Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN

BLOK FAMILY HEALTH


FAMILY NURSING WITH CHRONIC ILLNESS

Oleh :
KELOMPOK 3
Alma Aidha Fitria

125070200111001

Dia Amalindah

125070207111013

Mike Istianawati

125070201111033

Siti Khoiriya

125070201111009

Abdul Ghofur

125070200111041

Ulfia Fitriayani

115070207111021

PROGRAM SARJANA ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014

Families with Chronic Illness


A. Introduction Family and Chronic Illness
Penyakit kronis menjadi masalah kesehatan utama dari abad ke21. Penyakit ini biasanya mencakup kondisi yang telah terjadi selama 3
bulan atau lebih, tidak bisa diselesaikan secara spontan, dan jarang
sembuh. Penyakit kronis bisa mempengaruhi fungsi fisik, emosional,
intelektual, sosial atau spiritual. (Pusat Pengendalian dan Pencegahan
Penyakit, 2003).
Menurut hasil penelitian, 20 juta (kurang lebih 31%) anak di
Amerika di bawah usia 18 tahun hidup dengan penyakit kronis (Meleski,
2002). Wolff, Starfield dan Amderson (2002) melaporkan bahwa 88% dari
populasi dengan umur lebih dari 65 tahun memiliki satu atau lebih
penyakit kronis. Selain itu, lebih dari 1.7 juta orang Amerika meninggal
karena penyakit kronis setiap tahunnya, yang merepresentasikan 70%
dari semua kematian di Amerika. Lima penyakit kronis (penyakit jantung,
kanker, stroke, PPOK, dan diabetes) menjadi penyebab lebih dari dua
pertiga dari semua kematian setiap tahunnya. Pada tahun 1996, AIDS
dimasukkan menjadi penyakit kronis. Penyakit mental juga merupakan
penyakit kronis yang menyerang 20 juta penduduk Amerika.
Lima penyakit kronis (penyakit jantung, kanker, stroke, penyakit
paru kronis, dan diabetes) menyebabkan lebih dari dua-pertiga dari semua
kematian setiap tahunnya. Terlepas dari kematian, penyakit yang paling
umum termasuk penyakit jantung, arthritis, penyakit saluran pernapasan
atas, dan infeksi pernapasan. Pada 1996, AIDS menjadi diakui sebagai
penyakit kronis sebagai inhibitor protease menjadi lebih tersedia (Siegel &
Lekas, 2002). Penyakit mental, juga kronis, mempengaruhi 20 juta orang
Amerika (Partnership for Solutions, 2002). 60% dari individu-individu juga
memiliki penyakit kronis tambahan.
Terdapat beberapa alasan untuk peningkatan tren penyakit kronis.
Peningkatan teknologi dan medikasi telah membuat seseorang saat ini
hidup lebih panjang (dengan penyakit kronis) yang pada masa lalu kondisi

dengan penyakit kronis ini meyebabkan kematian lebih awal. Pada tahun
1900 usia harapan hidup sekitar 45 tahun dan sekarang usia harapan
hidup lebih dari 74 tahun untuk laki-laki dan perempuan.
Biaya untuk penyakit kronis biasanya sulit untuk diukur dan lebih
sering diremehkan. Pengeluaran untuk perawatan di tenaga profesional
dan medikasi biasanya tidak dipertimbangkan dalam pengeluaran
keluarga. Layanan asuransi yang sebenarnya menghabiskan 75% dari
biaya perawatan kesehatan tahunan (Wolff, Starfield, & Anderson, 2002).
Prosedur asuransi biasanya lama sehingga perlu mengeluarkan biaya dari
kantong sendiri. Biaya terkait dapat mencakup perlengkapan, peralatan,
rumah modifikasi, dan perawatan yang cukup.
Penurunan pendapatan karena sakit, penurunan kualitas hidup,
dan penurunan pendapatan karena kematian semuanya berpengaruh
pada implikasi ekonomi keluarga dengan penyakit kronis. Saat ini, biaya
pertahun diestimasikan 200 milyar untuk perawatan medis. Individu
dengan

penyakit

mental

dan

komorbiditas

lainnya

cenderung

menghabiskan lebih banyak untuk rawat inap dan rawat jalan, dengan
menggunakan penyedia layanan kesehatan lebih sebagai meningkatnya
jumlah penyakit kronis. Dan di estimasikan bahwa biaya untuk penyakit
kronis akan terus meningkat hingga 1 triliun pada tahun 2020 (Green,
2001).
B. Keluarga dan Penyakit Kronis
Respon keluarga pada penyakit kronis bervariasi tergantung dari
beberapa faktor. Faktor tersebut antara lain adalah:
a. Karakteristik dari orang yang sakit (usia, jenis kelamin, tahap
perkembangan dll)
b. Adanya stressor tambahan (masalah ekonomi, hubungan keluarga
yang tidak harmonis dll)
c. Kemampuan koping
d. Pendapatan keluarga
e. Kepercayaan(agama)

f. Dan karakteristik dari penyakit yang di derita


Ada beberapa faktor yang dapat menunjang terjadinya proses
adaptasi yang positif:
a. Kemampuan koping keluarga
b. Adanya support sosial dari lingkungan keluarga
c. Dan kepercayaan dari keluarga bahwa penyakit yang diserita
dapat ditangani
Sedangkan faktor yang mempengaruhi intensitas stressor yang di
dapat oleh keluarga adalah ketidakadekuatan daya dari keluarga (uang,
waktu, dan support emosional). Kunci dari kesuksesan adaptasi ini
adanya keseimbangan antara resource dan demand. Kebanyakan
keluarga dapat memanajemen dengan baik, tapi beberapa, sebuah
penyakit kronik dapat berkontribusi terhadap tingginya demand tekanan
daripada kemampuan keluarga dengan resource yang sebelumnya.
Demografi Pemberian Perawatan
Keluarga di abad ke 21 terlihat berbeda dengan keluarga awal
abad 20. Pada jaman dahulu kebanyakan keluarga dapat diibaratkan
sebagai piramida (dengan 2 orang tua, banyak anak, lebih banyak cucu,
dan lebih banyak lagi cicit), namun berbeda halnya dengan keluarga pada
jaman sekarang yang diibaratkan sebagai beanpole (dengan satu atau 2
orang tua, 1-2 anak, 1-2 cucu atau bahkan tak memiliki cucu, dan 1-2 cicit
atau tidak memiliki cicit). Hal inilah yang menyebabkan pertumbukan
populasi lansia meningkat karena angka kelahiran yang semakin sedikit
dan angka harapan hidup seseorang yang bertambah.
Selain itu ledakan populasi lansia ini juga menimbulkan kelangkaan
atau sedikitnya pemberi perawatan pada orang tua. Sehingga menjadi
sumber

stressor

tersendiri

bagi

suatu

keluarga.

Stressor

yang

berkepanjangan ini akan memberikan dampak yang negatif pada keluarga


yakni tingginya angka depresi, menurunnya sistem imune, pengunaan
psikotropika yang meningkat, dan juga meningkatnya tingkat kelelahan
seseorang (Gerdner, Buckwalter, & Reed, 2002). Begitupula halnya di

Indonesia biasanya depresi yang berkelanjutan dapat menuntun mereka


pada tindakan bunuh diri.
Fenomena yang berkembang sekarang ini adalah banyaknya anak
yang diasuh oleh kakek-nenek mereka dari pada oleh orangtua mereka
baik hanya sementara maupun untuk selama-lamanya. Jika di Indonesia,
hal ini banyak terjadi kerena orang tua yang harus bekerja di tempat yang
jauh atau dengan alasan agar kerja orang tua tidak terganggu. Fenomena
ini tak selamanya hanya memberikan dampak yang negatif saja namun
juga memberikan dampak positif yakni ditunjukkan dengan pelaporan
bahwa

kakek-nenek

mereka

merasa

senang

dan

puas

dengan

keberadaan cucunya, selain itu mereka juga merasa tidak kesepian lagi.
Dan sebaliknya, terkadang yang lebih muda yang merawat dari
anggota yang lebih tua dirumah. Lackey and gates (2001) mengatakan
dalam survey mereka bahwa dewasa yang memebrikan perawatan pada
anggota keluarga dengan sakit kronik biasanya merawat saat mereka
masih dewasa muda atau remaja. Perawatan ini meliputi perawatan
personal dan pengerjaan tugas rumah tangga. Negatif aspek dari hal ini
adalah kurangnya waktu yang tersedia untuk mengerjakan tugas sekolah
dan untuk bermain dengan teman sebaya, tetapi aspek positif adalah
semakin

dekatnya

hubungan

dengan

keluarga,

meningkatkan

kebanggaan karena merasa sangat membantu dan belajar kemampuan


baru, dan menjadi lebih perhatian dan lebih bisa merawat. Hampir seluruh
orang dalam studi ini mengatakan bahwa mereka melibatkan anak mereka
dalam menjalankan peran dalam pemberian perawatan jika mereka
memerlukan.
Suami/Istri
Pada usia 65 tahun, 96% dari semua orang di Amerika telah
menikah setidaknya sekali (Schmaling & Sher, 2000). Menikah sering
menjadi dukungan terkuat bagi individu yang mempunyai penyakit kronis
dan pengidap stress. Hal ini dapat ditunjukkan dengan efek Bidirectional
yang juga terjadi pada suami atau istri seseorang yang mengidap penyakit

