Anda di halaman 1dari 36

PENYAKIT ASMA

Penyakit asma merupakan kelainan saluran pernapasanyang ditandai dengan


inflamasi saluran napas kronik dengan episode obstruksi saluran napas akut akibat
adanya stimulasi oleh berbagai macam alergi.
Faktor pencetus timbulnya asma di antaranta adalah sebagai berikut.
1.
2.
3.
4.

Zat alergi (bulu binatang).


Infeksi saluran napas.
Pengaruh udara.
Faktor Fisikis.
Beberapa gejala dan tanda pada penyakit asma adalah sebagai berikut.

1. Sesak napas tiba-tiba.


2. Riwayat serangan asma sebelumnya.
3. Riwayat atopi pada keluarga.
4. Gejala utama :ekspirasi memanjang dan wheezing (+) (dapat juga disertai
takikardi, retraksi suprasternal dan sianosis).
Pengaruh Kehamilan terhadap Timbulnya Serangan Asma
Tidak dapat di prediksi dan tidak selalu sama pada setiap penderita. Pada seorang
penderita asma pun serangan tak sama pada tiap kehamilannya. Kurang dari 1/3
penderita akan membaik dalam kehamilan. Lebih dari 1/3 akan menetap,kurang
dari 1/3 lagi, menjadi buruk atau serangan bertambah. Biasanya serangan timbul
mulai usia kehamilan 24-36 minggu dan pada akhir kehamilan serangan jarang
terjadi.
Pengaruh asma pada ibu dan janin bergantung pada sering dan beratnya
serangan karena ibu dan janin akan kekurangan oksigen/hipoksia. Jika keadaan
ini tidak diatasi, akan terjadi keguguran, persalinan prematur, atau gangguan
pertumbuhan janin.

Asuhan Kebidanan yang Diberikan

1. Pada kehamilan
Penderita asma di bawah pengawasan medis sepanjang kehamilannya
memiliki kesempatan yang sama baiknya untuk menjalani kehamilan yang
normal. Jika asma dalam kondisi terkendali, hanya memiliki sedikit efek pada
kehamilan. Tujuan utamanya adalah pencegahan episode hipoksia untuk ibu
dan janin. Sebagai bidan, kita harus memberikan edukasi dan nasihat pada
pasien

untuk

menghindarin

atau

mengontrol

pencetus

asma

(zat

alergi,merokok,aspirin, dan aktivitas fisik berlebih). Usahakan untuk


menghindari flu dan infeksi pernapasan lain, serta segera obati dengan obat
2.

yang telah diresepkan dokter apabila terjadi serangan asma.


Pada persalinan
Diusahakan persalinan per vaginam. Bila penderita dalam serangan, kala II
diperpendek dengan tindakanvakum/forsep (kolaborasi). Seksio dilakukan
hanya atas indikasi obstetri.

BAB 3
INFEKSI YANG MENYERTAI KEHAMILAN DAN PERSALINAN
SIFILIS
Sifilis adalah infeksi kronis menular yang disebabkan oleh bakteri berbentuk
spiral (spirochaeta) yaitu Treponema pallidum.
Gejala yang timbul pada penyakit sifilis adalah senagai berikut.
1. Penderita akan merasa demam.
2. Malaise (malas,lesu,tidak bergairah).
3. Limfadenitis (radang pada kelenjar getah bening).
4. Kondilomata (terdapat benjolan pada labia mayora).

Cara penularan penyakit sifilis diantaranya adalah sebagai berikut.


1. Kontak langsung dengan lesi infeksi.
2. Hubungan seksual
3. Setelah kehamilan ke-15 dapat menginfeksi janin melalui plasenta.
4. Masa inkubasi berkisar dari 10-90 hari, tetapi biasanya kurang dari 6
minggu.
Beberapa pengaruh penyakit sifilis terhadap kehamilan adalah sebagai berikut.
1. Komplikasi pada kehamilan lanjut dan infeksi intrauteri dapat
menyebabkan: prematuritas, pertumbuhan janin terlambat, stillbirth, dan
kematian neonatal.
2. Dapat terjadi sifilis kongenital apabila terjadi kegagalan terapi, PNC yang
kurang, dan skrining prenatal tidak adekuat.
Sifilis kongenital merupakan infeksi yang didapat janin dari dalam kandungan
yang dapat mengakibabtkan bayi baru lahir tidak dapat berkembang dengan baik.
1. Sefilis kongenital dini: gejala timbul dalam 2 tahun pertama kehidupan.
Terdapat tanda-tanda pada bagian tibia menjadi tajam, bagian frontal
menonjol ke depan.
2. Sifilis kongenital lanjut: gejala timbul setelah usia 2 tahun. Terdapat tandatanda keratitis, tuli, sodde nose, dan komplikasi lain pada tulang dan saraf.
CYTOMEGALO VIRUS (CMV)
CMV adalah virus DNA yang merupakan anggota keluarga herpes virus sehingga
menimbulkan kemampuan letensi. Virus ini merupakan penyebab infeksi perinatal
tersering. Bukti infeksi pada janin ditemukan 0,5 sampai 2% dari semua neonatus.
Gejala. Ibu yang terinfeksi CRV biasanya tidak menunjukkan gejala yang nyata
karena biasanya CRV datang pergi tanpa gejala.
Cara Penularan
Virus ditularkan melalui cara-cara berikut ini.
1. Secara horizontal melalui percikan ludah, air liur (saliva), dan urine.
2. Secara vertikal dari ibu ke janin-bayi
3. Sebagai penyakit menular seksual.
Diagnosis
1. Prenatal
Efek infeksi pada janin dideteksi dengan USG, CT Scan, atau MRI. Dapat
dijumpai

mikrosefalus,

ventrikulomegali,

atau

kalsifikasi

sereblum.

Amniosintesis dilakukan untuk biakan virus atau kordosintesis untuk


mendeteksi IgM dalam memastikan kecurigaan kasus infeksi primer.
2. Maternal
Dengan mengisolasi virus dalam biakan urine/sekresi atau uji serologi.
Dampak pada Kehamilan
Tidak terdapat bukti bahwa kehamilan meningkatkan risiko. Risiko penularan
pada janin tertinggi dalam trimester pertama dan kedua, sementara infeksi
trimester ketiga biasanya tanpa gejala sisa. Infeksi 10-20% simtomatik sewaktu
lahir. Contoh: IUGR, karioretinitis, mikrosefali, pengapuran otak, hepato
plasmomegali dan hidrosepalus. Infeksi 80-90% asimtomatik sewaktu lahir, tetapi
menunjukkan keterbalakangan mental seperti gangguan visual, kehilangan
pendengaran yang progresif, dan perkembangan psikomotorik terlambat.
Pemeriksaan Laboratorium
1. Anti CRV IgM dan IgG, iGg aviditas.
2. Pemeriksaan dilakukan pada saat ibu merencanakan kehamilan, awal
kehamila, selanjutnya dipantau setiap trimester sampai akhir kehamilan jika
hasil pemeriksaan sebelunya negatif.
Hasil dan Tindak Lanjut
1. IgG (-) periksa ulang beberapa minggu kemudian, jika hasil tetap IgG (-)
berarti tidak terinfeksi dan lakukan langkah pencegahan. Sementara itu, jika
IgG (+) : lakukan pemeriksaan konfirmasi IgM dan IgG aviditas, jika IgM (+)
dan IgG aviditas rendah berarti infeksi primer perlu pemeriksaan lebih lanjut
apakah janin terinfeksi atau tidak.
2. IgG (+): sudah pernah terinfeksi di masa lalu, karene itu sudah kebal terhadap
CRV. Tidak diperlukan pemeriksaan lanjut, kecuali pada kehamilan berikut
untuk melihat jumlah titer IgG, apakah masih mencukupi atau tidak.
Pencegahan
Kesehatan perlu dijaga dengan baik pada situasi yang berisiko tinggi. Misalnya,
tersedianya unit rawat intensif neonatal, pusat rawat berobat jalan, dan unit
dialisis. Transfusi ibu dengan darah positif CVM harus dihindari.
RUBELLA

Rubella (campak Jerman) adalah infeksi virus yang dapat menyebabkan infeksi
kronik intrauterin, mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin. Rubella di
sebabkan oleh virus plemorfis yang mengandung RNA. Virus ini ditularkan
melalui droplet dari ibu hamil kepada janin.
Tanda dan gejala pada penyakit Rubella adalah sebagai berikut.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Demam ringan, pusing, mata merah.


Sakit tenggorokan.
Ruam kulit setelah demam turun ( warna merah jambu ).
Kelenjar limfe membengkak.
Persendian bengkak dan nyeri pada beberapa kasus.
Fotofobia
Abortus spontan.
Radang artritis atau ensefalitis.
Pada ibu hamil kadang tanpa gejala.

