Anda di halaman 1dari 24

I.

DASAR TEORI
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran
darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga
mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian (Fransisca B.
Batticaca).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain
yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)
Stroke merupakan gangguan sirkulasi serebral dan merupakan satu gangguan
neurologik pokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses patologik pada
pembuluh darah serebral misalnya trombosis, embolus, ruptura dinding pembuluh atau
penyakit vaskuler dasar, misalnya arterosklerosis arteritis trauma aneurisma dan
kelainan perkembangan (Price, 1995).
Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh
gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan menimbulkan gejala
dan tanda yang sesuai dengan daerah otak yang terganggu. Stroke merupakan salah satu
masalah kesehatan yang serius karena ditandai dengan tingginya morbiditas dan
mortalitasnya. Selain itu, tampak adanya kecenderungan peningkatan insidennya
(Bustan, 2007).

Klasifikasi Stroke
Secara garis besar, stroke dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Stroke karena pendarahan (Haemorragic)
Pada Stroke Iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena atheroklerosis
(penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan darah yang
telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Hampir sebagian besar pasien atau
sebesar 83% mengalami stroke jenis ini.

Stroke Hemoragik yaitu penyakit stroke yang terjadi oleh karena pecahnya
pembuluh

darah

di

otak

terdiri

dari

perdarahan

intraserebral,

perdarahan subarakhnoid.
2. Stroke bukan karena pendarahan (Non Haemorragic/ Iskemik)
Pada stroke haemorragic pembulih darah pecah sehingga menghambat aliran
darah yang normal dan darah merembes kedalam suatu daerah diotak dan
merusaknya. Hampir 70% kasus stroke ini terjadi pada penderita hipertensi.
Stroke Iskemik yaitu penyakit stroke yang terjadi oleh karena suplai darah ke
otak terhambat atau berhenti. Terdiri dari: Transient Ischemic Attack (TIA),
trombosis serebri, emboli serebri.

Faktor-Faktor Penyebab
Banyak kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan stroke, tetapi pada awalnya
adalah dari pengerasan arteri atau yang disebut juga sebagai arteriosklerosis. Karena
arteriosklerosis merupakan gaya hidup modern yang penuh stress, pola makan tinggi
lemak, dan kurang berolahraga. Ketiganya sebenarnya tergolong dalam faktor risiko
yang dapat dikendalikan. Selain itu, ada pula faktor-faktor lain yang tidak dapat
dikendalikan, yaitu antara lain :
1.Faktor Risiko Tidak Terkendali
a) Usia.
b) Jenis kelamin.
c) Keturunan-sejarah stroke dalam keluarga.
d) Ras dan etnik.
2.Faktor Risiko Terkendali
a) Hipertensi.
b) Penyakit Jantung.
c) Diabetes.
d) Kadar kolesterol darah.
e) Merokok
f) Alkohol berlebih

g) Obat-obatan terlarang
h) Cedera kepala dan leher
i) Infeksi

II.

PATOFISIOLOGI
Patogenesis
Lebih dari organ-organ lain, otak tergantung pada suplai oksigen yang adekuat
dari sirkulasi darah. Sirkulasi serebral yang konstan di atur oleh baroreseptor dan
refleks vasomotor yang dikontrol batang otak. Pada penelitian hewan, dan mungkin
pada manusia, penghentian aliran darah di otak selama lima menit menyebabkan
kerusakan otak yang ireversibel (Adams dan Victor, 2009).
Efek oklusi ateri fokal sangat tergantung pada lokasi oklusi dan adanya jalur
kolateral dan anastomosis. Misalnya oklusi dari arteri karotis interna di leher, ada
anastomosis melalui arteri komunikan anterior dan posterior menghubungkan arteri
sirkulus Willis dari arteri karotis eksternal melalui arteri opthalmikus (Adams dan
Victor, 2009)
Klasifikasi dan Etiologi Stroke
Terdapat dua macam bentuk stroke yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik.
Stroke iskemik merupakan 80% dari penyebab stroke, disebabkan oleh gangguan
pasokan oksigen dan nutrisi ke sel-sel otak akibat bentukan trombus atau emboli.
Keadaan ini dapat diperparah oleh terjadinya penurunan perfusi sistemik yang
mengaliri otak. Sedangkan stroke hemoragik intraserebral dan subarakhnoid disebabkan
oleh pecahnya pembuluh darah kranial (Smith et al., 2005).
Stroke secara luas diklasifikasikan menjadi stroke iskemik dan hemoragik. Stroke
iskemik merupakan 80% kasus stroke dan dibagi menjadi aterotrombosis arteri, emboli
otak, stroke lakunar, dan hipoperfusi sistemik. Perdarahan otak merupakan 20% sisa
penyebab stroke dan dibagi 10 menjadi perdarahan intraserebral, perdarahan
subarakhnoid, dan hematoma subdural/ ekstradural (Goldszmidt et al., 2003).\
a.Stroke Hemoragik
Stroke perdarahan atau stroke hemoragik adalah perdarahan yang tidak terkontrol
di otak. Perdarahan tersebut dapat mengenai dan membunuh sel otak, sekitar 20%
stroke adalah stroke hemoragik (Gofir, 2009). Jenis perdarahan (stroke hemoragik),

disebabkan pecahnya pembuluh darah otak, baik intrakranial maupun subarakhnoid.