kronis. Orang dengan penyakit kronis akan mengalami antara lain


adaptasi pada proses penyakitnya, perubahan pada quality of life-nya, dan
keadaan lainnya begitu pula dengan pasangannya akan mengalami hal
yang sama.
Kualitas pernikahan dari pasangan akan menentukan apakah
pernikahan tersebut merupakan sumber stressor ataupun pernikahan
tersebut merupakan sumber support yang akan mempengaruhi suami istri
tersebut secara fisik ataupun secara psikis. Hal ini telah diuji pada
pasangan dengan masalah depresi, penyakit jantung, penyakit ginjal, dan
kanker (Coyne, Thompson, & Palmer, 2002; OrthGomr et al., 2000;
Rohrbaugh, Cranford, Shoham, Nicklas, Sonnega, & Coyne, 2002;
Schmaling & Sher, 2000; White & Grenyer, 1999). Coyne, Rohrbaugh,
Shoham, Sonnega, Nicklas, and Cranford (2001) menemukan bahwa
kualitas pernikahan yang baik akan meningkatkan angka ketahanan,
terutama pada istri, dengan HCF.
Pada masalah ini tak hanya stress dan tanggungjawab pada
penyakit ini saja yang mereka emban bersama-sama namun juga resiko
untuk mengidap penyakit yang sama (seperti: depresi, DM, Hipertensi,
IMA, dll)karena mereka hidup dilingkungan yang sama dan melakukan
kebiasaan kesehatan yang sama (Hippisley-Cox, Pringle, Crowne, &
Hammersley; 2002).
Orang Tua/Anak
Dampak dari sakitnya orangtua pada anak sering terlupakan.
Kekurangan dari beberapa studi memberikan perhatian lebih pada
kebaikan anak dalam system keluarga yang didalamnya ada penyakit
kronik. Beberpa peneliti menguji kehidupan remaja dengan orangtua
dengan sakit kronik (seperti AIDS, kanker, depresi, cedera kepala, dan
penyakit ginjal) dan melporkan hasil yang berlawanan (Bonica & Daniel,
2003; Dorsey, Chance Morse, Forehand, & Morse, 1999; Gilber & Rafaeli,
2000; Perlesz, Kinsella, & Crowe, 1999; Smith & Soliday, 2001). Dampak
positif anak dengan orang tua yang mengidap penyakit kronis adalah

adanya ketahanan yang lebih, meningkatnya rasa percaya dirinya, dan


kekompakan dalam keluarga, sedangkan dampak negatifnya adalah
depresi, kinerja yang buruk, kebingungan peran yang seharusnya ia
lakukan, dan buruknya kualitas kehidupannya (Mukherjee, Sloper, &
Lewin, 2002). Adanya hasil yang merupakan gabungan dari kedua
dampak tersebut menunjukkan hubungan variabel lainnya seperi strategi
koping, pendapatan ekonomi, dan sistem support yang dimiliki.
Dalam keluarga tak hanya orang tua saja yang dapat mengidap
penyakit kronis namun anakpun dapat mengalami penyakit kronis yang
akan juga berdampak pada orangtuanya. Adapun dampak yang dapat
timbul akan lebih umum seperti tugas perawatan penyakit anaknya, sikap
keluarga dan orang tua pada penyakit yang diderita anaknya, dan beban
memberikan perawatan (Meleski, 2002). Selain berdampak pada orang
tuanya anak dengan penyakit kronis juga akan memberikan dampak pada
saudara-saudaranya baik secara positif maupun negatif seperti yang
diungkapkan oleh Snethen and Broome (2001) berubahnya kegiatan
keluarga yang dilakukan pada saudara tersebut, bertambahnya bebannya,
hanya memiliki sedikit keterlibatan dalam merawat saudaranya yang sakit,
dan

juga

mereka

akan

merasakan

keluarganya dan teman-temannya.

perpisahan

dengan

anggota

Berbeda halnya dengan

Gallo,

Breitmayer, Knafl, and Zoeller (1992) menyatakan bahwa anak dengan


saudara yang mengidap penyakit kronis tidak akan mengalami perubahan
yang berarti dalam kehidupan sosialnya dan juga perilakunya.
C. Teori Presprektif Umum: Sistem Keluarga dan Model Penyakit
Model

Royland

memberikan

batasan

untuk

mengkaji,

merencanakan dan mengintervensi keluarga yang menangani penyakit


kronis (Roland 1998). Model itu menunjukkan oreintasi psyschosocial
dengan prespective yang akan dibahas pada bagian 2.
Model Dimensi

Konsep Ronald memberikan batasan dalam 3 bagian dimana


setiap bagiannya akan bertemu di tengah dan merupakan 3 dimensi
terbesar yang menggambat kondisi keluarga pasien dengan penyakit
kronis. 3 dimensi utama ini adalah: tipe penyakit, waktu terjadinya, dan
komponen keluarga. Menganalisa ke-3 dimensi akan sangat membantu
dalam analisis.
Tipe Penyakit
Tipe penyakit dalah suatu system klasifikasi yang berhubungan
dengan secara biologi dan psychosocial komponen yang memberikan
gambaran mengenai penyakit dan keluarga. Penyakit kronis memiliki baik
onset akut atau onset secara bertahap. Dalam onset akut, keluarga harus
bergerak secara kritis untuk melakukan management krisis dalam waktu
yang terbatas.
Roland membagi penyakit dalam 3 bagian lagi yaitu:
1. penyakit progressive, yaitu penyakit yang berkembang secara
perlahan seperti pada Alzheimer yang kondisinya semakin
memburuk bertambahnya waktu
2. Konstans, dimana penyakit bisa diprediksi kemunculannya
3. kemunculan-episode dimana gejala muncul secara tiba-tiba
Ekspektasi awal sebuah penyakit akan mempengaruhi keluarga.
Dan tingkat kefatalan penyakit juga harus dipertimbangkan karena akan
sangat mempengaruhi tingkat stress keluarga.
Fase Waktu
Fase waktu adalah dimensi kedua yang akan memberikan
penjelasan perbedaan efek pada keluarga dengan penyakit kronis. Pada
bagian sebelah kiri akan menunjukkan fase krisis atau fase awal dan pada
bagian sebelah kanan adalah fase termina. Dan penyakit kronis berada di
tengah-tengah dimana fase krisis adalah gejala yang muncul sebelum
diagnosis dan awal tindakan setelah diagnosis. Dimana keluarga biasanya

digambarkan dalam fase penantian lama atau masalah tanpa akhir


(Roland 1994).

CONTOH UMUM TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA PADA SETIAP TIME PHASE


Fase Krisis
Membangun hubungan dengan healh care team.
Mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan penyakit dan terapi.
Melakukan pola koping terkait dengan intervensi terhadap penyakit.
Mengembangkan kompetensi keluarga.
Merasa sedih dan kehilangan identitas keluarga yang dimiliki anggota kelua
sebelum sakit.
Fase Kronik
Mengakui adanya perubahan permanen.
Menjaga kehidupan keluarga agar tetap normal.
Mengembangkan otonomi untuk semua anggota keluarga.
Membangun kembali harapan yang realistis.
Berkomunikasi secara terbuka.
Mempertahankan fleksibilitas dengan peran keluarga.
Merumuskan rencana masa depan.
Fase
Mengakui adanya rasa kehilangan.
Terminasi
Mendiskusikan masalah-masalah yang mungkin muncul pada kehidupan k
yang ditinggalkan selanjutnya.
Memulai prose reorganisasi keluarga

Kompenen dari fungsi keluarga


Kunci dari variable keluarga termasuk individu dan siklus hidup
keluarga, pola multigenerasi, system kepercayaan yang dipengaruhi oleh
culture, entik dan jenis kelamin. Model ini cocok menunjukkan antara
beban kesakitan secara psikososial dan kekuatan keluarga dan
kerapuhannya (Roland 1999). Perawat dapat membantu keluarga untuk
mengoptimalkan output yang ada. Dimana perawat dan keluarga harus
bekerja sama dalam menentukan tujuan yang akan menunjukkan
bagaimana keluarga menangani penyakit yang ada. Hal ini akan
membantu keluarga untuk kuat, memberikan harapan realistis, dan
memberikan kesempatan untuk mengontrol. Dan intervensi akan berpusat
pada fungsi keluarga dan tepat dengan saat transisi kritis. Titik transisi
kritis adalah keadaan diamana ada perubaha dalam proses penyakit dan
keluarga memiliki beban penyakit baru. Menyiapkan keluarga dalam fase
ini akan membantu mereka untuk mengevaluasi system keluarga merka

dan membentuk koping baru yang cocok membantu meningkatkan


kesehatan keluarga, menjaga kesehatan dan mencegah penyakit.
Kepercayaan-Normalitas
Kepercayaan keluarga adalah apa yang normal dan abnormal
berhubungan adaptasi keluarga dalam menghadapi penyakit kronis
(Roland 1998). Ada penyakit normative dan penyakit non normative.
Penyakit normative adalah penyakit yang bisa diprediksi dan banyak
terjadi namun penuakit non normative adalah penyakit yang tidak bisa
diprediksi dan lebih traumatis. Ketika penyakit datang keluarga harus bisa
berdaptasi secara internal maupun eksternal dalam menghadapi penyakit.
Penyakit yang datang pada usia tua dan muda tentu akan memiliki
keadaan yang berbeda. Dimana ketika sudah usia tua maka mereka akan
memiliki

kesiapan

secara

financial

namun

memiliki

kemungkinan

kecacatan yang lebih tinggi. Namun mereka juga memiliki koping stress
yang lebih baik, dan mereka biasanya akan memiliki pandangan
mengenai sukses tidaknya suatu penyakit ditangani karena memiliki
pengalaman

hidup

yang

lebih

lama.

Dalam keluaraga pasti akan memiliki strategi tersendiri dalam


menangani masalah. Seperti kapan mereka akan mencari tenaga
kesehatan dan kepercayaan itu adalah hasil dari pengalaman mereka
dalam menangani penyakit kronis. Mereka akan mengukur kemampuan
secara individu dan keluarga secara utuh.
Keluarga yang mampu beradaptasi dengan adanya penyakit kronis
dalam keluarga biasanya akan mendeskripsikan diri mereka sebagaia
normal. Hal ini muncul karena keluarga mampu untuk menyeimbangkan,
meningkatkan dan mengontrol maslaah yang ada.

