Anda di halaman 1dari 31

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

NOVEMBER 2015

FAKULTAS KEDOKTERAN

LAPSUS ILMU PENYAKIT DALAM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS

OLEH:
NAMA

: FARANUR BINTI SABUDIN

NIM

: C11111844

PEMBIMBING

: dr. SARINAH M.R.

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2015

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini meyatakan bahwa:


Nama

FARANUR BINTI sABUDIN

NIM

C 111 11 844

Judul Lapsus :

Lupus Eritematosus Sistemik

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Makassar, November 2015

Co-Assistant,

Residen pembimbing,

(Faranur binti Sabudin)

(dr Sarinah M.R. )

Residen pembacaan,

(dr Cornelia)

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

CATATAN RIWAYAT PENYAKIT


Nama Penderita
Jenis Kelamin
Tgl lahir
Alamat
No. Rekam Medis
Tanggal Pemeriksaan
Dokter muda
I.

: Ny. A
: Perempuan
: 22-04-1997
: Dusun Pakoro
: 658613
: 05/10/2015
: Faranur binti Sabudin

SUBJEKTIF
a. Anamnesis

:Autoanamnesis

b.Keluhan Utama

:Bengkak pada seluruh tubuh

c. Anamnesis Terpimpin :
Bengkak pada seluruh tubuh dialami sejak 1 bulan terakhir, awalnya bengkak mulai disadari
di bagian kaki yang diikuti bengkak di seluruh tubuh. Pasien sebelumnya dirawat di RSUD
Pinrang selama 2 hari dan dirujuk ke RSWS. Pasien sejak tahun 2014 didiagnosa SLE dan
rutin kontrol di Poli Rhematologi serta mengkonsumsi obat CellCeft sejak April 2014,
namun sudah 20 hari pasien tidak mengkonsumsi Cell Ceft karena sudah tidak ditanggung.
Setelah itu pasien mengkonsumsi Metil Prednisolon 4 mg per 8 jam. Saat ini demam tidak
ada,riwayat demam tidak ada, batuk ada, lendir tidak ada, sesak nafas ada,tidak dipengaruhi
aktifitas dan cuaca, mual dan muntah tidak ada.
BAB; biasa, tidak berwarna hitam
BAK: lancar, volume kesan cukup
Riwayat penyakit sebelumnya :

Sejak tahun 2014 didiagnosa dengan SLE

Riwayat hipertensi tidak diketahui

Riwayat penyakit jantung tidak ada

II. OBJEKTIF
Status Pasien

Sakit sedang/gizi cukup/composmentis

BB

: 60 kg

TB

: 153 cm

IMT

Tanda vital

60
1.53 2

= 16.75 kg/m2 (Normal)

Tekanan darah

: 160/100mmHg

Nadi

: 80x /menit

Pernapasan

: 20x/menit

Suhu

: 36.8oC

Pemeriksaan Fisik :

Kepala

Ekspresi
Simetris muka
Deformitas
Rambut

: Biasa
: simetris kiri dan kanan,ada Malar Rash,
: Moon Face ada
: Rontok,mudah dicabut

Mata

Eksoptalmus/Enoptalmus
Gerakan
Tekanan bola mata
Kelopak mata
Konjungtiva
Sklera
Kornea
Pupil

: Tidak ada
: Dalam batas normal
: Dalam batas normal
: Edema palpebral ada
: Anemis ada
: Ikterus tidak ada
: Jernih
: Bulat, isokor 2,5mm/2,5mm

Telinga

Tophi
: Tidak ada
Pendengaran
: Dalam batas normal
Nyeri tekan di prosesus mastoideus : Tidak ada

Hidung

Perdarahan
Sekret

: Tidak ada
: Tidak ada

Mulut

Bibir
Gigi geligi
Gusi
Tonsil
Faring
Lidah

: Pucat tidak ada, kering tidak ada


: Caries tidak ada
: Perdarahan gusi tidak ada, Oral ulcer tidak ada
: T1 T1, hiperemis tidak ada
: Hiperemis tidak ada
: Kotor tidak ada, tremor tidak ada

Leher

Kelenjar getah bening


Kelenjar gondok
DVS
Pembuluh darah
Kaku kuduk
Tumor

: Tidak ada pembesaran


: Tidak ada pembesaran
: R+0 cm H2O
: Dalam batas normal
: Tidak ada
: Tidak ada

Thoraks
Paru
Inspeksi

Bentuk

Pembuluh darah
Buah dada
Sela iga

: Normothorax, pergerakan dada simetris kiri


dan kanan
: Tidak ada kelainan
: Tidak ada kelainan
: Dalam batas normal

Palpasi

Fremitus raba
Nyeri tekan

: Simetris kiri dan kanan


: Tidak ada

Perkusi
Paru kiri
Paru kanan
Batas paru-hepar

: Sonor
: Sonor
: ICS VI dekstra anterior

Batas paru belakang kanan


Batas paru belakang kiri

: setinggi columna vertebra thorakal IX dekstra


: setinggi columna vertebra thorakal X sinistra

Auskultasi
5

Bunyi pernapasan

: Vesikuler

Bunyi tambahan

: Rhonki tidak ada, Wheezing tidak ada

Jantung
Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus cordis tidak teraba

Perkusi

:Pekak,batas jantung kesan normal


(batas jantung kanan di linea parasternalis
dextra, batas jantung kiri di linea
midclavicularis sinistra ICS V, batas
jantung,atas ICS II)

Auskultasi

: Bunyi jantung I/II murni regular, bunyi


tambahan tidak ada

Abdomen
Inspeksi

: Cembung, ikut gerak napas

Auskultasi

: Peristaltik positif kesan normal

Palpasi

: Nyeri tekan tidak ada,massa tumor tidak teraba


Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba,
Ballotement tidak ada

Perkusi

: Asites tidak ada

Punggung
Palpasi

: Nyeri tekan tidak ada, Massa tumor tidak ada

Nyeri ketok

: Tidak ada

Auskultasi

: Bunyi pernapasan: Vesikuler

Alat Kelamin
Tidak dilakukan pemeriksaan

Anus dan Rektum


Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
Edema pretibial : pitting edema (+)
Tampak ruam kehitaman yang mengering pada ektremitas kanan dan kiri
Laboratorium
Jenis Pemerikaan
WBC
RBC
HGB
HCT
DARAH
RUTIN

MCV
MCH
MCHC
PLT
NEUT
LYMPH
MONO
EOS
BASO

Jenis Pemeriksaan
Ureum
Kreatinin
FAAL
SGOT
HEMOSTATIS SGPT
Albumin
ELEKTROLIT Natrium
Kalium
DARAH
Klorida

