PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Salah satu isu atau masalah yang paling krusial untuk dipecahkan oleh bangsa dan
pemerintah Indonesia adalah masalah korupsi. Hal ini disebabkan semakin lama tindak
pidana korupsi di Indonesia ini semakin sulit untuk diatasi. Maraknya korupsi di Indonesia
disinyalir terjadi di semua bidang dan sector pembangunan. Apalagi setelah ditetapkannya
pelaksanaan otonomi daerah, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah yang diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004,
disinyalir korupsi menyebar bukan hanya terjadi pada tingkat pusat tetapi juga meluas ke
tingkat daerah dan bahkan menembus ke tingkat pemerintahan yang paling kecil di daerah.
Pemerintah Indonesia sebenarnya tidak tinggal diam dalam mengatasi praktik-praktik
korupsi. Upaya pemerintah dilaksanakan melalui berbagai kebijakan yang berupa peraturan
perundang-undangan dari yang tertinggi yaitu Undang-Undang Dasar 1945 sampai dengan
Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu
pemerintah juga membentuk komisi-komisi yang berhubungan langsung dengan pencegahan
dan pemberantasan tindak pidana korupsi seperti Komisi Pemeriksa Kekayaan
Penyelenggara Negara (KPKPN) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam hal pemberantasan korupsi adalah :
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, khususnya pasal 21 dan pasal 5
(ayat 1)
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana
3. Ketetapan MPR Nomor XI Tahun 1998
4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaran Pemerintahan yang
bersih dan bebas dari praktik KKN
5. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
6. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
7. Dibentuknya Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) tahun 2001
berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999
8. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (KPTPK)
9. Dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2003 berdasarkan UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 junto Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 junto
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002
10. Dibentuknya Tim Pemberantas Korupsi dan lain-lainnya.
Upaya pencegahan praktik korupsi juga dilakukan di lingkungan eksekutif atau
penyelenggara negara, dimana masing-masing instansi memiliki Internal Control Unit (unit
pengawas dan pengendali dalam instansi) yang berupa inspektorat. Fungsi dari inspektorat ini
adalah mengawasi dan memeriksa penyelenggaraan kegiatan pembangunan di instansinya
masing-masing, terutama pengelolaan keuangan negara, agar supaya kegiatan pembangunan
1
berjalan secara efektif, efisien dan ekonomis sesuai sasaran. Di samping pengawasan internal
ada juga pengawasan dan pemeriksaan kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh instansi
eksternal yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan
Pembangunan (BPKP).
Selain lembaga internal dan eksternal, lembaga swadaya masyarakat (LSM) juga ikut
berperan dalam melakukan pengawasan kegiatan pembangunan, terutama kasus-kasus
korupsi yang dilakukan oleh penyelenggara negara. Beberapa LSM yang aktif dan gencar
mengawasi dan melaporkan praktik korupsi yang dilakukan penyelenggara negara antara lain
adalah Indonesian Corruption Watch (ICW), Government Watch (GOWA), dan Masyarakat
Tranparansi Indonesia (MTI).
Dilihat dari upaya-upaya pemerintah dalam memberantas praktik korupsi di atas
sepertinya sudah cukup memadai baik dilihat dari segi hukum dan peraturan perundangundangan, komisi-komisi, lembaga pemeriksa baik internal maupun eksternal, bahkan
keterlibatan LSM. Namun pada kenyataannya praktik korupsi bukannya berkurang malah
meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan Indonesia kembali dinilai sebagai negara paling
terkorup di Asia pada awal tahun 2004 dan 2005 berdasarkan hasil survei dikalangan para
pengusaha dan pebisnis oleh lembaga konsultan Political and Economic Risk Consultancy
(PERC). Hasil survey lembaga konsultan PERC yang berbasis di Hong Kong menyatakan
1
bahwa Indonesia merupakan negara yang paling korup di antara 12 negara Asia. Predikat
negara terkorup diberikan karena nilai Indonesia hampir menyentuh angka mutlak 10 dengan
skor 9,25 (nilai 10 merupakan nilai tertinggi atau terkorup). Sedangkan pada tahun 2005
Indonesia masih termasuk dalam tiga teratas negara terkorup di Asia.
Peringkat negara terkorup setelah Indonesia, berdasarkan hasil survey yang dilakukan
PERC, yaitu: India (8,9), Vietnam (8,67), Thailand, Malaysia dan China berada pada posisi
sejajar di peringkat keempat yang terbersih. Sebaliknya negara yang terbersih tingkat
korupsinya adalah Singapura (0,5) disusul Jepang (3,5), Hong Kong, Taiwan dan Korea
Selatan. Untuk tahun 2006 posisi Indonesia naik satu peringkat dibandingkan dengan
Filipina.
Perubahan yang dilakukan China dan Thailand sungguh mengesankan, yaitu mampu
mengubah reputasi negara yang bergelimang korupsi menjadi negara yang rendah
korupsinya. India dan Vietnam juga mulai melakukan perbaikan melalui keinginan politik
tinggi dalam mempersempit ruang korupsi. China selama satu dasawarsa terakhir
melancarkan perang besar dengan korupsi. Para pejabat yang terbukti melakukan tindak
pidana korupsi tidak segan-segan dibawa ke tiang gantungan. Tindakan ini cukup efektif
mengurangi praktik korupsi di kalangan pejabat.