Pada perdarahan intrakranial, pecahnya pembuluh darah otak dapat karena
berryaneurysm akibat hipertensi tak terkontrol yang mengubah morfologi arteriol otak
atau pecahnya pembuluh darah otak karena kelainan kongenital pada pembuluh darah
otak tersebut. Perdarahan subarakhnoid disebabkan pecahnya aneurysma congenital
pembuluh arteri otak di ruang subarakhnoidal (Misbach dkk., 2007).
b.Stroke Iskemik
Stroke iskemik mempunyai berbagai etiologi, tetapi pada prinsipnya disebabkan
oleh aterotrombosis atau emboli, yang masing-masing akan mengganggu atau
memutuskan aliran darah otak atau cerebral blood flow (CBF). Nilai normal CBF
adalah 5060 ml/100 mg/menit. Iskemik terjadi jika CBF < 30 ml/100mg/menit. Jika
CBF turun sampai < 10 ml/mg/menit akan terjadi kegagalan homeostasis, yang akan
menyebabkan influks kalsium secara cepat, aktivitas protease, yakni suatu cascade atau
proses berantai eksitotoksik dan pada akhirnya kematian neuron. Reperfusi yang terjadi
kemudian dapat menyebabkan pelepasan radikal bebas yang akan menambah kematian
sel. Reperfusi juga menyebabkan transformasi perdarahan dari jaringan infark yang
mati. Jika gangguan CBF masih antara 1530 ml/100mg/menit, keadaan iskemik dapat
dipulihkan jika terapi dilakukan sejak awal (Wibowo dkk., 2001).
Stroke iskemik akut adalah gejala klinis defisit serebri fokal dengan onset yang
cepat dan berlangsung lebih dari 24 jam dan cenderung menyebabkan kematian. Oklusi
pembuluh darah disebabkan oleh proses trombosis atau emboli yang menyebabkan
iskemia fokal atau global. Oklusi ini mencetuskan serangkaian kaskade iskemik yang
menyebabkan kematian sel neuron atau infark serebri (Adam et al., 2001; Becker et
al.,2006).
Aliran darah ke otak akan menurun sampai mencapai titik tertentu yang seiring
dengan gejala kelainan fungsional, biokimia dan struktural dapat menyebabkan
kematian sel neuron yang irreversible (WHO, 1989; Adam et al.,2003; Bandera et
al.,2006)

Gejala
Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala Stroke terbagi menjadi berikut:

1.

Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya

fungsi sensorik
2. Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan membau,
mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau keseluruhan, refleks menurun,
ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan detak jantung terganggu, lidah lemah.
3. Cerebral cortex: aphasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect, kebingungan.
Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan sebagai
Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil atau serangan
awal Stroke. Pada sumber lain tanda dan gejala Stroke yaitu:

Adanya serangan defisit neurologis fokal, berupa Kelemahan atau kelumpuhan


lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh

Hilangnya rasa atau adanya sensasi abnormal pada lengan atau tungkai atau salah
satu sisi tubuh. Baal atau mati rasa sebelah badan, terasa kesemutan, terasa seperti
terkena cabai, rasa terbakar

Mulut, lidah mencong bila diluruskan

Gangguan menelan : sulit menelan, minum suka keselek

Bicara tidak jelas (rero), sulit berbahasa, kata yang diucapkan tidak sesuai
keinginan atau gangguan bicara berupa pelo, sengau, ngaco, dan kata-katanya
tidak dapat dimengerti atau tidak dipahami (afasia). Bicara tidak lancar, hanya
sepatah-sepatah kata yang terucap

Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat

Tidak memahami pembicaraan orang lain

Tidak mampu membaca dan menulis, dan tidak memahami tulisan

Tidak dapat berhitung, kepandaian menurun

Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh

Hilangnya kendalian terhadap kandung kemih, kencing yang tidak disadari

Berjalan menjadi sulit, langkahnya kecil-kecil

Menjadi pelupa ( dimensia)

Vertigo

pusing,

puyeng

),

atau perasan

berputar

yang menetap

saat tidak beraktifitas

Awal terjadinya penyakit (Onset) cepat, mendadak dan biasanya terjadi pada
saat beristirahat atau bangun tidur

Hilangnya

penglihatan,

berupa

penglihatan

terganggu,

sebagian

lapang

pandangan tidak terlihat, gangguan pandangan tanpa rasa nyeri, penglihatan gelap
atau ganda sesaat

Kelopak mata sulit dibuka atau dalam keadaan terjatuh

Pendengaran hilang atau gangguan pendengaran, berupa tuli satu telinga atau
pendengaran berkurang

Menjadi lebih sensitif: menjadi mudah menangis atau tertawa

Kebanyakan tidur atau selalu ingin tidur

Kehilangan keseimbangan, gerakan tubuh tidak terkoordinasi dengan baik,


sempoyongan, atau terjatuh

Gangguan kesadaran, pingsan sampai tidak sadarkan diri

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis CVA atau stroke adalah kehilangan motorik disfungsi motorik
yang paling umum adalah hemiplegi karena lesi pada otak yang berlawanan,
hemparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh. Pada awal stroke biasanya paralisis

menurunnya reflek tendon dalam, kehilangan komunikasi, gangguan persepsi,


kerusakan kognitif dan efek psikologis, disfungsi kandung kemih (Smeltzer, 2002 :
213).

Diagnosis
Stroke biasanya ditegakkan berdasarkan perjalanan penyakit dan hasil
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik dapat membantu menentukan lokasi kerusakan
pada otak. Ada dua jenis teknik pemeriksaan imaging (pencitraan) untuk mengevaluasi
kasus Stroke atau penyakit pembuluh darah otak (Cerebrovascular Disease/CVD),
yaitu Computed Tomography (CT scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI).
CT scan diketahui sebagai pendeteksi imaging yang paling mudah, cepat dan
relatif murah untuk kasus Stroke. Namun dalam beberapa hal, CT scan kurang sensitif
dibanding dengan MRI, misalnya pada kasus Stroke hiperakut.
Untuk memperkuat diagnosis biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan atau
MRI. Kedua pemeriksaan tersebut juga bisa membantu menentukan penyebab dari
Stroke, apakah perdarahan atau tumor otak. Kadang dilakukan angiografi yaitu
penentuan susunan pembuluh darah/getah bening melalui kapilaroskopi atau
fluoroskopi.

