Anda di halaman 1dari 7

Status Hukum LSD

Hukum Indonesia mengkategorikan LSD sebagai "Psikotropika". LSD merupakan suatu


zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika LSD berkhasiat sebagai psikoaktif
melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada
aktivitas mental dan perilaku. LSD dikategorikan sebagai psikotropika golongan I.
Identifikasi LSD
Untuk LSD yang terdapat di dalam tubuh manusia dapat diidentifikasi melalui sampel
urin, rambut, dan darah. Namun untuk melakukan identifikasi pada sampel-sampel
tersebut membutuhkan waktu untuk dapat mendeteksinya. LSD di urin dideteksi 24-72 jam;
rambut hingga 3 hari; darah 0-3 jam
1. Spot test
a. Sebuah garam LSD yang benar-benar murni akan memancarkan kilatan kecil cahaya
putih dalam gelap.
b. LSD sangat fluorescent dan akan bercahaya putih kebiru-biruan di bawah sinar UV .
c. LSD dengan pereaksi Marquis (100 mL asam sulfat pekat ke 5 % dari 40
mL formaldehida) menimbulkan warna abu-abu.
d. LSD dengan asam nitrat menimbulkan warna coklat kuat.
e. LSD dengan Froede Reagent (0,5 g asam molybdic atau natrium molybate dalam 100 mL
panas terkonsentrasi asam sulfat) menimbulkan warna kuning hijau.
f. LSD dengan Mecke Reagent (Larutkan 1,0 g asam selenious dalam 100 mL asam sulfat
pekat ) menimbulkan warna hitam kehijauan.
2. Metode Instrument
Identifikasi dengan metode instrumen yaitu dengan menggunakan alat seperti
HPLC, spektrum UV, spektrum IR, spektrum massa.
Tes HPLC. HPLC diikuti oleh serapan UV. Untuk ini, sampel dilarutkan dalam pelarut
(seperti air atau metanol) dan kemudian disuntikkan ke dalam tabung, panjang dan tipis
disebut kolom.

Kolom

memiliki

lapisan

khusus

disiapkan

di

bagian

dalam

yang

menyebabkan bahan kimia yang berbeda untuk melakukan perjalanan dengan kecepatan yang
sedikit berbeda ketika mereka bergerak melalui selang. Pada akhir kolom adalah detektor yang
ketika bahan kimia muncul dari tabung output dari kolom terkena sinar ultraviolet pada panjang
gelombang yang dipilih. Untuk tes ini cahaya 254 nanometer digunakan, deteksi frekuensi
umum. Waktu sampel yang diperlukan untuk bergerak melalui kolom disebut waktu retensi

dan ditandai sepanjang sumbu x (sisi bawah) angka 1, 2 dan 4. Pada sumbu Y-axis (sebelah kiri)
dari grafik menunjukkan berapa banyak sinar UV diserap oleh material yang berasal dari kolom
pada titik tertentu dalam waktu. Setiap puncak dalam tabel merupakan saat masing-masing
komponen kimia dari sampel mencapai ujung kolom. Gundukan kecil terdekat sisi kiri
grafik masing-masing disebut front pelarut dan biasanya diabaikan karena mereka merupakan
bahan kimia residu dilakukan melalui sistem dengan gelombang awal disuntikkan pelarut. The
HPLC + UV output untuk standar acuan baru dari d-LSD cukup sederhana. Di tengah angka ini,
ada satu puncak sangat bersih, jelas dengan waktu retensi 9,047 menit. Dengan menggunakan
spektrometer massa-semprot elektro, lab memverifikasi bahwa referensi standar ini memiliki
bobot molekul yang benar untuk d-LSD. Bahan ini kemudian diverifikasi dengan memeriksa
bahwa perusahaan profil serapan UV memiliki puncak serapan yang tepat pada sekitar
320 nanometer. Ini semua diverifikasi bahwa standar referensi baru tampaknya sangat murni dLSD.
3. Metode KIT
Identifikasi LSD dengan menggunakan KIT adalah dengan alat berupa testpack
yang bentuknya bermacam-macam. Dengan adanya KIT ini identifikasi LSD jadi lebih mudah
karena dapat digunakan dengan cara yang sederhana dan aman.
Beberapa macam KIT untuk identifikasi LSD ini adalah sebagai berikut :
KIT dalam bentuk liquid tes. Caranya adalah dengan memasukan sampel ke dalam cairan
tertentu yang dapat mengidentifikasi LSD, kemudian sumbu yang berada dalam vial dimasukan
ke dalam cairan yang berisi sampel. Sumbu akan berubah warna menjadi ungu jika
sampel tersebut mengandung LSD.
Tujuan terapi pada penderita NAPZA :

Abstinence : ini yang paling ideal, namun suatu kenyataan sebagian besar pasien tidak

mampu atau tidak bermotivasi untuk itu.


