KELOMPOK A1
ANGGITA DEWI
G0012015
G0012033
G0012051
G0012069
LADYSA ASHADITA
G0012111
SABILA FATIMAH
G0012199
GILANG YUKA S.
G0012083
KHAIRUNNISA N. HUDA
G0012107
PARADA JIWANGGANA
G0012159
ZAKKA ZAYD Z.
G0012241
LD MUHLIS A.
G0012113
G0012225
NAMA TUTOR :
Dr. Noer Rahma, dr, Sp.KFR
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2013
BAB I
PENDAHULUAN
SKENARIO III
TEMAN KULIAHKU MENDADAK LUMPUH
Beberapa hari ini menjadi hari buruk bagi Ani, teman satu kosku. Sudah
sejak 4 hari lalu Ani dirawat di ruang intensif (ICU) dengan alat bantu napas.
Sampai dengan terakhir aku dan teman-teman mengunjunginya di RSDM, belum
ada perbaikan kondisi. Aku masih teringat tiga hari sebelum masuk rumah sakit ia
mengeluh kedua tungkainya terasa kesemutan kemudian terasa lemah sehingga
kesulitan untuk menaiki tangga. Ani bilang kelemahannya itu menjalar dari bawah
ke atas. Akhirnya kami mengantar Ani ke rumah sakit. Dokter yang memeriksa
mengatakan bahwa dari hasil pemeriksaan reflek di tungkai dan lengan hasilnya
menurun. Dia disarankan mondok hari itu juga. Setelah 2 hari perawatan dia
berkeringat banyak dan berdebar-debar dan dipindahkan ke ruang ICU karena
dokter juga mengatakan ada tanda-tanda kegagalan napas.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Seven Jump
1. Langkah I: Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah
dalam skenario
Dalam skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam skenario
a. ICU : Merupakan kepanjangan dari intensive care unit untuk perawatan
intensif dan butuh monitoring contohnya ketika kesadaran menurun
dengan komplikasi.
b. Refleks : Gerakan involunter jika diberikan stimuli tertentu di area
tertentu. Tipe : 1) patofisiologis, 2) fisiologis dalam & superficial, 3)
visceral & superficial. (Dorland, 2008)
c. Gagal nafas : Suatu kegawatan yang disebabkan karena pertukaran
oksigen dan karbondioksida dikarena sistem nafas yang tidak bisa
memenuhi
metabolisme.
Dapat
menyebabkan
hipoksia
(oksigen
debar?
Apa sajakah tanda gagal nafas?
Apa kaitannya antara gagal nafas dan gejala lain? Kelainan? Mekanisme?
Pada sistem saraf manakah yang menyebabkan hal ini?
Apa saja pemeriksaan yang perlu dilakukan?
Terapi apa yang diberikan kepada pasien?
Apa saja diagnosis banding kasus?
Apa hubungan umur dan jenis kelamin dengan kelainan?
Bagaimana prognosis kasus?
Bagaimana normalnya refleks pasien?
Alasan apa yang membuat pasien harus rawat inap?
Terapi awal apa yang diberi dokter? Apakah ada kaitan dengan gejala
lanjutan?
1.
Trauma
medulla
spinalis
akut
awalnya
berdebar-debar.
Mengetahui sistem saraf yang menyebabkan hal ini.
Mengetahui pemeriksaan yang perlu dilakukan.
Mengetahui terapi apa saja yang perlu diberikan kepada pasien
Mengetahui apa saja diagnosis banding kasus.
Mengetahui hubungan umur dan jenis kelamin dengan kelainan yang
dialami pasien.
8. Mengetahui bagaimana prognosis kasus pasien.
9. Mengetahui alasan apa saja yang membuat pasien harus rawat inap.
10. Mengetahui terapi awal apa yang perlu diberikan dokter.
otonom, dan timbul yang disebut otomatisme spinal. Pad abanyak kasus, stimulus
di bawaj tingkat lesi mencetuskan fleksi tiba-tiba pada panggul, lutut, dan
pergelangan kaki (refleks fleksoris); jika sindrom transeksi medulla spinalis total,
ekstremitas tetap berada pada posisi fleksi pada jangka panjang setelah stimulus
karena elevasi spastik pada tonus otot. (sebaliknya, pada sindrom transkesi
medulla spinalis inkomplet, tungkai awalnya mengalami fleksi ketika distimulasi,
tetapi kemudian kembali ke posisi semula.) Defekasi dan miksi perlahan-lahan
berfungsi kembali, tetapi tidak berada di bawah kendali volunter; bahkan kandung
kemih dan rektum secara refleksif mengosongkan diri ketika terisi dalam jumlah
tertentu. Disinergia sfingter detrusor menyebabkan retensi urin dan miksi refleksif
yang sering. Refleks tendon dalam dan tonus otot perlahan-lahan kembali dan
dapat meningkat secara patologis. Namun, potensi seksual tidak kembali.
