BAB II
PEMBAHASAN
A. Mekanisme penyelesaian sengketa konsumen di BPSK
Sengketa tidak lepas dari suatu konflik. Dimana ada sengketa pasti disitu ada konflik.
Begitu banya konflik dalam kehidupan sehari-hari. Entah konflik kecil ringan bahkan konflik
yang besar dan berat. Hal ini dialami oleh semua kalangan. Karena hidup ini tidak lepas dari
permasalahan.
Sengketa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti pertentangan atau konflik,
Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau
organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan. Sedangkan menurut Ali Achmad
sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang
berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi
keduanya.
Sedangkan pengertian Konsumen Menurut pengertian Pasal 1 angka 2 UUPK :
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,
baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup
lain.dan.tidak.untuk.diperdagangkan. .
Pengertian Konsumen menurut Philip Kotler (2000) dalam bukunya Prinsiples Of
Marketing adalah semua individu dan rumah tangga yang membeli atau memperoleh barang atau
jasa untuk dikonsumsi pribadi. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen tidak memberikan batasan apakah yang dimaksud dengan sengketa konsumen.
Definisi sengketa konsumen dijumpai pada Peraturan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan yaitu Surat Keputusan Nomor: 350/MPP/Kep/12/2001 tanggal 10 Desember 2001,
dimana yang dimaksud dengan sengketa konsumen adalah: sengketa antara pelaku usaha
dengan konsumen yang menutut ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan atau yang
menderita kerugian akibat mengkonsumsi barang atau memanfaatkan jasa.
Sengketa dapat juga dimaksudkan sebagai adanya ketidakserasian antara pribadipribadi
atau kelompok-kelompok yang mengadakan hubungan karena hak salah satu pihak terganggu
atau dilanggar.
dan
Developer
(Pelaku
usaha)
di
pihak
lain.
Dimana
konsumen
sebagai
pengguna/pemakain barang/jasa dan Developer (pelaku usaha) sebagai penyedia barang atau
jasa. Dalam mengadakan perlindungan konsumen di Indonesia dilakukan berdasarkan beberapa
asas, yaitu:
1. Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan
konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan
pelaku usaha secara keseluruhan,
2. Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan
memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan
melaksanakan kewajibannya secara adil,
3. Asas Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku
usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual,
4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas keamanan dan
keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang
dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;
5. Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan
memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara
menjamin kepastian hukum.
Konsumen mempunyai berbagai macam hak yang seharusnya diperhatikan dan tidak boleh
dilanggar oleh para pelaku usaha. Menurut pasal 4 UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen terdapat 10 macam hak yang melekat pada konsumen, tetapi hanya empat hak dasar
yang diakui oleh internasional yaitu hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety), hak
untuk mendapatkan informasi (the right to be informed), hak untuk memilih (the right to
choose), dan hak untuk didengar (the right to be heard).
Meskipun mengenai hak-hak konsumen di Indonesia telah diatur secara jelas dalam UU No.
8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, di dalam prakteknya sering terjadi pelanggaran
terhadap hak-hak konsumen tersebut, yang kemudian berujung pada lahirnya sengketa antara
produsen dengan konsumen. Di dalam UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
penyelesaian sengketa konsumen dibagi menjadi 2 bagian yaitu:
1. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan : Penyelesaian sengketa secara damai, oleh para
pihak sendiri konsumen dan pelaku usaha atau produsen. Penyelasaian sengketa melalui
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dengan mempergunakan mekanisme konsiliasi,
mediasi atau arbitrase.
1. Yang bermasalah memilih badan CDSB sebagai arbiter dalam menyelesaikan masalah
konsumen
2. Kedua belah pihak seutuhnya membiarkan badan tersebut menyelesaikan permasalahan
mereka;
3. BPSK membuat sebuah penyelesaian final yang mengikat;
4. Penyelesaian harus diselesaikan dalam jangka waktu 21 hari kerja paling lama.
5. Ketika kedua belah pihak tidak puas pada penyelesaian tersebut, kedua belah pihak dapat
mengajukan keluhan kepada pengadilan negeri dalam 14 hari setelah penyelesaian di
informasikan;
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum
untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Adapun tujuan perlindungan konsumen
adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum, sehingga perlindungan konsumen tidak
dapat terlepas dari adanya hukum konsumen dan hukum perlindungan konsumen. Meskipun
mengenai hak-hak konsumen di Indonesia telah diatur secara jelas dalam UU No. 8 tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen, di dalam prakteknya sering terjadi pelanggaran
terhadap hak-hak konsumen tersebut, yang kemudian berujung pada lahirnya sengketa antara
produsen dengan konsumen.
DAFTAR PUSTAKA
https://lawmetha.wordpress.com/2011/05/24/penyelesaian-sengketa-konsumen-di-indonesia
di
di
akses
16
di
akses
16
januari 2016
Praditya, Penyelesaian Sengketa Konsumen, Garuda, Jakarta,2008,
https://www.citibank.co.id/bahasa/banking_invesment/mediation_int_rate.htm
januari 2016