Pengurangan keseringan ( frekuensi ) dan keparahan relaps, banyak hal yang dapat
dipergunakan untuk mencapai keadaan tersebut, yang paling banyak adalah pemberian

suatu ketrampilan untuk mencegah pengulangan.


Memperbaiki fungsi psikolgis dan fungsi adaptasi sosial. Tujuan ini sekarang diberikan
fasilitasi oleh pemerintah, yaitu dengan diberikannya pelayanan di Rumah Sakit yang

ditunjuk, seperti yang termaktub dalam UU no 35 tahun 2009 pasal 56. Rumah sakit akan
melakukan terapi rumatan dengan Metadon.
Konsep Dasar Terapi

Tidak ada satu-satunya bentuk terapi yang sesuai untuk semua individu
Fasilitas terapi harus selalu tersedia sepanjang waktu, karena kapan kebutuhan diperlukan

tidak dapat diramal.


Terapi yang efektif yaitu harus mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu, tidak

semata-mata menghentikan penggunaan NAPZA


Korban ketergantungan harus bertahan dalam satu periode waktu yang cukup lama
Konseling dan psikoterapi merupakan komponen penting
Medikasi juga penting, namun diperlukan kombinasi dengan konseling dan terapi

perilaku
Ko-morbiditas baik fisik maupun psikiatrik harus diterapi bersama-sama integratif
Detoksifikasi hanya awal terapi, dan banyak dilaporkan kegagalan jika menggunakan

terapi tunggal.
Terapi tidak harus selalu voluntary, kadang-kadang juga compulsory
Dalam proses terapi, korban ketergantungan sering menggunakan zat tanpa

sepengetahuan terapis, sehingga perlu selalu dimonitor.


Konsekuensi fisik lain juga harus mendapatkan terapi, recovery adalah suatu proses
panjang.

Jenis terapi yang digunakan terapi kombinasi yaitu farmako terapi dan non-farmakoterapi.
Terapi umum keadaan Emergensi
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Airway: bebaskan jalan nafas


Breathing: lancarkan pernapasan
Circulation: lancarkan peredaran darah
Pemeriksaan lebih lanjut kemungkinan perdarahan atau trauma
Observasi kemungkinan kejang
Bila terjadi hipoglikemia, berikan 50ml Glukosa 50% IV

Terapi Simtomatik
1.
2.
3.
4.
5.

Analgesik
Hipnotik-sedatif
Anti agresif
Anti anxietas
Anti halusinasi

Terapi withdrawal

1.
2.
3.
4.
5.

Abrupt withdrawal ( cold turkey ) atau hanya obat-obat simtomatik


Klasik ( clonidin, kodein dan obat-obatan simtomatik )
Metadon
Buprenorfin
Rapit detox atau ultra rapid detox

Terapi Subtitusi = Program Terapi Rumatan


Zat subsitusi yang digunakan:
1. Full agonist metadon, feroin, morfin
2. Antagonist ( naltrekson, nalokson )
3. Partial agonist ( buprenorfin )
Nama program terapi tergantung pada jenis subsitusi yang digunakan. Opioid yang
digunakan digantikan dengan subtitusi metadon ataupun buprenorfin maupun naltrekson.
Terbukti cukup efektif dalam :
1.
2.
3.
4.

Meningkatkan rasa kesejahteraan korban / klien


Meningkatkan rasa kesejahteraan korban / klien
Memudahkan kembali ke aktivitas pekerjaan / fungsi dalam masyarakat
Mampu menurunkan angka kriminalitas dan meningkatkan kepatuhan terapi

Kontroversi terapi subsitusi

1. Menggunakan opiate sintetis yang sangat adiktif


2. Dapat berakibat mengganti ketergantungan
3. Tidak semua berhasil
Terapi Komplikasi
Komplikasi dari ketergantungan NAPZA dapat berupa : overdosis, infeksi, psikosis,
gangguan perilaku. Terapi yang diberikan diseusiakan dengan gejala yang muncul.
Program Terapi
1. Integrated Dual Disorder Therapy Program ( IDDT )
2. Program Terapi Residensi
3. Program Terapi Harm Reduction
Harm Reduction :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Penjangkauan dan Pendampingan


Komunikasi Informasi dan Edukasi ( KIE )
Pendidikan Sebaya
Konseling Perubahan Perilaku
Konseling dan Testing HIV Sukarela ( Voluntary Counseling and Testing / VCT )
Program Penyucihamaan

