Anda di halaman 1dari 18

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan
2.1.1 Pengertian pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indra manusia, yakni : indra penglihatan. pendengaran, penciuman, rasa, dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan
atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang (overt behavior).(Notoatmodjo 2003).
2.1.2 Cara memperoleh pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2005) cara memperoleh pengetahuan dapat dibagi menjadi dua:
2.1.2.(a) Cara traditional untuk memperoleh pengetahuan
Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperolah kebenaran
pengetahuan, sebelum diketemukannya metode ilmiah, atau metode penemuan
sistematik dan logis. Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini meliputi
2.1.2.(a).(a) Cara coba salah (trial and error)
Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin
sebelum adanya peradaban. Pada waktu itu seseorang apabila menghadapi
persoalan atau masalah, upaya pemecahannya dilakukan dengan coba-coba saja.
Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam
memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba

kemungkinan yang lain. Apabila kemungkinan ketiga gagal dicoba kemungkinan


keempat dan seterusnya, sampai masalah tersebut dapat terpecahkan. Itulah
sebabnya maka cara ini disebut metode trial (coba) and error (gagal atau salah)
atau metode coba-salah/coba-coba.
2.12.(a).(b) Cara kekuasaan atau otoritas
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan-kebiasaan
dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui penalaran apakah
yang dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan seperti ini biasanya
diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Misalnya,
mengapa harus ada upacara selapanan dan turun tanah pada bayi, mengapa ibu
yang sedang menyusui harus minum jamu, mengapa anak tidak boleh makan telur
dan sebagainya.
Kebiasaan seperti ini tidak hanya terjadi pada masyarakat tradisional saja,
melainkan juga terjadi pada masyarakat modern. Kebiasaan-kebiasaan seperti ini
seolah-olah diterima dari sumbernya sebagai kebenaran yang mutlak. Sumber
pengetahuan tersebut dapat berupa pemimpin-pemimpin masyarakat baik formal
maupun informal, ahli agama, pemegang pemerintahan dan sebagainya. Dengan
kata lain, pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan otoritas atau kekuasaan,
baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu
pengetahuan.
2.1.2.(a).(b) Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman adalah guru yang baik, yang bermakna bahwa pengalaman itu
merupakan sumber pengetahuan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh

sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh
pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang
diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.
2.1.2.(a).(b) Melalui jalan pikiran
Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan
pikirannya melalui induksi atau deduksi. Induksi yaitu : proses penarikan
kesimpulan yang dimulai dari pernyataan-pernyataan khusus ke pernyataan yang
bersifat umum. Hal ini berarti dalam berpikir induksi pembuatan kesimpulan
tersebut berdasarkan pengalaman-pengalaman yang ditangkap oleh indra.
Kemudian disimpulkan kedalam suatu konsep yang memungkinkan seseorang
untuk memahami suatu gejala. Karena proses berpikir induksi itu beranjak dari
hasil pengamatan indra atau hal-hal yang konkret kepada hal-hal yang abstrak.
Deduksi yaitu : pembuatan kesimpulan dari pernyataan umum kepada khusus.
Aristoteles (384-322 SM) mengembangkan cara berpikir deduksi ini kedalam
suatu cara yang disebut silogisme. Silogisme ini merupakan suatu bentuk
deduksi yang memungkinkan seseorang untuk dapat mencapai kesimpulan yang
lebih baik. Di dalam proses berpikir deduksi berlaku bahwa sesuatu yang
dianggap benar secara umum pada kelas tertentu, berlaku juga kebenarannya pada
semua peristiwa yang terjadi pada setiap yang termasuk dalam kelas itu.
2.1.2.(b) Cara modern
Cara baru atau cara modern dalam memperoleh pengetahuan lebih
sistematis, logis dan alamiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau
lebih populer disebut metodologi penelitian yaitu dengan mengembangkan metode
berfikir induktif. Mula-mula mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala-

