1. Pada kehamilan
Penderita asma di bawah pengawasan medis sepanjang kehamilannya
memiliki kesempatan yang sama baiknya untuk menjalani kehamilan yang
normal. Jika asma dalam kondisi terkendali, hanya memiliki sedikit efek pada
kehamilan. Tujuan utamanya adalah pencegahan episode hipoksia untuk ibu
dan janin. Sebagai bidan, kita harus memberikan edukasi dan nasihat pada
pasien
untuk
menghindarin
atau
mengontrol
pencetus
asma
(zat
BAB 3
INFEKSI YANG MENYERTAI KEHAMILAN DAN PERSALINAN
SIFILIS
Sifilis adalah infeksi kronis menular yang disebabkan oleh bakteri berbentuk
spiral (spirochaeta) yaitu Treponema pallidum.
Gejala yang timbul pada penyakit sifilis adalah senagai berikut.
1. Penderita akan merasa demam.
2. Malaise (malas,lesu,tidak bergairah).
3. Limfadenitis (radang pada kelenjar getah bening).
4. Kondilomata (terdapat benjolan pada labia mayora).
mikrosefalus,
ventrikulomegali,
atau
kalsifikasi
sereblum.
Rubella (campak Jerman) adalah infeksi virus yang dapat menyebabkan infeksi
kronik intrauterin, mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin. Rubella di
sebabkan oleh virus plemorfis yang mengandung RNA. Virus ini ditularkan
melalui droplet dari ibu hamil kepada janin.
Tanda dan gejala pada penyakit Rubella adalah sebagai berikut.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
ditangani secara saksama oleh para ahli. Semakin banyak kelainan bawaan yang
diderita akibat infeksi kongenital, semakin besar pula pengaruhnya pada proses
pertumbuhan dan perkembangan anak. Biasanya infeksi rubella kongenital
dipastikan dengan pemeriksaan serologi segera setelah bayi lahir, yaitu dengan
terdeteksinya IgM Rubella pada darah bayi.
Pencegahan Penularan Virus Rubella
Cara yang paling efektif untuk mencegah penularan virus rubella adalah dengan
pemberian imunisasi. Saat ini imunisasi yang dapat diberikan untuk mencegah
rubella adalah dengan pemberian vaksin MMR (Measles, Mumps, Rubella),
pemberian imunisasi MMR pada wanita usia reproduktif yang belum mempunyai
antibodi terhadap virus rubella amatlah penting untuk mencegah terjadinya infeksi
rubella kongenital pada janin. Setelah pemberian imunisasi MMR, penundaan
kehamilan harus dilakukan selama 3 bulan.
Pemeriksaan Laboratorium
1. Anti-Rubella IgM dan IgG, aviditas IgG bila perlu.
2. Pemeriksaan penyaringan (skrining) dilakukan pada saat ibu merencanakan
kehamilan, awal kehamilan (minggu 1-17), wanita hamil yang dicurigai
kontak dengan virus atau terdapat gejala klinis.
Hasil dan Tindak Lanjut
1. IgG (+): sudah pernah terinfeksi di masa lalu sehingga sudah kebal terhadap
Rubella. Tidak diperlukan pemeriksaan lanjut, sampai dengan kehamilan
berikut.
2. IgG (-), IgM(-)/(+): periksa ulang 1-4 minggu kemudian jika hasil tetap
IgG(-), IgM (-) berarti belum pernah terinfeksi, oleh karena itu, hindari
sumber infeksi dan lakukan vaksinasi jika kehamilan belum terjadi.
Sementara itu, jika IgG (+) DAN IgM (+) berarti Gg(-) dan IgM (+) berarti
IgM tidak spesifik, dan belum pernah terinfeksi. Oleh karena itu lakukan
tindakan preventif dan vaksinasi jika kehamilan belum terjadi.
HERPES
kehamilan. Bila hasil negative , maka pasangannya. Bila istri (-) pasangan
(+)dengan riwayat herpes genital, maka periksa istri menjelang akhir
kehamilan.
Hasil dan Tindak Lanjut
1. IgG (-): periksa pasangan /suami terhadap anti HSV -2 IgG. Jika suami IgG
(+) lakukan tindakan preventif penularan dengan penggunaan kondom.