Dalam keadaan ini

keluarga akan mampu membentuk system keluarga yang baru serta


menyesuaikan ekspektasi yang muncul. Seperti yang terjadi pada pasien
paska

transplantasi

paru-paru

dimana

pada

bulan

awal

paska

transplantasi keluarga mengalami kesedihan dan ansietas namun pada


bulan berikutnya mereka bisa mengontrol keadaan mereka.

Knalf dan Deatrick 2002, menggunakan kata penormalan untuk


mendiskripsikan keadaan dimana keluarga dengan anak yang memiliki
penyakit kronis sukses memanage keadaan seperti :
-

Mengenali kondisi dan potensi perubahan livestyle

Beradaptasi dengan kedaaan normal pasien dan keluarga

Menjaga keadaan keluarga dan rutinitas keluarga dengan


ketenangan.

Membangun

rencana

terapi

yang

juga

disikapi

dengan

ketenangan.
-

Berinteraksi dengan orang lain seperti kedaan terdahulu.

Penormalan atau normalisasia adalah proses yang secara aktid


meningkatkan kemampuan secara fisik, emosi dan social anak. Dengan
mengenal kondisi adalah inti dari kemampuan normalisasi. Dan tidak ada
penolakan bahwa anak adalah bagian dari keluarga (Knalf and Deatrick
2002 ; Rehm dan Franck 2000).
D. Tipologi Keluarga dengan Penyakit Kronis
Dengan mengenali perspektif teori model siklus hidup keluarga
diharapkan

dapat

membantu

perawat

berpikir

proaktif

terhadap

kemungkinan potensial timbulnya stres keluarga dan strategi untuk


meningkatkan

ketrampilan

koping.

Setiap

tahap

perkembangan

berhubungan dengan usia, perilaku, keterampilan, dan tugas-tugas


perkembangan yang memungkinkan transisi psikologis dan kognitif dari
satu tahap-ke tahap lain. Usia individu dan tahap perkembangan
mempengaruhi reaksi mereka terhadap penyakit kronis dan masalah yang
dihadapi. Dimana penyakit kronis dapat mempengaruhi independensi,
kontrol diri, dan keterampilan hidup yang dialami oleh pasien. Anggota
keluarga dan orang lain pada umumnya menyesuaikan perilaku mereka
untuk mengakomodasi dan berinteraksi secara tepat dengan individu.
Idealnya, orang-orang dengan penyakit kronis harus didorong untuk maju
melalui setiap perkembangan senormal mungkin. (Falvo Donna, 2005)

Keluarga yang Baru Menikah


Semua pasangan pada tahap ini berfokus pada pembentukkan
sistem keluarga dan memposisikan kembali hubungan mereka dengan
keluarga besar dan teman. Penyakit kronis yang didiagnosa pada tahap
ini sangat tidak tepat waktu dan penuh tantangan. Pasangan harus
mendiskusikan isu terkait peran, kerja, keuangan, anak, seksual,
kedekatan, waktu, kebiasaan makan, dll. Selain itu, perhatian juga
terfokus pada kepuasan maupun kekecewaan dalam berhubungan dan
berinteraksi.
Keluarga pada tahap ini dengan penyakit kronis ringan (non fatal,
ketidakmampuan ringan, tidak progresif) mungkin membutuhkan beberapa
perubahan pada struktur kehidupannya tetapi bukan perubahan yang
radikal. Misalkan, Seorang wanita yang baru saja terdiagnosa diabetes,
mereka harus menstruktur kembali keinginan punya anak. Sedangkan
keluarga

pada

tahap

ini

dengan

penyakit

kronis

berat

(fatal,

ketidakmampuan berat, progresif) membutuhkan perubahan mayor dari


struktur hidupnya. Misalnya, seorang laki-laki yang baru menikah 4 bulan
dan

terdiagnosa

hipertensi

pulmonari

primer

dan

membutuhkan

pengobatan yang intensif untuk menjaga hidupnya, keluarga klien akan


sangat berperan aktif dalam proses kesembuhan klien, dan klien sendiri
akan tertekan sehingga perawatannya dijalankan oleh orang tuanya.
Keluarga dengan Anak-Anak
Pada tahap ini, keluarga normalnya mengembangkan sistem
keluarga bagi anak-anak mereka, beradaptasi dengan peran sebagai
orang tua, memposisikan kembali hubungan mereka dengan anggota
keluarga. Diagnosa awal dan eksaserbasi akut akan menyebabkan krisis
dan mengganggu keseimbangan keluarga. Persepsi keluarga, strategi
pemecahan masalah, dan kemampuan keluarga berada pada tingkat
moderat untuk beradaptasi dengan situasi ini (Mc Cubbin dan Mc Cubbin,
1993).

Contohnya, pada keluarga yang baru mengetahui bahwa anak


mereka terdiagnosa hemofili atau lahir dengan penyakit kongenital,
kebanyakkan pasangan tidak mengetahui tentang kesehatan dan karena
usia yang relatif muda, mereka belum dapat pengalaman dengan kondisi
krisis seperti ini. Perubahan hormonal pada ibu berkontribusi terhadap
emosi yang labil pada ibu, dan itu akan membingungkan pasangannya.
Respon keluarga mungkin syok, ketidakpercayaan, pengingkaran, putus
asa, marah, muak, bingung, atau bahkan merasa berdosa dan benci.
Beberapa faktor yang mungkin berkonstribusi pada respon keluarga, ialah:
-

Keterlihatan kondisi

Keterbatasan fungsional

Kehadiran retardasi mental

Penggambaran nyeri dari anak

Ketidakpastian terhadap perubahan kondisi

Pengalaman orang tua terhadap penyakit kronis

Prasangka mengenai kondisi


Sedangkan saudara atau anak yang lahir selanjutnya dengan

normal dapat merasa terisolasi, ditolak, cemas, merasa tidak dapat


membantu, berdosa, atau depresi. Anak-anak mungkin akan menerima
hasil ketidakseimbangan dari kebutuhannya dan efek dari saudaranya
dengan penyakit kronis. Dengan adanya saudara yang memiliki penyakit
kronis, anak dapat tumbuh ke dalam arah yang positif seperti
pendewasaan, dukungan, dan kebebasan tetapi bila ke arah negatif maka
anak akan melindungi diri dari pernyataan terhadap saudaranya yang
mengidap penyakit kronis. Orang tua dengan anak yang menderita
penyakit kronis akan lebih terlibat secara kualitatif, berbeda dengan anak
yang tidak menderita penyakit kronis.
Rawat

inap

dirumah

sakit

yang

berkepanjangan

dapat

menghambat/ menghilangkan pemberian perawatan yang konsisten dan


penuh kasih sayang terhadap anak. Keterbatasan kondisi fisik atau
pemenuhan kebutuhan pengobatan dapat mencegah aktivitas normal,
sosialisasi, dan eksplorasi lingkungan anak. Dalam beberapa kasus,

anggota keluarga dapat terlalu protektif dan dapat membatasi atau


melarang aktivitas anak dari mengekspresikan emosi normal. Ketika anak
dengan penyakit kronis masuk sekolah, mereka mungkin tidak perlu untuk
penempatan pendidikan khusus, tetapi mereka mungkin memerlukan
intervensi sekolah untuk memaksimalkan kehadiran dan memfasilitasi
pertumbuhan pendidikan dan sosial. Masalah yang dapat terjadi
berkenaan tentang kesejahteraan psikologis anak di sekolah dicerminkan
dari interaksi mereka dengan anak lain atau dari prestasi akademis. Ketika
keterbatasan fisik atau kognitif mempengaruhi kemampuan mereka untuk
melakukan

keterampilan

yang

biasanya

dihargai

pada

tahap

perkembangan mereka, penerimaan oleh teman sebaya yang mungkin


akan terpengaruh. Kehadiran disekolah dapat terganggu oleh kebutuhan
untuk absen (ijin) berulang, yang dapat mengakibatkan ketidakmampuan
untuk berinteraksi secara konsisten dalam kelompok sebaya, yang dapat
mengurangi interaksi sosial. Dalam upaya untuk melindungi anak dari rasa
sakit fisik dan emosional, anggota keluarga dapat mengisolasi anak dari
interaksi sosial, dengan menciptakan potensi untuk mengurangi rasa
percaya diri. Keengganan anggota keluarga untuk simpatik untuk
memungkinkan anak berpartisipasi dalam kegiatan yang mungkin ada
kegagalan dapat mengganggu anaknya, kemampuan anak untuk secara
akurat mengevaluasi potensinya. Peran keluarga sangat besar untuk
mendorong anak berinteraksi sosial dan berkegiatan hingga tingkat yang
memungkinkan

anak

untuk

mengembangkan

keterampilan

dan

kemampuan yang diperlukan untuk beradaptasi ke dunia yang lebih besar.


