Lapsus SLE Ano
Lapsus SLE Ano
NOVEMBER 2015
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
OLEH:
NAMA
NIM
: C11111844
PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN
NIM
C 111 11 844
Judul Lapsus :
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Makassar, November 2015
Co-Assistant,
Residen pembimbing,
Residen pembacaan,
(dr Cornelia)
: Ny. A
: Perempuan
: 22-04-1997
: Dusun Pakoro
: 658613
: 05/10/2015
: Faranur binti Sabudin
SUBJEKTIF
a. Anamnesis
:Autoanamnesis
b.Keluhan Utama
c. Anamnesis Terpimpin :
Bengkak pada seluruh tubuh dialami sejak 1 bulan terakhir, awalnya bengkak mulai disadari
di bagian kaki yang diikuti bengkak di seluruh tubuh. Pasien sebelumnya dirawat di RSUD
Pinrang selama 2 hari dan dirujuk ke RSWS. Pasien sejak tahun 2014 didiagnosa SLE dan
rutin kontrol di Poli Rhematologi serta mengkonsumsi obat CellCeft sejak April 2014,
namun sudah 20 hari pasien tidak mengkonsumsi Cell Ceft karena sudah tidak ditanggung.
Setelah itu pasien mengkonsumsi Metil Prednisolon 4 mg per 8 jam. Saat ini demam tidak
ada,riwayat demam tidak ada, batuk ada, lendir tidak ada, sesak nafas ada,tidak dipengaruhi
aktifitas dan cuaca, mual dan muntah tidak ada.
BAB; biasa, tidak berwarna hitam
BAK: lancar, volume kesan cukup
Riwayat penyakit sebelumnya :
II. OBJEKTIF
Status Pasien
BB
: 60 kg
TB
: 153 cm
IMT
Tanda vital
60
1.53 2
Tekanan darah
: 160/100mmHg
Nadi
: 80x /menit
Pernapasan
: 20x/menit
Suhu
: 36.8oC
Pemeriksaan Fisik :
Kepala
Ekspresi
Simetris muka
Deformitas
Rambut
: Biasa
: simetris kiri dan kanan,ada Malar Rash,
: Moon Face ada
: Rontok,mudah dicabut
Mata
Eksoptalmus/Enoptalmus
Gerakan
Tekanan bola mata
Kelopak mata
Konjungtiva
Sklera
Kornea
Pupil
: Tidak ada
: Dalam batas normal
: Dalam batas normal
: Edema palpebral ada
: Anemis ada
: Ikterus tidak ada
: Jernih
: Bulat, isokor 2,5mm/2,5mm
Telinga
Tophi
: Tidak ada
Pendengaran
: Dalam batas normal
Nyeri tekan di prosesus mastoideus : Tidak ada
Hidung
Perdarahan
Sekret
: Tidak ada
: Tidak ada
Mulut
Bibir
Gigi geligi
Gusi
Tonsil
Faring
Lidah
Leher
Thoraks
Paru
Inspeksi
Bentuk
Pembuluh darah
Buah dada
Sela iga
Palpasi
Fremitus raba
Nyeri tekan
Perkusi
Paru kiri
Paru kanan
Batas paru-hepar
: Sonor
: Sonor
: ICS VI dekstra anterior
Auskultasi
5
Bunyi pernapasan
: Vesikuler
Bunyi tambahan
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Punggung
Palpasi
Nyeri ketok
: Tidak ada
Auskultasi
Alat Kelamin
Tidak dilakukan pemeriksaan
MCV
MCH
MCHC
PLT
NEUT
LYMPH
MONO
EOS
BASO
Jenis Pemeriksaan
Ureum
Kreatinin
FAAL
SGOT
HEMOSTATIS SGPT
Albumin
ELEKTROLIT Natrium
Kalium
DARAH
Klorida
Hasil
6.7x103/uL
2.53x106/uL
7.2 g/dL
21.0 %
83 fl
28.3 pg
34.2 g/dl
47x103/uL
1.72
3.60
1.37
0.02
0.03
Hasil
79 mg/dL
2.65 mg/dL
21 U/L
7 U/L
1.9 gr/dL
136 mmol/L
6.4 mmol/L
119 mmol/L
Nilai Rujukan
4 - 10 x 103/uL
46 x 106/uL
12 - 16 g/dL
37 48 %
80 - 100 pl
27 - 32 pg
32 - 36 g/dl
150 - 400 x 103/uL
2.00-7.50
1,00 4,00
0,20-1,00
0,00-0,50
0,00 0,20
Nilai Rujukan
10-50 mg/dL
< 1.1 mg/dL
5U/L-40 U/L
7U/L-56 U/L
3.0gr/dL-5.0gr/dL
136-145 mmol/L
3.5-5.1 mmol/L
97-111 mmol/L
Pulmo normal
Hepatomegaly
III. ASSESSMENT
Sistemik Lupus Eritematosus
Anemia normositik normokrom
Nefritik Lupus
Hipoalbuminea
Hipertensi grade 2
Hiperkalemia
IV. PLANNING
Non-farmakologi :
Farmakologi :
Metilprednisolon 4mg/8jam/oral
lansoprazole 30mg/12jam/oral
Amlodipine 5 mg/24jam/oral
Furosemide 20 mg/12jam/iv
Rencana Pemeriksaan :
Diagnostik
ANA Test
Protein Esbach
Urinalisa
Monitoring
Darah rutin
Kimia darah
8
V.
