Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN ASMA

A. DEFINISI
1) Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang mengalami
radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh factor risiko
tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstriksi
bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2012)
2) Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas

terhadap

rangsangan

tertentu,

yang

menyebabkan

peradangan,

penyempitan ini bersifat sementara. Asma dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul
disegala usia, tetapi umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5
tahun dan orang dewasa pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011)
3) Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan
elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperresponsivitas saluran napas
yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa
berat, batuk terutama malam hari dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan
dengan obstruksi saluran napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel
dengan atau tanpa pengobatan (Boushey, 2005; Bousquet, 2008)
4) Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya terengah-engah dan berarti serangan
nafas pendek (Price, 1995 cit Purnomo 2008). Nelson (1996) dalam Purnomo (2008)
mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala wheezing (mengi) dan atau
batuk dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik dan atau kronik,
cenderung pada malam hari/dini hari (nocturnal), musiman, adanya faktor pencetus
diantaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan
penyumbatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarga, sedangkan
sebab-sebab lain sudah disingkirkan
5) Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for Asthma (GINA)
(2006) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak sel
yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan
inflamasi ini menyebabkan mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk,
khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan
penyempitan jalan nafas yang luas namun bervariasi, yang sebagian bersifat reversibel

baik secara spontan maupun dengan pengobatan, inflamasi ini juga berhubungan dengan
hiperreaktivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan.
6) Asma adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh keadaan saluran nafas yang sangat
peka terhadap berbagai rangsangan, baik dari dalam maupun luar tubuh. Akibat dari
kepekaan yang berlebihan ini terjadilah penyempitan saluran nafas secara menyeluruh
(Abidin, 2002).
B. KLASIFIKASI ASMA
1. Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :
a. Asma bronkhiale
Asma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya respon
yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai macam rangsangan, yang
mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru dan
derajatnya dapat berubah secara sepontan atau setelah mendapat pengobatan
b. Status asmatikus
Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang konvensional (Smeltzer,
2001). status asmatikus merupakan keadaan emergensi dan tidak langsung
memberikan respon terhadap dosis umum bronkodilator (Depkes RI, 2007).
Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan wheezing,
ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas), kemudian bisa
berlanjut menjadi pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena
leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian
berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara
wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan
(Brunner & Suddarth, 2001).
c. Asthmatic Emergency
Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian
2. Klasifikasi asma yaitu (Hartantyo, 1997, cit Purnomo 2008)
a. Asma ekstrinsik
b. Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena reaksi
alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap
orang yang sehat.
c. Asma intrinsic

d. Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari
allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi dan kodisi lingkungan yang buruk
seperti klembaban, suhu, polusi udara dan aktivitas olahraga yang berlebihan.
3. Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) (2006) penggolongan asma berdasarkan
beratnya penyakit dibagi 4 (empat) yaitu:
a. Asma Intermiten (asma jarang)
Gejala kurang dari seminggu
Serangan singkat
Gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan
FEV 1 atau PEV > 80%
PEF atau FEV 1 variabilitas 20% 30%
b. Asma mild persistent (asma persisten ringan)
Gejala lebih dari sekali seminggu
Serangan mengganggu aktivitas dan tidur
Gejala pada malam hari > 2 kali sebulan
FEV 1 atau PEV > 80%
PEF atau FEV 1 variabilitas < 20% 30%
c. Asma moderate persistent (asma persisten sedang)
gejala setiap hari
serangan mengganggu aktivitas dan tidur
gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu
FEV 1 tau PEV 60% 80%
PEF atau FEV 1 variabilitas > 30%
d. Asma severe persistent (asma persisten berat)
gejala setiap hari
serangan terus menerus
gejala pada malam hari setiap hari
terjadi pembatasan aktivitas fisik
FEV 1 atau PEF = 60%
PEF atau FEV variabilitas > 30%
4. Selain berdasarkan gejala klinis di atas, asma dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat
serangan asma yaitu: (GINA, 2006)
a. Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan, bicara satu kalimat,
bisa berbaring, tidak ada sianosis dan mengi kadang hanya pada akhir ekspirasi,
b. Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara memenggal kalimat,
lebih suka duduk, tidak ada sianosis, mengi nyaring sepanjang ekspirasi dan kadang
-kadang terdengar pada saat inspirasi,

c. Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan posisi duduk bertopang
lengan, bicara kata demi kata, mulai ada sianosis dan mengi sangat nyaring terdengar
tanpa stetoskop,
d. Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak kebingunan, sudah tidak
terdengar mengi dan timbul bradikardi.
Perlu dibedakan derajat klinis asma harian dan derajat serangan asma. Seorang penderita
asma persisten (asma berat) dapat mengalami serangan asma ringan. Sedangkan asma
ringan dapat mengalami serangan asma berat, bahkan serangan asma berat yang
mengancam terjadi henti nafas yang dapat menyebabkan kematian
C. ETIOLOGI ASMA
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal yang yang
menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita
asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non imunologi.
1. Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah:
(Smeltzer & Bare, 2002).
a. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau alergen
yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.
b. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen, seperti common
cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat
mencetuskan serangan.
c. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk
alergik dan non-alergik
2. Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus asma :
a. Pemicu Asma (Trigger)
Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernapasan
(bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan peradangan. Trigger dianggap
menyebabkan gangguan pernapasan akut, yang belum berarti asma, tetapi bisa
menjurus menjadi asma jenis intrinsik.
Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung timbul
seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah diatasi dalam waktu
singkat. Namun, saluran pernapasan akan bereaksi lebih cepat terhadap pemicu,
apabila sudah ada, atau sudah terjadi peradangan. Umumnya pemicu yang
mengakibatkan bronkokonstriksi adalah perubahan cuaca, suhu udara, polusi udara,