Dampak pada Kehamilan


1. Insidensi anomaly congenital: bulan pertama 50%, bulan kedua 25% , bulan
ketiga 10%, dan bulan keempat 4%. Pemaparan pada bulan pertama dapat
menyebabkan malformasi jantung, mata, telinga, atau otak. Pemaparan bulan
keempat: infeksi sistemik, retardasi pertumbuhan intrauterin.
2. Infeksi rubella kongenital dapat menyebabkan sindrom rubella kongenital
yang terdiri atas hal-hal berikut ini.
a. Pertumbuhan janin yang terlambat (merupakan kondisi yang paling sering
terjadi).
b. Katarak yang dapat terjadi pada satu atau kedua mata. Katarak adalah
pemutihan lensa mata sehingga mengakibatkan kebutaan menetap.
Kelainan katarak ini biasanya disertai dengan bola mata yang kecil.
c. Kelainan jantung bawaan.
d. Hilang fungsi pendengaran akibat proses infeksi yang terjadi pada saraf
pendengaran.
e. Radang otak dan selaput otak.
Pengobatan Infeksi Rubella
Tidak ada obat spesifik untuk mengobati infeksi virus rubella. Obat yang
diberikan biasanya bersifat untuk meringankan gejala yang timbul. Hanya saja
pada anak-anak dan orang dewasa, gejala-gejala yang timbul adalah sangan
ringan. Bayi yang lahir dengan sindrome rubella kongenital, biasanya harus

ditangani secara saksama oleh para ahli. Semakin banyak kelainan bawaan yang
diderita akibat infeksi kongenital, semakin besar pula pengaruhnya pada proses
pertumbuhan dan perkembangan anak. Biasanya infeksi rubella kongenital
dipastikan dengan pemeriksaan serologi segera setelah bayi lahir, yaitu dengan
terdeteksinya IgM Rubella pada darah bayi.
Pencegahan Penularan Virus Rubella
Cara yang paling efektif untuk mencegah penularan virus rubella adalah dengan
pemberian imunisasi. Saat ini imunisasi yang dapat diberikan untuk mencegah
rubella adalah dengan pemberian vaksin MMR (Measles, Mumps, Rubella),
pemberian imunisasi MMR pada wanita usia reproduktif yang belum mempunyai
antibodi terhadap virus rubella amatlah penting untuk mencegah terjadinya infeksi
rubella kongenital pada janin. Setelah pemberian imunisasi MMR, penundaan
kehamilan harus dilakukan selama 3 bulan.
Pemeriksaan Laboratorium
1. Anti-Rubella IgM dan IgG, aviditas IgG bila perlu.
2. Pemeriksaan penyaringan (skrining) dilakukan pada saat ibu merencanakan
kehamilan, awal kehamilan (minggu 1-17), wanita hamil yang dicurigai
kontak dengan virus atau terdapat gejala klinis.
Hasil dan Tindak Lanjut
1. IgG (+): sudah pernah terinfeksi di masa lalu sehingga sudah kebal terhadap
Rubella. Tidak diperlukan pemeriksaan lanjut, sampai dengan kehamilan
berikut.
2. IgG (-), IgM(-)/(+): periksa ulang 1-4 minggu kemudian jika hasil tetap
IgG(-), IgM (-) berarti belum pernah terinfeksi, oleh karena itu, hindari
sumber infeksi dan lakukan vaksinasi jika kehamilan belum terjadi.
Sementara itu, jika IgG (+) DAN IgM (+) berarti Gg(-) dan IgM (+) berarti
IgM tidak spesifik, dan belum pernah terinfeksi. Oleh karena itu lakukan
tindakan preventif dan vaksinasi jika kehamilan belum terjadi.

HERPES

Beberapa definisi dari herpes adalah sebagai barikut.


1. Herpes genitalis: infeksi homunis pada traktus genitalia bagian bawah.
2. Herpes simpleks: infeksi akut yang disebabkan oleh virus herpes homunis
tipe I dan II yang menyerang daerah mukokutan, seperti adanya vesikel
berkelompok di atas dasar kulit yang sembab dan eritema pada daerah
mukokutan.
Gejala klinis yang mungkin dialami oleh penderita herpes adalah sebagai berikut.
1. Gejala primer biasanya timbul dalam 3-7 hari setelah paparan.
2. Infeksi asimtomatik: parentesia yang ringan dan rasa panas di daerah
perineum dapat terjadi sebelum lesi kelihatan.
3. Jika mukosa vesika urinaria terinfeksi, maka urinisasi sangat nyeri sampai
terjadi retensi urine.
4. Terjadi vesikel jernih pada labia mayora/minora, kulit perineum, vestibula
bahkan sampai vagina dan mukosa ektoserviks.
5. Vesikel yang dialami dalam waktu 1-7 hari membentuk ulkus dangkal dan
nyeri. Bila penyembuhan terjadi, tidak menyebabkan parut/ulserasi.
Pencegahan
Jika baru pertama kali terkena herpes selama hamil, sangat penting untuk segera
melakukan konsultasi. Risiko bayi yang terkena herpes lebih besar jika
mengalami infeksi herpes pertama kali saat akan melahirkan. Saat hamil,jika
pasangan mempunyai riwayat terkena herpes, pastikan pasangan memakai
kondom saat berhubungan seksual selama hamil karena pasangan dapat
menularkan infeksi sampai lesi sembuh. Pemberian antivirus pada ibu yang
terinfeksi dan hamil atau sudah hamil, dapat menolong ibu terbebas dari gejala
herpes pada saat akan melahirkan bayi, jika ibu memiliki gejela herpes pada saat
melahirkan, maka persalinan sebaiknya diselsaikan secara SC karena resiko bagi
janin cukup besar bila persalinan dilakukan pervaginam .
Pemeriksaan laboratorium
1. Anti HSV-1 IgG dan IgM , Anti HSV -2 IgG dan IgM

2. Pemeriksaan dilakukan pada ssat ibu

merencanakan kehamilan dan awal

kehamilan. Bila hasil negative , maka pasangannya. Bila istri (-) pasangan
(+)dengan riwayat herpes genital, maka periksa istri menjelang akhir
kehamilan.
Hasil dan Tindak Lanjut
1. IgG (-): periksa pasangan /suami terhadap anti HSV -2 IgG. Jika suami IgG
(+) lakukan tindakan preventif penularan dengan penggunaan kondom.
Periksa ulang 2 minggu kemudian, jika IgG (-) berarti tidak terinfeksi. Jika
IgG (+) berarti infeksi primer dengan resiko tinggi penularan pada janin .
segra konsul ke dokter, jika terdapat lesi untuk mencegah penularan pada bayi,
biasanya dokter menganjurkan untuk dilakukan SC.
2. IgG (+): infeksi kambuhan, resiko penularan pada janin lebioh keci;l dari
infeksi primer. Jika terdapat lesi, biasanya dokter menganjurkan SC untuk
mencegah penularan pada bayi.
VARICELLA
Varicella/cacar air/ chickenpox adalah penyakit kuli yang disebabkan oleh virus
varicella zoster. Organ tubuh yang diserang adalah kulit, selaput lendir mata dan
mulut, serta kerongkongan dan organ lain misalnya otak . penyakit ini dapat
menyerang semua umur, tetapi anak-anak sering terkena.
Cara Penulran
Varicella cepat menular. Kejadian penulran kepada orang lain sejak 1-2 hari
sebelum munculnya ruam sampai dengan membentuk kerompang. Beberapa
bahaya dan komplikasi dari varicella adalah sebagi berikut.
1. Pada anak.
Paling sering terjadi infeksi pada kuit (kulit menjadi cacat/bopeng ),
enchepalitis (radang otak), dan penoumonia.
2. Pada ibu hamil
a. Trimester I dan II. Keguguran, bayi lahir mati, bayi cacat, BBLR, cacar air
pada masa bayi

b. Trimester II , bila >6 hari sebelum melahirkan,maka bayi akan terkena


cacat air ringan. Bila<6 hari sebelum atau sesudah melahirkan , bayi akan
mengalami cacar air berat bahkan bias meninggal.
Pencegahan
Vaksinasi merupakan langkah bijaksan dalam perlindungan terhadap virus
varicella zoster dan komplikasinya. Vaksin dapat diberikan sedini mungkin.
Namun, apabila dikehendaki orang tua, vaksin dapat diberikan setelah umur >1
tahun. Apabila vaksin diberikan pada umur > 13 tahun, maka imunisasi diberikan
2 kali dengan jarak 4-8 minggu.
TOKSOPLASMOSIS
Toksoplasmosis adalah suatu infeksi protozoa yang disebabkan oleh Toxoplasma
gondii. Infeksi ini ditularkan oleh organism berkista dengan memakan daging
mentah atau kurang matang yang terinfksi atau kontak dengan ketoran kucing
yang terinfksi.
Manifestasi Klinis
1. Infksi pada ibu hamil
a. Sebagian besar asimtomatik
b. Limpadenopati disertai malaise, nyeri kepala,nyeri tenggorokan, nyeri
otot, dan kelelahan tanpa disertai demam.
2. Infeksi pada bayi
Diagnosis infeksi Toxo congenital biasanya baru dipikirkan bila pada bayi
baru lahir tampak hidrosefalus,retardasi mental, choriorentitis,hepatitis,
pneumonia,miositis,dan limpadenopati
Pencegahan
1. Pada ibu hamil
Hindari mengonsumsi daging mentah, hindari kontak mata dan mulut saat
mengolah daging mentah, hindari kontak barang yang terpapar ketoran kucing
yang terinfksi . Abortus bisa dipertimbangkan sebagai satu pilihan
2. Pada janin

