Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

STUDI ISLAM
SUMBER HUKUM ISLAM

Disusun Oleh :
Edo Antonio
Irfan

: 1611210036
: 16112100xx

Dosen Pengampu :
Anang Walian

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN TADRIS
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BENGKULU
2016/2017

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim
Assalamualaikum wr wb
Dengan mengucapakan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkat
dan rahmatnya saya dapat menyusun makalah ini dengan baik dan benar. Makalah
ini merupakan salah satu tugas dari mata kuliah Studi Islam (Fakultas Tarbiyah
dan Tadris) yang mengkaji tentang Sumber Hukum Islam. Kami mengucapkan
terimakasih kepada bapak Anang Walian, selaku dosen pengampu kami yang telah
membimbing dan memberi arahan kepada kami. Kami juga mengucapakan
terimakasih kepada teman-teman yang telah ikut serta membantu dalam
penyusunan makalah ini.
Kami berharap semoga dengan makalah ini kita dapat mengkaji dan
memahami tentang Ibadah dalam Islam dan menerapkannya dalam kehidupan
sehari-hari. Penyusun juga menyadari keterbatasan makalah ini dalam berbagai
aspek, oleh sebab itu saran dan kritikan sangat diharapkan demi perbaikan untuk
selanjutnya.
Wassalamualailum wr wb
Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................1
C. Tujuan Masalah...................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. ...............................................................................3
B. ...............................................................................4
C. ..................................................................7
D.
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah

BAB II
PEMBAHASAN
A. Al-Quran
1. Definisi Al-Quran
Menurut bahasa Al-Quran berasal dari bahasa Arab, yaitu
kata kerja Qara a yang artinya membaca, Al-Quaran adalah
bentuk masdar dari kata Qara a. Adapun menurut istilah, Al-

Quran adalah firman Allah yang diwahyukan kepada Nabi


Muhammad Saw disampaikan melalui Malaikat Jibril dengan lafal
maknanya sebagai pedoman hidup bagi seluruh umat manusia, dan
membacanya adalah suatu Ibadah.
Dengan keterangan diatas, maka firman Allah yang
diturunkan kepada Nabi Musa as. dan Isa as. serta Nabi-nabi yang
lain tidak dinamakan Al-Quran. Demikian juga firman Allah yang
disampikan kepada Nabi Muhammad saw yang jika dibacakan
bukan sebagai Ibadah seperti Hadist Qudsi tidak pula dinamakan
Al-Quran.
Al-Quran juga mempunyai nama-nama lain seperti, AlKitab, Kitabullah, Al-Furqan (yang membedakan yang haq dan
yang batil), Adz-Dzikru (peringatan) dan masih banyak lagi.
2. Kandungan Al-Quran
Al-Quran memuat hal-hal sebagai berikut:
a) Pembahasan tentang prinsip-prinsip akidah (keimanan).
Prinsip ini berisi perintah untuk beriman terhadap seluruh
rukun iman.
b) Pembahasan tentang prinsip-prinsip ibadah, baik tentang
shalat, zakat, puasa Ramadhan, dan Haji.
c) Pembahasan tentang prinsip-prinsip syariat dalam Islam.
Prinsip syariat dalam Al-Quran mencakup berbagai hal
tentang manusia atau disebut prinsip muamalah.
d) Ahlak, yakni Al-Quran mengajarkan manusia berahlak
mulia.
e) Sejarah, yakni kisah atau riwayat umat yang hidup dimasa
lampau, misalnya kisah Nabi Adam as., Ibrahim as., Musa
as., Isa as., dan sebagainya.
f) Waad dan Waid (janji dan ancaman), yakni membicarakan
tentang janji terhadap orang yang beriman dan beramal
saleh akan masuk surga, dan ancaman terhadap orang yang
kafir akan masuk neraka.
3. Kedudukan Al-Quran sebagai Sumber Hukum
Al-Quran merupakan sumber hukum utama dan menempati
kedudukan pertama dari sumber-sumber hukum yang lain dan

merupakan aturan dasar yang paling tinggi. Sumber hukum


maupun ketentuan norma yang ada tidak boleh bertentangan
dengan isi Al-Quran.
Sebagaimana kita ketahui Al-Quran diturunkan kepada
Nabi Muhammad saw dan disampikan kepada umat manusia adalah
untuk wajib diamalkan semua perintah-Nya dan wajib ditinggalkan
larangan-Nya. Firman Allah SWT :

Artinya:sesungguhnya kami telah menurunkan kitab kepadamu


dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili
antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan
Skepadamu, dan janganlah kamu menjadi penentang
karena membela orang-orang yang berkhiat.(An-Nisa :
105).

