Anda di halaman 1dari 12

Teknologi Plasma

Konsep dasar alat pengolah limbah cair berbasis teknologi plasma adalah memanfaatkan
teknologi proses oksidasi lanjutan (advanced oxidation process) yang menggabungkan teknologi
radiasi sinar ultraviolet, ozon, dan plasma. Plasma sendiri adalah zat keempat di samping zat
klasik: padat, cair, dan gas. Penemuan ini pertama kali dinyatakan oleh peneliti Amerika. Plasma
bisa dibuat dengan mudah memanfaatkan tegangan listrik. Kembali ke alat pengolah limbah cair
berbasis teknologi plasma tadi. Di dalam reaktor plasma yang disebut ozonized water, terjadi
proses pelarutan gas ozon dalam air. Ozon ini kemudian membunuh dan mengurai bakteri dalam
air sehingga air menjadi bersih, jernih, dan bebas polutan. Jadi untuk menjernihkan air limbah
menggunakan alat ini, pertama air limbah diserap melalui pompa air lalu dimasukkan ke dalam
reaktor plasma. Ada dua jalur dalam reaktor plasma tersebut, yaitu jalur aliran gas dan aliran air.
Jalur aliran gas digunakan untuk mengalirkan oksigen sehingga air dapat terionisasi dan
menghasilkan radikal bebas. Ion ini yang akan membantu penguraian polutan dari air limbah.
Alat pengolah air limbah ini cocok digunakan di pabrik-pabrik sehingga kegiatan industri mereka
tidak menyisakan limbah cair yang berbahaya bagi lingkungan dan penduduk sekitar.
Mekanisme Teknologi Plasma
Plasma dalam teknologi plasma dapat didefinisikan sebagai gas yang terionisasi, terdiri
dari partikel neutron, ion positif, ion negatif dan elektron yang merespon secara kuat medan
magnetik. Plasma juga dapat dikatakan sebagai atom yang kehilangan elektron karena beberapa
atau semua elektron di orbit atom terluar telah terpisah dari atom atau molekul. Hasilnya adalah
sebuah koleksi ion dan elektron yang tidak lagi terikat satu sama lain. Untuk menghilangkan
elektron dari atom dibutukakan suatu energi, energi tersebut berasal dari panas, listrik ataupun
cahaya. Partikel-partikel ini terionisasi (bermuatan) sehingga terbentuklah plasma.
Berdasarkan temperaturnya, plasma dapat dikategorikan menjadi:
1. Plasma termal : Telektron ~ Tgas
Suhu elektron dan gas berada dalam keadaan kesetimbangan (quasi-equilibrium) akibat
pemanasan Joule (Joule heating).
Contoh: plasma matahari

2. Plasma non-termal: Telektron > Tgas


Telektron ~ 1 eV (~ 10000 K); T ~ suhu ruang
Contoh: Aurora borealis
Teknologi plasma memiliki beberapa keunggulan diantaranya: plasma merupakan teknologi
yang ramah lingkungan, murah dan mudah, dan dapat digunakan berkali-kali. Terdapat beberapa
aplikasi plasma yang telah dikenal luas diantaranya teknologi plasma dalam AC, teknologi plsma
pada TV, teknologi plasma pada pengolahan sampah, dan teknologi plasma sebagai cleaning
technology.
Teknologi Plasma Sebagai Cleaning Technology

Cleaning Technology with Plasma


Aplikasi teknologi plasma sebagai cleaning technology merupakan salah satu aplikasi yang erat
kaitannya dengan Teknik Kimia. Sebagai mana kita ketahui, efek negatif dari perkembangan
industri adalah munculnya polusi yang menyebabkan kerusakan alam. Di sinilah teknologi
plasma dapat berperan sebagai salah satu teknologi untuk membersihkan limbah yang dihasilkan
oleh suatu industri. Aplikasi teknologi plasma dapat menghilangkan polutan dalam limbah
bahkan dapat menghasilkan produk yang memiliki nilai guna. Sebagaimana digambarkan dalam
gambar di atas.