gejala alam atau kemasyarakatan kemudian hasilnya dikumpulkan dan


diklasifikasikan, akhirnya diambil kesimpulan umum.
Memperoleh kesimpulan dilakukan dengan observasi langsung dan membuat
pencatatan. Pencatatan ini mencakup tiga hal pokok yakni :
Segala sesuatu yang positif yakni gejala tertentu yang muncul pada saat dilakukan
pengamatan.
Gejala sesuatu yang negatif yakni gejala tertentu yang tidak muncul pada saat
dilakukan pengamatan.
Gejala-gejala yang muncul secara bervariasi yaitu gejala-gejala yang berubah-ubah
pada kondisi tertentu.
Berdasarkan hasil pencatatan-pencatatan ini kemudian ditetapkan ciri-ciri atau unsurunsur yang pasti pada suatu gejala. Selanjutnya hal tersebut dijadikan dasar
pengambilan kesimpulan atau generalisasi. Prinsip-prinsip umum yang dikembangkan
sebagai dasar untuk mengembangkan metode penelitian yang lebih praktis.
Selanjutnya diadakan penggabungan antara proses berfikir deduktifinduktif.Venvikatif sehingga melahirkan suatu cara penelitian yang dikenal dengan
metode penelitian ilmiah.
http://fourseasonnews.blogspot.com/2012/05/cara-memperolehpengetahuan-menurut.html

2.1.3 Tingkatan Pengetahuan


2.1.3.(a) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini adalah merupakan

tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang
tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya. Contoh : Dapat menyebutkan
tanda-tanda kekurangan kalori dan protein pada anak balita.

2.1.3.(b) Memahami (Comprehension)


Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara
benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus
makan makanan yang bergizi.
2.1.3.(c) Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi disini dapat
diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan
rumus statistic dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian. Dapat
menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle)
di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.
2.1.3.(d) Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi
tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat
dilihat dari penggunaan kata-kata kerja : dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

2.1.3.(e) Sintesis (synthesisi)


Sintesisis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya : dapat menyusun, dapat
merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya
terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
2.1.3.(f) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan
suatu criteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang
telah ada. Misalnya : dapat membandingkan antara anak-anak yang cukup gizi
dengan anak yang kekurangan gizi-gizi, dapat menaggapi terjadinya wabah diare
di suatu tempat, dapat menafsirkan sebab-sebab ibu-ibu tidak mau ikut KB, dan
sebagainya. (Notoadmodjo 2003)

2.2 Perilaku
2.2.1 Pengertian Perilaku
Perilaku manusia (human behavior) merupakan sesuatu yang penting dan
perlu dipahami secara baik. Hal ini disebabkan perilaku manusia terdapat dalam setiap
aspek kehidupan manusia. Perilaku manusia tidak berdiri sendiri. Perilaku manusia
mencakup dua komponen, yaitu sikap atau mental dan tingkah laku (attitude).
Pengertian perilaku dari segi biologis dapat diartikan sebagai suatu kegiatan
atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Perilaku organisasi misalnya merupakan
kegiatan atau aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam organisasi. ( Herijulianti 2001)
2.2.2 Faktor yang mempengaruhi perilaku
Ada dua faktor yang mempengaruhi manusia. Kedua faktor yang tersebut
adalah faktor keturunan atau genetic dan faktor lingkungan (environmental). Perspektif
yang berpusat pada pesona mencakup faktor biologis dan faktor sosiopsikologis.
2.2.2.(a) Faktor keturunan
Faktor keturunan merupakan bawaan dari seseorang yang melekat pada
dirinya sebagai warisan dari orang tua, termasuk dalam faktor ini antara lain :
emosi, kemampuan sensasi, kemampuan berpikir ( kecerdasan )
2.2.2.(b) Faktor lingkungan
Faktor lingkungan adalah lingkungan tempat seseorang berada dan tinggal,
dimulai dari lingkungan keluarga, lingkungan tempat tinggal, lingkungan bermain
dan lingkungan sekolah bagi usia sekolah serta lingkungan kerja bagi mereka
yang telah bekerja.