Periksa ulang 2 minggu kemudian, jika IgG (-) berarti tidak terinfeksi. Jika
IgG (+) berarti infeksi primer dengan resiko tinggi penularan pada janin .
segra konsul ke dokter, jika terdapat lesi untuk mencegah penularan pada bayi,
biasanya dokter menganjurkan untuk dilakukan SC.
2. IgG (+): infeksi kambuhan, resiko penularan pada janin lebioh keci;l dari
infeksi primer. Jika terdapat lesi, biasanya dokter menganjurkan SC untuk
mencegah penularan pada bayi.
VARICELLA
Varicella/cacar air/ chickenpox adalah penyakit kuli yang disebabkan oleh virus
varicella zoster. Organ tubuh yang diserang adalah kulit, selaput lendir mata dan
mulut, serta kerongkongan dan organ lain misalnya otak . penyakit ini dapat
menyerang semua umur, tetapi anak-anak sering terkena.
Cara Penulran
Varicella cepat menular. Kejadian penulran kepada orang lain sejak 1-2 hari
sebelum munculnya ruam sampai dengan membentuk kerompang. Beberapa
bahaya dan komplikasi dari varicella adalah sebagi berikut.
1. Pada anak.
Paling sering terjadi infeksi pada kuit (kulit menjadi cacat/bopeng ),
enchepalitis (radang otak), dan penoumonia.
2. Pada ibu hamil
a. Trimester I dan II. Keguguran, bayi lahir mati, bayi cacat, BBLR, cacar air
pada masa bayi
saluran
bawah
yang
menyebabkan
sistitis,
atau
menyerang
Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada penderita hepatitis B adalah sebagai
berikut.
1. Kuning, mual, muntah, nyeri perut kanan atas
2. Diagnosis ditegakkan dengan mengendalakn
pemeriksaan
darah
menyusui bersihkan dengan air hangat tanpa sabun karena sabun dapat membuat
kulit kering dan mudah luka.
Table 3.1 membaca Hasil Laboratorium
Pemeriksaan
HBsAg
Anti-HBs
Anti-HBc
Hasil
Negative
Negative
Negative
Belum
Interprestasi
pernah terinfeksi dan
belum
HBsAg
Anti-HBs
Anti-HBc
negatif
Positif
Positif
HBsAg
Anti-HBs
Anti-HBc
Negatif
Positif
Negatif
Sudah
kekebalan
karena
vaksinasi hepatitis B
HBsAg
Anti-HBs
Anti-HBc
IgM anti-HBc
Positif
Negative
Positif
Positif
HBsAg
Anti-HBs
Anti-HBc
IgM anti-HBc
positif
Negative
Positif
Negative
HIV-AIDS
Human Imunnodeficieny Virus (HIV) adalah virus yang menyerang kekebalan
tubuh manusia. Virus ini jenis retrovirus RNA dengan nama T-cel Lymphatropic
virus. Virus yang masuk kedalam tubuh menyerang sel darah putih dan
merusaknya sehingga sel darah putih yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap
infeksi akan berkurang jumlahnya. Akibatnya system kekebalan tubuh menjadi
lemah dan penderita mudah terkena berbagai penyakit (AIDS).
Hubungan seksual
Transfuse darah atau tertusuk jarum
Terpapar mukosa kulit
Transmisi dari ibu ke janin : selama hamil, saat persalinan (50%), dan ASI
(14%).
deteksi virus pada jaringan abortus fetal kebanyakan episode dari infeksi
kongental HIV timbul selama periode intrapartum, mungkin berhubungan dengan
terpaparnya bayi terhadap darah ibu yang terinfeksi dan secret serviks atau vagina,
sebagaimana mikrotranfusi dari ibu-anak muncul selama kontraksi uterus.
Transmisi intrapartum virus mendukung kenyataan bahwa 50-70% anak
terinfeksi memiliki tes virologi negative pada saat lahir, dan menjadi positif pada
saat usia 3 bulan. Ditunjukkan bahwa anak yang lahir pertama dari kembar dua
berada pada resiko lebih tinggi mengalami infeksi dibandingkan yang lahir kedua,
mungkin karena lebih lamanya paparan terhadap sekresi mukosa servikovaginal.
Peningkatan resiko transmisi telah digambarkan selama persalinan yang
memanjang, pecah ketuban yang lama, perdarahan plasenta, dan adanya cairan
amniom yang mengandung darah.