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis CVA atau stroke adalah kehilangan motorik disfungsi motorik
yang paling umum adalah hemiplegi karena lesi pada otak yang berlawanan,
hemparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh. Pada awal stroke biasanya paralisis
menurunnya reflek tendon dalam, kehilangan komunikasi, gangguan persepsi,
kerusakan kognitif dan efek psikologis, disfungsi kandung kemih (Smeltzer, 2002 :
213).

III.

Sasaran Terapi
Penyebab stroke hemoragik


IV.

Tujuan Terapi
Mengatasi penyebab dari stroke hemoragik jadi terapi diberikan sesuai dengan

V.

Perdarahan

penyebabnya
Mengatasi perdarahan

Strategi Terapi
A. Tata Laksana Terapi
Guidlines Terapi

REKOMENDASI ESO GUIDELINE 2008


Klasifikasi Evidensi untuk Terapi Intervensi
Kelas I

Uji klinik acak, prospektif, dan cukup kuat dengan penilaian keluaran tersamar
pada populasi yang representatif atau systematic review yang cukup kuat dari uji klinis
acak prospektif dengan penilaian keluaran tersamar pada populasi yang representatif.
Kelas II
Studi kohort prospektif grup berpasangan pada populasi representatif dengan
penilaian keluaran tersamar ATAU uji berkontrol dan acak pada populasi representatif
yang kurang 1 kriteria untuk evidens Kelas I
Kelas III
Semua Uji berkontrol (termasuk kontrol riwayat alamiah yang jelas atau pasien
sebagai kontrol sendiri) pada populasi representatif yang penilaian keluaran bersifat
independen terhadap perlakuan tatalaksana pasien.
Kelas IV
Evidens dari studi tidak berkontrol, serial kasus, laporan kasus, atau pendapat
ahli.

Klasifikasi Evidensi untuk Pemeriksaan Diagnostik


Kelas I
Studi prospektif padapopulasi spektrum luas dengan kondisi yang dicurigai,
menggunakan baku emas untuk definisi kasus, pemeriksaan dilakukan secara tersamar,
dan memungkinkan penilaian akurasi diagnostik.
Kelas II
Studi Prospektif pada populasi sempit dengan kondisi yang dicurigai, atau studi
retrospektif dengan desain bagus dari populasi spektrum luas dengan penggunaan baku
emas dibandingkan dengan populasi kontrol, pemeriksaan dilakukan secara tersamar,
dan memungkinkan penilaian dengan akuasi uji diagnostik.
Kelas III
Evidens dari studi tidak berkontrol, serial kasus, laporan kasus, atau pendapat ahli

Definisi Tingkat Evidens


Level A
Terbukti sebagai uji pemeriksaan diagnosis yang berguna/prediktif atau tidak
berguna/prediktif, intervensi terapi yang tidak efektif atau berbahaya, memerlukan
setidak-tidaknya satu studi Kelas I yang meyakinkan atau dua studi Kelas II yang
konsisten dan meyakinkan.
Level B
Terbukti sebagai uji pemeriksaan diagnosis yang berguna/ prediktif atau tidak
berguna/prediktif, intervensi terapi yang tidak efektif atau berbahaya, memerlukan
setidak-tidaknya satu studi Kelas II atau Kelas III yang mengkompensasi
Level C
Uji pemeriksaan diagnosis yang berguna/prediktif atau tidak berguna/prediktif,
intervensi terapi yang tidak efektif atau berbahaya, memerlukan setidak-tidaknya dua
studi Kelas III Good Clinical Practice (GCP).
Praktik terbaik yang direkomendasikan berbasis pengalaman grup pengembangan
guideline.

Terapi Non Farmakologi


Kendalikan tekanan darah tinggi (hipertensi)
Mengurangi asupan kolesterol dan lemak jenuh
Tidak merokok
Kontrol diabetes dan berat badan
Olahraga teratur dan mengurangi stress
Konsumsi makanan kaya serat
Pembedahan: Untuk lokasi perdarahan dekat permukaan otak.

Terapi Farmakologi
1)

Vitamin K

Mekanisme kerja
Mekanisme kerja dengan meningkatkan biosintesis beberapa factor pembekuan

daraj yaitu protombin, factor VII, IX, X di hepar. Aktivasi X menjadi Xa oleh factor
VIIa, TF dan Ca2+ dari jalur ekstrinsic dan factor IXa, VIIIa dan Ca2+ dari jalur

intrinsic. Kemudian factor Xa dibantu oleh Ca2+ dan factor Va akan mengaktifkan
protombin menjadi thrombin. Trombin kemudian mengaktivasi factor XIII dan XIIIa
yang akan mengkatalisis perubahan fibrinogen menjadi fibrin.
Faktor-faktor pembekuan darah mekanisme kerja:
aktivasi tromboplastin
pembentukan thrombin dari protombin
pembentukan fibrin dari fibrinogen

Vitamin K ada 2 jenis : Menadiol Sodium Fosfat yang bersifat larut dalam air dan
Fitomenadion (vitamin K1) yang larut dalam lemak.
1) Menadiol Sodium Fosfat

Indikasi: defisiensi vitamin K (misalnya pada sumbatan empedu atau

penyakit hati)
Kontraindikasi: neonatus, bayi, hamil tua
Dosis: 1-12 tahun 5-10 mg per hari, 12-18 tahun 10-10 mg per hari, dewasa

10-40 mg per hari.