Aplikasi Non-thermal Plasma untuk Mengatasi Gas Buangan NOx dan SOx
Gas buang yang mengandung NOx dan atau SOx, akan dikontakkan dengan plasma.
Akibatnya akan terbentuk radikal yang menyebabkan terjadinya reaksi kompleks yang
mengonversi NOx dan atau SOx menjadi produk tertentu. Mekanisme ini terjadi di dalam reaktor
plasma penghilangan NOx dan atau SOx. Salah satu contohnya adalah sebagai berikut:

Sistem kerja reaktor CRS dari contoh sistem reaktor penghilangan NO yang dikembangkan oleh
McMaster University (Matsuoka, dkk.)
Gas buang dimasukkan ke dalam reaktor. Kemudian dikontakkan dengan plasma yang
akan dibangkitkan pada bagian tube dan nozzle. Tube dan nozzle ini terletak pada channels.
Ketika terjadi kontak antara gas buang dengan plasma maka akan terbentuk radikal. Gas aditif
seperti ammonia (NH3) atau hidrokarbon seperti metana (CH4) perlu ditambahkan untuk turut
membangkitkan radikal sehingga menyebabkan reaksi pembentukan partikulat. Selain itu,
penambahan gas aditif juga disesuaikan dengan produk akhir yang diharapkan terbentuk.
Contoh Reaksi: (HO2, OH, H, adalah radikal yang teraktifkan oleh plasma)
HO2 + NO -> OH + NO2
OH + NO2-> NO3 + H
H + NH3 + NO3 -> (NH4)NO3
Setelah melewati channels kemudian ditangkap oleh pengendap elektrostatik. Beberapa produk
yang ditangkap dapat dimanfaatkan untuk pupuk seperti ammonium nitrat (NH4)NO3.

Teknologi Ozon
Ozon banyak dipergunakan dalam proses oksidasi, dekolorasi, sterilisasi,dan deodorisasi
dan dapat digunakan untuk mengolah limbah cair industri, rumah sakit, hotel, dan juga untuk
proses pencucian bahan makanan dan peralatan medik dalam bentuk air berozon (ozonized
water).
Komponen-komponen utama alat pembuat air berozon disederhanakan menjadi satu
sistem terpadu, tanpa pipa penghubung, dengan membuat pipa gas dan pipa air pada satu poros
untuk menghasilkan air berozon dengan konsentrasi tinggi.
Air yang digunakan sekaligus berfungsi sebagai pendingin alat ozonizer. Penyempurnaan
alat ini dari alat sejenis dengan metode plasma mampu meningkatkan efisiensi pembentukan
ozon dan tidak memerlukan pendingin khusus pada ozonizer tersebut.
Ozon lapisan di atmosfir pelindung makhluk hidup di Bumi dapat digunakan untuk
banyak hal yang berguna. Menghasilkan gas dan air berozon secara artificial secara ekonomis
menjanjikan banyak potensi aplikasi bagi manusia.
Keunggulan Inovasi:

Sistem lebih sederhana

Biaya pembuatan air berozon lebih murah

Ozonisasi
Proses ozonisasi telah dikenal lebih dari seratus tahun yang lalu. Proses ozonisasi atau proses
dengan menggunakan ozon pertama kali diperkenalkan Nies dari Prancis sebagai metode
sterilisasi pada air minum pada tahun 1906. Penggunaan proses ozonisasi kemudian berkembang
sangat pesat. Dalam kurun waktu kurang dari 20 tahun terdapat kurang lebih 300 lokasi
pengolahan air minum menggunakan ozonisasi untuk proses sterilisasinya di Amerika.
Dewasa ini, metode ozonisasi mulai banyak dipergunakan untuk sterilisasi bahan makanan,

pencucian peralatan kedokteran, hingga sterilisasi udara pada ruangan kerja di perkantoran.
Luasnya penggunaan ozon ini tidak terlepas dari sifat ozon yang dikenal memiliki sifat radikal
(mudah bereaksi dengan senyawa disekitarnya) serta memiliki oksidasi potential 2.07 V. Selain
itu, ozon telah dapat dengan mudah dibuat dengan menggunakan plasma seperti corona
discharge.
Melalui proses oksidasinya pula ozon mampu membunuh berbagai macam mikroorganisma
seperti bakteri Escherichia coli, Salmonella enteriditis, Hepatitis A Virus serta berbagai
mikroorganisma patogen lainnya (Crites, 1998). Melalui proses oksidasi langsung ozon akan
merusak dinding bagian luar sel mikroorganisma (cell lysis) sekaligus membunuhnya. Juga
melalui proses oksidasi oleh radikal bebas seperti hydrogen peroxy (HO2) dan hydroxyl radical
(OH) yang terbentuk ketika ozon terurai dalam air. Seiring dengan perkembangan teknologi,
dewasa ini ozon mulai banyak diaplikasikan dalam mengolah limbah cair domestik dan industri.

