tersedia di
alamat Topex.ucsd.edu. atau bisa langsung menuju link unduhnya di :
- SRTM30_PLUS
- SRTM15_PLUS
Perbedaan dari kedua data di atas adalah resolusi yang ditampilkannya.
Untuk SRTM30 memiliki resolusi spasial 30 detik atau 1 kilometer. sedangkan
SRTM15 memiliki resolusi spasial 15 detik atau 500 meter. Untuk ukuran file
SRTM30 relatif kecil hanya berukuran kurang lebih 50mb. Sedangkan untuk
SRTM15 memilki ukuran file yang sangat besar sekitar 13gb lebih, karna
mencakupan seluruh dunia dengan resolusi yang lebih bagus dari SRTM30

dan dikemas dalam format .grd. Untuk file SRTM30, wilayah Indonesia bisa di
download
di
file
:
- e060n40.Bathymetry.srtm (Sumatra)
- e100n40.Bathymetry.srtm (Jawa, Sumatra, Kalimantar, Sulawesi, Papua)
- e100s10.Bathymetry.srtm (Pulau
Sumba,
Kupang,NTT)
Dalam tutorial ini, file yang akan digunakan adalah SRTM30. dan akan diolah
dengan menggunakan software Global Mapper dan Surfer. Buka file srtm ke
dalam Global Mapper. Setelah di panggil maka tampilan di layer editing
kurang lebih akan seperti berikut :

SRTM30 PLUS
Selanjutnya buat kontur di daerah yang akan dibuat peta batimetrinya,
dalam tutorial ini akan dibuat peta batimetri untuk wilayah pantai
pangandaran, kab. Pangandaran, Provinsi Jawa Barat. masuk ke menu
Analysis > Generate Contours (from Terrain Grid). Tentukan interval kontur
yang akan digunakan.

Contur Options
Kemudian pada Contour Bounds buat daerah yang akan dibuat konturnya
dengan masuk ke Draw a Box.

Menentukan Area Yang Akan Dibuat Konturnya


Klik ok, untuk memulai pembuatan kontur. Setelah selesai maka hasilnya
akan seperti berikut :

Kontur Batimetri Pangandaran


Selanjutnya save kontur ke dalam format Surfer .bln dengan cara masuk ke
menu File > Export > Export Vector/Lidar Format. Pilih Surfer BLN.

Export to Surfer BLN


Di dalam software Surfer, buat Plot Baru, kemudian masuk ke menu Grid >
Data. Pilih file kontur yang sebelumnya sudah di konversi ke format BLN.
Tentukan field X, Y, dan Z dari data tersebut, lalu tentukan metode gridding
yang akan digunakna, Sebagai contoh gunakan saja metode Kriging.

Griding Kontur
Klik ok, maka akan terbentuk file baru dengan extension .grd. panggil file
tersebut dengan cara masuk ke menu Map > New > Contour Map.

Kontur Batimetri Pangandaran


Sebelumnya atur terlebih dahulu ukuran kertas yang digunakan dengan cara
masuk ke menu File > Page Setup. Atur tampilan peta pada bagian
properties di setiap layer yang ada di Object Manager. Sehingga hasil
akhirnya kurang lebih seperti berikut :

Peta Batimetri Pantai Pangandaran


Tahapan di atas dapat di lihat juga pada video berikut :
Sekian artikel ini, semoga bermanfaat.
MEMBUAT PENAMPANG MELINTANG DI ARCGIS
Penampang melintang (Cross-Section) merupakan gambaran dari bentuk
muka bumi secara melintang baik di daratan atau pun di dasar laut.
Penampang melintang memberikan gambaran secara jelas mengenai bentuk
dan ketinggian atau pun kedalaman dari suatu tempat di bumi. Dan berikut
ini akan dijelaskan cara pembuatan penampang melintang dari data DEM
(Digital Elevation Model) dengan menggunakan software ArcGIS.
Sebelum memulai pembuatan penampang, pastikan sistem projeksi yang
digunakan adalah UTM, jika menggunakan sistem projeksi lain, silahkan ubah
terlebih dahulu ke UTM dengan cara klik kanan pada layer utama >
Properties > Coordinate System. pilih zona UTM dari daerah yang akan
dibuat penampang nya. Atau jika area yang diolah memiliki dua zona atau
lebih maka gunakan sistem projeksi WGS 1984 World Mercator yang
dapat ditemukan di Projection Coordinate System > World. (Tidak perlu
merubah sistem projeksi dari layer SHP, cukup sistem projeksi dari
layer utama di dalam ArcMAP)
Siapkan sebuah raster yang berisikan informasi ketinggian dari suatu
daerah, di sini digunakan data DEM hasil konversi dari data kontur
(arctoolbox > 3d Analys Tools > Raster Interpolation > Topo to Raster).

DEM hasil konversi dari Kontur


Munculkan tools 3d Analyst dengan cara masuk ke menu Customize > Select
3d Analyst. Pada pilihan option di dalam tools tersebut, tentukan tempat
penyimpanan hasil pembuatan cross section.

Penentuan lokasi penyimpanan Pofile


Graph
Tentukan metode interpolasi yang akan digunakan, dalam contoh ini
digunakan metode linear.

Menentukan Metode Interpolasi


Buat sebuah garis melintang pada area yang akan dibuat penampang nya
dengan menggunakan tools Interpolate Line.

Pembuatan garis penampang melintang dengan tools


Interpolate Line
Untuk melihat gambaran sekilas dari area yang dilewati oleh garis
Interpolate Line dapat mengaktifkan tools Profile Graph.

Penampang
Hasil dari proses diatas akan menciptakan SHP baru yang tersimpan di
dalam directory yang sebelumnya telah ditentukan pada option 3d Analyst.
File SHP akan bernama PG (Profile Grapth) yang berisikan objek point.
Panggil file tersebut ke dalam ArcMAP. Klik kanan pada nama layer tersebut
> Open Attribute Table. Maka akan muncul keterangan yang berisikan field M
(menunjukan letak koordinat X dalam satuan meter UTM) dan field Z
(berisikan nilai ketinggian dari setiap point yang mendefinisikan nilai
ketinggian dari DEM).

Data Attribut
Block seluruh isi field kemudian copy ke dalam program Ms.Excel atau text
editor lain. Edit dan hapus field lainnya kecuali field M dan Z.

Data Attribut M dan Z di


Ms.Excel
Save dalam format excel. Di dalam ArcMAP pilih menu file > Add Data > Add
XY Data. Panggil file excel tersebut dengan X Field di isi dengan field M dan Y
Field di isi dengan field Z. dan pastikan sistem projeksinya menggunakan
UTM.

Add Data XY
Maka akan muncul layer baru dengan objek point yang menunjukan
ketinggian dari area penampang.

Penampang Melintang Point


Konversi layer tersebut ke dalam SHP dengan cara klik kanan > Data >
Export Data.

Konversi data ke SHP


Setelah dikonversi menjadi SHP, konversi kembali file SHP tersebut ke dalam
bentuk Line dengan cara masuk arctoolbox > Data Management Tools >
Features > Points To Line.

Point to Line
Tahap selanjutnya adalah membuat grid untuk penampang tersebut di dalam
layout view. Pindah ke layout view, klik kanan pada frame yang berisikan line
penampang, pilih properies > grids > New Grid > Measured Grid. Pada
Appearance pilih Label Only.
Setelah grid berhasil di buat, masuk ke properties grid tersebut, atur
tampilan grid menjadi seperti berikut :

Pengaturan Label Grid


Hilangkan label pada bagian top, label style Formatted dengan aditional
Properties > number of Significan Digits. isi dengan nilai 4 (atau bisa di
sesuaikan).

Penentuan Axis Grid


Unselect Major Divition Ticks pada pilihan Top. Klik Ok. Dan hasil akhirnya
kurang lebih akan seperti berikut :

Penampang Melintang dengan Grid

MEMBUAT HYPERLINK DI ARCGIS


Hyperlink merupakan link yang menghubungkan suatu objek/halaman ke
halaman lainnya, atau suatu dokumen ke dokumen lainnya. Di dalam
software ArcGIS kita dapat membuat hyperlink dari suatu objek vektor ke
suatu objek berupa dokumen (foto, musik, video pendek, dll) atau ke suatu
halaman URL. Sebagai contoh dari tutuorial ini, blog INFO-GEOSPASIAL akan
menggunakan layer administrasi provinsi Bali. Buka layer SHP ke dalam data
view.

Layer Bali_Administrasi
Untuk membuat hyperlink kita dapat menggunakan tools Identify
di
dalam toolbar ArcMap. Aktifkan tools tersebut, kemudian select salah satu
objek vektor dari layer Bali_Administrasi.

Identify
Akan muncul popup Identify dari objek yang di select, klik kanan pada
nama objek lalu pilih Add Hyperlink untuk mengkaitkan objek dengan
dokumen atau url lain.

Add Hyperlink
DI dalam popup Add Hyperlink terdapat dua pilihan type link. Yang
pertama Link to a Document (link dokumen berupa foto, musik, video
pendek, dll) dan Link to a URL (link ke url suatu website). Isi type link yang
akan gunakan, kemudian klik OK.
Untuk mengaktifkan atau membuka link yang telah di kaitkan, gunakan
tools Hyperlink
, select terhadap objek yang sudah di hyperlink. Maka
akan muncul dokumen yang telah di link, atau akan terbuka halaman web
dari URL yang di link.
Cara kedua untuk menggunakan fungsi hyperlink adalah dengan membuat
field baru dari layer yang akan di hyperlink. Klik kanan di layer

Bali_Administrasi,
piiih Open
Option pilih Add Field.

Attribute

Table.