Keluarga dengan Anak Remaja yang Menderita Penyakit Kronis
Normalnya, keluarga akan memberikan kebebasan pada anak
pada pada rentang usia dewasa. Penyakit kronis yang didiagnosa pada
usia anak-anak (seperti asma) atau remaja (seperti lupus) meningkatkan
perhatian orang tua terhadap kondisi fisik, hubungan, dan kebebasan
anak baik di sekolah maupun di rumah. Bahkan orang tua bisa bersikap
sangat protektif kepada anaknya pada saat eksaserbasi. Masa transisi

yang dialami anak dapat menimbulkan stressor, oleh karena itu orang tua
harus merencanakan perawatan kesehatan yang sesuai bagi masa
remaja anak sehingga tetap ada kebebasan yang dijalani anak.
Persepsi dan interaksi dengan teman sebaya menjadi semakin
penting sebagai remaja dalam menentukan identitas yang semakin
terpisah dari keanggotaannya dalam keluarga mereka. Dengan kebutuhan
untuk membangun kemandirian, remaja mulai membebaskan diri dari
orang tua mereka dan mungkin dapat memberontak terhadap otoritasnya
secara umum. Kematangan fisik seorang remaja membawa dampak yang
kuat dengan tubuh dan penampilannya. Kebutuhan remaja menjadi
menarik bagi orang lain sering menjadi penting. Oleh sebab itu, setiap
perubahan dalam penampilan fisik yang disebabkan oleh penyakit kronis
dapat mempengaruhi persepsi remaja terhadap gambaran tubuh dan
konsep diri. Remaja dengan penyakit kronis dapat juga beresiko menjadi
cacat sekunder yang terkait dengan faktor psikososial ( Anderson &
Klarke, 1982, Stevens, Steele, Jutai, Kainins, Bortulussi, & Biggar, 1996).
Penyakit kronis selama remaja dapat mengganggu hubungan remaja
dengan teman sebaya, sehingga perkembangan sosial dan emosional
dapat tertunda perkembangannya. Keterbatasan yang ditetapkan oleh
kondisi, pengobatan, atau reaksi simpatik dan protektif oleh anggota
keluarga dapat menjadi penghambat bagi pencapaian kemandirian dan
identitas individu remaja. Orang tua seringkali overprotective pada remaja,
sehingga dapat menurunkan harga diri dan kepercayaan diri bagi remaja.
Dalam beberapa kasus, karakteristik khusus dari perkembangan remaja
normal, seperti otoritas pemberontakan terhadap resiko atau kebutuhan
untuk diterima oleh kelompok sebaya, dapat mengganggu pengobatan
yang harus dialami oleh penyakit kronis. Jika remaja menyangkal
keterbatasan yang terkait dengan kelemahan mereka atau mengabaikan
rekomendasi pengobatan, dapat terjadi efek merugikan pada kapasitas
fisik dan fungsional.
Keluarga dengan Anak Remaja dan Memiliki Penyakit Kronis Parental

Keluarga dengan situasi ini bisa mengarah pada 2 hal, yaitu positif
seperti meluangkan waktu dengan orang tua yang sakit, semakin dekat
dengan keluarga tetapi juga bisa ke arah negatif seperti bingung akan
peran dan menimbulkan ketegangan.
Keluarga dengan Anak yang Mulai Meninggalkan Rumah
Bila ada anggota keluarga yang menderita sakit kronis pada tahap
ini dapat mengganggu siklus hidup keluarga, seperti kemungkinan anak
yang

dewasa

tidak dapat

sekolah

keluar, menunda

pernikahan,

meninggalkan kebebasan, dan berasumsi peran dalam keluarga lebih


besar. Penyakit kronis yang konstan dan stabil seperti glaukoma atau
hipertensi tidak terlalu mempengaruhi tugas mereka karena tugas tersebut
tetap dapat dijalankan sesuai peran mereka. Tetapi lamanya waktu
kesakitan akan mempengaruhi kondisi sosial ekonomi anak dewasa
sehingga dapat terjadi perceraian dan si anak kembali pada keluarga
orang tua.
Pada dewasa muda, individu membangun diri mereka sebagai
anggota

masyarakat

yang

produktif,

mengintegrasikan

tujuan

keterampilan, mengembangkan kapasitas untuk hubungan intim, dan


menerima tanggung jawab sosial. Ketika penyakit kronis berkambang
maka

akan

membatasi

peran-peran

dewasa

muda

pada

tahap

perkembangan normal. Jika individu muda sudah mempunyai anak, maka


pemberian perawatan anak dapat menjadi keterbatasan yang dapat
melekat pada penyakit kronis tertentu. Dewasa muda yang belum
sepenuhnya bebas atau meninggalkan keluarga asal mereka pada saat
timbulnya penyakit kronis mereka mungkin lebih sulit memperoleh
kebebasannya. Dalam beberapa kasus overprotektif keluarga dapat
mencegah mereka dari peran individu sesuai kelompok usia yaitu dewasa
muda.
Keluarga dikehidupan yang akan Datang
Pada tahap siklus hidup ini, anggota keluarga yang lebih tua fokus
pada mempertahankan fungsi tubuh yang dihadapan dengan penurunan

fisik atau psikologis. Penyakit kronis memaksa pasangan yang lebih tua
untuk mengenali potensi kerugian dan ketergantungan, pendapatan, dan
persahabatan karena mereka harus kehilangan teman-teman dan anggota
keluarga lainnya. Penyakit yang sebelumnya konstan atau progresif telah
berkembang menjadi fase preterminal atau terminal. Pada saat hidup,
beberapa penyakit telah menyebabkan ketidakmampuan. Kondisi yang
paling umum adalah arthritis, gangguan pendengaran, kondisi jantung dan
hipertensi, dan depresi (Ebersole & Hess, 2001). Dalam menanggapi
perubahan penyakit kronis, transisi terjadi dalam keluarga karena
beberapa peran dan tanggung jawab bergeser lintas generasi. Anggota
keluarga sering menghadapi untuk pertama kalinya realitas tidak adanya
anggota keluarga mereka yang lebih tua. Ketika ada hanya satu orangtua
yang tersisa, terjadi peningkatan ketegangan pada orang dewasa dan
anak-anak karena mereka menganggap fungsi pengasuhan lagi. Selain
itu, mereka mulai menghadapi mengubah posisi sebagai generasi tertua di
keluarga mereka.
Ketidakseimbangan mungkin berkembang pada pasangan dengan
perubahan fase penyakit kronis pada salah satu pasangan. Keluarga
menyediakan 80 sampai 90 persen dari jangka panjang pengasuhan di
Amerika Serikat, dan mereka sering memperpanjang sendiri melampaui
batas mereka untuk merawat tua dengan penyakit kronis (Ebersole &
Hess, 2001). Pengasuhan informal dan dukungan emosional dapat berupa
uang, tugas, perawatan fisik langsung, transportasi, panggilan telepon
yang sering, dan kunjungan. Itu hubungan pengasuhan yang paling khas
adalah antara pasangan, dan perempuan mengalami lebih banyak beban
dan tekanan psikologis dalam peran pengasuhan daripada laki-laki
lakukan (Marks, Lambert, & Choi, 2002).
Pasangan in letter life ini akan memilih untuk memodifikasi rencana
pensiun, perjalanan, dan hubungan baru yang berhubungan dengan usia
dan tanggung jawab efek penyakit kronis. Mengatasi penyakit kronis
termasuk

belajar

untuk

berurusan

dengan

tantangan

sehari-hari,

mempertahankan kontrol atas keputusan membuat, dan bagi sebagian

orang, memelihara agama yang kuat keyakinan (Davis & Magilvy, 2000).
Akhir masalah kehidupan yang biasanya ditangani atau diulang dalam
keluarga berkaitan dengan memajukan arahan, rumah sakit, dan
perawatan bagi mereka yang selamat.
Mengatasi stres penyakit kronis terus setelah anggota keluarga tua
meninggalkan keluarga rumah untuk panti jompo. Anggota keluarga yang
melakukan segala sesuatu sehari-hari sering diturunkan ke bedside dan
kurang aktif terlibat. Peran baru ini an menciptakan stres bagi keluarga
dan pasien. Perawat berada dalam posisi kunci untuk membantu keluarga
tetap terlibat perawatan dan keputusan pada tingkat yang sesuai yang
tidak tidak meningkatkan beban keluarga.
E. Family Task and Nursing Roles
Perawat dapat membantu keluarga mengatasi masalah yang
ditimbulkan oleh penyakit kronis dengan melakukan usaha memperkuat
kekompakan keluarga, membangun komusikasi yang efektif dalam
keluarga, batas-batas yang fleksibel dan kemampuan beradaptasi. Pada
beberapa penelitian mengenai peran keluarga dalam mengatasi masalah
penyakit kronik, hasilnya menunjukkan efek yang signfikan mengenai
peran keluarga tehadap peran keluarga untuk pasien yang mengalami
penyakit kronis.
Fase Akut
Penyakit kronis dapat diawali dengan gejala akut yang muncul
secara tiba-tiba atau dapat berkembang menjadi gangguan pada episode
krisis. Dampak nya adalah individu yang terkena bisa beresiko mengalami
penurunan harapan hidup, penurunan kualitas hidup , atau kematian .
Pada fase ini, keluarga dituntut untuk memberikan respon ynag cepat
dalam

periode

waktu

yang

singkat.

Anggota

keluarga

harus

memanfaatkan berbagai sumber daya dan strategi penanggulangan


dengan cepat .

Setelah mengalami masa stress karena penyakit akut, Awalnya,


kelarga akan mengalami masa kebingungan. Para peniliti menjelaskan
bahwa kelurga akan mengalami 6 tahapan sebelum kembali ke fungsi
dasar mereka: kecemasan tinggi, penolakan, kemarahan, penyesalan,
kesedihan, dan rekonsiliasi (Hopkins, 1994). Pada beberapa kasus,
keluarga mungkin akan mengalami perbedaan urutan fase dan kemajuan
terhadap berbagai fase ini. Pada dasarnya, tugas keluarga dalam fase ini
adalah untuk mendapatkan kembali kondisi stabil.
Untuk menilai keluarga pada fase akut, perawat harus bertanya
tentang stres lainnya yang terjadi dalam keluarga dan strategi koping yang
digunakan keluarga. Hal ini dapat dicapai melalui wawancara dan
kuesioner tertulis. Rolland menunjukkan bahwa penilaian keluarga
berfokus pada empat komponen utama dari fungsi keluarga: struktur
keluarga dan pola organisasi, proses komunikasi, pola multigenerasi dan
siklus

kehidupan

keluarga,

serta

sistem

kepercayaan

keluarga.