Infeksi transplasenta telah dilaporkan dan tampaknya menjadi jalan utama
transmisi, namun mekanisme yang pasti tetap belum diketahui. HIV telah secara
langsung diisolasi dari plasenta, cairan amnion, dan produk awal konsepsi. Pasase
transplantasi HIV muncul pada 30% kehamilan yang dipengaruhi, dipertinggi oleh
jumlah limfosit T helper (kurang dari 400/mm3), atau kesakitan maternal yang
lanjut. Penentuan kejadian infeksi vertical dikomplikasikan oleh sulitnya
membuat diagnosis neonatal karena antibody IgG maternal terhadap HIV secara
pasif meleawati plasenta. Semua bayi lahir dengan ibu HIV antibody positif akan
memiliki antibody positif saat lahir. Antibody maternal dapat tetap terdeteksi pada
sirkulasi bayi hingga 15 sampai 18 bulan.
Pencegahan transmisi infeksi HIV dari ibu ke anak
Pencegahan transmisi vertical infeksi HIV dilakukan antepartum, peripartum,
serta asuhan pediatric dari ibu terinfeksi dan bayi dengan menghindai paparan
terhadap darah dan cairan tubuh.
Manajemen antepartum
Evaluasi antepartum pada pasien HIV positif harus meliputi pengamatan klinis
dan laboratorium untuk disfungsi imun, perkembangan penyakit, serta infeksi
oportunistik. Studi fungis imun harus meliputi penghitungan lengkap sel darah,
jumlah total sel T, dan sel CD4+(CD8+) tiap trimester.
Intervensi farmasi. Penelitian tentang pelaksanaan pengobatan antiretrovirus
profilaksis telah dimulai untuk mendapatkan informasi berkenaan dengan
kemungkinan penurunan transmisi vertical. Strategi yang mengarah pada
pencegahan atau penurunan insiden transmisi infeksi HIV secara maternal telah
difokuskan
pada
penggunaan
zidovudine
(ZDV).
Data
yang
tersedia
agen sangat sedikit. Diketahui bahwa pada awalnya obat dimetabolisme oleh
hepar, dimana selanjutnya ginjal menangani metabolitnya. Efek samping ZDV
yang paling sering dijumpai adalah supresi sumsum tulang belakang. Efek
samping lainnya yang diketahui adalah gangguan hati, demam, miopati, asidosis
laktat, dan reaksi hipersensitivitas. Resiko teratogenitas dan mutagenitas sangat
sedikit dipelajari. Secara ini vitro, zidovudin mempunyai efek mutagen, dan pada
in vitro cell transformation essay pada mamlia ZDV positif pada kosentrasi 0,5
gram/ml.
Berdasarkan data yang dikumpulkan percobaan ACTG 076 yang
dilaksanakan tahun 1991, wanita yang berpartisipasi secara acak mendaftar untuk
menerima baik ZDV atau placebo. Pada kelompok ZDV, terapi maternal baik
antepartum dan intrapartum dikombinasikan dengan terapi neonates selama 6
bulan. Regimen ZDV termasuk ZDV antepartum (100 mg oral 5x/hari),
intrapartum ZDV (2 mg/kgBB diberikan intravena 1 hari kemudian 1 mg/kg per
hari sampai melahirkan) dan ZDV untuk bayi baru lahir (2 mg/kg oral tiap 6 jam
selama 6 minggu).
Segera setelah temuan ACTG 076 dipublikasikan, pada percobaan ACTG
185 bagaimanapun juga menunjukkan hasil yang sama dapat dicapai bahkan di
antara wanita yang mengalami paparan sebelumnya terhadap obat antiretrovirus
atau yang menunjukkan jumlah sel CD4+ kurang dari 200/mm3. Beberapa tahun
selanjutnya setelah publikasi hasil ini, ribuan wanita menggunakan ZDV selama
kehamilannya.
Manajemen intrapartum
Hamper semua AIDS pediatric dihasilkan dari transmisi intrapartum. HIV telah
ditemukan pada secret serviks vagina. Suatu laporan internasioanal bayi-bayi
kembar dari ibu yang terinfeksi HIV mendukung pendapat bahwa infeksi
intrapartum dapat timbul dari persalinan melalui secret vagina yang terinfeksi
HIV.