DI

dalam Table

Add Field
Buat field baru dengan nama Hyperlink (nama bisa disesuaikan) dengan
Type : Text, length beri 50 (sesuaikan dengan panjang karakter dari link yang
akan di kaitkan). Setelah field berhasil di buat, aktfkan editing dari layer
Bali_Administrasi lalu isi record di dalam field Hyperlink dengan link yang
dituju.
Jika telah selesai, save edits kemudian matikan editing. Klik kanan pada
layer Bali_Administrasi pilih properties > Display. Select Support
Hyperlinks using field. Pilih field Hyperlink lalu pilih jenis link yang di
sematkan (Dokumen atau url). Untuk mengaktifkan atau membuka link yang
disematkan, gunakan kembali tools Hyperlink
CEK ERROR TOPOLOGY DI ARCGIS
Egi Septiana 10:45
Tampaknya Anda memblokir iklan Google AdSense di blog ini.
Assalamualaikum Wr.Wb
Error Topology merupakan kesalahan yang tedapat di dalam suatu objek
vektor berupa line ataupun polygon yang diakibatkan oleh kesalahan dalam
proses digitasi atau error yang muncul setelah melakukan analisis terhadap
objek tersebut. Sebelumnya pembahasan mengenai error topology pernah di
bahas di dalam artikel berikut :

ERROR TOPOLOGY
Untuk mengatasi error topology, sebelumnya diperlukan cek terlebih dahulu
terhadap objek vektor untuk mengetahui letak error yang terjadi. Dan pada
artikel ini akan dibahas cara mengatasi Error Topology dengan menggunakan
software ArcGIS. Dalam contoh ini akan menggunakan layer Kota Bandung.

Layer Kota Bandung


Panggil layer Kota Bandung ke dalam data view di ArcGIS, buka catalog,
kemudian koneksi ke tempat layer Kota Bandung di simpan. Buat
Geodatabase baru dan buat feature dataset di dalamnya. Untuk melakukan
cek Error Topology, layer dalam format SHP harus dikonversi terlebih dahulu
ke Feature Class di dalam Geodatabase yang baru saja di buat.

Tools
Feature
Class
to
Feature Class
Buka ArcToolbox > Conversion Tools > To Geodatabase > Feature class to
Feature Class. Simpan hasil koversi ke dalam feature dataset di dalam
geodatabse yang sebelumnya di buat.

Feature Class to Feature Class

Setelah proses konversi selesai, buka kembali Catalog, kemudian di dalam


Feature Dataset yang berisikan Feature Class hasil konversi sebelumnya,
buat Topology baru dengan cara klik kanan pada dataset (bandung) > New >
Topology. Beri nama, kemudian select Feature Class yang akan di Cek Error
Topologynya, klik Add Rule, berikan aturan-aturan yang di inginkan. Dalam
contoh ini aturan yang diberikan adalah (Must Not Have Gaps dan Must Not
Overlap).

Aturan Topology
Gap adalah ruang kosong atau rongga di antara polygon yang saling
berhimpitan, sedangkan Overlap adalah polygon yang saling tumpang tindih.
Cek jumlah error dengan cara klik kanan Topology yang baru saja di buat,
klik properties > Errors > Klik Generate Summary. Hasilnya kurang lebih
seperti gambar berikut :

Jumlah Error Topology 1


Terdapat 1 Gap dan 4 Overlap. Untuk mengatasi error tersebut panggil
feature Class Topology, maka akan muncul objek error dari layer Kota
Bandung.

Objek Error Topology


Atasi error tersebut dengan cara aktifkan editing dari SHP Kota Bandung,
kemudian zoom ke objek yang ditandai error (berwarna merah), error overlap
atasi dengan edit vertek pada tools editing kemudian geser vertek ke posisi

yang tidak overlap, atau select objek polygon yang tertindih kemudian
masuk ke menu editor, pilih clip (Discard the area that intersects).
Bagian tepi luar dari objek polygon akan selalu di anggap gap oleh system,
sehingga biarkan error tersebut. Save hasil editing SHP Kota Bandung,
kemudian konversi kembali ke Feature Class di geodatabase, buat Topology
yang baru, lakukan tahapan yang sama seperti sebelumnya, dan cek jumlah
error yang ada.

Cek Error Topology 2


Hasilnya error dari overlap sudah 0, sedangkan error gap 1 (abaikan error
gap karena itu merupakan error dari garis tepi luar polygon dan itu bukan
merupakan error yang sebenarnya).

MEMBUAT GRID SESUAI DENGAN BENTUK AREA OF INTEREST DI


ARCGIS
Grid adalah garis hayal yang terbentuk oleh garis vertikal dan horizontal
yang mengorientasikan lokasi/koordinat peta dengan koordinat lokasi
sebenarnya. Grid dapat digunakan untuk menunjukan lokasi koordinat
geografis dengan menggunakan sumbu Lintang dan Bujur dan di tampilkan
dalam satuan Derajat Menit Detik (DMS), ataupun menunjukan lokasi

koordinat grid (UTM) dengan menggunakan jarak (meter/mil) sebagai satuan


yang ditampilkannya di setiap titik acuan.
Grid pada peta biasanya ditampilkan dalam bentuk data frame (kotak atau
persegi panjang) dengan penempatan label di bagian luar data frame
tersebut. Sehingga untuk beberapa objek peta yang tidak berbentuk persegi,
akan menjadi kurang sesuai apabila menggunakan model grid seperti itu.
Dan pada bahasan ini akan dijelaskan cara pembuatan grid peta dengan
bentuk mengikuti tampilan Area of Interest (AoI) menggunakan software
ArcGIS.
Jalankan program ArcGIS, add data yang akan ditampilkan di dalam layout
view dan akan di beri grid. Contoh pada bahasan ini akan mengunakan citra
landsat 8 warna natural yang sebelumnya sudah di potong untuk daerah
Kupang, NTT

Landsat Kupang, NTT


Selanjutnya buat grid untuk layout tersebut dengan cara, klik kanan pada
data frame> Properties> Grids> New Grid. Terdapat tiga pilihan jenis
grid yang akan digunakan :
1. Graticule : Grid dengan unit DMS (Untuk peta dengan proyeksi Geografis)
2. Measured Grid : Grid dengan unit jarak (Meter/Mil) dan digunakan untuk
peta dengan proyeksi UTM.
3. Reference Grid : Grid dengan unit angka atau huruf biasa.

Create Grids
Dalam kegiatan ini grid yang digunakan adalah Graticule. Sesuaikan bentuk
garis, label, dan interval yang akan digunakan. Maka hasilnya akan seperti
gambar berikut :

Landsat with Grid


Dari gambar di atas terlihat grid terbentuk berdasarkan luas dan lebar data
frame di layout, sehingga untuk membuat grid agar pas dengan objek peta,
diharuskan merubah skala peta dan lebar data frame yang digunakan. Add
Data AoI yang akan digunakan, contoh di sini menggunakan WIUP (Wilayah
izin usaha pertambangan) untuk suatu perusahaan pertambangan yang
berlokasi di Kupang, NTT.

Area of Interest
Objek peta berwarna Biru muda pada gambar di atas merupakan AoI yang
digunakan. Klik kanan pada data frame di layout. Pilih Properties >Data
Frame. Pada Extent Used By Full Extent Command, pilih Other> Specify
Extent.

Setting AoI
Pilih Outline of Features dan pilih layer yang menjadi AoI, klik OK. Clip
Option pilih Clip to Shape, Specify Shape gunakan layer AoI, dan select
Clip Grid and Graticule. Sehingga akan di dapat tampilan grid dan objek
peta yang baru sesuai dengan bentuk AoI yang digunakan.

Area of Interest with Layer


Unselect layer WIUP, dan atur kembali orientasi label grid yang digunakan
beserta intervalnya. Maka hasil akhirnya seperti gambar berikut :

Landsat Area of Interest


GEOREFERENCING GOOGLE IMAGERY IN ARCGIS
Pada kesempatan kali ini, blog info-geospasial akan memberikan tutorial
cara melakukan georeferencing google imagery dengan menggunakan
software arcgis. Pertama-tama pastikan sudah terinstal software google
earth di pc, software nya bisa di unduh di link berikut :

Google Earth Pro


Seletah terinstal, jalankan google earth lalu cari lokasi yang akan di
georeferencing. Sebelumnya atur terlebih dahulu satuan sistem koordinat
yang akan digunakan. Caranya masuk ke menu perangkat >Pilihan. Dalam

tutorial ini, digunakan sistem koordinat geografis dalam satuan derajat


desimal.

Pengaturan Unit Sistem Koordinat Google Earth


Kemudian di samping kiri, di dalam menu tempat, buat folder baru pada
tempat sementara dengan cara klik kanan> tambahkan> folder. Beri nama
sesuai dengan yang di inginkan. Lalu pada folder yang baru saja di buat, klik
kanan lalu tambahkan penanda letak. Gunakan simbol penanda letak crosshairs
, lalu tempatkan di posisi yang akan dijadikan titik acuan pada saat
melakukan georeferencing (bisa di sudut kiri dan kanan atas, atau di sudut
kanan dan kiri bawah).

Penanda Letak
Beri nama penanda letak sesuai dengan yang di inginkan, lalu salin nilai
koordinat lintang dan bujur pada lokasi penanda letak tersebut ke dalam
program Microsoft Excel. Buat penanda letak lainnya dengan jumlah minimal
4 buah, lalu lakukan tahap yang sama seperti di atas. Sehingga di dalam Ms.
Excel kurang lebih akan seperti berikut :

Koordinat di MS.Excel
Simpan tampilan google imagery dengan cara masuk menu file di dalam
program google earth, pilih simpan> simpan gambar. Selanjutnya jalankan
program ArcMap pada ArcGIS, dalam contoh ini arcGIS yang digunakan versi
10.1. Add tampilan google imagery, lalu atur sistem koordinat yang di
gunakan dengan cara klik kanan pada layer dalam TOC (Table Of Contents),
pilih properties, lalu dalam coordinate system pilih sistem koordinat yang
sesuai dengan pengaturan sistem koordinat di dalam google earth (dalam
tutorial ini digunakan sistem koordinatat geografis WGS 1984).
Tambahkan data excel yang berisikan nilai koordinat dengan cara masuk ke
menu file, lalu Add data> Add XY data.

Add XY data
Seletah di tambahkan, ganti simbology pada data excel dengan simbol yang
sesuai. Lalu klik kanan pada layer data Excel pilih Zoom to Layer, hasilnya
kurang lebih akan seperti berikut :

Layer from Excel


Tampilkan tools Georeferencing, dengan cara masuk ke Customize>
Toolbars> Georeferencing. Gunakan tools Add Control Point
, tempatkan di
lokasi dari penanda letak yang ada di dalam tampilan google imagery
dengan mengklik satu kali, kemudian tarik pointer ke layer data Excel, klik
kanan> Zoom to Layer. Tempatkan pointer pada objek titik yang memiliki

nilai koordinat dari lokasi yang ditandai dengan mengunakan tools Add
Control Point, sehingga nilai koordinat dari lokasi yang dijadikan titik kontrol
akan terisi otomatis. Lakukan hal yang sama terhadap objek penanda letak
lainnya. Setelah semua penanda letak di beri control point, maka hasilnya
kurang lebih seperti berikut:

Google Imagery Georeferencing


Lihat nilai eror yang di dapat dengan menggunakan tools View Link Table
.
Proses georeferencing dengan memasukan nilai koordinat dari data excel
akan menghasilkan nilai error yang lebih baik dari pada proses memasukan
nilai koordinat secara manual, dan nilai error dari proses ini adalah :

RMS Error
Masuk pada menu georeferencing, kemudian klik Update Georeferencing.
Maka proses georeferncing pun selesai.