Sementara Thailand juga melakukan kampanye pemberantasan korupsi secara serius.
Sektor perpajakan dan pengadilan yang dianggap rawan korupsi dan kolusi dijadikan
prioritas dalam target kampanye melawan korupsi. Hasilnya mengesankan. Kemajuan dalam
kampanye korupsi membawa dampak positif dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk
kesanggupan membayar hutang luar negeri. Selama lima tahun Thailand mampu mencicil 50
milyar dollar AS utangnya
2
2005 IPK Indonesia adalah 2,2, tahun 2004 (2,0) serta tahun 2003 (1,9). Hal ini
menunjukkan bahwa penanganan kasus korupsi di Indonesia masih sangat lambat dan belum
mampu membuat jera para koruptor.
Oleh karena itu sangatlah menarik untuk mengkaji lebih lanjut tentang strategi yang
dilakukan negara-negara tersebut dalam menangani korupsi, sehingga bias menjadi negara
yang rendah tingkat korupsinya. Sehubungan dengan hal tersebut, maka Pusat Kajian
Administrasi Internasional Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia memandang
perlu untuk melakukan kajian lebih jauh tentang strategi penanganan korupsi di negaranegara Asia Pasifik, sebagai bahan masukan untuk memperkuat (revitalize) penanganan
korupsi yang diterapkan di Indonesia.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaiamana konsep korupsi?
2. Bagaimana sejarah dan fungsi KPK?
3. Bagaimana sejarah dan fungsi ICAC?
4. Bagaimana sejarah dan fungsi MACC?
C. TUJUAN
Mahasiswa dan pembaca paham dan mengerti tentang bagaiman konsep korupsi dan
sejarah dan fungsi dari lembaga pemeberantas korupsi KPK, ICAC dan MACC?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
PENGERTIAN KORUPSI
Korupsi berasal dari bahasa Latin: corruption dari kata kerja corrumpere berarti busuk,
rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok. Menurut Transparency International
adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/ politisi maupun pegawai negeri, yang secara
tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat
dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Dalam Kamus Al-Munawwir, term korupsi bisa diartikan meliputi: risywah, khiynat,
fasd, ghull, suht, bthil. Sedangkan dalam Kamus Al-Bisri kata korupsi diartikan ke dalam
bahasa arab: risywah, ihtils, dan fasd.
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi secara harfiah berarti: buruk,
rusak, suka memakai barang (uang) yang dipercayakan padanya, dapat disogok (melalui
kekuasaannya untuk kepentingan pribadi). Adapun arti terminologinya, korupsi adalah
penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan) untuk kepentingan pribadi
atau orang lain.
Sementara, disisi lain, korupsi (corrupt, corruptie, corruption) juga bisa bermakna
kebusukan, keburukan, dan kebejatan. Definisi ini didukung oleh Acham yang mengartikan
korupsi sebagai suatu tindakan yang menyimpang dari norma masyarakat dengan cara
memperoleh keuntungan untuk diri sendiri serta merugikan kepentingan umum. Intinya,
korupsi adalah menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan publik atau pemilik untuk
kepentingan pribadi. Sehingga, korupsi menunjukkan fungsi ganda yang kontradiktif, yaitu
memiliki kewenangan yang diberikan publik yang seharusnya untuk kesejahteraan publik,
namun digunakan untuk keuntungan diri sendiri.
Korupsi merupakan kejahatan yang dilakukan dengan penuh perhitungan oleh mereka
yang justru merasa sebagai kaum terdidik dan terpelajar. Korupsi juga bisa dimungkinkan
terjadi pada situasi dimana seseorang memegang suatu jabatan yang melibatkan pembagian
sumber-sumber dana dan memiliki kesempatan untuk menyalahgunakannya guna
kepentingan pribadi. Nye mendefinisikan korupsi sebagai perilaku yang menyimpang dari
tugas formal sebagai pegawai publik untuk mendapatkan keuntungan finansial atau
meningkatkan status. Selain itu, juga bisa diperoleh keuntungan secara material, emosional,
atau pun simbol.
Kata korupsi telah dikenal luas oleh masyarakat, tetapi definisinya belum tuntas
dibukukan. Pengertian korupsi berevolusi pada tiap zaman, peradaban, dan teritorial.
Rumusannya bisa berbeda tergantung pada titik tekan dan pendekatannya, baik dari
perspektif politik, sosiologi, ekonomi dan hukum. Korupsi sebagai fenomena penyimpangan
dalam kehidupan sosial, budaya, kemasyarakatan, dan kenegaraan sudah dikaji dan ditelaah
secara kritis oleh banyak ilmuwan dan filosof. Aristoteles misalnya, yang diikuti oleh
Machiavelli, telah merumuskan sesuatu yang disebutnya sebagai korupsi moral (moral
corruption).
4
Sebetulnya pengertian korupsi sangat bervariasi. Namun demikian, secara umum korupsi
itu berkaitan dengan perbuatan yang merugikan kepentingan publik atau masyarakat luas
untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Agar bisa mendapatkan pemahaman secara
gamblang, berikut ini adalah pandangan dan pengertian korupsi menurut berbagai sumber:
1.