Artinya:Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara


mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan jangan
kamu mengikuti hawa nafsu mereka.(Al-Maidah : 49).
4. Pedoman Al- Quran dalam Menetapkan Hukum
Pedoman Al-Quran dalam menetapkan hukum sesuai
dengan perkembangan dan kemampuan manusia, baik secara fisik
maupun rohani. Manusia selalu berawal dari kelemahan dan
ketidakmampuan. Untuk itulah Al-Quran berpedoman kepada tiga
hal, yaitu:
a. Tidak memberatkan (Adamulharaj) firman Allah :

Artinya:Allah tidak membebani seseorang melainkan


sesuai dengan kesanggupannya...(Al-Baqarah :
286).

Artinya:....Allah menghendaki kemudahan bagimu dan


tidak menghendaki kesukaran. (Al-Baqarah : 185).
b. Meminimalisir beban (Qillatuttakliifi)
Dasar ini merupakan konsekuwensi logis dari dasar yang
pertama. Dengan dasar ini kita dapati rukhshah dalam
beberapa jenis Ibadah, seperti menjamak dan mengqashar
shalat apabila dalam perjalanan dengan syarat yang telah
ditentukan.
c. Berangsur-angsur dalam menetapkan hukum (Attadarruju)
Al-Quran dalam menetapakan hukum adalah secara
bertahap, hal ini bisa kita telusuri dalam hukum haramnya
minuman-minuman keras dan sejenisnya, berjudi serta
perbuatan-perbuatan yang mengadung judi di tetapkan
dalam Al-Quran.(DEPAK, hal 250-253).
B. HADIST
1. Definisi Hadist
Hadist menurut bahasa berarti yang baru / yang dekat /
warta atau sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari
sesorang kepada orang lain. Sedangkan Hadist menurut istilah,
yaitu segala ucapan, perbuatan dan sikap Nabi Muhammad SAW.
2. Macam-macam Hadist
Berangkat dari dari pengetian seagai termaktub diatas maka
hadist terbagi atas :
a. Hadist(sunnah) Qauliyah
Hadist (sunnah) qauliyah yaitu perkataaan Nabi
Muhammad SAW yang menerangkan hokumhukum agama dan maksud isi Al-Quran serta isi
7

peradaban, hikamah, ilmu peengetahuan dan juga


menganjurkan ahlak yang mulia. Hadist (sunnah)
qauliyah dinamakan Hadist Nabi saw.
b. Hadist (sunnah) Filiyah Hadist (sunnah) Filiyah
yaitu perbuatan Nabi saw yang menerangkan cara
melaksanakan ibadah, misalnya cara wudhu, shalat
dan sebagainya.
c. Hadist (sunnah) Taqririyah
Hadist (sunnah) Taqririyah yaitu bila Nabi saw
mendengarkan

sahabat

mengatakan

sesuatu

perkataan atau melihat mereka memperbuat sesuatu


perbuatan, lalu ditetapkan dan dibiarkan Nabi saw
dan tiada ditegurnya atau dilarangnya, maka yang
demikian dinamai Hadist ketetapan Nabi (taqrir).
3. Kedudukan Hadist sebagai Sumber Hukum
Hadist merupakan sumber hokum yang kedua setelah AlQuran. Hadist yang diterangkan oleh Nabi Muhammad saw.
Memperkuat firman Allah oleh Nabi Muhammad saw menjadi
Qati (lebih kuat) dan menjadi lebih jelas, sehingga memudahkan
seorang muslim untuk mempelajari dan mengamalkannya.
Hukum-hukum yang disampaikan Rasulullah saw, baik AlQuran ataupun Hadist wajib kita gunakan sebagai pedomaan
dalam kehidupan kita. Allah SWT memerintahkan untuk menerima
segala yang disampaikan oleh Rasulullah saw dalam Al-Quran
surah Al-Hasyr [59] : 7berikut ini

Artinya:Apa yang diberikan rasul kepadamu, maka terimalah.


Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.
Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat
keras hukumnya.

Adapun Al-Quran dan hadist adalah pedoman hiidup


semua umat Islam, barang siapa berpegang teguh kepadanya maka
Allah tidak akan menyesatkannya kepada jalan yang tidak diridhai
oleh Allah SWT. Al-Quran merupakan firman Allah SWT yang
tidak diragukan lagi kebenarannya.
4. Fungsi Hadist
Berikut ini fungsi Hadist selain sebagai pedoman hidup yang kedua
bagi umat Islam.
a) Memperkuatkan

hukum

yang

ditetapkan

Al-Quran,

sehingga keadaan hukum itu semakin kuat (qati).


b) Memberikan rincian dan penjelasan terhadap ayat-ayat AlQuran yang masih umum.
c) Menetapkan hukum yang tidak ditetapkan dalam AlQuran.

C. Ijtihad
1. Definisi Ijtihad
Menurut

Loweis

Maluf

Ijtihad

bersungguh-sungguh

sehabis usaha. Menurut Al-Syaukani dalam kitabnya irsyad alfukuhul, adalah mengerhakan kemampuan dalam memperoleh
hukum syarI yang bersifat amali melalui cara istinbath.
Sedangkan bahasa Ijtihad adalah mencurahkan tenaga dan
pikiran untuk mendapatkan hukum dari dalil-dalil syarak (AlQuran dan Hadist). Adapun menurut istilah, Ijtihad adalah usaha
yang

sungguh-sungguh

dalam

menggunakan

akal

pikiran

semaksimal mungkin, untuk menemukan suatu hukum yang


ditetapkan secara langsung didalam Al-Qran dan Hadist.
Dari beberapa definisi diatas dapat diambil hakikat dari
Ijtihad sebagai berikut.
a. Ijtihad pengarahan daya nalar secara maksimal.
b. Produk usah yang diperoleh dari Ijtihad itu adalah dugaan

2.

kuat tentang hukum syara yang bersifat amaliah.


c. Usaha Ijtihad ditempuh dengan cara-cara Istinbath.
Bentuk-bentuk Ijtihad

Berikut ini bentuk-bentuk Ijtihad ulama yang dapat


dijadikan sumber hukum Islam.
a) Ijma
Ijma adalah kesepakatan seluruh mujtahid pada suatu masa
tertentu setelah Rasulullah saw wafat, atas hukum tentang
suatu kejadian. Misalnya kesepakatan sahabat Nab,
mengangkat Khalifah Abu Bakar sebagai pengganti
rasulullah dalam memimpin Islam. Kesepakatan yang lain,
misalnya sahabat sepaakat untuk mengumpulkan dan
membukukan ayat-ayat Al-Quran yang masih berserakan
agar mudah untuk menjaganya.
b) Qiyas
c) Maslahah Mursalah
Maslahah mursalah adalah menetapkan hukum masalah
yang tidak ada dalam nas Al-Quran dan hadist untuk
mencapai kebaikan. Contoh larangan kantin sekolah
menjual rokok, agar siswa tidak merokok.
d) Urf
Urf adalah pengambilan hukum Islam berdasar adat
kebiasaan masyarakat, baik berupa perkataan atau perbuatan
yang tidak bertentangan dengan syariat Islam.
e) Syaddu Zarai
Syaddu Zarai adalh menutup jalan untuk perbuatan maksiat
sehingga tidak terjadi kemaksiatan. Contohnya: toko/pasar
dialarang menjaual miras dan alat judi agar masyarkat tidak
mabuk-mabukan dan berjudi. Contoh lain, memberantas
tempat pelacur agat masyarakat tidak berzina.
3. Syarat-syarat berijtihad
Menyadari Ijtihad itu merupakan kegiatan yang tidak
mudah, maka para ahli ushul fiqh telah memberikan beberapa
syarat bagi orang yang akan melakukannya. Syarat-syarat itu
dikemukakan oleh mereka dengan penekanan yang berbeda.
Namun demikian, ada juga beberapa syarat yang di ajukan oleh
mereka.