MEMBUAT STRIKE/DIP DI ARCGIS


Artikel ini akan membahas cara membuat simbol Strike/Dip di software
ArcGIS. Sebelumnya memulai proses pengerjaan, sebaiknya pahami terlebih
dahulu pengertian Strike/Dip.

- Strike = Arah sebaran batuan


- Dip = Kemiringan
Data Strike/Dip di dapat dari hasil survey lapangan dengan menggunakan
Kompas Geologi dan GPS. Satuan yang digunakan adalah (derajat), Strike
di mulai dari 1-360 dan Dip di mulai dari 1-90. Data yang diperlukan
dalam kegiatan ini di input dari Ms.Excel, yang terdiri dari koordinat X,Y,
Strike,dan Dip. Contohnya seperti gambar berikut :

Data Strike/Dip di Excel


Jalankan program ArcMap, panggil data Ms.Excel tersebut dengan tools Add
XY Datayang berada di File > Add Data > Add XY Data.
Browse file Ms.Excel tersebut, kemudian pada X Field pilih file yang berisikan
Nilai koordinat X, dan Y Field pilih field yang berisikan nilai Koordinat Y.
Tentukan sistem koordinat yang digunakan pada pilihan Edit. OK.

Add XY Data
Maka akan muncul point yang menunjukan lokasi dari Strike/Dip. Selanjutnya
konversi data excel tersebut menjadi SHP (Shapefile). Dengan cara klik
kanan pada layer tersebut pilih Data > Export Data. Pilih Export All Feature,
kemudian Tentukan lokasi penyimpanan hasil konversi tersebut, Ok.

Export Data

Ubah simbol dari point tersebut dengan mengklik simbol point pada layer
Strike_Dip,
kemudian
pada
pilihan Style
References select Geology_24K, maka akan muncul pilihan simbologi baru,
pilih simbol strike/dip yang di inginkan kemudian sesuaikan ukurannya.

Symbology
Hasil dari penggunaan simbol tersebut akan merubah seluruh simbol pada
layer Strike/Dip seperti gambar berikut :

Strike/Dip 1
Rotasi simbol tersebut sesuai dengan nilai strike. Klik kanan pada layer
Strike_Dip pilihproperties > Symbology. Pada pilihan drop down Advanced,
piilh Rotation. Pada pilihan rotation, gunakan field Strike dengan Style

rotation Geographic. Hasilnya simbol Strike/Dip di layer editing akan berubah


sesuai arah strike.

Strike/Dip 2
Tahap terakhir adalah pemberian label pada simbol tersebut. Agar label
tepat berada pada arah dip, atur label dengan cara klik kanan layer tersebut
pilih Properties > Labels.Select pilihan Label Feature in This Layer, label field
gunakan field DIP. Masuk kePlacement Properties. Gunakan pilihan Place
label at an angle specifed by a feld.

Placement Properties

Klik Rotation Field, gunakan field Strike dan style rotation Geographic. Klik
Ok. Pada pilihan Pre-defined label Style pilih Label Styles > Properties >
Symbol Properties > Edit Symbol. Berikan Angle nilai 90, Vertical Alignment
gunakan Bottom, Hirozontal Alignment gunakan Full. Perhatikan gambar
berikut :

Editor Symbol
Maka setelah mengikuti cara di atas, hasilnya label akan berada tepat di
depan arah dip.

Strike/Dip 3

VISUALISASI LAYER OBJEK DENGAN ARCSCANE


Artikel ini akan membahas cara untuk melakukan visualisasi terhadap objek
layer dengan menggunakan ArcScane pada ArcGIS. Bahan yang dibutuhkan
adalah :

Hillshade Raster

Tin Raster

Contour
Dalam tahap ini akan dilakukan penyusunan objek-objek di atas dengan
tampilan yang lebih menarik. Caranya di dalam program ArcScane, panggil
ke 3 objek yang telah disediakan (Bisa disesuaikan dengan objek yang di
inginkan). Karena dalam tahap ini akan menampikan objek Tin Raster yang
memiliki nilai ketinggian, maka jika objek yang ditampilkan menggunakan
sistem koordinat WGS 1984, pada tampilan ArcScane ganti menjadi WGS
1984 World Mercator, atau bisa dengan menggunakan sistem
koordinat UTM.
Susun layer hillshade berada di paling bawah kemudian di susul layer Tin di
atasnya dan layer Contour di atasnya lagi. Dalam menu Base
Height pada properties layer Contour dan Hillshade, pilih Ploating on a
custom surface dan pada menu drop down pilih lokasi tempat menyimpan
objek layer Tin. Kemudian pada kolom layer offset beri nilai ketinggian yang
di inginkan dari objek layer Contour dan Hillshade terhadap layer Tin. Misal
beri nilai 5000 atau 10000 pada layer Contour, dan beri nilai -5000 atau
-10000 pada layer Hillshade. Dan beri nilai transparansi terhadap objek layer
Tin sesuai dengan yang di inginkan, sehingga akan di dapatkan tampilan
seperti berikut :

Objek Layer di ArcScane


MEMBUAT PETA DENGAN ARCGIS BASEMAP
ArcGIS merupakan software GIS ( Geographic Information System ) yang
dikembangkan oleh ESRI (Environment Science & Research Institue) yang
merupakan kompilasi fungsi-fungsi dari berbagai macam software GIS yang
berbeda seperti GIS desktop, server, dan GIS berbasis web. Dan dalam
artikel ini, blog INFO-GEOSPASIAL akan memberikan tutorial pembuatan peta
dengan menggunakan ArcGIS Basemap.
Fitur basemap sudah ada sejak ArcGIS rilis versi 9, akan tetapi dengan cara
pemanggilan yang berbeda, sedangkan untuk ArcGIS versi 10.x fitur ini lebih
mudah dan simpel untuk di gunakan. dan terus semakin dikembangkan
sampai sekarang.
Dengan menggunakan fitur ini memudahkan bagi user apabila ingin
membuat peta dengan cepat tanpa memakan waktu yang lama. Cara untuk
memanggil ArcGIS Basemap di ArcGIS 10.1, pada pilihan add data, pilih Add
Basemap.

Add Basemap
Kemudian akan muncul pilihan Basemap yang dapat di gunakan, (untuk
mengikuti tutorial ini harus tersambung ke koneksi internet).

ArcGIS Basemap
Terdapat 10 pilihan basemap yang dapat digunakan, dalam contoh ini akan
digunakan basemap National Geographic, klik Add.

Tampilan Basemap
Setelah di add maka akan di dapatkan tampilan seperti diatas, sekarang kita
bisa memulai untuk membuat peta baku dari basemap tersebut. Untuk
membuat peta yang lebih terarah, maka dalam kegiatan ini basemap akan di
overlay dengan data Titik Api seluruh Indonesia, sehingga akan di dapatkan
tampilan seperti berikut ini :

Basemap dan Hotspot


Selanjutnya kita hanya perlu membuat layout dari tampilan basemap
tersebut. Untuk tampilan layout sederhana yang saya buat hasilnya seperti
berikut :

Hasil Layout
Fitur basemap ini sangat berguna apabila kita diharuskan membuat peta
dalam kurun waktu yang sangat singkat, dan tentu saja dengan fitur ini kita
dapat mengupdate ataupun mendigitasi objek-objek seperti jalan,
perbatasan, dan objek lainnya. Untuk lebih memahami proses di atas, dapat
di lihat langsung pada video berikut :

VISUALISASI DATA EXCEL DENGAN FITUR 3D MAPS


Microsoft Excel atau Microsoft Office Excel adalah
sebuah program aplikasi lembar kerja spreadsheet yang dibuat dan
didistribusikan oleh Microsoft Corporation, program ini menjadi bagian
kesatuan dari program Microsoft Office. Microsoft Excel digunakan untuk
mengolah data secara otomatis yang meliputi perhitungan dasar,
penggunaan fungsi-fungsi, pembuatan grafik dan manajemen data.
Perangkat ini sangat membantu untuk menyelesaikan permasalahan
administratif mulai yang paling sederhana sampai yang lebih kompleks, hal
tersebut menjadikan Microsoft Excel sebagai salah satu program komputer
yang populer digunakan di seluruh dunia.
Dengan telah diluncurkannya Microsoft Office 2016, dan dengan
ditambahnya fitur 3D Maps di dalam program aplikasi Microsoft Excel 2016,
memudahkan kita untuk memvisualisasikan data kita yang berhubungan
dengan suatu lokasi geografis, ke dalam bentuk Peta 3D, yang menunjukan
lokasi dari data tersebut.
Untuk memulainya, kita harus mempersiapkan suatu data tabel di dalam
Ms.Excel yang berisi sedikitnya 1 nilai geografis berupa
koordinat Lintang/Bujur, nama Kota, nama Negara/Kawasan, Kode Pos, nama
Negara Bagian/Provinsi, atau Alamat. sehingga Bing Maps selaku peta yang
akan menjadi tempat kita memvisualisasikan data tabel yang dibuat. dapat
membaca nama tabel yang dimaksud. Penambahan negara bagian atau
provinsi sangat disarankan untuk memperjelas nama data yang dimaksud
apabila terdapat nama yang sama pada daerah yang berbeda.
Dapat juga menggunakan Model Data yang berupa data dari Ms.Acess, Dari
Web, Text atau Database relational lain yang berisi beberapa tabel
relational, atau dapat juga menggunakan data PivotTable di Excel.
Bagi pembaca yang masih menggunakan Ms.Excel 2013, silahkan download
Ads-in Power Map Excel 2013, kemudian instal di Pc anda, lalu ikuti langkahlangkah yang akan di jelaskan pada bahasan ini. (Cara ini hanya berlaku
untuk pengguna Ms.Excel 2013 sampai terbaru).
Jalankan Ms.Excel, kemudian buat data tabel dengan contoh seperti berikut :