Intervensi intrapartum lainnya sudah diteliti. Salah satu strategi adalah
pembersihan jalan lahir dengan agen pembunuh virus. Pendekatan ini menarik
karena lebih murah, resiko rendah, dan mudah dilakukan. Chlorhexidine telah
tebukti digunakan melawan penyakit infeksius lainnya seperti grup sterptokokus
dan secara in vitro mempunyai aktivitas melawan HIV. Oleh karena itu, bigar dkk,
melakukan percobaan pembersihan manual jalan lahir dengan bantalan kapas yang
direndam dalam 0,25% chlorhexidine dan melaporkan temuaanya pada tahun
1996 (lebih dari 3.000 wanita pada setiap kelompok studi chlorhexidine dan
plasebo), yaitu tidak ada reaksi berlawanan; sejumlah kecil presentase wanita
yang mengalami pecah ketuban lebih dari 4 jam, tidak mendapat keuntungan
dalam mengurangi transmisi dari ibu ke anak.
Intervensi obstetric.
dalam mengurangi kejadian transmisi HIV dari ibu kea anak. Selain itu, juga
mengindikasikan bahwa bila dibandingkan dengan cara persalinan lainnya, SC
yang dilakukan sebelum persalinan dan sebelum pecah ketuban (SC elektif) secara
bermakna dapat mengurangi kejadian transmisi HIV perinatal. Wanita terinfeksi
HIV harus disarankan SC terjadwal untuk mengurangi kejadian transmisi jauh
dari yang dapat di capai hanya dengan terapi ZDV saja.
Manajemen postpartum
Menyusui merupakan kontraindikasi untuk bayi dari ibu yang terinfeksi HIV di
Negara industry dimana alternative menyusui yang aman tersedia. Bayi-bayi ini
harus mendapat formula buatan sebagai nutrisi pendukungnya. Bagaimanapun
menyusui yang terpapar HIV pada bayi dinegara berkembang menghadirkan
masalah yang kompleks. Kebijaksanaan world health organization (WHO) untuk
menyusui oleh ibu terinfeksi HIV dinegara berkembang telah berubah sejak 1998.
Sebelum tahun tersebut, dinegara-negara dimana menyusui merupakan cara paling
aman member makan untuk bayi infeksi HIV ibu bukan merupakan kontraindikasi
untuk menyusui. Pada cara ini, dalam menyusui memberikan bayi perlindungan
terhadap kematian awal dari diare dan penyakit infeksi umum yang dirasakan
lebih besar resikonya dari pada transmisi HIV melalui air susu ibu. Menyusi lebih
dari usia 12 bulan tidak memuaskan karena meningkatkan resiko transmisi HIV.
Resiko transmisi HIV melalui menyusui ditemukan lebih bermakna dari yang
diketahui sebelumnya, resiko setinggi 28% melebih resiko yang sudah ada pada
kehamilan dan persalinan. Menurut WHO dari tahun1991 sampai 1998 sedikitnya
1 juta akan menjadi terinfeksi dari air susu ibu dan akhir-akhir ini
direkomendasikan penggunaan alternatif air susu ibu yang aman jika tersedia,
seperti susu formula, susu sapi, atau susu kambing.
TIFUS ABDOMINALIS
Tifus abdominalis merupakan penyakit terinfeksi akut usus halus yang disebabkan
oleh bakteri salmonella typhi yang termasuk kedalam tubuh melalui makanan dan
air yang tercemar.
Beberapa pengaruh muncul akibat penyakit ini pada kehamilan adalah sebagai
berikut.
1. Pada ibu yang menderita penyakit ini dalam masa kehamilan, pada masa
nifasnya mempunyai angka kematian yang lebih tinggi (15%)
2. Pada hasil konsepsi, 60-80% hasil konsepsi akan keluar (abortus, partus
imartus, premature atau lahir mati). Lebih dini terjadinya infeksi dalam
kehamilan, lebih besar kemungkinan berakhir kehamilan. Angka
kehamilan janin kira-kira 75%.
Perawatan dan asuhan yang diberikan
1. Pasien harus tirh baring total minimal sampai 7 hari bebas demam typhoid
atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai
dengan pulihnya kekuatan pasien. Perlu dijaga hygiene, kebersihan tempat
tidur, dan peralatan yang dipakai oleh pasien.