Hasil
6.7x103/uL
2.53x106/uL
7.2 g/dL
21.0 %
83 fl
28.3 pg
34.2 g/dl
47x103/uL
1.72
3.60
1.37
0.02
0.03
Hasil
79 mg/dL
2.65 mg/dL
21 U/L
7 U/L
1.9 gr/dL
136 mmol/L
6.4 mmol/L
119 mmol/L

Nilai Rujukan
4 - 10 x 103/uL
46 x 106/uL
12 - 16 g/dL
37 48 %
80 - 100 pl
27 - 32 pg
32 - 36 g/dl
150 - 400 x 103/uL
2.00-7.50
1,00 4,00
0,20-1,00
0,00-0,50
0,00 0,20
Nilai Rujukan
10-50 mg/dL
< 1.1 mg/dL
5U/L-40 U/L
7U/L-56 U/L
3.0gr/dL-5.0gr/dL
136-145 mmol/L
3.5-5.1 mmol/L
97-111 mmol/L

Hasil Foto Thorax (04/10/2015):

Pulmo normal

Elevasi kedua diafragma (proses intraabdominal?)

Hasil USG (04/10/2015):

Efusi pleura minimal sinistra

Hepatomegaly

III. ASSESSMENT
Sistemik Lupus Eritematosus
Anemia normositik normokrom
Nefritik Lupus
Hipoalbuminea
Hipertensi grade 2
Hiperkalemia

IV. PLANNING
Non-farmakologi :

Hindari terpapar cahaya matahari

Diet tinggi protein, rendah kalium dan rendah garam

Farmakologi :

Metilprednisolon 4mg/8jam/oral

lansoprazole 30mg/12jam/oral

Amlodipine 5 mg/24jam/oral

Furosemide 20 mg/12jam/iv

Transfusi albumin 25%

Kalitake (calcium polysterene sulfonate) 1 sachet/8jam/oral

Rencana Pemeriksaan :

Diagnostik

ANA Test

Protein Esbach

Urinalisa

Monitoring

Darah rutin

Kimia darah
8

V.

Elektrolit darah

Albumin

PROGNOSIS

Ad Functionam

: Dubia

Ad Sanationam

: Dubia

Ad Vitam

: Dubia

VI. FOLLOW UP
TANGGAL
PERJALANAN PENYAKIT
05/10/2015 Perawatan hari-1

INSTRUKSI DOKTER

S : Bengkak pada seluruh tubuh dialami


sejak 1 bulan terakhir, di mana awalnya itu

P:

bengkak mulai disadari di bagian kaki, dan


memberat sehingga terjadi bengkak di

garam dan rendah kalium

seluruh tubuh. Pasien juga merasa lemas.


Pasien dibawa dan sempat dirawat di RSUD

SLE dan rutin control di Poli Rhematologi


serta

mengkonsumsi obat CellCeft sejak

April 2014. Tapi sudah 20 hari pasien tidak


mengkonsumsi Cell Ceft karena sudah tidak
ditanggung.

Setelah

itu

pasien

Transfusi albumin 25%


(1 botol/hari)

Pinrang selama 2 hari dan dirujuk ke


RSWS. Pasien sejak tahun 2014 didiagnosa

Diet tinggi protein, rendah

O2 2-4 L/menit via nasal


cannule

Metilprednisolon
4mg/8jam/oral

Furosemide 20mg/12jam/iv

Lansoprazole
30mg/12jam/oral

mengkonsumsi Metil Prednisolon 4mg per

Kalitake 1 sachet/ 8j/oral

8 jam. Saat ini demam tidak ada,riwayat

Amlodipine 5 mg/24jam/oral

demam tidak ada, batuk ada, dahak/lendir

Transfusi PRC 2 bag

tidak ada, sesak nafas ada,tidak dipengaruhi


aktifitas dan cuaca, mual dan muntah tidak
ada.

(1 bag/hari)

Transfusi trombosit 4 bag


(2 bag/hari)

BAB; biasa, tidak berwarna hitam


BAK: lancar, volume kesan cukup

Rencana Pemeriksaan :
O:

Protein Esbach

SS/GC/CM

Urinalisa

TD: 160/100 mmHg

ANA Test

N : 80 x/menit
P : 20 x/menit
S : 36.7 C
Anemia ada, Ikterus tidak
Malar rash, Moon Face ada
DVS R+0 cmH2O, Normothorax
BP : Vesikuler,
BT : BJ : I/II murni regular, bising

Rencana

pemberian

kloroquin

tidak ada
Abd : Cembung,ikut gerak nafas,
peristaltik positif kesan normal,

Hepar dan lien sulit dinilai


Eks : Edema pretibial, tampak ruam
kehitaman

A:

06/10/2015

Sistemik Lupus Eritematosus


Nefritik lupus
Anemia normositik normokrom
Hipertensi grade 2
Hipoalbuminemia
Hiperkalemia

Perawatan hari-2
S : Pasien masih merasa lemas dan sesak .
Bengkak

seluruh

tubuh

masih

ada

P:

Manifestasi perdarahan tidak ada. Nyeri ulu


hati ada. Batuk dan demam tidak ada. Mual
dan

muntah

tidak

ada.

Lemah

garam dan rendah kalium

ada,

manifestasi perdarahan tidak ada. Ruam

Diet tinggi protein, rendah

Transfusi albumin 25%


(1 botol/hari)

O2 2-4 L/menit via nasal


10

malar ada dan ada rambut rontok. BAK


lancar warna kuning. BAB biasa.

cannule

Metilprednisolon
4mg/8jam/oral

O:

SS/GC/CM

TD: 180/100 mmHg

N : 120 x/menit
P : 24 x/menit
S : 36.3 C
Anemia ada, Ikterus tidak
Malar rash, Moon Face, alopecia

areata
DVS R+0 cmH2O,Normothorax
BP : Vesikuler
BT : BJ : I/II murni regular, bising

tidak ada
Abd : Cembung,ikut gerak nafas,

Kloroquin
150mg/24jam/oral

Lansoprazole
30mg/12jam/oral

Furosemide 20mg/12jam/iv

Amlodipine 5mg/24jam/oral

Kalitake 1 sachet/ 8j/oral

Transfusi 2 PRC
2

bag/hari

Transfusi trombosit 4 bag


(2 bag/hari)

peristaltik positif kesan normal,

Hepar dan lien sulit diraba


Eks : Edema pitting ada, tampak Rencana Pemeriksaan
Periksa Darah rutin
ruam kehitaman

A:

07/10/2015

Sistemik Lupus Eritematosus


Nefritik Lupus
Anaemia Normositik Normokrom

ecausa penyakit kronik


Hiperkalemia
Hipertensi grade 2
Hipoalbuminemia

Tunggu hasil ANA Test

Tunggu

hasil

urinalisa,

albumin dan Protein Esbach

Kontrol elektrolit

Methyl

prednisolone

mg/8jam/oral

Herbesser

(diltiazem)

100mg/24jam/oral

Perawatan hari-3
S : Pasien masih merasa lemas dan sesak .
Ada muntah darah tadi malam. Bengkak
seluruh tubuh masih ada. Sesak tidak
11

dipengaruhi posisi. Nyeri dada tidak ada.