Sediaan: tablet 10 mg
Interaksi: vitamin K melawan efek antikoagulan coumarin dan fenindion
2) Vitamin K1

Indikasi: defisiensi vitamin K (misalnya pada sumbatan empedu atau

penyakit hati)
Kontraindikasi: neonates, bayi, hamil tua
Dosis: 1-12 tahun 5-10 mg per hari, 12-18 tahun 10-20 mg per hari, dewasa

10-40 mg per hari.


Sediaan: tablet 10 mg
Interaksi : vitamin K melawan efek antikoagulan coumarin dan fenindion.
3) Protamin

Dosis: Injeksi intravena (kecepatan tidak lebih dari 5 mg/menit), 1 mg


menetralkan 80-100 unit heparin bila diberikan dalam waktu lebih panjang,
diperlukan protamin lebih sedikit karena heparin diekskresi dengan cepat;

maksimal 50 mg.
Indikasi: Digunakan untuk mengatasi over dosis heparin, namun jika
digunakan berlebihan memiliki efek antikoagulan. Jika perdarahan yang
terjadi saat pemberian heparin hanya ringan, protamin sulfat tidak perlu
diberikan karena penghentian heparin biasanya akan menghentikan

perdarahan dalam beberapa jam.


Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap protamin
Efek samping: Mual, muntah, muka merah, hipontensi, bradikardi, dispnea,

reaksi hipersensitif (termasuk angiodema, anafilaksis) pernah dilaporkan.


Mekanisme kerja: Protamin sulfat merupakan basa kuat, bekerja sebagai
antagonis heparin pada in vitro dan in vivo dengan cara membentuk

kompleks bersama heparin yang bersifat asam kuat menjadibentuk garam


stabil. Kompleks heparin dan protamin tidak mempunyai efek antikoagulan.
Bentuk sediaan: Injeksi intravena
4) Asam traneksamat
Indikasi: Asam traneksamat adalah obat antifibrinolitik yang menghambat
pemutusan benang fibrin. Asam traneksamat digunakan untuk profilaksis dan
pengobatan pendarahan yang disebabkan fibrinolisis yang berlebihan dan

angiodema hereditas.
Mekanisme kerja: asam traneksamat kompetitif menghambat aktivasi
plasminogen sehingga mengurangi konversi plasminogen menjadi plasmin
(fibrinolisin), enzim yang mendegradasi gumpalan fibrinogen dan protein
plasma lainnya termasuk faktor prokoagulan V dan VIII. Oleh karena itu,

dapat mengatasi perdarahan berat akibat fibrinolisis yang berlebihan.


Dosis: Oral 1-1.5 gr (15-25 mg/kg) 2-4 kali sehari. Dosis injeksi inravena
perlahan: 0.5-1 gr (10 mg/kg) 3 kali sehari. Dosis infuse kontinyu 25-50 mg

per kg setiap hari.


Efek samping: sakit dada, vasospasme, syok hemoragik, demam, sakit
kepala, kedinginan, urtikaria, alopesia, disestesis pedis, purpura, eczema,
nekrosis kutan, plak eritematosis, hiperkelemia, hiperlipidemia, mual,
muntah, konstipasi, hemorage, ditemukan darah pada urin, epiktasis,
hemoragik

adrenalin,

hemoragik

retriperitonial,

trombositopenia,

peningkatan enzim SGOT,SGPT, ulserasi, nekrosis kutan yang disebabkan


karena injeksi subkutan, neropati perifer, osteoporosis, konjungtivitis,
hemoptisis, hemoragik pulmonary, asma arthritis, rhinitis, bronkospasme,

reaksi alergi kemudian reaksi anafilaktik.


Interaksi dengan obat lain: obat yang berfungsi untuk menjaga hemostasis
tidak diberikan bersamaan dengan obat anti fibrinolitik. Pembentukan
thrombus akan meningkat dengan adanya O estrogen atau mekanisme

antifibrinolitik diantagonis oleh senyawa trombolitik.


Mekanisme kerja: asam traneksamat bekerja dengan sama memblok ikatan
plasminogen dan plasmin terhadap fibrin; inhibisi terhadap plasmin ini

sangat terbatas pada tingkat tertentu.


Bentuk: sediaan kapsul 250 mg, tablet 500 mg, injeksi 50 ml.
5) Calsium Chanel Blocker: Nimodipin

Indikasi: merupakan Ca chanel bloker dengan aktivitas serebrovaskuler


preferensial. Hal ini ditandai dengan efek dilatasi dan menurunkan tekanan

darah pada serebrovaskuler.


Mekanisme kerja: nimodipin ternasuk dalam kelas agen farmakologis dikenal
sebagai kalsium chanel blocker. Nimodipin diindikasikan untuk peningkatan
hasil neurologis dengan mengurangi insiden dan keparahan deficit iskemik
pada pasien dengan perdarhan subarachnoid dari pecahnya aneurisme. Proses
kontraktil sel-sel otot polos tergantung pada ion kalsium sel selama
depolarisasi

sebagai

penghambat

arus

transmembran.

Nimodipin

menghambat transfer ion kalsiun ke dalam sel dan demikian menghambat

kontraksi otot polos vaskuler.


Dosis: PO / nasogastrik 60 mg/4 jam selam 21 hari berturut-turut. Memulai

terapi dalam waktu 96 jam perdarahan subarachnoid.


6) Terapi suportif: infuse manitol

Indikasi: menurunkan tekanan intrakranial yang tinggi karena edema

serebral.
Mekanisme kerja: kenaikan tekanan intrakranial dan adanya edema serebral
pada hemoragik dapat terjadi karena dari efek gumpalan hematoma. Manitol
bekerja untuk meningkatkan osmolaritas plasma darah, mengakibatkan
peningkatan air dari jaringan, termasuk otak dan cairan serebrospinal, ke
dalam cairan interstisial dan plasma. Akibatnya edema otak, peningkatan

tekanan intrakranial serta volume dan cairan serebrospinal dapat dikurangi.


