PENDAHULUAN
sifilis di Indonesia diderita oleh waria sebesar 25%, pekerja seks langsung sebesar
10%, pria yang berhubungan seks sesama pria sebesar 10%, pekerja seks tidak
langsung sebesar 3% dan narapidana sebesar 3%.6 Jika tidak diobati, angka mortalitas
mencapai 8% hingga 58%, dengan angka kematian lebih tinggi ada laki-laki.
Keparahan gejala sifilis berkurang selama abad ke-19 dan 20, sebagian karena
semakin banyaknya ketersediaan pengobatan efektif dan karena penurunan virulens
dari spirochaete. Dengan pengobatan dini, komplikasi lebih sedikit. Sifilis
meningkatkan risiko penularan HIV dua hingga lima kali, dan infeksi lainnya juga
banyak terjadi. Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, jumlah kasus baru
IMS lainnya termasuk sifilis di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebanyak 8.671
kasus, lebih sedikit dibanding tahun 2011 (10.752 kasus). Meskipun demikian
kemungkinan kasus yang sebenarnya di populasi masih banyak yang belum
terdeteksi.4,5
Meskipun kejadian sifilis sudah menurun, penyakit ini harus mendapat
perhatian. Hampir semua system dalam tubuh dapat diserang termasuk system
kardiovaskuler dan saraf. Selain itu wanita hamil dapat menularkan pada janinnya
sehingga menyebabkan sifilis congenital yang dapat mengakibatkan kelainan bawaan
dan kematian.5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Asal penyakit ini tidak jelas. Sebelum tahun 1942 belum dikenal di Eropa.
Ada yang menganggap penyakit ini berasal dari penduduk Indian yang dibawa oleh
anak buah Columbus waktu mereka kembali ke Spanyol pada tahun 1492. Pada tahun
1494 terjadi epidemi di Napoli. Pada abad ke-18 baru diketahui bahwa penularan
sifilis dan gonore disebabkan oleh senggama dan keduanya dianggap disebabkan oleh
infeksi yang sama.6
Pada abad ke-15 terjadi wabah di Eropa, sesudah tahun 1860 morbiditas
sifilis di Eropa menurun cepat, mungkin karena perbaikan sosio ekonomi. Selama
perang dunia kedua, insidennya meningkat dan mencapai puncaknya pada tahun
1946, kemudian makin menurun. Insiden sifilis di berbagai negeri di seluruh dunia
pada tahun 1996 berkisar antara 0,04-0,52%. Insiden yang terendah di Cina,
sedangkan yang tertinggi di Amerika Selatan. Di Indonesia insidennya 0,61%.6
3. Etiologi
Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman
ialah
Treponema
pallidum,
yang
termasuk
ordo
Spirochaetales,
familia
antara 6-15 um, lebar 0,15 um, terdiri atas delapan sampai dua puluh empat lekukan.
Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka botol.
Membiak secara pembelahan melintang, pada stadium aktif terjadi setiap tiga puluh
jam.6
Pembiakan pada umumnya tidak dapat dilakukan diluar badan. Di luar
badan kuman tersebut cepat mati, sedangkan dalam darah untuk tranfusi dapat hidup
tujuh puluh dua jam.6
4. Klasifikasi
Bentuk ini merupakan bentuk yang paling sering terlihat pada S II.
Bentuknya bulat, adakalanya terdapat bersama-sama dengan roseola. Papul tersebut
dapat berskuama yang terdapat di pinggir (koleret) dan disebut papulo-skuamosa.
Skuama dapat pula menutupi permukaan papul sehingga mirip psoriasis, oleh karena
itu
papul-papul
tersebut
menghilang dapat
generalisata dan simetrik, sedangkan pada yg lanjut bersifat setempat dan tersusun
secara tertentu : arsinar, sirsinar, polikistik dan korimbiformis. Jika pada dahi susunan
yang sirsinar/arsinar tersebut dinamakan korona venerik karena menyerupai mahkota.
Papul-papul tersebut juga dapat dilihat pada sudut mulut, ketiak, di bawah mamae
dan alat genital.6,7
Bentuk lain ialah kondiloma lata, terdiri atas papul-papul lentikular
permukaannya datar, sebagian berkonfluensi, terletak pada daerah lipatan kulit ;
akibat gesekan antar kulit permukaannya menjadi erosive, eksudatif, sangat menular.