2. Perbaiki keadaan umum dan nutrisinya. Pertama pasien diberi diet bubur
saring, kemudian bubur kasar, dan akhirnya nasi sesuai tingkat
kesembuhan pasien. Pemberian vitamin dan mineral yang cukup untuk
mendukung keadaan umun pasien. Diharapkan menjadi keseimbangan dan
hemostasisi, system imun akan tetap berfungsi optimal.
3. Defekasi dan BAK perlu diperhatikan, karena kadang-kadang terjadi
obstipasi dan retensi urine
4. Observasi kehamilan dan komplikasinya
5. Pada saat nifas, pertimbangkan resiko dan keuntungan untuk memberikan
laktasi atau merawat kondisi bayi yang baru dilahirkan. Meskipun basil
tifoid tidak mencapai ASI, tetapi karena ibu sakit berat dan dapat
menularkannya, maka bayi segera dipisahkan dari ibu setelah lahir.
BAB 4
KOMPLIKASI DAN PENYULIT KEHAMILAN TRIMESTER 1
ANEMIA KEHAMILAN
Anemia oleh orang awam dikenal sebagai kurang darah. Anemia adalah suatu
penyakit dimana kadar Hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari normal.
Anemia berada dengan tekanan darah rendah. Tekanan darah rendah adalah
kurangnya kemampuan otot jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh
sehingga menyebabkan kurangnya aliran darah yang sampai keotak dan bagian
tubuh lainnya.
Anemia kehamilan yaitu ibu hamil dengan kadar Hb<11g% pada trimester
1 dan III atau Hb <10,5g% pada trimester II.
Gejala yang mungkin timbul pada anemia adalah keluhan lemah, pucat,
dan mudah pingsan, walaupun tekanan darah masih dalam batas normal. Secara
klinik dapat dilihat tubuh yang malnutrisi dan pucat.
Sebagian besar anemia di Indonesia penyebabnya adalah kekurangan zat
besi. Zat besi adalah salah satu unsure gizi yang merupakan komponen pembentuk
Hb atau sel darah merah. Oleh karena itu disebut anemia gizi besi
Anemia gizi besi dapat terjadi karena hal-hal berikut ini.
1. Kandungan zat besi dari makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi ketuban.
a. Makanan yang kaya akan kandungan zat besi adalah makanan yang
berasal dari hewani (seperti: ikan, daging, hati, ayam)
b. Makanan nabati (dari tumbuh-tumbuhan) misalnya sayuran hijau tua, yang
walaupu kaya akan zat besi, namun hanya sedikit yang bisa diserap dengan
baik oleh usus.
2. Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi
a. Pada masa pertumbuhan seperti anak-anak dan remaja, kebutuhan tubuh
akan zat besi meningkat tajam.
b. Pada masa kehamilan kebutuhan zat besi meningkat karena besi
diperlukan untuk pertumbuhan janin, serta untuk kebutuhan ibu sendiri
c. Pada penderita penyakit menahun seperti TBC.
3. Meningkatnya pengeluaran zat besi dari tubuh.
Perdarahan atau kehilangan darah dapat menyebabkan anemia. Hal ini terjadi
pada pasien dengan penyakit berikut ini.
a. Kecacingan
(terutama
cacing
tambang),
infeksi
cacing
tambang
folat. Wanita
mengalami menstruasi sehingga memerlukan zat besi untuk mengganti darah yang
hilang. Wanita yang sedang hamil atau menyusui, kebutuhan zat besi sangat tinggi
sehingga perlu dipersiapkan sedini mungkin semenjak remaja. Minumlah 1 (satu)
tablet tambah darah seminggu sekali dan dianjurkan minum tablet setiap hari
selama haid. Untuk ibu hamil, minumlah 1 (satu) tablet tambah darah setiap hari
paling sedikit selama 90 hari masa kehamilan dan 40 hari setelah melahirkan.
Zat besi (Fe)
Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh
manusia, yaitu sebanyak 3-5 gram. Pada tubuh, zat besi merupakan bagian dari
hemoglobin yang berfungsi sebagai alat angkut oksigen
dari paru-paru ke
Pengelolaan
Pemberian obat-obatan yaitu dengan obat sedative, antihistamin, serta vitamin B1
dan B6 sampai antiemetic. Penderita diisolasi sampai muntah berhenti dan
penderita mau makan. Berikan terapi psikologi, hilangkan rasa takut karena
kehamilan, kurangi pekerjaan, serta hilangkan masalah dan konflik. Berikan
cairan cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan glukosa 5% dalam cairan
garam fisiologis sebanyak 2-3 liter sehari. Bila perlu, dapat ditambah kalium dan
vitamin. Pengehentian kehamilan dapat dilakukan bila keadaan memburuk.