Dosis, lama dan cara pemberian: tekanan intracranial;edema serebral;1.5-2
gr/kg dosis IV dalam 15,20, atau 25% larutan selam 30-60 menit pertahankan
osmolarotas serum 310 sampai >320 mOsm/kg.

VI.

Penyelesaian Kasus
A. Kasus
Tn. M, berumur 54 tahun, jenis kelamin laki - laki, ke RSPAD Gatot
Soebroto ke IGD, klien 2 hari sebelumnya demam, kemudian dibawa berobat dan
dikatakan infeksi saluran kemih 2 jam yang lalu klien tiba-tiba tidak sadar,
tidak bisa dibangunkan pada saat tidur dalam kondisi ngorok, sebelumnya tidak
ada keluhan nyeri kepala, tidak ada muntah, tidak ada kejang sebelumnya, klien
dalam keadaan tidak sadar GCS 4 dengan nilai E1, M2, V1.

Kemudian klien pindah keruang ICU untuk mendapatkan perawatan


intensive dengan ventilator dengan mode SIM V, F I02 70 %, PEEP + 5, VI 478,
RR 38 x/menit, TTV, TD: 140/90 mmHg, heart rate 160 x/menit, S: 38,5C, Sa0 2
100%, kondisi pupil keduanya miosis, reflek cahaya +/- , ada akumulasi sankret
dimulut dan diselang ET, tidak ada terpasang mayo dan lidah tidak turun, terdapat
retaksi otot intecosta, dengan RR 38 x/menit, dan terdengar ronchi basah dan
basal paru kanan, CRT < 3 detik di ICU klien mendapatkan Brainact /12 jam,
Aliminamin F /12 jam, Ranitidin /12 jam, dan infus RL 20 t/m, Pada tanggal 12
April 2015 didapatkan hasil laboratorium; Hb: 13,8 gr/dl, Ht: 44%, Eritrosit: 5,04
juta/ul, leukosit: 8,4 rb/mmk, trombosit: 84 rb/mmk, Kreatinin 1,5 mg/dl,
Albumin 3,6 mg/dl, ureum: 15 mg/dl, natrium: 140 mEq/L, kalium: 3,6 mEq/L,
klorida: 107 mEq/L, AGD: pH: 7,3, PCO2: 27,6, PO2: 236,9, HCO3: 16,3, saturasi
O2: 100%. Hasil pemeriksaan EKG kesan ada gambaran ST depresi inferior, hasil
rongsen kesan Cor dan pulmo dalam batas normal, tidak ada menunjukan
infellrate.
Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 12 April 2015 pukul 14.30 WIB.
klien 2 hari sebelumnya demam, kemudian dibawa berobat dan dikatakan
infeksi saluran kemih 2 jam yang lalu klien tiba-tiba tidak sadar, tidak bisa
dibangunkan pada saat tidur dalam kondisi ngorok, sebelumnya tidak ada
keluhan nyeri kepala, tidak ada muntah, tidak ada kejang sebelumnya, klien
dalam keadaan tidak sadar GCS 4 dengan nilai E1, M2, V1. Upaya untuk
mengatasinya di bawa ke RSPAD Gatot Soebroto.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mempunyai riwayat penyakit hipertensi 1 tahun
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita seperti klien
Analisis Kasus Menggunakan Metode SOAP
1. Subjektif
Tn. M, berumur 54 tahun, jenis kelamin laki laki. Beliau masuk ke IGD
RSPAD Gatot Soebroto Jakarta Pusat, tanggal 11 April 2015, Pukul 09.30

WIB, Pada tanggal 12 April 2015, Pukul 19.00 WIB, klien pindah keruang
ICU, No. Register 40-38-30, dengan diagnosa medis Stroke Hemoragik.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Klien mempunyai riwayat penyakit hipertensi 1 tahun
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang menderita seperti klien
2. Objektif
Kesadaran umum soporokoma, terdapat secret di ET dan mulut, RR
38x/menit, terdengar bunyi ronkhi basah di basal paru kanan, RR 38x/menit,
terdapat retraksi intercosta, napas cepat dan dangkal, terpasang ventilator
dengan mode P SIMV dengan FiO2 70%, PEEP + 5 dan SaO2 100%, RR
38x/menit, terdapat retraksi intercosta, napas cepat dan dangkal, Hasil BGA :
PH 7,334; pCO2 27;pO2 236,9;HCO3 16,3; BE -10,2 dengan interprestasi
Asidosis Metabolik terkompensasi sebagian, Kesadaran soporokoma, GCS
E1M2VET, pupil miosis (2mm), reaksi pupil +/-, Keadaan umum
soporokoma, panas dengan suhu 38,5C, terpasang ET dan infus line, bedrest
total, reflek motorik -/-.
Analisa Data
N

TGL/JAM DATA FOKUS

MASALAH

ETIOLOGI

O
1

12/04/15

DS : -

Bersihan

jalan Akumulasi secret

10.20

DO :

napas

tidak di jalan napas

WIB

KU

soporokoma, efektif

terdapat secret di ET
dan

mulut,

38x/menit,
2

RR

terdengar

12/04/15

bunyi senkret
DS : -

Pola napas tidak Depresi

10.25

DO:

efektif

WIB

RR 38x/menit, terdapat

(infark

retraksi

pada batang otak

napas
dangkal,

intercosta,
cepat

dan

pusat

pernapasan
serebri

etcause

terdengar

intracerebral

bunyi rochi basah di

haemoragie)

basal

paru

terpasang

kanan
ventilator

dengan mode P SIMV


dengan

FiO2

70%,

PEEP + 5 dan SaO2


3

21/06/10

100%
DS : -

Gangguan

Kegagalan proses

10.30

DO:

pertukaran gas

difusi

WIB

RR 38x/menit, terdapat
retraksi

pada

alveoli

intercosta,

napas

cepat

dan

dangkal, Hasil BGA :