Nyeri ulu hati ada. Batuk dan demam tidak
ada. Mual dan muntah tidak ada. Ruam
malar ada, dan alopecia areata. BAK lancar
warna kuning. BAB biasa.
Hasil urinalisa:

P:

Protein= +3
Blood= +3

Diet tinggi protein, rendah


garam dan rendah kalium

Urine esbach:

3.5 gr/1300 cc

(1 botol/hari)

Lab

Wbc: 5.8 x 10^3

Transfusi albumin 25%

Hb: 7.1

Platelet: 88 x 10^3
Albumin:2.4
Na/K/Cl: 131/6.3/114
O:

SS/GC/CM

TD : 160/100 mmHg

N : 120 x/menit

P : 24 x/menit

Anemia ada, Ikterus tidak

Malar rash, Moon Face, alopecia

: 36.3 C

O2 2-4 L/menit via nasal


cannule

Metilprednisolon
8mg/8jam/oral

Lansoprazole
30mg/12jam/oral

Furosemide 20mg/12jam/iv

Kloroquin
150mg/24jam/oral

Diltiazem 100mg/24jam/oral

Kalitake 1 sachet/oral

Transfusi 2 PRC
(1 kantong/hari)

areata

DVS R+0 cmH2O,Normothorax


BP : Vesikuler
BT : BJ : I/II murni regular, bising

tidak ada
Abd : Cembung,ikut gerak nafas,

Rencana Pemeriksaan :

Tunggu hasil ANA Test

Periksa

LED,Coombs

ruam kehitaman

Test,

retikulosit.

peristaltik positif kesan normal,


Hepar dan lien sulit dinilai
Eks : Edema pitting ada, tampak

Fe,TIBC,ADT,

Rencana biopsi ginjal

Plan:

amlodipine

10

mg/24jam/oral
12

A:

08/10/2015

Sistemik Lupus Eritematosus


Nefritik Lupus
Anaemia Normositik Normokrom

causa penyakit kronik


Hiperkalemia
Hipertensi grade 2
Hipoalbuminemia

Perawatan hari-4
S : Pasien masih merasa lemas dan sesak . P :
ada muntah darah 2 hari sebelumnya. Hasil

Hb menurun dari 7.2gr/dL ke 7.1gr/dL.


Pembesaran perut dan bengkak seluruh

garam dan rendah kalium

tubuh masih ada. Sesak tidak dipengaruhi


posisi. Nyeri dada tidak ada dirasakan saat

Ruam malar ada, dan alopecia areata. BAK


lancar warna kuning. BAB biasa.
Fe: 68
TIBC:103

Metilprednisolon
8mg/8jam/oral

Furosemide 20mg/12jam/iv

Kloroquin tab
250 mg/24jam/oral

Lansoprazole
30mg/12jam/oral

Retikulosit: 2.54
O:

O2 2-4 L/menit via nasal


cannule

Ferritin:>1200
CoombS test: negative

Transfusi albumin 25%


(1 botol/hari)

sesak. Nyeri ulu hati ada. Batuk dan demam


tidak ada. Mual dan muntah tidak ada.

Diet tinggi protein, rendah

Diltiazem 100mg/24jam/oral

Amlodipine

SS/GC/CM

TD : 130/70 mmHg

Kalitake 1 sachet/8jam/oral

N : 104 x/menit

Transfusi 2 PRC

P : 20 x/menit

10mg/24jam/oral- tunda

(1 kantong/hari)

: 36.3 C
13

Anemia ada, Ikterus tidak

Malar rash, Moon Face, alopecia

Rencana Pemeriksaan :

areata

DVS R+0 cmH2O,Normothorax


BP : Vesikuler
BT : BJ : I/II murni regular, bising

tidak ada
Abd : Cembung,ikut gerak nafas,

Tunggu hasil ANA Test


Kontrol albumin post

koreksi
Rencana biopsi ginjal
Periksa darah rutin

peristaltik positif kesan normal,

Hepar dan lien sulit dinilai


Eks : Edema pitting ada, tampak
ruam kehitaman

A:

09/10/2015

Sistemik Lupus Eritematosus


Nefritik Lupus
Anaemia Normositik Normokrom

causa penyakit kronik


Hiperkalemia
Hipertensi grade 2
Hipoalbuminemia

Perawatan hari-5
S : Pasien masih lemas dan sesak . Hasil Hb P :
7.2gr/dL menurun ke 7.1gr/dL. Sudah

ditransfusi 2 bag PRC (1 bag/hari). Rencara


kontrol darah rutin hari ini. Pembesaran

Mual dan muntah tidak ada. Ruam malar


ada, dan alopecia areata. BAK lancar warna

protein

dan

Transfusi

albumin

25%

(tunggu hasil hari ini)

dada tidak ada dirasakan saat sesak. Nyeri


ulu hati ada. Batuk dan demam tidak ada.

tinggi

rendah garam

wajah dan bengkak seluruh tubuh masih


ada. Sesak tidak dipengaruhi posisi. Nyeri

Diet

O2 2-4 L/menit via nasal


cannule

Metilprednisolon
8mg/8jam/oral

Lanprazole 30mg/12jam/oral
14

kuning. BAB biasa.

Kloroquin
250mg/24jam/oral

O:

Furosemide 20mg/12jam/iv

SS/GC/CM

TD : 130/60 mmHg

N : 96 x/menit

P : 24 x/menit

Diltiazem 100mg/24jam/oral

: 36.5 C

Kalitake 1 sachet/ 8j/oral

Anemia ada, Ikterus tidak


Malar rash, Moon Face, alopecia

Transfusi 2 PRC

areata
DVS R+0 cmH2O,Normothorax
BP : Vesikuler
BT : BJ : I/II murni regular, bising

Amlodipine
10mg/24jam/oral- tunda

(1 bag/hari)
Premedikasi:
Difenhidramin 1 amp/iv
Furosemide 1 amp/iv

tidak ada
Abd : Cembung,ikut gerak nafas, Rencana Pemeriksaan :
peristaltik positif kesan normal,

usul ganti oral

Hepar dan lien sulit dinilai


Eks : Edema pitting ada, tampak
ruam kehitaman

A:

Sistemik Lupus Eritematosus


Nefritik Lupus
Anaemia Normositik Normokrom

causa penyakit kronik


Hiperkalemia
Hipertensi grade 2
Hipoalbuminemia

Tunggu hasil ANA Test

Tunggu hasil darah rutin

Tunggu hasil albumin

Rencana biopsi ginjal

Kontrol elektrolit

15

RESUME
Pasien, perempuan, berumur 18 tahun, masuk Rumah Sakit dengan keluhan utama
bengkak pada seluruh tubuh dialami sejak 1 bulan terakhir, awalnya bengkak mulai disadari
di bagian kaki yang diikuti bengkak di seluruh tubuh. Pasien sebelumnya dirawat di RSUD
Pinrang selama 2 hari dan dirujuk ke RSWS. Pasien sejak tahun 2014 didiagnosa SLE dan
rutin kontrol di Poli Rhematologi serta mengkonsumsi obat CellCeft sejak April 2014,
namun sudah 20 hari pasien tidak mengkonsumsi Cell Ceft karena sudah tidak ditanggung.
Setelah itu pasien mengkonsumsi Metil Prednisolon 4 mg per 8 jam. Saat ini demam tidak
ada,riwayat demam tidak ada, batuk ada, lendir tidak ada, sesak nafas ada,tidak dipengaruhi
aktifitas dan cuaca, mual dan muntah tidak ada.
BAB; biasa, tidak berwarna hitam
BAK: lancar, volume kesan cukup
Dari pemeriksaan fisik diperoleh tekanan darah 160/100, nadi 80 x/menit, pernapasan
20 x/menit, suhu 36.8oC. Anemis ada, ikterus tidak ada. Tampak malar rash simetris kiri dan
kanan pipi. Kelihatan pergerakan dada simetris pada periksa pandang. Tidak ada bunyi
tambahan pernafasan . Pada pasien didapatkan edema pretibial pada ekstremitas dan tampak
ruam kehitaman pada ekstremitas.
Pemeriksaan penunjangnya dari laboratorium, mendapatkan nilai Hb sedikit rendah
7.2 gr/dL, SGOT/SGPT normal 21 u/L: 7 u/L dan albumin yang rendah 1.9 mg/dL. Hasil
ureum 79 u/L dan creatinine 2.65 u/L. Hal ini menunjukkan pasien mengalami anemia,
hipoalbunimea , dan peningkatan ureum dan kreatinin. Hasil urinalisa proteinuria 3+, lab
protein Esbach 3.5 gr/1300ml. Pasien mengalami proteinuria. Dari hasil foto thorax
didapatkan pulmo normal dan elevasi diafragma. Dan hasil USG didapatkan efusi pleura
minimal sinistra.

16

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, maka pasien


ini di diagnosis sebagai Sistemik Lupus Eritematosus.

17

DISKUSI KASUS
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah penyakit rematik autoimun yang ditandai
adanya inflamasi tersebar luas, yang mempengaruhi setiap organ atau sistem dalam tubuh.
Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibodi dan kompleks imun, sehingga
mengakibatkan kerusakan jaringan. 2
Dari hasil anamnesis, pasien masuk dengan keluhan bengkak pada seluruh tubuh.
Bengkak pada seluruh tubuh bisa terjadi pada infeksi, malignansi, penyakit jantung, kelainan
endokrin, kelainan neurologik atau kelainan pada organ-organ vital termasuklah kesan
samping pengobatan, selain ditemukan gejala lemas.Gejala lemas yang disertai penurunan
berat badan bisa diakibatkan oleh infeksi, gejala lemas yang disertai sesak nafas bisa
diakibatkan oleh kelainan jantung, paru atau ginjal. Gejala lemas yang disertai nyeri sendi
bisa disebabkan oleh kelainan sendi. Gejala lemas yang terjadi cepat bisa dalam beberapa
minggu ke beberapa bulan bisa disebabkan oleh sesuatu infeksi atau malignansi dan gejala
lemas yang berlaku secara progresif bisa disebabkan oleh kegagalan organ atau kelainan
endokrin. 3
Pasien juga datang ke rumah sakit dengan keluhan munculnya ruam kehitaman di
daerah wajah yang meluas ke ekstremitas.Awalnya ruam pada wajah berwarna merah yang
bila makin lama makin merah bila terkena cahaya matahari. Kemudian secara perlahan-lahan
ruam pada wajah makin lama makin lama menghitam dan menjalar ke lengan. Gejala ruam
bisa disebabkan oleh beberapa faktor. Contohnya adalah infeksi Rubella, sindrom toksik,
gejala sekunder sifilis, reaksi hipersensitiviti, kandidiasis, kriptokokus dan lain-lain. 9
Dari hasil anamnesis juga didapatkan pasien mengeluh adanya pembesaran perut dan
pembengkakkan pada ekstremitas kanan dan kiri. Pembesaran perut (ascites) bisa didapatkan
pada proses eksudasi (tinggi protein) atau transudasi (rendah protein). Pada penyebab
eksudasi bisa didapatkan sesuatu karsinoma atau tuberkulosis. Namun pada karsinoma ascites
disertai penurunan berat badan dan hepatomegali. Pada tuberkulosis didapatkan ascites
dengan penurunan berat badan dan demam. Pada penyebab transudasi bisa didapatkan sirosis
hati, kegagalan ginjal atau nefrotik sindrom atau kongestif jantung.Pada sirosis hati
didapatkan ascites yang disertai juga hepatomegali, splenomegali dan spider nevi. Pada
sesuatu kegagalan ginjal atau sindrom nefrotik adanya ascites dan edema yang menyeluruh.

18

Pada penyakit jantung kongestif bisa didapatkan ascites disertai edema perifer dan
peningkatan DVS. 9
Edema adalah sesuatu akumulasi cairan interstitial pada ruang ekstraselular. Proses
akumulasi cairan ini berasal dari disrupsi dari tekanan Starling yang mengakibatkan transit
cairan di kapiler. Antara penyebab terjadinya edema adalah peningkatan total cairan
ekstraselular yang bisa diakibatkan oleh penyakit jantung kongestif, kegagalan ginjal atau
kelainan hipovolemik lainnya seperti iatrogenik, Conns sindrom. Selain itu, penyebab edema
bisa diakibatkan dari tekanan venous lokal yang tinggi. Hal ini biasa didapatkan pada deep
vein thrombosis atau insufisiensi venous. Tekanan onkotik yang rendah juga bisa
menyebabkan edema. Hal ini biasa didapatkan pada sindrom nefrotik, kegagalan hati atau
malnutrisi/malabsorpsi. Penyebab lain pada edema adalah peningkatan permeabilitas kapiler
pada proses-proses inflamasi, infeksi atau berhubung penggunaan obat seperti obat hipertensi
golongan Calcium Channel Blockers. Obstruksi limfatik juga mengakibatkan edema seperti
infeksi filariasis, limfogranuloma venerum, malignansi, radiasi atau abnormalitas kongenital.
9

