Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN PENYAKIT TERMINAL


Konsep Dasar
Proses kematian sehubungan dengan penyakit terminal merupakan suatu
keadaan yang berawal sejak dokter (medis) telah menetapkan tidak ada lagi
pengobatan yang dapat menyembuhkan penyakitnya sampai pada titik kematiannya.
Proses itu sendiri tidak dapat ditentukan waktunya secara tepatdapat
berlangsung lama/cepatbeberapa hari, minggu, bulan bahkan bertahun-tahun.
SUDNOW (1967) membagi kematian menjadi 4 (empat) tahap yaitu:
1. Kematian sosial
2. Kematian psikologis
3. Kematian biologis
4. Kematian fisiologis
Secara ideal ke-4 macam kematian ini satu dengan lainnya terjadi secara berurutan.
Tahap Proses Kematian menurut KUBLER ROSS (1974):
1. Tahap mengingkari (denial)
2. Tahap kemarahan (anger)
3. Tahap tawar menawar (bargaining)
4. Tahap depresi
5. Tahap penerimaan (acceptance)
Tahap-tahap ini tidak selamanya berurutan secara tetap, tetapi dapat juga saling
tumpang tindih (overlap). Kadang-kadang seorang pasien melalui satu tahap tertentu
untuk kemudian lagi ke tahap itu.
Lamanya setiap tahap dapat bervariasi, mulai beberapa jam sampai beberapa bulan.
Tindakan keperawatan dalam menghadapi kematian pasien:
1. Mengontrol sakit dan gejala-gejala lain
2. Mengatasi stress pada pengobatannya
3. Meningkatkan dan mempertahankan hubungan dengan perawat profesional

4. Memelihara keseimbangan emosi


5. Memelihara self image
6. Memelihara hubungan dengan keluarga dan teman-teman pasien
7. Mempersiapkan hal-hal yang akan datang.
Dalam merawat pasien yang mengalami proses kematian dan keluarganyaperawat
harus memperhatikan komunikasi. Pada dasarnya diskusi tentang proses kematian dan
mati bukan merupakan suatu larangan masih mengalami kesulitan.
GONDA & RUAK (1984) menggambarkan hambatan-hambatan komunikasi yang efektif
dengan pasien yang mengalami proses kematian adalah sebagai berikut:
1. Otoritas dan perawat
2. Keterbukaan informasi
3. Menyembunyikan informasi
4. Emosi yang kuat
5. Pesan yang bercampur atau berbeda.
Jenis/macam-macam penyakit teminal:
1. Penyakit-penyakit jantung seperti miokard infark
2. Penyakit kanker
3. Infeksi yang parah
4. CRF
5. Stroke
6. Multiple sklerosis
7. Kecelakaan-kecelakaan yang fatal dll.
Prinsip - prinsip keperawatan pada pasien dengan penyakit terminal
1. Memberi ketenangan jiwa kepada pasien dan meyakinkan bahwa kehidupannya
sangat berharga bagi keluarga maupun orang lain yang berhubungan dengannya.
2. Menyadarkan pasien akan hal sikap menerima keputusan, karena dengan sikap
yang tidak dewasa rnenunjukkan tindakan yang tidak bijaksana.
3. Memberi rasa aman dan nyaman pada pasien~memberikan suasana yang nyaman
dan terhormat sehingga pasien bebas dari rasa nyeri dan kecemasan.

Pengkajian
1. Mengkaji riwayat keperawatan yang mencakup bio-psiko-sosial dan spiritual.
a. Keadaan fisik tergantung berat ringannya penyakit atau perjalanan penyakit
pada umumnya ; keadaan umum pasien lemah, gelisah, muka pucat, mata
cekung, kesadaran apatis dan tak berdaya. Ekspresi dan penampilan depresi,
marah, sedih atau menangis.
b. Keadaan psikologik tergantung pada tahap-tahap menjelang kematian

Tahap denial [mengingkari]:


Gelisah, bingung, menolak, banyak bicara untuk mencari kepastian.