PH

7,334;

27;pO2

pCO2

236,9;HCO3

16,3; BE -10,2 dengan


interprestasi

Asidosis

Metabolik
4

12/04/15

terkompensasi sebagian
DS : Gangguan

10.35

DO:

perfusi jaringan intraserebal

WIB

Kesadaran

serebral

soporokoma,

GCS

E1M2VET,

pupil

Perdarahan

miosis ( 2 mm ), reaksi
5

12/04/15

pupil +/DS : -

Resiko

10.40

DO:

infeksi

WIB

Keadaan

umum

soporokoma,

panas

dengan suhu 38,5C,


terpasang ET dan infus
line,

bedrest

reflek motorik -/-

total,

tinggi Prosedur invasif


dan bedrest total

Pemeriksaan Penunjang
a) Pada tanggal 12 April 2015 didapatkan hasil laboratorium; Hb: 13,8
gr/dl, Ht: 44%, Eritrosit: 5,04 juta/ul, leukosit: 8,4 rb/mmk, trombosit:
84 rb/mmk, Kreatinin 1,5 mg/dl, Albumin 3,6 mg/dl, ureum: 15 mg/dl,
natrium: 140 mEq/L, kalium: 3,6 mEq/L, klorida: 107 mEq/L, AGD:
pH: 7,3, PCO2: 27,6, PO2: 236,9, HCO3: 16,3, saturasi O2: 100%.
b) Pada tanggal 13 April 2015 didapatkan hasil laboratorium; AGD: pH:
7,32, PCO2: 27, PO2: 199,7, HCO3: 16,9, saturasi O2: 100%.
c) Pada tanggal 14 April 2015 didapatkan hasil laboratorium; Hb: 12,3
gr/dl, Ht: 38%, Eritrosit: 4,48 juta/ul, leukosit: 7,4 rb/mmk, trombosit:
90 rb/mmk, Kreatinin 1,4 mg/dl, Albumin 3,1 mg/dl, ureum: 17 mg/dl,
natrium: 132 mEq/L, kalium: 3,4 mEq/L, klorida: 106 mEq/L, AGD:
pH: 7,33, PCO2: 30, PO2: 189,8, HCO3: 17,9, saturasi O2: 97%.
3. Assesment
1. Nutrisi
Status nutrisi perhari
:FxA
( BB x 30 kkal ) x indeks aktivitas
( 60 x 30 kkal ) x 0,9
1620 kkal/hari
Aminovel/comafusin hepar
Total nutrisi yang diterima

: 200 kkal/botol
: Sonde + 1 botol aminovel/comafusin

hepar
1620 kkal/hari : sonde + 200 kkal
Jadi sonde/hari: 1420 kkal @ shift : 473.3 kkal
2. Cairan 24 Jam
a. Pada tangal 12 April 2015, Intake, parenteral 1500 cc, enteral 500 cc,
output, urin 200 cc, IWL 600 cc, feses 200 cc, balance cairan + 1000 cc.
b. Pada tangal 12 April 2015, Intake, parenteral 1800 cc, enteral 600 cc,
output, urin 200 cc, IWL 600 cc, feses 200 cc, balance cairan + 1800 cc.
c. Pada tangal 12 April 2015, Intake, parenteral 500 cc, enteral 200 cc,
output, urin 200 cc, IWL 600 cc, feses 200 cc, balance cairan + 100 cc.
4. Plan
a) Pada tangal 12 April 2015 pengobatan yang didapatkan Tn, M yaitu :
Ceftriaxone 2 mg/24 jam, ranitidine 1 amp/12 jam, Nexium 40 mg/12
jam, Alinamin F 1 amp/12 jam, Brainact 1 amp/12 jam, Dexamethason
1 amp/8 jam, RL/ 24 jam 20 tpm, NaCl 0.9%/24 jam 20 tpm, Asering/
24 jam 20 tpm, Aminovel/24 jam 20 tpm, Methylprednison 40 mg/12
jam, Nebulizer/8 jam.
b) Pada tangal 13 April 2015 pengobatan yang didapatkan Tn, M yaitu :

Nexium 40 mg/12 jam, Dexamethason 1 amp/8 jam, Ecotrixon 2 gr/24


jam, SNMC 1 amp/8 jam (drip dalam 100 cc NaCl), Asering/ 24 jam 20
tpm, Precedek+Ns Siryng pump 3.2 cc/jam, Lasik 20 mg/jam, Koreksi
bicnat, Nebulizer/8 jam.
c) Pada tangal 14 April 2015 pengobatan yang didapatkan Tn, M yaitu :
Nexium 40 mg/12 jam, Dexamethason 1 amp/8 jam, Ecotrixon 2 gr/24
jam, SNMC 1 amp/8 jam (drip dalam 100 cc NaCl), Asering/ 24 jam 20
tpm, Precedek+Ns Siryng pump 3.2 cc/jam, Lasik 20 mg/jam, Koreksi
bicnat, Nebulizer/8 jam.
A. Terapi Farmakologi
1.
Terapi non farmakologi :

Kendalikan tekanan darah tinggi (hipertensi)

Mengurangi asupan kolesterol dan lemak jenuh

Tidak merokok

Kontrol diabetes dan berat badan

Olahraga teratur dan mengurangi stress

Konsumsi makanan kaya serat

Pembedahan: Untuk lokasi perdarahan dekat permukaan otak.