Syed Husein Alatas
Menurut pemakaian umum, istilah korupsi pejabat, kita menyebut korup apabila
seorang pegawai negeri menerima pemberian yang disodorkan oleh seorang swasta
dengan maksud mempengaruhinya agar memberikan perhatian istimewa pada
kepentingan-kepentingan si pemberi. Terkadang perbuatan menawarkan pemberian
seperti itu atau hadiah lain yang menggoda juga tercakup dalam konsep itu. Pemerasan,
yakni permintaan pemberian-pemberian atau hadiah seperti itu dalam pelaksanaan tugastugas publik, juga bisa dipandang sebagai korupsi. Sesungguhnyalah, istilah itu
terkadang juga dikenakan pada pejabat-pejabat yang menggunakan dana publik yang
mereka urus bagi keuntungan mereka sendiri; dengan kata lain, mereka yang bersalah
melakukan penggelapan di atas harga yang harus dibayar publik.
2.
David H. Bayley
Korupsi sebagai perangsang (seorang pejabat pemerintah) berdasarkan itikad
buruk (seperti misalnya, suapan) agar ia melakukan pelanggaran kewajibannya. Lalu
suapan (sogokan) diberi definisi sebagai hadiah, penghargaan, pemberian atau
keistimewaan yang dianugerahkan atau dijanjikan, dengan tujuan merusak pertimbangan
atau tingkah laku, terutama seorang dari dalam kedudukan terpercaya (sebagai pejabat
pemerintah).
Jadi korupsi sekalipun khusus terkait dengan penyuapan atau penyogokan, adalah
istilah umum yang mencakup penyalahgunaan wewenang sebagai hasil pertimbangan
demi mengejar keuntungan pribadi. Dan tidak usah hanya dalam bentuk uang. Hal ini
secara baik sekali dikemukakan oleh sebuah laporan pemerintah India tentang korupsi:
dalam arti yang seluas-luasnya, korupsi mencakup penyalahgunaan kekuasaan serta
pengaruh jabatan atau kedudukan istimewa dalam masyarakat untuk maksud-maksud
pribadi.
3.
4.
Sudomo
Sebenarnya pengertian korupsi ada tiga, pertama menguasai atau mendapatkan
uang dari negara dengan berbagai cara secara tidak sah dan dipakai untuk kepentingan
sendiri, kedua, menyalahgunakan wewenang, abuse of power. Wewenang itu
disalahgunakan untuk memberikan fasilitas dan keuntungan yang lain. Yang ketiga adalah
pungutan liar. Pungli ini interaksi antara dua orang, biasanya pejabat dengan warga
setempat, yang maksudnya si-oknum pejabat memberikan suatu fasilitas dan sebagainya,
dan oknum warga masyarakat tertentu memberi imbalan atas apa yang dilakukan oleh
oknum pejabat yang bersangkutan.
Blaks Law Dictionary
Pandangan masyarakat hukum Amerika Serikat tentang pengertian korupsi dapat
dilihat dari pengertian korupsi menurut kamus hukum yang paling popular di Amerika
5
Serikat: An act done with an intent to give some advantage inconsistent with official duty
and the rights of others. The act of an official or fiduciary person who unlawfully and
wrongfully uses his station or character to procure some benefit for himself or for
another person, contrary to duty and the rights of others.
(suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu
keuntungan yang tidak sesuai dengan kewajiban resmi dan hak-hak dari pihak-pihak lain.
Perbuatan dari seorang pejabat atau kepercayaan yang secara melanggar hukum dan
secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan suatu
keuntungan untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain, berlawanan dengan
kewajibannya dan hak-hak dari pihak lain).
5. Transparency International
Corruption involves behavior on the part of officials in the public sector, whether
politicians or civil servants, in which they improperly and unlawfully enrich themselves,
or those close to them, by the misuse of the public power entrusted them.
(korupsi mencakup perilaku dari pejabat-pejabat di sektor publik, apakah politikus
atau pegawai negeri, di mana mereka secara tidak benar dan secara melanggar hukum
memperkaya diri sendiri atau pihak lain yang dekat dengan mereka, dengan cara
menyalahgunakan kewenangan publik yang dipercayakan kepada mereka).
6. Korupsi menurut negara-negara lain:
a. Malaysia
Any member of the administration or any member of parliament or the state
legislative assembly or any public officer who while being such a member of officer
commits any corrupt practice shall be guilty of an offence and shall be liable on
conviction to imprisonment for a term not exceeding fourteen yearsor to a fine not
exceeding twenty thousand ringgit or to both such imprisonment and fine.
Corrupt practice includes any act done by any member of officer referred to in
subsection (1) in his capacity as such member or officer where by he has used his
public position or office for his pecuniary or other advantage, and without prejudice
to the foregoing in relation to a member of a state legislative assembly includes any
act which contrary to the provision of sub-section (8) of section 2 of the eight
schedule to the federal constitution or the equivalent provision in the constitution of
a state.
(seseorang anggota administrasi atau seorang anggota parlemen atau Badan
Legislatif Negara Bagian atau seseorang pejabat publik yang pada saat menjadi
anggota atau pejabat melakukan segala bentuk praktek korupsi dinyatakan bersalah
melakukan tindak pidana dan dinyatakan bertanggung jawab untuk dijatuhi hukuman
penjara setinggi-tingginya empat belas tahun atau denda setinggi-tingginya dua belas
ribu ringgit atau kedua-duanya sekaligus.