Elektrolit darah
Albumin
PROGNOSIS
Ad Functionam
: Dubia
Ad Sanationam
: Dubia
Ad Vitam
: Dubia
VI. FOLLOW UP
TANGGAL
PERJALANAN PENYAKIT
05/10/2015 Perawatan hari-1
INSTRUKSI DOKTER
P:
Setelah
itu
pasien
Metilprednisolon
4mg/8jam/oral
Furosemide 20mg/12jam/iv
Lansoprazole
30mg/12jam/oral
Amlodipine 5 mg/24jam/oral
(1 bag/hari)
Rencana Pemeriksaan :
O:
Protein Esbach
SS/GC/CM
Urinalisa
ANA Test
N : 80 x/menit
P : 20 x/menit
S : 36.7 C
Anemia ada, Ikterus tidak
Malar rash, Moon Face ada
DVS R+0 cmH2O, Normothorax
BP : Vesikuler,
BT : BJ : I/II murni regular, bising
Rencana
pemberian
kloroquin
tidak ada
Abd : Cembung,ikut gerak nafas,
peristaltik positif kesan normal,
A:
06/10/2015
Perawatan hari-2
S : Pasien masih merasa lemas dan sesak .
Bengkak
seluruh
tubuh
masih
ada
P:
muntah
tidak
ada.
Lemah
ada,
cannule
Metilprednisolon
4mg/8jam/oral
O:
SS/GC/CM
N : 120 x/menit
P : 24 x/menit
S : 36.3 C
Anemia ada, Ikterus tidak
Malar rash, Moon Face, alopecia
areata
DVS R+0 cmH2O,Normothorax
BP : Vesikuler
BT : BJ : I/II murni regular, bising
tidak ada
Abd : Cembung,ikut gerak nafas,
Kloroquin
150mg/24jam/oral
Lansoprazole
30mg/12jam/oral
Furosemide 20mg/12jam/iv
Amlodipine 5mg/24jam/oral
Transfusi 2 PRC
2
bag/hari
A:
07/10/2015
Tunggu
hasil
urinalisa,
Kontrol elektrolit
Methyl
prednisolone
mg/8jam/oral
Herbesser
(diltiazem)
100mg/24jam/oral
Perawatan hari-3
S : Pasien masih merasa lemas dan sesak .
Ada muntah darah tadi malam. Bengkak
seluruh tubuh masih ada. Sesak tidak
11
P:
Protein= +3
Blood= +3
Urine esbach:
3.5 gr/1300 cc
(1 botol/hari)
Lab
Hb: 7.1
Platelet: 88 x 10^3
Albumin:2.4
Na/K/Cl: 131/6.3/114
O:
SS/GC/CM
TD : 160/100 mmHg
N : 120 x/menit
P : 24 x/menit
: 36.3 C
Metilprednisolon
8mg/8jam/oral
Lansoprazole
30mg/12jam/oral
Furosemide 20mg/12jam/iv
Kloroquin
150mg/24jam/oral
Diltiazem 100mg/24jam/oral
Kalitake 1 sachet/oral
Transfusi 2 PRC
(1 kantong/hari)
areata
tidak ada
Abd : Cembung,ikut gerak nafas,
Rencana Pemeriksaan :
Periksa
LED,Coombs
ruam kehitaman
Test,
retikulosit.