Tempat predileksinya di lipat paha, scrotum, vulva, perianal, di bawah mammae , dan
antar jari kaki. Kejadian yang jarang terlihat ialah pada tempat afek primer terbentuk
lagi infiltrasi dan reindurasi : sebabnya treponema masih tertinggal pada waktu S I
menyembuh yang kemudian akan membaik dan dinamakan chancer redux.6,7
6.1.1.3 Pustul
Bentuk ini jarang terdapat. Mula-mula terbentuk banyak papul yang segera
menjadi vesikel dan kemudian terbentuk pustule, sehingga disamping pustule masih
pula terlihat papul. Timbulnya pustule ini sering disertai demam yang intermitten dan
penderita tampak sakit, lamanya dapat berminggu-minggu. Kelainan kulit dapat
disebut sifilis variseliformis karena menyerupai varisela.6
6.1.1.4 Bentuk lain
Kelainan lain yang terdapat pada S II ialah banyak papul, pustul dan krusta
yang berkonfluensi sehingga mirip impetigo, karena itu disebut sifilis impetiginosa.
Dapat pula timbul ulkus yang ditutupi oleh krusta disebut ektima sifilitikum. Bila
bulanya tebal disebut rupia sifilitika. Disebut sifilis ostrasea jika ulkus meluas ke
perifer sehingga berbentuk seperti kulit kerang. Sifilis berupa ulkus-ulkus yang
terdapat di kulit dan mukosa disertai demam dan keadaan umum yang memburuk
disebut sifilis maligna yang dapat menyebabkan kematian. Tes serologik dapat negatif
atau positif lemah. Sifilis tersebut terdapat pada penderita dengan daya tahan tubuh
yang rendah.6
9
1. S II pada mukosa
Dapat terjadi onikia sifilitika, yaitu kelainan kuku dengan warna kuku berubah
menjadi putih dan kabur, rapuh, dan terdapat alur transversal dan longitudinal, bagian
distal lempeng kuku menjadi hiperkeratotik, sehingga kuku terangkat. Dapat juga
terjadi paronikia sifilitika, yaitu radang kronik sehingga kuku menjadi rusak dan
kadang kuku terlepas.7
4. S II pada alat lain
4.1 Kelenjar getah bening : pembesaran KGB superfisial, sifatnya seperti SI
10
4.2 Mata : uveitis anterior (sering pada stadium rekuren), koroido-retinitis (bisa
Laten berarti tidak ada gejala klinis dan kelainan, termasuk alat-alat dalam,
tetapi infeksi masih ada dan aktif. Tes serologik darah positif, sedangkan tes
likuorserebrospinal negatif. Tes yang dianjurkan ialah VDRL dan TPHA. Sifilis laten
merupakan stadium sifilis tanpa gejala klinis, akan tetapi pemeriksaan serologis
reaktif. Dalam perjalanan penyakit sifilis selalu melalui tingkat laten, selama
bertahun-tahun atau seumur hidup. Akan tetapi bukan berarti penyakit akan berhenti
pada tingkat ini, sebab dapat berjalan menjadi sifilis lanjut, berbentuk gumma,
kelainan susunan syaraf pusat dan kardiovaskuler. Fase ini bisa berlangsung bertahuntahun atau berpuluh-puluh tahun atau bahkan sepanjang hidup penderita. Pada awal
fase laten kadang luka yang infeksius kembali muncul.6
6.1.1.4 Stadium rekuren
Relaps dapat terjadi baik secara klinis berupa kelainan kulit mirip SII,
maupun serologik yang telah negatif menjadi positif terutama pada sifilis yang tidak
diobati atau yang mendapat pengobatan tidak cukup. Umumnya bentuk relaps ialah
SII, kadang-kadang SI. Kadang-kadang relaps terjadi pada tempat afek primer dan
disebut monorecidive. Relaps dapat memberikan kelainan pada mata, tulang alat
dalam, dan susunan saraf. Juga dapat terlahir bayi dengan sifilis kongenita.6
6.1.2 Sifilis lanjut
6.1.2.1 Sifilis laten lanjut
11
Lesi pertama umumnya terlihat antara tiga sampai sepuluh tahun setelah SI.