Identifikasi wanita yang berisiko tinggi melalui skrining serologi. Terapi


selama hamil dapat hamil dapat menurunkan infeksi 60%
Pemeriksaan Laboratorium
1. Anti Toxoplasma IgM dan IgG, IgG avidity (bila perlu)
2. Pemeriksaan dilakukan pada saat ibu merencanakan kehamilan, awal
kehamilan , selanjutnya dipantau setiap trimester sampai akhir kehamilan jika
hasil permeriksaan sebelumnya negatif
Hasil dan Tindak Lanjut
1. IgG(-),IgM (-): belu pernah terinfeksi ,oleh karena itu belum kebal terhadap
tokso. Harus dipantau setiap trimester sampai akhir kehamilan. Lakukan
tindakan preventif dengan menjauhi sumber infeksi/penularan
2. IgG (-), IgM (+): infeksi sedang terjadi,masih ditahap awal sehingga IgG
belum terbentuk. Lakukan pemeriksaan ulang 2-3 minggu kemudian ,apakah
IgG menjadi positif, jika hasilnya tetap (-) berarti IgM tidak spesifik dan ibu
tidak terinfeksi. Harus dipantau setiap trimester sampai akhir kehamilan.
Lakukan tindakan preventif dengan menjauhi sumber infeksi/penularan.
3. IgG (+), IgM (-): infeksi sudah pernah terjadi sebelumnya, dan sudah memiliki
kekebalan terhadap tokso yang nantinya melalui plasenta dapat diberikan pada
janin sehingga janin terlindung.
4. IgG(+), IgM (+): ada dua kemingkinan ,yaitu infksi primer (pertama kali dala
selang waktu yang tidak lama) atau infeksi lama dengan sisa IgM. Dipastikan
dengan melakukan pemeriksaan IgG Avidity dan dengan melihat ada tidaknya
kenaikan titer IgG
Terapi
1. Infeksi yang terjadi sebelum konsepsi tidak memerlukan terapi spesifik, jika
diperlukan hanya diberikan terapi simtomatik
2. Jika terinfeksi (tersangka infeksi )dalam kehamilan:
a. Trimester I: spiramycin 3x3 Miu/ hari selama 3 minggu, kemudian diulang
setelah intervak 2 mingu sampai aterm.
b. Trimester II dan III :

Spiramycin 3x3 mIU/hari selama 3 minggu,diulang setelah interval 2

minggu sampai aterm atau


Primethamine /sulfonamide/Asam folat selama 3 minggu, dilanjutkan

spiramycin 3-6 minggu


c. USG untuk melihat keadaan janin
INFEKSI TRAKTUS URINALIS
Infeksi traktus urinalis/ infeksi saluran kemih adalah infeksi bakteri yang paling
sering dijumpai selama kehamilan. Walaupun bakteriuria asimtomatik merupakan
hal biasa, infeksi simtomatik merupakan hal biasa, infeksi simtomatik dapat
mengenai

saluran

bawah

yang

menyebabkan

sistitis,

atau

menyerang

kaliks,pelvis,dan parenkim ginjal sehingga menyebabkan pielonefritis.


Beberapa pengaruh infeksi traktus urinalis pada kehamilan adalah sebagai berikut
1. Terjadi insiden kelahiran preterm, mortalitas perinatal meningkat, dan
peningkatan insiden bayi berat lahir rendah
2. Terdapat juga peningkatan insiden anemia dan hipertensi kehamilan.
Masa Nifas
Pada masa nifas dini, sensitivitas kandung kemih terhadap tegang air kemih di
dalam vesika sering menurun akibat trauma persalinan, serta analgesik epidural
atau spinal. Sensasi perengangan kandung kemih juga mungkin berkurang akibat
rasa tidak

nyaman yang ditimbulkan oleh episiotomy yang lebar, laserasi

periuretra, atau hematom dinding vagina. Setelah melahirkan,terjadi dieresis


peningkatan produksi urine dan distensi kandung kemih. Overdistensi yang
disertai kateterisasi untuk mengeluarkan air kemih sering menyebabkan infeksi
saluran kemih.
Hepatitis B
Infeksi hepatitis B kadang tidak disadari karena hanya menimbulkan demam
ringan. Hanya 30 % penderita yang mengalami gejela.

Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada penderita hepatitis B adalah sebagai
berikut.
1. Kuning, mual, muntah, nyeri perut kanan atas
2. Diagnosis ditegakkan dengan mengendalakn

pemeriksaan

darah

spesifik(HbsAg-HBs) dan funsi hati yaitu enzim SGOT dan SGPT


Cara penularan penyakit hepatitis B adalah sebagai berikut
1. Secara vertical dari ibu ke bayi
2. Hubungan seksual
3. Penggunaan jarum suntik bersamaan
Bahaya Hepatitis
Sebagian yang terinfeksi akan sembuh sendiri dan tidak menetap menjadi kronik,
hanya 2-6% menjadi kronik. Namun, apabila telah terinfeksi dari kecil/lahir
kemungkinan 60% menjadi kronik. Hepatitis kronik akan berkembang menjadi
sirosis (yaitu hati terbentuk jaringan parut, mengecil dan terjadi gangguan fungsi
hati). Dalam 20 tahun sirosis berkembang menjadi kanker hati.
Sembilan dari sepuluh bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi hepatitis B akan
menjadi karier seumur hidup bila tidak mendapat imunisasi. Satu dari empat bayi
akan meninggal karena gangguan hati dimasa dewasa, sedangkan 19 dari 20 bayi
yang mendapat imunisasi akan mendapat perlindungan seumur hidup.
Pengaruh Pada Kehamilan
Dapat menyebabkan bayi berat lahir rendah dan premature. Penularan ka bayi jika
ibu terinfeksi pada trimester III adalah sebesar 60-90%, sedangkan pada trimester
I hanya 10%.
Saat nifas dan menyusui. Ibu dengan hepatitis B tetap boleh menyusui setelah
bayinya sudah mendapatkan imunisasi HBIG dan vaksin hepatitis B selama 12
pertama kelahiran. Belum pernah dilaporkan ada penularan infeksi hepatitis B
melalui ASI. Dalam ASI justru terdapat zat protektif yang dapat membunuh virus
hepatitis B. awasi putting susu ibu jangan sampai terluka atau lecet. Setiap selesai

menyusui bersihkan dengan air hangat tanpa sabun karena sabun dapat membuat
kulit kering dan mudah luka.
Table 3.1 membaca Hasil Laboratorium
Pemeriksaan
HBsAg
Anti-HBs
Anti-HBc

Hasil
Negative
Negative
Negative

Belum

Interprestasi
pernah terinfeksi dan

belum

memiliki kekebalan tubuh.

HBsAg
Anti-HBs
Anti-HBc

negatif
Positif
Positif

Sudah memiliki kekebalan tubuh karena

HBsAg
Anti-HBs
Anti-HBc

Negatif
Positif
Negatif

Sudah

infeksi di masa lampau.


memiliki

kekebalan

karena

vaksinasi hepatitis B

HBsAg
Anti-HBs
Anti-HBc
IgM anti-HBc

Positif
Negative
Positif
Positif

Infeksi akut hepatitis B

HBsAg
Anti-HBs
Anti-HBc
IgM anti-HBc

positif
Negative
Positif
Negative

Infeksi kronik hepatitis B

HIV-AIDS
Human Imunnodeficieny Virus (HIV) adalah virus yang menyerang kekebalan
tubuh manusia. Virus ini jenis retrovirus RNA dengan nama T-cel Lymphatropic
virus. Virus yang masuk kedalam tubuh menyerang sel darah putih dan
merusaknya sehingga sel darah putih yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap
infeksi akan berkurang jumlahnya. Akibatnya system kekebalan tubuh menjadi
lemah dan penderita mudah terkena berbagai penyakit (AIDS).

Acquired Immunodefficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala penyakit


yang timbul karena rendahnya daya tahan tubuh. Sebesar 89% penderita HIV
berkembang menjadi AIDS.
Berikut adalah cara penularan HIV/ AIDS adalah sebagai berikut.
1.
2.
3.
4.

Hubungan seksual
Transfuse darah atau tertusuk jarum
Terpapar mukosa kulit
Transmisi dari ibu ke janin : selama hamil, saat persalinan (50%), dan ASI
(14%).

Gejala dari HIV/AIDS adalah sebagai berikut.