Pasien juga mengeluh nyeri otot, tulang dan sendi. Nyeri otot bisa didapatkan pada
proses inflamatori seperti polimiositis, dermatomiositis atau miositis. Selain itu, kelainan
endokrin juga bisa mengakibatkan nyeri otot seperti hipotirodism, hipertirodism,
osteomalasia, Cushing sindrom atau Addisons disease.Kelainan metabolik juga bisa
mengakibatkan nyeri otot seperti hypokalemia, defisiensi karnitin atau defisiensi
fosfofruktokinase. Penggunaan obat/toksin bisa menyebabkan nyeri otot seperti alkohol,
kokain, statin, penicillamine atau zidovuzine. Infeksi virus seperti HIV, cytomegalovirus atau
infeksi bakteri seperti tuberkulosis, staphylococci. Infeksi jamur juga bisa mengakibatkan
nyeri otot seperti schitosomiasis, toxoplasmosis dan lain-lain.Nyeri sendi bisa diakibatkan
oleh proses inflamatori atau non-inflamatori. Proses inflamatori bisa disebabkan oleh
osetoeartritis, trauma dan lain-lain. Manakala proses non inflamatori bisa disebabkan oleh
septik artritis, gout atau pseudogout.9
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan rambut rontok atau alopecia areata melalui tes
hair pulling pada pasien.Alopecia areata bisa terjadi pada rambut kepala, alis mata, bulu mata
dan jenggot. Gejala rambut rontok ini bisa diakibatkan oleh kelainan autoimun lainnya, atopi
atau Downs syndrome. Pada pasien juga didapatkan manifestasi malar rash yang simetris kiri
19

dan kanan pipi. Pada pemeriksaan mata didapatkan konjuktiva pucat tanpa sklera yang
ikterik. Konjuktiva pucat menunjukkan terdapatnya anemia pada pasien dan gejala-gejala
yang bisa timbul akibat anemia adalah lemas, sesak nafas, sakit kepala dan lain-lain.9
Pada pemeriksaan paru, tidak ada bunyi tambahan pernafasan ,maupun penurunan
bunyi nafas pada kedua hemitoraks. Penurunan bunyi pernapasan pada thorax bisa
disebabkan oleh adanya proses eksudasi atau transudasi atau udara pada ruang
pleura.Eksudasi pada cairan pleura bisa disebabkan oleh sesuatu proses infeksi seperti
tuberkulosis, malignansi, penyakit gastrointestinal dan lain-lain. Eksudasi bisa didapatkan
peningkatan lebih 2/3 LDH cairan pleura dari serum LDH atau rasio LDH >0.6 atau protein
cairan pleura >0.5 dari serum protein. Transudasi pada cairan pleura bisa disebabkan oleh
penyakit jantung, sirosis, sindrom nefrotik dan lain-lain. Udara pada cairan pleura bisa
disebabkan oleh proses primer yang spontan tanpa trauma dan penyakit atau proses sekunder
disebabkan sesuatu penyakit seperti PPOK atau trauma.3
Pada pemeriksaan abdomen didapatkan pada pitting edema pada ekstremitas kiri dan
kanan. Pitting edema adalah akumulasi cairan interstitial pada ruang ekstraselular yang
memberi indentasi bila tekanan diberikan.9
Berdasarkan hasil pemeriksaan lab didapatkan nilai Hb sedikit rendah 7.2 gr/dL yang
menunjukkan bahwa pasien mengalami anemia. Anemia bisa disebabkan oleh kerusakan
sumsum tulang, kekurangan zat besi, kurangnya stimulasi yang bisa disebabkan oleh kelainan
metabolik,

inflamasi

dan

penyakit

renal,

kehilangan

darah,

penyakit

autoimun,

hemoglobinopati dan lain-lain. Pada pasien dianjurkan melakukan Coombs Tes dan
pemeriksaan nilai Fe, TIBC bagi menilai tipe anemia yang ada pada pasien.2 9
SGOT/SGPT normal 21 u/L: 7 u/L dan albumin yang rendah 1.9 mg/dL. Peningkatan
enzim transaminase bisa disebabkan oleh hepatoselular nekrosis, obstruksi cairan hempedu,
kolestatik, sirosis dan penyakit infiltratif. Nilai SGPT lebih spesifik dalam menilai kelainan
pada hati berbanding nilai SGOT yang normalnya bisa didapatkan di otot dan organ lain.
Hasil urinalisa didapatkan protein 3+ dan urine Esbach 3.5 gr/130 ml. Hipoalbuminea dan
protein dalam urin menunjukkan bahwa pasien juga mengalami manifestasi ginjal melalui
proses kebocoran protein di filtrasi glomerular di ginjal.Proteinuria bisa didapatkan pada
pasien yang mengalami glomerulonephritis atau vaskulitis. 3
Berdasarkan

American College of Rheumatology (ACR) 1982 mengajukan 11

kriteria untuk klasifikasi SLE dimana bila didapatkan 4 kriteria atau lebih,maka diagnosis
20

SLE dapat ditegakkan. Pada pasein ini bisa ditegakkan 4 kriteria yaitu terdapat rambut rontok
atau alopecia areata melalui tes hair pulling. Alopecia areata diakibatkan oleh komplikasi
ruam diskoid kronis pada kulit kepala (scalp). Didapatkan juga malar rash pada sekitar
daerah pipi dan tampak ruam kehitaman pada ekstremitas kiri dan kanan.Pasien juga
mengalami fotosensitifitas yang dapat ditegakkan melalui autoanamnesis. Awalnya ruam
pada wajah berwarna merah yang bila makin lama makin merah bila terkena cahaya matahari.
Kemudian secara perlahan-lahan ruam pada wajah makin lama makin lama menghitam dan
menjalar ke lengan. Sinar UV bisa memodulasi respon imun seperti mengaktivasi keratinosit
untuk memproduksi IL-1 (pro inflamasi). Terdapat juga tanda-tanda yang ditemukan hasil
dari hipersensitivitas sel T dan B dan inefektifitas regulasi dari antigen-antigen. Hal ini
menyebabkan sel-sel tubuh mudah teraktivasi oleh antigen-antigen.10
Kriteria ketiga adalah kelainan renal pada pasien.Pasien yang didiagnosa hipertensi
grade 1 bisa diakibatkan oleh kelainan pada ginjal. Hal ini dapat ditegakkan bila terdapat
hipoalbuminea dan protein dalam urin menunjukkan bahwa pasien juga mengalami
manifestasi ginjal melalui proses kebocoran protein di filtrasi glomerular di ginjal.
Proteinuria merupakan tanda khas dari nefritik.Kriteria keempat pada pasien adalah artiritis.
Artiritis pada pasien lupus dapat berupa nyeri beberapa sendi periferal, bengkak, efusi pada
sekitar sendi yang terlibat tanpa menimbulkan deformitas.10
Diagnosis