Tahap anger[kemarahan]
Murka, irihati, marah-marah, minta banyak perhatian, banyak menuntut,
cerewet dan mudah tersinggung.

Tahap bargaining [tawar-menawar]


Timbul rasa bersalah, banyak diam dan berdoa, serta mengucapkan janjijanji

Tahap depresi
Bersedih, berkabung dan menangis

Tahap acceptance [penerimaan]


Lemas, banyak tidur, hampa, tidak ada emosi dan diam
c. Keadaan sosial budaya
Kedudukan pasien dalam keluarga, di tempat kerja, keadaan lingkungan sosial
pasien dan adat istiadat keluarga.
d. Keadaan spiritual
Kepercayaan, agama dan pandangan tentang kematian
e. Lain-lain
2. Latar

belakang

pendidikan,

usia

pasien,

keharmonisan

dalam

keluarga,

kemampuan individu dan tehnik koping yang digunakan, kesadaran akan diagnosa
dan prognosa dan penyakit, perubahan-perubahan fisik dan tingkah laku yang
diharapkan.
3. Menentukan diagnosa keperawatan pasien dengan penyakit terminal:
a. Perubahan komunikasi s/d reaksi penolakan

b. Ketakutan s/d diagnosa atau kematian


c. Kebutuhan akan pendamping s/d rasa takut
d. Sedih karena menjadi beban keluarga akibat penyakit yang dideritanya
e. Marah akibat rencana perawatan, merasa dendam atau bermusuhan akibat cara
pemberian tindakan perawatan yang diterima.
f.

Kemarahan akibat rasa sakit

g. Kurang pengetahuan tentang prognosa dan pengobatan s/d kurangnya


informasi
h. Perubahan konsep diri s/d keadaan penyakitnya.
Rencana Tindakan Keperawatan
1. Identifikasi kebutuhan manusia pada pasien dengan penyakit terminal terdiri dari :
a. Kebutuhan fisik : makan dan minum, kebersihan diri dan lingkungan, eliminasi,
istirahat dan tidur
b. Kebutuhan psikososial ; tidak merasa sendirian, ingin diperhatikan dan dapat
mengekspresikan perasaannya.
c. Kebutuhan spiritual ; ada yang menuntun dalam berdoa.
2. Menentukan tujuan dan tindakan keperawatan pada pasien dengan penyakit
terminal
Tujuan Keperawatan:
a. Pencapaian perasaan menyenangkan yang optimal
b. Pencapaian kebersihan fisik
c. Pencegahan kecelakaan / bahaya fisik
d. Perlindungan terhadap ancaman kejiwaan
e. Pencapaian kebutuhan sosial - spiritual
f.

Keluarga dapat mengekspresikan perasaan duka citanya dan memberikan


kesempatan untuk merawat pasien jika diperlukan.

Rencana tindakan perawatan meliputi.


1. Terapi perawatan yang disesuaikan dengan keadaan pasien:
a. Memberikan makan dan minum yang cukup disesuaikan dengan keadaan
pasien.

b. Perawatan kulit, mata, hidung, mulut, kebersihan lingkungan.


c. Eliminasi dan mengganti posisi.
d. Memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur dengan cara menciptakan lingkungan
yang nyarnan dan meletakkan pasien dalam posisi yang menyenangkan
e. Memenuhi kebutuhan pasikososial seperti ; sering mengunjungi pasien, menjadi
pendengar yang baik, mengerti perasaan pasien dan selalu memberikan
perhatian
f.