Komponen-komponen ini akan dibahas secara lebih rinci pada bagian


"Tahap kronis."
Harus ada upaya untuk mengumpulkan informasi dari semua
anggota penting dalam keluarga dan bukan hanya anggota keluarga yang
paling bersedia atau tersedia (misalnya, ibu atau istri) . Intervensi harus
mencakup mendengarkan secara aktif, dini dan seringnya berhubungan
dengan keluarga, dan seringnya mengakaji perkembangan pasien.
Perawat

harus

mendorong

keluarga

untuk

mengumpulkan

informasi yang akurat tentang penyakit dan pengobatan. Keluarga juga


terkadang membutuhkan bimbingan perawat dalam menetapkan prioritas
untuk diri mereka sendiri. Menyediakan informasi untuk keluarga dan
sumber daya di masyarakat terbukti dapat membantu. Selain itu perawat
juga dapat menyediakan rujukan ke tenaga kesehatan profesional lainnya
jika ada masalah berkelanjutan dan butuh penanganan lain.
Antisipasi Kehilangan

Kerugian antisipatif melibatkan berbagai reaksi emosional dalam


menanggapi kerugian yang diharapkan atau mengancam selama penyakit
kronis. Kerugian antisipatif bisa menjadi kerugian keluarga potensi
anggota keluarga yang sakit, hilangnya keluarga utuh, atau harapan cacat
atau meninggal oleh anggota keluarga yang sakit. Efek kehilangan
antisipatif bervariasi dengan pengalaman multigenerasi dari nyata atau
terancam kerugian, jenis penyakit, tuntutan psikososial jangka panjang,
dan jumlah ketidakpastian tentang prognosis (Rolland, 1994). Tanggapan
keluarga

umum

meliputi

minimalisasi,

hypervigilance

dan

overprotectiveness, pemisahan kecemasan, kemarahan dan kebencian,


kelelahan, dan putus asa. Perasaan anggota keluarga 'sering terombangambing antara kenikmatan yang anggota keluarga mereka masih hidup
dengan mereka dan rasa bersalah yang mereka inginkan hadir relatif sakit
mereka terlepas dari rasa sakit dan penderitaan. Sebaliknya, anggota
keluarga mungkin memiliki rasa bersalah bahwa mereka berencana untuk
tidak adanya orang yang dicintai mereka sebelum kehilangan mereka
yang sebenarnya. Kerugian antisipatif tidak memberikan waktu bagi
anggota keluarga untuk berlatih reaksi mereka sebelum kerugian benarbenar terjadi.
Pertimbangkan contoh ini. Antoinette pindah dengan anaknya,
istrinya, dan ketiga anak mereka 2 tahun yang lalu, setelah rawat inap
terakhirnya untuk gagal jantung kongestif. Dia telah menjadi semakin lebih
dyspneic, dan edema pergelangan kakinya membuat berjalan lebih dan
lebih sulit. Pengobatan yang telah ditingkatkan. Ada saat-saat ketika barubaru ini dia menemukan dia menangis saat ia menganggap apa yang
hidupnya akan ketika dia tidak bisa berjalan ke sudut toko. Cucunya juga
tampaknya akan menghindari saat mereka mendiskusikan liburan
keluarga mendatang mereka ke pegunungan. Anaknya dan istrinya
sementara telah berdebat lebih sering akhir-akhir ini lebih dari jumlah
garam dalam makan malam mereka. Dia menegaskan bahwa mereka
tidak perlu mengubah kebiasaan diet mereka, tetapi istrinya ingin membeli
makanan rendah sodium untuk semua orang dan menghapus semua

garam dari rumah. Selama kunjungan kesehatan di rumah, perawat


pemberitahuan kesedihan Antoinette dan bertanya apakah kesedihan dan
perubahan terbaru lainnya adalah tanda-tanda kehilangan antisipatif.
Untuk menentukan apakah hal ini terjadi, perawat perlu menilai
seluruh keluarga. Merencanakan kunjungan pada saat semua yang hadir
akan memfasilitasi penilaian ini. Pertanyaan tentang kerugian sebelumnya
atau bersamaan harus diajukan kepada semua. Mendorong semua
anggota untuk berbagi keprihatinan sering merupakan pembuka yang
baik. Membantu anggota keluarga untuk mengidentifikasi kekuatan dan
mempersiapkan mereka untuk kemungkinan reaksi kesedihan sangat
membantu. Perawat harus memulai dialog untuk mengeksplorasi pilihan
yang tersedia dan tindakan yang mungkin. Intervensi harus mencakup
pengajaran kesehatan tentang apa yang diharapkan di masa depan,
mengidentifikasi

tanda-tanda

respon

patologis,

dan

menyoroti

kemungkinan pertumbuhan untuk keluarga dengan adanya penyakit


kronis ini. Rujukan ke lembaga atau kelompok dukungan dapat
mengurangi respon kesedihan.
Harus ada rasa kepercayaan sehingga ekspresi langsung dari
perasaan dapat terjadi. Kepercayaan ini merupakan fenomena dua arah
antara perawat dan pasien dan keluarga. Thorne dan Robinson (1988,
1989) menemukan dalam studi mereka bahwa kepercayaan timbal balik
memiliki dampak yang signifikan terhadap persepsi pasien dan kepuasan
dengan perawatan kesehatan. Mereka telah dikonfirmasi dari studi
penelitian mereka yang percaya berevolusi dalam tiga tahap: kepercayaan
naif, kekecewaan, dan aliansi dijaga. Mereka menyarankan perawat
kepercayaan yang sulit untuk mengembangkan tetapi itu melibatkan
kesehatan budidaya profesional kompetensi dalam keluarga dan akhirnya
melihat keluarga sebagai kompeten. Pandangan perawatan kesehatan
profesional merangsang pasien dan keluarga untuk merasa lebih percaya
diri dalam kemampuan mereka dalam mengelola penyakit dan membuat
keputusan yang valid atas nama mereka sendiri. Untuk mencapai
kepercayaan ini, harus ada berbagi informasi yang akurat, fleksibilitas

dalam hubungan, dan kolaborasi dalam rekonsiliasi (Hopkins, 1994).


Keluarga mungkin berbeda dalam urutan tahapan dan tingkat di mana
mereka kemajuan melalui fase-fase ini. Terlepas dari penyebab penyakit,
tugas utama keluarga adalah untuk mendapatkan kembali stabilitas.
Dalam kasus Antoinette, perawat perawatan kesehatan di rumah
bisa bertemu dengan seluruh keluarga satu Kamis malam setelah makan
malam. Setelah ia menyelesaikan penilaian rutin Antoinette, dia mengatur
agar duduk keluarga di ruang tamu. Dia meminta masing-masing apa
yang mereka pikir masa depan yang dimiliki untuk mereka dan keluarga.
Tanggapan mereka terkejut satu sama lain. Setiap sering berseru, "Aku
tidak tahu kau merasa seperti itu!" Dan "Saya memikirkan hal itu juga!"
Setelah satu jam, mereka semua setuju bahwa mereka merasa sedih dan
menanggapi peristiwa yang belum terjadi. Perawat bernama berbagai
kekuatan bahwa dia telah dicatat dalam kunjungan terakhir. Dia tidak
menawarkan harapan palsu dan mengakui bahwa Antoinette akan terus
mengalami kerusakan fisik. Dia mendorong mereka untuk terus berbicara
satu sama lain. Antoinette putri-in-hukum itu menerima panggilan
American Heart Association untuk mendapatkan informasi lebih lanjut
tentang kelompok dukungan. Perawat rumah perawatan kesehatan akan
terus memantau keluarga ini selama kunjungan berikutnya.
Ambigu loss
Ambiguous loss (unclear loss) adalah pengalaman keluarga yang
paling menegangkan (Boss, 1999). Kematian dari anggota keluarga yang
sebenarnya adalah kehilangan yang nyata. Ambiguous loss mengganggu
keluarga dengan membingungkan dinamika keluarga. Hal ini memaksa
anggota keluarga mempertanyakan keanggotaan keluarga dan peran.
Bahayanya adalah hal tersebut dapat mengakibatkan imobilisasi dan
kesedihan berkepanjangan.
Pada penyakir kronis, ada dua jenis Ambiguous loss:
1. Tipe pertama yakni anggota keluarga secara fisik tida ada tapi
secara psikologis ada. Contohnya: seorang suami yang

merupakan pekerja konstruksi. Saat ini ia berada di unit


rehabilitasi karena mengalami cedera servikal dan beberapa
fraktur di bagian tubuhnya. Dan tidak jelas kapan ia bisa
kembali kekeluarganya.
2. Tipe kedua dari ambiguous loss adalah situasi di mana anggota
keluarga secara fisik hadir tetapi secara psikologis tidak ada.
Hal ini dapat terjadi dengan adanya penyakit tertentu kronis
mental, cedera kepala, penyakit Alzheimer, dan koma
Fase kronis
Penyakit kronis menawarkan tantangan dan kesempatan untuk
pertumbuhan untuk semua keluarga pada setiap tahap siklus hidup. Ini
adalah lebih dari sebuah tantangan ketika penyakit ini "off-time" atau
terjadi

bersamaan

dengan

transisi

siklus

hidup

lainnya,

karena

kemungkinan pertemuan individu atau keluarga tujuan dapat menjadi


sangat miring (Rolland, 1999a). Keluarga harus fleksibel dan menjaga
komunikasi keluarga yang terbuka. Pasangan harus membahas penyakit
dan dampaknya terhadap peran dan tanggung jawab mereka dan
dinamika hubungan mereka. Orangtua sering mempertanyakan berapa
banyak untuk berbagi dengan anak-anak. Ketika informasi ageappropriate
dibagi, orang tua dapat mengatasi ketakutan, mengeksplorasi perasaan,
dan memperbaiki kesalahpahaman. Seringkali, imajinasi lebih buruk dari
kenyataan.
Keluarga perlu mengembangkan "tantangan kita" sikap terhadap
penyakit. Jika hanya masalah pasien, akan ada ketidakseimbangan
kekuasaan

dan

mengidentifikasi

kontrol.
secara

Risiko
eksklusif

utama
dengan

adalah

bahwa

penyakit

dan

keluarga
penyakit

membentuk batas apa yang dianggap kehidupan keluarga yang normal.