Sindrom Transeksi Medulla Spinalis Progresif
Ketika sindrom transeksi medulla spinalis muncul secara perlahan-lahan
bukan secara tiba-tiba, misalnya karena tumor tumbuh secara lambat, syok spinal
tidak terjadi. Sindrom transeksi pada kasus ini biasnaya parsial, tidak total.
Paraparesis spastik yang berat dan progresif terjadi di bawah tingkat lesi, disertai
oleh defisit sensorik, disfungsi miksi, defekasai, dan seksual, serta manifestasi
otonomik (regulasi vasomotor dan berkeringat yang abnormal, kecenderungan
untuk terjadi ulkus dekubitus)
Pada pembagian gejala Sindrom transeksi medulla spinalis pada berbagai
pars, gejala terjadi menurut dermatomnya. Maka, respiratory distress dapat terjadi
apabila sindrom ini terjadi pada VTh1 dan yang di atasnya.
Sumber:
Baehr, M. dan M. Frotscher. (2007). Diagnosis Topik Neurologi DUUS: Anatomi,
Fisiologi, Tanda, dan Gejala. Jakarta: EGC
3)
dengan karekterisasi berupa kelemahan atau arefleksia dari saraf motorik yang
sifatnya progresif. Kelainan ini kadang kadang juga menyerang saraf sensoris,
otonom, maupun susunan saraf pusat. 7)
Etiologi
Kelemahan dan paralisis yang terjadi pada GBS disebabkan karena
hilangnya myelin, material yang membungkus saraf.Hilangnya myelin ini disebut
demyelinisasi. Demyelinisasi menyebabkan penghantaran impuls oleh saraf
tersebut menjadi lambat atau berhenti sama sekali. GBS menyebabkan inflamasi
dan destruksi dari myelin dan menyerang beberapa saraf. Oleh karena itu GBS
disebut
juga Acute
Inflammatory
Demyelinating
Polyradiculoneuropathy
(AIDP)1,2)
Penyebab terjadinya inflamasi dan destruksi pada GBS sampai saat ini
belum diketahui.Ada yang menyebutkan kerusakan tersebut disebabkan oleh
penyakit autoimun.2,3)
Pada sebagian besar kasus, GBS didahului oleh infeksi yang disebabkan
oleh virus, yaitu Epstein-Barr virus, coxsackievirus, influenzavirus, echovirus,
cytomegalovirus, hepatitisvirus, dan HIV.1,5,8) Selain virus, penyakit ini juga
didahului oleh infeksi yang disebabkan oleh bakteri seperti Campylobacter Jejuni
pada enteritis, Mycoplasma pneumoniae, Spirochaeta , Salmonella, Legionella
dan , Mycobacterium Tuberculosa.
1,5,8,12)
8,12)
Infeksi , baik yang disebabkan oleh bakteri maupun virus, dan antigen lain
memasuki sel Schwann dari saraf dan kemudian mereplikasi diri.
5)
Antigen
4)
Ada beberapa
teori mengenai pembentukan autoantibodi , yang pertama adalah virus dan bakteri
mengubah susunan sel sel saraf sehingga sistem imun tubuh mengenalinya
sebagai benda asing. Teori yang kedua mengatakan bahwa infeksi tersebut
menyebabkan kemampuan sistem imun untuk mengenali dirinya sendiri
berkurang. Autoantibodi ini yang kemudian menyebabkan destruksi myelin 5)
bahkan kadang kadang juga dapat terjadi destruksi pada axon. 6)
Teori lain mengatakan bahwa respon imun yang menyerang myelin
disebabkan oleh karena antigen yang ada memiliki sifat yang sama dengan
myelin. Hal ini menyebabkan terjadinya respon imun terhadap myelin yang di
invasi oleh antigen tersebut.5)
Destruksi pada myelin tersebut menyebabkan sel sel saraf tidak dapat
mengirimkan signal secara efisien, sehingga otot kehilangan kemampuannya
untuk merespon perintah dari otak dan otak menerima lebih sedikit impuls
sensoris dari seluruh bagian tubuh.6)
Epidemiologi
Di Amerika Serikat, insiden terjadinya GBS berkisar antara 0,4 2,0 per
100.000 penduduk. 7)
GBS merupakan a non sesasonal disesae dimana resiko terjadinya adalah
sama di seluruh dunia pada pada semua iklim. Perkecualiannya adalah di Cina ,
dimana predileksi GBS berhubungan dengan Campylobacter jejuni, cenderung
terjadi pada musim panas.
GBS dapat terjadi pada semua orang tanpa membedakan usia maupun ras.
Insiden kejadian di seluruh dunia berkisar antara 0,6 1,9 per 100.000 penduduk.