1. Mayor
a. Berat badan turun 10% dalam satu bulan
b. Diare kronik > 1 bulan.
c. Deman > 1 bulan.
d. Kesadaran turun dan gangguan neurologi.
e. Enselofati HIV: gangguan kognitif, motorik dan tingkah laku.
2. Minor
a. Batuk menetap > 1 bulan.
b. Dermatitis generalisata gatal
c. Herpes zoster yang berulang
d. Candidiasis orofaring.
e. Herpes simpleks kronik progresif
f. Limpadenopat generalisata.
g. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita.
Transmisi HIV dari Ibu ke Anak
Pada kelompok wanita usia subur, kehamilan sering terjadi. Oleh karena itu,
program khusus dan perhatian diperlukan keduanya pada transmisi perinatal dan
pengertian keterlibatan dan kehamilan terhadap kesehatan ibu itu sendiri.
Transmisi vertical HIV dari ibu ke anak dapat timbul intrauterine, selama
persalinan atau postpartum. Transmisi vertical timbul mendekati 25-30% bayi
yang lahir dari ibu yang tidak mendapat pengobatan anti virus selama kehamilan,
sedangkan waktu terajdinya infeksi vertical dari HIV belum dapat ditentukan
dengan baik. transmisi intrauterine telah ditunjukkan secara langsung dengan

deteksi virus pada jaringan abortus fetal kebanyakan episode dari infeksi
kongental HIV timbul selama periode intrapartum, mungkin berhubungan dengan
terpaparnya bayi terhadap darah ibu yang terinfeksi dan secret serviks atau vagina,
sebagaimana mikrotranfusi dari ibu-anak muncul selama kontraksi uterus.
Transmisi intrapartum virus mendukung kenyataan bahwa 50-70% anak
terinfeksi memiliki tes virologi negative pada saat lahir, dan menjadi positif pada
saat usia 3 bulan. Ditunjukkan bahwa anak yang lahir pertama dari kembar dua
berada pada resiko lebih tinggi mengalami infeksi dibandingkan yang lahir kedua,
mungkin karena lebih lamanya paparan terhadap sekresi mukosa servikovaginal.
Peningkatan resiko transmisi telah digambarkan selama persalinan yang
memanjang, pecah ketuban yang lama, perdarahan plasenta, dan adanya cairan
amniom yang mengandung darah.
Infeksi transplasenta telah dilaporkan dan tampaknya menjadi jalan utama
transmisi, namun mekanisme yang pasti tetap belum diketahui. HIV telah secara
langsung diisolasi dari plasenta, cairan amnion, dan produk awal konsepsi. Pasase
transplantasi HIV muncul pada 30% kehamilan yang dipengaruhi, dipertinggi oleh
jumlah limfosit T helper (kurang dari 400/mm3), atau kesakitan maternal yang
lanjut. Penentuan kejadian infeksi vertical dikomplikasikan oleh sulitnya
membuat diagnosis neonatal karena antibody IgG maternal terhadap HIV secara
pasif meleawati plasenta. Semua bayi lahir dengan ibu HIV antibody positif akan
memiliki antibody positif saat lahir. Antibody maternal dapat tetap terdeteksi pada
sirkulasi bayi hingga 15 sampai 18 bulan.
Pencegahan transmisi infeksi HIV dari ibu ke anak
Pencegahan transmisi vertical infeksi HIV dilakukan antepartum, peripartum,
serta asuhan pediatric dari ibu terinfeksi dan bayi dengan menghindai paparan
terhadap darah dan cairan tubuh.
Manajemen antepartum

Evaluasi antepartum pada pasien HIV positif harus meliputi pengamatan klinis
dan laboratorium untuk disfungsi imun, perkembangan penyakit, serta infeksi
oportunistik. Studi fungis imun harus meliputi penghitungan lengkap sel darah,
jumlah total sel T, dan sel CD4+(CD8+) tiap trimester.
Intervensi farmasi. Penelitian tentang pelaksanaan pengobatan antiretrovirus
profilaksis telah dimulai untuk mendapatkan informasi berkenaan dengan
kemungkinan penurunan transmisi vertical. Strategi yang mengarah pada
pencegahan atau penurunan insiden transmisi infeksi HIV secara maternal telah
difokuskan

pada

penggunaan

zidovudine

(ZDV).

Data

yang

tersedia

memperlihatkan bahwa mayoritas bayi mendapat infeksi pada periode peripartum


yang mendukung kemanjuran terapi selama kehamilan dan periode inpartum
sampai saat melahirkan.
ZDV pada kenyaaannya merupakan agen antiretrovirus pertama yang
disetujui digunakan untuk HIV dimana prosesnya menghambat reverse
transcriptase dari virus dengan mencegah ikatan fosfodiester yang dibutuhkan
untuk replikasi asam nukleat. Persetujuan diberikan oleh administrasi makanan
dan obat-obatan berdasarkan hasil studi double blind yang membandingkan ZDV
(1.500mg/dl) dengan placebo diantara pasien dengan infeksi lanjut HIV. Selama 6
bulan evaluasi, follow up perkembangan dari penyakit termasuk kematian lebih
sering terjadi pada pasien yang menerima placebo. Pada studi ACTG selanjutnya
menunjukkan bahwa dosis rendah ZDV dapat menghasilkan keuntungan yang
sama dengan efek samping yang lebih sedikit. Studi serupa memeriksa efek ZDV
pada pasien dengan penyakit HIV lanjt menengah yang menunjukkan keuntungan
selama periode follow up yang relati singkat. Sebagai hasil dari penelitian ini dan
data lain, panel neonatal institute of allergy and infectious disease membuat
rekomendasi bahwa monoterapi dengan ZDV mulai diberikan ketika jumlah sel
CD4+ menurun sampai <500 sel/mm3.
Tidak lama sebelum pembatasan ZDV sebagai monoterapi diketahui, para
ahli mulai merencanakan percobaan penggunaannya pada kehamilan untuk
menyela transmisi dari ibu keanak. Pada saat itu, pengetahuan tentang keamanan

agen sangat sedikit. Diketahui bahwa pada awalnya obat dimetabolisme oleh
hepar, dimana selanjutnya ginjal menangani metabolitnya. Efek samping ZDV
yang paling sering dijumpai adalah supresi sumsum tulang belakang. Efek
samping lainnya yang diketahui adalah gangguan hati, demam, miopati, asidosis
laktat, dan reaksi hipersensitivitas. Resiko teratogenitas dan mutagenitas sangat
sedikit dipelajari. Secara ini vitro, zidovudin mempunyai efek mutagen, dan pada
in vitro cell transformation essay pada mamlia ZDV positif pada kosentrasi 0,5
gram/ml.
Berdasarkan data yang dikumpulkan percobaan ACTG 076 yang
dilaksanakan tahun 1991, wanita yang berpartisipasi secara acak mendaftar untuk
menerima baik ZDV atau placebo. Pada kelompok ZDV, terapi maternal baik
antepartum dan intrapartum dikombinasikan dengan terapi neonates selama 6
bulan. Regimen ZDV termasuk ZDV antepartum (100 mg oral 5x/hari),
intrapartum ZDV (2 mg/kgBB diberikan intravena 1 hari kemudian 1 mg/kg per
hari sampai melahirkan) dan ZDV untuk bayi baru lahir (2 mg/kg oral tiap 6 jam
selama 6 minggu).
Segera setelah temuan ACTG 076 dipublikasikan, pada percobaan ACTG
185 bagaimanapun juga menunjukkan hasil yang sama dapat dicapai bahkan di
antara wanita yang mengalami paparan sebelumnya terhadap obat antiretrovirus
atau yang menunjukkan jumlah sel CD4+ kurang dari 200/mm3. Beberapa tahun
selanjutnya setelah publikasi hasil ini, ribuan wanita menggunakan ZDV selama
kehamilannya.
Manajemen intrapartum
Hamper semua AIDS pediatric dihasilkan dari transmisi intrapartum. HIV telah
ditemukan pada secret serviks vagina. Suatu laporan internasioanal bayi-bayi
kembar dari ibu yang terinfeksi HIV mendukung pendapat bahwa infeksi
intrapartum dapat timbul dari persalinan melalui secret vagina yang terinfeksi
HIV.
Intervensi intrapartum lainnya sudah diteliti. Salah satu strategi adalah
pembersihan jalan lahir dengan agen pembunuh virus. Pendekatan ini menarik

karena lebih murah, resiko rendah, dan mudah dilakukan. Chlorhexidine telah
tebukti digunakan melawan penyakit infeksius lainnya seperti grup sterptokokus
dan secara in vitro mempunyai aktivitas melawan HIV. Oleh karena itu, bigar dkk,
melakukan percobaan pembersihan manual jalan lahir dengan bantalan kapas yang
direndam dalam 0,25% chlorhexidine dan melaporkan temuaanya pada tahun
1996 (lebih dari 3.000 wanita pada setiap kelompok studi chlorhexidine dan
plasebo), yaitu tidak ada reaksi berlawanan; sejumlah kecil presentase wanita
yang mengalami pecah ketuban lebih dari 4 jam, tidak mendapat keuntungan
dalam mengurangi transmisi dari ibu ke anak.
Intervensi obstetric.