Rekap data Jumlah Penduduk Per Provinsi Indonesia


tahun 2013
Apabila menggunakan Model Data, cara untuk memanggilnya masuk ke
Menu Data, kemudian pilih salah satu metode yang akan digunakan seperti
gambar yang diberi kotak merah di bawah ini :

Memanggil Model Data


Lalu block semua data tabel yang akan digunakan, masuk ke menu insert
pilih 3D Maps, dan select Open 3d Maps. Perhatikan gambar berikut :

Open 3d Maps

Makan akan terbuka jendela baru dari 3d Map yang menunjukan lokasi dari
data tabel yang dimaksud. Pada bilah pengaturan di samping kanan,
gunakan pengaturan seperti berikut :

Pengaturan Data tabel pada 3d


Maps
Pada bagian Location, isikan dengan nama field atau kolom yang
mempersentasikan lokasi geografis dari data tabel, misalkan
Nilai koordinat Lintang/Bujur, nama Kota, nama Negara/Kawasan, Kode Pos,
nama Negara Bagian/Provinsi, atau Alamat. Kemudian pada pilihan drop
down di samping field yang di pilih, sesuaikan dengan keterangan field yang
dimaksud.
Apabila proses di atas dilakukan dengan tepat, maka lokasi geografis yang di
maksud akan muncul. Karna kita akan menampilkan data ke dalam bentuk
diagram batang, maka pada pilihan Height isikan dengan nama field yang
memiliki nilai berbeda di setiap barisnya, Contohnya Jumlah Penduduk atau
Jumlah Kota per Provinsi. Dan pada pilihan Category, Pilih data field yang
akan dikategorikan berdasarkan warna. Hasilnya Akan seperti berikut :

Model Stacked data Jumlah Kabupaten/Kota


Terdapat 5 bentuk tampilan, dari data yang akan ditampilkan, yaitu stacked,
clustered, bubble, heat map, dan region. Gambar di atas merupakan bentuk
tampilan stacked.

Model Bubble data Jumlah Kabupaten/Kota

Model Heat Map data Jumlah Kabupaten/Kota betuk


Flat Map

Kombinasi Model Stacked dan Region dengan


background Bing Aerial
Untuk model clustered hampir sama persis dengan model stacked, model
tersebut akan terlihat perbedaannya apabila data yang ditampilkan
berjumlah banyak. Untuk mengganti tampilan latar belakang, ada di dalam
menu Themes, terdapat 12 jenis latar belakang yang dapat digunakan.
Kita juga dapat menampilkan perubahan jumlah data atau isi data yang
ditampilkan dari waktu ke waktu, dengan syarat harus ada Bidang tanggal
atau waktu pada tabel yang ditampilkan. Minimal diperlukan setidaknya satu
bidang tanggal atau waktu per baris data. Untuk hasil terbaik, tempatkan
data sementara dalam kolom terpisah, lalu ganti format kolom itu menjadi
tanggal atau waktu (Klik kanan sel yang dipilih > Format Cells).

HITUNG LUAS TUTUPAN LAHAN DENGAN ARCGIS DAN EXCEL


Berikut ini akan di sajikan artikel dengan pembahasan cara menghitung luas
area pada peta tutupan lahan. Kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan
software ArcGIS versi 10.1. Sebelumnya kita sediakan terlebih dahulu bahan
yang akan di olah, yaitu peta Tutupan Lahan dan Peta Adminstrasi dalam
format Shapefile (SHP). Dalam kegiatan ini, daerah yang akan dihitung luas
tutupan lahannya adalah wilayah Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.
Peta tutupan lahan bisa diperoleh dari hasil digitasi ulang peta RBI, atau
dapat juga mengunduh data tutupan lahan dari situs Ina-Geoportal. Cara
untuk mengunduhnya sudah saya bahas pada artikelDownload Peta RBI dari
Ina-Geoportal.
Tahap pertama dalam kegiatan ini adalah memanggil peta tutupan lahan dan
adminsitrasi ke dalam software ArcGIS. Berikut tampilannya :

Tutupan Lahan Ciamis

Administrasi Ciamis
Kemudian kita lakuan union atau penggabungan dari layer Tutupan Lahan
dan Administrasi. Caranya masuk ke menu Geoprocessing kemudian pilih
Union. Isi input dengan layer Tutupan Lahan dan Administrasi, lalu tentukan
tempat penyimpanan dari hasil union tersebut.

Union
Sebelumnya pastikan salah satu layer dalam kondisi editing. sehingga proses
union akan berjalan. Hasil dari proses union tersebut kurang lebih seperti
berikut :

Hasil Union
Akan terbentuk layer baru dari hasil penggabungan layer Tutupan Lahan dan
Administrasi dengan berisi atribut dari kedua layer tersebut dengan nama

CIamis_TL. Apabila dari hasil proses union ditemukan beberapa objek layer
yang tidak memiliki atribut atau keterangan, berarti objek tersebut
merupakan GAP atau celah yang terdapat pada salah satu atau kedua layer
Tutupan Lahan dan Admnisitrasi.
Lakukan beberapa editing pada objek GAP tersebut dengan cara me-merge
atau menggabungkan dengan objek terdakat yang berada pada daerah
administrasi yang sama.
Save layer, kemudian stop editing dari layer Ciamis_TL. Di dalam tabel
Ciamis_TL kita buat field baru dengan cara memilih add field pada menu di
dalam tabel.

Add Field
Kemudian beri nama Luas_Ha dengan tipe float, lalu beri precious 9 dan
scale 4. (Ha merupakan singkatan dari Hektar. apabila hasil perhitungan
ingin dalam satuan yang berbeda, nama bisa disesuaikan). Maka akan
terbentuk field baru dari tabel layer Ciamis_TL.
Sebelum memulai proses perhitungan, perhatikan terlebih dahulu sistem
proyeksi yang digunakan, apabila proyeksi yang digunakan menggunakan
UTM, proses perhitungan dapat langsung di lakukan, tetapi apabila proyeksi
yang digunakan proyeksi geografis, maka lakukan transformasi proyeksi
terlebih dahulu, atau dapat juga dengan hanya merubah proyeksi pada data
frame saja,

Select Proyeksi
Caranya klik kanan pada layer utama, kemudian pilih properties. pada tab
Coordinate System, cari zona UTM dari daerah yang sedang di olah,
kemudian select, lalu klik ok.
Selanjutnya aktifkan editing dari layer Ciamis_TL, masuk ke attribut tabel
dari layer tersebut. Select pada field Luas_Ha yang baru saja kita buat,
kemudian klik kanan pilih Calculate Geometry. Kemudian tentukan
perhitungan yang akan dibuat, yaitu Area, dan pada pilihan unit, pilih
Hectares (Unit dapat disesuaikan), lali klik ok.

Calculate Geometry
Maka akan didapatkan hasil luasan dari setiap objek Tutupan Lahan per
Kecamatan di Kabupaten CIamis seperti berikut :

Hasil
Save hasil dari perhitungan tersebut. Kemudian sekarang kita akan membuat
rekap luas Tutupaan Lahan dari data tersebut dengan menggunakan
Microsoft Excel.
Caranya buka file Ciamis_TL.dbf ke dalam Microsoft Excel, kemudian buat
Pivot tabel dari data tersebut dengan cara menselect semua data dengan
menggunakan kombinasi Ctrl+A.

Select All

Lalu masuk ke menu Insert, pilih tools PivotTable seperti gambar berikut :

Tools PivotTable
Lalu pada jendela create PivotTable pilih ok.

Create PivotTable
Maka hasil akhirnya akan seperti berikut :

Rekap Luas Tutupan Lahan


Rekap luas Tutupa Lahan per Kecamatan di kabapuaten Ciamis sudah
selesai. Perhatikan pada bagian samping kanan dari gambar di atas,
terdapat garis merah yang menunjukan letak posisi field pada Pivot Table.

ASCII TEXT FILE TO DEM MENGGUNAKAN GLOBAL MAPPER


Artikel ini akan menjelaskan proses konversi file format ASCII TEXT yang
berisi nilai X,Y,Z menjadi DEM (Digital Elevation Model). Data yang
digunakan merupakan data batimetri laut jawa yang dapat di unduh
di DOWNLOAD DATA BATIMETRI. Software yang digunakan dalam kegiatan ini
adalah Global Mapper Versi 15.
Buka software Global Mapper, kemudian gunakan tools Open Data File untuk
memanggil data batimetri Format ASCII TEXT. Pada jendela baru yang
muncul, isikan seperti gambar berikut :

Open Data ASCII Text


Pada pilihan Import Type, pilih Elevation Grid 3D Point Data, dan pada Pilihan
Coordinate Column Order/Format pilih dengen Koordinat yang berada di
kolom pertama pada data ASCII TEXT. Klik Ok
Setelah itu akan muncul jendela baru untuk mengatur satuan ketinggian
yang akan digunakan. Dalam contoh ini digunakan satuan Meter, dengan
Grid Method Triangulation (Grid TIN of Point).Select pilihan Ignore Zero
Elevation untuk membiarkan ketinggian yang memiliki nilai 0 dan Save
Triangulation Netrwork (TIN) as a Vector Layer untuk menyimpan data vector
format TIN yang dihasilkan. Perhatikan gambar di bawah ini.

Elevation Grid Option


Klik ok, dan tentukan sistem koodinat yang digunakan.

Select Projection

Digunakan projeksi Geografis (Longitude/Latitude) dengan datum World


Geodetic System 1984 (WGS84). dan hasilnya akan tampil sebuah DEM
dengan resolusi 30 Seconds atau 1 kilometer seperti gambar berikut.

DEM from ASCII TEXT


Dari gambar di atas terlhat pada permukaan laut dan darat khususnya pada
bagian laut yang mengarah ke arah samudra hindia memiliki kedalaman
yang berbeda yang ditunjukan dengan warna yang lebih gelap.
Untuk melihat perbedaan nilai ketinggian di darat dan di laut, buat kontur
dengan menggunakanGenerate Contours yang tersedia pada menu Analysis
pada software Global Mapper.

Contour
Didapatkan nilai minus (-) pada kontur di wilayah laut dan nilai plus pada
kontur di wilayah darat. Save DEM tersebut dengan cara masuk ke menu file,
pilih Export, kemudian pilih Export Elevation Grid Format. Gunakan format
GeoTIFF.

GeoTIFF Export
Pada pengaturan GeoTIFF Export, gunakan elevation tipe 32 bit agar kualitas
hasil export lebih bagus. dan select Generate TFW (World) File dan Generate
PRJ File, Klik Ok.