Contoh : Ozonisasi limbah cair rumah sakit


Proses pengolahan limbah dengan metode ozonisasi adalah seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 1. Limbah cair yang berasal dari berbagai kegiatan laboratorium, dapur, laundry, toilet,
dan lain sebagainya dikumpulkan pada sebuah kolam equalisasi lalu dipompakan ke tangki
reaktor untuk dicampurkan dengan gas ozon. Gas ozon yang masuk dalam tangki reaktor
bereaksi mengoksidasi senyawa organik dan membunuh bakteri patogen pada limbah cair.
Limbah cair yang sudah teroksidasi kemudian dialirkan ke tangki koagulasi untuk dicampurkan
koagulan. Lantas proses sedimentasi pada tangki berikutnya. Pada proses ini, polutan mikro,
logam berat dan lain-lain sisa hasil proses oksidasi dalam tangki reaktor dapat diendapkan.
Selanjutnya dilakukan proses penyaringan pada tangki filtrasi. Pada tangki ini terjadi proses
adsorpsi, yaitu proses penyerapan zat-zat pollutan yang terlewatkan pada proses koagulasi. Zatzat polutan akan dihilangkan permukaan karbon aktif. Apabila seluruh permukaan karbon aktif
ini sudah jenuh, atau tidak mampu lagi menyerap maka proses penyerapan akan berhenti, dan
pada saat ini karbon aktif harus diganti dengan karbon aktif baru atau didaur ulang dengan cara
dicuci. Air yang keluar dari filter karbon aktif untuk selanjutnya dapat dibuang dengan aman ke
sungai.
Ozon akan larut dalam air untuk menghasilkan hidroksil radikal (-OH), sebuah radikal bebas

yang memiliki potential oksidasi yang sangat tinggi (2.8 V), jauh melebihi ozon (1.7 V) dan
chlorine (1.36 V). Hidroksil radikal adalah bahan oksidator yang dapat mengoksidasi berbagai
senyawa organik (fenol, pestisida, atrazine, TNT, dan sebagainya). Sebagai contoh, fenol yang
teroksidasi oleh hidroksil radikal akan berubah menjadi hydroquinone, resorcinol, cathecol untuk
kemudian teroksidasi kembali menjadi asam oxalic dan asam formic, senyawa organik asam
yang lebih kecil yang mudah teroksidasi dengan kandungan oksigen yang di sekitarnya. Sebagai
hasil akhir dari proses oksidasi hanya akan didapatkan karbon dioksida dan air.
Hidroksil radikal berkekuatan untuk mengoksidasi senyawa organik juga dapat dipergunakan
dalam proses sterilisasi berbagai jenis mikroorganisma, menghilangkan bau, dan menghilangkan
warna pada limbah cair. Dengan demikian akan dapat mengoksidasi senyawa organik serta
membunuh bakteri patogen, yang banyak terkandung dalam limbah cair rumah sakit.
Pada saringan karbon aktif akan terjadi proses adsorpsi, yaitu proses penyerapan zat-zat yang
akan diserap oleh permukaan karbon aktif. Apabila seluruh permukaan karbon aktif ini sudah
jenuh, proses penyerapan akan berhenti. Maka, karbon aktif harus diganti baru atau didaur ulang
dengan cara dicuci.
Dalam aplikasi sistem ozonisasi sering dikombinasikan dengan lampu ultraviolet atau hidrogen
peroksida. Dengan melakukan kombinasi ini akan didapatkan dengan mudah hidroksil radikal
dalam air yang sangat dibutuhkan dalam proses oksidasi senyawa organik. Teknologi oksidasi ini
tidak hanya dapat menguraikan senyawa kimia beracun yang berada dalam air, tapi juga
sekaligus menghilangkannya sehingga limbah padat (sludge) dapat diminimalisasi hingga
mendekati 100%. Dengan pemanfaatan sistem ozonisasi ini dapat pihak rumah sakit tidak hanya
dapat mengolah limbahnya tapi juga akan dapat menggunakan kembali air limbah yang telah
terproses (daur ulang). Teknologi ini, selain efisiensi waktu juga cukup ekonomis, karena tidak
memerlukan tempat instalasi yang luas.