10

Begitu pula menurut Prof. Satria Efendi M.zein, bahwa ada


beberapa syarat harus dimiliki seorang Mujtahid, yaitu :
1) Mengerti makna-makna yang dikandung oleh ayat-ayat
hukum dalam Al-Quran baik secara bahasa maupun secara
istilah.
2) Mengetahui tentang Hadist-hadist hukum baik secara
bahasa maupun secara syara.
3) Mengetahui tentang mana ayat atau hadist yang telah di
mansukh (telah dinyatakan tidak berlaku bagi oleh Allah
dan Rasul-Nya), dan mana ayat atau hadist me-nasakh atau
sebagai penggantinya. Pengetahuan seperti ini diperlukan,
agar seorang mujtahid tidak mengambil kesimpulan dari
ayat atau hadist yang sudah dinyatakan tidak berlaku lagi.
4) Mempunyai penetahuan tentang masalah-masalah yang
sudaah terjad Ijma tentang hukumnya dan mengetahui
tempat-tempatnya. Pengetahuan ini dperlukan agar mujtahid
dalam ijtihadnya tidak menyalahi hukum yang telah
disepakati oleh para ulama.
5) Mengetahui tentang seluk-beluk qiyas.
6) Menguasai bahasa Arab serta ilmu-ilmu bantu yang
berhubungan dengannya.
7) Menguasai ilmu Ushul Fiqh.
8) Mengetahui maqashid al-syariah (tujuan syariat).
4. Metode Ijtihad
Dalam pembahasan ini yang dengan metode Ijtihad adalah
prosedur dari kajian hukum untuk melahirkan pemikiran-pemikiran
fiqh, baik dengan cara menganalisis kebahasaan maupun analisis
nalar. Untuk itu dalam hal ini kita akan membahas tiga metode
Ijtihad, yaitu sebagai berikut.
a. Ijtihad Bayani
Ijtihad Bayani adalah metode analisis kebahasaan untuk
memberikan penjelasan-penjelasan terhadap makna teks AlQuran dan sunnah. Atau Ijtihad Bayani yaitu ijtihad untuk
menemukan hukum yang terkandung dalam nash yang

11

bersiafat dzanni, baik dari segi lafal atau makna yang


terkandung dalam nash tersebut.
Dalam hal ini seorang mujtahid berijtihad dalam batas
memahami nash yang menterjihkan sebagian atas yang lain,
seperti mengetahui sanad nash dan jalannya sampai kepada
kita.
b. Ijtihad Talili atau disebut juga Ijtihad Qiyasi
Ijtihad talili yaitu memberikan segala daya kesungguhan
untuk memperoleh suatu hukum yang tidak ada padanya
nash qathi, nash dzanni dan tidak ada pula ijma.
Dalam hal ini kita memperoleh hukum itu dengan
berpegang kepada tand-tanda dan wasilah-wasilah yang
telah diletakkan syara, seperti qiyas dan istihsan. Inilah
yang disebut dengan Ijtihad bi al rayi.
c. Ijtihad Istishlahi
Ijtihad istishlahi yaitu mmberikan segala daya kesungguhan
untuk memperoleh hukum-hukum syara dengan jalan
-menerapkan kaidah-kaidah kulliyah.
Ijtihad ini berlaku dalam bidang yang mungkin dari kaidah
dan nash-nash yang kulliyah, tak ada pada suatu nash
tertentu, tak ada pila ijama dan tidak ada pula di tetapkan
dengan Qiayas daan Istihsan.

D. Qiyas
1. Definisi Qiyas
Qiyas

menurut

bahasa

berarti

menyamakan

atau

mengukurkan sesuatu dengan yang lain. Contohnya adalah haram


hukumnya minum bir, wiski, narkotika yang diqiyaskan dengan
khamr dalam Al-Quran dijelaskan karena benda-benda tersebut
memabukkan.
Adapun rukun qiyas tersebut adalah sebagai berikut.