Kelainan yang khas ialah guma, yakni infiltrat sirkumskrip, kronis, biasanya
melunak, dan destruktif. Besar guma bervariasi dari lentikular sampai sebesar telur
ayam. Kulit diatasnya mula-mula tidak menunjukkan tanda-tanda radang akut dan
dapat digerakkan. Setelah beberapa bulan mulai melunak, biasanya mulai dari tengah,
tanda-tanda radang mulai tampak, kulit menjadi eritematosa dan livid serta melekat
terhadap guma tersebut. Kemudian terjadi perforasi dan keluarlah cairan seropurulen,
kadang-kadang sanguinolen. Pada beberapa kasus disertai jaringan nekrotik.6
Tempat perforasi akan meluas menjadi ulkus, bentuknya lonjong/bulat,
dindingnya curam, seolah-olah kulit tersebut terdorong ke luar. Beberapa ulkus
berkonfluensi sehingga membentuk pinggir yang polisiklik. Jika telah menjadi ulkus,
maka infiltrat yang terdapat di bawahnya yang semula sebagai benjolan menjadi
datar. Tanpa pengobatan guma tersebut akan bertahan beberapa bulan hingga
beberapa tahun. Biasanya guma solitar, tetapi dapat pula multipel, umumnya
asimetrik. Gejala umum biasanya tidak terdapat, tetapi jika guma multipel dan
perlunakannya cepat, dapat disertai demam.6,7
Selain guma, kelainan yang lain pada S III ialah nodus. Mula-mula dikutan
kemudian ke epidermis, pertumbuhannya lambat yakni beberapa minggu/bulan dan
umumnya
meninggalkan
sikatriks
yang
hipotrofi.
Nodus
tersebut
dalam
12
Dapat pula tanpa nekrosis dan menjadi sklerotik. Perbedaannya dengan guma, nodus
lebih superfisial dan lebih kecil (miliar hingga lentikular), lebih banyak, mempunyai
kecenderungan
untuk
bergerombol
atau
berkonfluensi;
selain
itu
tersebar
13
ginjal, vesika urinaria, dan prostat, meskipun jarang. S III pada ovarium jarang, pada
testis kadang-kadang berupa guma atau fibrosis
Sifilis ini bermanifestasi pada S III, dengan masa laten 15-30 tahun,
umumnya mengenai usia 40-50 tahun. Insiden pada pria lebih banyak 3 kali lipat dari
pada wanita. Pada dinding aorta terjadi infiltrasi perivaskular yang terdiri atas sel
limfosit dan sel plasma. Enarteritis akan menyebabkan iskemia. Lapisan intima dan
media juga dirusak sehingga terjadi pelebaran aorta yang menyebabkan aneurisma.
Aortitis yang tersering ialah mengenai aorta asendens, katup mengalami kerusakan
sehingga darah mengalir kembali ke ventrikel kiri. Aortitis juga sering mengenai
arteria koronaria dan menyebabkan iskemia miokardium.6
Angina pektoris merupakan gejala umum aortitis karena sifilis, yaitu
disebabkan oleh stenosis muara arteria koronaria karena jaringan granulasi dan
deformitas, serta dapat menyebabkan kematian mendadak. Heart block merupakan
kelainan aritmia jantung yang jarang dan kadang-kadang disebabkan oleh sifilis,
miokarditis karena sifilis sangat jarang, demikian pula guma pada kor. Kelainan lain
ialah Aneurisma pada aorta yang dapat fusiformis atau sakular. Umumnya tidak
memberi gejala selama beberapa tahun. Aneurisma dapat mengenai aorta asendens
yang dapat member benjolan dan pulsasi pada dada sebelah kanan atas sternum. Jika
aneurisma tersebut membesar, dapat menggeser trakea dan menyumbat vena kava
superior. Kematian biasanya disebabkan oleh rupture ke pleura, perikardium, dan
bronkus.7
Aneurisma pada arkus aorta akan menyebabkan tekanan pada alat-alat
tubuh di mediastinum superior. Tekanan pada trakea dapat menyebabkan stridor.
14
Selain itu aneurisma juga dapat menekan bronkus kiri dan menyebabkan kolaps paru,
dapat pula menekan nervus laryngeal yang menyebabkan suara menjadi parau.
Kematian disebabkan oleh rupture ke trakea, pleura, pericardium atau mediastinum.
Aneurisma aorta abdominal hampir selalu karena perubahan arteriosklerotik, biasanya
tanpa gejala. Diagnosis aneurisma aorta ditegakkan dengan sinar-X. tes serologi
positif pada 80% kasus.6,7
3.2 Neorosifilis
15
3. Sifilis parenkim : termasuk golongan ini ialah tabes dorsalis dan demensia
paralitika.
3.1 Tabes dorsalis
Timbulnya antara delapan sampai dua betas tahun setelah infeksi pertama.
Kira-kira seperempat kasus neurosifilis berupa tabes dorsalis. Kerusakan terutama
pada radiks posterior dan funikulus dorsalis daerah torako-lumbalis. Selain itu
beberapa saraf otak dapat terkena, misalnya nervus optikus, nervus trigeminus, dan
nervus oktavus. Gejala klinis di antaranya ialah gangguan sensibilitas berupa ataksia,
arefleksia, gangguan virus, gangguan rasa nyeri pada kulit, dan jaringan dalam.