Salah satu contoh yang akan menjadi wanita yang diperlakukan
pembedahan untuk kanker payudara 30 tahun yang lalu tapi belum
bekerja sejak operasi nya jika dia telah lebih jauh perlu untuk operasi dan
kemoterapi. Suaminya membenci bebannya menjadi satu-satunya pencari

nafkah tetapi merasa dia

tidak punya

hak untuk menyuarakan

keprihatinannya karena dia "sakit." Sementara itu, tak satu pun dari anakanak dewasa yang pernah bergerak lebih dari 10 mil jauhnya, meskipun
peluang untuk bergerak, karena kanker mungkin muncul kembali lagi.
Penyakit kronis dapat
membantu

anggota

keluarga

digunakan
yang

sebagai

terkena

penopang

dampak

untuk

memperoleh

tanggapan positif lainnya. Anggota keluarga dapat mencegah perangkap


ini dengan bekerja bersama sebagai sebuah unit untuk menangani
masalah atau keputusan tertentu. Seringkali, peran berubah sebagai
penyakit kronis berlanjut dari waktu ke waktu. Keluarga yang memiliki
peran tradisional, misalnya, mungkin perlu menggeser tanggung jawab
dalam rangka memenuhi tujuan keluarga. Pekerja konstruksi 55 tahun
dengan memburuknya gagal ginjal dan diabetes yang sebelumnya
membagi tugas rumah tangga dengan istrinya sehingga ia melakukan
pekerjaan di dalam dan dia melakukan pekerjaan luar. Sekarang dia
sedang cuti medis di rumah selama penyesuaian untuk hemodialisis, dan
dia lebih terlibat dalam memantau anak-anak mereka. Istrinya telah
meningkatkan jam kerjanya untuk memenuhi biaya. Anak-anak juga
menjadi terlibat dengan perawatan langsung dan menerima tanggung
jawab yang lebih dengan tugas-tugas rumah tangga. Konflik akan
berkembang kecuali keluarga ini melakukan negosiasi peran dan
tanggung jawab baru dengan adanya penyakit kronis ini.
Anggota keluarga sering perlu untuk mengembangkan penguasaan
dengan keterampilan baru dan merencanakan potensi krisis di masa
depan. Orang tua dan anak-anak perlu mendiskusikan apa yang sumber
daya dapat diaktifkan ketika mereka dibutuhkan. Kurz dan Cavanaugh
(2001) menemukan bahwa pasangan yang sedang menunggu untuk
transplantasi paru-paru telah mengembangkan daftar panggilan telepon
untuk anak-anak mereka untuk memperingatkan teman-teman dan
keluarga dari peristiwa bedah. Beberapa juga memiliki kakek siaga untuk
mengurus anak-anak ketika calon transplantasi harus meninggalkan

rumah sakit. Bersamaan dengan itu, perlu ada keseimbangan antara


kebutuhan individu dan kebutuhan keluarga.
Ketika penyedia layanan kesehatan menilai keluarga dalam fase
kronis penyakit, mereka mendapatkan pandangan yang lebih holistik
dengan menggunakan alat penilaian keluarga luas. Ini harus mencakup
bentuk keluarga dan struktur, komunikasi, sumber daya, pola keluarga,
dan fungsi keluarga (Potter & Perry, 2003). Menggunakan genogram akan
membantu untuk konsep keanggotaan dan struktur, pola interaksi, riwayat
medis, dan informasi keluarga penting lainnya (lihat Bab 8 untuk rincian
lebih lanjut).
Berikut adalah fokus pengkajian pada keluarga yang dapat
dilakukan oleh perawat keluarga:
N
o
1

Aspek

Pengkajian

Struktur Keluarga a. Siapa yang tinggal di rumah?


dan
Organisasi

Pola b. Apakah anggota keluarga menganggap


hewan peliharaan bagian dari keluarga?
Jika demikian, cari informasi tentang
masing-masing hewan peliharaan.
c. Siapa kerabat penting lainnya (keluarga)?
d. Di mana mereka tinggal?
e. Jelaskan bagaimana keputusan
pengasuhan anak yang dibuat?
f. Bagaimana tugas pemeliharaan rumah
dicapai?

g. Apakah ada aturan keluarga?


Proses komunikasi a. bagaimana kebutuhan keuangan
keluarga?
b. Bagaimana keluarga ini memenuhi
kebutuhan keuangan mereka?
c. Apa kekuatan yang keluarga ini miliki?
d. Siapa yang bekerja dan di mana?
e. Apakah mereka puas dengan jenis

pekerjaan mereka (atau majikan)?


f. Seberapa efektif anggota keluarga
berkomunikasi?
g. Bagaimana kesepakatan keluarga dengan
3

konflik?
Pola multigenerasi a. Bagaimana keluarga ini biasanya
dan

Siklus

Kehidupan
Keluarga

mengatasi dengan stres?


b. Apakah ada pengalaman keluaraga ada
yang memiliki penyakit kronis dimasa lalu?
c. Gambarkan pengalaman mereka memiliki
anggota keluarga yang merupakan tenaga
kesehatan profesional?
d. Bagaimana kesehatan semua anggota
keluarga?
e. Apa jenis dukungan yang keluarga ini
miliki? Siapa yang akan memberikan
bantuan?

Sistem
Kepercayaan
Keluarga

f. Dimana siklus hidup keluarga?


a. Apa keyakinan utama keluarga tentang
penyakit tertentu?
b. Apa tujuan keluarga ini telah diidentifikasi?
c. Apa saja pilihan dengan penyakit ini bagi
keluarga?
d. Bagaimana setiap anggota keluarga
berpikir penyakit ini akan mempengaruhi
dia? / Keluarga?
e. Bagaimana sebuah keluarga yang sehat
mengatasi situasi Anda?
f. Apakah ada tradisi keluarga atau
perayaan yang penting ?

Intervensi bagi keluarga pada tahap ini perlu membantu mereka


menguasai tantangan terkait dengan penyakit kronis dan adaptasi

keluarga. Keluarga perlu memahami pola-pola yang diharapkan dari


tuntutan selama fase kronik, mengembangkan pemahaman tentang diri
mereka sebagai sebuah unit fungsi, menjadi sadar akan individu dan
siklus kehidupan keluarga sehingga mereka dapat tetap menyadari
kesesuaian antara penyakit dan masalah-masalah perkembangan,
sehingga

keluarga

dapat

mengeksplorasi

keyakinan

dan

warisan

multigenerasi dan perbaikan makna tentang penyakit, masalah kesehatan,


dan sistem pemberian perawatan (Rolland, 1999).
Perawat dapat membantu keluarga membuat diagnosis perspektif.
Perawat mulai dengan menilai apa harapan dan pengetahuan yang telah
keluarga memiliki. Jika ada kesalahpahaman, klarifikasi mereka. Orang
tua, khususnya, perlu waktu yang tepat, informasi yang cukup untuk
berkontribusi penuh dan aktif dalam proses pengambilan keputusan.
Pemahaman yang cukup tentang penyakit dan kebutuhan pengobatan
anak telah dikaitkan dengan ketidakpatuhan dan risiko dari kondisi
eksaserbasi akut (Dosa, Boeing, & Kanter, 2001).
Sibling (Saudara kandung)
Untuk membantu mempersiapkan kebutuhan anak dirawat di
rumah sakit, misalnya, perawat dapat menemani keluarga pada kunjungan
rumah sebelum masuk rumah sakit (Bakewell-Sachs et al., 2000).
Evaluasi menyeluruh terhadap lingkungan rumah dapat memfasilitasi
mengajar orangtua dan mengidentifikasi situasi tak terduga. Misalnya,
kadang-kadang

saudaranya

mengeluh

bahwa

anak

sakit

kronis

diperlakukan lebih lunak. Orangtua mungkin tidak menyadari bahwa


mereka merawat anak-anak mereka dengan standar yang berbeda atau
mungkin berkata, "Tentu saja aku tidak ketat terhadap aturan dengan dia
karena ia sakit.
Pada beberapa kasus saudara terkadang mengeluhkan perlakuan
khusus terhadap saudaranya yang sakit dengan berkata Apakah itu adil?
adikku dapat tidur sepanjang hari dan saya harus pergi ke sekolah bahkan