2. Terapi farmakologi
a. Vitamin K
Mekanisme kerja : mekanisme kerja dengan meningkatkan biosintesis
beberapa factor pembekuan daraj yaitu protombin, factor VII, IX, X di
hepar. Aktivasi X menjadi Xa oleh factor VIIa, TF dan Ca2+ dari jalur
ekstrinsic dan factor IXa, VIIIa dan Ca2+ dari jalur intrinsic. Kemudian
factor Xa dibantu oleh Ca2+ dan factor Va akan mengaktifkan protombin
menjadi thrombin. Trombin kemudian mengaktivasi factor XIII dan XIIIa

b.

yang akan mengkatalisis perubahan fibrinogen menjadi fibrin.


Faktor-faktor pembekuan darah mekanisme kerja:
aktivasi tromboplastin
pembentukan thrombin dari protombin
pembentukan fibrin dari fibrinogen
Asam traneksamat
Indikasi: Asam traneksamat adalah obat antifibrinolitik yang menghambat
pemutusan benang fibrin. Asam traneksamat digunakan untuk profilaksis

dan pengobatan pendarahan yang disebabkan fibrinolisis yang berlebihan

dan angiodema hereditas.


Mekanisme kerja : asam traneksamat kompetitif menghambat aktivasi
plasminogen sehingga mengurangi konversi plasminogen menjadi plasmin
(fibrinolisin), enzim yang mendegradasi gumpalan fibrinogen dan protein
plasma lainnya termasuk faktor prokoagulan V dan VIII. Oleh karena itu,
dapat mengatasi perdarahan berat akibat fibrinolisis yang berlebihan. Asam
traneksamat bekerja dengan sama memblok ikatan plasminogen dan
plasmin terhadap fibrin; inhibisi terhadap plasmin ini sangat terbatas pada

tingkat tertentu.
Dosis: Oral 1-1.5 gr (15-25 mg/kg) 2-4 kali sehari. Dosis injeksi inravena
perlahan: 0.5-1 gr (10 mg/kg) 3 kali sehari. Dosis infuse kontinyu 25-50

mg per kg setiap hari.


Efek samping : sakit dada, vasospasme, syok hemoragik, demam, sakit
kepala, kedinginan, urtikaria, alopesia, disestesis pedis, purpura, eczema,
nekrosis kutan, plak eritematosis, hiperkelemia, hiperlipidemia, mual,
muntah, konstipasi, hemorage, ditemukan darah pada urin, epiktasis,
hemoragik

adrenalin,

hemoragik

retriperitonial,

trombositopenia,

peningkatan enzim SGOT,SGPT, ulserasi, nekrosis kutan yang disebabkan


karena injeksi subkutan, neropati perifer, osteoporosis, konjungtivitis,
hemoptisis, hemoragik pulmonary, asma arthritis, rhinitis, bronkospasme,

reaksi alergi kemudian reaksi anafilaktik.


Interaksi dengan obat lain : obat yang berfungsi untuk menjaga hemostasis
tidak diberikan bersamaan dengan obat anti fibrinolitik. Pembentukan
thrombus akan meningkat dengan adanya O estrogen atau mekanisme

antifibrinolitik diantagonis oleh senyawa trombolitik.


Bentuk: sediaan kapsul 250 mg, tablet 500 mg, injeksi 50 ml.
c. Calsium Chanel Blocker: Nimodipin

Indikasi : merupakan Ca chanel bloker dengan aktivitas serebrovaskuler


preferensial. Hal ini ditandai dengan efek dilatasi dan menurunkan

tekanan darah pada serebrovaskuler.


Mekanisme kerja : nimodipin ternasuk dalam kelas agen farmakologis
dikenal sebagai kalsium chanel blocker. Nimodipin diindikasikan untuk
peningkatan hasil neurologis dengan mengurangi insiden dan keparahan
deficit iskemik pada pasien dengan perdarhan subarachnoid dari pecahnya
aneurisme. Proses kontraktil sel-sel otot polos tergantung pada ion
kalsium sel selama depolarisasi sebagai penghambat arus transmembran.
Nimodipin menghambat transfer ion kalsiun ke dalam sel dan demikian

menghambat kontraksi otot polos vaskuler.


Dosis : PO / nasogastrik 60 mg/4 jam selam 21 hari berturut-turut.

Memulai terapi dalam waktu 96 jam perdarahan subarachnoid.


d. Terapi suportif : infuse manitol
Indikasi: menurunkan tekanan intrakranial yang tinggi karena edema

serebral.
Mekanisme kerja: kenaikan tekanan intrakranial dan adanya edema
serebral pada hemoragik dapat terjadi karena dari efek gumpalan
hematoma. Manitol bekerja untuk meningkatkan osmolaritas plasma
darah, mengakibatkan peningkatan air dari jaringan, termasuk otak dan
cairan serebrospinal, ke dalam cairan interstisial dan plasma. Akibatnya
edema otak, peningkatan tekanan intrakranial serta volume dan cairan

serebrospinal dapat dikurangi.


Dosis lama dan cara pemberian: tekanan intracranial, edema serebral : 1.52 gr/kg dosis IV dalam 15,20, atau 25% larutan selam 30-60 menit
pertahankan osmolarotas serum 310 sampai >320 mOsm/kg.