The committee on obstetric practice of the American

college of obstetric and ginecology merekomendasikan bahwa semua wanita


terinfeksi HIV, tanpa melihat apakah mereka sudah mendapat atau tidak terapi
antirtrovirus harus ditawrkan section caesarea (sc) yang terjadwal pada kehamilan
38 minggu dan sebelum pecah ketuban. Keputusan untuk melakukan SC setelah
terjadinya persalinan atau ketuban pecah sebelum waktunya harus bersifat
individual sejak keuntungan pada keadaan ini masih belum jelas.
Sebagai tambahan kekurangan dari meta analisis adalah kebanyakan studi
tidak dianalisis secara terpisah antara SC elektif dan emergensi. Perbedaan SC dan
emergensi dilakukan sebelum persalinan dan sebelum pecah ketuban. Oleh karena
SC elektif dapat mencegah transmisi darah maternal-fetal yang muncul selama
persalinan, sama halnya dengan paparan terhadap secret genital maternal yang
infeksius. SC elektif diharapkan dapat menjadi lebih elektif dalam mencegah
transmisi.
Data dari studi kohort profektif, yaitu French perinatal cohort dan swiss
neonatal HIV studi group mendemostrasikan pengurangan kejadian dari transmisi
HIV perinatal antara wanita yang menerima ZDV dan menjalani SC elektif.
Kejadian transmisi HIV untuk ibu yang melahirkan dengan SC elektif 0,8%; SC
emergensi 11,4% dan persalinan pervaginam 6,6%.
Beberapa penelitian tersebut menyarankan bahwa diantara wanita yang
secara optimal diobati dengan antiretrovirus, SC dapat memiliki efek yang penting

dalam mengurangi kejadian transmisi HIV dari ibu kea anak. Selain itu, juga
mengindikasikan bahwa bila dibandingkan dengan cara persalinan lainnya, SC
yang dilakukan sebelum persalinan dan sebelum pecah ketuban (SC elektif) secara
bermakna dapat mengurangi kejadian transmisi HIV perinatal. Wanita terinfeksi
HIV harus disarankan SC terjadwal untuk mengurangi kejadian transmisi jauh
dari yang dapat di capai hanya dengan terapi ZDV saja.
Manajemen postpartum
Menyusui merupakan kontraindikasi untuk bayi dari ibu yang terinfeksi HIV di
Negara industry dimana alternative menyusui yang aman tersedia. Bayi-bayi ini
harus mendapat formula buatan sebagai nutrisi pendukungnya. Bagaimanapun
menyusui yang terpapar HIV pada bayi dinegara berkembang menghadirkan
masalah yang kompleks. Kebijaksanaan world health organization (WHO) untuk
menyusui oleh ibu terinfeksi HIV dinegara berkembang telah berubah sejak 1998.
Sebelum tahun tersebut, dinegara-negara dimana menyusui merupakan cara paling
aman member makan untuk bayi infeksi HIV ibu bukan merupakan kontraindikasi
untuk menyusui. Pada cara ini, dalam menyusui memberikan bayi perlindungan
terhadap kematian awal dari diare dan penyakit infeksi umum yang dirasakan
lebih besar resikonya dari pada transmisi HIV melalui air susu ibu. Menyusi lebih
dari usia 12 bulan tidak memuaskan karena meningkatkan resiko transmisi HIV.
Resiko transmisi HIV melalui menyusui ditemukan lebih bermakna dari yang
diketahui sebelumnya, resiko setinggi 28% melebih resiko yang sudah ada pada
kehamilan dan persalinan. Menurut WHO dari tahun1991 sampai 1998 sedikitnya
1 juta akan menjadi terinfeksi dari air susu ibu dan akhir-akhir ini
direkomendasikan penggunaan alternatif air susu ibu yang aman jika tersedia,
seperti susu formula, susu sapi, atau susu kambing.
TIFUS ABDOMINALIS
Tifus abdominalis merupakan penyakit terinfeksi akut usus halus yang disebabkan
oleh bakteri salmonella typhi yang termasuk kedalam tubuh melalui makanan dan
air yang tercemar.

Gejala yang muncul pada penyakit tifus abdominalis adalah sebagai


berikut.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Demam tinggi yang menetap


Pusing
Mual/muntah
Nyeri perut
Diare hebat
Dehidrasi yang gawat (dehidrasi bertambah hebat apabila pasien juga
mengalami hiperemesis gravidarum).

Beberapa pengaruh muncul akibat penyakit ini pada kehamilan adalah sebagai
berikut.
1. Pada ibu yang menderita penyakit ini dalam masa kehamilan, pada masa
nifasnya mempunyai angka kematian yang lebih tinggi (15%)
2. Pada hasil konsepsi, 60-80% hasil konsepsi akan keluar (abortus, partus
imartus, premature atau lahir mati). Lebih dini terjadinya infeksi dalam
kehamilan, lebih besar kemungkinan berakhir kehamilan. Angka
kehamilan janin kira-kira 75%.
Perawatan dan asuhan yang diberikan
1. Pasien harus tirh baring total minimal sampai 7 hari bebas demam typhoid
atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai
dengan pulihnya kekuatan pasien. Perlu dijaga hygiene, kebersihan tempat
tidur, dan peralatan yang dipakai oleh pasien.
2. Perbaiki keadaan umum dan nutrisinya. Pertama pasien diberi diet bubur
saring, kemudian bubur kasar, dan akhirnya nasi sesuai tingkat
kesembuhan pasien. Pemberian vitamin dan mineral yang cukup untuk
mendukung keadaan umun pasien. Diharapkan menjadi keseimbangan dan
hemostasisi, system imun akan tetap berfungsi optimal.
3. Defekasi dan BAK perlu diperhatikan, karena kadang-kadang terjadi
obstipasi dan retensi urine
4. Observasi kehamilan dan komplikasinya
5. Pada saat nifas, pertimbangkan resiko dan keuntungan untuk memberikan
laktasi atau merawat kondisi bayi yang baru dilahirkan. Meskipun basil
tifoid tidak mencapai ASI, tetapi karena ibu sakit berat dan dapat
menularkannya, maka bayi segera dipisahkan dari ibu setelah lahir.

BAB 4
KOMPLIKASI DAN PENYULIT KEHAMILAN TRIMESTER 1
ANEMIA KEHAMILAN
Anemia oleh orang awam dikenal sebagai kurang darah. Anemia adalah suatu
penyakit dimana kadar Hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal.
Anemia berada dengan tekanan darah rendah. Tekanan darah rendah adalah
kurangnya kemampuan otot jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh
sehingga menyebabkan kurangnya aliran darah yang sampai keotak dan bagian
tubuh lainnya.
Anemia kehamilan yaitu ibu hamil dengan kadar Hb<11g% pada trimester
1 dan III atau Hb <10,5g% pada trimester II.
Gejala yang mungkin timbul pada anemia adalah keluhan lemah, pucat,
dan mudah pingsan, walaupun tekanan darah masih dalam batas normal. Secara
klinik dapat dilihat tubuh yang malnutrisi dan pucat.
Sebagian besar anemia di Indonesia penyebabnya adalah kekurangan zat
besi. Zat besi adalah salah satu unsure gizi yang merupakan komponen pembentuk
Hb atau sel darah merah. Oleh karena itu disebut anemia gizi besi
Anemia gizi besi dapat terjadi karena hal-hal berikut ini.
1. Kandungan zat besi dari makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi ketuban.
a. Makanan yang kaya akan kandungan zat besi adalah makanan yang
berasal dari hewani (seperti: ikan, daging, hati, ayam)
b. Makanan nabati (dari tumbuh-tumbuhan) misalnya sayuran hijau tua, yang
walaupu kaya akan zat besi, namun hanya sedikit yang bisa diserap dengan
baik oleh usus.
2. Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi
a. Pada masa pertumbuhan seperti anak-anak dan remaja, kebutuhan tubuh
akan zat besi meningkat tajam.
b. Pada masa kehamilan kebutuhan zat besi meningkat karena besi
diperlukan untuk pertumbuhan janin, serta untuk kebutuhan ibu sendiri
c. Pada penderita penyakit menahun seperti TBC.
3. Meningkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh.
Perdarahan atau kehilangan darah dapat menyebabkan anemia. Hal ini terjadi
pada pasien dengan penyakit berikut ini.