ABORTUS
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi atau berakhirnya kehamilan sebelum
janin dapat hidup didunia luar (viable), tanpa mempersoalkan penyebabnya
dengan berat badan <500 gram atau umur kehamilan <20 minggu.
Kalsifikasi
Abortus dapat diklasifikasi berdasarkan kejadian dan gambaran klinis
1. Berdasarkan kejadiannya
a. Abortus spontan adalah keluarnya hasil konsepsi tanpa intervensi medis
maupun mekanis, atau terjadi tanpa ada unsure tindakan dari luar dan
dengan ketentuan sendiri.
b. Abortus buatan/abortus provokatus (disengaja, gugurkan), dibagi menjadi
berikut.
- Abortus buatan menurut indikasi medis (abortus provokasus artifisialis
atau theraupeticus). Abortus ini sengaja dilakukuan sehingga
kehamilan dapat diakhiri. Upaya menghilangkan hasil konsepsi
dilakukan atas indikasi untuk menyelamatkan jiwa ibu, misalnya:
penyakit jantung, hipertensi esensial, dan karsinoma serviks.
Keputusan ini ditentukan oleh tim ahli yang terdiri atas dokter ahli
-
ada
harapan
untuk
beberapa hari atau dapat berulang. Dapat disertai rasa nyeri perut bawah
atau punggung bawah.
b. Abortus insipiens (keguguran berlangsung)
Abortus ini sedang berlangsung dan tidak dapat dicegah lagi. Ostium
terbuka, teraba ketuban, dan berlangsung hanya berapa jam saja. Abortus
insipiens didiagnosis apabila pada wanita hamil ditemukan perdarahan
banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah yang disertai neyri karena
kontraksi rahim kuat dan ditemukan adanya dilatasi serviks sehingga jari
pemeriksa dapat masuk dan ketuban dapat teraba. Kadang-kadang
perdarahan dapat menyebabkan infeksi, oleh karena itu, evakuasi harus
segera dilakukan. Janin biasanya sudah mati dan mempertahankan
kehamilan pada keadaan ini merupakan kontraindikasi.
c. Abortus inkomplitus (keguguran tidak lengkap)
Abortus inkomplit didiagnosis apabila sebagian dari hasil konsepsi telah
lahir atau teraba vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya jaringan
plasenta) masih tertinggal didalam rahim. Perdarahan terus berlangsung,
banyak dan membahayakan ibu. Serviks sering tetap terbuka karena masih
ada benda didalam rahim yang di anggap sebagai benda asing (corpus
alienum). Oleh karena itu, uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan
mengadakan kontraksi sehingga ibu merasakan nyeri.
d. Abortus kompletus (keguguran lengkap)
Seluruh bayi dilahirkan dengan lengkap, ostium tertutup, uterus lebih kecil
dari umur kehamilan atau ostium terbuka, dan kavum uteri kosong. Pada
abortus ini, perdarahan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan
selambat-lambatnya perdarahan berhenti sama sekali karena dalam masa
ini luka rahim sembuh. Serviks juga dengan segera menutup kembali.
e. Abortus tertunda (missed abortion)
Keadaan dimana janin telah mati sebelum minggu ke-20, tetapi tertanam
didalam rahim selama beberapa minggu (8 minggu atau lebih) setelah
janin mati. Saat terjadi kematian janin kadang-kadang ada perdarahan
pervaginam sedikit sehingga menimbulkan gambara abortus iminens.
Selanjutnya rahim tidak membesar bahkan mengecil karena aborsi air
ketuban dan maserasi janin.
f. Abortus habitualis (keguguran berulang)
Abortus yang telah berulang dan berturut-turut terjadi, sekurangkurangnya 3 kali berturut-turut. Kejadiannya jauh lebih sedikit dari abortus
spontan (kurang dari 1%).