Batimetri GeoTIFF Format

Hasil proses export terebut akan menghasilkan data format GeoTIFF dengan
ukuran yang relatif kecil. Untuk membuka kembali DEM tersebut, cukup buka
data Format GeoTIFF tersebut di global Mapper.
Semoga bermanfaat . . .
REGISTRASI RASTER DI GLOBAL MAPPER
Global Mapper merupakan software berbasis SIG yang berguna untuk
menampilkan berbagai macam format data dan mengolah serta melakukan
beberapa analisa dari data tersebut. Global Mapper cenderung lebih banyak
digunakan untuk menampilkan data dari format lain kemudian mengkonversi
data tersebut menjadi format lain yang di inginkan.
Berikut ini saya akan memberikan contoh cara melakukan registrasi raster di
dalam software Global Mapper. Dalam kegiatan ini, digunakan Global Mapper
Versi 15.
Pertama siapkan sebuah peta yang akan di registrasi atau georeferencing.
Kemudian panggil peta ke dalam software Global Mapper dengan cara
menekan tools Open Data Files yang terdapat pada toolbar atau dengan
menggunakan kombinasi Ctrl+O pada keyboard. Pada jendela baru yang
muncul, masuk ke tempat penyimpanan peta yang akan diregistrasi,
kemudian select peta tersebut, Klik Open.
Dalam kegiatan ini peta yang digunakan adalah Peta Geologi Lembar
Pekanbaru, Sumateradengan kode peta 0816. Pada dialog yang muncul,
pilih Yes To All.

Tampilan Awal Peta di dalam Jendela Registrasi Global


Mapper
Gambar di atas merupakan tampilan peta yang aan diregistrasi di dalam
software Global Mapper. Untuk memulai pemberian titik control pada peta,
tentukan terlebih dahulu sistem proyeksi yang akan digunakan, dengan

menekan pilihan select projection. Dalam kegiatan ini digunakan sistem


proyeksi Geografis Longitude/Latitude, dengan datum World Geodetic
System 1984 (WGS 84).
Untuk memulai pemberian titik control, Zoom peta pada tampilan Entire
Image atau Zoomed View ke area yang terdapat persilangan garis lintang
dan garis bujur di dalam peta.
Pada contoh ini, peta memiliki 2 sistem grid, yaitu Grid UTM dan Grid
Geografs dalam bentuk Degree Minutes Second (DMS).
Tempatkan cursor di area persilangan garis lintang dan bujur dari grid
Geografis, kemudian klik tepat di tengan-tengan garis persilangan tersebut.
Maka akan terbentuk suatu titik di area itu, dan akan tampak nilai pada
kolom Pixel X dan Pixel Y pada Ground Control Point di bagian bawah
kiri jendela registrasi. Itu menujukan lokasi titik di tampilan layer.
Kemudian masukan koordinat Lintang dan bujur dari titik tersebut dengan
mengisi pada Kolom XUntuk Koordinat Bujur, dan Kolom Y untuk Koordinat
Lintang. Isikan dengan nilai koordinat berupa Degree Decimal. Gunakan
tanda minus (-) untuk koordinat yang berada di selatan atau barat. kemudian
klik Add Point to List.
Buat lagi 3 titik Control dengan cara yang sama dengan cara di atas. Setelah
semua titik Control di buat dengan baik dan benar, hasilnya seperti berikut
ini :

Hasil Pemberian Titik Control Pada Peta


Dari gambar di atas terlihat terdapat empat buah Titik Control yang sudah
dibuat dan menghasilkan nilai Error 0. Semakin kecil nilai Error yang muncul,
maka semakin dapat dipercaya peta tersebut. Klik Apply kemudian Ok.

Tampilan PetaYang Sudah Di registrasi di Dalam


Global Mapper
Hasilnya akan seperti gambar di atas. Peta hasil registrasi yang di tampilkan
di dalam software Global Mapper sudah siap diolah atau di digitasi.
Sekian artikel kali ini
GEOREFERENCING RASTER DI ARCGIS
Georeferencing merupakan proses pemberian sistem koordinat pada suatu
objek gambar dengan cara menempatkan suatu titik control terhadap suatu
persimpangan antara garis lintang dan bujur pada gambar berupa objek
tersebut, atau dengan menempatkan titik ikat pada lokasi yang sudah
diketahui koordinatnya. Pada bahasan ini saya akan memberikan gambaran
proses georeferencing peta di software ArcGIS versi 10.1 .
Sebelum memulai tahapan ini, pastikan kalian sudah menyediakan peta
yang akan di georeferencing/register. Apabila peta berformat Jpg, sebaiknya
ubah terlebih dahulu peta tersebut menjadi berformat Tiff. Alasannya agar
saat peta di zoom dengan tingkat ketelitian yang sangan tinggi, peta tidak
akan mengalami blank warna.
Terdapat dua cara dalam proses Georeferencing di ArcGIS, yang pertama
dengan menempatkan titik control pada suatu garis perpotongan lintang dan
bujur kemudian untuk memasukan nilai koordinatnya, klik kanan pada titik
control tersebut, lalu pilih input X and Y atau Input DMS of Lon and Lat. Akan
tetapi cara tersebut cenderung akan menghasilkan RMS Error yang cukup
besar, tergantung dari tingkat ketelitian saat menempatkan titik control.
Dan cara yang kedua adalah dengan menempatkan titik control pada peta
kemudian memasukan nilai koordinat titik control tersebut dengan
menggunakan titik acuan yang sebelumnya telah di buat. Cara ini lebih
mudah dari cara yang pertama, dan hasil RMS Error akan lebih kecil.

Berikut ini langkah-langkahnya :

Tampilan Peta Di ArcMap


Buka peta yang akan di georeferencing di dalam Software ArcMap. Lalu atur
sistem koordinat yang akan digunakan. Klik kanan pada Layer Utama
pilih PropertiesCoordinate SystemPilih Sistem Koordinat yang akan di
gunakan.
Dalam bahasan ini saya mengunakan sistem koordinat Geografis dengan
Datum WGS 1984.
Untuk lebih jelas perhatikan gambar di bawah ini.

Pemilihan Sistem Koordinat

Setelah itu masukan koodinat X dan Y dari peta yang akan kita
Georeferencing ke dalam Microsoft Excel. Apabila koodinat berupa DMS ,
buat koordinat tersebut menjadi desimal.
Data Microsoft Excel tersebut digunakan sebagai titik acuan saat melakukan
proses georeferencing pada peta.

Koordinat untuk titik


Acuan
Untuk memasukan data Microsoft Excel yang barusan di buat, caranya
masuk ke Menu FileAdd DataAdd XY Data.

Memasukan Data Excel


Isikan dengan tabel yang baru saja kita buat, kemudian pilih sistem
koordinat yang akan di gunakan, dengan masuk ke menu edit.

Memilih data Excel


Setelah muncul titik yang merepresentasikan letak koordinat yang barusan
kita buat. Kemudian ganti symbology dari titik tersebut dengan pilihan
seperti pada gambar di bawah ini.

Mengganti Symbology

Pemilihan symbology berbentuk lingkaran besar dengan lingkaran hitam


kecil di dalamnya, dimaksudkan untuk memperjelas letak titik koordinat
yang akan menjadi acuan saat proses georeferencing peta.

Tampilan titik Acuan dan Peta


Setelah Data excel di munculkan, kurang lebih akan terlihat seperti gambar
di atas. Titik koordinat yang berasal dari data Microsoft Excel tampak hanya
ada satu titik. Sebenarnya itu dikarenakan ukuran peta yang belum memiliki
sistem koordinat.
Untuk memulai membuat titik control pada peta, munculkan tools
Georeferencing pada menu customize, lalu select Georeferencing.
Tools Georeferencing
Pilih tools yang terselect seperti gambar di atas. Lalu tempatkan di lokasi
dimana kita akan menempatkan titik control pada peta. Tempatkan titik
control di lokasi yang sudah kita buat titik acuannya dari data Microsoft
Excel. Lakukan Zoom sedekat mungkin, agar tingkat ketelitian semakin
tinggi. Proses zoom peta juga dapat dilakukan dengan menggunakan tools
Magnifier pada menu Windows.

Penempatan Titik Control pada Persimpangan garis


Lintang dan Bujur
Setelah menempatkan titk control, tarik cursor ke arah layer data excel, klik
kanan pada layer tersebut, pilih Zoom to Layer. Lalu tempatkan di titik acuan
yang menandai lokasi titik control yang barusan kita buat.

Penempatan Titik Control pada titik Acuan


Untuk mempermudah saat menempatkan titik control di titik acuan dari data
Microsoft Excel, aktifkan Snap pada menu editorSnappingSnapping
ToolbarSelect Point Snapping.
Buat titik control lainnya dengan cara yang sama seperti gambar di atas.

Setelah pemberian empat titik control


Setelah menempatkan minimal empat titik control pada peta, kita sudah
dapat mengecek tingkat keakurasian titik control tersebut pada nilai RMS
Error pada tools View Link Table yang terdapat pada menu Georeferencing.
Nilai yang dianjurkan kurang dari 1. Semakin kecil angkat tersebut, maka
semakin akurat peta tersebut.

View Link Table


Jika semua tahapan di atas sudah di lakukan, maka selanjutnya lakukan
Update Georeferencing pada peta untuk menyimpan hasil Georeferencing
tersebut. Caranya masuk pada Menu Georeferencing, kemudian pilih Update
georeferencing.

View Link Table seteleh Update Georeferencing

Setelah di Update Georeferencing, coba cek kembali RMS Error dari peta
tersebut. Akan terjadi perubahan RMS Error menjadi lebih baik dari
sebelumnya.

MEMBUAT MAPBOOK DI ARCGIS


Artikel ini berjudul membuat MapBook di ArcGIS dengan menggunakan Data
Driven Pages Tools. Untuk memulai tahap ini sebaiknya pastikan anda sudah
membaca artikel Membuat Grid Index di ArcGIS, karena artikel ini merupakan
kelanjutan dari tahapan artikel tersebut.
Pertama adalah cara menampilkan peta di layout berdasarkan lokasi pada
index. Masuk ke mode Layout View. Pada pilihan layout tools yang tersedia,
pilih tools Data Driven Pages.