Wet Oxidation
Oksidasi basah adalah oksidasi komponen larut yang ditangguhkan dalam lingkungan
berair dengan menggunakan oksigen sebagai oksidator. Ketika udara digunakan sebagai sumber
oksigen, proses ini disebut sebagai oksidasi udara basah (wet air oxidation/WAO). Sistem ini
akan mengoksidasi sulfur berbau, seperti sulfida dan mercaptides, dan juga akan memecah
kontaminan organik kompleks, seperti fenol menjadi karbondioksida dan air atau biodegradable
organics.
Mayoritas sistem oksidasi basah komersial digunakan untuk mengolah air limbah
industri, seperti sulfida sarat menghabiskan aliran kaustik . Hampir sama banyak sistem yang
juga digunakan untuk mengobati biosolids , untuk pasteurisasi dan untuk mengurangi volume
bahan untuk dibuang. Sistem oksidasi udara basah ini akan menggunakan campuran air limbah
alkali dan limbah yang dihasilkan selama pemulihan sulfur dengan menghancurkan polutan COD
(chemical oxygen demand) yang berbau dan berkadar tinggi sehingga menghasilkan limbah yang
memenuhi peraturan pemerintah Indonesia tentang pembuangan limbah yang ramah lingkungan.

Biosorpsi
Teknologi biosorpsi merupakan aplikasi dari biosorpsi dan bioakumulasi pada biomassa
tumbuhan. Teknologi ini dapat digunakan untuk volume air yang besar dengan konsentrasi logam
yang sangat kecil atau sangat encer, dimana ion logam diserap oleh matriks biomassa (Tsezos,
2003:87). Material biologis dengan kapasitas pengikatan logam serta selektivitas yang tinggi
dapat digunakan untuk biosorpsi skala besar untuk mengeliminasi limbah logam berat dari
lingkungan air (Karthikeyan, dkk., 2007:1). Biomassa merupakan bagian tumbuhan mati yang
mengandung polimer tertentu. Biomassa memiliki struktur berpori dan gugus fungsional tertentu
yang memungkinkan ion logam dapat terabsorpsi dan terikat di dalam matriks biomassa. Gugus
fungsional tersebut antara lain karboksil, karbonil, sulfonat, sulfhidril, fosfonat, dan hidroksil
(Yun, 2003:1).
Hampir semua bagian tumbuhan dan beberapa bakteri memiliki kapasitas sebagai
biosorben atau biomassa yang dapat mengabsorpsi logam berat. Beberapa bakteri maupun bagian
tumbuhan yang dapat digunakan sebagai biosorben antara lain alga coklat seperti Sargassum
fluitans dan Ascophylum nodosum (Cossich, E.S., dkk., 2002:3), kulit pisang Musa sapientum
(Ashraf, M.A., dkk., 2010:1), bakteri Eschericia coli (Wilson, L., dkk., 2007:1), kayu pepaya
Carica papaya dan sekam padi Oryza sativa (Sharma, N. & Singh, J., 2008:1).

Fotokatalitis TiO2
Teknologi fotokatalisis merupakan kombinasi dari proses fotokimia dan katalis yang
terintegrasi untuk dapat melangsungkan suatu reaksi transformasi kimia. Reaksi transformasi
tersebut berlangsung pada permukaan bahan katalis semikonduktor yang terinduksi oleh sinar.
Beberapa jenis semikonduktor yang dapat dipakai untuk proses fotokatalisis dari kelompok
oksida misalnya: TiO2, Fe2O3, ZnO, WO3, atau SnO2, sedangkan dari kelompok sulfida adalah
CdS, ZnS, CuS, FeS, dan lain-lain.
Diantara sekian banyak jenis semikonduktor, hingga saat ini serbuk TiO2 (terutama
dalam bentuk kristal anatase) memiliki aktivitas fotokatalitik yang tinggi, stabil dan tidak
beracun. Secara komersial serbuk TiO2 juga mudah didapat dan diproduksi dalam jumlah besar.
Fotokatalisis yang banyak digunakan yaitu TiO2 dikarenakan merupakan bahan semikonduktor,
memiliki aktivitas fotokatalis yang tinggi serta band gap energy sebesar 3,2 eV. Fotokatalisis
ditingkatkan dengan pengembanan pada material pendukung, salah satunya zeolit. Pengembanan
dapat meningkatkan laju fotoaktivitas TiO2 dengan meningkatkan fungsi adsorpsi. TiO2-zeolit
diamati menggunakan instrument XRD.
Beberapa faktor yang mempengaruhi fotokatalisis yaitu adanya oksidator keberadaan
anion anorganik serta lamanya waktu penyinaran UV. Anion anorganik ditemukan dalam limbah
industri cat dan pencelupan zat warna. Salah satunya yaitu NO3 yang diketahui dapat
meningkatkan degradasi zat warna namun NO3 juga dapat menjadi penghambat dalam proses
degradasi zat warna [16,17]. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh NO3 terhadap
fotodegradasi zat warna dengan menggunakan fotokatalis TiO2-zeolit.