a. Kecacingan

(terutama

cacing

tambang),

infeksi

cacing

tambang

menyebabkan perdarahan pada dinding usus, meskipun sedikit tetapi


terjadi terus-menerus yang mengakibatkan hilangnya darah atau zat besi
b. Malaria pada penderita anemia gizi besi dapat memperberat keadaan
anemianya.
c. Kehilangan darah pada waktu haid berarti mengeluarkan zat besi yang ada
dalam darah
Beberapa dampak anemia pada kehamilan adalah sebagai berikut:
1. Abortus, lahir premature, lamanya waktu partus karena kurang daya dorong
rahim, perdarahan post partum, rentan infeksi, rawan dekompensasi kordis
pada penderita dengan Hb kurang dari 4 g%.
2. Hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan syok bahkan kematian ibu saat
persalinan, meskipun tidak disertai perdarahan.
3. Kematian bayi dalam kandungan, kematian bayi pada usia sangat muda, serta
cacat bawaan.
Pencegahan dan terapi anemia
1. Meningkatkan konsumsi makanan bergizi.
Makan makanan yang banyak mengandung zat besi dari bahan makanan
hewani (daging, ikan, ayam, hati, telur) dan bahan makanan nabati (sayuran
berwarna hijau tua, kacang-kacangan, tempe). Makan sayur-sayuran dan buahbuahan yang banyak mengandung vitamin C (daun katuk, daun singkong,
bayam, jambu, tomat, jeruk, dan nanas) sangat bermanfaat untuk
meningkatkan penyerapan zat besi dalam usus.
2. Menambah pemasukan zat besi ke dalam tubuh dengan minum tablet tambah
darah (TTD).
3. Mengobati penyakit yang menyebabkan atau memperberat anemia seperti:
kecacingan, malaria, dan penyakit TBC
Tablet Tambah Darah
Tablet tambah darah adalah tablet besi folat yang setiap tablet mengandung 200
mg fero sulfat atau 60 mg besi elemental dan 0,25 mg asam

folat. Wanita

mengalami menstruasi sehingga memerlukan zat besi untuk mengganti darah yang

hilang. Wanita yang sedang hamil atau menyusui, kebutuhan zat besi sangat tinggi
sehingga perlu dipersiapkan sedini mungkin semenjak remaja. Minumlah 1 (satu)
tablet tambah darah seminggu sekali dan dianjurkan minum tablet setiap hari
selama haid. Untuk ibu hamil, minumlah 1 (satu) tablet tambah darah setiap hari
paling sedikit selama 90 hari masa kehamilan dan 40 hari setelah melahirkan.
Zat besi (Fe)
Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh
manusia, yaitu sebanyak 3-5 gram. Pada tubuh, zat besi merupakan bagian dari
hemoglobin yang berfungsi sebagai alat angkut oksigen

dari paru-paru ke

jaringan tubuh. Dengan berkurangnya Fe, sintesis hemoglobin berkurang dan


akhirnya kadar hemoglobin akan menurun.
Beberapa akibat dari kekurangan zat besi pada kehamilan adalah hambatan
pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak, kematian janin, abortus,
cacat bawaan, bayi berat lahir rendah (BBLR), anemia pada bayi yang dilahirkan,
lahir premature, perdarahan dan rentan infeksi.
Hiperemesis gravidarum (HEG)
Hiperemesis gravidarum adalah gejala mual dan muntah yang berlebihan pada ibu
hamil. Istilah hiperemesis gravidarum dengan gangguan metabolic yang bermakna
karena mual dan muntah. Penderita hiperemesis gravidarum biasanya dirawat
dirumah sakit. Etiologinya belum pasti, diduga ada hubungannya dengan paritas,
hormonal, neurologis, metabolic, stress psikologis, keracunan dan tipe
kepribadian.
Insiden dari hiperemesis gravidarum adalah 0,5-10/1.000 kehamilan.
Kemungkinan terjadinya penyakit ini adalah tinggi pada orang kulit putih
(16/1.000 kelahiran) dan rendah pada orang kulit hitam (7/1.000 kelahiran).
Penyakit ini rata-rata muncul pada usia kehamilan 8-12 minggu.
Hiperemesis gravidarum sering disertai dehidrasi (kehilangan BB 5%),
gangguan elektrolit, dan ketosis, sebaiknya penyebab dari mual dan muntah

segera dievaluasi. Kemungkinan penyebabnya mual muntah dalam kehamilan


adalah hipertiroidism, mola hidatidosa, dan hepatitis.
Penyakit hiperemesisi gravidarum dibagi dalam beberapa tingkat yaitu
sebagai berikut :
1. Tingkat 1
Gejala : lemah, nafsu makan menurun, berat badan menurun, nyeri
epigastrium, nadi meningkat, turgor kulit berkurang, tekanan darah sistolik
menurun, lidah kering, dan mata cekung.
2. Tingkat 2
Gejala : apatis, nadi cepat dan kecil, lidah kering dan kotor, mata sedikit
ikterik, kadang suhu sedikit menigkat, oliguria, serta aseton, tercium dalam
hawa pernapasan.
3. Tinkat 3
Keadaan umum lebih lemah lagi, muntah-muntah berhenti, kesadaran
menurun dari somnolen sampai koma, nadi lebih cepat, tekanan darah lebih
menurun; komplikasi fatal ensefalopati wernicke: nistagmus, diplopia,
perubahan mental; dan ikterik.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada penyakit hiperemesis
gravidarum adalah sebagai berikut.
1. Analisis urine, kultur urine, menilai peningkatan endapan spesifik, infeksi
2.
3.
4.
5.
6.

atau bilirubinuria, HCG, urine atau darah.


Darah rutin
Na, Cl, K, glukosa, kreatinin, dan asam urat.
Fungsi hati (SGOT, SGPT, alkaline, fosfatase)
Pemeriksaan tiroid (tiroksin, dan TSH)
USG untuk menyingkirkan kemungkinan mola.
Jika kondisinya berat dan/lama, hati-hati, harus dapat menyingkirkan
kelainan patologis (apendisitis akut, obstruksi, ssaluran pencerna, penyakit
hepar, kandung kemih, pancreas, hiatus hernia, ISK, dan lesi intrakranial).

Pengelolaan
Pemberian obat-obatan yaitu dengan obat sedative, antihistamin, serta vitamin B1
dan B6 sampai antiemetic. Penderita diisolasi sampai muntah berhenti dan
penderita mau makan. Berikan terapi psikologi, hilangkan rasa takut karena
kehamilan, kurangi pekerjaan, serta hilangkan masalah dan konflik. Berikan

cairan cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan glukosa 5% dalam cairan
garam fisiologis sebanyak 2-3 liter sehari. Bila perlu, dapat ditambah kalium dan
vitamin. Pengehentian kehamilan dapat dilakukan bila keadaan memburuk.
ABORTUS
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi atau berakhirnya kehamilan sebelum
janin dapat hidup didunia luar (viable), tanpa mempersoalkan penyebabnya
dengan berat badan <500 gram atau umur kehamilan <20 minggu.
Kalsifikasi
Abortus dapat diklasifikasi berdasarkan kejadian dan gambaran klinis
1. Berdasarkan kejadiannya
a. Abortus spontan adalah keluarnya hasil konsepsi tanpa intervensi medis
maupun mekanis, atau terjadi tanpa ada unsure tindakan dari luar dan
dengan ketentuan sendiri.
b. Abortus buatan/abortus provokatus (disengaja, gugurkan), dibagi menjadi
berikut.
- Abortus buatan menurut indikasi medis (abortus provokasus artifisialis
atau theraupeticus). Abortus ini sengaja dilakukuan sehingga
kehamilan dapat diakhiri. Upaya menghilangkan hasil konsepsi
dilakukan atas indikasi untuk menyelamatkan jiwa ibu, misalnya:
penyakit jantung, hipertensi esensial, dan karsinoma serviks.
Keputusan ini ditentukan oleh tim ahli yang terdiri atas dokter ahli
-

kebidanan, penyakit dalam dan psikiatri atau psikolog.


Abortus buatan criminal (abortus provokatus criminalis) adalah
pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang sah atau oleh orang

tidak berwenang dan dilarang oleh hukum


2. Berdasarkan gambaran klinis
a. Abortus iminens (keguguran mengancam)
Abortus ini baru mengancam dan masih

ada

harapan

untuk

mempertahankannya. Oustium uteri tertutup, uterus sesuai umur


kehamilan. Didiagnosis bila seorang wanita hamil <20 minggu
mengeluarkan darah sedikit pervaginam. Perdarahan dapat berlanjut

beberapa hari atau dapat berulang. Dapat disertai rasa nyeri perut bawah
atau punggung bawah.
b. Abortus insipiens (keguguran berlangsung)
Abortus ini sedang berlangsung dan tidak dapat dicegah lagi. Ostium
terbuka, teraba ketuban, dan berlangsung hanya berapa jam saja. Abortus
insipiens didiagnosis apabila pada wanita hamil ditemukan perdarahan
banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah yang disertai neyri karena
kontraksi rahim kuat dan ditemukan adanya dilatasi serviks sehingga jari
pemeriksa dapat masuk dan ketuban dapat teraba. Kadang-kadang
perdarahan dapat menyebabkan infeksi, oleh karena itu, evakuasi harus
segera dilakukan. Janin biasanya sudah mati dan mempertahankan
kehamilan pada keadaan ini merupakan kontraindikasi.
c. Abortus inkomplitus (keguguran tidak lengkap)
Abortus inkomplit didiagnosis apabila sebagian dari hasil konsepsi telah
lahir atau teraba vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya jaringan
plasenta) masih tertinggal didalam rahim. Perdarahan terus berlangsung,
banyak dan membahayakan ibu. Serviks sering tetap terbuka karena masih
ada benda didalam rahim yang di anggap sebagai benda asing (corpus
alienum). Oleh karena itu, uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan
mengadakan kontraksi sehingga ibu merasakan nyeri.
d. Abortus kompletus (keguguran lengkap)
Seluruh bayi dilahirkan dengan lengkap, ostium tertutup, uterus lebih kecil
dari umur kehamilan atau ostium terbuka, dan kavum uteri kosong. Pada
abortus ini, perdarahan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan
selambat-lambatnya perdarahan berhenti sama sekali karena dalam masa
ini luka rahim sembuh. Serviks juga dengan segera menutup kembali.
e. Abortus tertunda (missed abortion)
Keadaan dimana janin telah mati sebelum minggu ke-20, tetapi tertanam
didalam rahim selama beberapa minggu (8 minggu atau lebih) setelah
janin mati. Saat terjadi kematian janin kadang-kadang ada perdarahan
pervaginam sedikit sehingga menimbulkan gambara abortus iminens.
Selanjutnya rahim tidak membesar bahkan mengecil karena aborsi air
ketuban dan maserasi janin.
f. Abortus habitualis (keguguran berulang)