Fe,TIBC,ADT,
Plan:
amlodipine
10
mg/24jam/oral
12
A:
08/10/2015
Perawatan hari-4
S : Pasien masih merasa lemas dan sesak . P :
ada muntah darah 2 hari sebelumnya. Hasil
Metilprednisolon
8mg/8jam/oral
Furosemide 20mg/12jam/iv
Kloroquin tab
250 mg/24jam/oral
Lansoprazole
30mg/12jam/oral
Retikulosit: 2.54
O:
Ferritin:>1200
CoombS test: negative
Diltiazem 100mg/24jam/oral
Amlodipine
SS/GC/CM
TD : 130/70 mmHg
Kalitake 1 sachet/8jam/oral
N : 104 x/menit
Transfusi 2 PRC
P : 20 x/menit
10mg/24jam/oral- tunda
(1 kantong/hari)
: 36.3 C
13
Rencana Pemeriksaan :
areata
tidak ada
Abd : Cembung,ikut gerak nafas,
koreksi
Rencana biopsi ginjal
Periksa darah rutin
A:
09/10/2015
Perawatan hari-5
S : Pasien masih lemas dan sesak . Hasil Hb P :
7.2gr/dL menurun ke 7.1gr/dL. Sudah
protein
dan
Transfusi
albumin
25%
tinggi
rendah garam
Diet
Metilprednisolon
8mg/8jam/oral
Lanprazole 30mg/12jam/oral
14
Kloroquin
250mg/24jam/oral
O:
Furosemide 20mg/12jam/iv
SS/GC/CM
TD : 130/60 mmHg
N : 96 x/menit
P : 24 x/menit
Diltiazem 100mg/24jam/oral
: 36.5 C
Transfusi 2 PRC
areata
DVS R+0 cmH2O,Normothorax
BP : Vesikuler
BT : BJ : I/II murni regular, bising
Amlodipine
10mg/24jam/oral- tunda
(1 bag/hari)
Premedikasi:
Difenhidramin 1 amp/iv
Furosemide 1 amp/iv
tidak ada
Abd : Cembung,ikut gerak nafas, Rencana Pemeriksaan :
peristaltik positif kesan normal,
A:
Kontrol elektrolit
15
RESUME
Pasien, perempuan, berumur 18 tahun, masuk Rumah Sakit dengan keluhan utama
bengkak pada seluruh tubuh dialami sejak 1 bulan terakhir, awalnya bengkak mulai disadari
di bagian kaki yang diikuti bengkak di seluruh tubuh. Pasien sebelumnya dirawat di RSUD
Pinrang selama 2 hari dan dirujuk ke RSWS. Pasien sejak tahun 2014 didiagnosa SLE dan
rutin kontrol di Poli Rhematologi serta mengkonsumsi obat CellCeft sejak April 2014,
namun sudah 20 hari pasien tidak mengkonsumsi Cell Ceft karena sudah tidak ditanggung.
Setelah itu pasien mengkonsumsi Metil Prednisolon 4 mg per 8 jam. Saat ini demam tidak
ada,riwayat demam tidak ada, batuk ada, lendir tidak ada, sesak nafas ada,tidak dipengaruhi
aktifitas dan cuaca, mual dan muntah tidak ada.
BAB; biasa, tidak berwarna hitam
BAK: lancar, volume kesan cukup
Dari pemeriksaan fisik diperoleh tekanan darah 160/100, nadi 80 x/menit, pernapasan
20 x/menit, suhu 36.8oC. Anemis ada, ikterus tidak ada. Tampak malar rash simetris kiri dan
kanan pipi. Kelihatan pergerakan dada simetris pada periksa pandang. Tidak ada bunyi
tambahan pernafasan . Pada pasien didapatkan edema pretibial pada ekstremitas dan tampak
ruam kehitaman pada ekstremitas.
Pemeriksaan penunjangnya dari laboratorium, mendapatkan nilai Hb sedikit rendah
7.2 gr/dL, SGOT/SGPT normal 21 u/L: 7 u/L dan albumin yang rendah 1.9 mg/dL. Hasil
ureum 79 u/L dan creatinine 2.65 u/L. Hal ini menunjukkan pasien mengalami anemia,
hipoalbunimea , dan peningkatan ureum dan kreatinin. Hasil urinalisa proteinuria 3+, lab
protein Esbach 3.5 gr/1300ml. Pasien mengalami proteinuria. Dari hasil foto thorax
didapatkan pulmo normal dan elevasi diafragma. Dan hasil USG didapatkan efusi pleura
minimal sinistra.
16
17
DISKUSI KASUS
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah penyakit rematik autoimun yang ditandai
adanya inflamasi tersebar luas, yang mempengaruhi setiap organ atau sistem dalam tubuh.
Penyakit ini berhubungan dengan deposisi autoantibodi dan kompleks imun, sehingga
mengakibatkan kerusakan jaringan. 2
Dari hasil anamnesis, pasien masuk dengan keluhan bengkak pada seluruh tubuh.