Setup Data Driven Pages


Isi setup Data Driven Pages :
Select box Enable Data Driven Pages
Data Frame = Isi dengan nama data frame tempat lokasi penyimpanan
layer shp di TOC
Layer = Shp grid index yang barusan kita buat
Name Field = PageName
Sort Field = PageNumber
Select box Sort Ascending
Klik Ok

Tampilan Peta Di Layout


Gambar di atas merupakan tampilan layout berdasarkan lokasi peta pada
Grid Index. Tampilan peta pada layout dapat diubah dengan menekan tools
next dan back yang berupa panah warna biru pada Menu Data Driven
Pages.
Sekarang kita tampilkan kode dari setiap index peta tersebut. Pilih Page
text pada menu tools Data Driven Pages, Pilih Data Driven Page Number.
Atau dengan masuk ke menu Insert, pilih Dinamic Text, pilih Data Driven
Page Number.
Setelah muncul di layer Layout View, klik dua kali text tersebut kemudian
Berikan kata Lembar atau kata lain yang menurut kalian cocok di bagian
depan script yang ada.

Data Driven Page Number


Tempatkan Kode tersebut di tempat yang sesuai pada layout peta.
Ketika tampilan Layout Peta diganti dengan tampilan Peta dengan kode
index lain, maka kode yang tertera pada peta tersebut juga akan ikut
berubah.

Layout dengan Code Lembar Peta


Selanjutnya kita hilangkan garis index yang masih terlihat di dalam tampilan
layout peta. Caranya dengan masuk ke setup Data Driven Pages, pada
bagian Extent ganti size menjadi 100%.

Menu Extent Pada Setup Data Driven


Pages
Jika sudah tampilan di layout nya akan seperti berikut ini.

Tampilan Layout
Kemudian sekarang kita akan menampilkan Index Peta keseluruhan di
sebelah samping peta index yang ditampilkan.
Buat data frame baru dengan masuk ke menu Insert kemudian pilih Insert
Data Frame. Sesuaikan ukuran frame.

Penempatan frame Index


Drag layer Shapefile yang akan ditampilkan di Index Peta dari Date Frame
Layer ke data frame yang barusan kita buat. Dalam Contoh ini karena hanya
ada layer Grid Index dan Layer Area Kecamatan, sehingga keduanya saya
tampilkan di Index.

Tampilan Peta Index


Langkah selanjutnya membuat Automatic Highlights atau penanda lokasi
peta secara otomatis, pertama klik kanan Data Frame Index, pilih Properties.
Di dalam menu Extend Indicators pada Properties Data Frame Index,
pindahkan Data Frame yang ada di sebelah kiri ke sebelah kanan dengan
menekan tanda > di dalam tampilan menu tersebut.

Pengaturan Automatic Highlights


Setelah menjalani tahap di atas, index peta akan memiliki kotak warna
merah untuk menunjukan lokasi index peta yang sedang ditampikan di
layout.

Automatic Highlights Pada Peta Index


Ketika peta diganti pada Data Driven Pages, index peta akan menyesuaikan
dengan lokasi yang ditampilkan.

Perubahan lokasi Automatic Highlights Saat Peta


Layout di ganti
Berikutnya tinggal kita memberikan keterangan pada peta tersebut, seperti
pemberian judul, grid, legenda,dll
Untuk pemberian keterangan pada peta yang di contohkan ini, peta tidak
akan memiliki legenda beserta judul yang benar, karena layer-layer peta
yang ditampilkannya sendiri hanya sebatas Area Kecamatan dan Grid Index,
tanpa adanya layer pendukung lainnya seperti Perhubungan, Perairan,
Perbatasan, dan lain sebagainya.
Berikut Tampilan akhir dari peta :

Tampilan Akhir Peta

Untuk menyimpan seluruhan peta dengan lokasi index yang berbeda,


caranya masuk ke menu File, pilih Export Map, simpan dengan format PDF.
Pilih All, lalu pilih Single PDF fle pada pilihan Export Pages As.

Save Seluruh Peta


Di bawah ini tampilan seluruh peta berdasarkan lokasi index yang berbeda.

Tampilan Pdf
Semoga bahasan pada artikel ini dapat menjadi referensi pembaca dan
seomoga bermanfaat untuk kedepannya . . .

MEMBUAT GRID INDEX DI ARCGIS


Postingan ini akan membahas cara pembuatan grid index dari suatu wilayah
berformat shapefile dengan menggunakan software ArcGIS version 10.1
Berikut ini adalah tampilan shapefile wilayah kabupaten Ciamis, Jawa Barat
yang akan kita buat grid index nya.

Area Yang Akan Dibuat Grid Index


Sebelumnya pastikan sistem koordinat yang digunakan adalah UTM. Apabila
bukan UTM bisa di ganti dengan menggunakan salah satu tools Project and
Tranformation di Arctoolbox. Hal lain yang harus diperhatikan adalah skala
peta yang ingin kita buat index nya. Di sini saya menggunakan Kertas
Ukuran A3 Landscape dengan skala 1:250.000 .

Tampilan Di Dalam Layout View


Tampilan di atas merupakan tampilan peta di layout dengan ukuran kertas
yang di sebutkan tadi. Hitung pajang dan lebar dari frame peta tersebut
(tidak termasuk frame untuk legenda). Ukuran frame dapat disesuaikan agar

pas dengan ukuran objek peta. Dalam contoh ini ukuran panjang dan lebar
frame nya adalah 6,9 cm x 6,3 cm . Kemudian kalikan ukuran tersebut
dengan besar skala peta.
Panjang 6,9 x 250.000 = 17250 meter
Lebar 6,3 x 250.000 = 15750 meter
Hasil ini untuk dimasukan kedalam ukuran grid index nanti.
Untuk membuat Grid index , masuk ke ArctoolboxCartography toolsData
Driven PagesGrid Index Features. Untuk lebih jelas perhatikan gambar di
bawah ini.

Grid Index Fratures


Akan muncul jendela baru untuk pengaturan Pembuatan Grid Index. Isi
Output dengan lokasi penyimpanan grid index dan nama file shp nya. Kolom
input di isi dengan wilayah yang akan kita buat grid index nya.

Pengaturan Grid Index Features


Kemudian Scroll ke bawah, maka akan menemukan tampilan seperti berikut
ini.

Pengaturan Grid Index Features


Ubah Unit menjadi meter. Isi polygon Width dan height dengan hasil
perhitungan di atas. Setelah di isi maka Number of Rows dan Columns akan
terisi otomatis. Apabila ingin membuat index berdasarkan skala , ceklis box
Use Page Unit and Scale.

Grid Index
Setalah melakukan tahapan di atas, seharusnya akan muncul sebuah
polygon yang menutupi seluruh area yang akan di beri Grid Index. Ganti
symbology area yang menutupi tersebut menjadi Hollow, sehingga akan
terlihat seperti tampilan di atas.
Selanjutnya untuk menampilkan wilayah tersebut berdasarkan lokasi pada
Index, akan di bahas di artikel Membuat MapBook di ArcGIS.

CONVERSION DMS Into DD And METER


In this post I will discuss how to convert Degrees Meter Seconds (DMS) form
the Decimal Degrees (DD) and Meter (M).
Earth's distance calculated from the east-west and north-south somewhere
from a particular starting point. The distance is measured in degrees of the
angle formed from the starting point to that position through the center of
the earth. While the starting point is set to be at the intersection of northsouth hemisphere of the earth (the equator) with the line that divides the
earth east-west through the city Greenwhich in England.
The position of a place described by the value longitude coordinates
(longitude) and latitude (latitude) through the place. Longitude (longitude),
often also called meridians, which is a straight line that connects the north
and south poles of the earth. Longitude coordinate values starting from 0
longitude is at Greenwhich, then enlarges to the east and west to meet again
at the international date line boundary that is located in the Bering Strait to
the value of 180 . Longitude to the west is negative and is called west
longitude (west longitude) often shortened to BB. While longitude eastward
rated positively and called the east longitude (east longitude) abbreviated
BT. Their coordinates are based on the magnitude of the angle formed by the
longitude 0 to the longitude line through the center of the earth.

Earth Koordinat
The starting value of the latitude of the equator circle line which rated 0 .
The next lines of latitude that another form of circles parallel (parallel)
equator are north and south of the equator. Circle parallel to the south is
called latitude south (LS) and given a negative value, while the circle parallel
to the north rated positively and called the northern latitudes (LU). The
maximum value of the latitude is 90 which is located at the poles of the
earth.
Parallel circles that represent these latitudes getting smaller in size with the
further from the equator. So the distance is 1 east-west at the equator is

much greater than at a distance of 1 east-west at a distance from the


equator. At the equator 1 east-west equal to 111 320 km, but near the
poles 1 east-west just a few meters away. That is why the grid is made of
latitude and longitude, it appears in the form of a square at the equator and
turned into a rectangle in the areas near the poles.
Around the Earth:
Keep in mind, before starting the calculation of the distance of the earth in
units of degrees, it would be better we need to know the length of the
circumference of the earth itself in units of kilometers. Known around the
world today is 40075.017 Km or 40.007.86 Km from the meridian points of
the equator that is described to be 360 . We round it off to 40 075 Km. so :
1 degree = 40.075 km : 360 = 111,320 Km
1 minute = 111,320 Km : 60 = 1,855 Km
1 second = 1,855 Km : 60 = 30,92 Meter
Angular Unit :
The magnitude of the angle in the geographic units can be expressed in two
ways, namely by unit DMS (degree minute second) or unit DD (decimal
degree). With the DMS unit system, every degree angle is divided into 60
minutes and each minute divided into 60 seconds. Writing expressed as dd
mm'ss ". While the DD unit system, each rank is expressed in decimal
fraction (split by comma).
- CONVERSION decimal degrees (DD) to DEGREES OF MINUTES seconds
(DMS)
example:
DD = 104,634327 Longitude
The value of the degree by taking the numbers in front of the comma :
Degree = 104 degree
Value minute by multiplying the numbers behind the comma with 60, and
write the numbers in front of the comma, namely:
Minute = 0,634327 x 60 = 38,05962 = 38 minute
Second value by multiplying the decimal point in the calculation of minutes
with the number 60 :
Second = 0,05962 x 60 = 3,5772 = 3 Second
So 104,634327 Longitude = 104 degree 38 Minute 3 Seconds Longitude =
10438' 3" Longitude.
- CONVERSION DEGREE OF MINUTES seconds (DMS) to decimal degrees (DD)
You do this by reversing the above formula. example:
DMS = = 10015' 30" Longitude.
DD = (100) + (15/60) + (30/(60 x 60))
DD = (100) + (0.25) + (30/3600)
DD = 100 + 0,25 + 0,0083333