asap rokok, infeksi saluran pernapasan, gangguan emosi, dan olahraga yang
berlebihan.
b. Penyebab Asma (Inducer)
Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (inflamasi) dan sekaligus
hiperresponsivitas (respon yang berlebihan) dari saluran pernapasan. Inducer
dianggap sebagai penyebab asma yang sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik.
Penyebab asma dapat menimbulkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung lebih
lama (kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab asma adalah alergen, yang
tampil dalam bentuk ingestan (alergen yang masuk ke tubuh melalui mulut), inhalan
(alergen yang dihirup masuk tubuh melalui hidung atau mulut), dan alergen yang
didapat melalui kontak dengan kulit ( VitaHealth, 2006).
3. Sedangkan Lewis et al. (2000) tidak membagi pencetus asma secara spesifik. Menurut
mereka, secara umum pemicu asma adalah:
a. Faktor predisposisi
Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat
alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar
dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa
diturunkan.
b. Faktor presipitasi
1) Alergen
Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu binatang,

serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.


Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah-buahan dan
anggur yang mengandung sodium metabisulfide) dan obat-obatan (seperti

aspirin, epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).


Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh : perhiasan,
logam dan jam tangan

Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E jelas merupakan
alergen utama yang berasal dari debu, serbuk tanaman atau bulu binatang.
Alergen ini menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast sehingga pemaparan
terhadap faktor pencetus alergen ini dapat mengakibatkan degranulasi sel mast.

Degranulasi sel mast seperti histamin dan protease sehingga berakibat respon
alergen berupa asma.
2)

Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas
jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma karena aktifitas biasanya
terjadi segera setelah selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh adanya
kegiatan fisik atau latihan yang disebut sebagai Exercise Induced Asthma (EIA)
yang biasanya terjadi beberapa saat setelah latihan.misalnya: jogging, aerobik,
berjalan cepat, ataupun naik tangga dan dikarakteristikkan

oleh adanya

bronkospasme, nafas pendek, batuk dan wheezing. Penderita asma seharusnya


3)

melakukan pemanasan selama 2-3 menit sebelum latihan.


Infeksi bakteri pada saluran napas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan eksaserbasi
pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi pada sistem trakeo
bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena itu terjadi

4)

peningkatan hiperresponsif pada sistem bronkial.


Stres
Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita diberikan motivasi
untuk mengatasi masalah pribadinya, karena jika stresnya belum diatasi maka

5)

gejala asmanya belum bisa diobati.


Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus, misalnya rhinitis
alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini menyebabkan inflamasi

6)

membran mukus.
Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi Asma.
Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan
Asma. Kadangkadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim
hujan, musim kemarau.

D. ANATOMI, FISIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI ASMA


1. ANATOMI
Organ Pernapasan
a. Hidung

Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai
dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di dalamnya
terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu, dan kotoran yang
masuk ke dalam lubang hidung.
b. Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan
makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung, dan mulut
sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain adalah ke
atas berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama
koana, ke depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama
istmus fausium, ke bawah terdapat 2 lubang (ke depan lubang laring dan ke belakang
lubang esofagus).
c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai
pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra
servikal dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat
ditutup oleh sebuah empang tenggorokan yang biasanya disebut epiglotis, yang
terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita menelan
makanan menutupi laring.
d. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh
16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti
kuku kuda (huruf C) sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu
getar

yang disebut sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9

sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari jarigan ikat yang dilapisi oleh otot polos.
e. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang
terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur serupa
dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah
dan ke samping ke arah tampuk paru-paru.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih
besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus
kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin
mempunyai 2 cabang.Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut
bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tidak terdapat cincin lagi, dan pada

ujung bronkioli terdapat gelembung paru atau gelembung hawa atau alveoli.
f. Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung
(gelembung hawa atau alveoli). Gelembug alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan
endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya kurang lebih 90 m. Pada lapisan ini
terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari
darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paruparu kiri dan kanan)
Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan paru), lobus
pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh
lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus superior dan lobus inferior.
Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang kecil bernama segmen. Paru-paru kiri
mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen
pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada
lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada lobus
inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang
bernama lobulus.
2. FISIOLOGI ASMA
Proses terjadi pernapasan
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung
oksigen serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida sebagai
sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Penghisapan udara ini disebut inspirasi dan
menghembuskan disebut ekspirasi. Jadi, dalam paru-paru terjadi pertukaran zat antara
oksigen yang ditarik dan udara masuk kedalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah
secara osmosis. Sebagai sisa dari pembakaran adalah CO2 dan dikeluarkan melalui
peredaran darah vena masuk ke jantung (serambi kanan atau atrium dekstra) menuju
ke bilik kanan (ventrikel dekstra) dan dari sini keluar melalui arteri pulmonalis ke
jaringan paru-paru. Akhirnya dikeluarkan menembus lapisan epitel dari alveoli.
Terbagi dalam 2 bagian yaitu inspirasi (menarik napas) dan ekspirasi (menghembuskan
napas). Bernapas berarti melakukan inpirasi dan eskpirasi secara bergantian, teratur,
berirama, dan terus menerus.
Muskulus interkostalis yang letaknya miring, setelah ,mendapat rangsangan kemudian