lupus

eritematosus sistemik

dapat

diperkuat

dengan pemeriksaan

spesifik untuk menilai kadar autoimun pada pasien. Antinuclear antibodies (ANAs)
dianggap

positif

pada

pasien

dengan SLE

bila

ditemukan

titer

tinggi (>1:160)

diperiksakan pada kondisi tidak sedang menggunakan obat-obatan yang menginduksi


lupus. Tujuan dari pemeriksaan ANA adalah untuk mencari autoantibodi yang positif pada
>95% pasien. Hasil titer IgG yang tinggi terhadap double stranded DNA (dsDNA) adalah
spesifik untuk pasien sistemik lupus eritematous. Pada pasien ini hasil dari ANA Test masih
belum ada pada tanggal pemeriksaan 09/10/2015. Daripada hasil foto thorax didapatkan
pulmo normal. Dan hasil USG didapatkan efusi pleura minimal sinistra. 8

Selama di rumah sakit, pasien mendapat pengobatan :

Metilprednisolon 8mg/8jam/oral

Lansoprazole 30mg/12jam/oral
21

Furosemide 20mg/12jam/iv

Amlodipine 5mg/24jam/oral

Transfusi albumin 25%

Diltiazem 100 mg/24jam/oral

Klorokuin 250 mg/24jam/oral

Kalitake 1 sachet/8jam/oral

Pasien diberikan oksigen via nasal kanul untuk memaksimalkan oksigen dalam udara
yang diinspirasi oleh pasien agar dapat memenuhi kebutuhan sel-sel tubuh. lansoprazole
bekerja sebagai proton pump inhibitor yang mengikat pada H+/K+ ATPase (proton pump)
pada sel parietal lambung yang menghambat pengeluaran asam lambung yang mengurangi
nyeri ulu hati pada pasien. 4
Metilprednisolon diberikan pada pasien untuk mengurangi proses inflamasi dan
mengurangi pembengkakan dengan bekerja mengontrol sintesis protein, meng-supres migrasi
polimorfonuklear leukosit (PMN) dan fibroblast. Metilprednisolon yang merupakan golongan
glukokortikoid bekerja mengurangi permeabilitas kapiler dan meng-stabilkan lysosome pada
sel. Golongan glukokortikoid ini juga bekerja dalam memodulasi metabolisme karbohidrat,
protein, lipid dan cairan dan elektrolit. 4
Furosemide adalah golongan diuretik loop yang menghambat reabsorbsi sodium dan
klorida pada proximal dan distal renal tubules dan Henle loop. Obat ini bekerja dengan
menghambat sistem co-transport klorida yang menyebabkan peningkatan air, kalsium,
magnesium, sodium dan klorida.Pada pasien diberikan obat ini bagi mengurangi edema pada
pasien.4
Amlodipin adalah obat hipertensi golongan Calcium Channel Blocker yang
mengurangi tekanan darah dengan cara mendilatasi otot polos jantung dan periferal. Obat ini
bekerja dengan meng-inhibisi ion kalsium dari masuk ke select voltage-sensitive channels
semasa proses depolarisasi. Amlodipin dapat meng-inhibisi proses depolarisasi.4
Pasien dinasihatkan untuk menghindari cahaya matahari dan mengamalkan diet
tinggi protein ,rendah kalium dan rendah garam.

22

SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS

1. DEFINISI
Sistemik Lupus Eritematosus adalah penyakit rematik autoimun yang ditandai adanya
inflamasi tersebar luas yang mempengaruhi setiap organ atau sistem dalam tubuh. Penyakit
ini berhubungan dengan deposisi autoantibodi dan kompleks imun sehingga mengakibatkan
kerusakan jaringan. 2
2. EPIDEMIOLOGI
Dalam 30 tahun terakhir,SLE telah menjadi salah satu penyakit reumatik utama di
dunia. Prevalensi SLE diberbagai negara sangat bervariasi. Prevalensi pada berbagai populasi
yang berbeda-beda bervariasi antara 2.9/100,000 400/100,000. SLE lebih sering ditemukan
pada ras tertentu seperti bangsa negro,Cina dan mungkin juga Filipins. Terdapat juga tendensi
familial. Faktor ekonomi dan geografi tidak mempengaruhi distribusi penyakit. Penyakit ini
dapat ditemukan pada semua usia,tetapi paling banyak pada usia 15-40 tahun (masa
23

reproduksi). Frekuensi pada wanita dibandingkan dengan frekuensi pada pria berkisar antara
(5,5-9) : 1. Pada lupus eritematosus yang disebabkan obat (drug-induced LE) rasio ini lebih
rendah yaitu 3:2. Insidensi di Yogyakarta antara tahun 1983-1986 ialah 10.1 per 10,000
perawatan (Purwanto,dkk). Di Medan antara tahun 1980-1986 didapatkan insidensi sebesar
1.4 per 10.000 perawatan (Tarigan).2
3. FAKTOR RISIKO
A. Faktor Genetik
Banyak gen yang berkontribusi terhadap kepekaan penyakit. Elemen genetik yang
paling banyak diteliti kontribusinya terhadap SLE ada manusia adalah gen dari Kompleks
Histokompatibilitas Mayor (MHC). Penelitian populasi menunjukkan bahwa kepekaan
terhadap SLE melibatkan polimorfisme dari gen HLD (human leucocyte antigen) kelas II.
Selain itu banyak gen non-MHC polimorfik yang dilaporkan berhubungan dengan
SLE,termasuk gen yang mengkode mannose binding protein (MBP), TNF-alpha,reseptor sel
T, interleukin 6,CR1,immunoglobulin Gm dam Km allotypes dan heat shock protein 70
(HSP70).Penemuan daerah kromosom yang multiple (multiple chromosome regions) sebagai
risiko berkembangnya SLE, mendukung pendapat bahwa SLE merupakan penyakit
poligenik.2