Gejala lain ialah retensi dan inkontinensia urin. Gejala tersebut terjadi berangsurangsur terutama akibat demielinisasi dan degenerasi funikulus dorsalis.6
3.2 Demensia paralitika
Penyakit ini biasanya timbul delapan sampai sepuluh tahun sejak infeksi
primer, umumnya pada umur antara tiga puluh sampai lima puluh tahun.
Sejumlah 10-15% dari seluruh kasus neurosifilis berupa demensia paralitika.
Prosesnya ialah meningoensefalitis yang terutama mengenai otak, ganglia basal, dan
daerah sekitarventrikel ketiga. Lambat laun terjadi atrofi pada korteks dan substansi
albs sehingga korteks menipis dan terjadi hidrosefalus. Gejala klinis yang utama ialah
demensia yang terjadi berangsur-angsur dan progresif. Mula-mula
terjadi
lain di
antaranya ialah disartria, kejang-kejang umum atau fokal, muka topeng, dan tremor
terutama otot-otot muka. Lambat laun terjadi kelemahan, ataksia, gejala-gejala
piramidal, inkontinensia urin, dan akhirnya meninggal.7
4. Guma
kepala, mual, muntah, dan dapat terjadi konvulsi dan gangguan visus. Gejalanya
berupa udema papil akibat peninggian tekanan intrakranial, paralisis nervus
kranial, atau hemiplegia.7
6.2 Sifilis kongenital
Sifilis kongenital pada bayi terjadi, jika ibunya terkena sifilis, terutama sifilis
dini sebab banyak
T. pallidum
hematogen ke janin melalui plasenta yang sudah dapat terjadi pada saat masa
kehamilan 10 minggu.
17
Kelainan kulit yang pertama kali terlihat pada waktu lahir ialah bula
bergerombol, simetris pada telapak tangan dan kaki, kadang-kadang pada tempat lain
di badan. Cairan bula mengandung banyak T. pallidum. Bayi tampak sakit. Bentuk
ini adakalanya disebut pemfigus sifilitika. Kelainan lain biasanya timbul pada waktu
bayi berumur beberapa minggu dan mirip erupsi pada S II, pada umumnya berbentuk
papul atau papulo-skuamosa yang simetris dan generalisata. Dapat tersusun teratur,
misalnya anular. Pada tempat yang lembab papul dapat mengalami erosi seperti
kondilomata lata. Ragades merupakan kelainan umum yang terdapat pada sudut
mulut, lubang hidung, dan anus; bentuknya memancar (radiating).6
Wajah bayi berubah seperti orang tua akibat turunnya berat badan sehingga
kulit berkeriput. Alopesia dapat terjadi pula, terutama pada sisi dan belakang kepala.
Kuku dapat terlepas akibat papul di bawahnya; disebut onikia sifilitika. Jika tumbuh
kuku yang bare akan kabur dan bentuknya berubah. Pada selaput lendir mulut dan
tenggorok dapat terlihat plaques muqueuses seperti pada S II. Kelainan semacam
itu
sering
terdapat
pada
18
Ginjal dapat diserang, pada urin dapat terbentuk albumin, hialin, dan granular cast.
Pada umumnya kelainan ginjal ringan. Pada paru kadang-kadang terdapat infiltrasi
yang disebut "pneumonia putih". Tulang sering diserang pada waktu bayi berumur
beberapa
berumur enam bulan dan memberi gambaran khas pada waktu pemeriksaan dengan
sinar-X. Ujung tulang terasa nyeri dan bengkak sehingga tidak dapat digerakkan;
seolah-olah terjadi paralisis dan disebut pseudo paralisis Parrot. Kadang-kadang
terjadi komplikasi berupa terlepasnya epifisis, fraktur patologik, dan artritis
supurativa. Pada pemeriksaan dengan sinar-X terjadi gambaran yang khas. Tanda
osteokondritis menghilang setelah dua belas bulan, tetapi periostitis menetap.