Kedua faktor ini saling mempengaruhi dalam perilaku individu. Kebiasaan


baik yang ditanamkan dalam keluarga, misalnya cuci tangan sebelum makan,
menggosok gigi pada pagi hari dan malam hari sebelum tidur merupakan beberapa
contoh yang dilakukan dalam lingkungan keluarga dan kebiasaan ini akan menjadi
perilaku yang sifatnya menetap pada anak. ( herijulianti 2001)

2.2.3 Pendidikan dan Perilaku kesehatan


2.2.3.(a) pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan atau aplikasi konsep pendidikan
dan konsep sehat. Konsep sehat adalah konsep seseorang dalam keadaan sempurna
baik fisik, mental, dan sosialnya serta bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahannya.
Adapun konsep pendidikan kesehatan adalah proses belajar mengajar pada individu
atau kelompok masyarakat tentang nilai-nilai kesehatan sehingga mereka mampu
mengatasi masalah kesehatan.
Pendidikan kesehatan adalah suatu proses belajar yang timbul karena adanya
kebutuhan akan kesehatan, dijalankan dengan pengetahuan mengenai kesehatan dan
yang menimbulkan aktivitas perorangan dan masyarakat dengan tujuan menghasilkan
kesehatan yang baik. (herijulianti 2001)
2.2.3.(b) Perilaku kesehatan
Batasan perilaku menurut skinner maka perilaku kesehatan (health behavior)
adalah suatu respon seseorang (organism) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan
dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta
lingkungan. (Notoatmodjo 2003)

2.3 Kebersihan gigi dan mulut


2.3.1 Pengertian kebersihan mulut
Kebersihan mulut merupakan suatu kondisi atau keadaan terbebasnya gigi geligi
dari plak dan kalkulus, keduanya selalu terbentuk pada gigi dan meluas ke seluruh
permukaan gigi. Hal ini disebabkan karena rongga mulut bersifat basah, lembab dan
gelap, dengan kata lain lingkungan yang menyebabkan kuman berkembang biak (Nio,
1989)

2.3.2 Tujuan memelihara kebersihan mulut


Tujuan memelihara kebersihan mulut adalah untuk mencegah penumpukan plak.
Plak adalah suatu endapan lunak yang terdiri dari kumpulan bakteri yang berkembang
biak di atas suatu matriks, yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi, bila
seseorang mengabaikan kebersihan gigi dan mulutnya (Nio,1989). Plak akan merusak
jaringan periodontal, yang lama-kelamaan akan mengakibatkan karang gigi, gingivitis,
karies, periodontitis dan pocket (djuita,1989)
2.3.3 Cara mengukur kebersihan mulut
Kebersihan gigi dan mulut dapat diukur dengan menggunakan indeks. Indeks
adalah angka yang menyatakan keadaan klinis yang didapat pada waktu diadakan
pemeriksaan. Angka yang menujukan kebersihan gigi dan mulut seseorang adalah angka
yang diperoleh berdasarkan penilaian yang objektiv, dengan menggunakan suatu indeks,
maka kita dapat membuat suatu evaluasi berdasarkan data-data yang diperoleh, sehingga
kita dapat melihat kemajuan atau kemunduran kebersihan gigi dan mulut seseorang atau
masyarakat.

http://idafarida73.blogspot.com/2012/09/cara-mengukur-kebersihan-mulut-ohis.html

2.3.4 Indeks kebersihan gigi dan mulut


Untuk mengukur kebersihan gigi dan mulut kita menggunakan Oral hygiene
indeks simplified dari Green dan Vermilion. OHI-S diperoleh dengan cara
menjumlahkan Debris indeks dan Kalkulus indeks. Untuk menilai kebersihan gigi dan
mulut seseorang yang dilihat adalah adanya debris (plak) dan kalkulus pada permukaan
gigi. Pemeriksaan klinis yang dilakukan untuk memudahkan penilaian. Pemeriksaan
debris dan kalkulus dilakukan pada gigi tertentu dan pada permukaan tertentu dari gigi
tersebut yaitu :
Untuk rahang atas yang diperiksa:
a. Gigi M1 kanan atas pada permukaan bukal
b. Gigi I1 kanan atas pada permukaan labial
c. Gigi M1 kiri atas pada permukaan bukal
Untuk rahang bawah, yang diperiksa :
a. Gigi M1 kiri bawah, permukaan lingual
b. Gigi I1 kiri bawah pada permukaan labial
c. Gigi M1 kanan bawah pada permukaan lingual
Bila ada kasus salah satu dari gigi-gigi tersebut tidak ada (telah dicabut/tinggal sisa akar),
penilaian dilakukan pada gigi-gigi pengganti yang sudah ditetapkan untuk mewakilinya,
yaitu:
a. Bila gigi M1 rahang atas atau rahang bawah tidak ada, penilaian dilakukan pada gigi
M2 rahang atas/rahang bawah
b. Bila M1 dan M2 rahang atas atau rahang bawah tidak ada penilaian dilakukan pada
gigi M3 rahang atas/rahang bawah