DD = 100,2583333
The above calculation is used for the Geographic coordinate system, and if
we will use the DMS or DD coordinate values in the coordinate system to
UTM (Universal Transverse Mercator) then we have to convert it to a unit
Meter. On condition that we should already know the length of 1 in units of
Kilometers / Meters. Since we already know the length of the part count
circumference of the Earth, then we can immediately practice :
- CONVERSION decimal degrees (DD) to METER
Examples of point A and point B is :
DD = 104,634327 Longitude
KM = 104,634327 x 111,320 Km
KM = 11647,89328164 Km x 1000 = 11647893,28164 Meter
- CONVERSION DEGREE OF MINUTES seconds (DMS) to METER
Examples of point A and point B is :
DMS = = 10015' 30" Longitude
KM = (100 x 111,320) + (15 x 1,855) + ((30 x 30,92)/1000) Km
KM = 11132 + 46,375 + 0,9276 Km
KM = 11179,3026 Km x 1000 = 11179302,6 Meter
Hope it is useful . , ,
PERHITUNGAN SKALA PETA BERDASARKAN RESOLUSI RASTER
Topik yang akan di sampaikan mengenai perhitungan Skala Peta berdasarkan
Resolusi Raster. Seperti yang sudah kita pahami, skala adalah perbedaan
relatif ukuran/jarak antara fitur dalam gambar (peta) dengan fitur yang
sebenarnya ada di lapangan. Sebagai contoh skala 1 : 30.000, diartikan
bahwa setiap satu unit di peta mewakili 30.000 unit di lapangan. Unit
tersebut biasanya dalam satuan inchi atau centimeter. Sementara resolusi
pixel adalah ukuran area di lapangan yang dapat terwakili dalam 1 pixel.
Data raster biasanya tidak dikaitkan dengan skala tertentu, meskipun
resolusi raster juga merupakan indikasi kedetilan citra satelit. Menurut blog
di ESRI, kita dapat mengalikan ukuran pixel (dalam meter) dengan angka
2000 untuk mengetahui tingkat skala yang paling rinci/sesuai. Sebagai
contoh sebuah citra satelit mempunyai resolusi spasial 30 meter, maka data
tersebut bisa dilihat detil dalam tingkat skala 1 : 60.000. Namun pada
prakteknya banyak orang yang menggunakan resolusi 30 meter untuk
tingkat skala yang kurang rinci, misalnya skala 1 : 100.000.
Berikut tabel kesesuaian resolusi raster dengan tingkatan skala peta :
Raster
Detectable size
Map Scale
Resolution
(in meters)

(in meters)
0.5
2.5
5
25
50
125
250
500

1
5
10
50
100
250
500
1000

1
1
1
1
1
1
1
1

:
:
:
:
:
:
:
:

1000
5000
10.000
50.000
100.000
250.000
500.000
1.000.000

Untuk lebih mudahnya bisa dihitung dengan rumus sederhana berikut ini:

Skala Peta = Resolusi Raster x 2 x 1000

ARCGIS: KONVERSI SISTEM PROYEKSI GEOGRAFIS KE UTM


Bagaimana cara melakukan konversi sistem proyeksi dari UTM Zona 50S ke Geografis di ArcGIS? Itu adalah salah
satu pertanyaan yang sering dilontarkan teman-teman praktisi GIS. Saya yakin jawabannya pasti sudah banyak di
internet, tinggal googling saja. Namun bagi beberapa orang, googling bukanlah jawaban. Untuk itu kami coba
menambah khasanah cara mengkonversi sistem proyeksi data spasial dari Geografis ke

UTM.

Berikut adalah contoh data yang belum memiliki (didefinisikan) sistem proyeksinya. Salah satu ciri shapefile yang belum
memiliki (didefinisikan) sistem proyeksinya adalah tidak adanya file .PRJ.
Apabila data tersebut dibuka oleh ArcGIS, maka akan muncul pesan The Following data sources you added are missing

reference information. This data can be drawn in ArcMap, but cannot be projected.
Berikut adalah cara untuk melakukan konversi sistem proyeksi dari Geografis ke UTM Zona 50S.
spatial
1.

Ketahui dahulu proyeksi data yang ada. Kita bisa melihat pada angka koordinat sekitar data. Pada ArcGIS
terletak di pojok kanan bawah.

2.

Definisikan sistem proyeksi yang ada. Ini bisa dilakukan dengan menggunakan ArcToolbox > Data
Management Tools > Projection and Transformations > Define Projection

3.
4.

Tentukan Input, yaitu layer rawan_bencana_pasir


Kita lihat bahwa Coordinate System adalah unknown. Klik pada Properti > Select. Pilih Coordinate Systems >
Geographic Coordinate Systems > World > WGS 1984.prj sehingga dialog Define Projection seperti ini
Klik OK untuk menjalankan define projection

5.

Jika muncul pesan seperti di bawah, berarti proses Define Projection sudah selesai

6.

Daftar file pada folder akan bertambah, salah satunya file .PRJ
Catatan: Jika salah mendefinisikan proyeksi, maka kita harus hapus file PRJ dan mengulang kembali Define
Projection.

7.
8.

Set sistem proyeksi Data Frame. Double click pada nama data frame (contoh di Layers)
Klik pada tab Coordinate System.
Terlihat bahwa sistem proyeksi data frame sekarang ini adalah Unknown. Klik pada Predefined > Projected
> UTM> WGS 1984 > Southern Hemisphere > WGS 1984

UTM Zone 50.

Klik OK untuk konfirmasi


9.

Angka koordinat di pojok kanan bawah tidak lagi menunjukan angka Geografis, melainkan sudah

UTM

Catatan: Pada beberapa kasus, kadang terdapat bug dari ArcMap. Jika kita mendefinisikan proyeksi data duluan
daripada data frame, terkadang tidak memberikan efek. Jika terjadi demikian, lakukan pendefinisikan proyeksi
(UTM 50S) terhadap data frame, selanjutnya baru tambahkan data yang sudah didefinisikan proyeksinya
(Geografis).

Catatan: Jika kita sudah melakukan definisi sistem proyeksi data dan proyeksi data frame pada ArcGIS, tidak

UTM atau ke sistem proyeksi lainnya. ArcGIS mendukung onthe-fly projection yang artinya semua data yang sudah didefinisikan proyeksinya bisa dioverlay: UTM,
diperlukan lagi konversi sistem proyeksi data ke
Geografis, atau TM-3 tidak masalah.

10.

Sampai pada tahapan ini, kita sudah melakukan definisi sistem proyeksi data frame dan definisi sistem
proyeksi data. Kita bisa melakukan konversi data Geografis menjadi

UTM dengan cara melakukan export data.

Klik padalayer yang akan dieksport > Data > Export Data.

11.

Pilih Use the same coordinate system as : the data frame


Sebagaimana diketahui pada langkah sebelumnya bahwa data kita Geo sedangkan data frame kita

UTM 50S.

Dengan melakukan pengaturan seperti gambar di atas, kita ingin hasil export data yang semula Geo
menjadi UTM50S.

Klik OK untuk mengeksekusi

12.

Jika ada pilihan untuk langsung menambah data, pilih saja YES

13.

Berikut folder tempat kita bekerja

Data sumber dengan sistem proyeksi Geografis akan persis overlap dengan data output dengan sistem
proyeksi

UTMZona 50S karena on-the-fly projection yang dimiliki ArcMap.Melakukan konversi sistem proyeksi data

bisa juga dilakukan dengan menggunakan ArcToolbox > Data Management Tools > Projection and Transformations >
Feature > Project.

MEMBUAT SHAPEFILE 3D DI ARCGIS 10 PART02


Setelah mencoba membuat fitur point sebagai bahan praktek yang paling
sederhana dalam membuat fitur 3D dalam ArcGIS, pada tutorial kali ini kita
coba membuat fitur yang sedikit lebih rumit, yaitu membuat bangun limas
menggunakan fitur polygon. Ada baiknya baca dulu tutorial Membuat
Shapefile 3D di ArcGIS 10 Part01.
Buka ArcMap, siapkan data referensi (jika perlu).

Pada jendela Catalog, buat file baru bertipe polygon dengan opsi seperti
pada gambar berikut
Membuat Shapefile 3D di ArcGIS 10 Part02 arcgis software tutorial
membuat 3d gis tutorial gis contoh 3d cad and arcgis bangunan arcgis 3d
arcgis
Tambahkan layer tersebut ke TOC
Set layer tersebut dalam posisi teredit
Buat Rectangle dengan ukuran Length 50m dan Width 25m. Saat editing
lakukan Klik-kanan untuk menampilkan opsi ukuran tersebut. Ukuran bisa
dibuat sendiri tergantung selera.
Membuat Shapefile 3D di ArcGIS 10 Part02 arcgis software tutorial
membuat 3d gis tutorial gis contoh 3d cad and arcgis bangunan arcgis 3d
arcgis
Cut Rectangle pada tengah-tengah. Lakukan Klik-kanan > Snap to Feature >
Midpoing untuk snap ke tengah-tengah sisi rectangle.
Membuat Shapefile 3D di ArcGIS 10 Part02 arcgis software tutorial
membuat 3d gis tutorial gis contoh 3d cad and arcgis bangunan arcgis 3d
arcgis
Lanjutkan operasi Cut Polygon sehingga membentuk polygon seperti berikut
Membuat Shapefile 3D di ArcGIS 10 Part02 arcgis software tutorial
membuat 3d gis tutorial gis contoh 3d cad and arcgis bangunan arcgis 3d
arcgis
Klik-ganda pada salah satu polygon, Klik pada Skects Properties Membuat
Shapefile 3D di ArcGIS 10 Part02 arcgis software tutorial membuat 3d gis
tutorial gis contoh 3d cad and arcgis bangunan arcgis 3d arcgis
Membuat Shapefile 3D di ArcGIS 10 Part02 arcgis software tutorial
membuat 3d gis tutorial gis contoh 3d cad and arcgis bangunan arcgis 3d
arcgis
Edit salah nilai Z vertex (paling kanan-tengah) dan isikan angka ketinggian
10 (m)
Lakukan langkah yang sama pada sisa 3 (tiga) polygon
Membuat Shapefile 3D di ArcGIS 10 Part02 arcgis software tutorial
membuat 3d gis tutorial gis contoh 3d cad and arcgis bangunan arcgis 3d
arcgis