mengerut dan tulang iga (kosta) menjadi datar. Dengan demikian jarak antara sternum
(tulang dada) dan vertebra semakin luas dan melebar. Rongga dada membesar maka
pleura akan tertarik, yang menarik paru-paru sehingga tekanan udara di dalamnya
berkurang dan masuklah udara dari luar.
Ekspirasi, pada suatu saat otot-otot akan kendor lagi (diafragma akan menjadi cekung,
muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan demikian rongga dan dengan
demikian rongga dada menjadi kecil kembali,
Jadi

proses

respirasi

maka

udara didorong

keluar.

atau pernapasan ini terjadi karena adanya perbedaan

tekanan antara rongga pleura dan paru-paru.


3. PATOFISIOLOGI ASMA
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma adalah spasme otot
polos, edema dan inflamasi membran mukosa jalan udara, dan eksudasi mucus
intraliminal, sel-sel radang dan debris selular. Obstruksi menyebabkan pertambahan
resistensi jalan udara yang merendahkan volume ekspresi paksa dan kecepatan aliran,
penutupan prematur jalan udara, hiperinflasi paru, bertambahnya kerja pernafasan,
perubahan sifat elastik dan frekuensi pernafasan. Walaupun jalan udara bersifat difus,
obstruksi menyebabkan perbedaaan satu bagian dengan bagian lain, ini berakibat perfusi
bagian paru tidak cukup mendapat ventilasi dan menyebabkan kelainan gas-gas darah
terutama penurunan pCO2 akibat hiperventilasi.
Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen menyebabkan
degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut, histamin dilepaskan. Histamin
menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histamin berlebihan,
maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamin juga merangsang pembentukan
mukkus dan meningkatkan permiabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti dan
pembengkakan ruang iterstisium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang sensitif berlebihan
terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu mudah mengalami degranulasi. Di
manapun letak hipersensitivitas respon peradangan tersebut, hasil akhirnya adalah
bronkospasme, pembentukan mukus, edema dan obstruksi aliran udara.
4. PATHWAY ASMA

E. MANIFESTASI KLINIS ASMA


Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi (whezzing)
telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-batuk kronis dapat
merupakan satu-satunya gejala asma dan demikian pula rasa sesak dan berat didada.
Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi :
1. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan gejala asma atau
keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi paru. Asma akan muncul
bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan tes provokasi bronchial di
laboratorium.
2. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada kelainan,
tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi saluran pernafasan. Biasanya
terjadi setelah sembuh dari serangan asma.
3. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan fisik dan tes
fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi. Biasanya penderita merasa tidak sakit tetapi
bila pengobatan dihentikan asma akan kambuh.
4. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu dengan
keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi.
Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-gejala yang makin banyak
antara lain :
a. Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo mastoideus
b. Sianosis
c. Silent Chest
d. Gangguan kesadaran
e. Tampak lelah
f. Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
5. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis beberapa serangan
asma yang berat bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
Karena pada dasarnya asma bersifat reversible maka dalam kondisi apapun diusahakan
untuk mengembalikan nafas ke kondisi normal

F. DIAGNOSIS
Diagnosis asma pada anak ditegakkan berdasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan penunjang mempunyai peran menunjukkan berat ringannya dan untuk
kepentingan terapi. Oleh karena gejala asma pada anak sangat bervariasi maka diagnosis
asma sulit ditegakkan. Pemeriksaan fisik waktu serangan dapat ditemui frekuensi napas
meningkat, amplitudo napas dangkal, sesak napas, napas cuping hidung, sianosis, gerakan
dinding dada berkurang, hipersonor, bunyi napas melemah, wheezing ekspirasi, ronkhi
kering, ronkhi basah dan suara lendir. Pemeriksaan laboratorium, darah tepi dan sekret
hidung. IgE total dapat meningkat. Analisa gas darah dapat menunjukkan asidosis, CO2
meningkat, pada uji fungsi paru nilai PEFR atau FEV1 menurun.
G. KOMPLIKASI ASMA
1. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas
2. Chronic persisten bronchitis
3. Bronchitis
4. Pneumonia
5. Emphysema
6. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadireaksi kontinu yang lebih
berat, yang disebut status asmatikus, kondisi ini mengancam hidup (Smeltzer & Bare,
2002).
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG ASMA
1. Pemeriksaan sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan :
Kristal kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil.
Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-sel cabangcabang bronkus
Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
Terdapatnya neutrofil eosinofil
2. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi, sedangkan leukosit
dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma
Gas analisa darah
Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat peninggian PaCO2

maupun penurunan pH menunjukkan prognosis yang buruk


Kadang kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi
Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi

Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada waktu seranggan,

dan menurun pada waktu penderita bebas dari serangan.


Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergennya dapat

menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik.


3. Foto rontgen
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada serangan asma,
gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa rradiolusen yang bertambah, dan
pelebaran rongga interkostal serta diagfragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat
komplikasi, kelainan yang terjadi adalah:
Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah
Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran yang
bertambah.
Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat pada paru.
4. Pemeriksaan faal paru
Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita menujukkan penurunan tekanan
sistolenya dan bila lebih rendah dari 20%, seluruh pasien menunjukkan penurunan

tekanan sistolik.
Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi terjadi pada seluruh asma,

FRC selalu menurun, sedangan penurunan TRC sering terjadi pada asma yang berat.
5. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi atas tiga bagian
dan disesuaikan dengan gambaran emfisema paru, yakni :
Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke kanan dan rotasi

searah jarum jam


Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat RBBB
Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES, dan VES atau
terjadinya relatif ST depresi.

I.

PENATALAKSANAAN MEDIS ASMA


Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan
pengobatan farmakologik.
1. Penobatan non farmakologik
a. Penyuluhan

Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit


asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta
menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada
lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus,
termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
c. Fisioterapi
Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat
dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.
2. Pengobatan farmakologik
a. Agonis beta
Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara
semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah
metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b. Metil Xantin
Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila
golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa
diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
c. Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus
diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason dipropinate )
dengan disis 800 empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama
mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi
dengan ketat.
d. Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya
berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e. Ketotifen
Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya
dapat diberikan secara oral.
f. Iprutropioum bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat
bronkodilator.
3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus
a. Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul

c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutka


drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.
d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f. Antibiotik spektrum luas.
PROSES KEPERAWATAN ASMA
A.

PENGKAJIAN KEPERAWATAN ASMA


1. Pengkajian Primer Asma
a. Airway
Peningkatan sekresi pernafasan
Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing
b. Breathing
Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
Menggunakan otot aksesoris pernafasan
Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis
c. Circulation
Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi
Sakit kepala
Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah
Papiledema
Urin output meurun
d. Dissability
Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum dan neurologi
dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.
2. Pengkajian Sekunder Asma
a. Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk mengumpulkan
berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi pengobatan. Gejala
asma sangat bervariasi baik antar individu maupun pada diri individu itu sendiri
(pada saat berbeda), dari tidak ada gejala sama sekali sampai kepada sesak yang
hebat yang disertai gangguan kesadaran.
Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu serangan. Pada serangan
asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan gejala tak ada
yang khas. Keluhan yang paling umum ialah : Napas berbunyi, Sesak, Batuk, yang
timbul secara tiba-tiba dan dapat hilang segera dengan spontan atau dengan
pengobatan, meskipun ada yang berlangsung terus untuk waktu yang lama.
b. Pemeriksaan Fisik

Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung diagnosis asma
dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga berguna untuk mengetahui
penyakit yang mungkin menyertai asma, meliputi pemeriksaan :
1) Status kesehatan umum
2) Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara
bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan, penggunaan
otot-otot pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir dan posisi istirahat
3)

klien.
Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit,
kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta adanya
bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna rambut,

4)

kelembaban dan kusam.


Thorak
a) Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya
peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis, sifat
dan irama pernafasan serta frekwensi peranfasan.
b) Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus.
c) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan
diafragma menjadi datar dan rendah.
d) Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih dari 4

detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan Wheezing.
c. Sistem pernafasan
1) Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan seterusnya
menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi kental. Warna dahak
jernih atau putih tetapi juga bisa kekuningan atau kehijauan terutama kalau
terjadi infeksi sekunder.
2) Frekuensi pernapasan meningkat
3) Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
4) Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang memanjang disertai
ronchi kering dan wheezing.
5) Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi bahkan
mungkin lebih.
6) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:

Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter anteroposterior

rongga dada yang pada perkusi terdengar hipersonor.


Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan otot-otot
bantu napas (antar iga, sternokleidomastoideus), sehingga tampak retraksi

suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta pernapasan cuping hidung.


7) Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat dan dangkal
dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak terdengar(silent chest), sianosis.
d. Sistem kardiovaskuler
1) Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat
2) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
Takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.
Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan darah sistolik
lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi. Normal tidak lebih daripada 5
mmHg, pada asma yang berat bisa sampai 10 mmHg atau lebih.
3) Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan irama jantung.
B.

DIAGNOSA KEPERAWATAN ASMA YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea, peningkatan produksi
2.
3.
4.
5.
6.

mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.


Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler alveolar
Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus..
Nyeri akut; ulu hati berhubungan dengan proses penyakit.
Cemas berhubungan dengan kesulitan bernafas dan rasa takut sufokasi.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor

psikologis dan biologis yang mengurangi pemasukan makanan


7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan faktor-faktor pencetus asma.
8. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan batuk persisten dan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen dengan kebutuhan tubuh
9. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
10. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif .

C.