B. Faktor Hormonal
Metabolisme estrogen yang abnormal telah ditunjukkan pada kedua jenis kelamin, dimana
peningkatan hidroksilasi 16a dari estron mengakibatkan peningkatan yang bermakna
konsentrasi 16a hidroksiestron. Metabolit 16a lebih kuat dan merupakan feminising estrogen.
Perempuan dengan SLE juga mempunyai konsentrasi androgen plasma yang rendah termasuk
testosterone, dehidrotestosteron, dehidroepiandrosterono (DHEA) dan dehidroepiandrosteron
sulfat (DHEAS). Abnormalitas ini mungkin disebabkan oleh peningkatan aktivitas aromatase
jaringan. Konsentrasi androgen berkorelasi negative dengan aktivitas penyakit. Konsentrasi
testosterone plasma yang rendah dan meningkatnya konsenstrasi luetenising hormone (LH)
ditemukan pada beberapa penderita SLE laki-laki. Jadi estrogen yang berlebihan dengan
aktivitas hormone androgen yang tidak adekuat pada laki-laki maupun perempuan mungkin
bertanggungjawab terhadap perubahan respon imun. Konsentrasi progesterone didapatkan
lebih rendah pada penderita SLE perempuan dibandingkan dengan kontrol sehat. 2

24

Prolactin (PRL) adalah hormone yang terutama berasal dari kalenjar hipofise anterior,
diketahui menstimulasi respon imun humoral dan selular yang diduga berperanan dalam
patogenesis SLE. Selain kalenjar hipofise, sel-sel sistem imun juga mampu mensintesis PRL.
Fungsi PRL menyerupai sitokin yang mempunyai aktivitas endokrin, parakrin dan autokrin.
PRL diketahui menstimulasi sel T, sel natural killer (NK), makrofag, neutrophil, sel
haemopoetik CD34+ dan sel dendritik presentasi antigen. Hormon dari sel lemak yang diduga
terlibat dalam patogenesis SLE adalah leptin. 2
C. Autoantibodi
Antibodi ini ditujukan kepada self molecules yang terdapat pada nukleus, sitoplasma,
permukaan sel dan juga terhadap molekul terlarut seperti IgG dan faktor koagulasi. Antibodi
antinuclear (ANA) adalah antibodi yang paling banyak ditemukan pada penderita SLE dan
anti-Sm antibodi merupakan antibodi yang spesifik untuk SLE sehingga dimasukkan dalam
kriteria klasifikasi dari SLE. Antigen Sm merupakan suatu small nuclear ribonucleoprotein
(snRNP) terdiri dari rangkaian uridine yang kaya molekul RNA berikatan dengan kelompok
protein ini dan protein lain yang berhubungan dengan RNA. Anti-Sm antibodi berikatan
dengan protein inti anRNP sedangkan antibodi anti-DNA berikatan dengan conserved nucleid
determinant yang tersebar luas dalam DNA. Walaupun antibodi anti-dsDNA adalah antibodi
yang paling banyak diteliti pada penderita SLE, namun ada antibodi lain yang juga berperan
dalam manifestasi klinis khususnya pada anemia hemolitik autoimun, trombositopenia,
kelainan kulit dan lupus neonates. Antibodi terhadap reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA)
mungkin berperanan penting dalam sistem susunan saraf pusat dari SLE. NMDA adalah asam
amino excitatory yang dikeluarkan oleh sel saraf. Penelitian yang dilakukan oleh Kawal dkk
mendapatkan serum penderita SLE yang mengandung antibodi DNA dan reseptor NMDA
menyebabkan gangguan kognitif dan kerusakan hipokampus. Mereka juga menemukan
antibodi anti reseptor-NMDA pada jaringan otak penderita lupus serebral.2
Beberapa autoantibodi seperti antinuklear, anti-Ro, anti-La dan antifosfolipid pada
umumnya sudah terbentuk beberapa tahun sebelum timbulnya gejala SLE. Autoantibodi yang
lain seperti anti-Sm dan anti-nuklear ribonkleoprotein muncul hanya dalam beberapa bulan
sebelum diagnosis SLE. Sedangkan autoantibodi anti dsDNA berada dipertengahan antara
kedua kelompok autoantibodi tersebut. 2

D. Faktor Lingkungan
25

Agen infeksi seperti virus Epstein-Barr (EBV) mungkin menginduksi respon spesifik
melalui kemiripan molekular (molecular mimicry) dan gangguan terhadap regulasi imun,diet
mempengaruhi produksi mediator inflamasi, toksin/obat-obatan memodifikasi respon sellular
dan immunogenesitas dari self-antigen dan agen fisik/kimia seperti sinar ultraviolet (UV)
dapat menyebabkan inflamasi,memicu apoptosis sel dan menyebabkan kerusakan jaringan.
Pengaruh faktor lingkungan terhadap predisposisi individual sangat bervariasi.Hal ini
mungkin bisa menjelaskan heterogenitas dan adanya periode bergantian antara remisi dan
kekambuhan penyakit ini.2
Radiasi UV bisa mencetuskan dan mengekserbasi ruam fotosensitivitas pada SLE juga
ditemukan bukti bahwa sinar UV dapat merubah struktur DNA yang menyebabkan
terbentuknya autoantibodi. Sinar UV juga bisa menginduksi apoptosis keratinosit manusia
yang menghasilkan blebs nuclear dan autoantigen sitoplasmik pada permukaan sel. 2

4. MANIFESTASI KLINIS

Muskuloskeletal : Mialgia,atralgia,poliartritis yang simetris dan non erosif,


deformitas tangan, miopati/myositis,nekrosis dan iskemia pada tulang. 4

Kulit : Butterfly rash, fenomena Raynaud (gangguan vasospasme pada pembuluh


darah perifer), purpura, urtikaria, alopesia, fotosensitivitas, lesi membrane mukosa
dan vaskulitis. 4

Paru : Pleuritis, lupus pneumonitis, efusi pleura,emboli paru, fibrosis interstitial,


hipertensi pulmonal acute respiratory distress syndrome (ARDS). 4

Kardiologi : Perikarditis,efusi pericardium, infarks miokard, gagal jantung


kongestif, valvulitis. 4

Ginjal : Gagal ginjal, sindrom nefrotik, end-stage renal disease (ESRD). 5

Gastorintestinal : Dispepsia, irritable bowel syndrome (IBS), peningkatan


transaminase, pankreatitis, vaskulitis mesentrika. 4

Neurologi : Gangguan kognitif, gangguan mood, nyeri kepala, kejang, stroke,


transient ischemic attack, epilepsi,hemiparesis, meningitis aseptik, myelitis
transversal, neuropati perifer, miastenia gravis, mononeuritis multipleks. 4

26

Hematologi-limfatik : Limfadenopati, generalisata atau terlokalisir, splenomegali,


hepatomegali,anemia aplastik, anemia penyakit kronis,anemia perniniosa,
leukopenia, limfopenia, trombositopenia, anemia hemolitik, trombosis. 4

Gejala konstitusional : malaise, penurunan berat badan, demam. 4

5. DIAGNOSIS

Berdasarkan kriteria American College Rheumatology (ACR) 1997, diagnosia SLE


dapat ditegakkan dengan 4 atau lebih kriteria dari 11 kriteria :