c. Bila M1, M2 dan M3 rahang atas atau rahang bawah tidak ada tidak dapat dilakukan
penilaian
d. Bila gigi I1 kanan rahang atas tidak ada, penilaian dilakukan pada I1 kiri rahang atas
e. Bila gigi I1 kanan dan kiri rahang atas tidak ada, tidak dapat dilakukan penilaian
f. Bila gigi I1 kiri rahang bawah tidak ada, penilaian dilakukan pada gigi I1 kana rahang
bawah
g. Bila gigi I1 kiri dan kanan rahang bawah tidak ada, tidak dapat dilakukan penilaian.
Bila terdapat kasus beberapa gigi di antara keenam gigi yang seharusnya diperiksa tidak ada,
debris indeks dan kalkulus masih dapat dihitung apabila terdapat paling sedikit 2 gigi yang
dapat dinilai. Penilaian dapat diperoleh dengan melakukan pemeriksaan hanya pada gigi
permanen. Pelaksanaan pemeriksaan untuk penilaian debris indeks dan kalkulus indeks :
1) sebelum kita menilai untuk debris atau kalkulus, pertama-tama permukaan gigi yang
akan dilihat dibagi dengan garis-garis khayalan menjadi 3 bagian yang sama luasnya.
Bagian A1 = 1/3 permukaan gigi bagian servikal
Bagian A2 = 1/3 permukaan gigi bagian tengah
Bagian A3 = 1/3 permukaan gigi bagian incisal
2) Penilaian debris indeks
a) Untuk pemeriksaan kita menggunakan alat sonde atau periodontal explorer.
Pertama-tama lakukan pemeriksaan debris pada 1/3 permukaan incisal/oklusal
gigi, jika pada daerah ini ada debris yang terbawa sonde, nilai yang diperoleh
untuk gigi tersebut adalah 3. Sonde diletakan secara mendatar pada permukaan
gigi.
b) Bila pada daerah incisal atau oklusal tidak ada debris yang terbawa sonde,
pemeriksaan dilanjutkan pada bagian 1/3 tengah. Jika ada debris yang terbawa
oleh sonde dibagian ini, nilai untuk gigi tersebut adalah 2.
c) Jika pada pemeriksaan di daerah 1/3 tengah tidak ada debris yang terbawa sonde,
pemeriksaan dilanjutkan ke 1/3 bagian servikal. Jika ada debris yang terbawa
sonde dibagian ini penilaian untuk gigi tersebut adalah 1.
d) Jika pada pemeriksaan di daerah 1/3 servikal tidak ada debris yang terbawa sonde
(bersih), penilaian untuk gigi tersebut adalah 0. Pemeriksaan di lanjutkan pada
gigi berikutnya. (herijulianti 2001)

2.3.5 Plak
Dental plaque atau plak gigi adalah suatu lapisan tipis terdiri dari jasad renik yang
terbentuk pada permukaan gigi beberapa saat setelah gigi berkontak dengan saliva.
Umumnya plak tidak berwarna atau transparan. Plak bukanlah suatu penyakit gigi tapi
bisa menjadi penyebab terjadinya penyakit gigi seperti karies atau gigi berlubang dan
penyakit periodontal serta penyakit gigi dan mulut lainnya.
(http://dentalhealthcare.wordpress.com/2009/03/14/dental-plaque-plak-gigi/)
Pembentukan plak tidak terjadi secara acak tetapi terjadi secara teratur. Pelikel
yang berasal dari saliva atau cairan gingival akan terbentuk terlebih dahulu pada gigi.
Pelikel merupakan kutikel yang tipis bening dan terdiri terutama dari glikoprotein.
Segera setelah pembentukan kutikel, bakteri tipe kokus ( terutama streptokokus ) akan
melekat ke permukaan kutikel, yang lengket, misalnya permukaan yang memungkinkan
terjadinya perlekatan dari koloni bakteri. Organisme ini akan membelah dan membentuk
koloni. Perlekatan mikroorganisme akan bertambah erat dengan adanya produksi dektran
dari bakteri sebagai produk sampingan dari aktivitas metabolism. Baru kemudian, tipe
organism yang lain akan melekat pada massa dan flora gabungan yang padat, sekarang
mengandung bentuk organisme filament. ( Forrest 1995 )

2.3.6 Karang gigi

adalah suatu masa yang mengalami kalsifikasi yang terbentuk dan melekat erat
pada permukaan gigi, dan objek solid lainnya di dalam mulut, misalnya restorasi dan
gigi geligi tiruan. Kalkulus adalah dental plak terkalsifikasi.
2.3.6.(a) Macam karang gigi
2.3.6.(a).(a) Supra Gingival Kalkulus
Supra gingival kalkulus adalah kalkulus yang melekat pada permukaan
mahkota gigi mulai dari puncak gingival margin dan dapat dilihat. Supra gingival
kalkulus berwarna putih kekuningan, konsistensinya keras seperti batu clay dan
mudah dilepaskan dari permukaan gigi dengan skaler. Warna kalkulus dapat
dipengaruhi oleh pigmen sisa makanan atau dari merokok.
Kalkulus supra gingiva dapat terjadi pada satu gigi, sekelompok gigi atau pada
seluruh gigi, lebih sering banyak terdapat pada bagian bukal molar rahang atas yang
berhadapan dengan ductus Stensen`s pada bagian lingual gigi depan rahang bawah
yang berhadapan dengan ductus Wharton`s selain itu pula kalkulus sering banyak
terdapat pada gigi yang sering digunakan.
2.3.6.(a).(b) Sub Gingival Kalkulus
Sub gingival kalkulus adalah yang berada dibawah batas gingival margin,
biasanya pada daerah saku gusi dan tak dapat terlihat pada waktu pemeriksaan. Untuk
menentukan lokasi dan perluasannya harus dilakukan probing dengan explorer.
Sub gingival kalkulus biasanya padat dan keras, berwarna coklat tua atau hijau
kehitam-hitaman, konsistensinya seperti kepala korek api dan melekat erat
kepermukaan gigi.
http://www.indoeducation.com/2012/10/pengertianplak

2.3.6 Mencegah pembentukan karang gigi

Kecermatan dan kedisiplinan dalam membersihkan dan menyikat gigi sebetulnya


lebih penting ketimbang penggunaan pasta gigi tertentu. Terkadang banyak orang yang
menyikat gigi asal-asalan yang penting disikat, tapi setelah menyikat gigi plak tetap ada dan
kurang bersih. Sikatlah gigi sambil bercermin, dengan memperhatikan arah penyikatan (atas
bawah sedikit memutar dan mengenai gusi). Dengan demikian Anda dapat lebih teliti dan
dapat melihat apakah plak sudah betul-betul bersih. Ada baiknya Anda juga menerapkan
dental flossing setelah menyikat gigi, untuk membersihkan daerah sela gigi yang tidak
terjangkau oleh bulu sikat gigi. Dental floss biasanya dapat diperoleh di apotik. Dental floss
sangat baik terutama pada orang yang memiliki gigi berjejal atau tumpang tindih.
http://etalaseilmu.wordpress.com/2009/11/02/mencega-pembentukan-karanggigi

2.4

Metode menyikat gigi


Kesalahan penyikatan, daerah-daerah yang terlewat, kurang teraturnya metode

yang digunakan , harus diberitahukan pada pasien. Kesalahan yang paling sering terlihat
adalah pasien membasahi sikat sebelum mulai menyikat giginya. Berikut metode menyikat
gigi:
2.4.1 Metode vertical

Permukaan bukal pada waktu yang sama disikat dengan gerakan naik turun dari lipatan
mukobukal denagn elemen-elemen depan dalam posisi end-to-end. Sikay diletakkan dengan
bulunya tegak lurus pada permukaan bukal.Untuk permukaan lingual dan palatinal sikat gigi
dipegang severtikal mungkin. Permukaan -permukaan ini juga digosok dengan gerakan
vertical, tetapi tentu saja tersendiri.
2.4.2 Metode horizontal
Pada metode ini permukaan oklusal, bukal, dan lingual digosok dengan sikat yang
digerakkan maju-mundur / ke depan ke belakang, dengan bulu-bulunya tegak lurus pada
permukaan yang dibersihkan. Metode ini disebut juga metode menggosok. Metode horizontal
dianjurkan untuk anak-anak sampai sekitar umur dua belas tahun. Disini jangan digunakan
sikat gigi yang berkas bulu-bulunya sedikit (space tufted) atau banyak (multitufted) yang
terlalu lunak. Untuk orang dewasa cara ini tidak dianjurkan karena adanya risiko besar
keausan yang berlebihan pada permukaan bukal gigi-gigi.
2.4.3 Metode berputar
Metode berputar merupakan varian (bentuk yang dirubah) metode vertical. Di sini sikat
dengan bulu-bulunya kearah apikal ditempatkan setinggi mungkin pada gingival cekat,
kemudian dengan gerakan berputar tangkai sikat, bulu-bulunya dipandu melalui permukaan
bukal kemudian lingual kearah permukaan oklusal. Disarankan untuk membersihkan tiap
daerah dengan delapan gerakan horizontal.
Pada metode berputar yang dimodifikasi pada akhir penyikatan dilakukan beberapa
gerakan horizontal melalui permukaan tegak elemen-elemen, agar daerah melalui tepi
gingival menjadi lebih bersih.

Metode berputar ternyata kadang-kadang sukar dilakukan dengan baik dan karenanya tidak
perlu dianjurkan sekali. Pada metode ini digunakan sikat dengan berkas bulu sedikit yang
medium sampai keras.
2.4.4 Metode vibrasi/bergetar
Termasuk disini adalah metode menurut charters (1928). Stillman (1932) dan Bass
(1954). Pada metode Charters bulu-bulu sikat ditempatkan pada sudut 45 derajat terhadap
poros elemen-elemen pada arah permukaan oklusal dan agak ditekan pada ruang aproksimal.
Kemudian dibuat tiga sampai empat gerakan bergetar dengan sikat. Setelah itu sikat diangkat
dari permukaan gigi untuk mengulangi tiga sampai empat kali gerakan yang sama bagi tiap
daerah yang dapat dicapai oleh ujung sikat. Dengan metode ini dimaksudkan memberikan
pijatan pada gingival marginal dan memberikan ruang interproksimal. Permukaan oklusal
dibersihkan dengan gerakan berputar tanpa merubah bulu-bulu sikat.
Pada Metode Bass bulu-bulu sikat ditempelkan pada elemen-elemen searah apeks pada
sudut 45 derajat dengan arah poros. Ujung sikat harus dijaga sejajar dengan permukaan
oklusal. Kemudian dengan tekanan ringan dibuat gerakan bergetar kearah horizontal.
Sementara itu bulu-bulu dibawa ke ruang interaproksimal dan sulkus gingivalis sehingga
daerah-daerah ini juga dibersihkan. Permukaan horizontal disikat dengan gerakan horizontal
yang panjang.
Pada metode Stillman bulu-bulu sikat ditempatkan pada sudut kecil terhadap elemen gigi
geligi pada arah apeks. Ini dilakukan sedemikian sehingga ujung bulu-bulu sikat terletak baik
pada gingival marginal maupun bagian servikal mahkota. Kemudian digerakan bergetar
dengan sedikit tekanan. Tekanan yang diberikan menyebabkan gusi terlihat pucat. Kemudian
kontak sikat dengan jaringan dipatahkan untuk mengalirkan darah ke gingiva kembali.
Prosedur ini diulangi sehingga tiap daerah mendapat giliran.