Praktek korupsi termasuk setiap perbuatan yang dilakukan oleh anggota atau
pejabat seperti dimaksud dalam sub-seksi (1) dalam kapasitasnya sebagai anggota
6
atau pejabat dimana ia telah menggunakan posisi publik atau jabatannya untuk
memperkaya diri atau mendapatkan keuntungan lainnya, dan tanpa berprasangka
dalam kaitannya dengan seorang anggota badan legislatif negara bagian termasuk
setiap perbuatan yang melawan dengan ketentuan pada sub-seksi (8) dari seksi 2 dari
lampiran kedelapan konstitusi federal atau ketentuan yang sejenis dalam konstitusi
negara bagian).
b. Meksiko
Corruption is acts of dishonesty such as bribery, graft, conflict of interest,
negligence and lack of efficiency that require the planning of specific strategies it is
an illegal inter change of favors.
(korupsi diartikan sebagai bentuk penyimpangan ketidakjujuran berupa pemberian
sogokan, upeti, terjadinya pertentangan kepentingan, kelalaian dan pemborosan yang
memerlukan rencana dan strategi yang akan memberikan keuntungan kepada
pelakunya).
c. Cameroon
Corruption as the soliciting, accepting, or receiving by a public servant or agent,
for himself or for another person of offers, promises, gifts or present for performing,
postponing, or retraining from any act of his office.
(korupsi diartikan sebagai permintaan, persetujuan, atau penerimaan yang
dilakukan oleh seorang pegawai negeri atau pejabat untuk dirinya sendiri atau orang
lain atas suatu tawaran janji, hadiah, atau pemberian untuk melakukan, menunda,
atau tidak melakukan suatu pekerjaan pada jabatannya).
d. Nigeria
Corruption is an act done with an intent to give some advantage inconsistent with
official duty and the rights to other. The act of official or judiciary person who
unlawfully and wrongfully use his station or character to procure some benefit for
himself or for other persons contrary to duty and the right or others.
(korupsi adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan tujuan untuk memberi
keuntungan yang tidak sesuai dengan tugasnya dan hak-hak pribadi yang lain.
Perbuatan seorang pejabat atau petugas hukum yang secara melanggar hukum dan
secara salah menggunakan jabatannya atau kewenangannya untuk mendapatkan
keuntungan untuk dirinya sendiri atau untuk pihak lain secara berlawanan dengan
tugasnya dan hak-hak pihak lain).
e. India
Behaviour of unscrupulous element to indulge in makin quick money buy misuse
of official position or authority or by resisting to intentional delay and dilatory
tactics with a view to cause harassments and thereby putting pressure on some
members of the public to part with money in clandestine manner.
(perbuatan dari oknum-oknum yang tidak terpuji yang ingin memperoleh uang
secara cepat dengan menyalahgunakan jabatan dan kewenangan resmi atau dengan
7
sedikit semakin tidak mencukupi. Hal tersebut juga akan mendorong seseorang untuk
melakukan korupsi bilamana kesempatan untuk melakukannya ada.
f. Malas Atau Tidak Mau Bekerja Keras
Kemungkinan lain, orang yang melakukan korupsi adalah orang yang ingin segera
mendapatkan sesuatu yang banyak, tetapi malas untuk bekerja keras guna
meningkatkan penghasilannya.
g. Ajaran-Ajaran Agama Kurang Diterapkan Secara Benar Para pelaku korupsi secara
umum adalah orang-orang yang beragama. Mereka memahami ajaran-ajaran agama
yang dianutnya, yang melarang korupsi. Akan tetapi pada kenyataannya mereka juga
melakukan korupsi. Ini menunjukkan bahwa banyak ajaran-ajaran agama yang tidak
diterapkan secara benar oleh pemeluknya.
2. Aspek Organisasi
Organisasi dalam hal ini adalah organisasi dalam arti yang luas, termasuk sistem
pengorganisasian lingkungan masyarakat. Organisasi yang menjadi korban korupsi atau
dimana korupsi terjadi biasanya memberi andil terjadinya korupsi karena membuka
peluang atau kesempatan untuk terjadinya korupsi. Diantara penyebabnya adalah:
a. Kurang Adanya Teladan Dari Pemimpin
Dalam organisasi, pimpinannya baik yang formal maupun yang tidak
formal (sesepuhnya) akan menjadi panutan dari setiap anggota atau orang yang
berafiliasi pada organisasi tersebut. Apabila pimpinannya mencontohkan gaya
hidup yang bersih dengan tingkat kehidupan ekonomi yang wajar, maka anggotaanggota organisasi tersebut akan cenderung untuk bergaya hidup yang sama.
b. Tidak Adanya Kultur Organisasi Yang Benar
Kultur atau budaya organisasi biasanya akan mempunyai pengaruh yang sangat
kuat kepada anggota-anggota organisasi tersebut terutama pada kebiasaannya, cara
pandangnya, dan sikap dalam menghadapi suatu keadaan. Kebiasaan tersebut akan
menular ke anggota lain dan kemudian perbuatan tersebut akan dianggap sebagai
kultur di lingkungan yang bersangkutan Misalnya, di suatu bagian dari suatu
organisasi akan dapat muncul budaya uang pelicin, amplop, hadiah, dan lain-lain
yang mengarah ke akibat yang tidak baik bagi organisasi.