Koroiditis dan uveitis jarang. Umumnya terdapat anemia berat sehingga rentan
terhadap infeksi. Neurosifilis aktif terdapat kira-kira 10%. Akibat invasi T. pallidum
pada otak waktu intrauterin menyebabkan perkembangan otak terhenti. Bentuk
neurosifilis meningovaskular yang
Umumnya terjadi antara umur tujuh sampai lima belas tahun. Guma dapat
menyerang kulit, tulang, selaput lendir, dan organ dalam. Yang khas ialah guma pada
hidung dan mulut. Jika terjadi kerusakan di septum nasi akan terjadi perforasi, bila
meluas terjadi destruksi seluruhnya hingga hidung mengalami kolaps dengan
deformitas. Guma pada palatum mole dan durum jugs sering terjadi sehingga
menyebabkan perforasi pada palatum. Periostitis sifilitika pada tibia umumnya
mengenai sepertiga tengah tulang dan menyebabkan penebalan yang disebut sabre
tibia. Osteoperiostitis setempat pada tengkorak berupa tumor bulat yang disebut
Parrot nodus, umumnya terjadi pada daerah frontal dan parietal.7
19
tersebut terjadi biasanya antara umur sepuluh sampai dua puluh tahun, bersifat
kronik. Efusi
6.2.3 Stigmata
20
Cara pemeriksaan adalah dengan mengambil serum dari lesi kulit dan
dilihat bentuk dan pergerakkannya dengan mikroskop lapangan gelap. Pemeriksaan
dilakukan 3 hari berturut-turut, jika hasil pada hari pertama dan kedua negatif.
Sementara itu lesi dikompres dengan larutan garam faal. Bila hasilnya negatif bukan
berarti diagnosanya bukan sifilis, mungkin kumannya terlalu sedikit. Treponema
tampak berwarna putih pada latar belakang gelap. Pergerakkannya memutar terhadap
sumbunya. Pemeriksaan lain dengan pewarnaan menurut buri, tidak dapat dilihat
pergerakkannya, karena treponema tersebut telah mati. Jadi hanya tampak bentuknya
saja.6
7.2 Tes serologi sifilis (T.S.S)
(Rapid Plasma Reagin), ART (Automated Reagin Test), dan RST (Reagin Screen
Test).6
7.2.2 Treponemal, Contoh tes treponemal :
a. Tes imobilisasi : TPI (Treponemal pallidum Imobilization Test)
b. Tes fiksasi komplemen : RPCF (Reiter Protein Complement Fixation Test)
c. Tes imunofluorosen : FTA-Abs (Fluorecent Treponemal Antibody Absorption
Test)
d. Tes hemoglutinasi : TPHA (Treponemal pallidum Haemoglutination Assay),
SPHA (Solid-Phase hemabsorption Assay), HATTS (Haemaglutination
21
22
diagnose neurosifilis. Tes yang berguna untuk mendiagnosa neurosifilis adalah 19S
IgM SPHA, karena adanya IgM dalam cairan serebrospinalis yang merupakan
indicator tepat bagi neurosifilis.7
7.5 Positif semu biologik (P.S.B)
P.S.B atau Biological False Positive (B. F.P.) sering disebut sebagai positif
semu saja, yaitu keadaan penderita tanpa menderita sifilis atau treponematosis yang
lain, akan tetapi pada pemeriksaan serum memberi reaksi positif, terutama dengan
tes nontreponemal. Serum seseorang tanpa menderita treponema tosis dapat
mengandung sedikit antibody treponemal. Jika mendapat infeksi dengan berbagai
mikroorganisme, antibody tersebut dapat bertambah hingga memberi hasil tes
nontreponemal positif; biasanya titernya rendah. Hal tersebut dapat terjadi pula pada
penyakit autoimun, sesudah vaksinasi, selama kehamilan, dan obat narkotik. P.S.B
dibagi menjadi dua macam: akut dan kronis, disebut kronis jika menderita lebih dari
enam bulan.6
7.5.1 P.S.B Akut
Ciri khas pada P.S.B akut: hasil tes non treponemal positif lemah, tidak ada
persesuaian antara kedua tes; berakhir dalam beberapa hari/minggu, jarang melebihi
enam bulan sesudah penyakitnya sembuh. Penyebab sering ialah infeksi saluran nafas
, morbili, varisela, mononuklosus infeksiosa, hepatitis, virus pneumonia, vaksinasi,
malaria,
kehamilan,
dan
kala-azar.