Froth Flotation
Flotasi adalah salah satu proses separasi (pemisahan) antara mineral yang berharga dan
pengotornya (gangue) dengan memafaatkan sifat kimia fisik dari permukaan partikel mineral.
Dimana partikel mineral memiliki sifat hidrofilik dan hodrofobik. Mneral yang memiliki sifat
hidrofobik akan berikatan dengan gelembung udara dan naik ke permukaan membentuk buih.
Buij yang dihasilkan diambil dan dikeringkan sehingga diperoleh mineral berharga yang
diinginkan.
Proses flotasi dapat diberdakan menadi 2 jenis, yaitu Directional Flotation dan Reverse
Flotation. Directional Flotation adalah proses flotasi dimana mineral berharga akan terangkat ke
atas membentuk buih yang mengapung di permukaan pulp, sedangkan Reverse Flotation adalah
proses flotasi dimana partikel mineral yang diapungkan merupakan mineral pengotor (gangue).
Proses flotasi dapat berlangsung optimal bergantung dari reagen-reagen yang digunakan.
Reagen yang digunakan juga beragam tergantung dari mineral yang ingin kita peroleh. Reagen
tersebut memiliki masing-masing kegunaan atau saling melengkapi reagen lain. Berikut ini
reagen-reagen yang digunakan

1.Collector
Collector adalah senyawa yang dapat menyebabkan permukaan mineral menjadi hodrofobik,
yaitu suka udara. Collector yang digunakan biasanya berupa mineral organik heteropolar yang
mengandung gugus polar dan nonpolar. Gugus non polar cenderung bersifat hidrofobik dan akan
menempel pada gelembung udara, sedangkan gugus polar akan menempel pada partikel solid
tertentu sehingga partikel solid tersebut ikut terapung bersama gelembung udara.
Contoh reagen kolektor yang biasa digunakan adalah oleic acid.
2.Frother
Frother adalah senyawa yang dapat menurunkan tegangan permukaan gelembung atau penstabil
gelembung udara, sehingga gelembung tidak mudah pecah. Frother yang efektif biasanya
mengandung setidaknya lima atom karbon dalam rantai utamanya. Ketika permukaan partikel
telah menjadi hodrofobik, partikel tersebut harus mampu menempel pada gelembung udara yang
disuntikan (aerasi). Namun muncul masalah ketika gelembung-gelembung tersebut tidak stabil
dan mudah pecah akibat tumbukan dengan partikel padat, dinding sel dan gelembung-gelembung
lain.
Contoh reagen frother adalah pine oil, alkohol (MIBC), polilikol, polioksiparafin, xilenol

3.Modifier
Modifier adalah beberapa jenis reagen yang digunakan untuk mengoptimalkan proses flotasi.
Modifeir terdiri dari:
a) Aktivator
Merupakan reagan yang ditambahkan untuk menambahkan interaksi antara partikel solid dengan
kolektor.
b) Dispersant
Merupakan reagen yang digunakan untuk mencegah terjadinya penggumpalan antar partikel
mineral sehingga interaksi antara mineral dan gelembung udara menjadi lebih optimal.
c)

Depresant

Merupakan reagen yang ditambahkan untuk membentuk lapisan kimia polar yang membungkus
partikel solid sehingga menambahkan sifat hidrofobik ke partikel solid lain yang tidak
diinginkan.
d) pH Regulator
merupakan reagen yang digunakan untuk mengontrol pH karena sifat hidrofobik akan
berlangsung optimal pada range pH tertentu.
Contoh reagen modifier adalah sebagai berikut: lime CaO, soda ash Na2CO3, NaOH,
asam H2SO4, HCl. Modifiers kationik: Ba2+, Ca2+, Cu+, Pb2+, Zn2+, Ag+. Modifiers anionik: SiO32-,
PO43-, CN-, CO32-, S2-. Organic modifers: dextrin, starch, glue, CMC.

Anda mungkin juga menyukai