c. Sistem Akuntabilitas di Instansi Pemerintah Kurang Memadai
Pada organisasi dimana setiap unit organisasinya mempunyai sasaran yang telah
ditetapkan untuk dicapai yang kemudian setiap penggunaan sumber dayanya selalu
dikaitkan dengan sasaran yang harus dicapai tersebut, maka setiap unsur kuantitas dan
kualitas sumber daya yang tersedia akan selalu dimonitor dengan baik. Pada instansi
pemerintah, pada umumnya instansi belum merumuskan dengan jelas visi dan misi
yang diembannya dan juga belum merumuskan dengan tepat tujuan dan sasaran yang
harus dicapai dalam periode tertentu guna mencapai misi tersebut. Demikian pula
dalam memonitor prestasi kerja unit-unit organisasinya, pada umumnya hanya
melihat tingkat penggunaan sumber daya (input factor), tanpa melihat tingkat
pencapaian sasaran yang seharusnya dirumuskan dengan tepat dan seharusnya dicapai
9
10
13
BAB III
PEMBAHASAN
A. KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk pada tahun 2002 dengan dasar hukum
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. KPK
berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Korupsi dibentuk untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya
pemberantasan tindak pidana korupsi. Sebagai suatu organisasi, KPK memiliki visi
Penggerak Perubahan untuk Mewujudkan Bangsa yang Anti-korupsi dan misinya
Mewujudkan Indonesia yang Bebas Korupsi.
Selain itu, secara filosofi pembentukan KPK tertuang dalam konsideran Menimbang
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Huruf a
dan huruf b konsideran Menimbang Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi menegaskan filosofi pembentukan KPK sebagai berikut.
a. bahwa dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, pemberantasan tindak pidana korupsi yang terjadi sampai sekarang belum dapat
dilaksanakan secara optimal. Oleh karena itu, pemberantasan tindak pidana korupsi
perlu ditingkatkan secara profesional, intensif, dan berkesinambungan karena korupsi
telah merugikan keuangan negara, perekonomian negara, dan menghambat
pembangunan nasional;
b. bahwa lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi belum
berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas tindak pidana korupsi.
Konsideran Menimbang di atas memberi isyarat betapa pentingnya membentuk suatu
lembaga lain (KPK) karena lembaga pemerintah yang ada belum melaksanakan secara
optimal dan juga belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam pemberantasan korupsi.
Pemberantasan tindak pidana korupsi harus dilakukan secara profesional, intensif, dan
berkesinambungan karena tindak pidana korupsi telah merugikan keuangan negara,
perekonomian negara, bahkan secara nyata menghambat pembangunan nasional.
KPK merupakan lembaga negara, sebagaimana diatur Pasal 3 Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan sebagai berikut.
Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas
dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun (cetak
tebal penulis).
Dari pasal tersebut terkandung pula pengertian bahwa KPK dalam melaksanakan tugas
dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari kekuasaan mana pun. Makna
kekuasaan mana pun adalah bebas dari pengaruh kekuasaan eksekutif, yudikatif,
legislatif, dan pihak lain yang terkait dengan perkara tindak pidana korupsi, sebagaimana
14
15
Bagan 5.1
16
Fungsi supervisi yang dimiliki KPK menjadikan lembaga ini memiliki legitimasi
dalam melakukan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang
menjalankan tugas dan wewenangnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak
pidana korupsi. Hal tersebut diatur dalam Pasal
8 Undang-Undang
Nomor
30
Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
Dengan adanya kewenangan supervisi ini, KPK dapat mengambilalih penyidikan
atau penuntutan suatu perkara korupsi yang sedang ditangani oleh kepolisian atau
kejaksaan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Pengambilalihan dilakukan bila ada
laporan dari warga masyarakat mengenai tindak pidana korupsi yang tidak
ditindaklanjuti, proses penanganannya berlarut-larut tanpa alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan, penanganannya terkesan melindungi pelaku korupsi yang
sesungguhnya, penanganannya mengandung unsur korupsi karena ada campur tangan
dari eksekutif, yudikatif, atau legislatif atau karena keadaan lain yang sulit diatasi dan
dilaksanakan oleh kepolisian atau kejaksaan.
Fungsi pencegahan yang dimiliki KPK merupakan kewenangan yang penting. Hal
ini karena pencegahan dapat membentuk karakter budaya anti-korupsi. Banyak negara
menekankan bahwa penindakan tanpa adanya pencegahan tidak dapat berjalan dengan
baik. Bahkan, fungsi pencegahan ini dianggap paling penting dalam keberhasilan
pemberantasan korupsi. Kewenangan KPK dalam hal pencegahan sebagaimana diatur
dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Korupsi berupa.
a. melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan penyelenggara
negara;
b. menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi;
c. menyelenggarakan program pendidikan antikorupsi pada setiap jenjang pendidikan;
d. merancang dan mendorong terlaksananya program sosialisasi pemberantasan tindak
pidana korupsi;
e. melakukan kampanye antikorupsi kepada masyarakat umum;
f. melakukan kerja sama bilateral atau multilateral dalam pemberantasan tindak pidana
korupsi.