Memenuhi kebutuhan spiritual seperti ; mengajak pasien berdoa dan

2. Mengobservasi tanda-tanda adanya perubahan fisik dan mental pasien, tandatanda yang dapat membantu pasien, tanda-tanda efek obat dan efektifitas obat
yang diberikan untuk mengurangi rasa sakit.
3. Pendidikan kesehatan
Memberi dorongan moril agar pasien merasa percaya terhadap tim kesehatan,
membantu keluarga untuk dapat menyesuaikan diri, baik fisik maupun psikologis
dengan keadaan dalam tahap menjelang kematian.
Implementasi
Sesuai dengan tahap proses menjelang kematian:
1. Perawatan pasien pada tahap penolakan
2. Perawatan pasien pada tahap kemarahan
3. Perawatan pasien pada tahap tawar menawar
4. Perawatan pasien pada tahap depresi
5. Perawatan pasien pada tahap penerimaan
Evaluasi
1. Perasaan nyaman dan kepuasan dapat digunakan sebagai kriteria
2. Dapat menentukan keefektifan rencana, apakah tujuan tercapai atau tidak.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN PENYAKIT TERMINAL

A. FASE PENOLAKAN
Konsep Dasar
Pengertian dari penolakan (denial) adalah ketidakmampuan seseorang untuk
mengakui secara sadar terhadap pikiran, keinginan dan perasaan (kebutuhan pada
kejadian yang nyata) yang merupakan ancaman.
Pengkajian
1. Mengkaji riwayat status keperawatan bio-psiko dan sosial budaya:
a. Keadaan umum tergantung pada penyakitnya
b. Pengkajian fisikterkejut/shock, menyangkal, cemas, takut mati, gelisah, marah
berontak, tampak tegang, bingung, menolak, diam, menangis dan bisa
aktif/pasif
c. Psikologis pandangan pasien terhadap dirinya. Kehidupan. Sakitnya (sebagai
takdir atau hukuman) dan terhadap kematian.
d. Sosial Budaya makna kematian sesuai dengan kebudayaan tertentu, peran
dalam keluarga dan masyarakat terhadap kehidupan dan kematian dan latar
belakang kebudayaan.
2. Menentukan diagnosa keperawatan yang sering terjadi:
a. Perubahan komunikasi s/d reaksi penolakan
b. Perubahan konsep diri s/d keadaannya.
Perencanaan
1. Perubahan komunikasi s/d reaksi penolakan
Tujuan pasien dapat berkomunikasi kembali dengan baik
Sasaran:
Pasien dapat memberi respon positif terhadap apa yang disampaikan perawat.
Pasien kooperatif terhadap segala tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
Tindakan keperawatan:
1. Mengusahakan agar seorang didekat pasien
2. Komunikasi secara verbal
3. Memberi respon terhadap pembicaraan pasien secara wajar

4. Menjadi pendengar yang baik dan memberikan waktu kepada pasien


5. Memperhatikan sikap perawat yang sabar dan penuh perhatian
6. Memberi jawaban dan memperlihatkan empati, tetapi tidak memperkuat,
mendukung penolakan pasien.
7. Memberi kesempatan untuk berkomunikasi
8. Mengikutsertakan pasien dalam perawatan secara umum.
2. Perubahan konsep diri s/d keadaannya
Tujuan:pasien mau menerima keadaan dirinya
Sasaran:
Pasien mengungkapkan bahwa ia mau menerima keadaannya
Pasien mau menunjukkan secara non verbal menerima keadaannya.
Tindakan Keperawatan:
1. Sering mengunjungi pasien
2. Mendengarkan secara aktif ungkapan-ungkapan pasien
3. Berusaha memaparkan kenvataan secara perlahan
4. Memberi bantuan spiritual
5. Mengobservasi keadaan pasien tentang penolakannya.

B. FASE KEMARAHAN
Konsep Dasar
Kemarahan adalah suatu manifestasi dan perubahan emosi yang labil yang
timbul karena adanya penolakan dalam diri maupun lingkungan, diproyeksikan terhadap
alam sekitamya setiap waktu dan tidak memandang siapapun juga.
Pasien pada tahap ini menjadi mudah marah, perawat sering menjadi sasaran
kemarahannya. Pasien juga dapat menunjukkan kesedihan dan menangis atau merasa
bersalah dan merasa canggung.