Malar rash
Discoid rash

Photosensitivity
Oral ulcers
Non erosive
arthritis
Pleuritis/pericarditi
s
Renal disorder

Neurological
disorder

Ruam berupa erithema terbatas, rata atau meninggi, letaknya didaerah


hidung dan pipi.
Lesi ini berupa bercak eritematosa yang meninggi dengan sisik keratin
yang melekat disertai penyumbatan folikel.
Pada lesi yang lama mungkin terbentuk sikatriks.
Terjadi lesi kulit sebagai akibat reaksi abnormal terhadap cahaya
matahari.
Adanya luka dimulut atau nasofaring, biasanya tidak nyeri.
Artritis non-erosif yang mengenai dua sendi perifer ditandai oleh nyeri,
bengkak atau efusi.
Adanya pleuritis dan pericarditis.
Proteinuria yang selalu > 0,5g/hari atau >3+ atau.
Ditemukan sel silider, mungkin eritrosit, hemoglobin, granular, tubular
atau campuran.
Menyebabkan atau kelainan metabolik seperti uremia, ketoasidosis dan
gangguan keseimbangan elektrolit.
27

Haematological
Imunological
disorder

Positive ANA

Psikosis yang timbul spontan tanpa adanya obat-obat yang dapat


menyebabkan atau kelainan metabolic seperti uremia, ketoasidosis dan
gangguan keseimbangan elektrolit.
Anemia hemolitik, Leukopenia, Limpositopenia, Trombositopenia.
Adanya sel LE atau
Anti DNA : antibodi terhadap native DNA dengan titer abnormal atau
Anti Sm : adanya antibodi terhadap antigen inti atau otot polos atau
Uji serologis untuk sipilis yang positif semu selama 7 paling sedikit 6
bulan dan diperkuat oleh uji imobilisasi.
Treponema pallidum atau uji fluoresensi absorbsi antibodi treponema.
Titer abnormal antibodi antinuclear yang diukur dengan cara imuno
fluoresensi atau cara lain yang setara pada waktu yang sama dan
dengan tidak adanya obat-obat yang berkaitan dengan sindroma lupus
karena obat.
Sumber: dikutip dari Roy, Das, Datta; 2010 6

6. DIAGNOSIS BANDING
Drug-induced SLE
DEFINISI: Gambaran klinis dan immunologik yang mirip gejala-gejala Sistemik Lupus
Eritematosus yang di picu oleh pengobatan tertentu seperti procainamide (terbanyak),
hydazaline, isoniazid, chlorpromazine, methydopa, minocycline dan anti-TNF. 7

MANIFESTASI KLINIS: Serositis (paru, perikardium), artralgia dan demam. SSP dan
manifestasi renal jarang ditemukan. 7

DIAGNOSIS:

Antibodi antihistone

Tidak ada antibodi terhadap DNA tubuh

Tidak ada penurunan jumlah sel komplemen

Jarang ditemukan manifestasi renal dan SSP


28

Gejala-gejala yang hilang sejurus pengobatan dihentikan

7. PENATALAKSANAAN

Pengobatan SLE tergantung pada manifestasi klinis

dan tahapan derajat

penyakit.Menurut EULAR ( European League Against Rheumatism) meng-rekomendasi


penggunaan glukokortikoid dan anti-malaria pada pasien-pasien yang tidak mempunyai
manifestasi organ-organ major. NSAIDs juga bermanfaat untuk pengobatan jangka pendek
pada pasien yang tidak mempunyai resistensi atau komplikasi dengan NSAIDs. Penggunaan
immunosuppresan seperti azatioprine, mykofenolate mofetil, methotrexate juga dapat
digunakan pada pasien pada penggunaan jangka masa panjang di mana penggunaan steroid
tidak dapat di turunkan. 4

Anti malaria bisa digunakan dengan memodulasi sistem imun tanpa meng-supresi
imun. Medikasi ini berkesan dalam menghindar dan mengobati ruam lupus, nyeri sendi dan
inflamasi sendi (arthritis). 4

Dukungan psikologis merupakan kebutuhan utama bagi pasien SLE.


Pemberdayaan pasien, keluarga, dan pemberi asuhan memungkinkan kepatuhan dan
kendali personal yang lebih baik terhadap gaya hidup dan penatalaksanaan regimen bagi
mereka.8

29

Nature Review Rheumatology 10, 97-107 (2014)

DAFTAR PUSTAKA
1. Widmsier,Raff,Strang,Vanders Human Physiology, Thirteenth Edition 13th Edition,
New York, 2014,The Mc Graw-Hill Publication.
2. Aru W.Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, Siti
Setiati, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,Jilid II Edisi V,Jakarta Pusat,2009,Interna
Publishing.
3. Fauci,Braunwald, Kasper, Hasuer,Longo, Jamesoon, Loscalzo,Harisonss Manual of
Medicine,Sevententh Edition 17th Edition, 2009, The Mc Graw-Hill Publication.

30

4. Chrisite M Bartels, MD, MS, Daniel Muller, MD, PhD, Herbert S Diamond, MD,
Gino A Farina, MD, FACEP, FAAEM, Eliot Goldberg, MD, Julie Hildebrand, MD,
Richard S Krause, MD, Viraj S Lakdawala, MD, Mark J Leber, MD, MPH, Carlos J
Lozada, MD,Franciso Talavera, PharmD,Phd, Anuritha Tirumani, MD,Systemic
Lupus

Erythematosus,http://emedicine.medscape.com/article/332244-overview.com

USA,Feb 19,2004.
5. Ng. Hui Ping,BSc Pharm, Chloe Lim BSc Pharm, dr. Evaria, Marc Jonelle B.Palay BS
Pharm, Master Index of Medical Specialities, Volume 14, Singapore,2013,MIMS Pte
Ltd.
6. Roy Sree Joya, Das Pratim Partha & Datta Anindita. 2010. SLE in Pregnancy.
dipublikasikan dalam BSMMU Journal 2010.
7. Edward F.Goljan,Rapid Review Pathology, Fourth Edition, 4th Edition, USA, 2013, El
Sevier Saunders.
8. Petri MA, Systemic Lupus Erythematosus: Clinical aspects. In: Koopman WJ.
Editor.Arthritis and Allied conditions. 15th ed. Philadelphia: Lippincott William &
Wilkins. 2005:1473-147411.
9. Nicki R.Colledge, Brian R Walker, Stuart H. Ralston, Davidsons Principles &
Practice of Medicine, 21st Edition, Churhill Livingstone, El Sevier.
10. Kumar, Abbas, Fausto,Aster, Robbins and Cotran Pathologic Basic of Disease, 8 th

Edition, Saunders El Sevier.

31

Anda mungkin juga menyukai