Tanah Air Mata Tanah airmata tanah tumpah dukaku mata air airmata kami airmata tanah air kami di sinilah kami berdiri menyanyikan airmata kami di balik gembur subur tanahmu kami simpan perih kami di balik etalase megah gedung-gedungmu kami coba sembunyikan derita kami kami coba simpan nestapa kami coba kuburkan duka lara tapi perih tak bisa sembunyi ia merebak kemana-mana bumi memang tak sebatas pandang dan udara luas menunggu namun kalian takkan bisa menyingkir ke manapun melangkah kalian pijak airmata kami ke manapun terbang kalian kan hinggap di air mata kami ke manapun berlayar kalian arungi airmata kami kalian sudah terkepung takkan bisa mengelak takkan bisa ke mana pergi menyerahlah pada kedalaman air mata Aspek mimetik yang menonjol dalam puisi Pamplet Cinta maka analisis mimetik ini meliputi: aspek sosial dan cinta. 1. Aspek sosial Karya sastra pada dasarnya mengungkapkan nilai-nilai kehidupan dengan segala permasalahannya, tetapi tidak berarti karya sastra merupakan cermin kehidupan secara
mutlak. Subjek selalu mempengaruhi penciptaaan karya sastra, sehingga masing-masing
pengarang mempunyai pandangan sendiri-sendiri terhadap objek yang sama. Sesuatu yang diungkapkan dalam karya sastra merupakan gambaran kehidupan. Bukan hal yang aneh jika permasalahan-permasalahan yang timbul dalam karya sastra kemungkinan terjadi dalam kehidupan sehari-hari, atau pada waktu tertentu. Dalam puisi Tanah Air Mata dilukiskan masalah sosial tentang keadaan bangsa keadaan tanah air ini yang sudah berubah, dimana manusia sudah terpengaruh adanya nafsu dan ambisi duniawi yang tega merubah segalanya. Penyair mengungkapkan bagaimana bangsa ini sudah berubah dari yang begitu damai indah menjadi sangat menyedihkan dibalik kemegahan yang terlihat. di balik gembur subur tanahmu kami simpan perih kami di balik etalase megah gedung-gedungmu kami coba sembunyikan derita kami 2. Cinta Dalam puisi Tanah Airmata ini pengarang melukiskan tentang rasa cintanya kepada tanah air yang kini menjadi derita dan kebencian terhadap para petinggi negeri ini. Puisi ini juga merupakan bentuk sindiran dan ungkapan penyair untuk para petinggi bangsa ini. Para petinggi bangsa ini yang diharapkan bisa membangun bangsa justru hanya disibukkan dengan kepentingannya sendiri. Mereka dengan tanpa beban menikmati kemewahan negeri ini. Namun di balik itu semua banyak rakyat negeri ini yang menderita. Kebencian itu tergambar jelas pada baris puisi berikut ini: namun kalian takkan bisa menyingkir ke manapun melangkah kalian pijak airmata kami ke manapun terbang kalian kan hinggap di air mata kami ke manapun berlayar kalian arungi airmata kami kalian sudah terkepung takkan bisa mengelak takkan bisa ke mana pergi menyerahlah pada kedalaman air mata