7. Layanan Jarum dan Alat Suntik Steril


8. Pemusnahan Peralatan Suntik Bekas
9. Layanan Terapi Pemulihan Ketergantungan Narkoba
10. Program Terapi Rumatan Metadon
11. Layanan Perawatan, Dukungan dan Pengobatan ( Care, Support, Treatment )
12. Pelayanan Kesehatan Dasar.
Psikoterapi
Penggunaan pada korban NAPZA dapat dilakukan secara individual maupun kelompok,
masing-masing mempunyai keuntungan.
Individual :
-

Lebih privasi
Terapis lebih fleksibel untuk menanggapi permasalahan
Presentasi waktu terapi lebih tinggi untuk fokus pada isu relevan individu
Logistik : lebih praktis
Dapat lebih sesuai untuk individu yang tidak mampu terlibat dalam kelompok
Biaya tentu lebih mahal
Tidak ada tekanan teman sekelmpok untuk perubahan ke arah positif

Kelompok :
-

Identifikasi timbal balik, mengurangi perasaan diasingkan


Penerimaan teman sekelompok
Konfrontasi terapeutik, umpan balik relistis
Tekanan teman sekelompok, tanggung jawab untuk perubahan positif
Pertukaran informasi, membangkitkan optimisme dan harapan
Lebih hemat biaya
Akan menyingkap identitas dan permasalahan pribadi ke orang lain
Isi dan langkah perawatan ditentukan oleh sekelompok secara keseluruhan
Hanya suatu bagian kecil waktu terapi difokuskan bagi kebutuhan seseorang
Kurang praktis ( logistik )
Tidak seluruhnya sesuai untuk semua ketergantungan zat

Cognitive Behavior Therapy ( CBT )


Didasarkan atas konsep bahwa emosi dan perilaku dihasilkan ( terutama, tidak sematamata ) dari proses pikiran; dan manusia dapat mengubah proses ini untuk mendapatkan cara
merasa dan berperilaku yang berbeda.
Psikopatologi CBT
Activating Event ( A ) adalah suatu kejadian yang mengaktivasi, stressor yang sangat
mempengaruhi individu. Baik langsung maupun tidak langsung mengenai individu. Hal tersebut

sangat diyakini oleh individu ( Belief, B ). Karena sangat mempengaruhi pikiran individu dan
keyakinan tersebut sehingga menimbulkan konsekuensi ( Consequences, C ), jika mempengaruhi
emosionalnya maka akan timbul keluhan somatik yang selanjutnya mempengaruhi perilakunya.
Keadaan tersebut akan bersifat feedback terhadap belief, atau menjadikan penguatan terhadap
beliefnya. Individu semakin yakin bahwa keluhan tersebut akibat dari stressor. Konsekuensi juga
bisa langsung mempengaruhi perilakunya yang juga akan berakibat terjadi penguatan terhadap
keyakinannya ( belief ). Keadaan tersebut diatas terus menerus dirasakan oleh individu yang
akhirnya mempengaruhi kinerjanya, peran sosialnya, maupun peran kesehariannya.
CBT adalah melakukan pemutusan dari belief dan atau feedback yang menimbulkan
konsekuensi somatik dan perilaku atau agar supaya tidak menimbulkan penguatan terhadap
keyakinannya. Juga bisa pada konsekuensi yang mempengaruhi emosionalnya, sehingga tidak
menimbulkan keluhan somatik lagi.
Penggunaan CBT untuk korban NAPZA
-

Penyalahgunaan zat diperantarai proses kognitif dan tingkah laku komplek


Penyalahgunaan zat dan hubungannya dengan proses kognitif perilaku adalah proses

yang dipelajari
Penyalahgunaan zat dan hubungannya dengan proses kognitif perilaku dapat dimodifikasi
terutama dengan CBT

CBT untuk penatalaksanaan ketergantungan zat dapat juga dikombinasikan dengan terapi
yang lain, seperti Motivational Enchancement Therapy, Contigency Management, Cognitif
therapy, Behavioral Marital Therapy, Community Reinforcement Approach.
Hypnotherapy
Hipnosis : suatu rangkaian perubahan pengalaman subyektif yang dapat diamati, seperti
perubahan sensasi, persepsi, emosi, pikiran, atau perilaku yang terjadi setelah induksi hipnotik.

Normal State

Normal State

Perilaku awal

Perilaku Baru
HIPNOSIS STATE

HIPNOTERAPI
TERMINASI

Memasukkan Sugesti atau saran-saran


yang akan menjadi nilai baru

Proses hipnosis dilakukan dengan cara merubah konsentrasi dari fokus eksternal ke fokus

internal
Setiap proses hipnosis adalah proses self-hipnosis sehinggan subjek dapat menghentikan
proses dan kembali ke normal stase ketika ia menghendaki.

Anda mungkin juga menyukai