RENCANA KEPERAWATAN ASMA

DIAGNOSA

O
1

KEPERAWATAN
Bersihan jalan nafas tidak

(NOC)
Setelah dilakukan tindakan

(NIC)
NIC :

efektif berhubungan dgn

keperawatan selama 3 x 24

tachipnea,

jam, pasien mampu :

peningkatan

Airway Management

Buka jalan nafas, guanakan

produk mucus, kekentalan

Respiratory

status

teknik chin lift atau jaw thrust

sekresi & bronchospasme.

Ventilation
Respiratory

status

bila perlu
Posisikan

Airway patency
Aspiration Control,

memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien perlunya

buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika

ada sianosis dan dyspneu

perlu
Keluarkan sekret dengan batuk

Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak
(mampu

mengeluarkan

sputum, mampu bernafas


dengan mudah, tidak ada

untuk

pemasangan alat jalan nafas

Dengan kriteria hasil :

pasien

pursed lips)

Menunjukkan jalan nafas

yang paten (klien tidak


merasa tercekik, irama
nafas,

frekuensi

pernafasan dalam rentang

atau suction
Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berikan bronkodilator bila perlu
Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
Atur intake untuk

cairan

mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2

normal, tidak ada suara

nafas abnormal)
Mampu
mengidentifikasikan dan
mencegah

factor

yang

dapat menghambat jalan

nafas

Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan

NIC :

berhubungan

Airway Management

perubahan
kapiler alveolar

dengan
membran

keperawatan selama 3 x 24

jam, pasien mampu :

Respiratory Status :
Gas exchange
Respiratory
Status
ventilation

Buka

jalan

nafas,

gunakan

teknik chin lift atau jaw thrust


:

bila perlu
Posisikan

pasien

untuk

Vital Sign Status

Dengan kriteria hasil :

pemasangan alat jalan nafas

Mendemonstrasikan

peningkatan ventilasi dan


oksigenasi yang adekuat
Memelihara kebersihan
paru paru dan bebas dari
tanda

tanda

memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien perlunya

distress

buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
Keluarkan sekret dengan batuk

atau suction
Auskultasi suara nafas, catat

batuk efektif dan suara

nafas yang bersih, tidak


ada sianosis dan dyspneu

adanya suara tambahan


Lakukan suction pada mayo
Berika bronkodilator bial perlu
Barikan pelembab udara
Atur intake untuk cairan

pernafasan
Mendemonstrasikan

(mampu

mengeluarkan

sputum, mampu bernafas

mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2

dengan mudah, tidak ada Respiratory Monitoring

pursed lips)
Tanda tanda vital dalam
rentang normal

Monitor rata rata, kedalaman,


irama dan usaha respirasi
Catat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan,

retraksi

otot

supraclavicular dan intercostal


Monitor suara nafas, seperti

dengkur
Monitor pola nafas : bradipena,
takipenia,

kussmaul,

hiperventilasi, cheyne stokes,

biot
Catat lokasi trakea
Monitor
kelelahan
diagfragma

otot
(gerakan

paradoksis)
Auskultasi suara nafas, catat
area penurunan / tidak adanya

ventilasi dan suara tambahan


Tentukan kebutuhan suction

dengan mengauskultasi crakles


dan ronkhi pada jalan napas

utama
Auskultasi suara paru setelah
tindakan

untuk

mengetahui

hasilnya
3

Pola Nafas tidak efektif

Setelah dilakukan tindakan

NIC :

berhubungan

keperawatan selama 3 x 24

Airway Management

dengan

penyempitan bronkus

jam, pasien mampu :

Respiratory

Ventilation
Respiratory

Airway patency
Vital sign Status

status
status

Buka jalan nafas, guanakan

teknik chin lift atau jaw thrust

bila perlu
Posisikan

pasien

untuk

memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien perlunya

Dengan Kriteria Hasil :

pemasangan alat jalan nafas

buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika

Mendemonstrasikan

batuk efektif dan suara

nafas yang bersih, tidak


ada sianosis dan dyspneu
(mampu

mengeluarkan

sputum, mampu bernafas


dengan mudah, tidak ada

pursed lips)

Menunjukkan jalan nafas

yang paten (klien tidak


merasa tercekik, irama
nafas,

frekuensi

pernafasan dalam rentang

perlu
Keluarkan sekret dengan batuk
atau suction
Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berikan bronkodilator bila perlu
Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
Atur intake untuk

cairan

mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2

normal, tidak ada suara

Terapi Oksigen
nafas abnormal)
Tanda Tanda vital dalam
Bersihkan mulut, hidung dan
rentang normal (tekanan
secret trakea
darah, nadi, pernafasan)
Pertahankan jalan nafas yang
paten

Atur peralatan oksigenasi


Monitor aliran oksigen
Pertahankan posisi pasien
Observasi adanya tanda tanda

hipoventilasi
Monitor adanya

kecemasan

pasien terhadap oksigenasi


Vital sign Monitoring

Monitor TD, nadi, suhu, dan RR


Catat adanya fluktuasi tekanan

darah
Monitor

berbaring, duduk, atau berdiri


Auskultasi TD pada kedua

lengan dan bandingkan


Monitor TD, nadi, RR, sebelum,

selama, dan setelah aktivitas


Monitor kualitas dari nadi
Monitor frekuensi dan irama

pernapasan
Monitor suara paru
Monitor
pola
pernapasan

abnormal
Monitor suhu,

kelembaban kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya cushing triad