Independensi KPK juga diwujudkan melalui tugas monitoring terhadap
penyelenggara pemerintahan negara. Wewenang KPK dalam melakukan monitoring
tersebut diatur dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi sebagai berikut.
a. melakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan administrasi di semua lembaga
negara dan pemerintah;
18
b. memberi saran kepada pimpinan lembaga negara dan pemerintah untuk melakukan
perubahan jika berdasarkan hasil pengkajian, sistem pengelolaan administrasi tersebut
berpotensi korupsi;
c. melaporkan kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa Keuangan, jika saran Komisi
Pemberantasan Korupsi mengenai usulan perubahan tersebut tidak diindahkan.
Dalam mewujudkan tugas dan wewenang tersebut, KPK dibagi menjadi
empat bidang strategi.
1. Strategi Pembangunan Kelembagaan meliputi penyusunan struktur organisasi, kode
etik, rencana strategi rencana kerja, anggaran, prosedur operasi standart, dan
penyusunan sistem manajemen SDM, rekrutmen penasehat dan pegawai serta
pengembangan pegawai, penyusunan sistem manajemen keuangan, penyusunan
tehnologi Informasi pendukung, penyediaan peralatan dan fasilitas, dan penyusunan
mekanisme pengawasan internal.
2. Strategi Pencegahan
a. Peningkatan efektivitas sistem pelaporan harta kekayaan penyelenggara negara,
b. Penyusunan sistem pelaporan gratifikasi dan sosialisasinya,
c. Penyusunan sistem pelaporan pengaduan masyarakat dan sosialisasinya,
d. Pengkajian dan penyampaian saran perbaikan atas sistem administrasi pemerintahan
dan pelayanan masyarakat yang berindikasi korupsi,
e. Penelitian dan pengembangan teknik dan metode yang mendukung
pemberantasan korupsi.
3. Strategi Penindakan
a. Pengembangan sistem dan prosedur peradilan pidana korupsi yang ditangani
langsung oleh KPK,
b. Pelaksanaan penyelidikan penyidik dan penuntutan perkara TPK dan KPK,
c. Pengembangan mekanisme, sistem dan prosedur supervisi oleh KPK atas
penyelesaian perkara TPK yang dilaksanakan oleh Kepolisian dan Kejaksaan,
d. Identifikasi kelemahan undang-undang dan konflik antar undang-undang yang
berkaitan dengan pemberantasan korupsi,
e. Pemetaan aktivitas-aktivitas yang berindikasi TPK.
4. Strategi Penggalangan Partisipasi Masyarakat
a. Kerjasama dengan lembaga publik dan perumusan peran masing-masing dalam
upaya pemberantasan korupsi,
b. Kerja sama dengan lembaga kemasyarakatan di bidang sosial, keagamaan, profesi,
dunia usaha, swadaya masyarakat (LSM), dan lembaga lainnya, serta perumusan
peran serta masing-masing dalam upaya pemberantasan korupsi,
19
c. Kerjasama dengan mitra pemberantasan korupsi di luar negeri, baik secara bilateral
maupun multilateral,
d. Kampanye antikorupsi yang terintegrasi dengan diarahkan untuk membentuk budaya
antikorupsi,
e. Pengembangan basis data (database) profil korupsi,
f. Pengembangan penyediaan akses informasi korupsi kepada publik.
Sebagai lembaga negara dalam melaksanakan kewenangannya, KPK juga
berkewajiban melakukan pertanggungjawaban. Komisi Pemberantasan Korupsi
bertanggung jawab kepada publik atas pelaksanaan tugasnya dan menyampaikan
laporannya secara terbuka dan berkala kepada Presiden, DPR, dan BPK.
Pertanggungjawaban publik tersebut dilaksanakan melalui mekanisme menerbitkan
laporan tahunan dan membuka akses informasi. KPK memiliki tempat kedudukan di
Ibukota negara Republik Indonesia dan wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah
negara Republik Indonesia. KPK juga dapat membentuk perwakilan di daerah provinsi.
20
20
Operations
Corruption
Prevention
Community
Relations
korup. Sebelum tahun 1980, korupsi menjadi hal yang luar biasa di New South Wales,
Australia. Hal ini disebabkan oleh maraknya perdagangan narkotika yang terjadi di
sepanjang negara-negara Asia Tenggara yang memberikan banyak keuntungan bagi para
penyelundup dengan menyuap jajaran kepolisian dan hakim di negara-negara kawasan
23
tersebut. Keadaan ini pada akhirnya terungkap karena hakim, anggota parlemen, dan
beberapa pejabat publik menerima uang suap dari hasil perdagangan obat tersebut.
Pada tahun 1987, para pemimpin politik di New South Wales memutuskan untuk
membentuk lembaga antikorupsi . Pada tahun 1988, pemerintahan yang baru terpilih
merealisasikan pembentukan lembaga antikorupsi untuk menangani korupsi. Kebijakan
ini juga didukung oleh oposisi. Sebagai langkah awal, lembaga legislatif membentuk
norma hukum sebagai dasar pembentukan lembaga anti korupsi. Pada akhirnya disahkan
Independent Commission Against Corruption Act dan pada bulan Maret 1989,
Independent Commission Against Corruption NSW (ICAC) mulai beroperasi.