Bengkak pada seluruh tubuh bisa terjadi pada infeksi, malignansi, penyakit jantung, kelainan
endokrin, kelainan neurologik atau kelainan pada organ-organ vital termasuklah kesan
samping pengobatan, selain ditemukan gejala lemas.Gejala lemas yang disertai penurunan
berat badan bisa diakibatkan oleh infeksi, gejala lemas yang disertai sesak nafas bisa
diakibatkan oleh kelainan jantung, paru atau ginjal. Gejala lemas yang disertai nyeri sendi
bisa disebabkan oleh kelainan sendi. Gejala lemas yang terjadi cepat bisa dalam beberapa
minggu ke beberapa bulan bisa disebabkan oleh sesuatu infeksi atau malignansi dan gejala
lemas yang berlaku secara progresif bisa disebabkan oleh kegagalan organ atau kelainan
endokrin. 3
Pasien juga datang ke rumah sakit dengan keluhan munculnya ruam kehitaman di
daerah wajah yang meluas ke ekstremitas.Awalnya ruam pada wajah berwarna merah yang
bila makin lama makin merah bila terkena cahaya matahari. Kemudian secara perlahan-lahan
ruam pada wajah makin lama makin lama menghitam dan menjalar ke lengan. Gejala ruam
bisa disebabkan oleh beberapa faktor. Contohnya adalah infeksi Rubella, sindrom toksik,
gejala sekunder sifilis, reaksi hipersensitiviti, kandidiasis, kriptokokus dan lain-lain. 9
Dari hasil anamnesis juga didapatkan pasien mengeluh adanya pembesaran perut dan
pembengkakkan pada ekstremitas kanan dan kiri. Pembesaran perut (ascites) bisa didapatkan
pada proses eksudasi (tinggi protein) atau transudasi (rendah protein). Pada penyebab
eksudasi bisa didapatkan sesuatu karsinoma atau tuberkulosis. Namun pada karsinoma ascites
disertai penurunan berat badan dan hepatomegali. Pada tuberkulosis didapatkan ascites
dengan penurunan berat badan dan demam. Pada penyebab transudasi bisa didapatkan sirosis
hati, kegagalan ginjal atau nefrotik sindrom atau kongestif jantung.Pada sirosis hati
didapatkan ascites yang disertai juga hepatomegali, splenomegali dan spider nevi. Pada
sesuatu kegagalan ginjal atau sindrom nefrotik adanya ascites dan edema yang menyeluruh.
18
Pada penyakit jantung kongestif bisa didapatkan ascites disertai edema perifer dan
peningkatan DVS. 9
Edema adalah sesuatu akumulasi cairan interstitial pada ruang ekstraselular. Proses
akumulasi cairan ini berasal dari disrupsi dari tekanan Starling yang mengakibatkan transit
cairan di kapiler. Antara penyebab terjadinya edema adalah peningkatan total cairan
ekstraselular yang bisa diakibatkan oleh penyakit jantung kongestif, kegagalan ginjal atau
kelainan hipovolemik lainnya seperti iatrogenik, Conns sindrom. Selain itu, penyebab edema
bisa diakibatkan dari tekanan venous lokal yang tinggi. Hal ini biasa didapatkan pada deep
vein thrombosis atau insufisiensi venous. Tekanan onkotik yang rendah juga bisa
menyebabkan edema. Hal ini biasa didapatkan pada sindrom nefrotik, kegagalan hati atau
malnutrisi/malabsorpsi. Penyebab lain pada edema adalah peningkatan permeabilitas kapiler
pada proses-proses inflamasi, infeksi atau berhubung penggunaan obat seperti obat hipertensi
golongan Calcium Channel Blockers. Obstruksi limfatik juga mengakibatkan edema seperti
infeksi filariasis, limfogranuloma venerum, malignansi, radiasi atau abnormalitas kongenital.
9
Pasien juga mengeluh nyeri otot, tulang dan sendi. Nyeri otot bisa didapatkan pada
proses inflamatori seperti polimiositis, dermatomiositis atau miositis. Selain itu, kelainan
endokrin juga bisa mengakibatkan nyeri otot seperti hipotirodism, hipertirodism,
osteomalasia, Cushing sindrom atau Addisons disease.Kelainan metabolik juga bisa
mengakibatkan nyeri otot seperti hypokalemia, defisiensi karnitin atau defisiensi
fosfofruktokinase. Penggunaan obat/toksin bisa menyebabkan nyeri otot seperti alkohol,
kokain, statin, penicillamine atau zidovuzine. Infeksi virus seperti HIV, cytomegalovirus atau
infeksi bakteri seperti tuberkulosis, staphylococci. Infeksi jamur juga bisa mengakibatkan
nyeri otot seperti schitosomiasis, toxoplasmosis dan lain-lain.Nyeri sendi bisa diakibatkan
oleh proses inflamatori atau non-inflamatori. Proses inflamatori bisa disebabkan oleh
osetoeartritis, trauma dan lain-lain. Manakala proses non inflamatori bisa disebabkan oleh
septik artritis, gout atau pseudogout.9