VS

saat

pasien

warna,

dan

(tekanan nadi yang melebar,

bradikardi, peningkatan sistolik)


Identifikasi
penyebab
dari
perubahan vital sign

Nyeri

akut;

berhubungan
proses penyakit.

ulu

hati

Setelah dilakukan tindakan

NIC :

dengan

keperawatan selama 3 x 24

Pain Management

jam, pasien mampu :

Pain Level,
Pain control,
Comfort level

Lakukan

pengkajian

nyeri

secara komprehensif termasuk


lokasi,

karakteristik,

durasi,

Dengan Kriteria Hasil :

frekuensi, kualitas dan faktor

Mampu mengontrol nyeri


(tahu

penyebab

mampu
tehnik

nyeri,

menggunakan
nonfarmakologi

presipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari

ketidaknyamanan
Gunakan teknik

komunikasi

terapeutik

mengetahui

untuk mengurangi nyeri,

mencari bantuan)

Melaporkan bahwa nyeri


berkurang

dengan
menggunakan manajemen

nyeri
Mampu mengenali nyeri
(skala,

respon nyeri
Evaluasi pengalaman

nyeri

masa lampau
Evaluasi bersama pasien dan
kesehatan

lain

tentang

ketidakefektifan kontrol nyeri

frekuensi dan tanda nyeri)


Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang
normal

pengalaman nyeri pasien


Kaji kultur yang mempengaruhi

tim

intensitas,

untuk

masa lampau
Bantu pasien

dan

keluarga

untuk mencari dan menemukan


dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi

nyeri

seperti

suhu ruangan, pencahayaan dan

kebisingan
Kurangi faktor presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan penanganan
nyeri

(farmakologi,

non

farmakologi dan inter personal)


Kaji tipe dan sumber nyeri

untuk menentukan intervensi


Ajarkan tentang teknik non

farmakologi
Berikan
analgetik

untuk

mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan

kontrol

nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan
nyeri tidak berhasil

Monitor

penerimaan

pasien

tentang manajemen nyeri


Analgesic Administration

Tentukan lokasi, karakteristik,


kualitas,

dan

derajat

nyeri

sebelum pemberian obat


Cek instruksi dokter tentang

jenis obat, dosis, dan frekuensi


Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang diperlukan
atau kombinasi dari analgesik

ketika pemberian lebih dari satu


Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya

nyeri
Tentukan analgesik pilihan, rute

pemberian, dan dosis optimal


Pilih rute pemberian secara IV,
IM untuk pengobatan nyeri

secara teratur
Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik

pertama kali
Berikan analgesik tepat waktu

terutama saat nyeri hebat


Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala (efek samping)

Cemas

berhubungan

Setelah dilakukan tindakan

NIC :

dengan kesulitan bernafas

keperawatan selama 3 x 24

Anxiety

dan rasa takut sufokasi.

jam, pasien mampu :

kecemasan)

Klien
mengidentifikasi

(penurunan

Gunakan

menenangkan
Nyatakan dengan jelas harapan

mampu

terhadap pelaku pasien


Jelaskan semua prosedur dan

Anxiety control
Coping
Impulse control

Dengan Kriteria Hasil :

Reduction

dan

apa

yang

pendekatan

dirasakan

yang

selama

mengungkapkan

gejala

cemas
Mengidentifikasi,

dan

mengungkapkan
menunjukkan

prosedur
Pahami

prespektif

terhadap situasi stres


Temani
pasien
memberikan

tehnik

pasien
untuk

keamanan

dan

untuk mengontol cemas


Vital sign dalam batas

mengurangi takut
Berikan
informasi

mengenai diagnosis, tindakan

normal
Postur tubuh,

ekspresi

wajah, bahasa tubuh dan


tingkat

aktivitas

menunjukkan

prognosis
Dorong

faktual

keluarga

untuk

menemani anak
Lakukan back / neck rub
Dengarkan
dengan
penuh

perhatian
Identifikasi tingkat kecemasan
Bantu pasien mengenal situasi

yang menimbulkan kecemasan


Dorong
pasien
untuk

berkurangnya kecemasan

mengungkapkan

perasaan,

ketakutan, persepsi
Instruksikan

menggunakan teknik relaksasi


Barikan obat untuk mengurangi

pasien

kecemasan
6

Ketidakseimbangan nutrisi

Setelah dilakukan tindakan

NIC :

kurang

keperawatan selama 3 x 24

Nutrition Management

dari

tubuh

kebutuhan
berhubungan

dengan faktor psikologis


dan

biologis

mengurangi
makanan

Nutritional Status : food

Kaji adanya alergi makanan


Kolaborasi dengan ahli gizi

and Fluid Intake


Nutritional
Status

untuk menentukan jumlah kalori

jam, pasien mampu :

yang

pemasukan

nutrient Intake
Weight control

Dengan Kriteria Hasil :