Abortus yang telah berulang dan berturut-turut terjadi, sekurangkurangnya 3 kali berturut-turut. Kejadiannya jauh lebih sedikit dari abortus
spontan (kurang dari 1%).
Kehamilan ektopik
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi diluar rongga rahim (kavum
uteri). Istilah ektopik berasal dari bahasa inggris, yaitu ectopic, dengan akar kata
dari bahasa yunani, topos yang berarti tempat. Jadi, istilah ektopik dapat diartikan
sebagai berada di luar tempat yang semestinya. Walaupun diartikan sebagai
kehamilan di luar rongga rahim, kehamilan didalam rahim yang bukan pada
tempat seharusnya, juga dimasukan dalam criteria kehamilan ektopik, misalnya
kehamilan yang terjadi pada kornu uteri. Hal ini yang membedakannya dengan
istilah kehamilan ekstrauterina. Etiologi kehamilan ektopik biasanya disebabkan
oleh terjadinya hambatan pada perjalanan sel telur, dari indung telur (ovarium)
kerahim (uterus). Pada kasus yang jarang, kehamilan ektopik disebabkan oleh
terjadinya perpindahan sel telur dari indung telur sisi yang satu, masuk ke saluran
telur sisi sebrangnya.
Kahamilan ektopik merupakan penyebab utama yang keempat dari seluruh
mortalitas ibu dan penyebab yang paling lazim dari mortalitas ibu dalam trimester
pertama. Lebih dari 95% kehamilan ektopik tumbuh berbagai anatomi pada tuba
fallopi, termasuk bagian interstitial 1% istmus 5%, ampularis 85%, dan
infundubularis 9%. Tempat implantasi lain yang lebih jarang adalah serviks,
sampai peritoneum.
Patofisiologi
Ovum yang telah dibuahi berimplentasi di tempat lain selain di endometrium
kavum uteri. Prinsip patofisiolog : gangguan/interferensi mekanik terhadap ovum
yang telah dibuahi dalam perjalanannya menuju kavum uteri. Kejadian ini sering
terjadi pada hal-hal berikut ini.
1.

Kelainan tuba atau adanya riwayat penyakit tuba (misalnya: salpingitis),


menyebabkan oklusi atau kerusakan silia tuba

2.
3.
4.
5.

Riwayat operasi tuba, sterilisasi, dan sabagainya.


Riwayat penyakit radang panggul lainnya
Penggunaan IUD yang mencegah terjadinya implantasi intrauterine
Ovulasi yang multiple akibat induksi obat-obatan, usahan fertilisasi in vitro,
dan sebagainya. Isi konsepsi yang berimplantasi melaukan penetrasi terhadap

lamina propria dan pars muskularis dinding tuba.


6. Abortus provokatus dengan infeksi. Makin sering dilakukan abortus provaktus
makin tinggi kemungkinan terjadi salpingitis
7. Adhesi peritubal yang terjadi setelah infeksi seperti apenddisitis atau
endometritis. Tuba dapat tertekuk atau menyempit
8. Pernah menderita kehamilan ektopik sebelumnya.
Kerusakan tuba lebih lanjut disebabkan oleh pertumbuhan invasive jaringan
trofoblas. Oleh karena trofoblas menginvasi pembuluh darah dinding tuba, maka
terjadi hubungan sirkulasi yang memungkinkan jaringan konsepsi bertumbuh.
Pada suatu saat, kebutuhan embrio di dalam tuba tidak dapat terpenuhi lagi oleh
suplai darah dari vaskularisasi tuba tersebut
Kadang-kadang nidasi juga terjadi di fimbria. Dari bentuk diatas secara
sekunder dapat terjadi kehamilan tuba abdominal, tuba ovarial, atau kehamilan
dalam ligamentum latum. Kehamilan paling sering terjadi dalam ampula tuba.
Implantasi telur dapat bersifat kolumnar yaitu implantasi pada puncak lipatan
selaput tuba dan telur terletak dalam lipatan selaput lendir. Bila kehamilan pecah,
akan pecah ke dalam lumen tuba (abortus tuber).
Telur juga dapat menembus epitel dan berimplantasi interkolumnar, terletak
dalam lipatan selaput lendir, yaitu telur masuk ke dalam lapisan otot tuba karena
tuba tidak mempunyai desidua. Bila kehamilan pecah, hasil konsepsi masuk ke
dalam rongga peritoneum (rupture tuba). Walaupun kehamilan terjadi diluar
rahim, rahim juga akan ikut membesar karena hipetofi dari otot-ototnya yang
disebabkan oleh pengaruh hormone-hormone yang dihasilkan trofoblas, begitu
pula endometriumnya berubah menjadi desidua vera.
Beberapa kemungkinan tempat terjadinya implantasi adalah di tuba falopi
(paling sering 90-95%, dengan 70-80% di ampulla), serviks, ovarium, abdomen,

dan sebagainya. Kejadian implantasi patologis paling sering terjadi di dinding


lumen tuba karena tuba merupakan jalur utama perjalanan ovum.
Jenis kehamilan ektopik
Kehamilan tuba
Menurut tempat nidasinya, dibedakan menjadi berikut ini
1. Kehamilan ampulla (terjadi dalam ampula tuba)
2. Kehamilan istmus (terjadi dalam istmus tuba)
3. Kehamilan interstisial (terjadi dalam pars instisialis tuba)
Kehamilan tuba tidak dapat mencapai cukup bulan, biasanya berakhir pada
minggu ke 6-12, keadaan paling sering antara minggu ke 6-8. Berakhirnya
kehamilan tuba ada 2 cara, yaitu abortus dan rupture tuba.
1. Abortus tuba
Telur yang terus membesar menembus endosalping (selaput lendir tuba),
masuk kelumen dan di keluarkan di daerah infundibulum. Hal ini terutama
terjadi jika telur berimplantasi di daerah ampulla tuba. Disini biasanya telur
tertanam kolumnar karena lipatan-lipatan selaput lendir tinggi dan banyak,
selain itu rongga tuba agak besar hingga telur mudah tumbuh kearah rongga
tuba dan lebih mudah menembus desista kapularis yang tipis dari lapisan otot
tuba.
Abortus tuba terjadi kira-kira antara minggu ke 6-12. Perdarahan yang
keluar dari ujung tuba dan mengisi kavum Douglas, terjadilah hematokel
retrouterin. Ada kalanya ujung tuba tertutup karena perlengketan-perlengketan
hingga darah berkumpul di dalam tuba dan menggembungkan tuba yang
disebut hematosalping.
2. Rupture tuba
Terutama terjadi jika telur berimplantasi di istmus. Pada peristiwa ini, lipatanlipatan selaput, lendir tidak seberapa, jadi besar kemungkinan terjadi
implantasi interkolumnar. Trofoblas cepat sampai kelapisan otot dan
kemungkinan pertumbuhan kea rah tuba sempit. Oleh karena itu, telur
menembus dinding tuba kea rah rongga perut atau peritoneum.
Kehamilan servikal

Kehamilan servikal jarang terjadi. Pada implantasi di serviks, dapat terjadi


perdarahan tanpa disertai nyeri, dan kemungkinan terjadi abortus sponta sangat
besar. Jika kehamilan tumbuh sampai besar, perdarahan/ rupture yang terjadi
sangat berat sehingga sering diperlukan tindakan histerektomi total.
Kriteria kehamilan servikal menurut Rubin (1911) adalah sebagai berikut.
1. Kelenjar serviks harus ditemukan di sembarang tempat implantasi plasenta
2. Tempat implantasu plasenta harus berada dibawah arteri uterine atau
peritoneum viserale uterus.
3. Janin tidak boleh terdapat di daerah korpus uters
4. Implantasi plasenta di seviks harus kuat
Krieria menurut Rubin sulit diterapkan secara klinis karena memerluka
histerektomi total untuk memastikannya. Criteria klinis menurut Paalman &
McElin (1959) untuk kehamilan servikal lebih dapat diterapkan secara klinis,
yaitu sebagai berikut.
1. Ostium uteri internm tertutup
2. Ostium uteri eksternum terbuka sebagaian
3. Hasil konsepsi terletak di dalam endoserviks
4. Perdarahan uterus setelah fase amenorea, tanpa disertai nyeri
5. Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar daripada fundus (hour-glass
uterus)
Kehamilan Ovarial
Kehamilan ovarial ditegakkan atas dasar criteria Spiegelberg, yaitu sebagai
berikut:
1. Tuba pada sisi kehamilan harus normal
2. Kantung janin harus terletak dalam ovarium
3. Jantung janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovarii
proprium
4. Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding jantung
janin. Pada kenyataannya criteria ini sulit dipenuhi, karena umumnya telah
terjadi kerusakan jaringan ovarium, pertumbuhan trofoblas yang luas, dan
perdarahan menyebabkan topografi kabur sehingga pengenalan implantasi
permukaan ovum sukar ditentuka secara pasti.
Kehamilan Interstisial