Penyebab
yang
jarang:
ulkus
mole,
Pada bentuk ini tes treponemal akan memberi reaksi positif yang berulang
dalam beberapa bulan/tahun. Hasil tes likuor serebrospinalis negative. Berbagai
penyakit yang member P.S.B. kronis ialah lepra terutama tipe LL, penyakit autoimun
(misalnya lupus eritemosa sistemik/discoid, scleroderma, anemia hemolitik
23
Sinar Rontgen dipakai untuk melihat kelainan khas pada tulang, yang dapat
terjadi pada S II, S III, dan sifilis congenital. Juga pada sifilis kardiovaskular,
misalnya untuk melihat aneurisma aorta. Pada neurosifilis, tes koloidal emas sudah
tidak dipakai lagi karena tidak khas. Pemeriksaan jumlah sel dan protein total pada
likuor serebrospinalis hanya menunjukkan adanya tanda inflamasi pada susunan saraf
pusat dan tidak selalu berarti terdapat neurosifilis. Harga normal ialah 0-3 sel/mm 3,
jika limfosit melebihi 5/mm3 berarti ada peradangan. Harga normal protein total ialah
20-40 mg/100 mm3, jika melebihi 40 mg/mm3 berarti terdapat peradangan.7
7.6.1 Histopatologi
Kelainan yang utama pada sifilis ialah proliferasi sel-sel endotel terutama
terdiri atas infiltrate perivaskular tersusun oleh sel-sel limfoid dan sel-sel plasma.
24
Pada S II lanjut dan S III juga terdapat infiltrate granulomatosa terdiri atas epiteloid
dan sel-sel raksasa.6,7
7.6.2 Imunologi
25
dengan T.pallidum atau derivate protein yang pathogen atau nonpathogen ternyata
gagal.6,7
Sifilis pada wanita lebih ringan daripada pria karena imunitasnya lbih
tinggi. Jumlah neonatus laki-laki dengan sifilis congenital di Amerika Serikat 50%
lebih tinggi daripada neonatus perempuan. Kehamilan juga mempertinggi resistensi
terhadap sifilis, gejala klinisnya juga lebih ringan. Komplikasi yang terdapat pada
beberapa kehamilan pertama, akan menurun pada kehamilan berikutnya, artinya anak
berikutnya akan menjadi normal. Menurut hokum Collec-Baumes (1937), anak yang
baru lahir dengan sifilis congenital tidak akan menularkan kembali penyakitnya
kepada ibunya, sebab ibunya sudah imun oleh infeksi yang lalu.7
8. Diagnosis banding
Penyakit ini dapat residif dapat disertai rasa gatal/nyeri, lesi berupa vesikel
di atas kulit yang eritematosa, berkelompok. Jika telah pecah tampak kelompok erosi,
sering berkonfluensi dan polisiklik, tidak terdapat indurasi.6
8.2 Ulkus piogenik
26
limfadenitis regional disertai tanda-tanda radang akut dapat terjadi supurasi yang
serentak dan terdapat leukositosis pada pemeriksaan darah tepi.6
8.3 Scabies
Afek primer pada L.G.V tidak khas, dapat berupa papul, vesikel, pustule,
ulkus, dan biasanya cepat hilang. Yang khas ialah limfadenitis regional, disertai
tanda-tanda radang akut, supurasi tidak serentak, terdapat periadenitis. L.G.V disertai
gejala konstitusi: demam, malese, dan artralgia.6
8.6 Karsinoma sel skuamosa
Umumnya terjadi pada orang usia lanjut yang tidak disirkumsisi. Kelainan
kulit berupa benjolan-benjolan, terdapat indurasi, mudah berdarah. Untuk diagnosis
perlu biopsi.6
8.7 Penyakit Behcet
Ulkus superficial, multiple, biasanya pada skrotum/labia. Terdapat pula
ulserasi pada mulut dan lesi pada mata.7
8.8 Ulkus mole
Penyakit ini langka. Ulkus lebih dari satu, disertai tanda-tanda radang akut,
terdapat pus, dindingnya bergaung. Haemophilus ducreyi positif. Jika terjadi
limfadenitis regional juga disertai tanda-tanda radang akut, terjadi supurasi serentak
27
dasar diagnosis S II sebagai berikut: S II timbul 6-8 minggu sesudah S I. seperti telah
dijelaskan, S II dapat menyerupai berbagai penyakit kulit. Untuk membedakannya
dengan penyakit lain ada beberapa pegangan. Pada anamnesis hendaknya ditanyakan
apakah pernah menderita luka di alat genital (S I) yang tidak nyeri. Klinis yang
penting umumnya berupa kelainan tidak gatal. Pada S II dini kelainan generalisata,
hampir simetrik, telapak tangan/kaki juga dikenai. Pada S II lambat terdapat kelainan
setempat-setempat, berkelompok, dapat tersusun menurut susunan tertentu, misalnya