Adanya peningkatan berat


badan
tujuan

sesuai

dan nutrisi yang dibutuhkan

pasien.
Anjurkan

meningkatkan intake Fe
Anjurkan
pasien
meningkatkan

dengan

pasien

protein

vitamin C
Berikan substansi gula

untuk
untuk
dan

Berat badan ideal sesuai

Yakinkan diet yang dimakan


mengandung tinggi serat untuk

dengan tinggi badan


Mampu mengidentifikasi

kebutuhan nutrisi
Tidk ada tanda tanda

malnutrisi
Menunjukkan
peningkatan

mencegah konstipasi
Berikan makanan yang terpilih (
sudah dikonsultasikan dengan

fungsi

ahli gizi)
Ajarkan
membuat

pasien

bagaimana

catatan

makanan

pengecapan dri menelan


Tidak terjadi penurunan
berat badan yang berarti

harian.
Monitor jumlah nutrisi dan

kandungan kalori
Berikan
informasi

tentang

kebutuhan nutrisi
Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan

nutrisi

yang

dibutuhkan
Nutrition Monitoring

BB pasien dalam batas normal


Monitor adanya penurunan

berat badan
Monitor tipe

aktivitas yang biasa dilakukan


Monitor interaksi anak atau

orangtua selama makan


Monitor lingkungan selama

makan
Jadwalkan

dan

jumlah

pengobatan

dan

tindakan

tidak

selama

jam

makan
Monitor

kulit

kering

dan

perubahan pigmentasi
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan,

kusam, dan mudah patah


Monitor mual dan muntah
Monitor kadar albumin, total

protein, Hb, dan kadar Ht


Monitor makanan kesukaan

rambut

Monitor

perkembangan
Monitor pucat, kemerahan, dan

kekeringan jaringan konjungtiva


Monitor kalori dan intake

nuntrisi
Catat adanya edema, hiperemik,

pertumbuhan

hipertonik

papila

cavitas oral.
Catat jika

dan

lidah

lidah

dan

berwarna

magenta, scarlet
7

Kurang

pengetahuan

Setelah dilakukan tindakan

NIC :

berhubungan

dengan

keperawatan selama 3 x 24

Teaching : disease Process

faktor-faktor

pencetus

asma.

jam, pasien mampu :

Kowlwdge

disease

process
Kowledge

health

Berikan

penilaian

tentang

tingkat

pengetahuan

pasien

tentang proses penyakit yang

Behavior

spesifik
Jelaskan

patofisiologi

dari

Dengan Kriteria Hasil :

penyakit dan bagaimana hal ini

keluarga

berhubungan dengan anatomi

menyatakan pemahaman

dan fisiologi, dengan cara yang

Pasien

dan

tentang penyakit, kondisi,


prognosis dan program

melaksanakan

secara benar
Pasien
dan
mampu
kembali
dijelaskan

keluarga
yang

perawat/tim

muncul

pada

tepat
Gambarkan

dengan cara yang tepat


Identifikasi
kemungkinan

proses

penyakit,

penyebab, dengan cara yang

menjelaskan
apa

biasa

penyakit, dengan cara yang

keluarga

prosedur yang dijelaskan

tepat.
Gambarkan tanda dan gejala
yang

pengobatan
Pasien
dan
mampu

tepat
Sediakan informasi pada pasien
tentang kondisi, dengan cara

kesehatan lainnya

yang tepat
Hindari harapan yang kosong
Sediakan bagi keluarga atau

pasien

informasi

tentang

kemajuan pasien dengan cara

yang tepat
Diskusikan

perubahan

gaya

hidup yang mungkin diperlukan


untuk mencegah komplikasi di
masa yang akan datang dan atau

proses pengontrolan penyakit


Diskusikan pilihan terapi atau

penanganan
Dukung
pasien
mengeksplorasi

untuk
atau

mendapatkan second opinion


dengan cara yang tepat atau

diindikasikan
Eksplorasi

kemungkinan

sumber atau dukungan, dengan

cara yang tepat


Rujuk pasien pada grup atau
agensi

di

komunitas

lokal,

dengan cara yang tepat


Instruksikan pasien mengenai
tanda

dan

melaporkan

gejala
pada

untuk
pemberi

perawatan kesehatan, dengan


8

aktivitas

Setelah dilakukan tindakan

cara yang tepat


NIC :

berhubungan dengan batuk

keperawatan selama 3 x 24

Activity Therapy

persisten

jam, pasien mampu :

Intoleransi

dan

ketidakseimbangan antara
suplai oksigen dengan

kebutuhan tubuh.