Kemarahan pada pasien dengan penyakit terminal dapat timbul oleh karena:
1. Kemarahan s/d pasien merasa membebani keluarga

2. Kemarahan s/d adanya pemeriksaan-pemeriksaan fisik


3. Kemarahan s/d adanya kehilangan / pemisahan dan sesuatu yang berarti bagi
dirinya
4. Kemarahan s/d hasil pemeriksaan fisik yang kurang baik
5. Kemarahan s/d akan kehilangan harta beiida
6. Kemarahan s/d kehilangan peran
7. Kemarahan s/d tindakan keperawatan medik yang dilakukan.

Pengkajian
1. Mengkaji riwayat keperawatan bio-psiko-sosial budaya
a. Keadaan fisik muka merah atau pucat yang ditunjukkan dengan adanya
pernafasan cepat dalam, nadi cepat dan ada loncatan, tekanan darah tinggi,
berkeringat dan menggigil.
b. Psikologik tidak mau diajak bekerja sama dalam tindakan keperawatan.
Kadang-kadang memperlihatkan sikap memerintah, menggerakkan geraham,
mengepalkan tinju, berteriak, melempar dan membanting benda yang berdiam
dan menjauhkan diri, rasa bermusuhan dengan semua orang yang sehat,
mengalami frustrasi dan bertanya pada dirinya sendiri, mengapa hal ini harus
terjadi.
c. Sosial Budaya
Pada keadaan tertentu kemarahan diungkapkan dalam bentuk perkataan maupun
tingkah Iaku, misalnya: orang Jawa berbeda dengan orang Batak, dalam
mengungkapkan kemarahannya.
Keadaan umum:
Berbicara sembarang, selalu buruk sangka kecuali terhadap petugas, menolak
makan atau minum, melemparkan makanan atau banang-barang lain, mengacaukan
peralatan pengobatan pada dirinya, misalnya : mencabut infus dan sonde.
2. Diagnose Keperawatan

Timbulnya rasa permusuhan dan benci s/d terancamnya kebutuhan fisik dan
psikologis.
C. FASE TAWAR-MENAWAR
Konsep Dasar
Tawar - menawar suatu keadaan dimana penderita berusaha mengulur-ulurkan
waktu dengan mengadakan janji permohonan kepada Tuhan, Perawat, dokter
bahwa ia akan secara lebih baik apabila ia diberi kemungkinan untuk hidup lebih
lama.
Pengkajian
1. Mengkaji riwayat bio-psiko dan sosial budaya
a. Keadaan fisik lemah, ekspresi wajah tampak cemas/tenang, muka tampak
pucat, kebiru-biruan, kulit dingin, anorexia, otot-otot lemah, sesak nafas,
tekanan darah tinggi/rendah atau normal, suhu tinggi/rendah dan libido
menurun.
b. Psikologis

:Pasien mengungkapkan adanva rasa cemas, gelisah, tegang,

ketakutan, merasa bersalah, ingin bebas dan penderitaan, selalu memohonmohon, pasien mempunyai keinginan menghukum dirinya, merasa ditinggalkan
oleh Tuhan, di lain pihak berusaha untuk mendekatkan diri pada Tuhan, pasien
ingin memperbaiki keadaannva pada masa IaIu. Berjanji merupakan ciri yang
jelas, bersedia mati ; dilain pihak, pasien takut untuk mati.
c. Sosial budaya:
Merasa dipisahkan dari orang-orang yang dikasihi, pasien merasa kepercayaan
relasinya mulai hilang
2. Menentukan diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering timbul Timbulnya ambivalensi s/d keinginan
untuk bebas dari segala penderitaan dan bersalah.

D. FASE DEPRESI
Konsep Dasar
Depresi adalah suatu perasaan dan pesimisme yang berhubungan dengan
penderitaan dimana hal ini dapat berupa serangan yang ditunjukkan pada diri
sendiri atau disebabkan perasaan marah yang sangat dalam.

Depresi ini ada yang ringan dan ada yang berat


1. Depresi ringanKemunduran perasaan yang terjadi bila dirasakan adanya akhir
dari suatu kehidupan.
2. Depresi beratKemunduran perasaan lebih dan beberapa minggu, perasaan selalu
tegang, sukar berkomunikasi, dan suka merenung masa lalu.
Pengkajian:
1. Mengkaji riwayat bio, psiko, dan sosial budaya pasien:
a. Pengkajian fisik nafsu makan menurun, lemah, aktivitas menurun, nampak sedih
dan murung, pandangan kosong. sukar konsentrasi, tidak dapat memecahkan
masalah, cepat lupa, tidak memperhatikan diri sendiri dan tidak mau menerima
kenyataan yang dihadapinva.
b. Keadaan umum Iemah
c. Psikologis:
Menghadapi kenyataan akan meninggalkan semua yang dicintainya, cara
pasien/keluarga mengatasi masalahnya, keadaan emosi pasien. Konsep stres
adaptasi pasien dan keluarganya, respon keluarga terhadap keadaan pasien.
Pasien merasa kehilangan peran dalam keluarga, masyarakat, dan karier.
d. Sosial budaya
Pasien merasa dikucilkan oleh keluarga dan relasinya
2. Menentukan diagnosa keperawatan:
a. Depresi sehubungan dengan akan berakhirnya proses kehidupan

b. Gangguan pemenuhan kebutuhan hidup sehari s/d perhatian pasien terhadap


dirinya.
c. Depresi sehubungan dengan merasa hilang harga dirinya akibat penyakitnya

E. FASE PENERIMAAN
Konsep Dasar
Penerimaanpasien menerima semua situasinya dengan tentram dan rela.
Dimana tahap ini merupakan tahap untuk membedakan antara sikap menerima
kematian dan penyerahan terhadap kematian yang akan terjadi.
Untuk mencapai tahap ini membutuhkan waktu yang lama tetapi tidak mutlak.
Pengkajian
1. Mengkaji riwayat keperawatan secara komprehensif:
a. Pengkajian fisik : Pasien tampak lemah, lebih banyak tidur, wajah nampak
tenang, lebih banyak menggunakan komunikasi non verbal, pasien merasa
senang bila ada yang dekat dengannya dan memegang tangan petugas.
b. Psikologis : Bagaimana pandangan pasien terhadap keadaannya sekarang,
apakah pasien menerima, bagaimana pandangan dan tanggapan keluarga
terhadap keadaan pasien bagaimana pasien dalam keluarga dan masyarakat.
c. Sosial Budaya : Latar belakang pendidikan dan sosial serta kebudayaan pasien.

Phase berduka menurut Martocchio ( 1985 )


Meskipun proses kesedihan memiliki rangkaian yang dapat diprediksi dan
mempunyai gejala gejala yang khusus, tidak ada 2 orang yang mengalami kemajuan
melaluinya dalam jangka waktu yang sama dan metode yang sama. Martocchio (1985)
menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup yang tumpang tindih dan
tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada factor yang
mempengaruhi repon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dari kesedihan
biasanya reda dalam 6 12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut

sampai 3 5 tahun. Peribahasa mengatakan sekali berduka, selamanya berduka


masih dianggap benar.
Fase berduka menurut Martocchio ( 1985 ) :
Fase I

: Shock and disbelief.

Fase II

: Yearning and protest.

Fase III

: Anguish, disorganization, and despair.

Fase IV

: Identification in bereavement.

Fase V

: Reorganization and restitution.

pengkajian

Karakteristik pribadi. Karakteristik pribadi mempengeruhi respon kehilangan.


Ini termasuk dalam usia , jenis kelamin, status social ekonomi dan pendidikan.
Hubungan yang alami pada kehilangan obyek, karakteristik kehilangan dan
kepercayaan secara budaya dan spiritual, sistim pendukung dan potensi untuk
pencapaian tujuan mempengaruhi respon kehilangan.

Peran Jenis kelamin. Reaksi kehilangan dipengeruhi oleh harapan tentang


peran wanita dan pria di lingkungan sosial. Pada beberapa kultur biasanya lebih
sulit pria daripada wanita untuk mengekspresikan berduka

Status sosial ekonomi. Kehilangan adalah universal yang dialami oleh semua
orang tanpa memandang status sosial ekonomi. Pengkajian pada status soial
ekonomi penting

karena biasanya kekurangan keuanganatau tidak memiliki

pekerjaan yang dianggap layak, memperbesar stres pada orang yang berduka.
Perawat seharusnya mengkaji status sosial ekonomi klen.

Hubungan yang alami. Karakteristik kesedihan dan berubahnya fungsi /


kualitas hubungan antara yang meninggalkan dan ditinggalkan, menjadi
pengalaman berduka tersendiri bagi seseorang. Telah dijelaskan bahwa

kehilangan orang tua adalah kehilangan masa lalu, kehilangan pasangan adalah
kehilangan masa kini, dan kehilangan anak-anak adalah kehilangan masa
depan. Bukti emmpirik pada literatur yang mendukung teori bahwa kehilangan
anak-anak adalah berduka yang mendalam (Randow 1984). Kematian seorang
anak sering menjadikan trauma tersendiri karena itu bisa disebut premature
( belum waktunya ). Orang tua biasa merasa berdosa dan menyalahkan dirinya
sendiri. Reaksi pada kehilangan orang tua bergantung pada kualitas hubungan
itu sendiri. Kematian orang tua yang sering mengasuh kita biasanya
menyebabkan berduka paling besar bagi seorang anak. Kehilangan orang tua
pada masa dewasa dipengaruhi oleh hubungan psikologi dan tingkat
keterikatan.
Hampe ( 1975 ) mempelajari tentang kebutuhan pasangan hidup ketika
mencoba mengatasi tentangkematian pasangan dimasa yang akan datang.
Kebutuhan tersebut diidentifikasi meliputi kebutuhan :
1. Yang terkait dengan seseorang yang sekarat.
2. membantu seseorang yang sekarat.
3. memberikan keyakinan kepada perasaan pasangan
4. diberitahu tentang kondisi pasangan
5. diberitahu tentang kematian yang akan datang
6. untuk meluapkan emosi
7. untuk kenyamanan dan support keluarga
8. untuk bisa menerima, memberi support, dan untuk kenyamanan
perawatan keluarga.

Sistim Pendukung Sosial. Support yang diterima klien didasarkan pada nilainilai klien itu keanggota sistim sosial dan prilaku serta keadaan kehilangan itu
sendiri. Kehilangan yang nyata seperti kehilangan rumah karena bencana alam,
kadang membawa support dan sumber yang tidak diharapkan. Begitu
kehilangan seperti cacat wajah yang menyebabkan kehilangan support dari
keluarga dan teman yang membawa kepedihan. Kehilangan support biasanya
mengacu pada kesulitan mengatasi masalah berduka dengan sukses/baik.

(Rando, 1984). Pada kondisi ini seorang perawat harus mampu memberikan
komunikasi terapeutik dengan tetap memberikan support yang diharapkan
diantaranya

menunjukkan

sikap

empati,

sehingga

secara

psikologis

keterlibatannya dapat dibatasi / dihindarkan.


Kehilangan yang alami.
Kemampuan untuk mengatasi kembali berduka adalah bergantung pada arti
kehilangan itu sendiri. Kemampuan untuk menerima bantuan mempengaruhi
apakah proses berduka dapat mengatasi terjadinya kehilangan.
Rando (1984) menyatakan istilah lingkup kematian untuk mendskripsikan faktorfaktor yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk mengatasi berduka. Hal
ini melingkupi lokasi, tipe dan alasan untuk mati dan tingkat dari persiapan untuk
kematian itu sendiri.
Bagaimanapun juga kematian dan kehilangan yang tiba-tiba dan tak diharapkan
dapat memicu berduka yang tidak cepat berlalu. Kematian oleh karena kekerasan,
pembunuhan, bunuh diri dan kelalaian adalah hal yang sangat sulit untuk dapat
diterima. Ada studi yang menyatakan bahwa seseorang yang mati dari sakit parah /
penyakit kronis ( kurang dari 6 bulan ) mengatasinya lebih baik dari pada yang mati
dengan sakit kronis lebih dari 6 bulan.
Fase Berduka.
Pengamatan pada klien yang berduka mengharuskan perawat untuk membuat
kesimpulan tentang efek kehilangan. Orang tidak akan berduka dengan berduka
yang sama dan efek yang sama. Bagaimanapun ada pola yang masih jarang.
Orang yang dalam keadaan shock dan tidak percaya bisa bertindak secara berbeda
dari orang dari orang yang menerima reorganisasi dan pemulihan kembali. Klien
mungkin

bergerak

maju

mundur

melewati

fase

berduka

( penyelesaian ) akhir.
Karakteritik berduka yang disfungsional menurut NANDA adalah :
1. ekspresi verbal dari distres pada kehilangan.
2. Penolakan akan kehilangan.

dan

resolusi

3. ekspresi pada masalah yang tidak terselesaikan.


4. kemarahan
5. Kesedihan
6. Menangis
7. Ketidak mampuan mengekspresikan kehilangan.
8. perubahan pada kebiasaan makan.
9. perubahan pada pola tidur
10. Perubahan pada pola mimpi
11. Perubahan pada tingkat aktivitas.
12. Perubahan libido
13. Pengidealan pada pengalaman masa lalu
14. Kepuasan akan pengalaman masa lalu
15. Intervensi pada fungsi hidup
16. Regresi yang berkembang
17. Perasaan yang labil
18. Perubahan pada konsentrasi dan pencapaian tugas.
Berduka yang dirasakan orang yang akan menjelang ajal dan keluarganya.
Arti dari kematian bervariasi luas bagi orang perorang oleh karena banyak sekali
variabel yang melingkupinya termasuk dimana kematian itu terjadi. Respon klien
pada kematian mempengaruhi pilihan mereka akan terapi.
Kematian klien biasanya didudukan pada konteks sosial. Kejadian selama proses
berduka akan dimulai oleh keluarga dengan mengatur kembali kondisi mereka,
dimana klien sebentar lagi / dalam waktu yang tidak lama mungkin tidak lagi
memiliki banyak peran dan tipe peran yang pernah dimilikinya. Perawat mengkaji
proses proses berduka pada keluarga, mengenalinya bahwa mereka mungkin
merasakan aspek berduka yang berbeda dengan pasien itu dendiri.
Faktor resiko pada seorang yang berduka.
Identifikasi yang dini pada faktor resiko dan pemberian intervensi keperawatan yang
tepat dapat membantu kemampuan seseorang yang berduka untuk mampu

mengatasi berdukanya secara efektif. Martocchio ( 1985 ) mendata faktor faktor


resiko bagi seseorang yang berduka :
1. Status sosial ekonomi yang rendah.
2. Kesehatan yang buruk.
3. Kematian yang tiba tiba atau sakit mendadak.
4. Merasa tidak adanya dukungan sosial yang mendukung.
5. Kurangnya dukungan dari kepercayaan agama
6. Kurangnya dukungan dari keluarga atau seseorang yang tidak dapat
menghadapi ekspresi berduka.
7. Kecenderungan yang kuat

tentang keteguhan pada seseorang sebelum

kematian atau kehidupan setelah mati dari seseorang yang sudah mati
8. Reaksi yang kuat tentang distress, kemarahan dan mencela diri sendiri.
9. Riwayat penyakit jiwa atau keyakinan untuk bunuh diri.
Diagnosa Keperawatan

Berduka yang diantisipasi yang berhubungan dengan :


Kehilangan secara potensial yang dirasakan atas seseorang yang
berarti.
Kehilangan secara potensial yang dirasakan atas kepemilikan pribadi.