jika saya sakit kepala? Saya harus mencuci piring setiap malam sekarang
dan dia tidak pernah melakukan itu.
Saudara biasanya sangat menyadari perasaan negatif mereka,
seperti kemarahan, perasaan diabaikan, kekhawatiran kausalitas, penyakit
menular, rasa bersalah, atau tanggung jawab, dan perasaan yang mereka
rasakan biasanya tidak berdasar.
Perawat harus memberitahu anak-anak bahwa emosi mereka
dapat diterima tetapi juga harus mengklarifikasi kesalahpahaman.
Perawat, dalam hubungannya dengan orang tua, dapat mengkonfirmasi
persepsi saudara bahwa ia telah menerima kurang perhatian dan
memberitahu anak bahwa itu boleh saja merasa marah tentang menerima
kurang diperhatikan. Peresepsi saudara terhadap lingkungan rumah
biasanya cenderung berbeda dengan persepsi orangtuanya. Oleh karena
itu perawat sebaiknya langsung berbicara pada sudaranya daripada
mengandalkan kesan orang tua.
Perawat juga dapat memberikan masukan agar saudaranya diberi
peran dalam merawat saudaranya yang sakit sehingga ia dapat
mengambil manfaat dari terlibat langsung dalam tanggung jawab
pengasuhan jika ia tertarik untuk melakukannya dan jika tugas berada
dalam rentang perkembangan mereka.
Sepanjang kondisi kronis, informasi bagi saudara perlu diperbarui
karena dua alasan utama: Pertama, agar saudara dapat mengetahui
tentang perubahan kondisi penyakit dan orang tua juga dapat mempelajari
lebih lanjut tentang kondisi dan karena manifestasi tertentu ini kondisi bisa
berubah. Kedua, tingkat perkembangan saudara 'berubah, sehingga
mengubah kemampuan mereka untuk mengintegrasikan informasi.
Spouses (pasangan)
Saudara bukan satu-satunya kelompok yang mungkin merasa
diabaikan. Pasangan dalam keluarga dengan penyakit kronis juga perlu
diperhatikan. Kehadiran kondisi kronis sering meningkatkan stres dalam
keluarga, sehingga beberapa mengasumsikan adanya laju perceraian

keluarga yang lebih besar. Perawat dapat memfasilitasi penyesuaian


keluarga dengan mendorong acara keluarga, rekreasi, dan waktu pribadi
untuk pasangan.
Adolescents (Remaja)
Intervensi perawat 'untuk keluarga dengan remaja harus fokus
pada mencegah komplikasi perkembangan. Perawat perlu menyarankan
atau memulai diskusi menangani efek fisik obat, operasi, atau perawatan
dan cara-cara untuk mengurangi atau mengatasi efek. Orang tua dari
remaja yang memiliki penyakit kronis cenderung resisten terhadap upaya
remaja untuk mandiri.
Perawat dapat membantu keluarga dengan mengajarkan remaja
yang sakit tebtang ketrampilan perawatan diri dan mendorong mereka
untuk

memantau

kebutuhan

pengobatan

mereka.

Jika

perawat

menemukan remaja yang memiliki keinginan untuk kontak dengan teman


sebaya, perawat mungkin perlu untuk mengeksplorasi dengan remaja dan
keluarga bagaimana memfasilitasi interaksi dengan teman sebaya.
Menurut Woodgate (1998); Young, Dixon-Woods, Windridge, & Heney
(2003), Remaja berkomentar bahwa mereka sering merasa terpinggirkan
oleh

komunitas

perawatan

kesehatan

seolah-olah

mereka

hanya

pengamat dalam perawatan mereka sendiri.


Perawat dapat mencegah hal ini terjadi dengan secara rutin
meminta remaja untuk berbagi ide dan keprihatinan dengan remaja itu
sendiri dan keluarganya Jika penyakit menjadi tidak stabil karena
ketidakpatuhan, perawat harus mendiskusikan apa yang terjadi dan
bagaimana mencegah terulangnya penyakit. Perawat dapat menunjukkan
bahwa anggota keluarga yang lain menggunakan strategi seperti daiatas,
bukan dengan teguran.
F. Implikasi Keperawatan
Untuk mencapai hasil terbaik, perawat tidak bisa hanya berfokus
pada perawatan salah satu anggota keluarga. Harus ada upaya

peningkatan kolaboratif dengan seluruh anggota keluarga yang menderita


penyakit kronis pada semua pengaturan
Praktik
Perawatan berpusat pada keluarga dan pentingnya hubungan
saling percaya dengan penyedia layanan kesehatan untuk keberhasilan
pengobatan (American Academy of Pediatrics, 2001; Cohen & Wamboldt,
2000). Perawatan berpusat pada keluarga termasuk psikologi dan
penerimaan dikembangkan bersama

antara keluarga dan

tenaga

kesehatan. Obat-obatan Komplementer dan alternative (CAM) telah


semakin terintegrasi ke pilihan pengobatan utama (American Academy of
Pediatrics, 2001). Bahkan banyak yang Menggunakan CAM herbal,
akupunktur, refleksologi dan telah terbukti bermanfaat namun, Banyak
teknik CAM belum diuji ketat. Perawat mungkin ingin menggabungkan
pengetahuan yang akurat tentang CAM dalam rencana praktek mereka
dan melibatkan mereka secara rutin dalam anamnesis dan intervensi
keluarga. Selain itu, dengan munculnya informasi genetik baru dan
teknologi, perawat perlu mengintegrasikan informasi genetik baru dalam
strategi mengajar pasien mereka. Keluarga pasien dan perawat telah
menggunakan internet untuk mendapatkan informasi terbaru. Penggunaan
teknologi

canggih

akan

terus

mempengaruhi

cara

penyampaian

perawatan. Video conferencing akan memungkinkan perawat untuk


melakukan wawancara dan memodifikasi penilaian dengan berkomunikasi
secara real time di kejauhan.
Permintaan bahwa perawat secara rutin menerapkan intervensi
yang didasarkan pada bukti empiris terbaik yang tersedia. Perawat sangat
akrab dengan pemantauan dan intervensi dengan masalah kesehatan
pasien dengan penyakit tertentu dan kegiatan promosi kesehatan.
Beberapa pemimpin keperawatan telah menekankan bahwa penting bagi
dokter untuk mengidentifikasi dan menerapkan intervensi berdasarkan
jenis penyakit dibandingkan dengan penyakit tertentu (Knafl & Deatrick,
2003). Sebagai contoh, keluarga dengan ibu yang memiliki emfisema
memiliki kebutuhan yang sama dengan keluarga dengan multiple sclerosis

atau skleroderma. Perawat mungkin akan lebih efisien untuk membuat


intervensi keluarga berdasarkan kesamaan. Keluarga dengan penyakit
progresif

dengan

onset

bertahap

yang

memiliki

kemungkinan

memperpendek masa hidup pasien. Knafl dan Gillis (2002), dalam


tinjauan sistematis mereka berfokus pada penelitian keluarga dan
penyakit kronis, melaporkan bahwa studi keperawatan jatuh ke dalam dua
kelompok besar: studi deskriptif tanggapan keluarga terhadap penyakit
dan Studi penjelas dari variabel yang berkontribusi terhadap respon
keluarga terhadap penyakit. Ada beberapa studi yang difokuskan pada
intervensi keperawatan dan diharapkan kebiasaan ini akan berubah dalam
beberapa tahun ke depan karena banyak organisasi keperawatan dan
kelompok pendanaan telah mengidentifikasi kebutuhan untuk mengukur
efektivitas intervensi keperawatan sebagai prioritas utama (Hinshaw,
2000). Perawat harus terus mencari penelitian yang mendukung intervensi
mereka.
Selama dekade terakhir, penyediaan sistem layanan kesehatan
telah berubah secara dramatis. Pada tahun 2000 hanya 60 persen dari
seluruh perawat AS dipekerjakan dalam sistem rumah sakit (McEwen,
2002). Perawat di masa depan akan menemukan bahwa mereka biasanya
bekerja dengan keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan penyakit
kronis di lingkungan rumah, fasilitas perawatan jangka panjang, sistem
masyarakat (misalnya, sekolah), atau sistem rawat jalan (misalnya, klinik,
unit dialisis). Perubahan demografi (misalnya, populasi yang menua) juga
akan mempengaruhi jenis keluarga yang peduli perawat. mereka akan
menemukan bahwa mereka sering bekerja dengan keluarga yang
termasuk individu yang lebih tua dari 65 tahun. Sedangkan kelangkaan
sumber daya khusus, kekurangan perawat, kurangnya akses ke
pelayanan

kesehatan

yang

berkualitas,

dan

meningkatnya

biaya

perawatan kesehatan akan membentuk intervensi keperawatan untuk


fokus pada membantu keluarga menjadi lebih - mandiri dan independen.
Intervensi keperawatan akan lebih melibatkan mengajar tentang teknik
perawatan

langsung

- spesifik dan

keterampilan komunikasi keluarga.

strategi

untuk meningkatkan

Edukasi
Pendidikan keperawatan sering berfokus pada pasien dengan
penyakit kronis sebagai anggota keluarga. Lulusan keperawatan harus
siap untuk berkolaborasi dengan keluarga, masyarakat, dan tenaga
kesehatan profesional lainnya. Dengan perawatan berpusat pada
keluarga,

perawat

mengakui

pentingnya

perkembangan

keluarga,

mengenali kekuatan keluarga, dan mendukung upaya keluarga. Lulusan


keperawatan perlu untuk diverifikasi pada fokus keluarga di setiap daerah.
Harus ada tindakan pendidikan secara langsung dari klien individu
sebagai anggota keluarga (keluarga dalam konteks) ke sebuah keluarga
yang berfokus pendekatan. Siswa di semua tingkatan harus mendapatkan
keahlian

dengan

keterampilan

dalam

menilai

dan

merencanakan

intervensi untuk keluarga berhubungan dengan penyakit kronis dan tidak


semata-mata untuk perseorangan. Sejak pertengahan 1960-an, telah
terjadi perluasan program praktisi perawat keluarga di seluruh Amerika
Serikat untuk memberikan perawatan berpusat pada keluarga dan
diharapkan akan berlanjut di masa depan. Namun tinjauan pedoman
intervensi untuk dewasa dan praktisi perawat keluarga mengungkapkan
bahwa beberapa penulis mengarahkan perhatian seluruh keluarga
sebagai satu unit dan tindakan keperawatan diarahkan pada klien dengan
penyakit kronis. Pada tingkat doctoral yang fokus pada keperawatan
keluarga akan dapat mengasumsikan kepemimpinan peran untuk
membentuk

kurikulum

di

semua

tingkat

keperawatan

untuk

menggabungkan keluarga mengatasi penyakit kronis.