12

a. Ashal

(pangkal)

menyerupakan

yang

menjadi

(musyabbah

bih

ukuran/tempat
=

tempat

menyerupakan).
b. Farun (cabang), yang diukur (musyabbah = yang
diserupakan).
c. Illat, yaitu sifat yang menghubungkan pangkal dan
cabang.
d. Hukum, yang ditetapkan pada farI sesudah tetap pada
ashal.
2. Syarat Qiyas
Setelah kita mengetahui rukun0rukun qiyas itu ada empat
macam, yaitu fari, Illat dan huku, maka baiklah kita mengetahui
syarat-syaratnya masing-masing.
a) Syarat Ashal/poko:
Syarat ashal/pokok terbagi atas tiga macam :
1. Hhukum ashal harus masih tetap (berlaku),
karena kalau suadah tidak berlaku lagi (sudah
diubah/mansukh) niscya tidak mungkin fari
berdiri sendiri.
2. Hukum yang berlaku pada ashal adalah hukum
syara karena yang sedang dibahas oleh kita ini
hukum syara pula.
3. Hukum pokok/ashal tidak merupakan hukum
pengecualian, seperti sahnya puasa bagi orang
lupa, meskipun makan dan minum.
b) Syarat-syarat fari ada tiga :
1) Hukum fari janganlah beujud lebih dahulu dari
pada hukum ashal. Misalnya mengqiyaskan
wudhu kepada tayamum didalam kewajiban niat
dengan alasan bahwa kedua-duanya sama-sama
thaharah. Qiyas tersebut tidak benar, karena
wudhu (dalam contoh ini sebagai cabang)
diadakan sebelum hijrah, sedangkan tayamum
(dalam contoh ini sebagai ashal) diadakan
sesudah hijrah. Bila qiyas tersebut dibenarkan,

13

berarti menetapkan hukum sebelum ada illat.


Yakni karena wudhu berlaku sebelum tayamum.
2) Illat, hendaknya menyamai illat yang ashal.
3) Hukum yang ada pada farI itu menyamai
hukum ashal.
c) Syarat-syarat Illat ada tiga :
a. Hendaknya Illat itu berturut-turut, artinya jika
llat itu ada, maka dengan sendirinya hukumpun
ada.
b. Dan sebaliknya jika hukum itu ada, Illatpun
ada.
c. Illat janagan menyalahi nash, karena Illat itu
tidak dapat mengalahkannya, maka dengan
demikian tentu nash lebih dahulu mengalahkan
Illat.
3. Macam-macam Qiyas
1. Qiyas Aulawi (lebih-lebih)
Qiyas Aulawi ialah yang Illatnya sendiri menetapkan adanya
hukum, sementara cabang lebih pantas menerima hukum dari
pada ashal. Seperti haram memukul ibu bapak yang diqiyaskan
kepada haramnya memaki kepada mereka, lihat dari segi
Illatnya

ialah

menyakiti

apalagi

mamukul

lebih-

lebihab"menyakiti. ( Dalam pelajaran mahfum ini disebut


fahwalkhitab).
2. Qiyas musawi (bersamaan Illatn)
Qiy(farias musawi, ialah illatnya sama dengan illanya qiyas
aulawi, hanya hukum yang berhubungan dengan cabang (fari)
itu, sama setingakat dengan hukum ashalnya. Seperti qiyas
mememakan anak yatim kepada membakarnya, dilihat dari segi
Illatnya sama-sama melenyapakan.
(dalam pelajaran mafhum disebut dengan lahnalkitab).
3. Qiyas dilalah (menunjukkan).
Qiyas dilalah,ialah yang Illatnya tidak menetapkan hukum,
tetapi menunjukkan juga adny ahukum.seperti mengkiyaskan

14

wajibnya zakat harta ornag dewasa,dengan alasankedua-duanya


adalah yang sembuh.
4, qiyas syibh (menyerupai)
Qiayas syibh,adalah mengkiyaskan cabang yang diragukan
diantara kedua pangkal kemana yang paling banyak mrnyamai.
Seperti budak yang dibunuh mati, dapat diqiyaskan dengan
orang merdeka karena sama keturunan adam. Dapat juga di
qiyaskan

dengan ternak karena kedua-duanya adalah harta

bebda yang dimiki oleh ,dijual,diawakafkan dan diwariskan.

15

Anda mungkin juga menyukai