Insiden ini meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. GBS merupakan
penyebab paralisa akut yang tersering di negara barat.4,7)
1,3,8,11)
7)
ke
ekstremitas atas, tubuh dan saraf pusat.Kerusakan saraf motoris ini bervariasi
mulai dari kelemahan sampai pada yang menimbulkan quadriplegia flacid.
Keterlibatan saraf pusat , muncul pada 50 % kasus, biasanya berupa facial
diplegia.
8)
12)
dan
bahkan 20 % pasien memerlukan bantuan ventilator dalam bernafas. 2,8) Anak anak
biasanya menjadi mudah terangsang dan progersivitas kelemahan dimulai dari
menolak untuk berjalan, tidak mampu untuk berjalan, dan akhirnya menjadi
tetraplegia .1)
Kerusakan saraf sensoris yang terjadi kurang signifikan dibandingkan
dengan kelemahan pada otot.Saraf yang diserang biasanya proprioseptif dan
sensasi getar.8)Gejala yang dirasakan penderita biasanya berupa parestesia dan
disestesia pada extremitas distal.
kelemahan otot yang terjadi.
5)
11)
merupakan manifestasi awal pada lebih dari 50% anak anak yang dapat
menyebabkan kesalahan dalam mendiagnosis.7,8)
Kelainan saraf otonom tidak jarang terjadi dan dapat menimbulkan
kematian. Kelainan ini dapat menimbulkan takikardi, hipotensi atau hipertensi,
aritmia bahkan cardiac arrest ,facial flushing, sfincter yang tidak terkontrol, dan
11)
pasien
9)
akson dari serabut saraf sensorik dan motorik yang berat dengan sedikir
demyelinisasi.
b. Acute Motor-Axonal Neuropathy (AMAN)
Berhubungan dengan infeksi saluran cerna C. jejuni dan titer antibody
gangliosid meningkat (seperti, GM1, GD1a, GD1b).Penderita tipe ini
memiliki gejala klinis motorik dan secara klinis khas untuk tipe
demyelinisasi dengan asending dan paralysis simetris.AMAN dibedakan
dengan hasil studi elektrodiagnostik dimana didapatkan adanya aksonopati
motorik.Pada biopsy menunjukkan degenerasi wallerian like tanpa
inflamasi limfositik.Perbaikannya cepat, disabilitas yang dialami penderita
selama lebih kurang 1 tahun.
c. Miller Fisher Syndrome
Variasi dari SGB yang umum dan merupakan 5 % dari semua kasus
SGB.Sindroma ini terdiri dari ataksia, optalmoplegia dan arefleksia. Ataksia
terlihat pada gaya jalan dan pada batang tubuh dan jarang yang meliputi
ekstremitas. Motorik biasanya tidak terkena.Perbaikan sempurna terjadi
dalam hitungan minggu atau bulan.
d. Chronic Inflammatory Demyelinative Polyneuropathy (CIDP)
CIDP memiliki gambaran klinik seperti AIDP, tetapi perkembangan gejala
neurologinya bersifat kronik. Pada sebagian anak, kelainan motorik lebih
dominant dan kelemahan otot lebih berat pada bagian distal
e. Acute pandysautonomia
Tanpa sensorik dan motorik merupakan tipe SGB yang jarang terjadi.
Disfungsi dari sistem simpatis dan parasimparis yang berat mengakibatkan
terjadinya hipotensi postural, retensi saluran kemih dan saluran cerna,
anhidrosis, penurunan salvias dan lakrimasi dan abnormalitas dari pupil.
(Davids, 2008)
Sumber :
Davids HR. Guillain-Barre Syndrome. Available from :
URL :http://emedicine.medscape.com/article/315632-overview.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan neurologis ditemukan adanya kelemahan otot yang
bersifat difus dan paralisis.
3)
4,7,9)
ataupun bakteri 1)
Gambaran elektromiografi pada awal penyakit masih dalam batas normal,
kelumpuhan terjadi pada minggu pertama dan puncaknya pada akhir minggu
kedua dan pada akhir minggu ke tiga mulai menunjukkan adanya perbaikan. 10)
Pada
pemeriksaan
EMG
minggu
pertama
dapat
dilihat
adanya
4,7,9,10)
pada minggu ke 2, akan terlihat adanya penurunan potensial aksi (CMAP) dari
beberapa otot, dan menurunnya kecepatan konduksi saraf motorik.7)
Pemeriksaan MRI akan memberikan hasil yang bermakna jika dilakukan
kira kira pada hari ke 13 setelah timbulnya gejala. MRI akan memperlihatkan
gambaran cauda equina yang bertambah besar. Hal ini dapat terlihat pada 95%
kasus GBS. 7)
penting bagi dokter untuk melakukan tes ini pada tahap awal dari sindrom ini
dalam rangka untuk membuat diagnosis yang akurat dan mulai terapi.