Implantasi telur biasanya terjadi dalam pars institialis tuba. Miometrium memiliki
lapisan yang lebih tebal sehingga rupture erjadi lebih lambat kira-kira terjadi pada
bulan 3 atau ke-4. Apabila terjadi rupture, maka akan terjadi perdarahan yang
hebat karea tempat ini banyak terdapat pembuluh darah sehingga dalam waktu
yang singkat dapat terjadi kematian.
Kehamilan Abdominal
Kehamilan abdominal terbagi atas dua, yaitu sebagai berikut.
1. Kehamilan abdominal primer, terjadi bila telur dari awal mengadaka
implantasi dalam rongga perut
2. Kehamilan abdominal sekunder, berasal kehamilan tuba dan setelah
rupture baru mengalami kehamilan abdominal.
Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
Kehamilan ektopik terjadi bila telur dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar
endometrium kavum uteri. Sebesar 90% kehamilan ektopik terjadi di tuba.
Kehamilan ektopik dapat mengalami abortus atau rupture apabila massa
kehamilan berkembang melebihi kapasitas ruang implantasi dan peristiwa ini
disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu. Sebagaian besar penyebabnya
belum diketahui.
Gejala yang timbul pada kehamilan ektopik adalah sebagai berikut.
1. Kehamilan ektopik yang belum terganggu
Sama seperti hamil muda, namun disertai perdarahan berak berulang.
Tanda tidak umum adanya massa lunak di adneksa dan nyeri goyang pada
porsio
2. Kehamilan ektopik terganggu (KET)
Disertai kondisi gawat darurat dan abdominal akut seperti pucat/anemis,
kesadaran menurun, syok, perut kembung, nyeri perut bagian bawah dan
nyeri goyang pada porsio
Pemeriksaan kuldosintesis sangat membantu dalam menegakkan diagnosis
KET. Setelah diagnosis ditegakkan, segea lakukan persiapan untuk
tindakan opertif gawat darurat.

MOLA HIDATIDOSA
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan di mana hasil konsepsi tidak berkembang
menjadi embrio, tetapi terjadi proliferasi dari vili koriales disertai dengan
degenerasi hidropik.
Gejala awal tidak beda dengan kehamilan biasa, yaitu mual, muntah,
pusing, dan lain-lain, hanya saja derajat keluhannya sering lebih hebat.
Selanjutnya perkembangan lebih pesat sehingga pada umumnya besar uterus lebih
besar dari umur kehamilan. Tanda pasti kehamilan seperti ballottement dan denyut
jantung janin tidak ditemukan.
Perdarahan merupakan gejala utama, oleh karena itu, umumnya penderita
mengalami, anemia. USG sangat membantu dalam diagnosis.

Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan mola adalah evakuasi dan evaluasi.
1. Setelah diagnosis ditegakkan, harus segera dilakukan vakum kuret
2. Pemeriksaan tindak lanjut setelah kuretase perlu dilakuka mengingat adanya
kemungkinan keganasan setelah molahidatidosa. Kadar HCG dipantau hingga
minimal 1 tahun pasca-kuretase. Kadar yang menetap atau meninggi setelah 8
minggu pasca-kuretase menunjukan masih terdapat trofoblas aktif.
3. Penundaan kehamilan sampai 6 bulan setelah kadar -hCG normal
4. Mola hidatidosa dengan risiko tinggi harus diberikan kemoterapi.

BAB 5
KOMPLIKASI DAN PENYULIT KEHAMILAN TRIMESTER III
PENDAHULUAN
Terminologi

Hipertensi

dalam

kehamilan

(HDK)

digunakan

untuk

menggambarkan spectrum yang luas dari ibu hamil yang mengalami peningkatan
tekanan darah yang ringan atau berat dengan berbagai disfungsi organ.sampai
sekarang penyakit HDK masih merupakan masalah kebidanan yang belum dapat
dipecahkan dengan tuntas.
Hipertensi merupakan salah satu masalah medis yang sering kali muncul
selama kehamilan dan dapat menimbulkan koplikasi pada 2-3 persen kehamilan.
Hipertensi pada kehamilan dapat menyebabkan morbidias/kesakitan pada ibu
(termasuk kejang eklamsia, perdarahan otak, edema paru [cairan di dalam paru],
gal ginjal akut, dan penggumpalan/ pengentalan darah di dalam pembuluh darah),
serta morbiditas pada janin (termasuk pertumbuhan janin terhambat di dalam
rahim, kematian janin di dalam rahim, solusio plasenta/ plasenta terlepas dari
tempat melekatnya dirahim, dan kelahiran prematur). HDK adalah salah satu
penyebab morbiditas dan mortalitas ibu disamping perdarahan dan infeksi. Pada
HDK juga didapati angka mortalitas dan morbiditas bayi yang cukup tinggi. Di
Indonesia, preeclampsia dan eklampsia merupakan penyebab dari 30-40%
kematian perinatal, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia telah
menggeser perdarahan sebagai penyebab utama kematian maternal. Oleh karena
itu diperlukan perhatian, serta penanganan yang serius terhadap ibu hamil dengan
penykit ini.

KEHAMILAN DENGAN HIPERTENSI


Hipertensi karena Kehamilan
Klasifikasi
Pada saat ini, untuk lebih menyederhanakan dan memudahkan The Working
Group Reportand High Blood Pressure in Pregnancy (2000) menyarankan
klasifikasi hipertensi dalam kehamilan sebagai berikut.
1.
2.
3.
4.

Hipertensi gestasional
Hipertensi kronis
Superimposed preeclampsia
Preeclampsia ringan, preeclampsia berat, dan eklampsia
Sebagai batasan yang disebut hipertensi dalam kehamilan adalah kenaikan
tekanan darah diastolic 90 mmHg dan tekanan darah sistolik 140 mmHg
pada dua kali pemriksaan yang berjarak 4 jam atau lebih dan proteinuria jika
dijumpai protein dalan urine melebihi 0,3 gr/ 24 jam atau dengan pemeriksaan
kualitatif minimal positif (+) satu.

Definisi
Beberapa definisi untuk hipertensi dalam kehamilan adalah sbb.
1. Hipertensi gestasional adalah kenaikan tekanan darah yang hanya dijumpai
dalam kehamilan sampai 12 minggu pasca-persalinan, tidak dijumpai keluhan
dan tanda-tanda preeclampsia lainnya. Diagnosis akhir ditegakkan pascapersalinan.
2. Hipertensi kronis adalah hipertensi yang sudah dijumpai sebelum kehamilan,
selama kehamilan, sampai sesudah masa nifas. Tidak ditemukan adanya
keluhan dan tanda-tanda preeclampsia lainnya.
3. Superimposed preeclampsia adalah gejala dan tanda-tanda preeclampsia
muncul sesudah kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya
menderita hipertensi kronis.
4. Preekampsia ringan, preeclampsia berat, dan eklampsia. Dahulu disebut PE
jika dijumpai trias pada klinik yaitu: tekanan darah 140/90 mmHg,
proteinuria, dan odema. Akan tetapi, sekarang edema tidak lagi dimasukkan
dalam criteria diagnostik karena edema juga dijumpai pada kehamilan normal.

Pengukuran tekanan darah harus diulang berselang 4 jam, tekanan darah


diastole 90 mmHg digunakan sebagai pedoman.
a. Preeklampsia ringan adalah jika tekanan darah 140/90 mmHg, tetapi
<160/110 mmHg dan proteinuria +1.
b. Preeclampsia berat, adalah jika tekanan darah >160/110 mmHg,
proteinuria +2, dapat disertai keluhan subjektif seperti nyeri epigastrium,
sakit kepala, gangguan penglihatan, dan oliguria.
c. Eklampsia adalah kelinan akut pada wanita hamil dalam persalinan atau
nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang dan/atau koma. Sebelumnya
wanita ini menunjukkan gejala-gejala preeclampsia berat. (Kejang timbul
bukan akibat kelainan neurologis)
Preeklampsia
Preelampsia adalah peningkatan tekanan darah yang baru timbul setelah usia
kehamilan mencapai 20 minggu, disertai dengan penambahan berat badan ibu
yang cepat akibat tubuh membengkak dan pada pemeriksaan laboratorium
dijumpai protein di dalam urine (proteinuria).

Anda mungkin juga menyukai