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan rambut rontok atau alopecia areata melalui tes
hair pulling pada pasien.Alopecia areata bisa terjadi pada rambut kepala, alis mata, bulu mata
dan jenggot. Gejala rambut rontok ini bisa diakibatkan oleh kelainan autoimun lainnya, atopi
atau Downs syndrome. Pada pasien juga didapatkan manifestasi malar rash yang simetris kiri
19
dan kanan pipi. Pada pemeriksaan mata didapatkan konjuktiva pucat tanpa sklera yang
ikterik. Konjuktiva pucat menunjukkan terdapatnya anemia pada pasien dan gejala-gejala
yang bisa timbul akibat anemia adalah lemas, sesak nafas, sakit kepala dan lain-lain.9
Pada pemeriksaan paru, tidak ada bunyi tambahan pernafasan ,maupun penurunan
bunyi nafas pada kedua hemitoraks. Penurunan bunyi pernapasan pada thorax bisa
disebabkan oleh adanya proses eksudasi atau transudasi atau udara pada ruang
pleura.Eksudasi pada cairan pleura bisa disebabkan oleh sesuatu proses infeksi seperti
tuberkulosis, malignansi, penyakit gastrointestinal dan lain-lain. Eksudasi bisa didapatkan
peningkatan lebih 2/3 LDH cairan pleura dari serum LDH atau rasio LDH >0.6 atau protein
cairan pleura >0.5 dari serum protein. Transudasi pada cairan pleura bisa disebabkan oleh
penyakit jantung, sirosis, sindrom nefrotik dan lain-lain. Udara pada cairan pleura bisa
disebabkan oleh proses primer yang spontan tanpa trauma dan penyakit atau proses sekunder
disebabkan sesuatu penyakit seperti PPOK atau trauma.3
Pada pemeriksaan abdomen didapatkan pada pitting edema pada ekstremitas kiri dan
kanan. Pitting edema adalah akumulasi cairan interstitial pada ruang ekstraselular yang
memberi indentasi bila tekanan diberikan.9
Berdasarkan hasil pemeriksaan lab didapatkan nilai Hb sedikit rendah 7.2 gr/dL yang
menunjukkan bahwa pasien mengalami anemia. Anemia bisa disebabkan oleh kerusakan
sumsum tulang, kekurangan zat besi, kurangnya stimulasi yang bisa disebabkan oleh kelainan
metabolik,
inflamasi
dan
penyakit
renal,
kehilangan
darah,
penyakit
autoimun,
hemoglobinopati dan lain-lain. Pada pasien dianjurkan melakukan Coombs Tes dan
pemeriksaan nilai Fe, TIBC bagi menilai tipe anemia yang ada pada pasien.2 9
SGOT/SGPT normal 21 u/L: 7 u/L dan albumin yang rendah 1.9 mg/dL. Peningkatan
enzim transaminase bisa disebabkan oleh hepatoselular nekrosis, obstruksi cairan hempedu,
kolestatik, sirosis dan penyakit infiltratif. Nilai SGPT lebih spesifik dalam menilai kelainan
pada hati berbanding nilai SGOT yang normalnya bisa didapatkan di otot dan organ lain.
Hasil urinalisa didapatkan protein 3+ dan urine Esbach 3.5 gr/130 ml. Hipoalbuminea dan
protein dalam urin menunjukkan bahwa pasien juga mengalami manifestasi ginjal melalui
proses kebocoran protein di filtrasi glomerular di ginjal.Proteinuria bisa didapatkan pada
pasien yang mengalami glomerulonephritis atau vaskulitis. 3
Berdasarkan
kriteria untuk klasifikasi SLE dimana bila didapatkan 4 kriteria atau lebih,maka diagnosis
20
SLE dapat ditegakkan. Pada pasein ini bisa ditegakkan 4 kriteria yaitu terdapat rambut rontok
atau alopecia areata melalui tes hair pulling. Alopecia areata diakibatkan oleh komplikasi
ruam diskoid kronis pada kulit kepala (scalp). Didapatkan juga malar rash pada sekitar
daerah pipi dan tampak ruam kehitaman pada ekstremitas kiri dan kanan.Pasien juga
mengalami fotosensitifitas yang dapat ditegakkan melalui autoanamnesis. Awalnya ruam
pada wajah berwarna merah yang bila makin lama makin merah bila terkena cahaya matahari.
Kemudian secara perlahan-lahan ruam pada wajah makin lama makin lama menghitam dan
menjalar ke lengan. Sinar UV bisa memodulasi respon imun seperti mengaktivasi keratinosit
untuk memproduksi IL-1 (pro inflamasi). Terdapat juga tanda-tanda yang ditemukan hasil
dari hipersensitivitas sel T dan B dan inefektifitas regulasi dari antigen-antigen. Hal ini
menyebabkan sel-sel tubuh mudah teraktivasi oleh antigen-antigen.10
Kriteria ketiga adalah kelainan renal pada pasien.Pasien yang didiagnosa hipertensi
grade 1 bisa diakibatkan oleh kelainan pada ginjal. Hal ini dapat ditegakkan bila terdapat
hipoalbuminea dan protein dalam urin menunjukkan bahwa pasien juga mengalami
manifestasi ginjal melalui proses kebocoran protein di filtrasi glomerular di ginjal.