arsinar, polisiklik, korimbiformis. Biasanya terdapat limfadenitis generalisata. Tes
serologi positif kuat pada S II dini, lebih kuat lagi pada S II lanjut.6
8.9 Erupsi obat alergik
Pada anamnesis dapat diketahui timbulnya alergi karena obat yang dapat
disertai demam. Kelainan kulit bermacam-macam, diantaranya berbentuk eritema
sehingga mirip roseala pada S II. Keluhannya gatal, sedangkan pada sifilis biasanya
tidak gatal.7
8.10 Morbili
28
29
pada pengobatan jangan dilupakan agar mitra seksualnya juga diobati, dan
selama belum sembuh penderita dilarang bersenggama.. pengobatan dimulai sedini
mungkin, makin dini hasilnya makin baik. Pada sifilis laten terapi bermaksud
mencegah proses lebih lanjut. Pengobatannya menggunakan penisilin dan antibiotik
lain.6
9.1 Penisilin
Obat yang merupakan pilihan adalah penisilin. Obat tersebut dapat
menembus plasenta sehingga mencegah infeksi pada janin dan dapat menyembuhkan
janin yang terinfeksi; juga efektif untuk neurosifilis. Kadar yang tinggi dalam serum
tidak diperlukan, asalkan jangan kurang dari 0,03 unit/ml. yang penting ialah kadar
tersebut harus bertahan dalam serum selama 10-14 hari untuk sifilis dini dan lanjut,
21 hari untuk neurosifilis dan sifilis kardiovaskular. Jika kadarnya kurang dari angka
tersebut, setelah lebih dari 24-30 jam, maka kuman dapat berkembang biak. Menurut
lama kerjanya, terdapat tiga macam penisilin :6
9.1.1 Penisilin G prokain dalam akua dengan lama kerja 24 jam, jadi bersifat kerja
singkat.
9.1.2 Penisilin G prokain dalam minyak dengan aluminium monostearat (PAM), lama
kerja72 jam, bersifat sedang.
9.1.3 Penisilin G benzatin dengan dosis 2,4 juta unit, akan bertahan dalam serum 2-3
minggu, jadi bersifat kerja lama.
Ketiga obat tersebut diberikan intramuskular. Derivate penisilin per oral
tidak dianjurkan karena absorbsi oleh saluran cerna kurang dibandingkan dengan
suntikan. Cara pemberian penisilin tersebut sesuai dengan lama kerja masing-masing;
yang pertama diberikan setiap hari, yang kedua setiap tiga hari, dan yang katiga
biasanya tiap minggu.
Penisilin G benzatin Karena bersifat kerja lama, maka kadar obat dalam
serum dapat bertahan lama dan lebih praktis, sebab penderita tidak perlu disuntik
setiap hari seperti pada pemberian penisilin G prokain dalam akua. Obat ini
mempunyai kekurangan, yakni tidak dianjurkan untuk neurosifilis karena sukar
30
masuk ke dalam darah di otak, sehingga yang dianjurkan ialah penisilin G prokain
dalam akua. Karena penisilin G benzatin member rasa nyeri pada tempat suntikan,
ada penyelidik yang tidak menganjurkan pemberian pada bayi. Demikian pula PAM
member rasa nyeri pada tempat suntikan dan dapat mengakibatkan abses jika suntikan
kurang dalam; obat ini jarang digunakan.6
Tentang cara pemberian dan dosisnya, dalam kepustakaan agak berbedabeda. Pada table 58.2 dicantumkan ikhtisar penatalaksanaan sifilis. T.S.S. yang
diperiksa ialah RPR (Rapid Plasma Reagin), VDRL, dan TPHA. Pada sifilis
kardiovaskular terapi yang dianjurkan ialah dengan penisilin G benzatin 9,6 juta unit,
diberikan 3 kali 2,4 juta unit, dengan interval seminggu. Untuk neurosifilis terapi
yang dianjurkan ialah penisilin G prokain dalam akua 18-24 juta unit sehari,
diberikan 3-4 juta unit, i.v setiap 4 jam selama 10-14 hari. Pada sifilis congenital,
terapi anjurannya ialah penisilin G prokain dalam akua 100.000-150.000
satuan/kgBB, i.m, setiap hari selama 10 hari.6,
Sifilis
Pengobatan
Pemantauan
Serologik
Sifilis primer 1. Penisilin G benzatin dosis 4,8 juta unit Pada bulan I, III, VI,
secara IM (2,4 juta) dan diberikan satu dan XII dan setiap 6
kali seminggu.
bulan pada tahun ke2. Penisilin G prokain dalam akua dosis II.
total 6 juta unit, diberi 0,6 juta unit/hari
selama 10 hari.
3. PAM (Penisilin Prokain + 2% aluminium
monostearat). Dosis total 4,8 juta unit,
diberikan 1,2 juta unit/kali, dua kali
seminggu.
Sifilis sekunder sama seperti sifilis primer
31
Sifilis S III
unit.
2. Penisilin G prokain dalam akua, dosis
dapat digunakan sebagai pencegahan, misalnya pada sifilis lanjut, terutama pada
gangguan aorta dan diberikan 2-3 hari sebelum pemberian penisilin serta dilanjutkan
2-3 hari kemudian.6
9.3 Antibiotik lain
33
klinis diberikan terapi ulang dengan dosis dua kali lebih banyak. Terapi ulang juga
untuk kasus seroresisten yang tidak terjadi penurunan titer serologi setelah 6-12 bulan
setelah terapi.6
Pada sifilis laten, tindak lanjut dilakukan selama 2 tahun. Penderita sifilis
kardiovaskular dan neurosifilis yang telah diobati hendaknya ditindak lanjuti selama
bertahun-tahun.7
10 . Prognosis
Dengan ditemukannya penisilin, maka prognosis sifilis menjadi lebih baik.
Untuk menentukan penyembuhan mikrobiologik, yang berarti bahwa semua
T.pallidum di badan terbunuh tidaklah mungkin. Penyembuhan berarti sembuh klinis
seumur hidup, tidak menular ke orang lain, T.S.S pada darah dan likuor
serebrospinalis selalu negatif. Jika sifilis tidak diobati, maka hampir seperempatnya
akan kambuh, 5% akan mendapat S III, 10% mengalami sifilis kardiovaskular,
neurosifilis pada pria 9% dan pada wanita 5%, 23% akan meninggal. Pada sifilis dini
yang diobati, angka penyembuhan mencapai 95%. Kelainan kulit akan sembuh dalam
7-14 hari. Pembesaran kelenjar getah bening akan menetap berminggu-minggu.
Kegagalan terapi sebanyak 5% pada S I dan S II. Kambuh klinis umumnya terjadi
setahun sesudah terapi, berupa lesi menular pada mulut, tenggorok, dan region
perianal. Di samping itu dikenal pula kambuh serologi, yang berarti T.S.S yang
negatif menjadi positif atau yang telah positif menjadi makin positif. Rupanya
kambuh serologi ini mendahului kambuh klinis. Kambuh klinis pada wanita juga
dapat bermanifestasi pada bayi berupa sifilis kongenital.6
Pada sifilis laten lanjut prognosisnya baik, prognosis pada sifilis gumatosa
bergantung pada alat yang dikenai dan banyaknya kerusakan. Dengan melihat hasil
T.S.S pada sifilis lanjut sukar ditentukan prognosisnya. T.S.S yang tetap positif lebih
daripada 80% meskipun telah mendapat terapi yang adekuat. Umumnya titer akan
menurun jika meningkat menunjukkan kambuh dan memerlukan terapi ulang. Pada
sifilis kardiovaskular prognosisnya suka ditentukan. Pada aortitis tanpa komplikasi
prognosisnya baik. Pada payah jantung prognosisnya buruk. Aneurisma merupakan
komplikasi berat karena dapat mengalami rupture. Meskipun demikian sebagian
penderita dapat hidup sampai 10 tahunatau lebih. Prognosis pada wanita lebih baik
daripada pria. 6,7
34
BAB III
KESIMPULAN
Sifilis adalah penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang disebabkan oleh
bakteri Treponema pallidum, sangat kronis dan bersifat sistemik. Pada perjalanannya
dapat menyerang hampir semua alat tubuh, dapat menyerupai banyak penyakit,
mempunyai masa laten, dan dapat ditularkan dari ibu ke janin. Contohnya Gumma,
gigi hutchinson dan snuffle nose merupakan salah satu dari manifestasi kelainan pada
gigi dan mulut yangdisebabkan oleh penyakit sifilis. T.pallidum penyebab sifilis dapat
ditularkan dari satu orang ke orang yang lain melalui hubungan genito-genital
35
(kelamin-kelamin) maupun oro-genital (seks oral). Infeksi ini juga dapat ditularkan
oleh seorang ibu kepada bayinya selama masa kehamilan. Jika tidak diobati, maka
hampir seperempatnya akan kambuh, pada sifilis dini yang diobati, angka
penyembuhan mencapai 95%. Kegagalan terapi sebanyak 5% pada S I danS II.
Kambuh klinis umumnya terjadi setahun sesudah terapi, berupa lesi menular pada
mulut, tenggorok, dan regio perianal. Diagnosis ditegakkan secara sempurna dari
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti Serologi Tes Sifilis (STS)
sehingga dapat diberikan antibiotik yang sesuai dan tepat. Antibiotik yang biasa
dipakai dalam penatalaksanaan Sifilis ialah Penisilin.
DAFTAR PUSTAKA
36
37