Berduka disfungsional berhubungan dengan :


Kehilangan obyek secara nyata.
Respon duka yang terhalangi
Ketiadaan anticipatory griving.
Penyakit fatal yang kronis
Kehilangan seseorang yang berarti
Kehilangan kepemilikan pribadi

Impaired Adjustment

( penyesuaian diri yang terganggu ) berhubungan

dengan :
Berduka yang tak terselesaikan.

Nutrisi yang berubah ; lebih kecil dari yang dibutuhkan oleh tubuh berhubungan
dengan :
Respon berduka sekunder terhadap depresi.

Koping keluarga yang tidak efektif ; berhubungan dengan :


Konflik emosional dan penderitaan pribadi.

Perubahan proses keluarga berhubungan dengan :


Transisi atau krisis situasional

Ketidak berdayaan berhubungan dengan :


Kegagalan / memburuknya kondisi physiological
Stress yang berkepanjangan
Tersisih
Kehilangan kepercayaan tentang nilai-nilai yang lebih tinggi

Isolasi sosial (tersingkir dari lingkungan sosial) berhubungan dengan :


Sumber sumber pribadi yang tidak memadai

Distress spiritual ( stress akan semangat ) berhubungan dengan :


Pemisahan dari religius dan kultur.

Gangguan pola tidur berhubungan dengan :


Stress karena respon berduka.

Perencanaan.
Ketika merawat klien yang sekarat, tanggung jawab perawat berkembang ke
kebutuhan fisik dan psikologis yang unik dan sosial. Perawat harus toleransi dan
bersedia untuk menghabiskan waktu lebih lama dengan klien yang sekarat,
mendengarkan pengekspresian berdukanya dan mempertahankan kualitas hidup si
klien. Tujuan tambahan lagi untuk klien yang sekarat termasuk berikut ini :
1. Mencapai dan mempertahankan kenyamanan..
2. mempertahankan kemandirian dalam melaksanakan aktifitas sehari hari.
3. mempertahankan harapan.

4. Mencapai kenyamanan secara spiritual


5. Mencapai kelegaan dari kesendirian dan isolasi
Tiga kebutuhan yang palin pokok dari seseorang yang sekarat adalah kontrol nyeri,
mempertahankan harga diri dan kebanggan, cinta dan kasih sayang. (Rando, 1984).
Implementasi
1. Komunikasi terapeutik.
2. Mempertahankan harga diri.
3. Peningkatan aktifitas kembali ke kehidupan
4. Pencegahan konsentrasi dan isolasi.
5. Meningkatkan kenyamanan spiritual
6. Dukungan kepada keluarga yang sedang berduka
Evaluasi
Perawatan pada klien yang meminta perawat untuk mengevaluasi tingkat
kenyamanan klien akan sakitnya dan kualitas hidupnya. Suksesnya evaluasi
bergantung pada sebagian ikatan yang dibentuk dengan klien itu sendiri, kalau klien
tidak percaya pada perawat, ekspresi perasaan yang sebenarnya dan perhatian
tidak tampak. Tingkat kenyamanan klien dievaluasi sebagai dasar penyelesaian
seperti berkurangnya rasa nyeri, mengkontrol gejala, mempertahankan fungsi
sistem tubuh dan menyelesaikan persoalan yang belum terselesaikan dan
kenyamanan secara emosi.

Anda mungkin juga menyukai