Proteinuria merupakan tanda khas dari nefritik.Kriteria keempat pada pasien adalah artiritis.
Artiritis pada pasien lupus dapat berupa nyeri beberapa sendi periferal, bengkak, efusi pada
sekitar sendi yang terlibat tanpa menimbulkan deformitas.10
Diagnosis
lupus
eritematosus sistemik
dapat
diperkuat
dengan pemeriksaan
spesifik untuk menilai kadar autoimun pada pasien. Antinuclear antibodies (ANAs)
dianggap
positif
pada
pasien
dengan SLE
bila
ditemukan
titer
tinggi (>1:160)
Metilprednisolon 8mg/8jam/oral
Lansoprazole 30mg/12jam/oral
21
Furosemide 20mg/12jam/iv
Amlodipine 5mg/24jam/oral
Kalitake 1 sachet/8jam/oral
Pasien diberikan oksigen via nasal kanul untuk memaksimalkan oksigen dalam udara
yang diinspirasi oleh pasien agar dapat memenuhi kebutuhan sel-sel tubuh. lansoprazole
bekerja sebagai proton pump inhibitor yang mengikat pada H+/K+ ATPase (proton pump)
pada sel parietal lambung yang menghambat pengeluaran asam lambung yang mengurangi
nyeri ulu hati pada pasien. 4
Metilprednisolon diberikan pada pasien untuk mengurangi proses inflamasi dan
mengurangi pembengkakan dengan bekerja mengontrol sintesis protein, meng-supres migrasi
polimorfonuklear leukosit (PMN) dan fibroblast. Metilprednisolon yang merupakan golongan
glukokortikoid bekerja mengurangi permeabilitas kapiler dan meng-stabilkan lysosome pada
sel. Golongan glukokortikoid ini juga bekerja dalam memodulasi metabolisme karbohidrat,
protein, lipid dan cairan dan elektrolit. 4
Furosemide adalah golongan diuretik loop yang menghambat reabsorbsi sodium dan
klorida pada proximal dan distal renal tubules dan Henle loop. Obat ini bekerja dengan
menghambat sistem co-transport klorida yang menyebabkan peningkatan air, kalsium,
magnesium, sodium dan klorida.Pada pasien diberikan obat ini bagi mengurangi edema pada
pasien.4
Amlodipin adalah obat hipertensi golongan Calcium Channel Blocker yang
mengurangi tekanan darah dengan cara mendilatasi otot polos jantung dan periferal. Obat ini
bekerja dengan meng-inhibisi ion kalsium dari masuk ke select voltage-sensitive channels
semasa proses depolarisasi. Amlodipin dapat meng-inhibisi proses depolarisasi.4
Pasien dinasihatkan untuk menghindari cahaya matahari dan mengamalkan diet
tinggi protein ,rendah kalium dan rendah garam.
22
1. DEFINISI
Sistemik Lupus Eritematosus adalah penyakit rematik autoimun yang ditandai adanya
inflamasi tersebar luas yang mempengaruhi setiap organ atau sistem dalam tubuh. Penyakit
ini berhubungan dengan deposisi autoantibodi dan kompleks imun sehingga mengakibatkan
kerusakan jaringan. 2
2. EPIDEMIOLOGI
Dalam 30 tahun terakhir,SLE telah menjadi salah satu penyakit reumatik utama di
dunia. Prevalensi SLE diberbagai negara sangat bervariasi. Prevalensi pada berbagai populasi
yang berbeda-beda bervariasi antara 2.9/100,000 400/100,000. SLE lebih sering ditemukan
pada ras tertentu seperti bangsa negro,Cina dan mungkin juga Filipins. Terdapat juga tendensi
familial. Faktor ekonomi dan geografi tidak mempengaruhi distribusi penyakit. Penyakit ini
dapat ditemukan pada semua usia,tetapi paling banyak pada usia 15-40 tahun (masa
23
reproduksi). Frekuensi pada wanita dibandingkan dengan frekuensi pada pria berkisar antara
(5,5-9) : 1. Pada lupus eritematosus yang disebabkan obat (drug-induced LE) rasio ini lebih
rendah yaitu 3:2. Insidensi di Yogyakarta antara tahun 1983-1986 ialah 10.1 per 10,000
perawatan (Purwanto,dkk). Di Medan antara tahun 1980-1986 didapatkan insidensi sebesar
1.4 per 10.000 perawatan (Tarigan).2
3. FAKTOR RISIKO
A. Faktor Genetik
Banyak gen yang berkontribusi terhadap kepekaan penyakit. Elemen genetik yang
paling banyak diteliti kontribusinya terhadap SLE ada manusia adalah gen dari Kompleks
Histokompatibilitas Mayor (MHC). Penelitian populasi menunjukkan bahwa kepekaan
terhadap SLE melibatkan polimorfisme dari gen HLD (human leucocyte antigen) kelas II.