Kolaborasikan dengan Tenaga

Energy conservation
Activity tolerance
Self Care : ADLs
Dengan Kriteria Hasil :
Berpartisipasi
dalam

Rehabilitasi

aktivitas

tanpa

mengidentifikasi aktivitas yang

peningkatan

mampu dilakukan
Bantu untuk memilih aktivitas

disertai

fisik

tekanan darah, nadi dan

dalammerencanakan
terapi yang tepat.
Bantu
klien

Medik
progran
untuk

RR
Mampu
aktivitas

konsisten yang sesuai dengan


melakukan
sehari

kemampuan fisik, psikologi dan

hari

(ADLs) secara mandiri

social
Bantu untuk mengidentifikasi
dan mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang

diinginkan
Bantu untuk mendapatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi

roda, krek
Bantu untuk mengidentifikasi

aktivitas disukai
Bantu klien untuk membuat

jadwal latihan diwaktu luang


Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi

kekurangan

dalam beraktivitas
Sediakan penguatan positif bagi

yang aktif beraktivitas


Bantu
pasien

untuk

mengembangkan motivasi diri

Defisit

diri

Setelah dilakukan tindakan

social dan spiritual


NIC :

dengan

keperawatan selama 3 x 24

Self Care assistane : ADLs

perawatan

berhubungan
kelemahan fisik

dan penguatan
Monitor respon fisik, emoi,

jam, pasien mampu :

Self care : Activity of

untuk

Daily Living (ADLs)


Dengan Kriteria Hasil :

Klien terbebas dari bau

badan
Menyatakan kenyamanan
terhadap

kemampuan

untuk melakukan ADLs


Dapat melakukan ADLS
dengan bantuan

Monitor

kemempuan
perawatan

klien

diri

yang

mandiri.
Monitor kebutuhan klien untuk
alat-alat bantu untuk kebersihan
diri,

berhias,

toileting dan makan.


Sediakan bantuan sampai klien
mampu

berpakaian,

secara

utuh

untuk

melakukan self-care.
Dorong klien untuk melakukan

aktivitas

sehari-hari

yang

normal sesuai kemampuan yang

dimiliki.
Dorong untuk melakukan secara
mandiri, tapi beri bantuan ketika

klien tdk mampu melakukannya


Ajarkan klien/ keluarga untuk
mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika
pasien

tidak

mampu

melakukannya.
Berikan aktivitas rutin sehari-

hari sesuai kemampuan.


Pertimbangkan usia klien jika
mendorong

10

Resiko
faktor
invasif

infeksi
resiko

pelaksanaan

dengan

Setelah dilakukan tindakan

aktivitas sehari-hari.
NIC :

prosedur

keperawatan selama 3 x 24

Infection

jam, pasien mampu :

infeksi)

Immune Status
Risk control

Klien bebas dari tanda

dan gejala infeksi


Menunjukkan

Dengan Kriteria Hasil :

kemampuan
mencegah

infeksi
Jumlah

batas normal
Menunjukkan
hidup sehat

perilaku

(Kontrol

Bersihkan lingkungan setelah


dipakai pasien lain
Pertahankan teknik isolasi
Batasi pengunjung bila perlu
Instruksikan pada pengunjung
untuk

mencuci

berkunjung

timbulnya
dalam

Control

berkunjung

untuk

leukosit

untuk

tangan

dan

saat

setelah

meninggalkan

pasien
Gunakan sabun antimikrobia

untuk cuci tangan


Cuci tangan setiap sebelum dan

sesudah tindakan kperawtan


Gunakan baju, sarung tangan

sebagai alat pelindung


Pertahankan lingkungan aseptik

selama pemasangan alat


Ganti letak IV perifer dan line

central

dressing

sesuai

dengan petunjuk umum


Gunakan kateter intermiten
untuk

dan

menurunkan

infeksi

kandung kencing
Tingkatkan intake nutrisi
Berikan terapi antibiotik bila
perlu

Infection

Protection

(proteksi

terhadap infeksi)

Monitor tanda dan gejala infeksi

sistemik dan lokal


Monitor hitung

WBC
Monitor kerentanan terhadap

infeksi
Batasi pengunjung
Saring pengunjung

penyakit menular
Partahankan teknik aseptic pada

pasien yang beresiko


Pertahankan teknik isolasi k/p
Berikan perawatan kulit pada

area epidema
Inspeksi kulit dan membran

granulosit,

terhadap

mukosa terhadap kemerahan,

panas, drainase
Inspeksi kondisi luka / insisi

bedah
Dorong masukkan nutrisi yang

cukup
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Instruksikan
pasien

minum antibiotik sesuai resep


Ajarkan pasien dan keluarga

tanda dan gejala infeksi


Ajarkan
cara
menghindari

untuk

infeksi
Laporkan kecurigaan infeksi
Laporkan kultur positif

DAFTAR PUSTAKA
Almazini, P. 2012. Bronchial Thermoplasty Pilihan Terapi Baru untuk Asma Berat.
Jakrta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6.
Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
GINA (Global Initiative for Asthma) 2006.; Pocket Guide for Asthma Management and
Prevension In Children. www. Dimuat dalam www.Ginaasthma.org
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Linda Jual Carpenito, 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Purnomo. 2008. Faktor Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Asma
Bronkial Pada Anak. Semarang: Universitas Diponegoro
Ruhyanudin, F. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Kardio Vaskuler. Malang : Hak Terbit UMM Press
Saheb, A. 2011. Penyakit Asma. Bandung: CV medika
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
Sundaru H. 2006 Apa yang Diketahui Tentang Asma, JakartaDepartemen Ilmu Penyakit
Dalam, FKUI/RSCM
Suriadi. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi I. Jakarta: Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai