Anda di halaman 1dari 7

DIAGNOSIS dan PENATALAKSANAAN HIV / AIDS

Diagnosis sering terlambat karena :


Diagnosis klinis dini sulit karena periode asimptomatik yang lama.
Pasien enggan / takut periksa ke dokter
Sering pasien berobat pada stadium AIDS dengan infeksi oportunistik yang sulit didiagnosis
karena:
kurang dikenal
manifestasi klinis atipikal
sarana diagnostik kurang
Curiga AIDS secara klinis :

Batuk lebih dari 2 3 minggu

Penurunan berat badan menyolok > 10 %

Panas > 1 bulan

Diare > 1 bulan

Perhatikan : kandidiasis oral

Herpes zooster yang luas, kambuhan

Sariawan rekuren dan berat

Penyakit kulit :

dermatitis seborroik kambuhan,

psoriasis

prurigo noduler,

dermatitis generalisata

Limfadenopati generalisata

Infeksi jamur kambuhan ( kandidiasis vagina / keputihan ) pada alat kelamin wanita

Pneumonia berat berulang

Pasien TBC terutama :

TB ekstra pulmonal : limfadenitis TB, efusi pleura TB, TB intestinal, TB


peritoneal, TB kulit

TB paru + kandida oral

TB MDR , TB-XDR

Curiga HIV secara klinis :

Riwayat perilaku seksual

Riwayat penggunaan narkoba

Riwayat pekerjaan : pelaut, sopir truk, dll

Riwayat bekerja di daerah endemis dengan perilaku risiko tinggi

Riwayat transfusi

Perhatikan ciri khas / tanda kelompok risiko misal : tato , perilaku tertentu

Sekarang HIV sudah berkembang pada bukan kelompok risti misal ibu rumah
tangga

DIAGNOSIS Laboratorium HIV


Diagnosis Laboratorium :
Serologis / deteksi antibodi : rapid tes, ELISA, Western Blot ( untuk konfirmasi )

Deteksi virus : RT-PCR, antigen p24


Indikasi :
Pasien secara klinis curiga AIDS
Orang dengan risiko tinggi
Pasien infeksi menular seksual
Ibu hamil di antenatal care ( PMTCT )
Pasangan seks atau anak dari pasien positip HIV
Perhatikan negatif palsu karena periode jendela.
Pada risiko tinggi , tes perlu diulang 3 bulan kemudian, dan seterusnya tiap 3
bulan.
Hati-hati positif palsu terutama pada pasien yang asimptomatik.
Pemeriksaan serologi harus dikonfirmasi dengan western blot, atau setidaknya
harus dengan strategi 3 test dengan metode berbeda yang melibatkan ELISA.

Penatalaksanaan
Pengobatan suportif :
Sebagian besar pasien malnutrisi : perlu dukungan nutrisi
Multivitamin : B-complex, C, E, selenium
Pengobatan simptomatik
Dukungan psikososial : depresi, ansietas
Pengobatan Infeksi Oportunistik ( IO )

Pencegahan IO : kotrimoksasol
Pengobatan antiretroviral ( ARV )
Pengobatan antiretroviral (ARV )

Memulai ARV
Paling penting : Pasien harus sudah siap ; hambatan terhadap kepatuhan berobat seumur
hidup harus sudah dapat diatasi
Konseling tentang ARV dan kepatuhan berobat
Sebelum mulai ARV perlu dilakukan :
Menilai ada tidaknya hambatan terhadap kepatuhan
Risiko toksisitas jangka pendek dan panjang
Penilaian awal laboratorium :
CD4 dan viral load ( bila memungkinkan )

Darah lengkap, profil lipid, gula darah, fungsihepar/ginjal


Jangan gunakan obat tunggal atau 2 obat
Selalu gunakan minimal kombinasi 3 ARV disebut:
HAART (Highly Active Anti Retroviral Therapy)
Kombinasi ARV lini pertama pasien nave ( belum pernah pakai ARV sebelumnya) yang
dianjurkan:
2 NRTI + 1 NNRTI
Di Indonesia :
linipertama:

AZT + 3TC + EFV atau NVP

alternatif:

d4T + 3TC + EFV atau NVP


AZT ataud4T + 3TC + 1 PI (LPV/r)

Terapi seumur hidup, mutlak perlu kepatuhan ok risiko cepat terjadi resistensi bila sering
lupa minum obat
Masalah pengobatan ARV & profilaksis
1. ResistensiARV
Penyebab utama:
Kepatuhan / adherence rendah
Faktor risiko:
Usia muda
Narkoba aktif
Masalah psikososial-finansial terutama depresi

Kurang motivasi & dukungan,


Kurang pengawasan dari petugas medis / lay support
2. Efek samping obat terutama alergi obat
Ruam kulit: rifampisin, kotrimoksasol, nevirapin
Mual, muntah, sakit kepala : AZT, LPV/r
Gangguan fungsi hati / ikterik :NVP, rifampisin
Anemia , leukopenia : AZT, kotrimoksasol
3. Interaksi obat lain dengan ARV :
Rifampisin dengan NVP
Antijamur : ketokonazole, itrakonazol
Antidepresan : trisiklik, SSRI
Benzodiazepin : diazepam, alprazolam
4. Efek samping obat

sering : anemia + leukopenia akibat AZT ruam kulit ringan berat karena NVP , ABC
hepatotoksik:
Sering NVP,
Bila koinfeksi HBV / HCV
Bersama dengan anti-T
Bersama obat anti jamur
Gangguan saluran cerna : rifampisin, AZT
Neuropati : d4T, ddI

Komplikasi
Infeksi oportunistik ( IO ) tersering di Indonesia :
Infeksi saluran napas :
Tuberkulosis paru & ekstraparu t.u. limfadenitis TB
Pneumosistis pneumonia ( PCP )
Pneumonia bakteri berat
Infeksi mulut & saluran cerna :
Kandidiasis mulut ( tersering ) & esofagus
Diare kronis : TB-intestinal, berbagai parasit
Susunan saraf pusat ( neuro-AIDS )
Toksoplasma ensefalitis
Kriptokokkus meningitis
Mata : sitomegalovirus retinitis

Anda mungkin juga menyukai