Evaluasi Terpilih

Evaluasi adalah tahap akhir dalam melakukan proses keperawatan yang bertujuan
untuk menilai seluruh hasil implementasi yang telah dilaksanakan.
Pada diagnosa keperawatan pertama bersihan jalan napas tidak efektif
berhubungan dengan adanya akumulasi secret di jalan napas. Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan jalan napas klien dapat
efektif adekuat, Kriteria hasil : Sekret di ET dan mulut berkurang atau tidak ada, RR
dalam batas normal (16-24x/menit), Suara ronkhi berkurang atau hilang.
Pada diagnosa keperawatan kedua, pola napas tidak efektif berhubungan dengan
depresi pusat pernapasan (infark serebri pada batang otak etcause intracerebral
haemoragie), Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam
diharapkan pola napas klien dapat efektif. Kriteria hasil : Napas adekuat spontan (1624x/menit), KU dan VS stabil, Retraksi otot intercosta berkurang, dan Weaning off
ventilator.
Pada diagnosa keperawatan ketiga, gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
kegagalan proses difusi pada alveoli Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3x 24 jam diharapkan pertukaran gas klien dapat adekuat Kriteria hasil : KU
dan VS stabil, Napas adekuat spontan (16-24x/menit), dan BGA dalam batas normal.
Pada diagnosa keperawatan keempat, gangguan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan adanya perdarahan intraserebral, tujuan setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan perfusi jaringan serebral klien
dapat adekuat. Kriteria hasil : Kesadaran membaik, Reflek pupil +/+, Pupil isokor.
Pada diagnosa keperawatan kelima ,resiko tinggi infeksi berhubungan dengan
adanya prosedur invasif dan bedrest total Tujuan Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi pada klien. Kriteria
hasil, KU dan VS stabil, Suhu normal (36.5-37.5), Leukosit normal, dan Monitor KU
dan VS termasuk suhu klien/jam.
KIE (Komunikasi Informasi Edukasi)
a. Berhenti merokok
b. Terapi gerak tangan (latihan menulis atau menggambar)
c. Tidak boleh mengangkat berat-berat
d. Tidak boleh kedinginan
e. Posisi tidur jangan memberatkan pada tangan kanan

Monitoring Terapi
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
p.
q.
r.
s.

Monitor adanya akumulasi secret dan warnanya di jalan napas (ET dan mulut)
Auskultasi suara napas klien
Monitor status pernapasan klien
Monitor adanya suara gargling
Lakukan positioning miring kanan dan kiri
Pertahankan posisi head of bed (30-45)
Lakukan suction sesuai indikasi
Pertahankan teknik aseptic setiap tindakan
Pantau adanya tanda-tanda infeksi
Lakukan personal dan oral care setiap hari
Lakukan early mobilization
Lakukan penilaian CPIS setelah 48 jam perawatan
Monitor status neurologi
Pantau tanda-tanda vital tiap jam
Evaluasi pupil, refleks terhadap cahaya
Pantau adanya peningkatan TIK
Pantau adanya tanda-tanda hipoksia
Pantau adanya retraksi otot intercosta
Monitor saturasi oksigen klien

VIII. Kesimpulan
Dalam kasus ini pengkajian meliputi keluhan utama klien, riwayat penyakit
sekarang, riwayat penyakit dahulu dan keluarga, pemeriksaan fisik head to toe dengan
hasil dapat diketahui klien mengalami penurunan kesadaran dengan diagnosa medis
stroke hemoragik.
Hasil pengkajian asuhan keperawatan pada pasien stroke ditemukan beberapa
diagnosa. Diagnosa keperawatan yang muncul antara lain bersihan jalan nafas tidak
efektif berhubungan dengan akumulasi secret dijalan napas, Pola napas tidak efektif
berhubungan dengan depresi pusat pernapasan (infark serebri pada batang otak etcause
intracerebral haemoragie), Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kegagalan
proses difusi pada alveoli, Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
adanya perdarahan intraserebral, Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya
prosedur invasif dan bedrest total.
Intervensi yang dilakukan pada diagnosa bersihan jalan nafas tidak efektif dengan
intervensi kaji keadaan jalan nafas, evaluasi pergerakan dada dan auskultasi suara napas
pada kedua paru, lakukan suction. Intervensi yang dilakukan pada diagnosa depresi
pusat pernapasan dengan intervensi napasnya cepat dan dangkal, RR 38x/menit,
terdapat retraksi intercosta, Intervensi yang dilakukan pada diagnosa gangguan
pertukaran gas, dengan intervensi menunjukkan peningkatan frekuensi napas yaitu RR

38 x/menit. Intervensi yang dilakukan pada diagnosa, gangguan perfusi jaringan


serebral dengan intervensi adanya perdarahan intraserebral sehingga mempengaruhi
proses perfusi jaringan ke serebral. Intervensi yang dilakukan pada diagnosa, resiko
tinggi infeksi intervensi yang dilakukan prosedur invasif dapat memungkinkan
terjadinya infeksi karena merupakan port de entri mikroorganisme, di ET, NGT dan
Kateter.

IX. Daftar Pustaka


Hadib, Muhammad. 2009 Cara Mudah Memahami Dan Menghindari
Hipertensi Jantung Dan Stroke : Yogyakarta.
Artiani, Ria. 2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan Sistem
Persyarafan, Jakarta, EGC.
Centers for Disease Control and Prevention, 2009. Stroke Facts and Statistics. :
Division for Heart Disease and Stroke Prevention. Available
Gemari, 2008. Esensial Stroke. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta
Muttaqin,arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2007. Guideline Stroke 2007.
Jakarta: PERDOSSI.
World Health Organization, 2005. WHO STEPS Stroke Manual: The WHO STEP
wise Approach to Stroke Surveillance. World Health Organization.

Yayasan Stroke Indonesia. Tahun 2020, Penderita Stroke Meningkat 2 Kali.


Jakarta
Hartwig MS. Penyakit serebral. Dalam: Price SA, Wilson LM, editors.
Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6. volume 2.
Jakarta: EGC;2005. Hal. 1119-21

Corwin EJ. Patofisiologi: buku saku. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2009. Hal. 250-3

Anda mungkin juga menyukai