Selain itu banyak gen non-MHC polimorfik yang dilaporkan berhubungan dengan
SLE,termasuk gen yang mengkode mannose binding protein (MBP), TNF-alpha,reseptor sel
T, interleukin 6,CR1,immunoglobulin Gm dam Km allotypes dan heat shock protein 70
(HSP70).Penemuan daerah kromosom yang multiple (multiple chromosome regions) sebagai
risiko berkembangnya SLE, mendukung pendapat bahwa SLE merupakan penyakit
poligenik.2
B. Faktor Hormonal
Metabolisme estrogen yang abnormal telah ditunjukkan pada kedua jenis kelamin, dimana
peningkatan hidroksilasi 16a dari estron mengakibatkan peningkatan yang bermakna
konsentrasi 16a hidroksiestron. Metabolit 16a lebih kuat dan merupakan feminising estrogen.
Perempuan dengan SLE juga mempunyai konsentrasi androgen plasma yang rendah termasuk
testosterone, dehidrotestosteron, dehidroepiandrosterono (DHEA) dan dehidroepiandrosteron
sulfat (DHEAS). Abnormalitas ini mungkin disebabkan oleh peningkatan aktivitas aromatase
jaringan. Konsentrasi androgen berkorelasi negative dengan aktivitas penyakit. Konsentrasi
testosterone plasma yang rendah dan meningkatnya konsenstrasi luetenising hormone (LH)
ditemukan pada beberapa penderita SLE laki-laki. Jadi estrogen yang berlebihan dengan
aktivitas hormone androgen yang tidak adekuat pada laki-laki maupun perempuan mungkin
bertanggungjawab terhadap perubahan respon imun. Konsentrasi progesterone didapatkan
lebih rendah pada penderita SLE perempuan dibandingkan dengan kontrol sehat. 2
24
Prolactin (PRL) adalah hormone yang terutama berasal dari kalenjar hipofise anterior,
diketahui menstimulasi respon imun humoral dan selular yang diduga berperanan dalam
patogenesis SLE. Selain kalenjar hipofise, sel-sel sistem imun juga mampu mensintesis PRL.
Fungsi PRL menyerupai sitokin yang mempunyai aktivitas endokrin, parakrin dan autokrin.
PRL diketahui menstimulasi sel T, sel natural killer (NK), makrofag, neutrophil, sel
haemopoetik CD34+ dan sel dendritik presentasi antigen. Hormon dari sel lemak yang diduga
terlibat dalam patogenesis SLE adalah leptin. 2
C. Autoantibodi
Antibodi ini ditujukan kepada self molecules yang terdapat pada nukleus, sitoplasma,
permukaan sel dan juga terhadap molekul terlarut seperti IgG dan faktor koagulasi. Antibodi
antinuclear (ANA) adalah antibodi yang paling banyak ditemukan pada penderita SLE dan
anti-Sm antibodi merupakan antibodi yang spesifik untuk SLE sehingga dimasukkan dalam
kriteria klasifikasi dari SLE. Antigen Sm merupakan suatu small nuclear ribonucleoprotein
(snRNP) terdiri dari rangkaian uridine yang kaya molekul RNA berikatan dengan kelompok
protein ini dan protein lain yang berhubungan dengan RNA. Anti-Sm antibodi berikatan
dengan protein inti anRNP sedangkan antibodi anti-DNA berikatan dengan conserved nucleid
determinant yang tersebar luas dalam DNA. Walaupun antibodi anti-dsDNA adalah antibodi
yang paling banyak diteliti pada penderita SLE, namun ada antibodi lain yang juga berperan
dalam manifestasi klinis khususnya pada anemia hemolitik autoimun, trombositopenia,
kelainan kulit dan lupus neonates. Antibodi terhadap reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA)
mungkin berperanan penting dalam sistem susunan saraf pusat dari SLE. NMDA adalah asam
amino excitatory yang dikeluarkan oleh sel saraf. Penelitian yang dilakukan oleh Kawal dkk
mendapatkan serum penderita SLE yang mengandung antibodi DNA dan reseptor NMDA
menyebabkan gangguan kognitif dan kerusakan hipokampus. Mereka juga menemukan
antibodi anti reseptor-NMDA pada jaringan otak penderita lupus serebral.2
Beberapa autoantibodi seperti antinuklear, anti-Ro, anti-La dan antifosfolipid pada
umumnya sudah terbentuk beberapa tahun sebelum timbulnya gejala SLE. Autoantibodi yang
lain seperti anti-Sm dan anti-nuklear ribonkleoprotein muncul hanya dalam beberapa bulan
sebelum diagnosis SLE. Sedangkan autoantibodi anti dsDNA berada dipertengahan antara
kedua kelompok autoantibodi tersebut. 2
D. Faktor Lingkungan
25
Agen infeksi seperti virus Epstein-Barr (EBV) mungkin menginduksi respon spesifik
melalui kemiripan molekular (molecular mimicry) dan gangguan terhadap regulasi imun,diet
mempengaruhi produksi mediator inflamasi, toksin/obat-obatan memodifikasi respon sellular
dan immunogenesitas dari self-antigen dan agen fisik/kimia seperti sinar ultraviolet (UV)
dapat menyebabkan inflamasi,memicu apoptosis sel dan menyebabkan kerusakan jaringan.