Independent Commission Against Corruption Act telah 4 empat kali
diamendemen. Pada tahun 1990, ruang lingkup dan metode penyelidikan ICAC
diperjelas. Pada tahun 1994, definisi korupsi diperluas yakni meliputi anggota Parlemen
dan menyisipkan kode etik untuk anggota Parlemen. Pada tahun 1996, terjadi lagi
perubahan yakni adanya pengaturan tentang perlindungan saksi.
ICAC memiliki fungsi penyidikan (investigation), pencegahan (prevention)
dan pendidikan (education). Hal ini dapat dilihat dalam Section 13 ICAC, sebagai
berikut:
a. Penyidikan (investigation)
(Subsection 1[a-c]):
1) To educate and advise public authorities, public officials and the community on
strategies to combat corrupt conduct;
2) To educate and disseminate information to the public on the detrimental effects of
corrupt conduct and on the importance of maintaining the integrity of public
administration;
3) To enlist and foster public support in combating corrupt conduct; and
4) To develop, arrange, supervise, participate in or conduct such educational or
advisory programmes as may be described in a reference made to the Commission
by both Houses of Parliament.
1) memberikan pendidikan dan saran mengenai upaya memberantas korupsi kepada
pihak yang berwenang, aparat pemerintah dan masyarakat;
2) memberikan pendidikan dan menyebarkan informasi kepada masyarakat
mengenai akibat dari korupsi dan pentingnya meningkatkan integritas dari sektor
publik;
3) mengumpulkan dukungan masyarakat dalam pemberantasan korupsi;
4) mengadakan atau berpatisipasi dalam program pendidikan pemberantasan korupsi
sebagaimana yang telah ditentukan dalam rekomendasi dari parlemen kepada
komisi.
Berdasarkan ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa ICAC tidak mempunyai
wewenang untuk menyidik pegawai swasta atau perusahaan swasta kecuali jika hal itu
berkaitan dengan sektor publik. ICAC juga tidak mempunyai wewenang di bidang
penuntutan. ICAC hanya meliputi negara bagian NSW, hanya menyangkut sektor publik,
dan mempunyai wewenang untuk menyidik hakim, magistrate, atau pejabat peradilan.
Struktur hierarki organisasi ICAC terdiri atas Commissioner sebagai pimpinan,
Assistant Commissioner sebagai wakil pimpinan, dan empat Executive Director yang
membawahi unit operasional. Adapun empat unit tersebut adalah:
a. Unit Penyidikan yang tugasnya adalah penyidikan, intelijen dan analisis, penilaian,
bantuan penyidikan dan pelayanan teknis.
b. Solicitor (pengacara) yang tugasnya di bidang hukum, sekretariat komite peninjauan
operasi dan penghubung dengan komite bersama parlemen.
c. Pencegahan dan Pendidikan Korupsi yang tugasnya adalah pencegahan korupsi,
pendidikan dan media.
d. Pelayanan Komisi yang tugasnya adalah teknologi informasi, pelayanan informasi,
perekaman dan properti, SDM, keuangan, pelayanan kantor, dan keamanan.
(Struktur Organisasi ICAC di Australia (New South Wales) Bagan 4.1)
Commissione
r
26
Deputy
Commissione
r
Media
Executive
Director,
Investigations
Assessm
ents
Executive
Director,
Investigations
Executive
Director,
Investigations
Executive
Director,
Investigations
demokrasi modern model Inggris. Akan tetapi, bagaimanapun juga sisa-sisa sistem feodal
pasti masih ada, seperti kebiasaan adanya upeti yang menjadi salah satu faktor
tumbuhnya korupsi.
Badan Pencegah Rasuah (BPR) Malaysia mulai beroperasi pada 1 Oktober 1967.
Pada awalnya, BPR hanyalah sebuah unit kecil yang diletakkan di bawah Jabatan
Perdana Menteri (PM) yang memiliki kewenangan pencegahan khususnya penyuluhan.
Pada masa itu, kasus-kasus korupsi menjadi kewenangan sebuah badan yang bernama
Special Crime yang diletakkan di bawah kepolisian, sedangkan untuk penuntutannya
dilakukan oleh Bahagian Pendakwaan Kementerian Undang-Undang.
Pada 1 Juli 1973, Undang-Undang Biro Siasatan Negara (BSN) disetujui oleh
parlemen. Dengan diundangkannya undang-undang tersebut, maka BPR diubah menjadi
BSN. Mengubah nama ini bertujuan untuk memberi tugas yang lebih besar kepada biro ini.
Akan tetapi, pada 13 Mei 1982 berdasarkan Anti Corruption Agency Act, nama lembaga
ini kemudian diubah kembali kepada nama asal, yaitu BPR. Adapun, hal penting
penggantian nama tersebut adalah untuk lebih mencerminkan secara tepat, peranan
lembaga ini sebagai sebuah institusi yang dipertanggungjawabkan secara khusus untuk
mencegah perbuatan korupsi. Sekarang berlaku Anti Corruption Act tahun 1997,
selanjutnya disingkat ACA.
