Anda di halaman 1dari 118

POLA PERLINDUNGAN NARAPIDANA ANAK DITINJAU

DARI UNDANG-UNDANG PEMASYARAKATAN NOMOR 12


TAHUN 1995

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar


Magister Hukum dalam Program Studi Ilmu Hukum pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Kediri

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM KEDIRI
2012 Pemasyarakatan Nomor 12
Nanang1995,2012
Tahun
Adi Susanto:Pola Perlindungan Narapidana Anak Ditinjau Dari UNISKA
Undang-Undang

Oleh
NANANG ADI SUSANTO
NIM 11.1.12.012

Judul Tesis
NARAPIDANA
Nama Mahasiswa
Nomor Pokok
Program Studi

: POLA PERLINDUNGAN
ANAK DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG
PEMASYARAKATAN NOMOR 12 TAHUN 1995
: NANANG ADI SUSANTO
: 11.1.12.012
: Ilmu Hukum

Menyetujui
Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Sudarsono, SH,MS)


M.Hum.)
Pembimbing 1

(Dr. Mukhamad Soleh, SH,


Pembimbing 2

Direkt
ur

(Prof. Dr. Ir. Zaenal Fanani,MS.)

(Prof. Dr.Ir.
Zaenal(Dr. Ir. Moch. Saleh
Asisten
Asisten

ABSTRAK

Keberadaan anak-anak dalam tempat penahanan dan pemenjaraan


bersama
orang-orang
yang lebih dewasa, menempatkan anak-anak pada
korban
berbagai
tindak kekerasan. Anak-anak dalam kondisi
situasi rawan
menjadi
demikian
disebut
dengan
anak
yang berkonflik dengan hukum
(children in conflict with the Anak
law).
yang berkonflik dengan hukum dapat didefinisikan anak yang
disangka,
dituduh
atau
diakui
sebagai
telah
melanggar hukum pidana.
Penelitian tentang Perlindungan Terhadap Narapidana Anak Ditinjau
Undang-Undang
Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995 terdiri atas
Dari
2 (dua)bagaimanakah
masalah,
yaitu:
pengaturan perlindungan terhadap anak di
Lembaga
Pemasyarakatan Anak?, dan bagaimanakah konsep dan program
binaan anak
di
Lembaga
Pemasyarakatan
Anak?
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka sifat
adalah deskriptif
yaitu menafsirkan data yang ada, misalnya
penelitiananalitis,
ini
tentang
situasipandangan, sikap yang nampak dan sebagainya.
yang
dialami,
Analitis yaitu
penelitian
yangsuatu
ditujukan untuk mendapatkan saran-saran mengenai
apa yang harus
dilakukan
mengatasi masalah-masalah tertentu.
Hasil penelitian menunjukkan konsep perkembangan moral anak
psikologi
awalnya
dipusatkan pada kajian disiplin, yaitu jenis disiplin
dalam
kajian
terbaik untuk
mendidik
anak menjadi individu yang mematuhi hukum, dan
pengaruhpada
disiplin
tersebut
penyesuaian pribadi dan sosial.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
secaramengenai penanganan anak yang disangka atau
spesifikyang
mengatur
melakukan pelanggaran hukum. Disamping itu PP Nomor 32 tahun
didakwa
1999 Tentang
Hak-Hak
Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai implementasi dari
UU Nomor
12
tahun
1995 Tentang
Pemasyarakatan, telah secara jelas
mencantumkan
hak-hak
anaklimitatif.
didik
pemasyarakatan
secara
Peneliti menyarankan kepada pemerintah untuk lebih serius
menangani
kesejahteraan
anak dan perlindungan anak, khususnya kepada
pembimbing
kemasyarakatan anak agar dapat melakukan penyuluhan dalam
melakukan
penelitian
kemasyarakatan
anak, dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995
Pemasyarakatan
tidak mengatur secara jelas dan rinci mengenai
tentang
kewajiban
Anak
Didik Pemasyarakatansehingga
perlu adanya pengaturan lebih lanjut
peraturan
pelaksanaan.
dengan

Kata kunci : Perlindungan, narapidana anak, pemasyarakatan.

Nanang1995,
Tahun
Adi Susanto
2012 :Pola Perlindungan Narapidana Anak Ditinjau Dari Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12

ABSTRACT

Children existence in place of detention and incarceration with


more adult,
placing
people
who children at gristle situation become the victim of
various actChildren
of
hardness.
in a condition is that way referred as with the
child which
conflict
withhave
the law (children in conflict with the law). Child which
have the
conflict
[to]be defined [by] a child which is on suspected,
with
law can
alleged
or confessed
[by]
as have
impinged criminal law.
Research about Protection To Child Convict Evaluated From Law of
Community Number 12 Year 1995 consisted of by 2 (two) problem,
that
is : what will
be protection
arrangement to child in Institute of Community Child?,
andconcept
what will
be
and program the binaan child in Institute Community?
As according to problems and research target, hence the nature of
researchthis
is analytical descriptive, that is interpret the existing data,
for example
about
situation that experienced of the, view, attitude which look
etcetera. addressed
that is a[n to get the suggestion hit what must be done
research
overcome the certain
problem.
Result of research show the concept of growth of child moral in
study [of]
initially concentrated on by a discipline study, that is best
psychology
discipline
to become the individual obeying law, and the
educate thetype
child
discipline
social
andinfluence
personal at
adjustment.
Number Code 3 Year 1997 about Child Justice as speciffically
to which
hit
the childarrange
handling
is on suspected or asserted to do the
that
PP Number
32 year 1999 About Rights of Citizen of Binaan
transgression.
Beside
Pemasyarakatanfrom
as UU Number 12 year 1995 About
implementation
Pemasyarakatan,
clearlycommnity by limitatif.
mention
the rightshave
of protege
Researcher suggest to government to more serious handle the
prosperity
of
child and
child protection,
specially to counsellor of child social so
counselling
that can do in doing research of child social, and Number Code 12
Year 1995 about do not arrange clear and specificly hit the
Pemasyarakatan
obligation of Protege
Pemasyarakatansehingga
need the existence of furthermore
arrangement
with the
execution
regulation.

Keywords : Protection, Child Convict, Community.

KATA PENGANTAR

Puji syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa kami panjatkan


sehingga penulisan tesis
Yang berjudul Pola Pembinaan Narapidana Anak ditinjau dari
Undang-Undang Pemasyarakatan
Nomor 12 Tahun 1995, Sebagai syarat akhir Studi Pasca Sarjana
Bidang Ilmu Hukum di Universutas
Islam Kediri Penulis menyadarai tesis ini masih ada kekurangan akan
tetapi penulis tetap berharap
Semoga tesis ini dapat bermanfaat
Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kepada:

1.

Bapak Prof. Dr Sudarsono, SH. Ms., Selaku pembimbing 1. Yang telah memberikan arahan
Dalam penulisan tesis ini.

2.

Bapak Dr.Mukhamad Soleh, SH. M.Hum, Selaku Pembimbing 2. Yang juga telah
memberikan
Arahan sehingga tesis ini dapat terselesaikan.
3. Bapak Dr.Ir. H. Chasan Bisri, Selaku Direktur
4. Bapak Prof.Dr. Ir. Zaenal Fanani, Ms., Selaku asisten Direktur.
5. Dirjenpas Jakarta yang membantu penelitian.

6. Kakanwil Kementerian Hukum Dan HAM Jawa Timur yang


memberikan ijin penelitian
7. Kepala Lembaga Pemasyarakatan Anak Klas IIA Blitar. Yang telah member ijin penelitian
8. Kepala BAPAS Kediri yang membantu penelitian .
9. Kepada seluruh Pejabat dan Staf beserta Anak Didik di Lembaga Pemasyarakatan
Anak Blitar yang membantu memberikan keterangan .
10. Kepada seluruh keluargaku yang telah memberikan semangat dan dukungan
Dalam penulisan tesis ini.

Penulis memohon
bilamana
dalamberguna
penulisan
semestinya.
Semogamaaf
penelitian
ini dapat
bagiterdapat
agama,kesalahan
bangsa,
yang
tidak
dan
negara.
NANANG ADI SUSANTO

RIWAYAT HIDUP

Nama

: NANANG ADI SUSANTO

Tempat/Tgl. Lahir : Blitar,06 September 1983


Jenis Kelamin

: Laki-Laki

Status

: Menikah

Agama

: Islam

Alamat

Bagelenan kec. Srengat Kab Blitar

PENDIDIKAN FORMAL
- Sekolah Dasar Bagelenan 03 tahun 1996.
- Sekolah Menengah Pertama PGRI 23 Srengat 1999.
- STM Islam 1 Blitar 2002.
- Fakultas Hukum Universitas Islam Attahiriyah ( UNIAT ) Jakarta
tahun 2007.
- Sekolah Pascasarjana Universitas Islam (UNISKA) Kadiri tahun
2012 s/d
sekarang.

DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK ..........................................................................................
............... i
ABSTRACT .........................................................................................
ii
...........
KATA
PEN
RIWAYAT
GAN
HIDUP ...
DAFTAR
TAR
..................
ISI
........
...........
DAFTAR
..................
................
...........
TABEL
..................
................
...........
DAFTAR
................
..................
................
...........
ISTILA
DAFTAR
................
...............
................
...........
H
..........
SINGKA
................
vi
...........I
BAB
................
TAN
.....
................
...........
PEN
................
................
vii
......... A. Latar
DAH
................
................
........... Belakan
ix
iii
B. Rumusan
ULU
................
................
g ..........
AN
... Masalah .....
..............
................
C.
Tujuan
..............
....................
..........
x
........... Penelitian
xi
..............
....................
.......... D.
Manfaat
................
..............
.......... ....................
Penelitian .
................
..............
Keaslian
...........
14
.......... E.
...................
................
.............. .
Penelitian
..........F....................
Kerangka Teori dan Konsepsi .........................................................
................
....................
1
..........16...................
.............
Metode
...................
........ G.
.................
14
Penelitian
.
...................
1
14
..................
................
BAB II POLA PERLINDUNGAN ANAK DI
..................
15
LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK ...............................
..................
..................
A.28Pola Perlindungan Hukum Terhadap
.... 25 ..................................... 28
Anak
B. Sistem Peradilan Pidana Anak di
Indonesia
....................................
C. Pola Perlindungan Narapidana
49
Anak ............................................
D. Tujuan Peradilan Pidana
.. 65
Anak ..................................
...................... 73

BAB III KONSEP PEMBINAAN NARAPIDANA


ANAK B.
...................... 78
A. Doktrin
S
Pemidanaa
ar
B. Proses dan Program
an ..............
Pembinaan ..................
Petugas Lembaga Pemasyarakatan
..................
nC.
.....................................
Anak
........................................ 92
..................
...
D.
84 Anak Didik Pemasyarakatan dan Hak..................
...
Haknya .............................. 97
.... 78
...
BAB IV KESIMPULAN DAN
...
SARAN ......................................
A.
... Kesimpulan ..................................................................................
............... 100
100
...
...
...
...
DAFTAR
...
PUSTAK
...
A ............
...
................
...
................
...
................
...
................
.......... ...
...
102
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
...
.1
0
0

DAFTAR TABEL

Nomor
Judul
Halaman
3.1
Data Penghuni Klas II A Anak Blitar
Berdasarkan Klasifikasi Penghuni pada September
2012......................... 93
3.2
Data Penghuni Klas II A Anak Blitar
Berdasarkan Usia pada September
2012................................................... 93
3.3
Data Penghuni Klas II A Anak Blitar Berdasarkan
Tindak Pidana pada September
2012........................................................
3.4
Data Petugas Klas II A Anak Blitar Berdasarkan Pejabat
94
Struktural pada September
2012..................................
.............................
95A Anak Blitar Berdasarkan Tingkat
3.5
Data Petugas Klas II
Pendidikan pada September
2012....................................
3.6
Data Petugas Klas96II A Anak Blitar Berdasarkan Tingkat
..........................
Golongan Pada September
2012..................................
.............................
3.7
Data Penghuni Klas96II A Anak Blitar Berdasarkan
Pembinaan pada September
2012.....................................................
......... 99

DAFTAR ISTILAH

Child Abused

: Pemaksaan Kepada Anak

Declaration of the Rights of the Child : Deklarasi Hak-Hak Anak


Jongdrecht

: Hukum Anak Muda

Kinderrecht

: Aspek Hukum Anak

Minderjarig

: Sudah Dewasa

Problem Oriented

: Berorientasi Permasalahan

Secondary Prevention

: Pencegahan Sekunder

Sense of Justice

: Rasa Keadilan

Sense of Responsibility

: Rasa Tanggungjawab

The Law Abiding Citizen

: Warga Taat Hukum

The Law Breaker

: Warga Pelanggar Hukum

DAFTAR SINGKATAN

CEDC

: Children in Especially Difficult Circumstances

DEPKUMHAM : Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia


KHA

: Konvensi Hukum Anak

KUHP

: Kitab Undang-undang Hukum Pidana

LAPAS

: Lembaga Pemasyarakatan

MCK

: Mandi Cuci Kakus

PP

: Peraturan Pemerintah

UU

: Undang-Undang

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak-hak Anak, tepatnya pada


tanggal
25 Agustus 1990 melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 36 Tahun
1990 karena Indonesia belum mempunyai kebijakan dan peraturan
perundangundangan tentang perlindungan anak yang berorientasi pada
Konvensi Hak-hak
Anak. Namun pada tanggal 22 Oktober 2002, Indonesia menetapkan
Undang-undang
Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang berorientasi
pada hak-hak
anak seperti yang tertuang dalam Konvensi Hak-hak Anak.
Perjuangan melahirkan
kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang memihak kepada
kepentingan
terbaik anak
cukup panjang, seiring dengan pasang surut berbagai kepentingan
dan
situasi multi krisis berkepanjangan di segala aspek kehidupan
berbangsa dan
bernegara di Indonesia sejak lima tahun terakhir.

Berbagai konflik komunal di sebagian wilayah Indonesia disertai


instabilitas
di bidang politik dan pemerintahan telah memperberat upaya-upaya
peningkatan
kesejahteraan dan perlindungan anak di Indonesia. Keadaan yang
serba krisis dan
kritis ini, telah mendesak pemerintah untuk menyelesaikan banyak
prioritas-prioritas
lain seperti politik, pemulihan ekonomi dan keamanan, ketimbang
upaya-upaya
meningkatkan
berbagai
permasalahan
kesejahteraan
anak muncul
dan perlindungan
ke permukaan
anakkarena
di Indonesia.
jaminan
Akibatnya,
negara
terhadap
1

pemenuhan kebutuhan dasar anak seperti pendidikan, kesehatan,


kesejahteraan sosial
dan perlindungan anak tidak maksimal. Dengan demikian perlu
adanya upaya yang
terus-menerus dilakukan bersama dengan semua pihak melalui
tindakan nasional dan
kerjasama internasional.

Komitmen bersama diperlukan untuk menempatkan anak pada arus


utama
pembangunan dan diarahkan pada investasi sumberdaya manusia
human investment
(
).
Keyakinan bahwa anak adalah generasi penerus dan harapan masa
depan bangsa,
akan mendorong semua tindakan yang menyangkut kepentingan
anak, baik yang
dilakukan oleh lembaga pemerintah, lembaga peradilan, lembaga
legislatif maupun
masyarakat akan memberikan prioritas tinggi kepada pemenuhan dan
perlindungan
hak-hak anak, demi kepentingan terbaik anak Indonesia.

Situasi dan kondisi anak Indonesia saat ini, mencerminkan adanya


penyalah
gunaan anak ),(abuse
eksploitatif, diskriminatif dan mengalami berbagai tindakan
kekerasan yang membahayakan perkembangan jasmani, rohani, dan
sosial anak.
Keadaan ini, tentunya sangat memprihatinkan bagi bangsa dan
negara Indonesia,
karena anak dari aspek agama merupakan amanah dan karunia dari
Tuhan Yang
Maha Esa yang harus dijaga harkat dan martabatnya sebagai mahluk
ciptaanNya.
Dari aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah generasi
penerus
perjuangan bangsa dan penentu masa depan bangsa dan negara
Indonesia. Untuk itu,
diperlukan upaya-upaya yang akan memberikan perlindungan khusus
anak
Indonesia
kepada
anak- yang berada dalam keadaan sulit tersebut, ke dalam
suatu Program

Nasional Bagi Anak Indonesia sebagai tindak lanjut Sidang Umum


PBB Untuk Anak
yang melahirkan deklarasi A World Fit For Children .

Hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia


Indonesia
seutuhnya. Hal ini berarti bahwa pembangunan tidak hanya mengejar
kemajuan
lahiriah seperti pangan, sandang, perumahan, dan kesehatan dan
sebagainya,
melainkan keselarasan dan keserasaian serta keseimbangan secara
menyeluruh.
Kelangsungan dan berhasilnya pembangunan sangat bergantung
kepada
situasi, kondisi, keamanan, stabilitas, dan keadaan negara yang
konsisten.
Oleh karena itu perlu usaha memelihara dan mengembangkan
nasional
stabilitasyang sehat, dinamis di bidang politik, ekonomi, serta sosial.
Stabilitas di bidang politik akan tumbuh dengan tegaknya kehidupan
konstitusional demokratis berdasakan hukum dan selanjutnya
meningkatkan
usaha memelihara ketertiban serta kepastian hkum yang mampu
mengayomi
masyarakat. Pembangunan nasional yang merupakan proses
membawa dampak positif maupun negatif. Hal ini dengan dapat
modernisasi
dibuktikan
dengan banyaknya perbuatan pidana (openbare
atauorde)
kenakalan anak1
anak.

Lebih dari 4.000 (empat ribu) anak Indonesia diajukan ke pengadilan


setiap
tahunnya atas kejahatan ringan seperti pencurian. Pada umumnya
mereka tidak
mendapatkan dukungan dari pengacara maupun dinas sosial. Maka
tidaklah
mengejutkan, sembilan dari sepuluh anak ini akhirnya dijebloskan ke
penjara atau
rumah tahanan.2

Pada tahun 2000, tercatat dalam statistik kriminal kepolisian


Indonesia
Republik terdapat lebih dari 11.344 (sebelas ribu tiga ratus empat
puluh anak yang disangka sebagai pelaku tindak pidana. Pada bulan
empat)
Januari

Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menjelaskan bahwa sistem pemerintahan


yang
ditegaskan
adalah
negara
Indonesia
atasPidana
hukumAnak Juvenile
(rechtstaat),
tidak
berdasar
kekuasaan
Steven
belaka
Allen,
(machtsstaat)
Analisa
Situasi
Sistemberdasar
Peradilan
Justice
System)atas
di
Indonesia,2 negara
(
1

hingga Mei 2002, ditemukan 4.325 (empat ribu tiga ratus dua puluh
lima)
tahanan anak di rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan di
seluruh Lebih menyedihkan, sebagian besar 84 % (delapan puluh
Indonesia.
empat
persen) anak-anak ini berada di dalam lembaga penahanan dan
pemenjaraan
untuk orang-orang dewasa dan pemuda. Jumlah anak-anak yang
tersebut,
ditahan tidak termasuk anak-anak yang ditahan dalam kantor polisi
(Polsek,
Polres, dan Polda). Pada rentang waktu yang sama, yaitu Januari
hinggatelah
Mei tercatat 9.465 (sembilan ribu empat ratus enam puluh
2002,
lima)yang
anak-berstatus sebagai Anak Didik (Anak Sipil, Anak Negara
anak
dan Anak
Pidana)
tersebar di seluruh rumah tahanan dan lembaga
Sebagian
besar, yaitu 53 % (lima puluh tiga persen) berada di rumah
pemasyarakatan.
tahanan
dan lembaga pemasyarakatan untuk orang dewasa dan pemuda. 3

Keberadaan anak-anak dalam tempat penahanan dan pemenjaraan


bersama
orang-orang yang lebih dewasa, menempatkan anak-anak pada
situasi rawan menjadi
4
korban berbagai tindak kekerasan.
Anak-anak
dalam kondisi demikian disebut

dengan anak yang berkonflik dengan hukum


(children in conflict with the Anak
law).
yang berkonflik dengan hukum dapat didefinisikan anak yang
disangka, dituduh atau
diakui sebagai telah melanggar hukum pidana. 5
Majelis Umum PBB
Standard
dalam Minimum Rules for the Administration
of Juvenile Justice atau yang dikenal dengan

Beijing
mendefisinikannya
Rules

sebagai berikut:
a child or young person who is alleged to have committed or who
has been found to have committed an offence. 6

3
654

www.pemantauperadilan.com
unduh
pada
tanggal 91985
September 20 08
Pasal
Steven
General
40Allen
ayat
Assembly
(1)
,Op-Cit.,
Konvensi
Resolution,
hlm.Hukum
ii di
40/30
Anak
of 29
November

Dalam perspektif Konvensi Hak Anak atau


(Convention
KHA
The Rights of

The Child/CRC)
anak yang
,7 berkonflik dengan hukum dikategorikan sebagai anak
dalam situasi khusus (children in need of special protection/CNSP) .8
UNICEF menyebut anak dalam kelompok inichildren
sebagai in especially

difficult circumstances (CEDC)


karena kebutuhan-kebutuhannya tidak terpenuhi,
rentan mengalami tindak kekerasan, berada di luar lingkungan
keluarga (berada pada
lingkup otoritas institusi negara), membutuhkan perlindungan berupa
regulasi khusus,
dan membutuhkan perlindungan dan keamanan diri. Kebutuhankebutuhan ini tidak
dapat dipenuhi karena anak tersebut tidak mendapatkan perlindungan
dan perawatan
yang layak dari orang dewasa yang berada di lingkungan tempat di
mana anak
biasanya menjalani hidup.9
Seseorang yang melanggar hukum pidana akan berhadapan dengan
negara
melalui aparat penegak hukumnya. Sebagai sebuah instrumen
pengawasan sosial,
hukum pidana menyandarkan diri pada sanksi karena fungsinya
memang mencabut
hak orang atas kehidupan, kebebasan, atau hak milik mereka. Invasi
terhadap hak
dasar ini dibenarkan demi melestarikan masyarakat dan melindungi
hak-hak
fundamental dari gangguan orang lain. 10
Pencabutan kebebasan seseorang dalam doktrin Hukum Hak Asasi
Internasional
termasuk rumpun Hak Sipil dan Hak Politik, karena
Manusia
menyangkut

Pemerintah Republik Indonesia telah meratifikasi KHA melalui Keputusan Presiden


36 Tahun 1990
Nomor
8 Lihat KHA Pasal 37, 39 ,dan 40
9 Difficult
Judith,
Circumstances:Some
Reflectio
ns(Editor),
Street
Children
inKejahatan,
Africa,
YouthSipil
Hak
and1dan
Noor
Politik
Muhammad,
:Proses
Esai-Esai
1 3 Hukum
(1), Spring
Pilihan,
Bagi
Ifdhal
2003,
Orang
Kasim
hlm.
yang
7onDidakwa
(Jakarta
Melakukan
: Elsam,
2001),Children,
hlm.
dalam
180
0Environments
7

pemajuan dan perlindungan martabat dan keutuhan manusia secara


individual.
Terdapat 3 (tiga) hak yang bersifat lebih fundamental daripada hak
lain untukmaksud tersebut, yakni hak atas hidup, keutuhan jasmani,
mencapai
dan
kebebasan.
Pada ketiga hak inilah semua hak lain bergantung, tanpa
ketiga
hak ini, hak-hak lain sedikit atau sama sekali tidak bermakna. 11

Dalam konteks pencabutan kebebasan seseorang, doktrin Hak Asasi


Manusia legitimasi yakni sepanjang seseorang melakukan tindak
memberikan
pidana.
Kovenan Internasional Hak Sipil dan Hak Politik
(International Covenant
Civil and Politic Rights/ICCPR),
sebagai instrumen Hukum Hak Asasi
Manusia Internasional utama
(core instrument of human rights)
yang
memayungi hak sipil dan hak politik, mengatur persoalan pencabutan
kebebasan seseorang terkait dengan tindak pidana yang dilakukannya
setidaknya dalam pasal-pasal berikut: Pasal 9, Pasal 10, Pasal 14, dan
Pasal
15. Namun dalam pelaksanaan proses peradilan pidana, terdapat
pembatasan
larangan danuntuk melakukan tindakan sebagai berikut: diskriminasi
(Pasal
2 Pasal 26), melakukan penyiksaan (Pasal 7), dan
ayat (1),
menjatuhkan
hukuman mati (Pasal 4 ayat (2), Pasal 6 ayat (1 sampai dengan 6). 12

Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang


Pemasyarakatan yang menyatakan Kepala LAPAS berwenang
memberikan
tindakan
disiplin atau menjatuhkan hukuman disiplin terhadap Warga
Binaan
Pemasyarakatan yang melanggar peraturan keamanan dan ketertiban
di
lingkungan LAPAS yang dipimpinnya, maka anak akan berada pada
sebuah
institusi yang berpotensi melakukan tindakan kekerasan. Potensi
semakin ditampakkan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 12 Tahun
kekerasan
1995
tentang Pemasyarakatan menetapkan bahwa pada saat menjalankan
tugasnya,
petugas LAPAS diperlengkapi dengan senjata api dan sarana
keamanan
yang
lain.
Kondisi
ini jelas menempatkan anak pada suatu institusi yang
mengancam kehidupan anak karena ketentuan tersebut tidak
pengecualian kepada petugas LAPAS Anak. Seharusnya petugas
memberikan
LAPAS
Anak tidak perlu dilengkapi dengan senjata api atau peralatan
keamananPBB
lain. bagi Perlindungan Anak yang Kehilangan
Peraturan
Kebebasannya,
Butir 65 menetapkan bahwa pembawaan dan penggunaan senjata
oleh
personil
fasilitas pemasyarakatan harus dilarang pada setiap fasilitas
anak-anak
di
mana ditahan. 13

Yoram Dinstein,
Hak Atas Hidup, Keutuhan Jasmani, dan Kebebasan, dalam Hak Sipil dan
Politik , Esai-Esai Pilihan, hlm. 128
12
Pemerintah
Republik
Indonesia
telah
meratifikasi
Kovenan
Internasional
Hak
menyatakan
mempertahankan
bahwa
kepentingan
tindakan-tindakan
keamanan
dan
dan
prosedur-prosedur
kehidupan masyarakat
penghukuman
yang teratur
apa pun
dan Sipil dan
Hak
Politik
melalui
Undang-Undang
Nomor
12
Tahun
2005.
harus konsisten
1 3 Butir 66 Peraturan PBB bagi Perlindungan Anak yang Kehilangan Kebebasannya,
11

Negara dibebani kewajiban untuk melakukan tindakan-tindakan


berikut:
memperlakukan
secara manusiawi (Pasal 10 ayat (1)), menyamakan
kedudukan di muka hukum (Pasal 14(1)), menerapkan asas praduga
tidak (Pasal 14 ayat (2)), menjamin proses peradilan pidana yang
bersalah
efektif
dan imparsial (Pasal 14), dan menerapkan asas retroaktif (Pasal 15).
pasal ini dapat dielaborasi dan diinterpretasikan dengan merujuk
Pasalpada Hukum Hak Asasi Manusia Internasional lain guna melihat
ketentuan
kewajiban negara lebih jauh dalam menghargai, melindungi, dan
memenuhi
hak asasi seseorang yang tengah menghadapi proses hukum.
Implementasi
kewajiban-kewajiban tersebut di atas nampak dalam praktik negara
aparatnya dalam mewujudkan sistem peradilan (integrated
pidana
criminal
melalui
14
justice system).
Keterpaduan sistem peradilan pidana dimaknai sebagai
the collective

institutions through which in accused offender passes until the


accusations have been
dispossed of or the assessed punishment concluded.
Sistem peradilan pidana
terpadu bukanlah suatu sistem yang bekerja dalam satu unit kerja
atau bagian yang
menyatu secara harfiah melainkan adanya kombinasi yang serasi
antar sub-sistem
untuk mencapai satu tujuan. 15
Hal keterpaduan, sebagaimana yang dinyatakan Pillai, yaitu :
the concept of an Integrated Criminal Justice System does not
envisage
the working as one unit or department or as different
entire
system
section service.
on one Rather, it might be said to work on the principle of
unified
diversity
unity in somewhat like that under which the armed forces function.
Each
of main armed services own its distinctive roles, its training
the three
schemes,
its own personnel, and its own operational method. 16

dengan penghormatan martabat yang melekat pada anak itu dengan tujuan dasar
pengasuhan
pada
fasilitas pemasyarakatan,
yaitu menanamkan ras keadilan, harga diri dan penghormatan
bagi hak-hak
asasi
dasar setiap orang
1 4 Shidarta,
Karakteristik Penalaran Hukum dalam Konteks Ke Indonesiaan,
(Bandung ;
Utomo,
2006),
hlm.
213
FHUI, 2003)
www.pemantauperadilan.com
Lembaga Pengawasan
di unduh
Sistempada
Peradilan
tanggalPidana
9 Sep tember
Terpadu,
(Jakarta
2008 : MAPPI
1 65 Editorial,

Merujuk pada makna di atas maka lembaga-lembaga yang terkait


dalam
sistem peradilan pidana terpadu di Indonesia, dalam hal ini dimulai
dari lembaga
yang bertugas dalam proses penyelidikan hingga pada lembaga yang
bertugas dalam
tahap pelaksanaan putusan, yakni diawali pada institusi kepolisian,
institusi
kejaksaan, institusi kehakiman, hingga diakhiri institusi lembaga
pemasyarakatan.
Dengan demikian rangkaian proses hukum bagi orang yang dituduh
melakukan tindak pidana akan melalui tahapan penyelidikan, tahapan
penyidikan,
tahapan penuntutan, tahapan persidangan, dan tahapan menjalani
eksekusi. Artinya
sejak penangkapan sampai menjalani hukuman orang ini akan
berhadapan dengan
institusi yang mempunyai kewenangan monopoli secara eksklusif
untuk melakukan
kekerasan, yakni negara. Selain hal itu, negara secara sah membuat
instrumen represi
17
dan mendayagunakan instrumen tersebut secara legal dan
terlegitimasi.
Instrumen tersebut termanifestasi dalam perangkat hukum pidana.
Padahal
negara secara definitif berpotensi melakukan pelanggaran hak asasi
manusia. Oleh
karena itu dapat pula dikatakan keseluruhan rangkaian tersebut
berpotensi pula
melanggar hak asasi manusia. Kesemua rangkaian ini jika dianalisis
dengan alas pijak
ketentuan-ketentuan Kovenan Hak Sipil dan Hak Politik dengan
koridor proses
hukum yang semestinya, maka terdiri dari: hak terdakwa dalam pra
pemeriksaan

(Jakarta :1Elsam,
2003),
GuMengadili
ltom,
hlm. 7. Korban : Praktek Pembenaran Terhadap Kekerasan Negara,
7 Samuel

pengadilan; hak terdakwa atas pemeriksaan pengadilan yang adil;


dan pembatasanpembatasan hukum.18

Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni


sejak dari
janin dalam kandungan samapi anak berumur 18 (delapan belas)
tahun. Bertitik tolak
dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan
komprehensif, maka
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
meletakkan
kewajiban memberikan perlidungan kepada anak berdasarkan asasasas sebagai
berikut:
a. Nondiskriminasi;
b. Kepentingan yang terbaik bagi anak;
c. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan; dan
d. Penghargaan terhadap pendapat anak.

Demikian pula halnya jika anak-anak berhadapan dengan hukum,


maka
potensi hak-haknya dilanggar oleh negara lebih besar ketimbang
orang dewasa yang
melakukan tindak pidana. Potensi ini dikarenakan anak merupakan
sosok manusia
19
yang dalam hidup kehidupannya masih menggantungkan pada
intervensi pihak lain.
Noor Muhammad, Op-Cit. , hlm. 183.
Lihat Mukadimah KHA: Mengingat bahwa dalam Deklarasi Universal HAM,
Bangsa-Bangsa
Perserikatan
telah menyatakan bahwa anak-anak berhak atas pengasuhannya dan
bantuan khusus.
Kemudian
mengingat bahwa seperti yang ditunjuk dalam Deklarasi mengenai Hak-hak
Anak, "anak,
karena
alasan ketidakdewasaan fisik dan jiwanya, membutuhkan perlindungan dan
pengasuhan
khusus, hukum yang tepat, baik sebelum dan juga sesudah kelahiran.
termasuk perlindungan
2Lebih
menegaskan:
lanjut Pasal
(1).
Negara-negara
pihak
harus
menghormati
dan
menjamin
yang
dinyatakan
ini pada
menghiraukan
kewarganegaraan,
setiap ras,
anaketnis,
warna
yangatau
kulit,
berada
asal-usul
jenis
di dalam
kelamin,
sosial,
yurisdiksi
harta
bahasa,
kekayaan,
mereka,
agama,hak-hak
tanpa
pendapat
cacat,diskriminasi
kelahiran
politik
atau
atau
dalam
Konvensi
macam
pendapat
status
dari
anak
yang
apa
lain,
atau
lain
pun,
orang
tanpa
tua anak atau wali hukum anak.
18
19

Doktrin Hak Asasi Manusia mengkategorikan kelompok ini sebagai


kelompok rentan
(vulnerableKonsekuensi
group) .20
yuridisnya kelompok ini seharusnya mendapatkan
perhatian lebih dari negara. Terkait dengan kelompok tersebut,
Kovenan Hak Sipil
dan Hak Politik menegaskan bahwa setiap anak berhak untuk
mendapatkan hak atas
langkah-langkah perlindungan karena statusnya sebagai anak di
bawah umur,
terhadap keluarga, masyarakat dan negara (Pasal 24 (1)).
Muladi dalam kapita selekta sistem peradilan pidana menjelaskan:

1) Jangan menggunakan hukum pidana dengan emosional untuk


pembalasan semata-mata.
melakukan
2) Hukum pidana hendaknya jangan di gunakan untuk memidana
perbuatan
yangkorban atau kerugiannya.
tidak jelad
3) Hukum pidana jangan di pakai guna mencari sesuatu tujuan yang
padadasarnya dapat di capai dengan cara lain yang sama efektifnya
penderitaan atau kerugian yang lebih sedikit.
dengan
4) Jangan memakai hukum pidana apabila kerugian yang di
timbulkan
daripadalebih
kerugian yang di akibatkan oleh tindak pidana yang akan di
rumuskan.
5) Hukum pidana jangan di gunakan apabila hasil sampingan
(by product)
yang
lebih merugikan di bandingkan dengan perbuatan yang di
kriminalisasikan.
6) Jangan
menggunakan hukum pidana apabila tidak sebanding oleh
masyarakat
secara luas.
7) Jangan mempergunakan hukum pidana apabila penggunaannya di
perkirakan
tidak dapat efektif (enforceable).
8) Hukum pidana harus universalistic .
9) Hukum pidana harus rasional.
10) Hukum pidana harus menjaga keserasian antara
order legitimation and
competence .
11) Hukum pidana harus menjaga keselarasan
social
antara
defence, prosedural,
fearness and subtantive justice .

(2).
Negara-negara
pihak
harus
mengambil
semua
langkah
yang
tepat
menjamin
dilindungi
diutarakan
dari
atausemua
a.
kepercayaan
Refugees,
bentuk
b,orang
diskriminasi
Internally
tua anak,
Displaced
atau
walihukuman
hukum
Persons
anak
atas
(IDPs);
dasar
atau
anggota
status,
c.untuk
National
aktivitas,
keluarga
Minorities, d.
bahwa
anak
pendapat
anak.
rentan
adalah:
yang
Menurut
Migrant
Human
Rights
Reference
disebutkan,
bahwa
yang
tergolong
ke
dalam
kelompok
20

12) Hukum pidana harus menjaga keserasian antara moralis


komunal,
moralis, dan moralis sipil.
kelembagaan,
13) Penggunaan hukum pidana harus memperhatikan korban
kejahatan.
14) Dalam hal-hal tertentu hukum pidana harus mempertimbangkan
secara
khusus, skala prioritas kepentingan pengaturan.
15) Penggunaan hukum pidana sebagai sarana represif harus di
dayagunakan
secara serentak dengan pencegahan non penal prevention without
punishment .21
Masalah pembinaan generasi muda merupakan bagian integral dari
masalah
pembangunan. Oleh sebab itu sebagian masalah pembinaan yaitu
pembinaan yustisial
terhadap generasi muda khususnya anak-anak perlu mendapat
perhatian serta
pembahasan tersendiri. Hal ini dapat direalisasikan dengan adanya
peradilan khusus
agar terdapat jaminan bahwa penyelesaian dilakukan dengan benarbenar untuk
kesejahteraan anak yang bersangkutan dan kepentingan masyarakat
tanpa
mengabaikan terlaksananya hukum dan keadilan.

Kewajiban negara sangat dominan dalam perkembangan perundangundangan


yang berlaku bagi anak-anak, khususnya dengan dikeluarkannya
Surat Edaran
Kejaksaan Agung pada Mahkamah Agung No. P 1/20 tertanggal
30 \Maret 1951 yan
menjelaskan tentang penjahat anak-anak adalah mereka yang
menurut hukum pidana
22
melakukan perbuatan yang dapat dihukum, belum berusia 16 tahun.
Jaksa Agung

dalam hal ini menekankan bahwa menghadapkan penjahat anak-anak


ke muka hakim
(pengadilan) hanya sebagai langkah terakhir atau ultimum. Sedangkan
remedium bagi
penjahat anak-anak yang dimungkinkan ada penyelesaian lain, maka
perlu

Pemasyarakatan
Hardi
Nomor
Pasal
Widioso,
29 Tahun
45 Kitab
Tindakan/Pidana
IX-April
Undang-Undang
2008, (Jakarta
AtasHukum
Kasus
: Dirjen
Tindak
Pidana.
Pemasyarakatan,
Pidana Anak, 2008), hlm.
Warta
23
2 21 Lihat

dipertimbangkan. Lembaga yang tepat untuk menyelesaikan masalah


tersebut adalah
23
Kantor Pejabat Sosial dan Pro Juventure.
Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1997

telah mencabut Pasal 45, 46, dan 47 Kitab Undang-Undang Hukum


Pidana yang
mengatur straf modus dan tentang
straf sortsistem pemidanaan untuk anak, dengan
tujuan semata-mata untuk memberikan perlindungan dari stigma
pada jiwa anak
dalam menjalani proses perkara pidana. Akan tetapi pada tataran
implementasinya
dirasakan tidak dapat memenuhi tujuan dilahirkannya Undangundang yang
dimaksud, karena pendekatan yuridis formal lebih ditonjolkan dan
tertutup
dilakukannya upaya diskresi dalam mencari solusi perkara anak
nakal.
Model peradilan restoratif yang lebih menekankan diskresi untuk

penyelesaian masalah anak nakal, memberikan alternatif sebagai


upaya
menghindarkan stigma mental anak pada proses hokum. Model
peradilan restoratif
ini, pada tataran ius constotuendum
peradilan anak Indonesia adalah suatu pemikiran
dalam rangka perumusan undang-undang peradilan anak.
Hebohnya dunia hukum anak di Indonesia pada tahun 2006 yang
terangkat
kepermukaan adalah kasus Raju. Anak berusia 8 (delapan) tahun ini
ditahan selama
19 (sembilan belas) hari untuk menjalani proses hukum yang
menimbulkan trauma.
Proses persidangan yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Stabat
Cabang Pangkalan
Brandan Kabupaten Langkat Sumut telah sesuai dengan prosedural
ketentuan hukum
peradilan anak yang berlaku, namun tetap timbul berbagai protes dari
para pemerhati
anak-anak
memerlukan penanganan khusus sesuai dengan keadaan khusus dari anak-

anak untuk
depannya.
Jaksa
Agung R. Suprapto pada tahun 1951 telah menganggap bahwa masalah penjahat
2 3 masa

anak Indonesia.

Sebagaimana dilansir Berita Harian Kompas yang memberitakan


kasus Raju,
menimbulkan berbagai tanggapan terhadap Undang-Undang Nomor
3 Tahun 1997
yang bermunculan dari para pemerhati anak. Aparat penegak hukum
sudah
24
melakukan tugasnya dengan baik, tetapi justru menimbulkan masalahKetua
lain.
Komnas Perlindungan Anak dan Direktur Lembaga Bantuan Hukum
Jakarta meminta
kasus Raju dijadikan pintu masuk untuk mengamandemen UndangUndang Nomor 3
25 kelemahan formulasi corak atau
Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.
Berbagai
model sistem peradilan anak dipertaruhkan, padahal dianggap
formulator sebagai
model peradilan anak yang lebih baik dari Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana
yang berkaiatan dengan masalah pengaturan tentang tindak pidana
dan,
pertanggungjawaban pidana serta pidana dan pemidanaannya.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka peneliti akan


membahas Perlindungan Terhadap Narapidana Anak Ditinjau Dari
Undang-Undang
Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995.

2 54

Kompas, 73 Maret 2006

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi
permasalahan,
yaitu :
1. Bagaimanakah pola perlindungan terhadap anak di Lembaga
Pemasyarakatan Anak?
2. Bagaimanakah konsep dan program binaan anak di Lembaga
Pemasyarakatan?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka
tujuan
penelitian yang ingin dicapai dari penelitian tesis ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui pengaturan perlindungan terhadap anak dalam
sistem
peradilan pidana.
2. Untuk menjelaskan konsep dan program binaan anak di Lembaga
Pemasyarakatan.

D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk:
a. Menambah informasi yang lebih kongkrit dan bahan masukan
dalam
memberikan perlindungan terhadap anak.
b. Sebagai sumbang saran bagi instasni terkait, khususnya yang
berkaitan
dengan anak di Lembaga Pemasyarakatan

c. Memberikan masukan pemikiran guna

penyempurnaan

perangkat peraturan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang


Lembaga
Pemasyaraktan yang berlaku saat ini.
d. Sebagai bahan kajian kalangan akademisi dalam upaya menambah
wawasan
ilmu pengetahuan tentang perlindungan anak.
e. Sebagai bahan masukan bagi peradilan jika menghadapi kasus
yang berkaitan
dengan anak, khususnya di Blitar.

E. Keaslian Penelitian
Agar tidak terjadi pengulangan suatu penelitian terhadap masalah
yang sama,
peneliti biasanya akan mengumpulkan data tentang masalah tersebut
sebelum
melakukan kegiatan ilmiah tersebut.
Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan

(library research)
terdapat

beberapa penelitian khususnya di lingkungan Universitas Islam


Kediri
yang membahas tentang Perlindungan Terhadap Narapidana Anak
Ditinjau dari
Undang-Undang Pemasyarakatan Nomor 12 Tahun 1995 ini belum
pernah dilakukan
dalam judul dan permasalahan yang sama. Dengan demikian
penelitian ini asli serta
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi


1. Kerangka Teori

Teori bertujuan untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa


gejala
26
spsesifik atau proses tertentu terjadi,
dan suatu
kerangka teori harus diuji untuk
menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan
ketidakbenarannya.
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butis-butir pendapat,
teori, tesis dari
penulis dan ahli hukum di bidangnya yang menjadi bahan
perbandingan, pegangan
toeritas, yang mungkin disetujui atau tidak disetujui yang merupakan
masukan
eksternal bagi penulisan tesis. 28

27

Teori ini sendiri adalah serangkaian proposisi yang berisi konsep


abstrak atau
konsep yang sudah didefinisikan dan saling berhubungan antar
variabel sehingga
menghasilkan pandangan sistematis dari fenomena yang
digambarkan oleh suatu
variabel dengan variabel lainnya dan menjelaskan bagaimana
hubungan antar variabel
tersebut.
Sedangkan fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk
mensistematiskan
penemuan-penemuan penelitian, membuat ramalan atau prediksi atas
dasar penemuan
dan menyajikan penjelasan yang dalam hal ini untuk menjawab
pertanyaan. Artinya
teori merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian
dengan objek yang

2 6 Wuisman,
Penelitian
Ilmu-Ilmu
Asas-Asas,
Penyunting:
M. Maju,
Hisyam,
(Jakarta
FE
UI, 1996),2 87hlm.
IbidSolly
M.
,203.
hlm.
Lubis,
16.
Filsafat
Ilmu danSosial,
Penelitian,
(Bandung
: Mandar
1994),
hlm.: 80.

29
harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan dengan Hal ini
benar.
sesuai dengan pendapat Peter M. Marzuki yang menyatakan bahwa
penelitian hukum
silakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori, ataupun konsep
baru sebagai
preskrepsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. 30

a. Teori pemidanaan

Teori tentang pemidanaan adalah upaya untuk menyadarkan


narapidana
anak
pidanaatau
agar menyesali perbuatannya, dan mengembalikannya
menjadi
warga
masyarakat yang baik, taat kepada hukum, menjunjung tinggi
nilai-nilai
moral, sosial dan keagamaan, sehingga tercapai kehidupan
masyarakat
aman,
tertib,yang
dan damai. Anak yang bersalah pembinaannya
Lembaga
Pemasyarakatan
Anak. Penempatan anak yang bersalah ke
ditempatkan
di
dalam
Lembaga Pemasyaraktan Anak, dipisah-pisahkan sesuai dengan
status mereka yaitu anak pidana, anak negara, dan anak sipil.
masing-masing
Perbedaan
status anak tersebut menjadi dasar pembedaan pembinaan yang
dilakukan
terhadap mereka. 31

Untuk meletakkan anak ke dalam pengertian subjek hukum seperti


orang
dewasa dan badan hukum, maka faktor internal maupun eksternal
sanagt berpengaruh
32
untuk menggolongkan status anak. Unsur internal dan eksternal
tersebut, yaitu:
a. Unsur internal pada diri anak
1) Subjek hukum, sebagai seorang manusia anak juga digolongkan
sebagai
human yang
rightsterikat dalam peraturan perundang-undangan. Yang
diletakkan golongan orang yang belum dewasa, seorang yang berada
dalam perwalian, orang yang tidak mampu melakukan perbuatan
2) hukum.
Persamaan hak dan kewajiban anak, yang sama dengan orang
dewasa
yang diberikan oleh ketentuan perundang-undangan. Hukum
meletakkan
anak
sebagai perantara hukum untuk dapat memperoleh hak dan
kewajiban sebagai subjek hukum.
b. Unsur eksternal pada diri anak

M. Solly Lubis, Op-Cit, hlm. 17.


i, Penelitian
Hukum,
(Jakarta
: Kencana
Prenada
Media,
2005),
hlm. 35.
2000), hlm.Peter
Penjelasan
Maulana
6. M. Marzuk
Hasan
Undang-Undang
Wadong,
Nomor
Advokat
12dan
Tahun
Hukum
1995Perlindungan
tentang Pemasyarakatan.
(Jakarta
Anak,
: Grasindo,
29
30
3 21

1) Persamaan kedudukan dalam hukum, dapat memberikan legalitas


formal
terhadap anak sebagai seorang yang tidak mampu untuk berbuat
peristiwa
hukum, yang ditentukan oleh peraturan hukum.
2) Hak-hak privilege yang diberikan negara atau pemerintah yang
timbul
dari
Undang-Undang
Dasar 1945 dan perundang-undangan.
Perlindungan khusus bagi anak berawal dari Deklarasi Jenewa
tentang HakHak Anak pada tahun 1924 yang diakui dalam
Universal Declaration of Human
Rightspada tahun 1984. Pada tanggal 20 November 1958, Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengesahkan
Declaration of the Rights of the Child
(Deklarasi Hak-Hak Anak).
Sementara itu masalah anak terus dibahas dalam beberapa kongres
Perserikatan Bangsa-Bangsa The
mengenai
Prevention of Crime and the Treatment of

Offenders. Pada kongres pertama di Geneva tahun 1955 dibicarakan


permasalahan
Prevention of Juvenile Deliquency
. Sedangkan pada kongres kedua di London pada
tahun 1960 dibicarakan masalah

New Forms of Juvenile Deliquency


dan masalah

Juvenile Deliquency tetap dibahas di Stockhlom pada tahun 1965. 33


Permasalahan anak di Indonesia yang telah dibahas di Perserikatan
Bangsa-Bangsa
belum mempunyai dasar perundang-undangan yang jelas pada saat
berbenturan
dengan proses peradilan anak.
b. Teori peradilan anak

Gordon Bazomore dalam tulisannya


ThreeParadigms of Juvenile Justice
memperkenalkan tiga corak atau model peradilan anak, yaitu:
Deliquency
sebagai salahsatu
Kriminologi
topik.
I pada tahun 1969 di Semarang memasukkan masalahJuvenile
3 3 Seminar

1) Model pembinaan pelaku perorangan (individual treatment model);


2) Model retributive (retributive model);
3) Model restorative (restorative model).

Model pembinaan pelaku perorangan ( individual treatment


) danmodel
model

retributive ( retributive
) telah
model
mempercayakan campur tangan peradilan anak

dan menetapkan dengan pasti parameter-parameter kebijakan tentang


peradilan anak.
Di dalam model pembinaan pelaku perorangan, persidangan anak
dilihat sebagai
suatu agensi kesejahteraan dengan mandat peradilan yang samarasamar, pembinaan
dilandaskan pada cara medik terapeutik
, tentang sebab-sebab timbulnya delinkuensi
anak. Atas dasar itu delinkuensi anak dipandang sebagai simptomatik
dan gangguan,
dan hakikat serta tingkat keseriusannya dilihat tidak lebih sebagai
persoalan yang
membutuhkan pelayanan terapeutik untuk mengkoreksi gangguangangguan yang ada
sebelumnya.

Model pembinaan pelaku perorangan di negara-negara Eropa dikenal


sebagai
model kesejahteraan anak, berangkat dari satu cara pandang bahwa
kejahatan atau
delinkuensi anak tidak dipertimbangkan atau diharapkan pada
perangkat nilai-nilai,
melainkan lebih dilihat sebagai tanda tidak fungsionalnya sosialisasi.
Intervensi
adalah sarana untuk mencoba meralat perilaku penyimpangan social
lewat pemberian
sanksi terhadap masalah personal seseorang dan kebutuhan
pembinaan anak pelaku
delinkuen.
Corak atau model pembinaan pelaku perorangan ini dirasakan
terutamakelemahannya
tidak terjaminnya timbul stigmatisasi, paternalistic
, mahal, tidak memadai,

dan jaminan hukumnya lemah serta diragukan intensitasnya. Di


samping itu, model
ini dilihat masih belum berhasil mengarahkan secara formal
kebutuhan untuk
meningkatkan efektivitas sanksi terhadap anak pelaku delinkuen dan
gagal
memainkan peran dari peradilan anak dalam kerangka penyelamatan
publik.
Keputusan bersifat ambivalen dan tidak taat asas
(inconsistent)
serta
cenderung menyembunyikan maksud pemidanaan dengan
mengatasnamakan
keselamatan publik. Seiring dengan kritik terhadap model pembinaan
pelaku
perorangan terhadap anak tersebut, kemudian muncul tuntutan untuk
segera
mereformasi peradilan anak. Arah reformasi tertuju pada
pengaplikasian filosofis
pemberian ganjaran. Pengaplikasian filosofis itu dimaksudkan
sebagai upaya untuk
merasionalisasikan ketidakpastian pembuatan keputusan dalam
persidangan anak, dan
untuk menegaskan kembali pentingnya fungsi sanksi. Konsekuensi
yang muncul
kemudian adalah tuntutan akan perlunya mengadopsi pedoman
pemberian pidana
yang pasti, Undang-undang tentang anak tidak lagi menekankan
rehabilitasi dan
membuang kerangka acuan berorientasi pada keperluan pelaku.
Untuk beracara di persidangan, masih ada yang mempergunakan
hukum acara
bagi orang dewasa yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
KUHAP. Padahal
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak dapat
dijadikan
sebagai sumber hukum. Perlindungan adalah tempat berlindung
atau perbuatan
melindungi. Sedangkan hukum adalah peraturan yang dibuat oleh
(pemerintah)
hukum
tempat
berlaku
berlindungnya
bagi semuaseseorang
orang di suatu
dari masyarakat.
suatu tindak
penguasaadalahyang
Jadi perlindungan
pidana
melalui

peraturan yang dibuat oleh penguasa (pemerintah) yang berlaku bagi


semua orang di
suatu negara. Perlindungan hukum disini diberikan kepada anak
yang menjadi
pelaku dari kejahatan seperti perkosaan, cabul dan pencurian.
Sebagaimana diketahui bersama bahwa kepedulian umat manusia
atas
eksistensi anak dan masa depannya telah mendapatkan legitimasi
dengan
diratifikasinya konvensi perjuangan besar bangsa Indonesia tentang
hak-hak anak.
Proses peradilan pidana anak akan berakhir pada institusi
pemasyarakatan
manakala hakim memvonis terdakwa bersalah telah melakukan
tindak pidana dan
diperintahkan menjalani hukuman pidana penjara. Anak yang
dihukum penjara akan
ditempatkan di lembaga pemasyarakatan oleh jaksa sebagai
pelaksana eksekusi.
Dengan demikian anak yang ditempatkan di lembaga
pemasyarakatan berarti
dirampas kebebasan pribadinya akibat menjalani hukuman. 34

Menghilangkan kebebasan menurut Peraturan PBB bagi


Perlindungan Anak
yang kehilangan kebebasannya, dimaknai bentuk penahanan atau
hukuman penjara
apa pun atau penempatan seseorang pada suatu tempat penahanan,
dimana orang
tersebut tidak diperkenankan pergi sesukanya, atas perintah suatu
pihak kehakiman,
35
administrasi atau pihak umum lainnya.
Selanjutnya
butir 12 menentukan bahwa
menghilangkan kebebasan harus dikenakan pada kondisi-kondisi dan
keadaankeadaan yang menjamin penghormatan hak-hak asasi manusia para
anak. Para anak
3 4 Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat untuk
melaksanakan
pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan (Lihat Pasal 1
angka 3 UndangUndang
Kebebasannya.
Nomor
Lihat
12
Butir
Tahun
11 huruf
1995 tentang
(b) Peraturan
Pemasyarakatan.
PBB bagi Perlindungan Anak yang Kehilangan
35

yang ditahan pada fasilitas-fasilitas pemasyarakatan harus dijamin


mendapatkan
manfaat dari kegiatan-kegiatan dan program-program yang berarti,
yang akan
berfungsi untuk memajukan dan mempertahankan kesehatan dan
harga diri mereka,
untuk membina rasa tanggung jawab dan mendorong sikap-sikap dan
keterampilanketerampilan yang akan membantu mereka dalam mengembangkan
potensi mereka
sebagai anggota-anggota masyarakat.

Jika membaca legal


menjalani
term pidana, diserahkan pada negara untuk
dididik, dan atas permintaan orang tua atau walinya dididik dan
ditempatkan di
LAPAS dengan didasari putusan pengadilan menunjukkan bahwa
negara diberikan
hak untuk mengambil alih kewenangan pengasuhan orang tua. Hal
yang perlu
dicemaskan adalah diberikannya kewenangan kepada petugas
LAPAS menggunakan
kekerasan.

Kovenan Hak Sipil dan Politik, Pasal 7 melarang segala bentuk


tindak
kekerasan seorang pun yang dapat dikenakan penyiksaan atau
perlakuan atau
hukuman lain yang keji, tidak manusiawi atau merendahkan martabat
setiap manusia.
Segala bentuk penghukuman tersebut jelas tidak konsisten dengan
ketentuan Pasal 10
Kovenan yang mengatur bahwa setiap orang yang dirampas
kebebasannya wajib
diperlakukan secara manusiawi dan dengan menghormati martabat
yang melekat pada
diri manusia. Pasal 37 Konvenan Hukum Anak juga menjamin hal
serupa dimana
huruf a mengatakan :
Negara-negara
manusiawi
dijadikan sasaran
ataupihak
hukuman
penganiayaan,
harusyang
menjamin
menghinakan.
atau bahwa
perlakuan
tidak
Kemudian
kejam
seorang
yang
kewajiban
anak
lain,pun
dapat
ini
tidak

dipertegas kembali pada huruf (c) yang mennetapkan bahwa setiap


anak yangkebebasannya harus diperlakukan manusiawi dan
dirampas
menghormati
martabat
manusia yang melekat, dan dalam suatu cara dan mengingat
akan
kebutuhan-kebutuhan orang pada umurnya. 36
2. Kerangka Konsepsi

Konsep merupakan alat yang dipakai oleh hukum disamping yang


lain-lain,
seperti asas dan standar. Oleh karena itu kebutuhan untuk
membentuk konsep
merupakan salah satu sari hal-hal yang dirasakan pentingnya dalam
hukum. Konsep
adalah suatu konstruksi mental, yaitu sesuatu yang dihasilkan oleh
suatu proses yang
37 konsepsional
berjalan dalam fikiran penelitian untuk keperluan analitis.
Kerangka
mengungkapkan beberapa konsepsi atau pengertian yang akan
dipergunakan untuk
sebagai dasar penelitian hukum. 38
Suatu konsep atau kerangka konsepsional pada hakekatnya
merupakan suatu
pengaruh atau pedoman yang lebih konkrit daripada kerangka teoritis
yang seringkali
masih bersifat abstrak. Namun demikian, suatu kerangka
konsepsional belaka
kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak, sehingga diperlukan
defenisi-defenisi
operasional yang akan dapat dijadikan pegangan konkrit didalam
proses penelitian.
Konsep atau pengertian merupakan unsur pokok dari suatu
penelitian, jika
masalah dan kerangka konsep teoritisnya telah jelas, biasanya sudah
diketahui pula
fakta mengenai gejala-gejala yang menjadi pokok perhatian, dan
suatu konsep
3 6 Lihat Pasal 37 Konvenan Hukum Anak.
(Jakarta :3Raja
Satjipto
Grafindo
Rahardjo,
Soekanto
Persada,
dan
Ilmu
1995),
SriHukum,
Mamudji,
hlm.
Penelitian
7.
(Bandung
Hukum
: Aditya
Normatif
Bak ti,
Suatu
1996),
Tinjauan
hlm. 306.
Singkat,
87 Soerjono

sebenarnya adalah defenisi secara singkat dari apa yang diamati,


konsep menentukan
antara variabel yang ingin menetukan adanya hubungan empiris.

39

Pentingnya defenisi oerasional adalah untuk menghindarkan


perbedaan
pengertian atau penafsiran mendua (dubius)dari suatu istilah yang dipakai.
Oleh karena itu dalam penelitian ini didefinisikan beberapa konsep
dasar agar
secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan
tujuan yang telah
ditentukan, yaitu:

1. Perlindungan anak adalah suatu usaha yang mengadakan kondisi


dimana anak
dapat melaksanakan hak dan kewajibannya. Sedangkan menurut
Shanty
Dellyana, perlindungan anak adalah suatu usaha mengadakan kondisi
yang
melindungi anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya dan
harus
diusahakan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara dan
bermasyarakat.
2. Irma Setyowati Soemitri membedakan 2 (dua) pengertian
perlindungan anak,
yaitu:
a. Perlindungan anak bersifat yuridis yang meliputi bidang hukum
publik
dan bidang hukum perdata.
b. Perlindungan anak bersifat non yuridis yang meliputi bidang
sosial,
bidang kesehatan, bidang pendidikan. 40

3 9 Koentjorodiningrat,
Metode-Metode
Penelitian
Masyarakat
, (Jakarta
: Gramedia
1997), hlm.
1990),
21. Setyowati Soemitro,
13.
Aspek Hukum
Perlin
du
ngan(Jakarta
Anak,
: BumiPustaka,
Aksara,
4 0 Irma

3. Narapidana anak adalah anak yang bersalah dan ditempatkan


pembinaannya
di Lembaga Pemasyarakatan Anak, dipisah-pisahkan sesuai dengan
status
mereka masing-masing yaitu Anak Pidana, Anak Negara, dan Anak41
Sipil.
4. Lembaga Pemasyarakatan suatu instansi yang memberikan
pembinaan agar
tercapainya suatu sistem pemasyarakatan berupa satu rangkaian
kesatuan
penegakan hukum pidana, oleh karena itu pelaksanaannya tidak
dapat
42
dipisahkan dari pengembangan konsepsi umum mengenai
pemidanaan.
G. Metode Penelitian
1. Spesifikasi dan Sifat Penelitian
Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian, maka sifat
penelitian ini
adalah deskriptif analitis, yaitu menafsirkan data yang ada, misalnya
tentang situasi
yang dialami, pandangan, sikap yang nampak dan sebagainya.
Analitis yaitu suatu penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan
saran-saran
mengenai apa yang harus dilakukan mengatasi masalah-masalah
tertentu.
Materi penelitian diperoleh melalui pendekatan yuridis normatif yaitu
pendekatan hukum dengan melihat peraturan-peraturan, baik bahan
hukum primer
maupun bahan hukum sekunder atau pendekatan terhadap masalah
dengan cara
Anak Pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di
Lembaga Pemasyarakatan paling lama samapi berumur 18 tahun. Anak Negara yaitu
anak
yang orangtua
berdasarkan
putusan
diserahkan
kepada
negara
untuk
dandididik
Pemasyarakatan
permintaan
Anakpengadilan
atau
paling
walinya
lama
memperoleh
sampai berusia
penetapan
18
tahun.
pengadilan
Anakdididik
Sipiluntuk
yaitu
anak di
ditempatkan
di
Lembaga
yang atas4 2 Lihat Anak
Pemasyarakatan
Lembaga
Penjelasan
palingUndang-Undang
lama sampai 18 Nomor
tahun. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
41

melihat dari segi peraturan perundang-undangan yang berlaku, bukubuku, literatur,


karya ilmiah dan pendapat para ahli dan lain sebagainya.
Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Soerjono Soekanto bahwa penelitian hukum
normatif adalah
penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau
data sekunder
belaka. Penelitian hukum normatif mencakup penelitian terhadap
sistematika hukum,
penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal,
perbandingan hukum
dan sejarah hukum.

Penelitian ini menurut Ronald Dwokin dikenal dengan istilah


penelitian
doktrinal (doctrinal research)
yaitu penelitian yang menganalisis hukum baik yang
tertulis di dalam buku

(law as its written in the book),


maupun hukum yang

diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan


(law as it decided by the judge
through judicial process) .

2. Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan dan

pengambilan data dari lapangan sehingga antara yang seharusnyadas


( sollen
) dan
kenyataan (das sein) saling memiliki keterkaitan.
Pengambilan data primer dilakukan dengan wawancara (
di Lembaga Pemasyarakatan Anak Blitar di antaranya kepada:
1. Pegawai Lembaga Pemasyarakatan Anak Blitar.
2. Anak Didik Lembaga Pemasyarakatan Anak Blitar.

interview
) lagsung

Sedangkan pengumpulan data sekunder dilakukan dengan penelitian


kepustakaan (library research).
Adapun data sekunder mencakup:
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat,
terdiri dari
KUHP, Peraturan Pemerintah dan lain sebagainya.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan
penjelasan
mengenai bahan hukum primer seperti buku teks, hasil-hasil
penelitian dan
sebagainya.
c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan-bahan yang memberikan
petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contohnya :
kamus,
ensiklopedi dan sebagainya.

3. Analisis Data
Salah satu ciri dari penelitian hukum normatif adalah menganalisis
data secara
kualitatif. Pada tahap awal dilakukan pengumpulan data primer dan
sekunder,
kemudian data dikelompokkan sesuai dengan rumusan masalah yang
ditetapkan.
Data-data tersebut selanjutnya dikelompokkan untuk mendapat
gambaran yang utuh,
menyeluruh dan tepat masalah-masalah yang akan dijawab. Datadata tersebut
dianalisis dengan melakukan interpretasi atau ditafsirkan dan
selanjutnya hasil
penafsiran dideskripsikan kemudian disimpulkan secara deduktif.

POLA PERLINDUNGAN ANAK


DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK
A. Perlindungan Hukum Terhadap Anak
1. Dimensi Psikologis Anak

BAB II

Konsep perkembangan moral anak dalam kajian psikologi awalnya


dipusatkan
pada kajian disiplin, yaitu jenis disiplin terbaik untuk mendidik anak
menjadi
individu yang mematuhi hukum, dan pengaruh disiplin tersebut pada
penyesuaian
pribadi dan sosial.
Kajian terhadap perkembangan moral anak tidak bisa terlepas dari
perilaku
moral itu sendiri. Sebagaimana dinyatakan oleh Hurlock bahwa
perilaku moral anak
adalah:

Perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial, perilaku


moral
dikendalikan oleh konsep-konsep moral-peraturan perilaku yang
telah menjadi
kebiasaan bagi anggota suatu budaya dan yang menentukan pola
perilaku
yang diharapkan dan seluruh anggota kelompok. 43

Perilaku yang dapat disebut moralitas yang sesungguhnya, tidak saja


sesuai
dengan standar sosial melainkan juga dilaksanakan secara sukarela.
Hal ini rnuncul
bersamaan dengan peralihan kekuasaan eksternal ke internal dan
terdiri atas tingkah

Tangerang Menuju Pada Innovation Treatment System Sesuai PP No. 31 Tahun 1999
28
Pembinaan
tentang
dan
Pola
Pembimbinga
Pembinaan nAnak
Warga
Didik
Binaan
Pemsyarakatan
Pemasyaraka
(Surabaya
di Lembaga
tan : FHPemasyarakatan
UNS, 2005), hlm.
Anak
74
4 3 Mandiana,

laku yang diatur dari dalam, disertai parasaan tanggung jawab pribadi
untuk tindakan
masing-masing.
Perkembangan moral mempunyai aspek kecerdasan dan aspek
impulsif. Anak
harus belajar apa saja yang benar dan yang salah. Selanjutnya, segera
setelah mereka
cukup besar, mereka harus diberi penjelasan mengapa ini benar dan
itu salah. Mereka
juga harus mempunyai kesempatan untuk mengarnbil bagian dalam
kelompok
sehingga mereka dapat belajar mengenai harapan kelompok.
Hal yang lebih penting lagi, mereka harus mengembangkan
keinginan. untuk
melakukan hal yang benar, bertindak untuk kebaikan bersama dan
menghindari yang
salah. Ini dapat dicapai dengan hasil yang paling baik dengan
mengaitkan reaksi
menyenangkan dengan hal benar, dan reaksi yang tidak
menyenangkan dengan reaksi
yang salah. Untuk menjamin kemauan untuk bertidak sesuai dengan
cara yang
diinginkan masyarakat, anak harus menerima persetujuan kelompok.
Bagi seorang anak, belajar berperilaku dengan cara yang disetujui
masyarakat
merupakan proses yang panjang dan lama yang terus hingga masa
remaja. Belajar
berperilaku merupakan salah satu tugas perkembangan yang penting
di masa kanakkanak. Sebelum anak masuk sekolah, mereka diharapkan mampu
membedakan yang
benar dan yang salah dalam situasi yang sederhana dan
meletakkan dasar bagi
perkembangan hati nurani. Dalam mempelajari sikap moral, menurut
pendapat
Hurlock, terdapat (4) empat hal yang paling pokok untuk
diharapkan
kebiasaan-peraturan,
sosial dan anggotanya
nurani,sebagaimana
belajar mengalami
mempelajarikelompok
apa yangmengembangkan
terkandung
perasaan
bersalah,
dalam hukum-

dan rasa malu bila berperilaku tidak sesuai dengan harapan


kelompok, dan
mempunyai kesernpatan untuk berinteraksi sosial untuk belajar apa
saja yang
diharapkan anggota kelompok. Secara lebih jauh Hurlock
menyatakan bahwa ada
beberapa peranan yang mempengaruhi perkembangan moral anak,
yaitu peranan
pertama, hukum-kebiasaan-peraturan dalam perkembangan moral
mempunyai
kedudukan yang strategis yaitu menuntut anak untuk belajar apa yang
menjadi
harapan kelompok sosialnya.

Dalam setiap kelompok sosial, tindakan tertentu dianggap benar atau


salah
karena tindakan itu dianggap menunjang, atau menghalangi
kesejahteraan kelompok.
Kebiasaan yang palmg penting dibakukan menjadi peraturan hukum,
dengan
hukuman tertentu bagi yang melanggarnya. Dan yang lainnya, yang
sama mengikat,
seperti hukum, bertahan sebagai kebiasaan tanpa adanya hukuman
bagi yang
melanggarnya.
Peran kedua, dalam perkembangan moral adalah peran hati nurani,
dimana
pengembangan hati nurani sebagai kendali internal perilaku individu.
Pada masa kini
telah ada anggapan bahwa tidak seorang anak pun dilahirkan dengan
hati nurani dan
bahwa tidak saja setiap anak harus belajar mana yang benar dan
mana yang salah,
tetapi juga harus menggunakan hati nurani sebagai pengendali
perilaku. Hal ini
dianggap sebagai salah satu tugas perkembangan yang penting
dimasa anak-anak.
Hati nurani juga memiliki peran sebagai tanggapan terkondisikan
mengenai
beberapa situasi dan tindakan tertentu, yang telah
terhadap kecemasan
dikembangkan dengan
mengasosiasikan
tindakan agresif dengan hukum.

Peran ketiga, untuk belajar menjadi anak bermoral adalah


pengembangan rasa
bersalah dan rasa malu. Rasa bersalah telah dijelaskan sebagai sejenis
evaluasi diri
khusus yang negatif yang terjadi bila seorang individu mengakui
perilakunya berbeda
dengan nilai moral yang dirasakannya wajib untuk dipenuhi. Anak
yang merasa
bersalah tentang apa yang telah dilakukannya, telah mengakui pada
dirinya bahwa
perilakunya jatuh dibawah standar yang ditetapkannya. Adapun
untuk terciptanya
perasaan bersalah pada diri anak paling tidak harus memenuhi empat
kondisi, yaitu
pertama anak-anak harus menerima standar tertentu mengenai hal
yang benar dan
salah atau baik dan buruk. Kedua, mereka harus menerima kewajiban
mengatur
perilaku mereka agar sesuai dengan standar yang mereka terima.
Ketiga, mereka
harus merasa bertanggungjawab atas setiap penyelewengan dan
standar tersebut dan
mengaku bahwa mereka, dan bukan orang lain yang harus
disalahkan, dan keempat,
mereka harus memiliki kemampuan mengkritik diri yang cukup besar
untuk
menyadari bahwa ketidaksesuaian antara mereka telah terjadi.
Keempat, kondisi
kehidupan tersebut, bahwa untuk belajar menjadi orang bermoral
adalah mempunyai
kesempatan melakukan interaksi dengan anggota kelompok sosial.
Dimana interaksi
sosial mempunyai peranan penting dalam perkembangan moral
dengan mernberi anak
standar perilaku yang disetujui kelompok sosialnya dan dengan
memberi mereka
sumber motivasi untuk mengikuti standar tersebut rnelalui
persetujuan dan
ketidaksetujuan sosial.

2. Kebijakan Perlindungan Anak


a. Pengertian perlindungan anak

Anak dalam pemaknaan yang umum memiliki aspek yang sangat


luas, tidak
saja hanya disoroti dan satu bidang kajian ilmu saja, melainkan dari
berbagai bidang
kajian baik dari sudut pandang agama, hukum, sosial-budaya,
ekonomi, politik, dan
aspek disiplin ilmu yang lainnya. Makna anak dari berbagai cabang
ilmu akan
memiliki perbedaan baik secara subtansial, fungsi, dan tujuan. Bila
kita soroti dan
sudut pandang agama, maka pemaknaan anak diasosiasikan bahwa
anak adalah
makhluk ciptaan Tuhan YME dimana keberadaannya melalui proses
penciptaan yang
berdimensi kewenangan kehendak Yang Kuasa. Secara rasional,
seorang anak
terbentuk dari unsur gaib yang transendental dari prosesi ratifikasi
sains (ilmu
pengetahuan) dengan unsur-unsur lahiriah yang diambil dari nilainilai material alam
semesta dan nilai-nilai spiritual yang diambil dan prosesi keyakinan
beragama.
Dari konsep dasar agama sebagaimana telah dikemukakan diatas dan
dikaitkan dengan proses hukum perlindungan anak, baik dalam
melakukan
pembinaan anak, pemeliharaan anak, yang pada akhirnya akan
menjadikan anak
sebagai pemimpin di tengah-tengah masyarakat pada saat sekarang.
Tentunya hal ini
berbeda dengan pandangan yang diberikan dari dunia barat yang
berpatokan kepada
filsafat, sosial, budaya, politik, dan ekonomi yang telah dikemukakan
oleh para ahli
dari dunia barat, seperti pendapat Darwin, Herbert Spencer, Karl
Comte,
melalui
dan
proses
yang
evolusi
lainnya,
fisik,
dimana
kultur,mereka
dan peradaban
memandang
tentang
tentang
status
Marx, August
eksistensi
anak
secara
anak

transparansi. Pemaknaan anak yang diberikan oleh para ahli hukum


berlandaskan
pada teori-teori alam semesta (natural
yanglaw)
menekankan pada prinsip-prinsip

the struggle for life and survival of the fittest


(perjuangan untuk hidup dan yang
kuat akan bertahan).
Khususnya di negara Indonesia kedudukan anak menjadi bagian
utama dalam
sendi kehidupan keluarga, agama, bangsa, dan negara, baik dalam
menumbuhkembangkan inteligensi anak maupun mental spiritual.
Hal ini dilandasi
dengan ciri khas kepribadian bangsa Indonesia sendiri yang memiliki
sistem hukum
yang berasal dari sendi-sendi hukum adat dan ras. Dalam tataran
realitas tersebut
bangsa Indonesia telah menempatkan anak selain sebagai aset masa
depan pelanjut
estafet pembangunan, juga telah menempatkan anak pada tempat
yang seyogyanya
mampu melakukan tugas perkembangannya. Namun seiring dengan
kemajuan iptek
(ilmu pengetahuan dan teknologi), dan dampak negatif dari
perkembangan teknologi
informasi serta dampak krisis multidimensi telah
memporakporandakkan seluruh
tatanan fungsi dan peran pelayanan, perhatian, dan pendidikan anak
baik di
lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Begitupun anak didik yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Anak


yang
berasal dari berbagai dimensi kehidupan serta latar belakang yang
mengantarkannya untuk dididik di Lembaga Pemasyarakatan Anak
Adapun
tersebut.faktor melatarbelakangi anak didik Lembaga
Pemasyarakatan
Anak
tersebut
melakukan
tindak kriminalitas sangat beraneka ragam
sebagaimana
diakui oleh Sutherland dan Cressey bahwa kejahatan adalah hasil
dari faktorfaktor
yang beraneka ragam dan bermacam-macam. Dan bahwa
itu
dewasa ini dan untuk selanjutnya tidak bisa disusun rnenurut
faktor-faktor
ketentuan
yang
berlaku
umum tanpa
ada :pengecualian.
44
Sosiologi
Kriminalitas
, (Bandung
Remadja Karya, 1987),
hlm. 4 4
4suatu
4 Abdulsyani,

Secara garis besar faktor-faktor yang dapat menimbulkan tindak


kriminalitas
yang dilakukan oleh anak didik di Lembaga Pemasyarakatan ada 2
(dua) faktor yaitu :
faktor internal (dalam diri anak didik) dan faktor eksternal yaitu
faktor yang berasal
dari luar diri individu. Adapun faktor-faktor internal yang bersumber
dari diri
individu terbagi ke dalam 2 (dua) bagian yaitu faktor internal yang
bersifat khusus
dan faktor internal yang bersifat umum.
Faktor internal yang bersifat khusus adalah lebih menitikberatkan
pada
kondisi psikologis anak didik Lembaga Pemasyarakatan, dimana
kondisi psikologis
anak tersebut dalam keadaan sakit dan tertekan. Menurut Abdulsyani,
ada beberapa
sifat khusus yang dapat menimbulkan kejahatan antara lain :

1) Keadaan sakit jiwa, individu yang sedang mengalami sakit jiwa


mempunyai
kecenderungan untuk bersikap anti sosial. Sakit jiwa ini bisa
disebabkan
olehmental yang berlebihan, atau dimungkinkan anak
adanya
konflik
didik Pemasyarakatan tersebut pernah melakukan perbuatan yang
Lembaga
dirasakan sebagai dosa besar dan berat, dimana orang yang sakit jiwa
mempunyai kecenderungan untuk melakukan penyimpangan.
2) Daya emosional, dimana daya emosional erat kaitannya dengan
masalah
sosial bila tidak tumbuh dalam keadaan seimbang, tidak menutup
kemungkinan bahwa anak didik tersebut melakukan penyimpangan
yaitu
tindak kriminal.
3) Rendahnya mentalitas, hal ini lebih disebabkan oleh adanya
kemampuan
seseorang untuk mampu melakukan adaptasi dengan lingkungan
sosialnya.
4) Anomi,
dimana secara psikologis kepribadian manusia itu sifatnya
dinamis,
yang ditandai dengan adanya kehendak, berorganisasi,
mengembangkan
budaya dan sejenisnya. 45

Masa anomi ini ditandai dengan ditinggalkannya keadaan yang lama


dan
mulai menginjak dengan keadaan baru. Sebagai ukuran orang akan
mengalami anomi
(kebingungan)
ketika
44 :
4 5 Ibid ., hlm.

1) la berhadapan dengan suatu kejadian atau perubahan yang belum


pernah
dialaminya.
2) la berhadapan dengan situasi yang baru, ketika ia harus
menyesuaikan diri
dengan cara-cara yang baru pula. 46

Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar


diri
individu yang menyebabkan individu tersebut melakukan kejahatan
kriminalitas,
diantaranya meliputi hal-hal sebagai berikut :

1) Faktor ekonomi, bagaimanapun faktor-faktor ekonomi merupakan


penyebab
salah
satu terjadinya perbuatan tindak kriminalitas, karena kebutuhan
ekonomi
adalah merupakan kebutuhan pokok, bila seseorang merasa tidak
terpenuhinya
kebutuhan pokok tersebut berusaha mencari jalan seoptimal
mungkin,
bahkan
tidak
menutup
kemungkinan akan melakukan segala macam cara
untuk
meraihnya. Secara lebih rincinya faktor-faktor ekonomi yang
tindak kriminalitas diantaranya adanya perubahan harga barangmenimbulkan
barang,
pengangguran, dan urbanisasi.
2) Faktor agarna, norma-norma yang terkandung dalam agama
(semua
agama
menganjurkan
kebenaran dan kebaikan) mempunyai nilai-nilai yang
tinggi
dalam hidup manusia, sebab norma-norma tersebut merupakan
ketuhanan, dan sesuatu yang telah digariskan oleh agama itu
norma
senantiasa
baik manusia kearah jalan yang benar. Bagaimanapun
dan
membimbing
lebih
jauhnya agama memberikan landasan yang paling esensial bagi
kehidupan
manusia,
dan agama merupakan salah satu sosial kontrol yang utama
organisasinya/orgarnisasi keamanan, agama sendiri dapat
laku
manusiatingkah
sesuai dengan nilai-nilai keagamaannya. Namun
menentukan
sebaliknya
bila
agama
hanya
dijadikan sebagai formalitas ritual saja dan tidak larut
memberikan warna terhadap seluruh aktifitas manusia, maka agama
tersebut
tidak memiliki apa-apa atau akan hilang kebermaknaannya.
3) Pengaruh negatif dari dunia informasi baik melalui media
media cetak,
hal ini akan mempengaruhi baik secara langsung
elektronik
maupun
maupun tidak
langsung
terhadap seluruh tatanan kehidupan anak didik Lapas,
bahkan ada
sebagian
anak didik lapas yang melakukan pelanggaran kriminal
setelah menonton/melihat tayangan-tayangan atau membaca bacaan
mereka
bersifat porno dan informasi lainnya yang tak layak ditonton oleh 47
yang
46
4anak.
76 Ibid ., hlm. 47

Dalam berbagai peraturan perundang-undangan Indonesia, tidak


terdapat
pengaturan yang tegas tentang kriteria anak. Lain peraturan
perundang-undangan, lain
pula kriteria anak. Pasal 330 Kitab Undang-undang Hukum
menentukan bahwa
belum dewasa apabila belum mencapai umur 21 (dua puluh satu)
tahun dan tidak
lebih dahulu telah kawin. Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1979
tentang Kesejahteraan Anak menentukan bahwa anak seseorang yang
belum
mencapai umur 21 (duapuluh satu) tahun dan belum pernah kawin.
Pasal 1 ayat (1)
Undang-Undang 12 Tahun 1948 tentang Pokok Perburuhan
menentukan bahwa
anak adalah orang laki-laki atau per empuan 14 (empat belas) tahun
ke bawah.
Menurut Hukum Adat seseorang belum dewasa bilamana seseorang
itu belum
menikah dan berdiri belum terlepas dari tanggung jawab orang tua. 48

Hukum Adat menentukan bahwa ukuran seseorang telah dewasa


bukan dari
umurnya, tetapi ukuran yang dipakai adalah: dapat bekerja sendiri;
cakap melakukan
49
yang disyaratkan dalam kehidupan masyarakat; dapat mengurus
kekayaan sendiri.
Hukum Islam menentukan bahwa anak di bawah umur adalah yang
belum akil
baligh.50 Batas umur seseorang belum atau sudah dewasa
(minderjarig),
apabila ia

belum berumur 15 (lima belas) tahun kecuali apabila sebelumnya itu


sudah
memperlihatkan telah matang untuk bersetubuh
(geslachtssrijp)
tetapi tidak boleh
kurang dari 9 (sembilan) tahun. Menurut Zakariya Ahmad Al Barry,
dewasa

Hilman Hadikusuma, Hukum Adat dalam Yurisprudensi


, (Bandung : Citra Aditya Bakti,
1993),
hlm.
11.
hlm. 19. 54 09 Rotiq
Irma Setyowati
Ahmad , Hukum
Sumitro,IslamAspek
di Indonesia
, Hukum
(JakartaPerlindungan
: Raja Grafindo
, (Jakarta
Anak
Persada,
: Bumi 1997),
Aksara,hlm.
1990),
55
48

maksudnya adalah cukup umur untuk berketurunan dan muncul tanda


laki-laki
dewasa pada putra, muncul tanda-tanda wanita dewasa pada putri.
Inilah dewasa yang
wajar, yang biasanya belum ada sebelum anak putra berumur 12 (dua
belas) tahun
dan putri berumur 9 (sembilan) tahun. Kalau anak mengatakan
bahwa dia dewasa,
keterangannya dapat diterima karena dia sendiri yang mengalami.
Kalau sudah
melewati usia tersebut diatas tetapi belum nampak tanda-tanda yang
menunjukkan
bahwa ; dewasa, harus ditunggu sampai ia berumur 15 (lima belas)
tahun.
Sugiri mengatakan bahwa selama di tubuhnya berjalan proses
pertumbuhan
perkembangan, orang itu masih menjadi anak dan baru menjadi
dewasa bila proses
perkembangan dan pertumbuhan itu selesai, jadi batas usia anak
adalah sama dengan
permulaan menjadi dewasa, yaitu 18 (delapan belas) tahun untuk
wanita dan 20 (dua
puluh) tahun untuk laki-laki, seperti di Amerika, Yugoslavia, dan
negara-negara Barat
lainnya.52

51

Zakiah Darajat mengatakan bahwa mengenai batas usia anak-anak


dan
dewasa berdasarkan pada usia remaja adalah bahwa masa usia 9
(sembilan) tahun
antara 13 (tiga belas) tahun sampai 21 (dua puluh satu) tahun sebagai
masa remaja
merupakan masa peralihan antara masa anak-anak dan masa dewasa,
dimana anakanak mengalami pertumbuhan yang cepat di segala bidang dan
mereka bukan lagi

114 34.
hlm.

51
52

Zakariya
Ahmad Al Barry,
Hukum
Anak dalam
(Jakarta
Islam,
Bintang,
1990),
hlm.
Romli Atmasasmita,
Problema
Kenakalan
Anak
dan:, Bulan
Remaja
(Bandung
: Armico,
1984),

anak-anak baik bentuk badan, sikap, cara berpikir dan bertindak


bukan pula orang
dewasa.53

Hilman Hadikusuma mengatakan bahwa menarik batas antara belum


dewasa
dengan sudah dewasa, tidak perlu dipermasalahkan karena pada
kenyataannya
walaupun orang belum dewasa namun ia telah dapat melakukan
perbuatan hukum,
misalnya anak yang belum dewasa telah melakukan jual-beli,
berdagang, dan
sebagainya, walaupun berwewenang kawin. 54
Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 pada Pasal 1 angka 1
ditentukan bahwa anak adalah orang dalam perkara Anak Nakal telah
mencapai umur
8 (delapan) tahun tapi belum mencapai umur 18 (delapan belas)
tahun dan belum
pernah kawin. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang
Perlindungan Anak menentukan bahwa anak adalah seseorang yang
belum berusia 18
(delapan belas) tahun,termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Hal penting yang
perlu diperhatikan dalam peraturan perundang-undangan yang
berkaitan dengan anak
adalah konsekuensi penerapannya dikaitkan dengan berbagai faktor
seperti kondisi
ekonomi, sosial budaya masyarakat.

Dalam berbagai peraturan perundang-undangan perbedaan ketentuan


yang
mengatur tentang anak, hal ini dilatarbelakangi berbagai faktor yang
merupakan
prinsip dasar yang terkandung dalam dasar pertimbangan
dikeluarkannya peraturan

Gramedia5 43Widiasarana
Zakiah Darajat,
Maulana
Hassan
Indonesia,
Wadong,
Kesehatan
2000),Mental
Pengantar
hlm. 27, (Jakarta
Advokasi
: Intidan
Idayu
Hukum
Press,
Perlindungan
1983), hlm.
, (Jakarta
101.
Anak:

perundang-undangan yang bersangkutan yang berkaitan dengan


kondisi dan
perlindungan anak.
Berkaitan dengan ketentuan hukum atau peraturan perundangundangan
yang mengatur tentang pengertian Anak Nakal, tidak terlepas dari
kemampuan
anak mempertanggungjawabkan kenakalan yang dilakukannya.
Pertanggungjawaban
pidana anak diukur dari tingkat kesesuaian antara kematangan moral
dan kejiwaan anak
dengan kenakalan yang dilakukan anak, keadaan kondisi fisik,
mental, dan sosial anak
menjadi perhatian. Dalam hal ini dipertimbangkan b erbagai komp
onen seperti moral
dan keadaan psikologis dan ketajaman pikiran anak dalam
menentukan
pertanggungjawabannya atas kenakalan yang diper buatnya.55

Kedudukan anak sebagai generasi muda yang akan meneruskan citacita luhur
bangsa, calon-calon pemimpin bangsa di masa mendatang dan
sebagai sumber
harapan bagi generasi terdahulu, perlu mendapat kesempatan seluasluasnya untuk
tumbuh dan berkembang dengan wajar baik secara rohani, jasmani,
dan sosial.
Perlindungan anak merupakan usaha dan kegiatan seluruh lapisan
masyarakat dalam
berbagai kedudukan dan peranan, yang menyadari betul pentingnya
anak bagi nusa
dan bangsa di kemudian hari. Jika mereka telah matang pertumbuhan
fisik maupun
mental dan sosialnya, maka tiba saatnya menggantikan generasi
terdahulu.
Perlindungan anak adalah segala usaha yang dilakukan untuk
menciptakan
kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya
demi
Anak di Indonesia
, (Bandung,
Perlindungan
Refika Hukum
Aditama,
Terhadap
2008), hlm.
Anak32.
dalam Sistem Peradilan Pidana
5 5 Maidin Gultom,

perkembangan dan pertumbuhan anak secara wajar baik fisik,


mental, dan sosial.
Perlindungan anak merupakan perwujudan adanya keadilan dalam
suatu masyarakat,
dengan demikian perlindungan anak diusahakan dalam berbagai
bidang kehidupan
bernegara dan bermasyarakat. Kegiatan perlindungan anak membawa
akibat huk um,
baik dalam kaitannya dengan hukum tertulis maupun hukum tidak
tertulis.
Hukum merupakan jaminan bagi k egiatan perlindungan anak. Arif
Gosita
mengemukakan bahwa kepastian hukum perlu diusahakan demi
kelangsungan kegiatan
perlindungan anak dan mencegah penyelewengan yang membawa
akibat negatif
yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan perlindungan anak.56

Berdasarkan hasil seminar perlindungan anak/remaja oleh Prayuana


Pusat pada
tanggal 30 Mei 1977, terdapat 2 (dua) perumusan tentang
perlindungan anak, yaitu:
1) Segala daya upaya yang dilakukan secara sadar oleh setiap orang
maupun
l e m badan
ga swasta yang bertujuan mengusahakan pengamanan,
pemerintah
penguasaan, pemenuhan kesejahteraan fisik sosial anak dan remaja
dengan
kepentingan dan hak asasinya.
yang sesuai
2) Segala daya upaya bersama yang dilakukan secara sadar oleh
perorangan,
keluarga, masyarakat, badan-badan pemerintah dan swasta untuk
pengamanan,
pengadaan, dan pemenuhan kesejahteraan rohaniah dan jasmaniah
anak 0-21 tahun, tidak dan belum pernah nikah dengan h ak asasi
berusia
kepentingannya agar dapat mengembangkan dirinya seoptimal
dan
mungkin". 57

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 menentukan


bahwa
anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi haknya
agar dapat
hidup, tumbuh, berkembang, dan berprtisipasi secara optimal sesuai
dengan harkat
dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan
dan
Arif
Gosita,
Setyowati
Masalah
Soemitro,
Perlindungan
Op-Cit., ,(Jakarta
hlm.
Anak14: Akademi Pressindo, 1989), hlm. 35 .
5 76 Irma

diskriminasi. Perlindungan anak diartikan sebagai segala upaya yang


ditujukan
untuk mencegah dan memberdayakan anak yang mengalami tindak
perlakuan
salah (child abused), eksploitasi, dan penelantaran, agar dapat menjamin

keberlangsungan hidup dan tumbuh kembang anak secara wajar, baik


fisik,
mental, dan sosialnya. 58 Arifberpendapat
Gosita
bahwa perlindungan anak adalah
usaha melindungi anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya.

59

Perlindungan hak-hak anak pada hakikatnya menyangkut langsung

pengaturan dalam peraturan perundang-undangan. Kebijaksanaan,


usaha dan
kegiatan yang menjamin terwujudnya perlindungan hak-hak anak,
pertama-tama
didasarkan atas pertimbangan bahwa anak-anak merupakan golongan
yang rawan dan
dependent, di samping karena adanya golongan anak-anak yang mengalami
hambatan
dalam pertumbuhan dan perkembangannya, baik rohani, jasmani,
maupun sosial.
Perlindungan anak bermanfaat bagi anak dan orang tuanya serta
pemerintah,
maka koordinasi kerjasama perlindungan anak perlu diadakan dalam
mencegah
60
ketidakseimbangan kegiatan perlindungan anak secara keseluruhan.
Sehubungan
dengan hal ini, Abdul Hakim Garuda Nusantara mengatakan bahwa
masalah
perlindungan hukum bagi anak-anak merupakan satu sisi pendekatan
untuk

Lembaga Advokasi Anak Indonesia,


Konvensi : Volume(Medan
II No. 2: LAAI, 1998),
hlm.
3
Pada Kantor
Arif
Catatan
Gosita,
Gultom,
Sipil
Aspek
Op-Cit.
Kotamadya
Hukum
, hlm.
Pencatatan
Medan
52.
,Kelahiran
(Medan : Pascasarjana
Dalam UsahaUSU,
Perlindungan
1997), hlm.
Anak
53
65 09 Maidin
58

melindungi anak-anak Indonesia. Masalahnya tidak semata-mata bisa


didekati
secara yuridis tapi perlu pendekatan lebih luas , yaitu ekonomi,
sosial, dan budaya".
Perlindungan anak berhubungan dengan beberapa hal yang perlu

61

mendapat perhatian luas, yaitu:

1. Luas lingkup perlindungan:


a. Perlindungan yang pokok meliputi antara lain: sandang, pangan,
pemukiman, pendidikan, kesehatan, hukum.
b. Meliputi hal-hal yang jasmaniah dan rohaniah.
c. Mengenai pula penggolongan keperluan yang primer dan sekunder
yang
berakibat pada prioritas pemenuhannya.
2 Jaminan pelaksanaan perlindungan:
a. Sewajarnya untuk mencapai hasil yang maksimal perlu ada
jaminan
terhadap
pelaksanaan
kegiatan perlindungan ini, yang dapat diketahui,
dirasakan oleh
pihak-pihak
yang terlibat dalam kegiatan perlindungan jaminan
b. Sebaiknya jaminan ini dituangkan dalam suatu peraturan tertulis
dalam
bentuk Undang-undang atau peraturan daerah, yang perumusannya
sederhana tetapi dapat dipertanggungjawabkan s e rt a
disebarluaskan
secara
merata dalam masyarakat.
c. Pengaturan harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi di
Indonesia
tanpa cara-cara perlindungan yang dilakukan di negara lain,
mengabaikan
yang
patut dipertimbangkan dan ditiru (peniruan yang kritis). 62

Pelaksanaan perlindungan anak harus memenuhi syarat antara lain


merupakan
pengembangan kebenaran, keadilan, dan kesejahteraan anak harus
mempunyai landasan filsafat, etika, dan hukum; secara rasional
positif; dapat
dipertanggungjawabkan;
bermanfaat untuk yang bersangkutan;
mengutamakan perspektif kepentingan yang diatur, bukan perspektif
kepentingan yang mengatur; tidak bersifat aksidental dan
komplimenter,
tetapi harus dilakukan secara konsisten, mempunyai rencana
operasional,
memperhatikan unsur-unsur manajemen; melaksanakan respons
keadilan
y ang restoratif (bersifat pemulihan); tidak merupakan wadah dan
cari
keuntungan pribadi/kelompok; anak diberi kesempatan untuk
kesempatan
berpartisipasi sesuai situasi dan kondisinya; berdasarkan citra yang
tepat
men genai anak manusia; berwawasan permasalahan
(problem oriented)
dan
Perlindungan
Abdul
Hak-Hak
Gosita,
Hakim
Anak,
Op-Cit.,
Garuda
1996),
Nusantara,
hlm.
hlm.
4 22
6 21 Arif

Prospek Perlindungan, Anak


(Jaarta : Seminar

bukan berwawasan target; tidak merupakan faktor kriminogen; tidak


merupakan
faktor viktimogen.63
Perlindungan anak dapat dilakukan secara langsung maupun secara
tidak
langsung. Secara langsung maksudnya kegiatannya langsung
ditujukan kepada anak yang
menjadi sasaran penanganan langsung. Kegiatan seperti ini dapat
berupa antaralain
dengan cara melindungi anak dari berbagai ancaman dari luar dan
dalam dirinya,
mendidik, membina, mendampingi anak dengan berbagai cara,
mencegah anak
kelaparan dan mengusahakan kesehatannya dengan berbagai cara,
menyediakan sarana pengembangan dirinya.
Perlindungan anak secara tidak langsung yaitu kegiatan tidak
langsung
ditujukan kepada anak, tetapi oranglain yang melakukan
perlindungan anak.
Usaha perlindungan demikian misalnya dilakukan oleh orangtua atau
yang
terlibat dalam usaha-usaha perlindungan anak terhadap berbagai
ancaman
dari luar ataupun dari dalam diri anak, mereka yang bertugas
mengasuh,
membina, mendampingi anak dengan berbagai cara; mereka yang
terlibat
mencegah anak kelaparan, mengusahakan kesehatan dan sebagainya
dengan
berbagai cara, mereka yang menyediakan sarana me ngembangkan
diri anak
dan sebagainya; mereka yang terlibat dalam pelaksanaan sistem
peradilan
pidana.

63

Ibid ., hlm. 266

b. Tanggung jawab perlindungan anak


Perlindungan anak diusahakan oleh setiap orang baik orangtua,
keluarga,
masyarakat, pemerintah maupun negara. Pasal 20 Undang-Undang
Nomor 23 Tahun
2002 menentukan: "negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan
orangtua
berkewajiban dan bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan
perlindungan anak".
Jadi yang mengusahakan perlindungan anak adalah setiap anggota
masy arakat sesuai deng an kemampuanny a dengan berbagai dalam
situasi dan kondisi
tertentu. Setiap warga negara ikut bertanggungjawab ter had ap
dilaksan ak annya
perlindungan anak demi kesejahteraan anak. Kebahagiaan anak
merupakan
keb ahagiaan bersama, k ebah agiaan yang dilindungi adalah
kebahagiaan yang
melindungi. Tidak ada keresahan pada anak karena perlindungan
anak dilaksanakan
dengan baik, anak menjadi sejahtera. Kesejahteraan anak mempunyai
pengaruh positif
terhadap orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara.
Perlindungan anak
bermanfaat bagi anak dan orangtua, keluarga, masyarakat,
pemerintah, dan Negara.
Koordinasi kerjasama kegiatan perlindungan anak perlu dilakukan
dalam rangka
mencegah ketidakseimbangan kegiatan perlindungan anak secara
keseluruhan.
Kewajiban dan tanggungjawab negara dan pemerintah dalam u saha
perlindungan
anak diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, yaitu:

a) Menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa


membedakan
agama, ras,suku,
golongan, jenis kelamin, etnik, budaya, dan bahasa,
statusurutan
hukumkelahiran anak dan kondisi fisik dan/atau mental (Pasal
anak,
b) Menjamin
c)
Memberikan
memperhatikan
perlindungan,
dukungan
hak dansarana
pemeliharaan,
kewajiban
dan prasarana
orangtua,
dan kesejahteraan
dalam
wali atau orang
anaklain
21);
penyelenggaraan
dengan
perlindungan
yang
yang anak (Pasal 22);

secara umum bertanggung jawab terhadap anak dan mengawasi


penyelenggaraan perlindungan anak (Pasal 23);
d) Menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam
64
menyampaikan
p endapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak (Pasal 24).
Kewajiban dan tanggungjawab masyarakat terhadap perlindungan
anak
dilaksanakan melalui kegiatan peran masyarakat dalam
penyelenggaraan
perlindungan anak (Pasal 25 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002). Kewajiban dan
tanggungjawab keluarga dan orangtua dalam usaha perlindungan
anak diatur dalam
Pasal 26 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, yaitu: (a)
mengasuh, memelihara,
mendidik, dan melindungi anak; (b) Menumbuhkembangkan anak
sesuai dengan
kemampuan, bakat, dan minatnya; dan (c) mencegah terjadinya
perkawinan pada
usia anak-anak. Dalam hal orangtua tidak ada, atau tidak diketahui
keberadaannya atau
karena suatu sebab, tidak dapat dilaksanakan kewajiban dan
tanggungjawabnya,
maka kewajiban dan tanggungjawab sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dapat
beralih kepada keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentu an
peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
c. Hukum perlindungan anak
Dalam masyarakat, setiap orang mempunyai kepentingan sendiri,
yang tidak
hanya sama, tetapi juga kadang-kadang bertentangan, untuk itu
diperlukan aturan
hukum dalam menata kepentingan tersebut, yang menyangkut
kepentingan anak
diatur oleh ketentuan-ketentuan hukum yang berkaitan dengan
kepentingan anak,
yang disebut dengan hukum perlindungan anak.
64

Maid in Gultom, Op-Cit ., hlm. 39

Arif Gosita mengatakan bahwa hukum perlindungan anak adalah


hukum
(tertulis maupun tidak tertulis) yang menjamin anak benar-benar
dapat
me laks an ak an hak dan kewajibannya.
Bismar65Siregar mengatakan bahwa aspek
hukum perlindungan anak, lebih dipusatkan kepada hak-hak anak
yang diatur hukum
dan bukan kewajiban, mengingat secara hukum (yuridis) anak belum
dibebani
kewajiban. 66
H. de Bie merumuskan

kinderrecht
(aspek hukum anak) sebagai

keseluruhan ketentuan hukum yang mengenai perlindungan


bimbingan, dan
peradilan anak dan remaja, seperti yang diatur dalam Burgerlijk Wetboek
, hukum
acara perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dan hukum
acara pidana, serta
peraturan pelaksananya. 67

J.E. Doek dan Mr. H.M.A. Drewes memberi pengertian jongdrecht


(hukum
anak muda) dalam 2 (dua) pengertian, masing-masing pengertian
luas dan
pengertian sempit. Dalam pengertian luas yaitu segala aturan hidup
yang memberi
perlindungan kepada mereka yang belum dewasa dan memberi
kemungkinan bagi
mereka untuk berkembang. Dalam pengertian sempit yaitu meliputi
perlindungan
hukum yang terdapat dalam ketentuan hukum perdata
regels
( van civiel recht),
ketentuan hukum pidana
(procesrechtelijke regels).

65
6 876

(regels van stra frecht),


ketentuan hukum acara
68

Arif
hlm. 53
Irma
Ibid Gosita,
.,Setyowati
hlm. 16
15Op-Cit.,
Soemitro,
Op-Cit ., hlm. 15

Hukum perlindungan anak merupakan hukum yang menjamin hakhak dan


kewajiban anak, hukum perlindungan anak berupa hukum adat,
hukum perdata, hukum
pidana, hukum acara perdata, hukum acara pidana, peraturan lain
yang rnenyangkut
anak. Perlindungan anak, menyangkut berbagai aspek kehidupan dan
pen ghidu pan,
agar anak benar-benar dapat tumbuh dan berkembang dengan wajar
sesuai dengan
hak asasinya. Bismar Siregar mengatakan bahwa masalah
perlindungan hukum bagi
anak-anak merupakan salah satu sisi pendekatan untu k melindungi
anak-anak
Indonesia. Masalahnya tidak hanya semata-mata bisa didekati secara
yuridis, tetapi
perlu pendekatan lebih luas, yaitu ekonomi, sosial, dan budaya.69

Arif Gosita
memberikan beberapa rumusan tentang hukum perlindungan
anak sebagai berikut:

1) Hukum perlindungan anak adalah suatu permasalahan manusia


yang
merupakan suatu kenyataan sosial. Apabila dilihat menurut proporsi
yang
sebenarnya secara dimensional, hukum perlindungan anak itu
fisik,
dan mental,
sosial (hukum). Ini berarti pemahaman dan penerapannya
beraspek
secara
integratif;
2) Hukum perlindungan anak adalah hasil interaksi antar pihakpihak
tertentu,
akibat
ada suatu interrelasi antara fenomena yang ada dan saling
mempengaruhi. Perlu diteliti, dipahami; dihayati yang terlibat pada
eksistensi hukum perlindungan anak tersebut. Selain itu juga diteliti,
dipahami, dan dihayati gejala yang mempengaruhi hukum
perlindungan
anak tersebut (an taralain in divid u dan lembaga sosial). Hukum
perlindungan
anak merupakan suatu tindakan individu yang sulit dan rumit;
3) Hukum perlindungan anak merupakan suatu tindakan ind ividu
yangdipengaruhi unsur-unsur sosial tertentu atau masyarakat tertentu,
seperti
kepentingan (dapat menjadi motivasi), lembaga sosial (keluarga,
sekolah, , dan sebagainya), nilai-nilai sosial, norma (hukum, status,
pemerintah,
peran,
dan sebagainya). Memahami dan menghayati secara tepat sebabmembuat
hukum perlindungan anak sebagai suatu tindakan individu
sebab orang
(sendiribersama-sama),
difahami
sosial1986),
tersebut;
Siregar,
Hukum dan Hak-Hak
Anak unsur-unsur
, (Jakarta : Rajawali,
hlm. 22
6sendiri
9 Bismar atau

4) Hukum perlindungan anak dapat menimbulkan permasalahan


hukum
yang(yuridis)
mempunyai akibat hukum, yang harus diselesaikan dengan
berpedoman
dan berdasarkan hukum;
5) Hukum perlindungan anak tidak dapat melindungi anak, karena
hukum
hanya alat atau sarana yang dipakai sebagai dasar atau pedoman
merupakan
yang
orangmelindungi anak. Jadi yang penting di sini adalah para pembuat
Undang -undang yang berkaitan dengan perlindungan anak. Sering
diajarkan
atau ditafsirkan salah, bahwa hukum itu dapat melindungi orang.
Pemikiran
itu
membuat orang salah harap pada hukum dan menganggap hukum
itu
selalu benar , tidak boleh dikoreksi, diperbaharui, dan sebagainya;
6) Hukum perlindungan anak ada dalam berbagai bidang hukum,
karena
kepentingan anak ada dalam berbagai bidang kehidupan keluarga,
70
bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa".
Memperhatikan berbagai dokumen dan pertemuan internasional,
dapat dilihat
bahwa kebutuhan terhadap perlunya perlindungan hukum terhadap
anak dapat
mencakup berbagai bidang/aspek, antara lain :

a) perlindungan terhadap hak-hak asasi dan kebebasan anak;


b) perlindungan anak dalam proses peradilan;
c) perlindungan kesejahteraan anak (dalam lingkungan keluarga,
pendidikan, dan lingkungan sosial);
d) perlindungan anak dalam masalah penahanan dan perampasan
kemerdekaan;
e) perlindungan anak dari segala bentuk eksploitasi (perbudakan,
perdagangan anak, pelacuran, pornografi,
perdagangan/penyalahgunaan
obat-obatan,
memperalat anak dalam melakukan kejahatan dan
sebagainya);
f) perlindungan anak-anak jalanan;
g) perlindungan anak dari akibat-akibat peperangan/konflik
bersenjata;
h) perlindungan anak terhadap tindakan kekerasan. 71

Tarumanagara,
Era Hukum,
1999),
Nawawi
hlm.Arief,
Jurnal
274 Ilmiah
Op-Cit.,
Ilmu
hlm.
Hukum
3 No. 4/Th V/April 1999
, (Jakarta : Universitas
7 10 Barda

B. Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia


Peradilan adalah tiang penyangga dan landasan negara hukum.
Peraturan hukum
yang diciptakan memberikan faedah apabila ada peradilan yang
berdiri kokoh dan
bebas dari pengaruh apapun, yang dapat memberikan isi dan
kekuatan kepada
kaidah-kaidah hukum yang diletakkan dalam Undang-undang dan
peraturan hukum
lainnya. Peradilan juga merupakan instansi yang merupakan tempat
setiap orang
mencari keadilan dan menyelesaikan persoalan tentang hak dan
kewajibannya
menurut hukum.72
Tempat dan kedudukan peradilan dalam negara hukum dan
masyarakat masih
demokrasi masih tetap diandalkan:

1. Sebagai "katup penekan" atau "pressure


atas segala
valvepelanggaran hukum,
ketertiban masyarakat, dan pelanggaran umum;

2. Peradilan masih tetap diharapkan berperan sebagai "the last resort


yakni

sebagai tempat terakhir mencapai kebenaran dan keadilan, sehingga


pengadilan masih diandalkan sebagai badan yang berfungsi
menegakkan
73
kebenaran dan keadilan(to enforce the truth and justice).
Kedudukan dan keberadaan peradilan sebagai

"pressure valve"
"the last
dan

resortperadilan masih tetap diakui memegang peran, fungsi, dan


kewenangan
sebagai penjaga kemerdekaan masyarakat
(in guarding the freedom of dianggap
society),

pula sebagai wali masyarakat (are regarding as custodian ofjuga


society),
dianggap

Sengketa 7,32(Bandung
Sri Yahya
M.
Widoyati
:Harahap,
Citra
Soekito,
Beberapa
Aditya Bakti,
Anak
Tinjauan
dan
1997),
Wanita
Mengenai
hlm.Dalam
2 37Sistem
Hukum
, Jakarta
Peradilan
: LP3S,1983),
dan Penyelesaian
hlm. 143

sebagai pelaksana penegakan hukum yang lazim disebut dalam(judiciary as


ungkapan
the upholders of the rule of law).74
Peradilan yang adil memberikan penghargaan yang besar terhadap
hak asasi
manusia, baik sebagai tersangka, terdakwa maupun sebagai
terpidana. Tobias dan
Peterson mengatakan bahwa:

"due process of law is a constitutional guaranty that no person will


deprived of life, liberty or property for reasons that are arbitrary,the
be
protects
citizen against abitrary actions of the government. 75
Secara sosiologis peradilan merupakan lembaga kemasyarakatan atau
suatu
institusi sosial yang berproses untuk mencapai keadilan. Peradilan
disebut
sebagai lembaga sosial merupakan himpunan kaidah-kaidah dari
segala tingkatan
yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok didalam kehidupan
masyarakat.
Kaidah-kaidah atau norma-norma ini meliputi aturan yang secara
hierarki tersusun
dan berpuncak pada pengadilan untuk memenuhi kebutuhan pokok
kehidupan
masyarakat, yaitu hidup tertib dan tenteram. Untuk memberikan
suatu keadilan,
peradilan melakukan kegiatan dan tindakan secara sistematis dan
berpatokan pada
ketentuan Undang-undang yang berlaku. Secara sosiologis peradilan
sebagai
suatu sistem lembaga-lembaga kemasyarakatan yang berpuncak pada
lembaga
pengadilan, berproses secara konsisten dan bertujuan memberikan
keadilan dalam
masyarakat.

Pusat Pelayanan
Ibid .,Keadilan
hlm.Reksodiputro,
238dan Pengabdian
HakHukum
Asasi Manusia
UI, 1994),
Dalam
hlm. Sistem
27
Peradilan, Pidana
(Jakarta :
7 54 Mardjono

Secara yuridis peradilan merupakan kekuasaan kehakiman yang


berbentuk
badan peradilan. Dalam peradilan terkait beberapa beberapa lembaga,
yaitu
kejaksaan, kepolisian, kehakiman, lembaga pemasyarakatan, bantuan
hukum dalam
mewujudkan perlindungan, dan keadilan bagi setiap warga negara.

Arief Sidharta mengatakan bahwa peradilan adalah pranata (hukum)


untuk
secara formal, imparsial-objektif serta adil manusiawi, memproses
penyelesaian
defenitif yang hasilnya dirumuskan dalam bentuk sebuah putusan
yang disebut
vonis, dan yang implimentasinya dapat dipaksakan dengan
menggunakan aparat
negara (mengikat semua pihak secara hukum) terhadap konflik antar
subjek hukum,
76
termasuk konflik antara warga masyarakat dan badan hukum publik
(pemerintah).
Pandangan filosofis peradilan berhubungan erat dengan konsepsi
keadilan. Keadilan pada dasarnya merupakan nilai tertinggi di antara
nilai yang ada
dalam hubungan antara manusia dan masyarakat. Keadilan
merupakan integrasi dari
berbagai nilai kebijaksanaan yang t e l a h , s e d a n g dan selalu
diusahakan untuk
dicapai pada setiap waktu dan segala bidang serta masalah yang
dihadapi. Konsepsi
ini berkembang selaras dengan berkembangnya rasa keadilan dunia
dan peradaban
bangsa. Penerapan kewenangan penjatuhan pidana (yang pada
hakekatnya juga
berarti penerapan kebijakan/kewenangan penegakan hukum pidana)
melalui beberapa
tahapan, yaitu:

pertemuan pimpinan Fakltas Hukum Anggota Asosiasi Perguruan Tinggi Katolik


:Indonesia,
UNPAR,7 62000),
(Bandung
Arief Sidharta,
hlm. 3.
Praktisi Hukum dan Perkembangan,Hukum
Makalah disampaikan pada

1) Penerapan kebijakan atau kewenangan penyidikan;


2) Penerapan kebijakan/kewenangan penuntutan;
3) Penerapan kebijakan/kewenangan pemidanaan;
4) Penerapan kebijakan/kewenangan pelaksanaan/eksekusi pidana.
Keempat tahapan tersebut merupakan satu kesatuan sistem
penegakan
hukum pidana yang integral. Keseluruhan sistem/proses/kewenangan
penegakan
hukum pidana itu harus terwujud dalam satu kesatuan kebijakan
legislatif yang
integral.77

Kekuasaan kehakiman tidak hanya berarti kekuasaan mengadili


(kekuasaa n
hukum oleh badan-badan pengadilan), tetapi mencakup kekuasaan
menegakkan
hukum dalam seluruh proses penegakan hukum. Dalam perspektif
sistem peradilan
pidana, maka kekuasaan kehakiman yaitu kekuasaan penegakan
hukum di bidang hukum
pidana mencakup seluruh kekuasaan dan kewenangan dalam
menegakkan hukum
pidana, yaitu kekuasaan penyidikan (badan atau lembaga pen yid ik) ,
kek uasaan
penuntutan (oleh badan/lembaga penuntut umum, kekuasaan
mengadili (oleh badan
78
pengadilan) dan kekuasaan pelaksana putusan/pidana (oleh
badan/lembaga eksekusi).
Berdasarkan uraian diatas diketahui bahwa pada hakikatnya sistem
peradilan
pidana merupakan implementasi atau aplikasi dari kekuasaan
kehakiman di bidang
peradilan pidana. Sistem peradilan pidana adalah sistem
pengendalian kejahatan
yang terdiri dari lembaga-lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan,
dan Peradilan Anak, (Bandung : Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, 1996),
Nasional
hlm. 3

7 87

Barda
Ibid ., Nawawi
hlm. 27 Arief,

Masalah Perlindungan Hukum Bagi,Anak


Makalah Seminar

pemasyarakatan terpidana.
Sistem79 peradilan pidana terdapat beberapa komponen
yang bekerja sama satu sama lain. Komponen-komponen yang
bekerjasama dalam
sistem ini yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan (lembaga)
pemasyarakatan.
Komponen ini diharapkan membentuk suatu "integrated criminal justice
administration". 80

Ciri peradilan pidana sebagai suatu sistem berupa adanya titik berat
pada
koordinasi dan sinkronisa si komponen peradilan pidana (kepolisian,
kejaksaan,
pengadilan, dan lembaga pemasyarak atan), adanya pengawasan dan
pengendalian
k ekuasaan oleh komponen peradilan pidana, efektivitas sistem penan
ggulangan
kejahatan lebih utama dari efisiensi penyelesaian perkara,
penggunaan hukum
81
sebagai instrumen untuk menetapkan
the administration of justice.
Apabila
keterpaduan dalam bekerja sistem tidak dilakukan, maka ada 3 (tiga)
kerugian yang dapat
diperkirakan, yaitu :
1) Kesukaran dalam menilai sendiri keberhasilan atau kegagalan
masing-masing
instansi sehubungan dengan tugas mereka bersama;
2) Kesulitan dalam memecahkan sendiri masalah-masalah pokok
masingmasing instansi (sebagai sub sistem dari sistem peradilan pidana);
3) Karena tanggungjawab masing-masing instansi sering kurang
jelasmaka
terbagi,
setiap instansi tidak terlalu memperhatikan efektifitas
menyeluruh
dari pidana. 82
sistem
peradilan

Kebijakan pengembangan dan peningkatan kualitas peradilan terkait


d eng an berbagai aspek yang mempengaruhi kualitas penegakan
hukum. Berbagai

Mardjono Reksodiputro, Sistem Peradilan Pidana Indonesia


(Melihat Kepada Kejahatan
dan Penegakan Hukum Dalam Batas-Batas Toleransi
, Pidato Pengukuhan Penerimaan Jabatan Guru
Besar Tetap,
(Jakarta
:
Fakultas
Hukum
UI,
1993),
hlm.
Romli
Ibid ., Atmasmita,
hlm.Reksodiputro,
85
Op-CitOp-Cit
., hlm..,9.hlm.
85 1
8 210 Mardjono
79

aspek itu dapat mencakup kualitas individual sumber daya manusia,


kualitas
institusional atau kelembagaan, kualitas mekanisme dan tata kerja
atau manajemen,
kualitas sarana/prasarana, kualitas substansi/perundang-undangan,
dan kualitas
lingkungan (kondisi sosial, ekonomi, politik, budaya, termasuk
budaya hukum
masyarakat).83

Sistem peradilan pidana (criminal justice


adalah
system)
sistem penanggulangan
kejahatan, berarti usaha untuk mengendalikan kejahatan agar berada
dalam
batas-batas toleransi masyarakat. Sistem ini dianggap berhasil
apabila
sebagaian
besar
dari
laporan atau keluhan masyarakat yang menjadi korban
kejahatan
dapat diselesaikan, dengan diajukannya pelaku kejahatan ke sidang
dan
diputuskan bersalah serta mendapatkan pidana. 84
pengadilan
Si ste m peradilan pidana merupakan jaringan peradilan yang
menggunakan hukum
pidana sebagai sarana utamanya, baik hukum pidana materil, hukum
pidana formil
85
maupun hukum pelaksanaan pidana.

Sistem peradilan pidana mempunyai dimensi fungsional ganda, di


satu pihak
berfungsi sebagai sarana masyarakat untuk menahan dan
mengendalikan kejahatan
pada tingkatan tertentu (crime containment system),
di lain pihak sistem peradilan

pidana juga berfungsi untuk pencegahan sekunder (secondary prevention)


, yaitu
mencoba mengurangi kriminalitas di kalangan mereka yang pernah
melakukan tindak
pidana dan mereka yang bermaksud melakukan kejahatan, melalui
proses deteksi,
pemidanaan dan pelaksanaan pidana.86

Barda Nawawi Arief,Masa lah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan


Kejahatan8 654,Muladi,
(Ban., dung
: Citra Pidana
Aditya Bakti,
2001),
Mardjono
Ibid
hlm.
Lembaga
Reksodiputro,
21.
Bersyarat
Op-Cit
., hlm.
, hlm.
(Bandung
84. 33 : Alumni, 1992), hlm. 4.
83

Tujuan sistem peradilan pidana dapat dirumuskan, yaitu sebagai :


1) Mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan;
2) Menyesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat
puaskeadilan
bahwa telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana;
3) Mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan
tidakmen gulangi lagi kejahatannya.87
Negara yang sudah maju mempunyai susunan hukum acara pidana
yang
menyelenggarakan proses perkara pidana dengan cepat, sederhana
dan biaya murah.
Proses perkara pidana yang dilaksanakan dengan cepat diartikan
menghindarkan segala
rintangan yang bersifat prosedural, agar tercapai efisiensi kerja mulai
dari
kegiatan penyelidikan sampai dengan penerapannya keputusan akhir
dapat selesai
dalam waktu yang relatif singkat.

Proses perkara pidana yang sederhana diartikan penyelenggaraan


administrasi
terpadu
agar pemberkasan perkara dari masing-masing instansi yang
berwenang, berjalan dalam satu kesatuan yang tidak memberikan
peluang
saluran bekerja (circuit court)
secara berbelit-belit. Dari dalam berkas
tersebut tersebut terungkap pertimbangan serta kesimpulan
hukum yang mudah dimengerti oleh pihak yang berkepentingan.
penerapan
Proses
perkara pidana dengan biaya yang murah diartikan menghindarkan
sistem
administrasi perkara dan mekanisme bek erjanya para petugas yang
mengakibatkan beban biaya bagi yang berkepentingan atau (social
masyarakat
cost)
yang tidak sebanding, yaitu biaya yang dikeluarkan lebih besar dari
yang
hasil diharapkan lebih kecil.88
Proses perkara pidana dengan cepat, sederhana, dan biaya murah
dapat
diwujudkan dengan bantuan sarana penunjang yang berupa
kerjasama yang
koordinatif dan tindakan yang sinkron di antara para petugas,
membentuk badan
koordinasi yang bersifat fungsional untuk pengawasan, proses verbal
interogasi dan

(Yogyakarta
Ibid
: Liberty,
., hlm.Poernomo,
1982),
84. hlm.
Pandangan
16.
Terhadap Asas-Asas Umum Hukum Acara Pida na,
8 87 Bambang

sur at tuduhan disusun dengan singkat dan d imengerti,


meningkatkan diferensiasi
jenis kejahatan atau perkara diserta identifikasi pembidangan tugas
penyelesaian
perkara.89
Kerjasama yang koordinatif dan tindakan yang sinkron di antara
petugaspetugas yang bersangkutan dalam pemeriksaan permulaan
(penyidikan dan
penuntutan) dan pemeriksaan akhir di persidangan, diperlukan
"planning board"
yang memuat perencanaan dan penyelesaian tugas, sebagai alat
pengendali
p ekerjaan ber sama. Para petugas hukum dapat membentuk
koordinasi yang bersifat
fungsional untuk pengawasan dan menyelenggarakan tugas p
enyelidikan, penyidikan,
penuntutan, pengadilan,dan pelaksanaan putusan pidana0
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 menentukan bahwa
Pengadilan
Anak adalah pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang berada di
lingkungan
peradilan umum. Istilah peradilan menunjukkan kepada lingkungan
badan
peradilan. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 10 ayat (2) UndangUndang Nomor 4
Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menetapkan
adanya empat
lingkungan peradilan, yaitu: 1) Peradilan Umum; 2) Peradilan
Agama; 3) Peradilan
Militer; 4) Peradilan Tata Usaha Negara. Sedangkan istilah
pengadilan, pengertiannya
lebih mengacu kepada fungsi badan peradilan, karena suatu badan
peradilan fungsinya
menyelenggarakan pengadilan untuk memeriksa dan mengadili
perkara-perkara
yang diajukan kepadanya.
98 09

Ibid ., hlm. 19.


18.

Dalam lingkungan badan peradilan tidak ditutup kemungkinan


adanya
pengkhususan, misalnya dalam peradilan umum berupa Pengadilan
Lalu Lintas,
Pengadilan Anak, Pengadilan Niaga, Pengadilan Hak Asasi Manusia
(HAM), dan
sebagainya yang diatur oleh Undang-undang sistem peradilan pidana
(juvenile
anak
justice system)
berbeda dengan sistem peradilan pidana bagi orang dewasa dalam
berbagai segi. Peradilan pidana anak meliputi segala aktivitas
pemeriksaan dan
pemutusan perkara pidana yang menyangkut anak. Menekankan atau
memusatkan
pada kepentingan anak harus merupakan pusat perhatian dalam
pemeriksaan perkara
pidana anak.

Soedarto mengatakan bahwa peradilan anak meliputi segala aktifitas

91
pemeriksaan dan pemutusan perkara yang menyangkut kepentingan
anak.
Encyclopedia Americana
menyebutkan bahwa peradilan anak adalah pusat dari

mekanisme perlakuan bagi penjahat-penjahat muda, anak nakal, dan


anak-anak
terlantar.92

Sistem peradilan pidana anak adalah sistem pengendalian kenakalan


anak yang
terdiri dari lembaga-lembaga yang men angani penyidikan anak,
penuntutan anak,
pengadilan anak, pemasyarakatan anak. Landasan tindakan penegak
hukum dalam
sistem peradilan pidana adalah : 93

Agung wahyono, Tinjauan Tentang Peradilan Anak di Indonesia


, (Jakarta : Sinar Grafika,
1993),
hlm.
14
Pustaka Kartini,
IbidYahya
.,1993),
hlm.Harahap,
6hlm. 5
Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP
, (Jakarta :
9 32 M.
91

1) Pendekatan yang manusiawi, yaitu menegakkan hukum dengan


caramanusiawi,
yang
menjunjung tinggi
human dignity.
Hal ini mewajibkan para
penegak hukum melakukan pemeriksaan dengan cara pendeteksian
yang
ilmiah metoda "scientific crime detection, yakni
atau dengan
pemeriksaan
cara
tindak pidana berlandaskan kematangan ilmiah. Menjauhkan diri dari
pemeriksaan konvensional dalam bentuk tangkap dulu, dan peras
cara
pengakuan
dengan jalan pemeriksaan fisik dan mental. Sudah saatnya para
penegak hukum
mengasah
jiwa, perasaan, dan penampilan mereka dibekali dengan
kehalusan
budi nurani yang tanggap atas rasa keadilan (sense of justice) .
2) Memahami rasa tanggungjawab, hal ini sangat penting disadari
sebab yang mereka hadapi adalah manusia sebagaimana
parahukum,
penegak
dirinya
sendiri, yakni manusia yang memiliki jiwa dan perasaan. Sudah
semestinya
para penegak hukum merenungkan arti tanggungjawab dalam
menangani
setiap manusia yang dihadapkan kepadanya. Ketebalan rasa
tanggungjawab
(sense of responsibility) yang mesti dimiliki oleh setiap pribadi para
penegak hukum harus mempunyai dimensi pertanggungjawaban
terhadap
diri sendiri, pertanggungjawaban kepada masyarakat serta
pertanggungjawaban
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Landasan inilah yang mampu menopang kewibawaan dan citra
penegakan
huku m. Land asan dan sikap in i mampu mengembalikan citr a
kemur nian
penegakan hukum, yang selama ini sering dituding tercela oleh
sebagian kelompok
anggota masyarakat. Mulai dari tudingan perampasan Hak Asasi
Manusia,
penganiayaan, dan sikap acuh tak acuh. Hal ini mengindikasikan
seolah-olah hukum di
Indonesia hanya memaksa tersangka atau terdakwa yang lemah dan
miskin , tetapi
sebaliknya hukum dan penegakan hukum itu diatur oleh mereka (law
yang grind
kaya
94
the poor and rich men rule the law).
Ani Abbas Manopo menegaskan beberapa prinsip dan hak yang
penting
ditegakkan dalam proses peradilan pidana di Indonesia, yaitu:
1) Asas legalitas;
2) Asas
praduga
takOp-Cit
bersalah;
in Gultom,
., hlm. 71
9 4 Maid

3) Hak-hak dalam penangkapan dan pendakwaan;


4) Hak-hak dalam penahanan sementara;
5) Hak minimal tersangka/terdakwa dalam mempersiapkan
pembelaan;
6) Hak-hak dalam pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan di
sidang;
7) Perlunya pengadilan yang bebas dan cara menyelenggarak an
muka di
umum;
peradilan
8) Banding dan kasasi terhadap putusan pengadilan. 95
Sehubungan dengan hal ini, Steenhuis juga mengemukakan bah wa
bila dilihat
dari individu sebagai warga pelanggar hukum dikelilingi banyak
perlindungan,
seperti adanya asas praduga tak bersalah yang beralasan, seorang
tersangka berhak
untuk tidak menjawab pertanyaan selama dalam penyidikan, seorang
tersangka
berhak didampingi penasihat hukum, jika dianggap perlu tidak perlu
membayar,
seorang tersangka hanya boleh ditahan dan diperiksa untuk selamalamanya 6 (enam)
jam, seorang tersangka harus segera dibebaskan seketika batas waktu
ini selesai,
seorang tersangka berhak diberi kesempatan untuk memiliki berkas
hasil
pemeriksaan atas dirinya, seorang tersangka berhak mengajukan
banding terhadap
putusan hakim yang menempatkan tersangka tetap berada dalam
tahanan, penerapan
tindakan yang bersifat memaksa tidak dibenarkan menurut Undangundang, seorang
tersangka tidak boleh dituntut 2 (dua) kali untuk kejahatan yang
sama, setiap perintah
dan tuntutan harus memenuhi persyaratan yang sangat ketat.
Kesalahan kecil mengakibatkan batalnya perintah/tuntutan tersebut,
seorang
tersangka juga berhak untuk tidak menjawab pertanyaan selama
pemeriksaan di
r uang pengadilan, pelaksanaan perintah/tuntutan juga dikenai
persyaratan ketat,

Pusat Pelayanan
dan Pengabdian
Reksodiputro,
Hukum
Hak
UI,Asasi
1994),
Manusia
hlm. 27Dalam Sistem Peradilan, Pidana
(Jakarta :
9 5 Mardjono

kesalahan kecil saja dapat mengakibatkan pelaksanaan menjadi batal,


seorang tersangka
berhak untuk didengar/diperiksa perkaranya secara penuh oleh 2
(dua) pengadilan,
sekalipun ia memilih untuk tidak hadir dalam persidangan pertama,
seorang terdakwa
setiap waktu dapat mengajukan permintaan ampun sehingga
pelaksanaan pidana bagi
dirinya ditangguhkan, kecuali dalam perkara-perkara di mana pidana
penjara yang
didahului oleh penahanan oleh hakim.96
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, termasuk UndangUndang Nomor 3
Tahun 1997 tentang Pengadilan An ak, pada prinsipnya memiliki
tujuan
perlindungan atas harkat dan martabat manusia (tersangka atau
terdakwa),
perlindungan atas kepentingan hukum dan pemerintahan, kodifikasi
dan unifikasi
acara pidana, mencapai kesatuan sikap dan tindakan aparat hukum,
mewujudkan hukum
acara pidana yang sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. 97
Untuk mencapai tujuan ini, hukum acara pidana menetapkan 10
(sepuluh) asas
yang merupakan pedoman, yaitu:

1) Perlakuan yang sama atas diri setiap orang di muka hukum


dengan
tidak
mengadakan
pembedaan perlakuan;
2) Penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan hanya
dilakukan
berdasarkan perintah tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh
Undang-undang dan hanya dalam hal dan dengan diatur dengan cara
yang
diatur dengan Undang-undang;
3) Setiap orang yang disangka ditahan, dituntut dan atau dihadapkan
sidang pengadilan dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan
di muka
pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh
kekuatan hukum
tetap;
Abo lisionisme
Ibid, (Jakarta
., Atmasasmita,
hlm. 77: Bina Cipta, Sistem
1996), Peradilan
hlm. 11 Pidan a Perspektif Ekstensialisme dan
9 76 Romli

4) Kepada seseorang yang ditangkap, ditahan, ditu ntut ataup un


diadili
tanpa
alasan
yang berdasarkan Undang-undang dan atau karena kekeliruan
mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan diberi ganti
kerugian
dan
rehabilitasi
sejak tingkat penyidikan, dan para pejabat penegak
hukum yang
dengan
sengaja atau karena kelalaiannya menyebabkan asas hukum
dilanggar, dituntut, dipidana dan atau dikenakan hukuman
tersebut
administrasi;
5) Peradilan
dilakukan dengan cepat, sederhana, dan b iaya r in gan
serta
bebas,
jujur,
dan tidak memihak, diterapkan secara konsekuen dalam semua
tingkat peradilan;
6) Setiap orang yang tersangkut perkara, wajib diberi kesempatan
bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk melaksanakan
memperoleh
kepentingan pembelaan atas dirinya;
7) Kepada seorang tersangka, sejak saat dilakukan penangkapan dan
ataupenahanan selain wajib diberitahu dakwaan dan dasar hukum yang
didakwakan
kepadanya, juga wajib diberitahu haknya, termasuk hak untuk
dan
minta bantuan
penasihat hukum;
menghubu
ngi
8) Pengadilan memeriksa perkara pidana dengan hadirnya
terdakwa;
9) Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum
kecuali
dalamdiatur dalam Undang-undang;
hal yang
10) Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara
olehdilakukan
ketua pengadilan yang bersangkutan. 98
pidana
Arti peradilan yang adil adalah lebih jauh dari sekedar penerapan

hukum/peraturan perundang-undangan formal. Dalam pengertian


peradilan yang
adil ini, terkandung penghargaan hak kemerdekaan seorang warga
negara. Keadilan
adalah suatu kondisi di mana setiap orang dapat melaksanakan hak
dan kewajiban
secara rasional, bertanggungjawab dan bermanfaat. Hal99ini sesuai dengan
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa
kemerdekaan
itu adalah hak segala bangsa. Meskipun seorang warga masyarakat
telah melakukan
suatu perbuatan pidana/tindak pidana, hak-haknya sebagai
warganegara tidaklah
seluruhnya hapus atau hilang.
1993), hlm.
Ibid
17 ., hlm.
Wahjono,
77
9 98 Agung

Tinjauan Tentang Peradilan Anak di Indonesia


, (Jakarta : Sinar Grafika,

Dalam proses hukum yang adil (due processmencakup


of law) sekurangkurangnya : perlindungan terhadap tindakan sewenang-wenang dari
pejabat
negara, pengadilan yang berhak menentukan salah-tidaknya
terdakwa,
sidang
terbuka untuk
umum (tidak boleh bersifat rahasia), kecuali sidang
menyangkut
anak atau kesusilaan, tersangka/terdakwa harus diberikan jaminan
membela
diri sepenuhnya. 100
untuk dapat
Soedjono mengatakan bahwa selain dari fungsi politis prosedur
pidana untuk
melindungi hak-hak dari perbuatan sewenang-wenang dan campur
tangan yang tidak
adil dari negara, fungsi sosial yang berdiri sendiri berikut ini dapat
dihubungkan
dengannya.
1) Prosedur pidana memberikan peluang dan tempat untuk
menyalurkan dan
menghaluskan emosi yang bersifat agresif dan destruktif;
2) Informasi harus dihasilkan sedemikian rupa sehingga keputusan
pengadilan
dapat dinilai. 101
Pendekatan sistem dan pendekatan fungsional dalam peradilan
pidana
termasuk Peradilan Pidana Anak. Dalam masyarakat terdapat 2 (dua)
macam
individu, yaitu the law abiding citizen (warga taat hukum)
the law
danbreaker

(warga pelanggar hukum). Pemerintah (negara) dalam hal ini para


penegak hukum
memperlakukan kedua individu tersebut, diperhatikan hak-haknya
sebagaimana
102
dijamin hukum.
Perlindungan
hak-hak individu yang dijabarkan secara tegas dalam
konstitusi, Undang-undang, berbagai peraturan dan jurisprudensi
yang diikuti dengan
pelaksanaan dan pengawasan serta tindakan yang tegas terhadap
penegak hukum

1 00 Mardjono Reksodiputro,
Op-Cit
., hlm.
36
1981), hlm.
Soedjono
67
Atmasasmita,
Dirdjosisworo,
Op-Cit
Perta
., hlm.
ngg
9ungjawaban
Dalam Hukum
, (Bandng
Pidana: Alumni,
1 02
01 Romli

yang menyeleweng akan berpengaruh terhadap perilaku yang baik,


tegas dan
bertanggungjawab para penegak hukum dalam proses administrasi
peradilan pidana.
Perwujudan keadilan sejati yang didambakan dan merupakan citra
relatif
dapat tercermin dalam sikap perilaku pribadi-pribadi pelaksana
masyarakat
penegakan hukum yang terdiri dari polisi, jaksa, hakim, dan petugas
Lembaga
Pemasyarakatan serta rehabilitasi sosial. Dalam perkembangan ke
arah
perlindungan
hak-hak pribadi yang lebih meluas, juga peran profesi
hukum
umumnya terutama advokat dan pengacara, merupakan penegak
besar
hukumperannya.
yang 103
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman
merupakan landasan kerangka hukum Indonesia. Pasal 10 ayat (1)
Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 2004 menentukan bahwa Kekuasaan Kehakiman
dilakukan oleh
sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di
bawahnya, dan oleh
sebuah Mahkamah Konstitusi. Badan peradilan yang berada di
bawah Mahkamah
Agung badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum; peradilan
agama,
peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara. Undang-undang ini
membedakan
antara empat lingkungan peradilan yang masing-masing mempunyai
lingkungan
wewenang mengadili tertentu dan meliputi badan-badan peradilan
tingkat pertama
dan tingkat banding. Peradilan Agama, militer,dan peradilan tata
usaha negara
merupakan peradilan khusus mengadili perkara-perkara tertentu atau
mengenai
golongan rakyak tertentu.
Peradilan umum adalah peradilan bagi rakyat pada umumnya,
mengenai baik
perkara perdata maupun perkara pidana. Tidak tertutup kemungkinan
pengkhususan
(diferensiasi/spesialisasi) dalam masing-masing
adanya
lingkungan
misalnya
Dirdjosisworo, Op-Cit ., hln. 51
1 03 Soedjono

dalam peradilan umum dapat diadakan pengkhususan berupa


pengadilan lalu-lintas,
pengadilan anak, pengadilan niaga, dan sebagainya. Sebagaimana
disebut di atas,
bahwa perbedaan istilah peradilan umum dengan peradilan khusus ini
terutama
disebabkan oleh adanya perkara atau golongan rakyat tertentu.
Peradilan khusus
mengadili perkara atau menyangkut golongan rakyat tertentu.
Golongan rakyat
misalnya dalam peradilan agama adalah tentang nikah, talak, rujuk
dan lain-lain bagi
yang beragama Islam. Peradilan militer menyangkut perkara-perkara
pidana dan
disiplin militer bagi yang berstatus militer.
Kemungkinan menempatkan peradilan khusus di samping empat
peradilan
yang sudah ada, berdasarkan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2004, dapat
diketahui bahwa pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam
lingkungan peradilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 yang diatur dengan Undangundang. Sesuai
dengan hal ini, peradilan anak merupakan peradilan khusus,
merupakan spesialisasi
dan diferensiasinya peradilan umum. Peradilan anak diatur dalam
Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Pasal 2 UndangUndang Nomor 3
Tahun 1997 menentukan bahwa Pengadilan Anak adalah pelaksanaan
kekuasaan
kehakiman yang berada di lingkungan peradilan umum.
Di Indonesia belum ada tempat bagi suatu Peradilan Anak yang
berdiri sendiri
sebagai peradilan yang khusus. Peradilan Anak masih dibawah ruang
lingkup
Peradilan Umum. Secara intern di lingkungan peradilan umum dapat
yang
hukum
khusus
sebagai
mengadili
subjek tindak
perkara-perkara
pidana dengan
peradilan
tidak anak
mengabaikan
melibatkan
masa
ditunjuk
hakim
anak dalam
depan
anak proses

tersebut, dan menegakkan wibawa hukum sebagai pengayom,


pelindung serta
menciptakan iklim yang tertib untuk memperoleh keadilan.
Perlakuan yang harus
diterapkan oleh penegak hukum, yang pada kenyataannya secara
biologis, psikologis,
dan sosiologis, kondisi fisik, mental, dan sosial anak menempatkan
anak pada
kedudukan yang khusus.

C. Perlindungan Narapidana Anak

Pengertian anak yang mengalami abuse, kekerasan (fisik dan/atau


mental),
eksploitasi (ekonomi, seksual) dan diskriminasi dalam tulisan ini
selanjutnya disebut
anak yang mengalami berbagai perlakuan salah. Kondisi dan situasi
anak yang sulit
tersebut tergolong ke dalam anak yang memerlukan perlindungan
khusus.
Pasal 59 Undang-undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak
menyatakan bahwa perlindungan khusus diberikan kepada :
1) Anak dalam situasi darurat (anak pengungsi, anak korban
kerusuhan,
anak
korban bencana
alam, anak dalam situasi konflik bersenjata)
2) Anak yang berhadapan dengan hukum,
3) Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi,
4) Anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual,
5) Anak yang diperdagangkan,
6) Anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, akohol,
psikotropika
dan zat adiktif lainnya (napza),
7) Anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan,
8) Anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental,
9) Anak korban perlakuan salah,
10) Penelantaran
11) Anak yang menyandang cacat. 104
1 04

Pasal 59 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Selain itu, dimasukkan pula kelompok anak rentan lainnya yakni


anak jalanan
dan anak tanpa akta kelahiran. Dengan demikian terdapat berbagai
jenis kondisi dan
situasi anak yang memerlukan perlindungan khusus dari perlakuan
salah.yang dapat
dilakukan oleh orang perorang, keluarga, masyarakat bahkan oleh
negara sekalipun.
Untuk menyamakan pemahaman, diperlukan kesamaan pengertian
tentang :
a) Penyalahgunaan anak)(adalah
abuseperlakuan kejam berupa tindakan atau
perbuatan zalim, keji, bengis atau tidak menaruh belas kasihan
kepada anak.
b) Kekerasan
adalah perlakuan penganiayaan berupa mencederai
anaksemata-mata
dan tidak fisik tetapi juga mental dan sosial
c) Eksploitasi adalah tindakan atau perbuatan memperalat,
memeras anak
untuk memperoleh keuntungan pribadi, keluarga atau
memanfaatkan
atau
golongan.
d) Diskriminasi adalah perlakuan yang membeda-bedakan suku,
agama,
ras, jenis kelamin, etnik, budaya, bahasa, status hukum anak,
golongan,
urutan
kelahiran anak dan kondisi fisik dan/atau mental.
e) Perdagangan (trafiking) anak adalah tindakan perekrutan,
pengangkutan
antar antar negara, pemindah tanganan, penerimaan dan
daerah dan/atau
penampungan dari anak dengan cara ancaman, penggunaan
kekerasan atau pemaksaan lainnya, penculikan, penipuan,
bentuk-bentuk
pemerdayaan,
penyalahgunaan kekuasaan atau ketergantungan atau dengan
penerimaan
pembayaran atau imbalan lain dalam memperoleh
pemberian atau
persetujuan
dari
seeorang yang memiliki kendali atas orang lainnya untuk tujuan
eksploitasi.
f) Eksploitasi Seksual Komersial Anak adalah penggunaan anak
untuk
tujuandengan imbalan tunai atau dalam bentuk lain antara anak,
seksual
seks,
perantara
pembeli
jasa atau agen dan pihak lain yang memperoleh
keuntungan dari
perdagangan
seksualitas anak tersebut. Ada tiga bentuk yaitu
prostitusi anak,
pornografi
anak dan perdagangan anak untuk tujuan seksual.
g) Bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak adalah segala
bentuk
perbudakan atau praktek sejenis perbudakan, penghambaan atau
pekerjaan
melakukanyang sifat atau keadaan tempat pekerjaan itu dapat
membahayakan
kesehatan dan keselamatan serta moral anak. 105

tanggal 51Januari
2009
dengan penelusuran Program Nasional Bagi Anak, diakases pada
05 www.google.co.id

Sistem pemasyarakatan adalah proses pembinaan terpidana yang


berdasarkan
asas Pancasila, dan memandang terpidana sebagai mahkluk Tuhan,
individu, dan
106
anggota masyarakat.
Khususnya
sistem lembaga pemasyarakatan yang berada di
wilayah negara Indonesia memiliki beberapa ciri atau karakteristik
sistem dalam
rangka menjadikan konsepsi pemasyarakatan menjadi sistem
pemasyarakatan, yaitu
dapat di lihat dari komponen-komponen yaitu adanya
inputs, outputs, feed back,
noise, dan control point.

Pendekatan sistem yang digunakan dalam sistem pemasyarakatan


sevogyanya
tidak bersifat parsial, tetapi bersifat holistik, yaitu mengembangkan
keseluruhan
komponon-komponen yang terkait dengan sistem pemasyarakatan.
Agar dapat
berfungsi secara optimal, sistem pemasyarakatan tentunya paling
tidak harus
memperhatikan dan mengembangkan komponen-komponen tersebut
diatas.
Salah satu
dariinputs
Lembaga Pemasyarakatan adalah anak didik Lapas dari
berbagai latar belakang kehidupan, jenis kejahatan, usia, dan
lingkungan, yang turut
membentuk karakteristik dan kehidupan anak didik Lapas tersebut.
Tentunya hal ini
baik secara langsung maupun tidak langsung keadaan narapidana dan
anak didik
tersebut akan berpengaruh kepada sistem pemasyarakatan.

Anak didik Lapas harus menjadiyang


inputs
valid, atau menjadi sub sistem
yang valid. Salah satu prasyarat agar anak didik yang menjadi sub
sistem yang valid
adalah, mereka mutlak harus sehat. Sehat dalam makna yang luas
mengandung arti
147

1 06

Soejono,

Kisah Penjara-Penjara di Berbagai Negara


, (Bandung : Alumni, 1974), hlm.

bahwa mereka harus mendapatkan pelayanan atau perawatan yang


baik dalam
klasifikasi dan penempatan, kesehatan, makanan, dan perlengkapan.
Di samping itu mereka juga harus memiliki sikap adaptif terhadap
situasi dan
kondisi Lembaga Pemasyarakatan. Dalam arti lain bahwa mereka
harus mengetahui
peraturan tata tertib Lembaga Pemasyarakatan, dan memahami serta
melaksanakan
seluruh proses pendidikan yang diberikan selama berada dalam
Lembaga
Pemasyarakatan, dan yang lebih jauhnya lagi bahwa anak didik
Lapas tersebut
mendapat pendidikan yang dapat mengembangkan potensi kognitif,
afektif, dan
psikomotor.
Anak didik bukan satu-satunya

sinput
atau sub sistem dalam sistem

pemasyarakatan. Masih banyak lagi sub sistem lainnya, sebagaimana


dikatakan oleh
A. Widiada Gunakaya bahwa yang termasuk sub sistem
pemasyarakatan selain
narapidana dan anak didik antara lain adalah : policies , ,procedures
kartu pembinaan,
peraturan tata tertib keamanan, kerjasama dengan instansi-mstansi
lain, lembagalembaga kemasyarakatan, pelaporan, evaluasi, pusat-pusat
pengadilan, susunan
organisasi, bangunan Lembaga Pemasyarakatan, keuangan, personil,
dan pembinaan
personil, serta komponen-komponen lain yang turut menunjang
terhadap sistem
pemasyarakatan tersebut.

(keluaran)
Outputs dari Lembaga Pemasyarakatan tidak terlepas dari kualitas
dan sinergitas dan seluruh sub sistem atau komponen yang terkait,
langsung
maupun tidak langsung dengan proses pendidikan yang
baik secara
berlangsung
berada
dalamselama
Lembaga Pemasyarakatan.

Adapun outputs
(keluaran) dari proses pendidikan yang dilaksanakan di
Lembaga Pemasyarakatan diharapkan sampai sejauh mana kondisi
mantan anak didik
Lapas dapat eksis kembali di kehidupan masyarakat dengan menjadi
manusia dan
warga masyarakat seutuhnya, yaitu tidak melanggar hukum lagi,
dapat berpartisipasi
aktif dan positif dalam pembangunan, hidup bahagia dunia dan
akhirat, serta menjadi
manusia yang mandiri.

Salah satu hal terpenting dalam sistem pemasyarakatan di Indonesia


yang
dirasakan belum berkembang secara optimal adalah sistem evaluasi
dari seluruh
proses pendidikan/pembinaan yang telah dilaksanakan oleh Lembaga

Pemasyarakatan. Seyogyanya Lembaga Pemasyarakatan harus


mampu melakukan
monitoring atau mengevaluasi secara
outpusintegral. Khususnya monitoring atau
evaluasi terhadap perilaku kehidupan narapidana dan anak didik
ketika berada di
tengah-tengah masyarakat dalam jangka waktu tertentu. Bahkan yang
dievaluasi
bukan hanya narapidana dan anak didik saja tetapi seluruh faktor,
baik faktor internal
maupun faktor eksternal yang turut mempengaruhi terhadap seluruh
perilaku anak
didik baik sewaktu berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan
maupun setelah
kembali ke masyarakat.
Dengan adanya sistem evaluasi yang dilaksanakan secara
valid, reliable,

practicable,
dan
fair
berguna, paling tidak akan memberikan umpan balik tentang
efektivitas dan efesiensi dari model pendidikan/pembinaan yang
dilaksanakan oleh
Lembaga Pemasyarakatan terhadap para anak didik Lapas.

Noise
adalah suara-suara yang tidak menggembirakan, yang muncul dan
meluas pada saat

feedback information
sedang dikumpulkan. Apabila pusat

pengendalian dari suatu sistem lebih banyak menerima informasi


yang tidak dapat
dipergunakan secara efektif (informasi yang tidak relevan), maka
informasi yang
justru relevan akan cenderung lenyap tertelan dalam atau oleh
tumpukan informasi
tersebut.

Seorang Kepala Lembaga Pemasyarakatan atau Kepala Bapas harus


yakin dan
harus menjamin bahwa feedback-informations
itu benar-benar relevan dan berguna.

Apabila mereka terlena dan terbuai dalam laporan-laporan (informations)


yang tidak

relevan, mereka tidak akan dapat mengambil keputusan yang tepat


guna menentukan
dan melaksanakan pengendalian yang efektif. Penggunaan sistem
manajemen
personil (personil management
dalam
system)
memecahkan suatu sistem menciptakan

konsep management by exception


, adalah pendekatan sistem pemasyarakatan yang
akan menjadikan para pimpinan pada segala tingkatan dan para
petugas pelaksana
dapat menunaikan fungsinya lebih efisien dan efektif dari hanya
sekedar membaca
dan pembaca laporan-laporan yang bersifat rutin dan konstan, akan
tetapi menjadikan
pimpinan yang dapat dan mampu menggunakan waktu untuk
memecahkan masalahmasalah sistem pemasyarakatan secara mendasar dan akurat.

Berdasarkan Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995


jo Pasal
13 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Binaan
a)
AnakPemasyarakatan,
Pidana;Warga
b) Anak Negara;
dikenal 3c)(tiga)
Anakgolongan
Sipil. Anak
Anak
Pidana
Didikyaitu
Pembimbingan
Pemasyarakatan,
anak
yang
yaitu:

berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di Lembaga


Pemasyarakatan
Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun. Apabila
anak yang
bersangkutan telah 18 (delapan belas) tahun, tetapi belum selesai
menjalani
p idananya di Lembaga Pemasyarakatan Anak, berdasarkan Pasal 61
Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1997, harus dipindahkan ke Lembaga
Pemasyarakatan. Bagi An ak
Pidana yan g ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan karena
umurnya sudah
mencapai 18 (delapan belas) tahun tetapi belum mencapai 21 (dua
puluh satu) tahun,
tempatnya dipisahkan dari narapidana yang telah berumur 21 (dua
puluh satu)
tahun. Pihak Lembaga Pemasyarakatan wajib menyediakan blok
untuk mereka yang telah
mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun.
Narapidana yang telah menjalani pidana penjara 2/3 (dua pertiga)
dari pidana
yang dijatuhkan, yang sekurang-kurangnya 9 (sembilan) bulan dan
berkelakuan baik
diberikan pembebasan bersyarat (Pasal 62 ayat (4) Undang-Undang
Nomor 3 Tahun
1997), yang disertai dengan masa percobaan yang lamanya sama
dengan sisa pidana yang
harus dijalankannya. Dalam pemberian pembebasan bersyarat
dikenal adanya syarat
umum dan syarat khusunya (Pasal 29 ayat (3) dan ayat (4) UndangUndang Nomor 3
Tahun 1997). Syarat umum yaitu bahwa Anak Pidana tidak akan
melakukan pidana
lagi selama menjalani pembebasan bersyarat; sedangkan syarat
khusus adalah syarat yang
menentukan melakukan atau tidak melakukan hal tertentu yang
ditetapkan dalam
pembebasan bersyarat, dengan tetap memperhatikan kebebasan anak.
memperoleh
pembebasan ini diawasi oleh Jaksa dan
Anak-anak yang
pembimbingannya dilakukan

oleh Pembimbing Kemasyarakatan dari Balai Pemasyarakatan, dan


pengamatannya
107
dilakukan oleh Tim Pengamat Pemasyarakatan.
Anak Negara adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan
diserahkan
pada negara untuk didik dan ditempatkan di Lembaga
Pemasyarakatan Anak paling
lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun. Status Anak Negara
sampai berumur
18 (delapan belas) tahun. Walaupun umurnya telah melewati batas
umur tersebut,
Anak Negara tidak dipindahkan Lembaga Pemasyarakatan (untuk
orang dewasa),
karena Anak Negara tersebut tidak dijatuhi pidana penjara. Anak
Negara tetap
berada di Lembaga Pemasyarakatan Anak. Bila Anak Negara telah
menjalani
pendidikannya paling sedikit selama 1 (satu) tahun, yang dinilai
berkelakuan baik
sehingga dianggap tidak perlu lagi dididik di Lembaga
Pemasyarakatan Anak, maka
Kepala Lembaga Pemasyarakatan Anak dapat mengajukan ijin
kepada Menteri
Kehakiman, agar Anak Negara tersebut dikeluarkan dari Lembaga
Pemasyarakatan Anak
dengan atau tanpa syarat yang ditetapkan oleh Pasal 29 ayat (3) dan
ayat (4) UndangUndang Nomor 3 Tahun 1997.

Anak Sipil adalah anak yang atas permintaan orangtua atau walinya
memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di Lembaga
Permasyarakatan
Anak. Penempatan Anak Sipil di Lembaga Pemasyarakatan Anak
paling lama sampai
berumur 18 (delapan belas) tahun. Paling lama 6 (enam) bulan lagi
bagi mereka y ang
belum berumur 14 (empat belas) tahun dan paling lama 1 (satu) tahun
mereka
bagi yang pada saat penetapan pengadilan berumur 14 (empat
belas) tahun
danGultom, Op-Cit ., hlm. 138
1 07 Maidin

setiap kali dapat diperpanjang selama 1 (satu) tahun dengan


ketentuan paling lama
berumur 18 (delapan belas) tahun (Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 12 Tahun
1995).

Anak Sipil sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor


12
Tahun 1995 tidak dikenal dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun
1997 karena Anak
Sipil berkaitan dengan Lembaga Pemasyarakatan Anak, maka
kedudukan anak tersebut
berkaitan dengan lingkup hukum pidana. Tidak mungkin
permohonan penetapan Anak
Sipil diajukan pada pengadilan perdata, sedangkan di lain pihak
perkara pidana tidak
mengenal acara sidang untuk menetapkan A na k Si pil. K et entua n
menge nai
Anak Sipil ini di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995
masih tergolong id ealis,
karena belum ada peraturan yang mengatur tentang prosedur
penetapan Anak Sipil.
D. Tujuan Peradilan Pidana Anak
Peradilan anak bertujuan memberikan yang paling baik bagi anak,
tanpa
mengorbankan kepentingan masyarakat dan tegaknya keadilan.
Tujuan peradilan
anak tidak berbeda dengan peradilan lainnya, sebagaimana diatur
dalam Pasal 2
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 yang menentukan sebagai
berikut :
Penyelenggaraan kekuasaan kehakiman tercantum dalam Pasal 1
oleh
sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang dan di
dilakukan
bawahnya
dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan
peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh
sebuah
Mahkamah Konstitusi". 108
1 08

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004

Sedangkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997


menentukan :
Sidang pengadilan anak yang selanjutnya disebut sidang anak,
bertugas dan
berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara anak
sebagaimana
ditentukan dalam Undang-undang ini".
Kata-kata yang terpenting dalam ketentuan di atas adalah
"mengadili".
Perbuatan mengadili berintikan mewujudkan keadilan, hakim
melakukan kegiatan
dan tindakan-tindakan. Pertama-tama menelaah lebih dahulu
kebenaran peristiwa
yang diajukan kepadanya. Setelah itu mempertimbangkan dengan
memberikan
penilaian atas peristiwa itu, serta menghubungkannya dengan hukum
yang berlaku,
kemudian memberikan kesimpulan dan menjatuhkan putusan
terhadap peristiwa
tersebut. Dalam mengadili, hakim berusaha menegakkan kembali
hukum yang
dilanggar. Salah satu usaha penegakan hukum itu adalah peradilan
anak, sebagai
suatu usaha perlindungan anak untuk mendidik anak tanpa
mengabaikan tegaknya
keadilan. Peradilan anak diselenggarakan dengan tujuan untuk
mendidik kembali dan
memperbaiki sikap dan perilaku anak sehingga ia dapat
meninggalkan perilaku buruk
yang telah ia lakukan. Perlindungan anak, yang diusahakan dengan
memberikan
bimbingan/pendidikan dalam rangka rehabilitasi dan resosialisasi
menjadi landasan
peradilan anak.

Pasal 1 butir 1 a Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang


Kesejahteraan
Anak, menentukan bahwa :
Kesejahteraan anak adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan
anak dapat
menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan baik secara
rohani, jasmani
maupun sosial".
Mewujudkan kesejahteraan anak, menegakkan keadilan merupakan
tugas
pokok badan peradilan menurut Undang-undang. Peradilan tidak
hanya
mengutamakan penjatuhan pidana saja, tetapi juga perlindungan bagi
masa depan
anak, merupakan sasaran yang dicapai oleh peradilan pidana anak.
Filsafat peradilan
pidana anak adalah untuk mewujudkan kesejahteraan sehingga
terdapat hubungan
erat antara peradilan pidana anak dengan Undang-Undang
Kesejahteraan Anak(UU
No.4 Tahun 1979). Peradlan anak hendaknya memberi pengayoman,
bimbingan,
pendidikan melalui putusan yang dijatuhkan. Aspek perlindungan
anak dalam
peradilan anak ditinjau dari segi psikologis bertujuan agar anak
terhindar dari
kekerasan, keterlantaran, penganiayaan, tertekan, perlakuan tidak
senonoh,
kecemasan, dan sebagainya. Mewujudkan hal ini perlu ada hukum
yang melandasi,
menjadi pedoman dan sarana tercapainya kesejahteraan dan kepastian
hukum guna
menjamin perlakuan maupun tindakan yang diambil terhadap
terhadap anak. Dalam
mewujudkan kesejahteraan anak, anak perlu diadili oleh suatu badan
peradilan
tersendiri.
pembinaan
Usaha
bagi
mewujudkan
semua anggota
kesejahteraan
masyarakat,
anak
yang
adalah
tidakbagian
terlepas
dari
dari
kelanjutan
meningkatkan
dan

kelestarian peradaban bangsa, yang penting bagi masa depan bangsa


dan negara.
Kesejahteraan anak itu penting karena :
a) Anak merupakan potensi dan penerus cita-cita bangsa yang
diletakkantelah
oleh generasi sebelumnya;
landasannya
b) Agar setiap anak mampu memikul tanggungjawab, ia dapat
kesempatan
tumbuh dan berkembang secara wajar;
c) Dalam masyarakat terdapat anak-anak yang mengalami
hambatan
kesejahteraan jasmani, sosial, dan ekonomi;
d) Anak belum mampu memelihara dirinya sendiri;
e) Menghilangkan hambatan tersebut hanya dapat dilaksanakan dan
diperoleh
apabila usaha kesejahteraan anak terjamin. 109
Kompetensi absolut pengadilan anak ada pada badan peradilan
umum, artinya
bahwa pengadilan anak itu adalah bagian dari badan peradilan
umum, yaitu
Pengadilan Negeri dan PengadilanTinggi untuk memeriksa perkara
Anak Nakal dan
bermuara pada Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan
tertinggi. Dalam hal
koneksitas, misalnya seorang anak melakukan tindak pidana bersama
orang dewasa
yang berstatus militer, penyidangan perkara harus dipisah.
Maksudnya, anak diadili
dalam sidang pengadilan anak dan pelaku tindak pidana yang sudah
dewasa yang
berstatus militer diadili oleh Pengadilan Militer.
Kompetensi relatif pengadilan anak, adalah sesuai dengan tempat
kejadian
kenakalan anak. Maksudnya, pengadilan yang berwenang mengadili
perkara itu
adalah pengadilan yang wilayah hukumnya meliputi tempat kejadian
tindak pidana
yang terjadi. Undang-Undang Pengadilan Anak dalam pasal-pasalnya
menganut
beberapa asas yang membedakannya dengan sidang perkara pidana
untuk orang
dewasa.1 09Adapun
asas-asas
itu .,adalah
Maidin Gultom,
Op-Cit
hlm. 78sebagai berikut :

a. Adanya pembatasan umur, orang yang dapat disidangkan dalam


acara
pengadilan anak ditentukan secara liminatif, yaitu minimum berumur
8
(delapan) tahun dan maksimum berumur 18 (delapan belas) tahun
dan belum
pernah kawin.110

b. Ruang lingkup masalah dibatasi, masalah yang diperiksa di sidang


pengadilan
anak, hanyalah menyangkut perkara anak nakal saja. Sidang anak
hanya
berwenang memeriksa perkara pidana, jadi masalah-masalah lain di
luar
pidana bukan wewenang pengadilan anak. Sidang pengadilan anak
hanya
berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara anak111
nakal.

1 11
10

Pasal 21
1 butir
Undang-Undang
1 jo Pasal 4 ayat
Nomor
(1) Und
3 Tahun
ang-Un
1997dang Nomor 3 Tahun 1997)

BAB III
KONSEP
PEMBINAAN
NARAPIDANA ANAK

A. Doktrin Pemidanaan
Kenyataan
di
lapangan
menunjukan bahwa keadaan Lapas
Anak sangat
memprihatinkan. Dana kesehatan yang
dipagu dalam anggaran tahun 2005 hanya
berkisar Rp. 20,- per orang perhari. Di
lain pihak Menkumham di komisi III DPR
menyatakan bahwa negara berhutang
kepada pemborong makanan untuk penghuni
Lapas sampai tahun 2005, kurang lebih
sebesar 150 milyar. Akibat dari keadaan ini
sudah tentu akan berdampak kepada
kualitas pelayanan termasuk mutu bahan
makanan. 112
Sementara itu semangat yang
terkandung dalam Undang- Undang Nomor 3
Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak,
belum nyata-nyata berpihak kepada
narapidana anak. Pada saat dalam

proses peradilan, mereka sudah diperlakukan


sedemikian rupa sehingga tata cara
penyidikan, penuntutan dan persidangan,
diberlakukan ketentuan khusus yaitu
tidak menggunakan seragam seperti layaknya
diberlakukan kepada orang dewasa.
Hal itu untuk menjaga agar jiwanya tidak terjadi

Namun sebaliknya di Lapas Anak, semangat itu tidak terlihat.


Perlakuan
kepada anak hampir tidak berbeda dengan perlakuan terhadap
narapidana dewasa.
Malahan dibangun pagar pengaman sehingga nuansa Lapas anak
sebagai institusi
pendidikan terdistorsi oleh pendekatan pengamanan. Seolah-olah
mereka dicurigai
selalu akan membuat onar atau melarikan diri.

Situasi ini sangat memprihatinkan, karena dari mata kuliah penologi


diketahui
bahwa di beberapa negara maju seperti Amerika, Inggris dan lainlain, pendekatan
pembinaan kepada narapidana anak justru menjadi bahan
pertimbangan untuk
memperlakukan narapidana dewasa. Dengan perkataan lain,
pendekatan perlakuan
kepada pelanggar hukum dewasa di ilhami oleh pendekatan
perlakuan kepada
pelanggar hukum anak yang lebih promotif dan protektif.
Dari fenomena diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa masih
diperlukan upaya
yang terus menerus agar negara dapat berperan sesuai fungsinya,
terutama dalam
rangka pemajuan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak bagi
anak didik
pemasyarakatan.
Akhir-akhir ini Direktorat Jenderal Pemasyarakatan telah launching
meprogram yang disebut Lembaga Pemasyarakatan Anak yang ramah
anak. Program ini
sudah barang tentu sangat strategis. Namun dalam pelaksanaannya stake
memerlukan
holdersyang dapat bersama-sama mendukung keberhasilan program
tersebut.
trauma yang
mendalam,
yang dapat
mempengaruhi
perkembangan
Disadari
bahwa
kendala utama
dari program
tersebut,
menurut
dalam
diskusi
panel dengan Team Penyusunan RPP adalah belum
anak
dalam
Direktur
Bimkemas
menyongsong
adanya
dan
dukungan
masa
yang
optimal
depannya.
tanggal
22 Julidari
2005,pemerintah.
hlm. 7
1perhatian
12 Kompas

Hal ini dibuktikan dengan minimnya dukungan pendanaan bagi


programprogram pembinaan anak didik pemasyarakatan. Walaupun dasar
hukum untuk
melaksanakan pembinaan anak didik pemasyarakatan sudah ada,
berdasarkan PP
32/1999 tentang Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan, namun
dirasakan adanya
kesenjangan antara harapan dengan pelaksanaannya. Hal ini
disebabkan pembentukan
PP tersebut masih sama dengan pembinaan narapidana dewasa,
sehingga nuansa
kemajuan, perlindungan dan pemenuhan atas hak-hak anak masih
belum optimal.
Oleh karena itulah pembuatan Rancangan Peraturan Pemerintah
Tentang
Pembinaan Anak Didik Pemasyarakatan ini (nama masih tentatif)
sebagai
implementasi dari pasal 63 UU Nomor 3/1997 tentang Pengadilan
Anak, harus
dianggap sebagai peluang yang dapat digunakan untuk memperbaiki
dan membangun
kesempatan-kesempatan bagi terlaksananya pembinaan anak didik
pemasyarakatan
secara berdaya guna dan tepat sasaran.

Ilmu penologi mengenal bahwa tujuan pemidanaan berubah dari


waktu ke
waktu sesuai paradigma pemidanaan yang dianut oleh suatu
masyarakat. Dalam
sejarah, perubahan tujuan pemidanaan tersebut meliputi doktrin,
yaitu :
1) Doktrin pembalasan.
Berkembang pada saat awal-awal peradaban. Hal ini tidak terlepas
dari bunyi
yang
terkandung dalam beberapa kitab suci dari agama dan
berkembang
kepercayaan saat
yangitu. Doktrin ini berasumsi bahwa konsep keadilan
digambarkan sebagai suatu keseimbangan; mata dibayar mata, nyawa
dibayar
nyawa. Artinya bagi setiap pembunuhan maka akan dikatakan adil
apabila si di hukum mati.
pembunuh
sementarapenjara
masyarakat.
sambil
Malahan
menunggu
diceritakan
hukuman
bahwa
pembalasan
ketikatempat
orang
dilaksanakan.
menonton
Eksistensi
pada
saat itu,
hanya
sebagai
penampungan
sejarah pemidanaan doktrin ini gagal untuk mereduksi kejahatan di
Dalam
hukuman

potong tangan karena kasus pencurian, akantetapi terjadi pencopetan


dalam
kejadian tersebut.

2) Doktrin penjeraan.
Dilandasi oleh pengetahuan filasafat yang menyatakan bahwa pada
hakekatnya manusia itu memiliki kehendak bebas (free
Termasuk
will). juga
bebas melakukan kejahatan. Oleh sebab itu hukuman yang diberikan
pun
adalah dibatasi kebebasannya. Asumsinya adalah karena manusia itu
bebas
maka kesakitan yang paling hakiki adalah dicabut kebebasannya.
demikian si pelaku kejahatan akan takut dan jera untuk melakukan
Dengan
perbuatan
jahatnya.
Namun yang menjadi masalah adalah pelaksanaan pidana hilang
kebebasan
bergerak
melalui pemenjaraan pun tidak bebas dari masalah. Karena
dari
ahli para
ilmu sosial terutama sosiologi terbukti bahwa pemasukan orang
penjara
ternyata dapat menimbulkan dampak prisonisasi. Prisonisasi
ke dalam
adalah dimana terjadi suatu proses sosialisasi nilai-nilai masyarakat
keadaan
penjara
yang dapat menimbulkan si narapidana dapat lebih buruk atau lebih
jahat
dibandingkan dengan sebelum ia masuk penjara. Dapat dimaklumi
bahwa
keadaan penjara di Eropa saat itu (abad 18) sedemikian buruknya
mengundang banyak reaksi dari berbagai ahli seperti John Howard.
sehingga
Oleh itu doktrin penjeraan sudah ditinggalkan oleh banyak negara.
karena
3) Doktrin rehabilitasi.
Adalah doktrin yang dikemukakan sebagai reaksi dari kegagalan
doktrin Doktrin ini berasumsi bahwa pada hakekatnya pelanggar
penjeraan.
adalah orang
hukum
itu yang memiliki kekurangan atau memiliki penyakit.
Oleh
itu
ia sebab
harus diperbaiki atau direhabilitasi. Namun karena dalam
pelaksanaannya doktrin ini terlalu menempatkan individu pelanggar
hukum
secara eklusif maka doktrin ini mengalami kegagalan pula.
4) Doktrin re-integrasi sosial.
Berasumsi bahwa suatu pelanggaran hukum terjadi, disamping
karena
kesalahan individu juga masyarakat pun memiliki andil dan
tanggungjawab
dalam
mengkondisikan terjadinya kejahatan tersebut. Oleh sebab itu
maka
pembinaan para pelanggar hukum tidak boleh dilepaskan dari
masyarakatnya.
Harus diupayakan pemulihan hubungan yang harmonis antara
hukum
dengan masyarakatnya. Konsep inilah yang melahirkan
pelanggar
pemulihan
hubungan hidup, kehidupan, dan penghidupan dalam sistem
pemasyarakatan.113

1 13

Maidin Gultom, Op-Cithlm. 138

Hidup diartikan sebagai hubungan antara manusia dengan penciptaNya.


Kehidupan diartikan sebagai hubungan antara sesama manusia.
Sedangkan
penghidupan adalah hubungan antara manusia dengan
lingkungannya, dalam kaitan
ini manusia memanfaatkan alam untuk mempertahankan hidup dan
kehidupannya.
Sejalan dengan konsepsi pemasyarakatan dan dikaitkan dengan
pembinaan anak yang
berhadapan dengan hukum, kini sedang dihembuskan konsep yang
dinamakan
restoratif justice
atau keadilan restoratif. Keadilan restoratif adalah suatu proses
dimana semua fihak yang berhubungan dengan tindak pidana tertentu
bersama-sama
memecahkan masalah, dan bagaimana menangani
akibat/implikasinya dimasa yang
akan datang. Adapun prinsip-prinsip dari keadilan restoratif adalah : 114
1) Membuat pelanggar hukum bertanggungjawab untuk
memperbaiki
kerugian oleh kesalahannya,
yang ditimbulkan
2) Memberikan kesempatan kepada pelanggar untuk membuktikan
kapasitas
dan disamping mengatasi rasa bersalah secara konstruktif;
kualitasnya
3) Melibatkan para korban, orang tua, keluarga besar, dan sekolah
4)
Menciptakan
teman
sebaya; forum untuk bekerjasama dalam menyelesaikan
masalah
tersebut;
5) Menetapkan hubungan langsung dan nyata antara kesalahan
dengan
reaksi
sosial
yang formal;
6) Memperhatikan Hak Asasi Manusia.

Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut diatas, maka secara intemasional


telah
dikeluarkan berbagai konvensi yang menuntun setiap negara anggota
PBB untuk
memperlakukan anak yang berhadapan dengan hukum, misalnya
Beijing Rules

(1985), Riyadh GuidelinesPeraturan


(1990), PBB tentang perlindungan bagi remaja

yang kehilangan Kebebasannya (1990) dan lain sebagainya. Yang


pada intinya
karena
Perkasa,
2007),
hlm.
Sudirman,
347
Reposisi dan Revitalisasi Pemasyarakatan
, (Jakarta : Alnindra Dunia
1 14 Didin

keadaan yang melekat pada diri anak baik biologis, psikis, sosial
maupun kultural,
berada dalam kondisi yang rentan dan masih tergantung pada orang
dewasa.
Kerentanan tersebut menimbulkan sejumlah resiko yang banyak
dihadapi oleh
seorang anak. Apabila resiko-resiko tersebut tidak dapat ditekan
maka potensi yang
ada dalam dirinya untuk tumbuh dan berkembang manjadi manusia
dewasa yang
berkualitas akan menjadi lemah. Maka oleh karena itu ia hams
dilindungi demi
perkembangan masa depannya secara optimal. Tugas perlindungan
kepada anak
adalah menjadi kewajiban negara dan pemerintah. Untuk keperluan
itu, hak-hak anak
telah dicantumkan secara limitatif dalam berbagai peraturan yang
berlaku bagi
perlindungannya.
Dalam konteks Indonesia Undang-undang 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak mengamanatkan bahwa perlindungan anak adalah


merupakan hak
anak yang sangat esensial. Perlindungan ini meliputi perlindungan
terhadap
kekerasan, eksploitasi, diskriminasi dan penelantaran. Demikian pula
UndangUndang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak yang secara
spesifik
mengatur mengenai penanganan anak yang disangka atau didakwa
melakukan
pelanggaran hukum. Disamping itu PP Nomor 32 tahun 1999
Tentang Hak-Hak
Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai implementasi dari UU Nomor
12 tahun 1995
Tentang Pemasyarakatan, telah secara jelas mencantumkan hak-hak
anak didik
pemasyarakatan secara limitatif.
memperlakukan
Dilihat darianak
kandungan
yang berhadapan
instrumen dengan
hukum tersebut
hukum bukan
diatas,tugas
maka tugasyang ringan.
tugas

Tugas ini memerlukan kualitas pelaksana yang handal dan


profesional. Demikian
pula persyaratan ini berlaku bagi petugas Bapas dan Petugas Lapas
Anak, yang
nantinya sangat intens berhubungan dengan anak didik
pemasyarakatan. Oleh sebab
itulah peneliti menyikapi pembentukan RPP ini sebagai peluang yang
strategis dalam
rangka mendukung optimalisasi kinerja Lapas Anak. Karena melalui
RPP ini semua
kelemahan dan hambatan yang terdapat dalam peraturan yang saat ini
berlaku dapat
diatasi seoptimal mungkin.

B. Proses dan Program Pembinaan

Seperti diuraikan diatas, bahwa instrumen hukum bagi perlindungan


anak
adalah meliputi pemajuan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak
anak. Kesemuanya
itu adalah merupakan tugas dan kewajiban negara, pemerintah,
masyarakat, orangtua
dan keluarga. Oleh sebab itu, Departemen Hukum dan HAM cq
Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan sangat berkepentingan agar program dan proses
pemasyarakatan
bagi anak didik pemasyarakatan memiliki nuansa seperti diatas.
Dengan demikian secara struktural pembinaan anak didik
pemasyarakatan
memiliki dimensi pemajuan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak
anak. Sedangkan
secara operasional pembinaan anak didik pemasyarakatan memiliki
dimensi proses
pembinaan pemasyarakatan dan program pembinaan
pemasyarakatan. Keterkaitan
antara dimensi struktural dan dimensi operasional harus bersinergi
sehingga
berkembangnya
dapat
secara optimal
sumber kapasitas
daya yanganak
dapat
untuk
mendorong
menyongsong
dan
sedemikian
rupamenjadi
mendukung
masa
depannya.

Negara dan pemerintah sebagai

leading sector
dalam pemajuan,

perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak harus sedemikian rupa


sehingga secara
konstitusional ia secara nyata telah melaksanakan kewajibannya.
Dalam rangka
pemajuan hak anak didik pemasyarakatan, negara dan pemerintah
wajib:
1) Menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa
diskriminasi;
2) Memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam
perlindungan anak;
menyelenggarakan
3) Menjamin perlindungan, pemeliharaan dan kesejahteraan anak;
4) Menjamin anak untuk mempergunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan kecerdasan anak. 115
Dalam rangka perlindungan terhadap anak didik
pemasyarakatan,
negara dan pemerintah wajib melakukan upaya penghindaran dan
pencegahan
sehingga anak terlindung dari perbuatan :
1) Diskriminasi, yakni perbuatan membeda-bedakan jenis kelamin,
ras, dan
agama,
status hukum anak;
2) Eksploitasi, yakni tindakan memperalat, memeras anak;
3) Penelantaran, yakni sengaja mengabaikan perawatan dan
4)
Kekejaman,
yakni tindakan yang keji, bengis dan tidak menaruh
pengurusan
anak;
belas
kasihananak;
terhadap
5) Kekerasan dan penganiayaan, yakni perbuatan mencederai,
melukai
baik
fisik,anak
mental
dan sosial;
6) Ketidakadilan, yakni kesewenang-wenangan terhadap anak;
7) Perlakuan salah lainnya, yakni perbuatan cabul terhadap anak,
membuat
ia daripada sebelum ia masuk Lapas. 116
lebih jahat
Dalam rangka pemenuhan hak anak didik pemasyarakatan, negara
dan
pemerintah wajib menyelenggarakan:
1) Pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan
fisik,
mental, spiritual dan mental;
1 16
15

Didin
Ibid.,Sudirman,
hlm 349
Op-Cit ., hlm. 348

2) Pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan


pribadinya dan
tingkat kecerdasannya sesuai dengan bakatnya.

Dari nilai-nilai yang dikandung dalam dimensi struktural diatas maka


proses
dan program pembinaan harus dirancang sedemikian rupa sehingga
tujuan dari
pemidanaan dapat dicapai secara efektif dan efisien. Secara filosofis,
niat yang
terkandung dalam penyelengaraan proses pemasyarakatan adalah
memperlakukan
anak didik pemasyarakatan agar sedini mungkin terhindar dari
pengaruh buruk
budaya penjara (prisonisasi). Seperti maksud yang terkandung, baik
dalam UU No 3
Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak maupun dalam UU No 23
Tahun 2003
Tentang Perlindungan Anak, bahwa penangkapan, penahanan dan
pidana penjara
dilakukan sebagai upaya terakhir (ultimum-remidium)
setelah upaya yang lainnya
tidak mencapai sasaran.

Disamping itu ancaman hukuman bagi pelanggar hukum anak hanya


diberlakukan setengah dari ancaman hukuman bagi pelanggar hukum
dewasa. Asas
hukum ini berasumsi bahwa dalam prakteknya pelaksanaan
pemidanaan di Lapas
mempunyai kecenderungan untuk membuat perkembangan anak
didik kurang
kondusif. Oleh sebab itulah dalam sistem pemasyarakatan
diberlakukan proses
pembinaan pemasyarakatan, yang secara bertahap anak didik
pemasyarakatan
dikenalkan dengan budaya yang berlaku umum di dalam masyarakat.
Agar ia
memiliki sikap mental dan sikap sosial yang lebih bertanggungjawab.
Manakala
Tanggungjawab
seorang anak hanya
didik tidak
dapatdipercaya
dibangununtuk
melalui
bermasyarakat
pemberian
secara baik
tanggungjawab.
di

dalam masyarakat bebas, maka dalam saat bersamaan sebenarnya ia


sedang
dikondisikan untuk tidak dapat bertanggungjawab.
Pembinaan atau bimbingan merupakan sarana yang mendukung
keberhasilan
negara menjadikan narapidana menjadi anggota masyarakat.
Lembaga
Pemasyarakatan Anak berperan dalam pembinaan narapidana, yang
memperlakukan
narapidana agar menjadi baik.Yang perlu dibina adalah pribadi
narapidana,
membangkitkan rasa harga diri dan mengembangkan rasa tanggung
jawab untuk
menyesuaikan diri dengan kehidupan yang tenteram dan sejahtera
dalam masyarakat,
sehingga potensial menjadi manusia yang berpribadi dan bermoral
tinggi.
Pasal 17 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999
menentukan
bahwa pembinaan Anak Pidana dilaksanakan dengan beberapa tahap
pembinaan
Tahap pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas 3
(tiga) tahap,
yaitu : a) tahap awal; b) tahap lanjutan; c) tahap akhir. Berkaitan
dengan hal ini Pasal
19 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 menerangkan :

1) Pembinaan tahap awal sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)


huruf
a
meliputi:
a. masa pengamatan, pengenalan, dan penelitian lingkungan paling
lama(satu)
1 bulan;
b. perencanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian.
c. pelaksanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian.
d. penilaian pelaksanaan program pembinaan tahap awal.
2) Pembinaan tahap lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
ayathuruf
(2) b meliputi:
a. perencanaan program pembinaan lanjutan.
b. pelaksanaan program pembinaan lanjutan.
3) Pembinaan
akhir sebagaimana
dimaksudlanjutan.
dalam Pasal 17
c. penilaiantahap
pelaksanaan
program pembinaan
ayatmeliputi
d.(2)perencanaan
huruf: c
dan pelaksanaan program asimilasi.

a. Perencanaan program integrasi;


b. pelaksanaan program integrasi;
c. pengakhiran pelaksanaan pembinaan tahap akhir.
4) Pentahapan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
(2),ditetapkan
dan (3), melalui sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan.
5) Dalam Sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan sebagaimana
dimaksud
ayat (4)dalam
Kepala Lapas Anak wajib memperhatikan Litmas.
6) Ketentuan mengenai bentuk dan jenis kegiatan program
pembinaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), (2), dan (3) diatur lebih lanjut
dengan
Keputusan Menteri.117
Pembinaan Anak Pidana berakhir apabila Anak Pidana yang
bersangkutan :
1) masa pidananya telah habis;
2) memperoleh pembebasan bersyarat;
3) memperoleh cuti menjelang bebas;
4) meninggal dunia (Pasal 59 Peraturan Pemerintah Nomor 31
Tahun 1999).
Jenis-jenis pembinaan narapidana dapat digolongkan atas 3 (tiga)
jenis, yaitu:
1) Pembinaan mental.
Pembinaan mental dilakukan mengingat terpidana mempunyai
masalah seperti
perasaan bersalah, merasa diatur, kurang biasa mengontrol emosi,
merasa rendah diri
yang diharapkan secara bertahap mempunyai keseimbangan emosi.
Pembinaan
mental yang dilakukan adalah memberikan pengertian agar dapat
menerima dan
menangani rasa frustasi dengan wajar melalui ceramah;
memperlihatkan rasa prihatin
melalui bimbingan melalui nasehat; merangsang dan menggugah
semangat
narapidana untuk menghilangkan keahliannya; memberikan
kepercayaan kepada
1 17

Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999

narapidana dan menanamkan rasa percaya diri, untuk menghilangkan


rasa cemas dan
gelisah dengan menekankan pentingnya agama.
Pasal 2 PP Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan
Hak Warga Binaan Pemasyarakatan menentukan bahwa setiap
narapidana dan Anak
Didik Pemasyarakatan berhak untuk melakukan ibadah sesuai
dengan agama dan
kepercayaannya, yang dapat dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan
Anak atau di luar
Lembaga Pemasyarakatan Anak sesuai dengan program pembinaan.
2) Pembinaan sosial
Pembinaan sosial mengembangkan pribadi dan hidup
kemasyarakatan
narapidana. Aktivitas yang dilakukan adalah: memberikan bimbingan
tentang hidup
bermasyarakat yang baik dan memberitahukan norma-norma
kesusilaan, etika
pergaulan dan pertemuan dengan keluarga korban, mengadakan
surat-menyurat untuk
memelihara hubungan batin dengan keluarga dan relasinya,
kunjungan untuk
memelihara hubungan yang harmonis dengan keluarga.
3) Pembinaan keterampilan
Pembinaan keterampilan bertujuan untuk memupuk dan
mengembangkan
bakat yang dimiliki narapidana, sehingga memperoleh keahlian dan
keterampilan.
Aktivitas yang dilakukan adalah menyelenggarakan kursus
pengetahuan
(pemberantasan buta huruf), kursus persamaan sekolah dasar, latihan
kejuruan seperti
kerajinan tangan membuat kursi, sapu, mengukir, latihan fisik untuk
kesehatan
keterampilan
jasmani
seperti
dan
ukiran,
rohanikursi,
senam
dan
pagi;
sapu,
latihan
yang kesenian
sebagian seperti
memelihara
seni musik. Hasil
dipergunakan
di Lembaga

Permasyarakatan Anak, sebagian dijual dan hasil penjualan


dipergunakan untuk
memberli peralatan yang lebih lengkap.

Dengan mengikuti alur pikir yang demikian, maka seyogyanya


proses atau
tahapan yang diberlakukan terhadap anak didik tersebut tidak
mengikuti proses yang
diberlakukan kepada narapidana dewasa. Harus ada percepatan
proses pembinaan
sehingga secara signifikan dapat meminimalisir pengaruh negatif
budaya penjara
tersebut. Misalnya harus dicantumkan secara jelas proses admisi
orientasi paling lama
15 (lima belas) hari. Masa pembinaan di dalam Lapas(intramural treatment)
paling
lama sampai dengan 1/3 masa pidananya. Tahap pembinaan asimilasi
(melalui
kegiatan kerja bakti sosial, beribadah, rekreasi, berolahraga, sekolah
yang seting
pembinaannya diluar Lapas) dimulai sejak anak didik
pemasyarakatan sedikitnya
telah menjalani 1/3 (sepertiga) masa pidananya.

Sedangkan tahap integrasi (melalui PB dan CMB), dilaksanakan


apabila yang
bersangkutan telah menjalani V2 (setengah) dari masa pidananya
minimal telah
menjalani 6 (enam) bulan. Barangkali perlu dipikirkan pula, bahwa
masa pengawasan
selama menjalani Proses Pelepasan Bersyarat dapat diregulasi
sehingga secara
bertahap yang bersangkutan mendapat pengurangan (remisi) masa
pengawasan,
apabila selama satu tahun selalu berkelakuan baik. Dengan demikian,
nuansa hari
kemerdekaan dan hari raya keagamaan pun dapat dinikmati oleh
anak didik yang
memperoleh Pelepasan Bersyarat.
Dalam rangka pemenuhan hak anak didik pemasyarakatan dan
dengan dikaitkan
Indeks Pembangunan
pula
Manusia dari PBB
(Human Depelovement ,Index)
maka

tidak berlebihan kiranya bahwa program pembinaan pemasyarakatan


bagi anak didik
pemasyarakatan harus difokuskan kepada tiga program besar, yaitu
pendidikan,
kesehatan dan latihan keterampilan kerja
(life
Program
skill). pendidikan harus
meliputi pendidikan umum, pendidikan jasmani, pendidikan rohani
(termasuk
rekreasi dan kesenian), pendidikan mental (agama), pendidikan
kemasyarakatan
(termasuk etika) dan pendidikan kewarganegaraan. Program
pembinaan Kesehatan
meliputi perawatan kesehatan, makanan dan minuman, tempat tidur,
pakaian serta
kesehatan sanitasi dan tempat MCK (mandi, cuci dan kakus).
Sedangkan program
pembinaan keterampilan kerja diarahkan kepada persiapan mereka
untukmenerima
tanggungjawab setelah ia dewasa.
Seperti diketahui bahwa kesempurnaan kedewasaan seseorang
dimasyarakat
ditentukan oleh 3 (tiga) hal, yaitu berkeluarga, kedewasaan hidup
beragama dan
kemampuan mencari nafkah bagi hidup dan kehidupannya. Oleh
karena itu program
pembinaan keterampilan kerja harus dibuat sedemikian rupa
sehingga seseorang
dapat memilki suatu keterampilan kerja yang dapat menghidupi
dirinya kelak. Ia
tidak boleh hanya sekedar mengisi waktu saja, dan jenis keterampilan
yang diajarkan
harus menyatu dengan pekerjaan yang ada di masyarakat.

Agar program dan proses pembinaan dapat dilaksanakan secara baik


dan
ideal, diperlukan sarana dan prasarana serta dukungan petugas yang
memiliki
kompetensi dibidang tugasnya (memiliki keterampilan khusus
hal
itu, rasanya
mengenai
anak).semua
Tanpahanya ada dalam cita-cita dan harapan saja.
Oleh sebab itu

dalam PP tersebut harus dicantumkan hal yang menyangkut institusi,


kualifikasi
petugas, dan fasilitas minimum yang harus ada dalam institusi
tersebut.
Tidak berlebihan kiranya apabila dikemukan bahwa untuk menarik
dan
memelihara petugas Lapas Anak dan Pembimbing Kemasyarakatan
yang kompeten
maka perlu diambil langkah-langkah guna memperhatikan
kesejahteraannya. Hal itu
antara lain dengan rnemperjuangkan agar pekerjaan pemasyarakatan
dikatagorikan
sebagai jabatan fungsional. Disamping itu petugas medis/paramedis,
guru dan
instruktur keterampilan diberikan akses dan kesempatan yang luas
untuk dibina
secara teknis sebagai pejabat fungsional oleh intansi terkait. Hal ini
perlu dilakukan
kerjasama yang intens dengan Departemen Kesehatan (bagi petugas
medis/paramedis), Departemen Pendidikan Nasional (bagi petugas
guru) dan
Departemen Tenaga Kerja (bagi petugas instruktur keterampilan).

C. Petugas Lembaga Pemasyarakatan Anak


Sehubungan dengan adanya 10 (sepuluh) prinsip pemasyarakatan,
mak
adikenal juga adanya 10 (sepuluh) wajib Petugas Pemasyarakatan,
yaitu :
1) Menjunjung tinggi hak-hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
2) Bersikap welas asih dan tidak sekali-kali menyakiti warga Binaan
Pemasyarakatan.
3) Berlaku adil terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan.
4) Menjaga rahasia pribadi Warga Binaan Pemasyarakatan.
5) Memperhatikan keluhan Warga Binaan Pemasyarakatan.
6) Menjaga rasa keadilan masyarakat.
7) Waspada
8)
9)
Menjaga kehormatan
Bersikap
sopan
dan peka
tetapi
terhadap
diri
tegas
dan
dalam
kemungkinan
menjadi
memberikan
teladan
adanya
dalam
pelayanan
ancaman
sikapkepada
dan
dan
perilaku.
gangguan
masyarakat.
keamanan.

10) Menjaga keseimbangan kepentingan pembinaan dan keamanan. 118


Berdasarkan pengamatan di lapangan diperoleh data bahwa jumlah
WBP di
Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Anak Blitar yaitu 254 (Dua ratus lima puluh empat)
orang dengan perincian narapidana sebanyak 249 ( Dua ratus empat puluh sembilan )
orang dan tahanan sebanyak 05 ( lima ) orang.

Tabel 3.1 Data Penghuni Klas II A Anak Blitar Berdasarkan Klasifikasi


Penghuni pada September 2012

No Klasifikasi Penghuni Jumlah Keterangan


1 Narapidana :
BI
196
Hukuman > 01 tahun
BII a
25
Hukuman > 03 Bulan s/d 01 tahun
B II b
0
Hukuman 01 hari s/d 03 bulan
B III s
Hukuman pengganti denda
12
2 Tahanan :
AI
01
A II
01
A III
02
A IV
01
AV
0
Total : 254 Orang
Sumber : Bagian Registrasi Klas II A Anak Blitar Pada September
2012
2012
No Usia Jumlah Jumlah Keseluruhan
1
< 18 tahun
178
ang
2
18 tahun ke atas

or
254 orang

Sumber : Bagian Registrasi Klas II A Anak Blitar Pada September


2012
1 18

Maidin Gultom, Op-Cit ., hlm 136

AN

16

Anak Negara

Tabel 3.2 Data Penghuni Klas II A Anak Blitar Berdasarkan Usia pada September

76 orang

Sedangkan data penghuni Klas II A Anak Blitar berdasarkan tindak


pidana
yang telah dilakukan peneliti di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A
Anak Blitar
dapat di lihat pada Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3.3 Data Penghuni Klas II A Anak Blitar Berdasarkan
Tindak Pidana
pada September 2012
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Tindak Pidana Jumlah


Psilotropika
Pembunuhan
Pencurian
Perampokan
Penganiayaan
Perkelahian
Kesusilaan
Penipuan
Penggelapan
Pemerasan
Perlindungan Anak
Perjudian
Laka Lantas
Senjata Tajam
Ketertiban Umum
Penadahan
Kesehatan
KDRT
Penculikan
Pembakaran

Jumlah Keseluruhan
34 orang
09. orang
35. orang
04. orang
01.orang
09 .orang
148 orang
01 orang
03. orang
-

254 orang

10 Orang

Sumber : Bagian Registrasi Klas II A Anak Blitar Pada September 2012


Hambatan dalam melakukan pembinaan narapidana adalah
kurangnya Sumber
Daya Manusia yang benar-benar profesional. Berdasarkan hasil
penelitian, diketahui
bahwa petugas Lembaga Pemasyarakatan Anak lebih dominan yang
berpendidikan/lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas, seperti lulusan
dan lain-lain yang setingkat. Yang berpendidikan Sarjana Muda dan
SMA

Sarjana, hanya terdapat beberapa orang. Pendidikan yang diemban


petugas
Pemasyarakatan Anak berpengaruh dalam pemahaman perlindungan
anak.
Berdasarkan data di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Anak Blitar
diperoleh data
tentang jumlah pegawai sebanyak 53 (lima puluh tiga) orang. Yang
sedang mengikuti
Program S2 sebanyak 8 (delapan) orang,
alumni AKIP sebanyak 3 (tiga) orang.
Tabel 3.4 Data Petugas Klas II A Anak Blitar Berdasarkan
Pejabat Struktural
pada September 2012
No Pejabat Struktural Jumlah
1
Kalapas Anak
1 orang
2
Kasub. Bag. TU
1 orang
3
Kasi Binadik
1 orang
4
Kasi Keg. Kerja
1 orang
5
Kasi Adm. Kamtib
1 orang
6
Ka. KPLP
1 orang
7
Kaur Kepegawaian/Keuangan
1 orang
8
Kaur Umum
1 orang
9
Kasubsi Registrasi
1 orang
10 Kasubsi Bimpaswat
1 orang
11 Kasubsi Bimbingan Kerja
1 orang
12 Kasubsi Sarana Kerja
1 orang
13 Kasubsi Pelaporan/Tata Tertib
1 orang
14 Kasubsi Keamanan
1 orang
Total : 14 orang
Sumber : Bagian Tata Usaha Klas II A Anak Blitar Pada September
2012
Berdasarkan Tabel 4 di atas diperoleh gambaran pejabat sturuktural
di
Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Anak Blitar Pada September
2012 sebanyak 14 (empat
belas) orang.

Tabel 3.5 Data Petugas Klas II A Anak Blitar Berdasarkan


Pendidikan Pada September 2012
Tingkat
No Pejabat Struktural Jumlah
1
SD
2
SMP
3
SMA
29 orang
4
D3
1 orang
5
S1
22 orang
6
S2
1 orang
7
S3
Total : 53
Sumber : Bagian Tata Usaha Klas II A Anak Blitar Pada September
2012
Tabel 3.6 Data Petugas Klas II A Anak Blitar Berdasarkan
Tingkat
Golongan
pada
September
2012
No Tingkat Golongan Jumlah
1
I
2
II
5 orang
3
III
47 orang
4
IV
1 orang
Total : 53
Sumber : Bagian Tata Usaha Klas II A Anak blitar Pada September 2012

Pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan perundang-undangan


yang
berkaitan dengan peradilan pidana anak, kesejahteraan anak dan
peraturan lain yang
berkaitan. Pendidikan yang di emban juga mempengaruhi tingkat
kemampuan untuk
melahirkan ide-ide atau kebijakan yang diambil dalam rangka
perlindungan anak,
terutama
sama
sekali
apabila
tidakperaturan
mengaturperundang-undangan
hal-hal tertentu. Kemampuan
tidak menentukan
melakukan
secara tegas atau
pendekatan

terhadap Narapidana Anak dalam merubah mental dan perilakunya


melalui
pembinaan dipengaruhi tingkat pendidikan yang diemban petugas.
Bila Sumber Daya
Manusia tidak diperhatikan, maka menimbulkan dampak negatif
yang dapat
menciptakan narapidana bukan semakin baik, tetapi menjadi anak
yang siap
melakukan tindak pidana lagi setelah menjalani pidananya di
Lembaga
Pemasyarakatan Anak. Diperlukan pendidikan khusus bagi petugas
Lembaga
Pemasyarakatan Anak, memberikan kesempatan untuk mengikuti
penataran dan
kursus-kursus singkat, sehingga perlu dijalin kerjasama dengan
institusi terkait baik
lembaga pemerintah maupun lembaga swasta, seperti Lembaga
Swadaya Masyarakat,
perguruan tinggi, perusahaan, dan lain-lain, sepanjang ada kaitannya
dengan
pembinaan Narapidana Anak.

D. Anak Didik Pemasyarakatan dan Hak-Haknya


Hak-hak Anak Pidana diatur oleh Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang
Nomor
12 Tahun 1995, yaitu :
a) Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya.
b) Mendapatkan perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani.
c) Mendapatkan pendidikan dan pengajaran.
d) Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak.
e) Menyampaikan keluhan.
f) Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa
lainnya
tidakyang
dilarang.
g) Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau orang
tertentu
lainnya. pengurangan masa pidana (remisi).
h)
Mendapatkan
i) Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi
j) Mendapatkan
keluarga.
k)
Mendapatkanpembebasan
cuti menjelang
bersyarat.
bebas.

l) Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan perundang-undangan


yangberlaku.119
Berdasarkan Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun
1995,
ditentukan bahwa hak-hak Anak Negara adalah :
a) Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya;
b) Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani;
c) Mendapatkan pendidikan dan pengajaran;
d) Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak;
e) Menyampaikan keluhan;
f) Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa
lainnya
tidakyang
dilarang;
g) Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau orang
h)
Mendapatkan
tertentu
lainnya; kesempatan berasimilasi termasuk cuti
mengunjungi
keluarga;
i)
Mendapatkan
pembebasan bersyarat;
j) Mendapatkan cuti menjelang bebas;
k) Mendapatkan hak-hak lain sesuai peraturan perundang-undangan
yangberlaku.120
Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun
1995, hakhak Anak Sipil adalah :
a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya itu;
b. Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani;
c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran;
d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak;
e. Menyampaikan keluhan;
f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa
lainnya
tidakyang
dilarang;
g. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau orang
tertentu
lainnya; kesempatan berasimilasi termasuk cuti
h.
Mendapatkan
mengunjungi
keluarga;
i.
Mendapatkan
hak-hak lain sesuai peraturan perundang-undangan
yangberlaku.121

1 21
19
20

Pasal 36
22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995
29

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, dapat dilihat bahwa


Lembaga
Pemasyarakatan Klas II A Anak Blitar telah memberikan program
pembinaan.
Kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan oleh Anak Pidana,
Anak Negara
maupun Anak Sipil selama berada di Lembaga Pemasyarakatan Anak
adalah:
a) Wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan kegiatan
tertentu
(Pasal
23 ayat
(1), Pasal 30 ayat (1), Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang
Tahun
Nomor1995);
12
b) Wajib mentaati peraturan keamanan dan ketertiban di lingkungan
Lembaga
Pemasyarakatan Anak (Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12
Tahun
1995).122
Tabel 3.7 Data Penghuni Klas II A Anak Blitar Berdasarkan
20112
PembinaanSeptember
pada
No Jenis Pembinaan Jumlah
1
Pramuka
35 orang
2
Paket B Klas I
10 orang
Paket B Klas II
22 orang
10 orang
3
Paket B Klas III
4
Paket C Klas I
10 orang
5
Melukis
5 orang
6
Teater
0 orang
7
Menjahit
7 orang
8
Pelatihan Komputer
20 orang
9
Pertukangan
7 orang
10 Pertamanan
22 orang
11 Olahraga :
Bola Volley
15 orang
Sepak Takraw
9 orang
Bulu Tangkis
5 orang
Tenis Meja
9 orang
12 Konseling
6 orang
13 Sekolah Al-Kitab
0 orang
14 Pengajian AL-Quran
20 orang
15 Band
12 orang
16 Perpustakaan
30 orang
Sumber1 22: Maidin
BagianGultom,
BinadikOp-Cit
Klas., II
A Anak
hlm.
140 Blitar Pada September 2012

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka peneliti
menarik
kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasahan, yaitu :
A. Kesimpulan
1. Secara garis besar faktor-faktor yang dapat menimbulkan tindak
kriminalitas
yang dilakukan oleh anak didik di Lembaga Pemasyarakatan ada 2
(dua)
faktor yaitu : faktor internal (dalam diri anak didik) dan faktor
eksternal yaitu
faktor yang berasal dari luar diri individu. Adapun faktor-faktor
internal yang
bersumber dari diri individu terbagi ke dalam 2 (dua) bagian yaitu
faktor
internal yang bersifat khusus dan faktor internal yang bersifat
umum.
2. Diperlukan upaya yang terus-menerus agar negara dapat berperan
sesuai
fungsinya, terutama dalam rangka pemajuan, perlindungan dan
pemenuhan
hak-hak anak bagi anak didik pemasyarakatan.
B. Saran

1. Disarankan kepada pemerintah untuk lebih serius menangani


kesejahteraan
anak dan perlindungan anak, khususnya kepada pembimbing
kemasyarakatan
anak agar dapat melakukan penyuluhan dalam melakukan penelitian
kemasyarakatan anak.

100

2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan


tidak
mengatur secara jelas dan rinci mengenai kewajiban Anak Didik

Pemasyarakatan. Disarankan adanya pengaturan lebih lanjut dengan


peraturan
pelaksanaannya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Pendekatan


Jakarta
Praktis,
: Rineka Cipta,
1993
Atmasamita, Romli, Kriminologi, Bandung : Mandar Maju, 1997

Dirjosisworo, Soejono, Sinopsis Kriminologi Indonesia,


Bandung : Mandar Maju
1994

Lubis, M. Solly, Filsafat Ilmu dan Penelitian,


Bandung : Mandar Maju, 1994

Manan, Bagir,Peradilan Anak di Indonesia, Bandung : Mandar Maju, 1997

Marzuki, Peter, Penelitian Hukum, Jakarta : Kencana Prenada Media, 2005

Maulana, Hasan Wadong, Advokasi Anak dan Hukum Perlindungan


Jakarta
Anak,:
Gramedia, 2000
Nawawi, Hadari, Sumber Data Penelitian, Jakarta : Gramedia, 1997

Prinst, Darwan, Hukum Anak Indonesia


, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1997
Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996
Romli, Atmasasmita, Kriminologi, Bandung : Mandar Maju, 1997

Shidarta, Karakteristik Penalaran Hukum Dalam Konteks Keindonesiaan,


Bandung :
Utomo, 2006

Soemitro, Irma Setyowati, Aspek Hukum Perlindungan


Jakarta
Anak,
: Bumi Aksara,
1990

Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat


, Jakarta : Raja
Grafindo Persada, 1995

Todaro, Michael, Pembangunan Ekonomi di DuniaJakarta


Ketiga,: Erlangga, 1999
102

2. Makalah Ilmiah
Allen, Steven,
Analisa Situasi Sistem Peradilan Pidana Anak Juvenile Justice
System Indonesia : UNICEF, 2003
Di Indonesia,

Arrasjid, Chainur,
Suatu Pemikiran Tentang Psikologi Kriminal, Kelompok Studi
Hukum dan Masyarakat,
Medan : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,
1998
Dinstein, Yoram,
Hak Atas Hidup, Keutuhan Jasmani dan Kebebasan Dalam Hak
Sipil dan Politik: Esai-Esai Pilihan, Jakarta : ELSAM, 2001

Editorial, Lembaga Pengawasan Sistem Peradilan PidanaJakarta


Terpadu,
: MAPPI
FH-UI, 2003
Gultom, Samuel,
Mengadili Korban: Praktek Pembenaran Terhadap Kekerasan
Negara,Jakarta : ELSAM, 2003
Manning, Chris, Peter Van Dierman,
Indonesia Di Tengah Transisi, Aspek-Aspek
Sosial Reformasi dan Kritis, Yogyakarta : LKIS, 2000
Judith, Difficult Circumstances: Some Reflections on Street Childen
in Africa,
Children, Youth and Environments, 2003
Widioso, Hardi, Tindakan/Pidana Atas Kasus Tindak Pidana Anak,Warta
Pemasyarakatan Nomor 29 Tahun IX-April 2008, Jakarta : Dirjen
Pemasyarakatan, 2008

Noor Muhammad,
Proses Hukum Bagi orang Yang Didakwa Melakukan Kejahatan
Dalam Hak Sipil dan Politik: Esai-Esai Pilihan,
Jakarta : ELSAM, 2001
Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta : FE-UI, 1996
3. Peraturan Perundang-undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Konsep Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tahun 2000
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 23
3 Tahun
Tahun1997
2003tentang
tentang
Peradilan
Perlindungan
Anak
Anak

Anda mungkin juga menyukai