Kehamilan ektopik
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi diluar rongga rahim (kavum
uteri). Istilah ektopik berasal dari bahasa inggris, yaitu ectopic, dengan akar kata
dari bahasa yunani, topos yang berarti tempat. Jadi, istilah ektopik dapat diartikan
sebagai berada di luar tempat yang semestinya. Walaupun diartikan sebagai
kehamilan di luar rongga rahim, kehamilan didalam rahim yang bukan pada
tempat seharusnya, juga dimasukan dalam criteria kehamilan ektopik, misalnya
kehamilan yang terjadi pada kornu uteri. Hal ini yang membedakannya dengan
istilah kehamilan ekstrauterina. Etiologi kehamilan ektopik biasanya disebabkan
oleh terjadinya hambatan pada perjalanan sel telur, dari indung telur (ovarium)
kerahim (uterus). Pada kasus yang jarang, kehamilan ektopik disebabkan oleh
terjadinya perpindahan sel telur dari indung telur sisi yang satu, masuk ke saluran
telur sisi sebrangnya.
Kahamilan ektopik merupakan penyebab utama yang keempat dari seluruh
mortalitas ibu dan penyebab yang paling lazim dari mortalitas ibu dalam trimester
pertama. Lebih dari 95% kehamilan ektopik tumbuh berbagai anatomi pada tuba
fallopi, termasuk bagian interstitial 1% istmus 5%, ampularis 85%, dan
infundubularis 9%. Tempat implantasi lain yang lebih jarang adalah serviks,
sampai peritoneum.
Patofisiologi
Ovum yang telah dibuahi berimplentasi di tempat lain selain di endometrium
kavum uteri. Prinsip patofisiolog : gangguan/interferensi mekanik terhadap ovum
yang telah dibuahi dalam perjalanannya menuju kavum uteri. Kejadian ini sering
terjadi pada hal-hal berikut ini.
1.
2.
3.
4.
5.
Implantasi telur biasanya terjadi dalam pars institialis tuba. Miometrium memiliki
lapisan yang lebih tebal sehingga rupture erjadi lebih lambat kira-kira terjadi pada
bulan 3 atau ke-4. Apabila terjadi rupture, maka akan terjadi perdarahan yang
hebat karea tempat ini banyak terdapat pembuluh darah sehingga dalam waktu
yang singkat dapat terjadi kematian.
Kehamilan Abdominal
Kehamilan abdominal terbagi atas dua, yaitu sebagai berikut.
1. Kehamilan abdominal primer, terjadi bila telur dari awal mengadaka
implantasi dalam rongga perut
2. Kehamilan abdominal sekunder, berasal kehamilan tuba dan setelah
rupture baru mengalami kehamilan abdominal.
Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
Kehamilan ektopik terjadi bila telur dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar
endometrium kavum uteri. Sebesar 90% kehamilan ektopik terjadi di tuba.
Kehamilan ektopik dapat mengalami abortus atau rupture apabila massa
kehamilan berkembang melebihi kapasitas ruang implantasi dan peristiwa ini
disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu. Sebagaian besar penyebabnya
belum diketahui.
Gejala yang timbul pada kehamilan ektopik adalah sebagai berikut.
1. Kehamilan ektopik yang belum terganggu
Sama seperti hamil muda, namun disertai perdarahan berak berulang.
Tanda tidak umum adanya massa lunak di adneksa dan nyeri goyang pada
porsio
2. Kehamilan ektopik terganggu (KET)
Disertai kondisi gawat darurat dan abdominal akut seperti pucat/anemis,
kesadaran menurun, syok, perut kembung, nyeri perut bagian bawah dan
nyeri goyang pada porsio
Pemeriksaan kuldosintesis sangat membantu dalam menegakkan diagnosis
KET. Setelah diagnosis ditegakkan, segea lakukan persiapan untuk
tindakan opertif gawat darurat.
MOLA HIDATIDOSA
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan di mana hasil konsepsi tidak berkembang
menjadi embrio, tetapi terjadi proliferasi dari vili koriales disertai dengan
degenerasi hidropik.
Gejala awal tidak beda dengan kehamilan biasa, yaitu mual, muntah,
pusing, dan lain-lain, hanya saja derajat keluhannya sering lebih hebat.
Selanjutnya perkembangan lebih pesat sehingga pada umumnya besar uterus lebih
besar dari umur kehamilan. Tanda pasti kehamilan seperti ballottement dan denyut
jantung janin tidak ditemukan.