Fungsi BPR ialah:
a. mengetahui dan mengenal pasti perlakuan rasuah serta penyalahgunaan kuasa.
b. memperoleh dan mengumpul bukti-bukti yang kukuh dan lengkap untuk tindakan
punitif.
c. memastikan kepentingan awam dan keadilan serta terjamin dalam urusan
pendakwaan.
d. membantu ketua-ketua organisasi sektor awam dan swasta dalam mengambil tindakan
tatatertib.
e. menyekat punca dan peluang perlakuan rasuah serta penyalahgunaan kuasa akibat
kelemahan dalam sistem pengurusan.
f. membantu dalam menentukan hanya calon-calon yang tidak terlibat dalam perlakuan
rasuah dan penyalahgunaan kuasa diperlakukan untuk kenaikan pangkat, persyaraan
awal, penganugerahan bintang dan darjah kebesaran serta pengisian jawatan-jawatan
penting.
g. memastikan tindakan tertentu BPR dilaksanakan dengan berhemah melalui
perhubungan dan kerjasama agensi-agensi berkaitan dalam Negara dan di peringkat
antara bangsa.
h. mewujudkan nilai-nilai unggul, meningkatkan kepakaran dan profesionalisme serta
memupuk semangat kerja yang kental di kalangan pegawai-pegawai BPR.
Badan antikorupsi Malaysia yang bernama Badan Pencegah Rusuah diletakkan di
bawah Perdana Menteri Malaysia. BPR diketuai oleh seorang ketua pengarah dalam
melaksanakan tugasnya dibantu oleh dua orang Timbalan Ketua Pengarah. BPR
28
mempunyai sembilan bagian di tingkat Pusat serta lima belas pejabat negara bagian
diketuai oleh seorang pengarah negeri.
Sembilan bagian tersebut
adalah Bahagian
Siasatan, Bahagian Perisika,
Bahagian Keselamatan, Bahagian Pendidikan Masyarakat, Bahagian Pemeriksaan dan
Perundingan, Bahagian Pengurusan Sumber Manusia dan Pentadbiran Am, Bahagian
Penyelidikan dan
Perancangan, Bahagian
Perundangan dan Pendakwaan dan
Akademi Pencegahan Rasuah Malaysia.
29
KETUA
PENGARAH
TIMBALAN
KETUA
TIMBALAN KETUA
PENGARAH I
PENGARAH II
BAGIAN
BAGIAN
BAGIAN
AKADEMI
BAGIAN
PENDIDIKAN
PEMERIKSAAN
KESELAMATAN
PENCEGAHAN
PENGURUSAN
MASYARAKAT
DAN
RUSUAH
SDM
PER.UNDINGAN
BAGIAN
BAGIAN
BAGIAN
BAGIAN
PERUNDINGAN DAN
SIASATAN
PERISIKAN
PEYELIDIKAN DAN
PENDAKWAAN
PERANCANGAN
D.
30
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Korupsi merupakan kejahatan yang dilakukan dengan penuh perhitungan oleh mereka
yang justru merasa sebagai kaum terdidik dan terpelajar. Korupsi juga bisa dimungkinkan
terjadi pada situasi dimana seseorang memegang suatu jabatan yang melibatkan pembagian
sumber-sumber dana dan memiliki kesempatan untuk menyalahgunakannya guna
kepentingan pribadi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibentuk pada tahun 2002 dengan dasar hukum
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. KPK
berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Korupsi dibentuk untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya
pemberantasan tindak pidana korupsi. Sebagai suatu organisasi, KPK memiliki visi
Penggerak Perubahan untuk Mewujudkan Bangsa yang Anti-korupsi dan misinya
Mewujudkan Indonesia yang Bebas Korupsi.
Berdasarkan Surat Keputusan Pimpinan KPK struktur organisasi KPK adalah sebagai
4
berikut.
d. Pimpinan yang terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, dan empat wakil ketua
merangkap anggota
e. Penasehat terdiri dari empat orang,
f. Deputi Bidang Pencegahan yang terdiri atas Direktorat Pendaftaran
dan Pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggaraan Negara (PP-LHKPN);
Direktorat Gratifikasi; Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Mayarakat, serta Direktorat
Penelitian dan Pengembangan
h. Deputi Bidang Penindakan yang terdiri atas Direktorat Penyelidikan, Direktorat
5
31
usaha mencegah korupsi (public educations). Selain di sektor publik, ICAC juga
berwenang menyelidiki dugaan korupsi di sektor privat. Namun, ICAC tidak dapat
memberikan sanksi hukum kepada tersangka, karena hal ini menjadi kewenangan dari
badan peradilan. Tugas ICAC adalah memberikan bukti-bukti yang cukup bahwa telah
terjadi korupsi sehingga tersangka dapat diadili.
32
DAFTAR PUSTAKA
Atmasasmita, Romli. Globalisasi dan Kejahatan Bisnis. Jakarta: Kencana, 2010
Djaja, Ermansjah. Memberantas Korupsi Bersama KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
Jakarta: Sinar Grafika, 2008
Davidsen, S, Vishnu Juwono, and David G. T. Curbing Corruption in Indonesia 2004-2006.
Yogyakarta: Kanisius Printing House, 2006
Hamzah, Fahri. Demokrasi, Transisi, Korupsi: Orkestra Pemberantasan Korupsi
https://ms.wikipedia.org/wiki/Suruhanjaya_Pencegahan_Rasuah_Malaysia
Sistemik.
33