Pengaruh faktor lingkungan terhadap predisposisi individual sangat bervariasi.Hal ini
mungkin bisa menjelaskan heterogenitas dan adanya periode bergantian antara remisi dan
kekambuhan penyakit ini.2
Radiasi UV bisa mencetuskan dan mengekserbasi ruam fotosensitivitas pada SLE juga
ditemukan bukti bahwa sinar UV dapat merubah struktur DNA yang menyebabkan
terbentuknya autoantibodi. Sinar UV juga bisa menginduksi apoptosis keratinosit manusia
yang menghasilkan blebs nuclear dan autoantigen sitoplasmik pada permukaan sel. 2
4. MANIFESTASI KLINIS
26
5. DIAGNOSIS
Malar rash
Discoid rash
Photosensitivity
Oral ulcers
Non erosive
arthritis
Pleuritis/pericarditi
s
Renal disorder
Neurological
disorder
Haematological
Imunological
disorder
Positive ANA
6. DIAGNOSIS BANDING
Drug-induced SLE
DEFINISI: Gambaran klinis dan immunologik yang mirip gejala-gejala Sistemik Lupus
Eritematosus yang di picu oleh pengobatan tertentu seperti procainamide (terbanyak),
hydazaline, isoniazid, chlorpromazine, methydopa, minocycline dan anti-TNF. 7
MANIFESTASI KLINIS: Serositis (paru, perikardium), artralgia dan demam. SSP dan
manifestasi renal jarang ditemukan. 7
DIAGNOSIS:
Antibodi antihistone
7. PENATALAKSANAAN
Anti malaria bisa digunakan dengan memodulasi sistem imun tanpa meng-supresi
imun. Medikasi ini berkesan dalam menghindar dan mengobati ruam lupus, nyeri sendi dan
inflamasi sendi (arthritis). 4
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Widmsier,Raff,Strang,Vanders Human Physiology, Thirteenth Edition 13th Edition,
New York, 2014,The Mc Graw-Hill Publication.
2. Aru W.Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, Siti
Setiati, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,Jilid II Edisi V,Jakarta Pusat,2009,Interna
Publishing.
3. Fauci,Braunwald, Kasper, Hasuer,Longo, Jamesoon, Loscalzo,Harisonss Manual of
Medicine,Sevententh Edition 17th Edition, 2009, The Mc Graw-Hill Publication.
30
4. Chrisite M Bartels, MD, MS, Daniel Muller, MD, PhD, Herbert S Diamond, MD,
Gino A Farina, MD, FACEP, FAAEM, Eliot Goldberg, MD, Julie Hildebrand, MD,
Richard S Krause, MD, Viraj S Lakdawala, MD, Mark J Leber, MD, MPH, Carlos J
Lozada, MD,Franciso Talavera, PharmD,Phd, Anuritha Tirumani, MD,Systemic
Lupus
Erythematosus,http://emedicine.medscape.com/article/332244-overview.com
USA,Feb 19,2004.
5. Ng. Hui Ping,BSc Pharm, Chloe Lim BSc Pharm, dr. Evaria, Marc Jonelle B.Palay BS
Pharm, Master Index of Medical Specialities, Volume 14, Singapore,2013,MIMS Pte
Ltd.
6. Roy Sree Joya, Das Pratim Partha & Datta Anindita. 2010. SLE in Pregnancy.
dipublikasikan dalam BSMMU Journal 2010.
7. Edward F.Goljan,Rapid Review Pathology, Fourth Edition, 4th Edition, USA, 2013, El
Sevier Saunders.
8. Petri MA, Systemic Lupus Erythematosus: Clinical aspects. In: Koopman WJ.
Editor.Arthritis and Allied conditions. 15th ed. Philadelphia: Lippincott William &
Wilkins. 2005:1473-147411.
9. Nicki R.Colledge, Brian R Walker, Stuart H. Ralston, Davidsons Principles &
Practice of Medicine, 21st Edition, Churhill Livingstone, El Sevier.
10. Kumar, Abbas, Fausto,Aster, Robbins and Cotran Pathologic Basic of Disease, 8 th
31