Stop dan simpan editing, coba cek dengan menggunakan ArcScene file
Membuat Shapefile 3D di ArcGIS 10 Part02 arcgis software tutorial
membuat 3d gis tutorial gis contoh 3d cad and arcgis bangunan arcgis 3d
arcgis
Bentuk limas seperti hasil latihan kali ini bisa digunakan untuk membuat
atap bangunan , tenda, dsb.
MEMBUAT SHAPEFILE 3D DI ARCGIS 10 PART01
Berikut adalah tutorial yang paling sederhana dalam membuat fitur 3D
dengan mengguankan perangkat lunak ArcGIS versi 10. Tutorial ini
membahas bagaimana membuat suatu file SHP yang memiliki informasi
ketinggian Z yang merupakan atribut mendasar dalam 3D. Anda harus sudah
menginsatal dan menggunakan ArcGIS versi 10 untuk bisa mengikuti tutorial
seperti pada latihan kali ini. Jika anda menggunakan ArcGIS versi
sebelumnya, tahapannya ada sedikit perbedaan silakan berimprovisasi.
Buka ArcMap
Tambahkan layerlayer referensi, misalnya jalan, sungai, pemukiman, dsb
untuk ancar-ancar di mana kita akan membuat shapefile 3D.
Buka jendela Catalog
Siapkan foler kosong untuk latihan. Sebagai contoh di atas, disiapkan folder
R:/tmp/3d_arcgis
Klik kanan pada folder tersebut > New > Shapefile
Membuat Shapefile 3D di ArcGIS 10 Part01 arcgis software point membuat
3d layer create 3d in arcgis cara sederhana arcgis 3d
Isi nama file, tipe point, spatial reference. Jangan lupa memberikan tanda TIK
pada Coordinate wil contain Z values. Used to store 3D data.
Membuat Shapefile 3D di ArcGIS 10 Part01 arcgis software point membuat
3d layer create 3d in arcgis cara sederhana arcgis 3d
Klik OK
Sebuah layer baru ditambahkan dalam TOC
Set layer point_3d menjadi layer yang sedang diedit. Buat satu point
(sketch).

Klik-ganda pada fitur yang baru dibuat tersebut sedemikian hingga jendela
Edit Sketch Properti muncul
Edit Nilai Z dengan nilai yang diinginkan sebagai representasi nilai
ketinggian. Sebagai contoh kita isi angka 40
Stop dan simpan Editing.
Selamat, anda sudah berhasil membuat satu file berisi satu fitur 3D berupa
point.
Tutorial ini sangat sangat sederhana. Yang ingin ditanamkan adalah
bagaimana membuat fitur/shapefile 3D dengan cara paling dasar. Saking
dasarnya cara ini sangat jarang sekali digunakan. Teknik
pembuatan/penurunan data menjadi data 3D yang lain seperti dengan
konversi dari shapefile (biasa) ataupun menggunakan data-data ketinggian
dari DEM dan TIN akan dibahas pada bagian selanjutnya. Saran saya, silakan
latihan dulu melakukan pembuatan shapefile/fitur 3D dengan cara seperti
yang dicontohkan pada tutorial ini. Hitung-hitung melatih menggunakan
interface Create Feature dan Edit Sketcs Properties. Tutorial membuat data
3D dibuat berseri dalam beberapa bagian. Silakan simak bagian-bagian lain
dengan memonitor web www.gistutorial.net ini.

MEMBUAT VEKTOR GRID DI ARCGIS 10 MENGGUNAKAN


EKSTENSION ET GEOWIZARDS
Saya pernah menunjukkan cara membuat vektor grid di ArcGIS menggunakan extension Hawths
Analysis Tools. Sayangnya ekstension tersebut tidak bisa digunakan di ArcGIS 10. Jika Anda juga
pengguna ArcGIS 10, saya sarankan menggunakan ekstension ET GeoWizards dari www.ianko.com untuk membuat vektor grid. Ekstension ini juga tersedia untuk ArcGIS versi 9.x.

Berikut tahapan untuk membuat vektor grid di ArcGIS 10 menggunakan ekstension ET GeoWizards.
1. Download dan install ET GeoWizards.
2. Aktifkan ekstension ET GeoWizards di toolbar ArcMap.

3. Add Layer Area of Interest (AOI) yang hendak dibuatkan vektor grid-nya. Pastikan layer yang telah
di tambahkan tersebut telah di define projection-nya, sehingga memiliki file *.prj
4. Jalankan ET GeoWizards. Berikut adalah tampilan jendela ET GeoWizards, pilih Basic > Vektor
Grid, kemudian klik G0

5. Wizards yang pertama adalah menentukan sumber acuan untuk batas terluar dari grid yang akan
dibuat. Anda bisa memilih batas terluar layer AOI atau batas terluar data view ArcMap dengan
memilih Current View.

6. Kemudian menentukan nama output vektor grid, klik Next

7. Berikutnya menentukan input dan output coordinate system. Jika layer AOI Anda telah di define
projection sebelumnya, maka Anda tidak perlu mengubah apapun disini. Kecuali Anda ingin ouput
grid-nya memiliki coordinate system yang berbeda dengan input-nya, maka klik button Select output
coordinate system.

8. Di bawahnya Anda diminta menentukan tipe grid, polyline atau polygon. Sesuaikan dengan
kebutuhan Anda, klik Next.
9. Pada Wizards terakhir ini, Anda bisa mengubah batas terluar output grid dengan mencentang
Change kemudian mengisi nilai XMin YMin (kiri bawah) serta XMax YMax (kanan atas). Jika tidak
ingin mengubah, biarkan tanpa dicentang.

10. Di bawahnya Anda menentukan panjang dan lebar grid sesuai kebutuhan. Klik Finish.
11. Hasilnya seperti tampak pada gambar paling atas.

Selamat mencoba

CARA MEMBUAT GRID GEOGRAFIS DAN UTM PADA PETA


Cara Membuat Grid Geografis dan UTM pada Peta. Biasanya pada proses
pembuatan peta sering teman-teman melihat grid atau garis yang
menghubungkan titik koordinat yang sama. Nah, pada grid tersebut
biasanya terdapat dua koordinat yang saya yakin pasti teman-teman sendiri
yang membaca artikel sudah mengetahuinya, terdapat koordinat geografis
dan koordinat UTM, untuk lebih jelasnya teman-teman silahkan bisa lihat
pada
Cara Membuat Grid pada Peta
Jika teman-teman telah membaca Cara Membuat Grid pada Peta berarti
teman-teman telah mengetahui proses awalnya dan artikel sekarang adalah
lanjutan dari Cara Membuat Grid pada Peta tersebut.
Setelah teman-teman masuk pada Layers - Properti - Grid - New Grid dan
sampai pada tampilan grid and graticules wizard (perhatikan gambar
dibawah ini)
nah, pada tampilan gambar
tersebut terdapat pilihan jika
teman-teman
memilih
graticule
maka
tampilan
angka
gridnya
adalah
koordinat geografis dan jika
teman-teman
memilih
measure grid maka tampilan
angka koordinatnya adalah
koordinat UTM. Baik, sekarang
menggunakan
graticule
sebagai contoh kali ini.
Untuk membuat Grid UTM maka teman-teman harus memilih measure grid
maka tampilanya akan seperti ini ( perhatikan gambar dibawah)

dan jika teman-teman berencana akan membuat grid geografis maka temanteman harus memilih graticule maka tampilanya akan seperti ini ( perhatikan
gambar dibawah)

Pasti teman-teman bisa melihat perbedaan dari gambar gambar tersebut


terutama pada angka-angkanya dan selanjutnya teman-teman tinggal
mengikuti arahan dari petunjuk tersebut dengan mengklik next sampai finish
(perhatikan ganbar dibawah), seperti yang teman baca pada artikel
sebelumnya (Cara Membuat Grid pada Peta)

CARA MERUBAH TITIK MENJADI GARIS DI ARCGIS


Pada kesempatan kali ini saya akan share tentang bagaimana cara merubah
shp titik menjadi shp garis dan yang pastinya
menggunakan Xtools Pro. Caranya cukup mudah dengan catatan anda harus
sudah menginstal Xtools Pro di komputer/laptop anda.
Baik, langsung saja kita mencoba untuk merubah data titik enjadi garis di
ArcGIS, namun perlu diketahui kalau disini saya menggunakan ArcGIS 10.1
tapi pada prinsipnya penarapan semua versi ArcGIS sama dan walaupun
berbeda versi tidak memiliki perbedaan penerapan yang signifikan.
1. Buka ArcGIS - Masukan Data Titik yang akan dirubah menjadi garis

Seperti yang terlihat pada


gambar diatas, data shp titik
yang
akan
kita
rubah
menjadi
garis
telah
dimasukan ArcGIS dan telah
tapil diMap View
2. Klik File
Titik Klik
Xtools Pro Pilih Feature Conversions - Pilih Make Polylines from
Point

Pertama anda harus klik dulu pada data titik karena setiap data yang akan
dirubah harus dipilih/klik terlebih dahulu setelah itu langsung masuk ke
Xtools Pro dan memilih Make Polylines from Point seperti yang terlihat pada
gambar di atas.

Sekarang data titik tadi telah berubah mejadi garis seperti yang terlihat pada
gambar di atas dan siap dipakai sesuai dengan kebutuhan kita masingmasing. Untuk menghilangkan data titik yang muncul silahkan hilangkan
tanda centang pada data titik.
MEMBUAT PETA SKORING KELERENGAN DARI KONTUR (ARCGIS)
Teknik pembuatan peta kelerengan sangat diperlukan dalam kajian
berbagai bidang yang berhubungan dengan penggunaan areal. Dalam
postingan kali ini saya akan menjelaskan teknikpembuatan slope (peta
kelerengan) dengan menggunakan software ArcGIS. Untuk langkahlangkahnya adalah sebagai berikut :
Aktifkan Extentions 3D Analyst
Add data kontur

Create TIN

Sebelumnya buat class break number di notepad > save, data tersebut
digunakan sebagai sebuah class breaks table. Table tersebut membutuhkan
sebuah kolom sebagai class break values dan sebuah kolom lagi sebagai
class code. Table tersebut harus memiliki header dari dua kolom.

TIN Slope

Dari jendela TIN Slope, isikan seperti gambar berikut

Hasil Slope

SEMOGA BERMANFAAT

Anda mungkin juga menyukai