http://www.aanem.org/Education/Patient-Resources/Disorders/Guillain-BarreSyndrome.aspx
Kriteria diagnostik GBS menurut The National Institute of Neurological and
Communicative Disorders and Stroke ( NINCDS)4)
Gejala utama
1. Kelemahan yang bersifat progresif pada satu atau lebih ekstremitas dengan
atau tanpa disertai ataxia
2. Arefleksia atau hiporefleksia yang bersifat general
Gejala tambahan
1. Progresivitas dalam waktu sekitar 4 minggu
2. Biasanya simetris
3. Adanya gejala sensoris yang ringan
4. Terkenanya SSP, biasanya berupa kelemahan saraf facialis bilateral
5. Disfungsi saraf otonom
6. Tidak disertai demam
7. Penyembuhan dimulai antara minggu ke 2 sampai ke 4
Pemeriksaan LCS
1. Peningkatan protein
2. Sel MN < 10 /ul
Pemeriksaan elektrodiagnostik
1. Terlihat adanya perlambatan atau blok pada konduksi impuls saraf
Gejala yang menyingkirkan diagnosis
1. Kelemahan yang sifatnya asimetri
2. Disfungsi vesica urinaria yang sifatnya persisten
3. Sel PMN atau MN di dalam LCS > 50/ul
4. Gejala sensoris yang nyata
Diagnosis banding
1)
pasien sebab paralisa yang terjadi dapat mengenai otot otot pernapasan dalam
waktu 24 jam. Ketidakstabilan tekanan darah juga mungkin terjadi. Obat obat anti
hipertensi dan vasoaktive juga harus disiapkan . 1,4)
Pasien dengan progresivitas yang lambat dapat hanya diobservasi tanpa
diberikan medikamentosa.1)
Pasien dengan progresivitas cepat dapat diberikan obat obatan berupa
steroid. 1) Namun ada pihak yang mengatakan bahwa pemberian steroid ini tidak
memberikan hasil apapun juga. Steroid tidak dapat memperpendek lamanya
penyakit,
mengurangi
paralisa
yang
terjadi
maupun
mempercepat
penyembuhan.4,12)
Plasma exchange therapy (PE) telah dibuktikan dapat memperpendek
lamanya paralisa dan mepercepat terjadinya penyembuhan.Waktu yang paling
efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya gejala.
BAB III
KESIMPULAN
Pasien : wanita dengan keluhan : tiga hari yang lalu kedua tungkainya
terasa kesemutan kemudian terasa lemah yang menjalar dari bawah ke atas. Hasil
pemeriksaan reflek di tungkai dan lengan hasilnya menurun. Setelah 2 hari
perawatan dia berkeringat banyak dan berdebar-debar dan dipindahkan ke ruang
ICU karena ditemukan tanda tanda gagal napas.
Berdasarkan dari data di atas dan diskusi yang telah kami lakukan, pasien
menderita gangguan neuron motorik bagian bawah dalam sistem syaraf perifer.
Munculnya tanda tanda kesemutan, kelemahan pada tungkainya yang menjalar
dari bawah ke atas dan penurunan refleks di tungkai dan lengan disebabkan
adanya kerusakan pada akson motorik. Keringat banyak dan berdebar-debar
diakibatkan adanya aktivasi saraf simpatis. Pada beberapa kasus yang sama,
pasien dapat meninggal akibat kegagalan otot pernapasan, oleh karena itu pasien
dipindahkan ke ruang ICU. Terapi yang dapat diberikan kepada pasien, antara lain
: antiinflamasi, roboransia dan indikasi pemberian gamma globulin dari luar.
BAB IV
SARAN
Setelah melakukan diskusi tutorial untuk skenario III Blok Sistem Syaraf,
kami mengalami beberapa hambatan, antara lain, kurang memahami tujuan
pembelajaran dan menentukan LO, mengalami kendala dalam memahami
artikel/referensi yang didapat sehingga menimbulkan bias, kurang dapat mengatur
waktu dalam diskusi tutorial, dan banyak pendapat yang pada dasarnya sama
namun tetap disampaikan tanpa menyeleksinya terlebih dahulu.
Oleh karena itu, kami memiliki beberapa saran agar dalam diskusi tutorial
selanjutnya
memahami maksud dan tujuan pembelajaran dari skenario, sehinga lebih mudah
menentukan LO (Learning Objective), membiasakan mencari arti kata-kata dalam
Bahasa Inggris yang belum diketahui artinya dalam kamus, membuat batas-batas
waktu pada setiap tahap dalam pelaksanaan diskusi tutorial., dan menyeleksi
pendapat sebelum disampaikan sehingga data yang didapat tidak ganda atau lebih
simple.
DAFTAR PUSTAKA