Perdarahan merupakan gejala utama, oleh karena itu, umumnya penderita
mengalami, anemia. USG sangat membantu dalam diagnosis.
Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan mola adalah evakuasi dan evaluasi.
1. Setelah diagnosis ditegakkan, harus segera dilakukan vakum kuret
2. Pemeriksaan tindak lanjut setelah kuretase perlu dilakuka mengingat adanya
kemungkinan keganasan setelah molahidatidosa. Kadar HCG dipantau hingga
minimal 1 tahun pasca-kuretase. Kadar yang menetap atau meninggi setelah 8
minggu pasca-kuretase menunjukan masih terdapat trofoblas aktif.
3. Penundaan kehamilan sampai 6 bulan setelah kadar -hCG normal
4. Mola hidatidosa dengan risiko tinggi harus diberikan kemoterapi.
BAB 5
KOMPLIKASI DAN PENYULIT KEHAMILAN TRIMESTER III
PENDAHULUAN
Terminologi
Hipertensi
dalam
kehamilan
(HDK)
digunakan
untuk
menggambarkan spectrum yang luas dari ibu hamil yang mengalami peningkatan
tekanan darah yang ringan atau berat dengan berbagai disfungsi organ.sampai
sekarang penyakit HDK masih merupakan masalah kebidanan yang belum dapat
dipecahkan dengan tuntas.
Hipertensi merupakan salah satu masalah medis yang sering kali muncul
selama kehamilan dan dapat menimbulkan koplikasi pada 2-3 persen kehamilan.
Hipertensi pada kehamilan dapat menyebabkan morbidias/kesakitan pada ibu
(termasuk kejang eklamsia, perdarahan otak, edema paru [cairan di dalam paru],
gal ginjal akut, dan penggumpalan/ pengentalan darah di dalam pembuluh darah),
serta morbiditas pada janin (termasuk pertumbuhan janin terhambat di dalam
rahim, kematian janin di dalam rahim, solusio plasenta/ plasenta terlepas dari
tempat melekatnya dirahim, dan kelahiran prematur). HDK adalah salah satu
penyebab morbiditas dan mortalitas ibu disamping perdarahan dan infeksi. Pada
HDK juga didapati angka mortalitas dan morbiditas bayi yang cukup tinggi. Di
Indonesia, preeclampsia dan eklampsia merupakan penyebab dari 30-40%
kematian perinatal, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia telah
menggeser perdarahan sebagai penyebab utama kematian maternal. Oleh karena
itu diperlukan perhatian, serta penanganan yang serius terhadap ibu hamil dengan
penykit ini.
Hipertensi gestasional
Hipertensi kronis
Superimposed preeclampsia
Preeclampsia ringan, preeclampsia berat, dan eklampsia
Sebagai batasan yang disebut hipertensi dalam kehamilan adalah kenaikan
tekanan darah diastolic 90 mmHg dan tekanan darah sistolik 140 mmHg
pada dua kali pemriksaan yang berjarak 4 jam atau lebih dan proteinuria jika
dijumpai protein dalan urine melebihi 0,3 gr/ 24 jam atau dengan pemeriksaan
kualitatif minimal positif (+) satu.
Definisi
Beberapa definisi untuk hipertensi dalam kehamilan adalah sbb.
1. Hipertensi gestasional adalah kenaikan tekanan darah yang hanya dijumpai
dalam kehamilan sampai 12 minggu pasca-persalinan, tidak dijumpai keluhan
dan tanda-tanda preeclampsia lainnya. Diagnosis akhir ditegakkan pascapersalinan.
2. Hipertensi kronis adalah hipertensi yang sudah dijumpai sebelum kehamilan,
selama kehamilan, sampai sesudah masa nifas. Tidak ditemukan adanya
keluhan dan tanda-tanda preeclampsia lainnya.
3. Superimposed preeclampsia adalah gejala dan tanda-tanda preeclampsia
muncul sesudah kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya
menderita hipertensi kronis.
4. Preekampsia ringan, preeclampsia berat, dan eklampsia. Dahulu disebut PE
jika dijumpai trias pada klinik yaitu: tekanan darah 140/90 mmHg,
proteinuria, dan odema. Akan tetapi, sekarang edema tidak lagi dimasukkan
dalam criteria diagnostik karena edema juga dijumpai pada kehamilan normal.