Metode bergetar dimaksudkan untuk orang dewasa dan terutama ditujukan pada pembersihan
gusi selama ini dimungkinkan dengan sikat gigi. Pada umumnya metode menyikat tersebut
dapat memberikan hasil yang baik,pada metode vibrasi dianjurkan sikat dengan berkas bulubulu banyak.
2.4.5 Metode sirkular
Disini dengan gerakan memutar permukaan elemen-elemen dibersihkan. Pada metode
Fones (1934) lengkung gigi geligi dalam oklusi dan permukaan bukaldibersihkan dengan
meletakkan sikat tegak lurus pada poros elemen-elemen dan membuat gerakan memutar.
Gerakannya juga meluas sampai gusi. Permukaan lingual dibersihkan dengan gerakan
sirkular kecil dan permukaan oklusal dengan gerakan menggosok.
2.4.6 Metode fisiologis
Metode ini diintroduksi oleh Smith (1940) dan beranjak dari pendirian bahwa
gerakannya pada waktu menyikat harus mempunyai arah yang sama seperti arah makanan.
Dengan sikat lunak elemen-elemen dibersihkan dengan gerakan menyapu dari mahkota ke
gusi. Di samping itu pada daerah molar dianjurkan beberapa gerakan horizontal untuk
membersihkan sulkus.
2.5 Frekuensi Menyikat Gigi
Secara ringkas dapat ditentukan bahwa pada dasarnya cukup untuk sekali dalam dua hari
membebaskan gigi geligi dan gusi dari plak untuk mencegah gingivitis. Tetapi sangat sukar
untuk dengan menyikat membuat gigi geligi sama sekali bebas plak, bahkan bila ditambah
dengan sutera gigi atau lain-lain alat bantu sekalipun.
Bagi public besar berlaku nasihat menyikat gigi dua atau tiga kali setiap hari. Saat yang
dipilih adalah setelah makan pagi dan sebelum tidur malam. Bagi pasien yang telah

dimotivasi penekanan nasihat dapat diubah sekali sehari dibersihkan dengan baik lebih baik
daripada sering menyikat tetapi tidak efektif, sebelum tidur malam gigi geligi dibersihkan
dengan teliti dan disamping itu tentu saja akan lebih menguntungkan bagi kesehatan mulut
untuk membersihkan mulut setiap kali setelah makan.
2.6 Alat bantu membersihakan ruang interproksimal
Dengan sikat gigi kita tidak dapat membersihkan ruang interproksimal dengan baik justru
pada daerah ini gusi sering meradang dan dijumpai karies. Untuk dapat membersihkan plak
dari ruang interproksimal, terdapat berbagai alat bantu seperti:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Sutera gigi (flos gigi / pita gigi / benang gigi)


Tusuk gigi (berbentuk baji, dari kayu lunak)
Sikat kecil interdental
Sikat kecil yang berkas bulu tunggal (single-tufted)
Ujung karet (rubber tip)
Obat kumur

Pembersihan mulut yang teliti biasanya dapat dicapai dengan gabungan sikat gigi dan
benang gigi dan atau tusuk gigi bagi pasien pribadi sesuai dengan kebutuhannya juga dapat
digunakan alat-alat lain. Di perlukan instruksi dan bimbingan yang hati-hati, karena pasien
rata-rata tidak memiliki pengetahuan dan ketrampilan sebagai dokter gigi atau perawat gigi.
Ada gunanya untuk menyiapkan pasien pada kenyataan bahwa pengambilan plak yang
memadai menyita waktu dan perhatian dan merangsang mereka pada proses belajarnya. Pada
umumnya kita jangan menggunakan pertimbangan nilai negative mengenai kebersihan mulut
mereka.(H.Tan 1984)

Anda mungkin juga menyukai