Penelitian
Para peneliti perlu mengkaji kesehatan dan penyakit kronis dari
perspektif keluarga bukan hanya dari perspektif individu. Penelitian lebih
lanjut diperlukan untuk mengeksplorasi interaksi antara faktor biologis,
kesejahteraan psikologis pasien, dan adaptasi keluarga. Pergeseran
paradigma dalam dekade terakhir penelitian fokus pada kekuatan
keluarga dengan hasil yang positif dan bukan pada kelemahan keluarga
dengan hasil negatif. Ada kebutuhan untuk mengidentifikasi faktor-faktor

dan intervensi yang berkontribusi terhadap ketahanan keluarga. Banyak


penelitian deskriptif telah menyampaikan pengetahuan baru sebagai dasar
untuk perencanaan intervensi dan hasil rencana studi intervensi
keperawatan, strategi pendidikan, dan kebijakan.
Selain itu, penelitian berfokus pada keluarga dengan pendekatan
penyakit tertentu dan hasilnya tidak dapat digeneralisasi untuk populasi
yang lebih luas. Ini akan berpengaruh untuk pemeriksaan keluarga
dengan Pendekatan mengenai cara menghadapi tantangan umum dan
mengembangkan strategi coping terlepas dari diagnosis (Meleski, 2002;
Stein, 1998). Selain itu, meningkatnya ketersediaan skrining risiko genetik
untuk berbagai penyakit kronis akan berdampak pada keluarga di masa
depan (Rolland, 1999b). Sangat sedikit yang diketahui tentang bagaimana
keluarga akan menghadapi hasil tes positif dan negative dan konsekuensi
jangka panjang di semua etnis dan kelompok sosial.
Secara tradisional, para peneliti telah menggunakan satu anggota
keluarga (yaitu, ibu atau istri) untuk menyediakan data untuk seluruh
keluarga. Keuntungannya: sumber terbaik untuk informasi, mengurangi
biaya, dan efisiensi penggunaan waktu. Sedangkan kerugiannya: mungkin
bisa merusak informasi, dan ketidakmampuan untuk menggeneralisasi.
Triangulasi sumber data akan meningkatkan kedalaman dan luasnya
temuan. Beberapa anggota keluarga sebagai informan digunakan secara
bersamaan atau berurutan dapat memberikan perspektif yang lebih luas
(Astedt-Kurki, Paavilainen, & Lehti, 2001; Shepard, Orsi, Mahon, & Carroll,
2002). Studi cross-sectional memberikan snapshot dari topic yang
diperiksa; studi longitudinal akan memungkinkan peneliti dan dokter untuk
melacak kebiasaan dan hasil dalam keluarga.
Kebijakan Kesehatan
Kurangnya memanfaatkan penelitian dalam formasi kebijakan
public akibat kesenjangan komunikasi antara peneliti, praktisi, dan
pembuat kebijakan (Bogenschneider, Friese, & Balling, 2002; O'Donnell,
2003). Perawat memiliki kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan
publik di tingkat lokal, negara bagian, nasional, dan internasional dalam
banyak cara. Para pemimpin dari beberapa organisasi keperawatan

diwakili sebuah komite yang menciptakan tujuan dan rencana kerja yang
diterbitkan dalam "Agenda Keperawatan untuk Masa Depan" (2002).
Beberapa strategi meliputi:
-

perpindahan perawat ke posisi pembuat kebijakan

Bekerja

sama

dengan

para

pemimpin

kepentingan

untuk

pengembangan kebijakan spesifik


-

Pelaporan data yang dapat diandalkan untuk penggunaan legislatif


'

kesesuaian kebijakan kesehatan dengan Pemantauan standar


pendidikan dan praktik keperawatan
Perusahaan asuransi dan rencana pemerintah biasanya tidak

menangani secara efisien dengan masalah jangka panjang. Banyak


kebijakan sosial dan perawatan kesehatan tidak mengatasi konsekuensi
ekonomi dan sosial dari keluarga yang memiliki penyakit kronis dan
keinginan mereka untuk mandiri dan hidup produktif untuk seluruh
anggota keluarga.
Sistem perawatan keluarga dan masyarakat lebih mengutamakan
perawatan keluarga dan pasien, namun, Medicaid dan Medicare jarang
mencakup layanan perawatan di rumah. Pasien dan keluarga bisa
menghindari rawat inap yang mahal dengan penggunaan rawat jalan, dan
program perawatan keluarga, atau hidup dibantu sistem. Sayangnya,
layanan ini dapat diakses karena tidak terjangkau asuransi dan biayanya
tinggi. Estimasi nilai "bebas " layanan pengasuhan keluarga adalah $
257.000.000.000 (NCFR , 2003). Keluarga sering membayar untuk
beberapa biaya jangka panjang (misalnya, peralatan, perlengkapan, jasa)
dari dana pribadi mereka. Federal dan Negara pemerintah telah
mendukung dengan diberlakukannya Keluarga dan Cuti medis Act , yang
memungkinkan perawat keluarga untuk mengambil cuti yang tidak dibayar
dari

pekerjaan mereka tanpa ancaman kehilangan pekerjaan. Hal ini

dapat mengurangi stres psikologis tetapi juga meningkatkan tekanan


ekonomi. Sebagai penduduk usia lanjut, pembuat kebijakan akan perlu
mengenali kebutuhan yang lebih besar untuk mendukung pengasuhan

dalam bentuk kredit pajak, pengurangan pajak , dan voucher uang tunai
untuk keluarga. program tangguh memberikan kesempatan singkat bagi
keluarga untuk mendapatkan kembali stabilitas dan kekuatan untuk
mempertahankan peran pengasuhan positif. Tapi program ini masih
sangat

jarang

diterbatas.

Perawat

yang

ideal,

pemimpin

dalam

pembentukan negara bagian atau Program nasional yang menggunakan


sistem layanan perawatan terkoordinasi berbasis masyarakat yang dapat
diakses untuk direncanakan dan secara darurat. Legislatif tidak akan
merumuskan kebijakan yang ramah keluarga sampai ada tekanan yang
kuat dari individu yang tertarik dan kelompok .
Kelompok Pengasuh dengan kakek nenek yang baru-baru ini
muncul sebagai akibat orang tuanya yang sakit kronis atau meninggal
yang tidak mampu memenuhi perannya sebagai orang tua anaknya.
Pengasuhannya dialihkan pada kakek dan nenek mereka. Jika legislatif
memperluas definisi dari keluarga untuk menyertakan kakek-nenek yang
membesarkan cucu, banyak yang akan memenuhi syarat untuk programprogram pemerintah yang membayar untuk layanan perawatan kesehatan
dan perawatan. Biasanya, kakek-nenek tidak menerima tunjangan anak,
bantuan umum atau manfaat jaminan sosial yang cukup untuk menutupi
biaya terkait dengan anak. Perawat, bekerjasama dengan konsumen, bisa
bekerja ke arah kebijakan kesehatan yang memungkinkan untuk subsidi
perawatan anak, perawatan yang cukup, atau program pelatihan untuk
anak-anak dengan kebutuhan khusus.
Perawat juga harus memberikan perhatian pada siklus hidup
keluarga - keluarga dengan anak-anak. manfaat menyusui pada bayi dan
ibu

dari segi Kesehatan dan ekonomi melalui Kampanye promosi.

Namun, Manfaat antara negara-negara berbeda-beda dan sering tidak


memenuhi kebutuhan prioritas keluarga. Beberapa negara menawarkan
dukungan ekonomi bagi program pendidikan yang berfokus pada ayah
dan ibu baru. ini tidak hanya mengajarkan keterampilan psikomotor tetapi
juga memperkuat keterampilan komunikasi dan hubungan mitra. Perawat
dapat mendidik legislatif pada nilai program pendidikan, kunjungan rumah,

penggunaan konsultan laktasi , dan cakupan penuh untuk pompa


payudara untuk ibu bekerja. Akhirnya, perawat perlu menginformasikan
pada rekan-rekan keperawatan tentang isu-isu dan prose kebijakan publik.
Hal ini dilakukan pada awalnya dalam kurikulum keperawatan dasar dan
berlanjut dalam organisasi profesional. Para ahli telah mengidentifikasi
memegang keputusan tertinggi perencanaan kebijakan kesehatan dengan
kelompok konsumen untuk merencanakan upaya kerjasama sebagai
strategi utama untuk membentuk kebijakan publik ("Agenda Keperawatan
untuk Masa Depan," 2002). Seorang perawat tunggal bisa efektif untuk
mengubah kebijakan .
G. Kesimpulan
a. Untuk mencapai hasil terbaik, perawat tidak dapat lagi fokus
perawatan hanya pada satu anggota keluarga. di sana harus ada
peningkatan upaya kolaboratif dengan semua anggota keluarga di
hadapan kronis penyakit pada semua pengaturan.
b. Sebuah model teoritis menyediakan kerangka kerja untuk penilaian
keluarga, pembentukan tujuan, dan intervensi keperawatan.
c. Penyakit kronis mempersulit individu (terutama remaja) dalam
pengembangan dan fungsi peran dalam keluarga.
d. Jika anggota keluarga menganggap penyakit hanya masalah pasien,
akan ada ketidakseimbangan kekuasaan dan kontrol.
e. Perawat berada dalam posisi yang unik untuk membantu keluarga
mengatasi penyakit kronis di seluruh siklus kehidupan keluarga.
f. Perawat dapat mempengaruhi efek dari penyakit kronis di pendidikan,
penelitian, dan arena kebijakan publik.
DAFTAR PUSTAKA
Hanson, Shirley May Harmon et al. 2005. Family Health Care Nursing:
Theory, Practice, and Research 3rd Edition Philadelphia: FA Davis

Anda mungkin juga menyukai